• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANYAKAN VEGETATIF MAKADAMIA (Macadamia integrifolia) MELALUI STEK PUCUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANYAKAN VEGETATIF MAKADAMIA (Macadamia integrifolia) MELALUI STEK PUCUK"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

MUTYA KANA PURBA 141201112

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

SKRIPSI

Oleh:

MUTYA KANA PURBA 141201112

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

SKRIPSI

Oleh:

MUTYA KANA PURBA 141201112

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)

Judul Penelitian : Perbanyakan Vegetatif Makadamia (Macadamia integrifolia) Melalui Stek Pucuk.

Nama : Mutya Kana Purba NIM : 141201112

Departemen : Budidaya Hutan

(5)

MUTYA KANA PURBA: Vegetative Propagation of Makadamia (Macadamia integrifolia) Via Shoot Cutting. Supervised by ARIDA SUSILOWATI and CUT RIZLANI KHOLIBRINA.

Macadamia integrifolia is an evergreen trees, an endemic species in Greendland that have high potential to be comercialy developed in Indonesia.

Macadamia is a plant that produce nut with a lot of benefits. Macadamia’s generative propagation tend to had problems in its seed stock because it often experience obstacle in field seed stock and the production require a long time because it had a thick shell (pericarp). Cutting is potential alternative way to produce macadamia planting stocks. The objective of this research was to get information about the effect of cutting media and zpt Rootone-F on root formation of macadamia. Cutting materials were collected from nine years old trees in KHDTK Sipiso-piso, Sumatera Utara. Media used were combination of top soil:sand (1:1), sand and top soil, for the zpt Rootone-F used were combination of without zpt Rootone-F, Rootone-F 200 ppm and Rootone-F pasta. Root development was observed through morphological observation in the last research 12 MST. Result showed media and Rootone-F did not significant affected all of cutting parameters. Based on scoring value, combination of top soil:sand with Rootone-F 200 ppm gave the best result scoring (61). Morphology observation of root from cutting showed that roots were first developed from the mesristematic cambium cells, followed by callus and then root.

Keywords: Macadamia, vegetative propagation, shoot cutting, root develompment.

(6)

MUTYA KANA PURBA: Perbanyakan Vegetatif Makadamia (Macadamia integrifolia) Melalui Stek Pucuk. Dibimbing oleh ARIDA SUSILOWATI dan CUT RIZLANI KHOLIBRINA.

Makadamia (Macadamia integrifolia) merupakan pohon evergreen spesies endemik Greendland yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara komersial di Indonesia. Makadamia merupakan jenis tanaman penghasil kacang yang memiliki banyak manfaat. Perbanyakan secara generatif makadamia memiliki kesulitan dalam hal persediaan benih dikarenakan sering mengalami hambatan pada saat persediaan benih dilapangan selain itu memerlukan waktu relatif lama untuk produksi karena makadamia memiliki cangkang yang keras (pericarp). Teknik stek merupakan alternatif yang potensial untuk perbanyakan jenis ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang pengaruh media dan zpt Rootone-F terhadap pertumbuhan stek makadamia.

Sumber bahan stek berasal dari pohon yang berumur 9 tahun di KHDTK Sipiso- piso, Sumatera Utara. Media yang digunakan terdiri dari top soil:pasir, pasir, dan top soil, untuk zpt Rootone-F yang digunakan terdiri dari tanpa Rootone-F, Rootone-F 200 ppm dan Rootone-F pasta. Perkembangan akar diamati melalui pengamatan morfologi pada akhir pengamatan yaitu 12 MST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media dan Rootone-F tidak berpengaruh nyata dari semua kombinasi perlakuan. Berdasarkan dari nilai skoring menunjukkan bahwa kombinasi top soil:pasir dengan Rootone-F 200 ppm memberikan hasil terbaik (61). Pengamatan morfologi akar dari hasil pemotongan menunjukkan bahwa akar pertama kali dikembangkan dari sel-sel meristem pada kambium diikuti dengan terbentuknya kalus dan kemudian menjadi akar.

Kata Kunci : Makadamia, perbanyakan vegetatif, stek pucuk, perkembangan akar.

(7)

Penulis dilahirkan di Desa Simalas, Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai pada tanggal 30 November 1996 dari pasangan Bapak Jalaman Purba dan Ibu Kusminarti. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan yang sudah ditempuh oleh penulis yaitu SDN 106237 Kecamatan Sipispis lulus pada tahun 2008, SMPN 5 Tebing Tinggi lulus pada tahun 2011, SMAN 1 Tebing Tinggi lulus pada tahun 2014 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan kuliah di Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai Mahasiswa Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian yang saat ini sudah berubah menjadi Fakultas Kehutanan melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Dan selanjutnya penulis memilih konsentrasi minat Budidaya Hutan (BDH).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Rain Forest dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum Periode 2017-2018. Penulis pernah melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) dikawasan hutan mangrove Nagalawan pada tahun 2016. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di IUPHHK-HA PT. Mardhika Insan Mulia unit Tabalar, Kalimantan Timur tahun 2018.

Pada akhir kuliah, untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Universitas Sumatera Utara, penulis melaksanakan penelitian dengan judul

“Perbanyakan Vegetatif Makadamia (Macadamia integrifolia) Melalui Stek Pucuk” dibawah bimbingan ibu Dr. Arida Susilowati, S.Hut, M.Si. dan ibu Cut Rizlani Kholibrina S.Hut, M.Si.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbanyakan Vegetatif Makadamia (Macadamia integrifolia) Melalui Stek Pucuk”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih atas segala doa, dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Untuk yang teristimewa yaitu kedua orang tua yang sangat penulis cintai ayahanda Jalaman Purba dan Ibunda Kusminarti yang telah membesarkan, mendidik dan selalu memberikan dukungan serta kasih sayang yang tiada batasnya kepada penulis. Dan juga adik-adik perempuan penulis yaitu Inda Devita Purba dan Lany Madona Purba yang selalu mendoakan dan mendukung selama proses penelitian hingga saat ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Arida Susilowati, S.Hut., M.Si dan Ibu Cut Rizlani Kholibrina S.Hut., M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan senantiasa meluangkan waktu serta memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Apri Heri Iswanto, S.Hut., M.Si dan Bapak Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si selaku Dosen Penguji yang telah membimbing dan memberi masukan berharga kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(9)

4. Mohammad Basyuni, S.Hut M.Si., Ph.D selaku Ketua Departemen Budidaya Hutan dan Dr. Deni Elfiati, S.P., M.P selaku Sekretaris Departemen Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

5. Penulis mengucapkan terima kasih kepada BP2LHK Aek Nauli, yang telah memfasilitasi proses penelitian.

6. Bapak Dr. Aswandi, S.Hut., M.Si yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian.

7. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat penulis, D’PAPRIKA, Tim Great One, Tim PKL Berau, Tim Belank, Tim BPH Rain Forest dan seluruh teman-teman di Fakultas Kehutanan USU atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan serta para sahabat penulis yang namanya tidak dapat dicantumkan satu per satu. Terimakasih untuk setiap doa dan dukungan yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.

Medan, Oktober 2018

Penulis

(10)

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ciri Morfologi Makadamia (Macadamia integrifolia) ... 5

Habitus dan Penyebaran ... 6

Manfaat ... 7

Teknik Perbanyakan ... 8

Media Tanam ... 9

Zat Pengatur Tumbuh ... 10

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Prosedure Penelitian ... 13

Analisis Data ... 17

Skoring ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Stek Pucuk Makadamia ... 19

Persentase Hidup ... 21

Persentase Stek Berakar ... 23

Jumlah Daun ... 25

Pertambahan Tinggi Pucuk Baru ... 27

Jumlah Akar Primer... 28

Jumlah Akar Sekunder ... 29

Panjang Akar Primer ... 30

Panjang Akar Sekunder ... 32

Histologi Akar ... 33

Rekapitulasi Nilai Skoring ... 34

(11)

DAFTAR PUSTAKA……….... . 38

(12)

No Hal.

1. Pertumbuhan tanaman makadamia 12 MST dengan berbagai perlakuan 20

2. Stek makadamia yang menunjukkan gejala kematian ... 21

3. Persentase hidup stek makadamia umur 12 MST ... 22

4. Persentase berakar stek makadamia umur 12 MST ... 24

5. Jumlah daun stek makadamia umur 12 MST ... 26

6. Pertambahan tinggi pucuk baru stek makadamia umur 12 MST ... 27

7. Jumlah akar primer stek makadamia umur 12 MST ... 28

8. Jumlah akar sekunder stek makadamia umur 12 MST ... 30

9. Panjang akar primer stek makadamia umur 12 MST ... 31

10. Panjang akar sekunder stek makadamia umur 12 MST. ... 32

11. Penampang melintang akar stek makadamia dengan perbesaran 4x ... 33

(13)

No Hal.

1. Rekapitulasi sidik ragam stek pucuk Makadamia umur 12 MST ... 19 2. Hasil skoring kombinasi perlakuan media tanam dan Rootone-F terhadap

berbagai parameter stek makadamia umur 12 MST ... 34

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Macadamia integrifolia dikenal sebagai kacang Queensland (Miller, 1951) kacang Australia, kacang bush, dan kacang bopple (Storey dan Hamilton, 1953) merupakan jenis penghasil kacang yang memiliki banyak manfaat sebagai sumber pangan sehat. Maguire dkk. (2004) menyebutkan bahwa kacang makadamia kaya akan unsur-unsur penting bagi kesehatan seperti kalsium, besi, fosfor, magnesium dan kalsium, vitamin seperti tiamin (B1), riboflavin (B2), retinol (A1), dan niasin (B3). Selain karakteristik nutrisi, kacang makadamia juga memiliki sifat antioksidan yang dihasilkan oleh tocopherols, tocotrienols, dan squalene.

Makadamia merupakan jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun, masyarakat Indonesia belum banyak mengenal tumbuhan ini.

Heryana dkk. (2008) menyebutkan bahwa produk makadamia berupa kacang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar lokal maupun internasional dan menjadi bahan baku industri yang dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan.

Dirjen Perkebunan (2006) menyebutkan bahwa di Hawaii, kacang makadamia merupakan tanaman utama dalam usaha kebun buah-buahan yang dibudidayakan dan telah memiliki sekitar 9.000 Ha tanaman yang berproduksi. Di Australia budidaya makadamia juga cukup massif terlihat dari luasannya yang telah mencapai 6.000 Ha, dan menjadi penghasil kacang terbaik dan termahal di dunia.

Kebun Benih makadamia di Hawaii dikelola dengan baik dan menjadi tanaman terpenting kedua setelah kopi sejak diintroduksi dari Australia. Hal ini mengakibatkan makadamia memiliki pasar ekspor yang tinggi di Hawaii

(15)

(Storey dan Hamilton, 1953). Pada tahun 1970 makadamia diintroduksi untuk kedua kalinya dan dapat tumbuh baik di Kebun Raya Cibodas, kebun percobaan Hortikultura Tlekung, Jawa Timur, kebun percobaan Balittro di Manoko, pada tahun 2006 terdapat 327 pohon di Lembang dan di Bogor sebagai tanaman koleksi (Dirjen Perkebunan, 2006). Sedangkan di Sumatera Utara, makadamia telah ditanam dan tumbuh dengan baik di Hutan Penelitian Sipiso-piso dengan ketinggian 1.200 mdpl ditanam pada lahan seluas 2 Ha untuk sumber benih yang telah memiliki diameter batang 15-25 cm dan tinggi mencapai 10-15 cm (Aswandi dkk., 2017). Hal tersebut menunjukkan bahwa makadamia merupakan jenis yang cocok ditanam di sekitar Danau Toba sebagai tanaman agroforestri, rehabilitasi ataupun untuk kepentingan tertentu.

Makadamia belum banyak dikembangkan di Indonesia, namun permintaan kacang makadamia terus meningkat. Makadamia memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia dikarenakan komoditi tersebut memiliki nilai ekologi dan ekonomi yang baik. Suheryadi (2002) menyebutkan bahwa kacang makadamia banyak dipergunakan dalam industri makanan seperti kue kering, es krim dan permen bersama cokelat. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan upaya dalam budidaya tanaman makadamia, salah satunya melalui perbanyakan.

Tanaman makadamia dapat dibudidayakan melalui 2 cara, yaitu perbanyakan generatif dan perbanyakan vegetatif. Pada perbanyakan generatif terdapat kendala dalam hal persediaan biji berkualitas, kondisi yang terjadi dilapangan bahwa tanaman makadamia dimakan manusia dan dimakan hewan seperti tupai. Selain itu, perbanyakan melalui biji tidak menghasilkan sifat yang sama dengan induknya. Sarwono (1992) dalam Heryana dkk. (2008) menambahkan bahwa pembiakkan secara generatif memerlukan waktu relatif

(16)

lama untuk produksi. Biji makadamia memiliki cangkang keras (pericarp) dengan ketebalan sekitar 3 mm berwarna cokelat. Penelitian Garbelini dkk. (2016) menunjukkan, proses perkecambahan makadamia membutuhkan waktu 45-140 hari untuk mencapai stabil dan menghasilkan persentase kecambah 71,5%.

Selanjutnya sifat benih yang semi rekalsitran dapat menyebabkan benih mudah rusak pada kondisi tertentu. Terkait dengan beberapa masalah tersebut salah satu solusi dalam perbanyakan tanaman makadamia yaitu melalui cara vegetatif.

Perbanyakan vegetatif dapat menjadi solusi terkait dengan masalah-masalah pada perbanyakan generatif. Material pada perbanyakan secara vegetatif lebih mudah didapatkan, dan ketersediaannya melimpah.

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk daun, umbi dan akar untuk menghasilkan tanaman baru yang sama dengan induknya. Salah satu perbanyakan vegetatif yang dapat dilakukan yaitu dengan cara stek pucuk.

Nurlaeini dan Surya (2015) menyebutkan bahwa stek pucuk merupakan cara perbanyakan tanaman yang relatif mudah dilakukan. Perbanyakan dengan cara ini merupakan salah satu cara cepat dalam memenuhi kebutuhan bahan tanaman skala besar. Selain memiliki keunggulan dalam sumber material yang melimpah, Aziz (2012) menyebutkan bahwa keunggulan lain melalui stek adalah tanaman yang dipilih dapat dipertahankan sifat-sifatnya yang unggul sesuai dengan keinginan manusia di dalam usaha budidaya.

(17)

Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan data dan informasi mengenai tingkat keberhasilan stek pucuk makadamia dari beberapa kombinasi media dan ZPT.

2. Mendapatkan informasi mengenai perlakuan terbaik untuk mengembangkan stek pucuk makadamia.

3. Mendapatkan informasi mengenai asal perakaran pada stek pucuk makadamia.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai peluang perbanyakan makadamia dalam waktu yang relatif singkat melalui stek pucuk. Keberhasilan teknik ini juga merupakan alternatif solusi penyediaan bibit makadamia yang berkualitas untuk keberlanjutan kebutuhan pangan serta kegiatan RHL (Rehabilitasi Hutan dan Lahan) pada areal sekitaran Danau Toba.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Ciri morfologi Macadamia integrifolia

Makadamia merupakan jenis pohon evergreen yang dapat mencapai ketinggian 19 m dengan lebar tajuk mencapai 13 m. Kemampuan bertahan hidup makadamia belum diketahui, namun produktivitas pohon dapat mencapai 40 sampai 60 tahun atau lebih lama dengan pengelolaan tanah dan iklim yang sesuai (Nagao, 2011). Suheryadi (2002) menyebutkan bahwa makadamia merupakan tanaman bertajuk rimbun yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 18 m.

Tanaman ini memiliki perakaran dangkal, memiliki banyak cabang, percabangan biasanya mulai muncul pada ketinggian 1 m dari permukaan tanah. Daun makadamia berwarna hijau tua, berbentuk lonjong dengan pinggir daun rata atau bergerigi dan berduri. Pada setiap buku terdapat 3 sampai 4 helai daun berhadapan, bunga berwarna putih atau kekuningan, bentuknya berangkai dan tumbuh pada ketiak daun.

Dirjen Perkebunan (2006), makadamia diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Proteales

Famili : Proteaceae

Genus : Macadamia

Spesies : Macadamia integrifolia

(19)

Habitus dan Penyebaran

Makadamia merupakan pohon asli dari hutan hujan Queensland (Australia). Terlepas dari asal geografisnya, teknologi pada perkebunan makadamia di Hawaii telah berkembang besar (Mereles dkk., 2017).

Dirjen Perkebunan (2006) menyebutkan bahwa terdapat dua dari delapan spesies makadamia yang dapat dibudidayakan untuk tujuan komersial yaitu M. integrifolia dan M. tetraphylla. Negara yang membudidayakan makadamia untuk tujuan komersial antara lain adalah Hawaii, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Brazil, Israel, Kenya dan Malawi.

Makadamia memiliki toleransi yang baik terhadap suhu dengan kisaran 10-30 °C, curah hujan dengan kisaran 1.250 - 3.000 mm/tahun dan

pH tanah sekitar 5,0-5,5 (Djaenudin dkk. 2001 dalam Tresniawati dan Randriani, 2008). Menurut Pitopang dan Ihsan (2014), terdapat makadamia jenis endemik di timur Indonesia (Sulawesi) yaitu M. hildebrandii namun tidak dapat dikonsumsi manusia. Pantjawidjaja (2010) menyebutkan bahwa tanaman tersebut tidak dikonsumsi manusia karena bijinya memiliki rasa pahit dan sepat.

Puslitbang Tanaman Perkebunan (2010) menambahkan bahwa jenis ini tidak dikonsumsi karena mempunyai biji yang beracun dari senyawa sianida cyanogenic glycosides yang dikandungnya. Tanaman jenis ini terdapat pada Cagar Alam Morowali, Sulawesi Tengah. Cagar Alam ini mempunyai curah hujan di atas 2.500 mm per tahun, kecuali pada sebagian kecil bagian kawasan sebelah utara, dengan curah hujan antara 2.000 mm - 2.500 mm per tahun. Cagar Alam Morowali termasuk ke dalam hutan dataran rendah (0-1500 m dpl) dan hutan pegunungan bawah (1500 – 2400 m dpl). Hal tersebut menunjukkan bahwa makadamia sangat cocok dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.

(20)

Manfaat

Tanaman makadamia menghasilkan kacang yang memiliki rasa sedikit manis dan cukup lezat, berwarna putih kekuningan dan memiliki aroma yang sedap. Kacang makadamia dihasilkan dari buah yang berbentuk bundar dengan dilapisi batok atau tempurung biji yang keras (Suheryadi, 2002).

Heryana dkk. (2008) menyebutkan bahwa makadamia merupakan tanaman tahunan penghasil biji berkadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan kacang- kacangan yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

Produk makadamia berupa hasil olahan kacang dalam kemasan dan es krim telah beredar dibeberapa supermarket di Indonesia, namun diketahui bahwa produk tersebut bukan berasal dari hasil produk lokal. Makadamia juga dapat diolah menjadi minyak yang memiliki banyak manfaat, Barrat (2010) menyebutkan minyak makadamia mengandung asam palmitat dan juga mengandung banyak asam oleat yang sangat bagus untuk melembutkan kulit, meregenerasi sel kulit, melembabkan kulit, dan merupakan anti-inflamasi alami.

Syahrina (2008) juga menyebutkan bahwa minyak kacang makadamia mempunyai aktivitas anti-aging yaitu ditandai dengan adanya perubahan kondisi kulit pada tiap-tiap parameter seperti kadar air (moisture), pori (pore), melanin, dan kerutan (wrinkle). Hal tersebut menunjukkan bahwa makadamia memiliki prospek untuk dikembangkan secara komersial di Indonesia. Barrueto dkk. (2018) menyebutkan bahwa makadamia berpotensi untuk dikomersialisasikan dan berpotensi untuk menyediakan pasar lokal maupun internasional.

Aswandi dkk. (2017) menambahkan bahwa pohon makadamia yang ditanam pada Hutan Penelitian Sipiso-piso dapat berbunga dan berbuah sporadis sepanjang tahun. Kondisi ini berbeda dibandingkan sebaran asal tanaman ini di

(21)

Australia Barat, dimana hanya berbunga dan berbuah sekali setahun. Setiap pohon diperkirakan menghasilkan buah 2-5 kg/pohon setiap panen atau sekitar 10-20 kg/pohon/tahun. Di pasaran, harga biji makadamia cukup tinggi yaitu mencapai Rp.500.000/kg. Pohon makadamia juga menghasilkan pollen yang sangat menarik bagi lebah sehingga memberikan pakan yang layak untuk produksi lebah madu.

Selain itu, makadamia juga menjadi sumber pangan sehat yang memiliki kandungan gizi cukup lengkap sehingga memiliki banyak manfaat bagi tubuh jika dikonsumsi secara teratur, adapun manfaatnya antara lain menurunkan kadar kolesterol, mencegah penebalan pembuluh darah, mencegah jantung koroner dan stroke, melindungi tubuh dari radikal bebas, dan cocok untuk diet sehat.

Teknik Perbanyakan

Teknik perbanyakan makadamia dapat dilakukan melalui perbanyakan generatif dengan menggunakan biji, serta perbanyakan vegetatif seperti grafting dan tunas. Ningsih dan Warsidi (2013) menyebutkan bahwa perbanyakan secara generatif adalah perbanyakan dengan cara penyerbukan (seksual) atau menggunakan biji. Perbanyakan secara vegetatif adalah cara perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian dari tanaman seperti daun, batang, cabang dan akar. Pengadaan bibit dengan cara generatif bergantung pada persediaan benih yang ada dilapangan. Benih yang digunakan juga merupakan benih yang berkualitas. Pengadaan benih berkualitas cukup sulit didapatkan, mengingat kacang makadamia masih sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pasar.

Terkait dengan hal ini maka perbanyakan vegetatif dapat menjadi solusi dalam pengadaan bibit.

Setiawan (2014) menyebutkan bahwa perbanyakan tanaman secara vegetatif mempunyai beberapa keunggulan antara lain untuk mempertahankan

(22)

sifat genetik dari tanaman induk dan tidak tergantung dengan musim berbuah.

Sebagai salah satu perbanyakan tanaman secara vegetatif, stek pucuk menjadi alternatif yang banyak dipilih orang karena caranya sederhana dan tidak memerlukan teknik yang rumit sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja.

Perbanyakan dengan teknik stek pucuk umumnya dilakukan untuk produksi bibit secara massal guna keperluan operasional penanaman. Dengan teknik ini, dapat dihasilkan bibit dalam jumlah besar.

Adinugraha dkk. (2007) dalam penelitian A. Mangium menyebutkan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan perbanyakan dengan teknik stek pucuk adalah: 1). Semakin tinggi pemangkasan akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya; 2). Umur trubusan yang baik sekitar 45 - 60 hari; 3). Tipe pertumbuhan tunas harus diperhatikan dengan memilih tunas yang memiliki pertumbuhan bersifat ortotropik. Tunas yang bersifat plagiotropik sebaiknya tidak digunakan; 4). Posisi trubusan pada tonggak, semakin tinggi posisi tunas pada tonggak maka kemampuan berakarnya semakin rendah; 5). Pengepakan bahan tanaman harus diperhatikan apabila bahan stek diambil dari lokasi yang jauh dan penyetekan harus segera dilakukan setelah tiba dipembibitan.

Media Tanam

Kualitas media tanam akan memberikan pengaruh terhadap kualitas pertumbuhan tanaman. Hal tersebut terjadi karena di dalam media tanam terdapat unsur hara penting yang mendukung pertumbuhan tanaman. Penggunaan media tanam yang berbeda-beda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap pertumbuhan tanaman, karena setiap jenis media tanam memiliki kandungan unsur hara yang berbeda (Kuvaini, 2015). Menurut Prayugo (2007) dalam Mariana (2017), media tanam yang baik harus memenuhi persyaratan-persyaratan

(23)

yang baik sebagai tempat tumbuh tanaman, memiliki kemampuan mengikat air, menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman, mampu mengontrol kelebihan air (drainase) serta memiliki sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik.

Top soil adalah tanah lapisan atas yang banyak mengandung unsur hara.

Tanah ini sangat cocok untuk media tumbuh suatu tanaman. Topsoil terdapat pada permukaan tanah paling atas, rata-rata tanah ini berwarna hitam dan terbuat dari proses dekomposisi pada dedaunan yang telah jatuh dan membusuk. Top soil merupakan lapisan tempat tumbuh tanaman bahkan tanah ini disebut juga sebagai tanah olahan atau tanah pertanian, pada lapisan tanah top soil ini banyak mengandung jasad hidup mikroorganisme (Muing, 2010).

Pasir adalah tanah yang berbentuk butiran-butiran kecil apabila digenggam akan lepas-lepas, dapat pula dilihat dengan rabaan bila kering terurai bila basah ia menggumpal namun remah. Pasir dapat dipilih sebagai media tanam untuk menggantikan fungsi tanah karena pasir masih dianggap memadai oleh karena itu penggunaan pasir sebagai media tanam jauh lebih baik bila dikombinasikan dengan bahan lainnya. Pada penelitian Mashudi (2013) media pasir memberikan nilai terbaik pada stek pucuk Pulai Darat (Alstonia angustiloba Miq.) Dengan persen berakar sebesar 60,89% dan jumlah akar sebanyak 4,25 buah.

Zat Pengatur Tumbuh

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar, pertumbuhan tunas, proses perkecambahan, dan lain sebagainya (Anggraini dan Mardiana, 2017). Pemberian ZPT dari luar sistem individu disebut juga dengan hormon eksogen, yaitu dengan memberikan bahan kimia sintetik yang dapat berfungsi dan berperan seperti halnya hormon

(24)

endogen sehingga mampu menimbulkan rangsangan dan pengaruh pada tumbuhan seperti layaknya fitohormon alami.

Sebenarnya hormon sudah tersedia secara alami pada tumbuhan, namun tetap harus diberikan agar meningkatkan kemampuan perakaran. Ardisela (2010) menyebutkan bahwa pemberian ZPT sebenarnya bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan akar, sehingga tanaman menjadi seragam karena tumbuh bersamaan dengan kualitas pertumbuhan/habitus yang relatif sama. Auri dan Dimara (2016) menyebutkan bahwa terbentuknya akar pada stek merupakan faktor penting karena akar dapat menyerap unsur hara dari dalam tanah dan dapat mendukung kelangsungan hidupnya.

Penelitian Kartosoewarno (1987) dalam Dirjen Perkebunan (2006) menyatakan penambahan zat pengatur tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Napthalene Acetic Acid (NAA) pada perbanyakan dengan cara stek (cabang dengan 2 daun) tanaman makadamia di Indonesia, ternyata mampu menghasilkan stek berakar. Penggunaan campuran kedua ZPT tersebut mampu menghasilkan persentase berakar hingga 34,2 %.

Rootone-F sebagai salah satu hormon tumbuh akar yang banyak dipergunakan. Rootone-F banyak dikemas dalam bentuk tepung putih memiliki fungsi untuk mempercepat dan memperbanyak tumbuhnya akar-akar baru.

Rootone-F mengandung bahan aktif dari hasil formulasi beberapa hormon tumbuh akar yaitu Indole Butyric Acid (IBA), Indole Acetic Acid (IAA) dan Napthalene Acetic Acid (NAA). Penggunaan Rootone–F sebagai hasil kombinasi dari ketiga jenis hormon tumbuh di atas lebih efektif merangsang perakaran dari pada penggunaan hanya satu jenis hormon secara tunggal pada konsentrasi sama (Irwanto dan Huik, 2004).

(25)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2018 sampai Juli 2018. Rangkaian kegiatan yaitu diawali dengan pengambilan pucuk berasal dari pohon induk makadamia yang berumur 9 (sembilan) tahun di KHDTK Sipiso-piso, dilanjutkan dengan persiapan bahan, penanaman material stek, pemeliharaan dan pengamatan yang dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk dari tanaman dewasa yang berumur 9 (sembilan) tahun dengan kondisi baik, ZPT (Rootone-F), larutan dithane M-45, alkohol 70%, zeolit dan air bersih. Untuk media yang digunakan adalah campuran top soil:pasir perbandingan (1:1), top soil, serta pasir.

Adapun ZPT yang digunakan adalah tanpa Rootone-F, Rootone-F 200 ppm dan Rootone-F pasta.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sungkup propagasi, potray tempat penanaman stek, gunting stek, pisau cutter, ember perendaman, lempengan kuali untuk menggongseng media tanam, sendok untuk mengaduk larutan fungisida, sprayer untuk penyiraman tanaman, paranet 60% untuk menaungi tanaman, penggaris untuk mengukur akar stek, timbangan analitik, alat tulis, label untuk memberi tanda, kamera untuk mengambil gambar, sendok sebagai pengaduk.

(26)

Prosedur Penelitian Persiapan bahan stek

Persiapan bahan stek dilakukan dengan pengambilan pucuk muda pohon makadamia yang berumur 9 (sembilan) tahun di KHDTK Sipiso-piso. Pucuk yang dipilih sebagai bahan material stek memiliki kriteria cabang yang sehat dan terhindar dari hama dan penyakit. Adinugraha (2007) menyebutkan materi stek pucuk yang dipilih adalah cabang tunas yang memiliki pertumbuhan ke arah vertikal (ortotropik), cabang tunas yang bersifat plagiotropik sebaiknya tidak digunakan karena akan menghasilkan bibit yang tumbuhnya mendatar seperti cabang.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan yaitu top soil:pasir perbandingan 1:1 (v/v), pasir, dan top soil. Media disterilkan dengan cara menggongseng selama

20-30 menit diatas lempengan kuali dan disemprotkan larutan dithane M-45 dengan takaran 1 g/liter untuk menghindari tanaman terkontaminasi oleh jamur.

Pembuatan Stek

Pembuatan stek makadamia dilakukan dengan menggunakan gunting stek yang tajam dan higenis dengan cara menyemprotkan alkohol 70% terlebih dahulu sebelum digunakan. Apabila potongan stek ada yang pecah, harus dirapikan menggunakan pisau cutter untuk menghindari kerusakan stek.

Teknik Stek Pucuk

Pemotongan pucuk makadamia dilakukan dengan cara pemotongan diantara nodul (dua ruas daun). Daun yang terdapat pada bahan stek yang diambil dipotong dan disisakan 1/3 daun guna mengurangi penguapan. Bagian pangkal stek dipotong miring (45°). Hal ini dimaksudkan untuk besarnya permukaan

(27)

penyerapan air dan pertumbuhan akar yang maksimal. Pucuk makadamia yang akan distek direndam dalam larutan fungisida dengan perbandingan 1 gram fungisida dalam satu liter air selama 2 menit untuk menghindari serangan jamur.

Penanaman stek ditanam pada media yang telah disiapkan terlebih dahulu dan disusun dengan acakan yang telah dibuat secara lengkap. Kemudian dilakukan pembuatan lubang pada media yang bertujuan agar penanaman stek tidak mengalami kerusakan akibat gesekan. Setelah stek ditanam, media dipadatkan dengan menggunakan jari tangan, hal ini bertujuan agar stek yang ditanam tetap kokoh dan tidak mudah goyang. Selanjutnya diletakkan pada sungkup propagasi dan diletakkan pada rumah kaca. Hal ini bertujuan untuk menjaga kelembaban dan suhu agar selalu stabil.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang paling utama adalah penyiraman dan pemberantasan jamur. Penyiraman tanaman dilakukan secara periodik bertujuan untuk menjaga suhu dan kelembaban. Periodisitas penyiraman disesuaikan dengan umur bibit stek yaitu 2 kali seminggu sampai dengan stek berumur 2 minggu, 1 kali seminggu untuk stek umur 3 dan 4 minggu, dan 1 kali sebulan untuk stek yang berumur lebih dari 1 bulan. Penyiraman sungkup propagasi dilakukan 2 hari sekali pada siang hari guna menjaga suhu didalam sungkup propagasi. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan sprayer halus. Apabila cuaca terlalu panas, penyiraman dilakukan secara maksimum agar kelembaban tetap terjaga dan daun tidak kering. Namun apabila cuaca terlalu dingin, maka penyiraman dapat dikontrol agar sungkup propagasi dan media tidak terlalu lembab. Potray tempat penanaman stek harus selalu dibersihkan dari tanaman gulma maupun rumput liar

(28)

yang tumbuh di dalamnya. Daun yang gugur harus dikeluarkan dari potray agar tidak memicu tumbuhnya jamur.

Pengamatan Stek

Pengamatan stek dilakukan setiap hari dengan memperhatikan kondisi lingkungan stek. Pengamatan diperlukan karena suhu dan kelembaban pada stek mempengaruhi keberhasilan stek. Apabila suhu tinggi, maka kondisi kelembaban pada stek berkurang, maka perlu dilakukan penyiraman. Pengontrolan kelembaban juga perlu dilakukan dikarenakan stek rentan terhadap serangan jamur. Terdapat beberapa parameter yang diamati dalam penelitian ini, yaitu:

a) Pengamatan persentase hidup

Persentase hidup adalah jumlah stek yang masih segar (hidup) dan tidak memperlihatkan gejala kematian dengan jumlah stek yang ditanam.

Persentase yang hidup dapat dihitung pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% hidup = x 100%

b) Pengamatan persentase stek berakar

Persentase stek berakar merupakan hasil perbandingan antara stek yang hidup dan berakar pada akhir penelitian terhadap jumlah seluruh bahan stek yang ditanam.

Persentase stek berakar dapat dihitung pada akhir penelitian dengan mengunakan rumus sebagai berikut :

% stek berakar = x 100%

c) Pertambahan jumlah daun

(29)

Jumlah daun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah daun yang muncul setelah penanaman stek.

d) Pertambahan tinggi pucuk baru

Pertambahan tinggi pucuk baru stek merupakan selisih antara total tinggi bibit stek saat pengamatan dengan tinggi stek pada saat awal penanaman.

e) Pengamatan jumlah akar primer

Jumlah akar dilakukan dengan cara menghitung jumlah akar utama pada akhir pengamatan penelitian.

f) Pengamatan jumlah akar sekunder

Pengamatan jumlah akar dilakukan dengan cara menghitung jumlah cabang akar yang keluar dari akar utama pada akhir pengamatan penelitian.

g) Pengamatan panjang akar primer

Panjang akar diukur dengan penggaris dilakukan pada akhir penelitian, yaitu dengan cara diukur dari ujung akar pada akar yang terpanjang.

h) Pengamatan panjang akar sekunder

Pengamatan panjang akar sekunder diukur dengan penggaris dilakukan pada akhir penelitian, yaitu dengan cara diukur dari percabagan akar terpanjang yang berasal dari akar utama.

i) Analisis histologi akar

Sampel akar diambil dari stek pucuk makadamia yang sudah berakar.

Kemudian dipotong dengan menggunakan cutter, lalu dicuci dengan air mengalir hingga bersih dari sedimen. Bagian akar yang akan diamati diambil sekitar 1-1,5 cm dari ujung akar. Hanya satu sampel diambil yang akarnya cukup baik dan banyak. Selanjutnya akar dipotong melintang dan didokumentasikan menggunakan kamera dengan perbesaran 4.0x dan diamati bagian-bagiannya.

(30)

Analisis Data

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial untuk 2 faktor. Masing-masing faktor terdiri atas tiga taraf perlakuan, setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 5 unit amatan. Dengan demikian jumlah bahan yang digunakan adalah 135 stek.

Bahan stek diambil dari tegakan teridentifikasi. Faktor pertama (Faktor A) adalah media tanam yang digunakan terdiri dari: pasir : top soil perbandingan 1:1 (A1), pasir (A2) dan top soil (A3). Faktor kedua (Faktor B) adalah konsentrasi Rootone-F yang terdiri dari 3 tingkat konsentrasi Rootone-F yang berbeda yaitu tanpa Rootone-F (B0), penambahan Rootone-F 200 ppm atau 2 gr/L air (B1) dan penambahan Rootone-F pasta atau 600 gr/L air (B2). Sehingga jumlah stek yang ditanam adalah 3 x 3 x 15 = 135 stek pucuk.

Model umum rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 2 Faktorial sebagai berikut :

Yijk = μ + Ai +Bj + ABij + Єijk keterangan :

i= A1, A2, A3, j= B0, B1, B2, dan K= banyak ulangan

Yijk = pengamatan pada perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j dan ulangan ke-k μ = rataan umum

Ai = pengaruh faktor A (Media tanam) pada taraf ke-i

Bi = pengaruh faktor B (Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F) pada taraf ke-j Abij = interaksi antara faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j

Єijk = pengaruh galat pada faktor A taraf ke-i, Faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

(31)

Adapun kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah A1B0, A1B1, A1B2 , A2B0, A2B1, A2B2, A3B0, A3B, A3B2. Selanjutnya data dianalisis dengan Analisis ragam (Anova), jika hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan pengujian lanjutan menggunakan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan 95%. Jika hasil tidak berpengaruh nyata, dilakukan penilaian berdasarkan skoring pengaruh kombinasi perlakuan terhadap seluruh parameter untuk mencari perlakuan terbaik.

Skoring

Skoring ini dibagi 9 kelas (K) dengan lebar kelas adalah C = R/K, dimana R adalah nilai rata-rata terbesar suatu perlakuan dikurangi nilai rata-rata terkecilnya (Mulyani dkk., 1999).

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Stek Pucuk Macadamia integrifolia

Perakaran merupakan salah satu indikator penting dalam perbanyakan vegetatif dengan sistem stek. Akar memiliki fungsi penting sebagai penyerap air dan unsur hara serta memperkuat kokohnya tanaman. Amir (2016) menyebutkan bahwa akar merupakan organ vegetatif utama untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dilihat dari konsep keseimbangan fungsional, akar berperan menyerap unsur hara untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Dalam menentukan keberhasilan stek pucuk, pertumbuhan akar juga menjadi hal yang sangat penting.

Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1), parameter stek selama 12 MST menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan stek pucuk makadamia baik dari persentase hidup, persentase berakar, jumlah daun, tinggi pucuk, jumlah akar primer, jumlah akar sekunder, panjang akar primer, maupun panjang akar sekunder.

Tabel 1.Rekapitulasi sidik ragam stek pucuk Makadamia umur 12 MST.

Variabel Perlakuan

Media ZPT Media X ZPT

Persentase hidup 0,103tn 0,222tn 0,072tn

Persentase berakar 0,348tn 0,603tn 0,405tn

Jumlah daun 0,616tn 0,992tn 0,133tn

Tinggi pucuk 0,534tn 0,669tn 0,194tn

Jumlah akar primer 0,157tn 0,403tn 0,210tn

Jumlah akar sekunder 0,067tn 0,831tn 0,134tn

Panjang akar primer 0,064tn 0,831tn 0,134tn

Panjang akar sekunder 0,245tn 0,673tn 0,407tn

Ket: tn = tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% .

Sampai akhir pengamatan, stek yang dihasilkan pada penelitian ini terlihat sehat, berdaun hijau dan memperlihatkan kondisi yang berbeda-beda (Gambar 1).

(33)

Beberapa stek mengalami penambahan tunas baru namun belum menunjukkan adanya pertumbuhan akar.

(A1B0) (A1B1) (A1B2)

(A2B0) (A2B1) (A2B2)

(A3B0) (A3B1) (A3B2)

Gambar 1. Pertumbuhan tanaman makadamia (Macadamia integrifolia) 12 MST dengan berbagai perlakuan, (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Selama penelitian ditemukan beberapa stek yang mengalami perubahan warna menjadi kehitaman dan terdapat jamur pada bagian batang stek yang menyebabkan kematian pada stek. Kematian pada awal penanaman terjadi karena proses adaptasi antara bahan stek dengan lingkungan baru serta pengaruh suhu

(34)

yang terdapat pada rumah kaca. Kematian stek tersebut ditandai dengan daun dan batang yang berubah warna menjadi cokelat kehitaman kemudian daun tersebut menjadi gugur. Bagian bekas daun yang gugur pada batang stek menimbulkan jamur dan menyebabkan kematian pada stek. Media yang terlalu basah akibat penyiraman dapat meningkatkan kelembaban di dalam sungkup sehingga dapat memicu munculnya organisme pengganggu tanaman. Gambar 2 merupakan stek tanaman makadamia yang mengalami tanda-tanda kematian.

Gambar 2. Stek makadamia yang menunjukkan gejala kematian.

Ket: Htm: batang yang berubah warna menjadi hitam, Jmr : serangan jamur.

Persentase Hidup

Persentase hidup pada akhir pengamatan (12 MST) menghasilkan jumlah stek makadamia yang hidup sebanyak 72 stek atau sebesar 53,33% dari total 135 stek tanaman yang diamati. Persentase hidup tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F yaitu sebesar 86,66%.

Sedangkan persentase hidup terendah dihasilkan pada perlakuan media tanam pasir dan tanpa Rootone-F yaitu sebesar 33,33% (Gambar 3). Secara keseluruhan persentase hidup yang dihasilkan pada penelitian ini cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan material penanaman yang masih juvenil. Hasil penelitian Danu dkk.

(2011) menunjukkan bahwa bahan stek pucuk nyamplung Htm

Jmr

(35)

(Calophyllum inophyllum L.) yang berasal dari anakan menghasilkan persen hidup (89,17%) dibandingkan dari pohon muda (75,28%) dan pohon dewasa (71,39%).

Istomo dkk. (2014) menambahkan bahwa bibit juvenil memiliki kemampuan perpanjangan sel yang sangat pesat atau disebut juga fase juvenil. Tanaman fase juvenil juga diketahui memiliki laju pertumbuhan dan perkembangan vegetatif yang lebih cepat dan maksimal. Periode percepatan pertumbuhan tersebut berhubungan dengan juvenilitas jaringan tanaman.

Gambar 3. Persentase hidup stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Meskipun tidak terdapat interaksi yang nyata, media tanam top soil:pasir tanpa pemberian Rootone-F dan media tanam top soil tanpa Rootone-F menghasilkan persentase stek tertinggi. Media tanam pasir yang ditambahkan perlakuan Rootone-F menghasilkan persentase hidup yang lebih tinggi dibandingkan stek pada media tanam pasir tanpa pemberian Rootone-F.

Persentase hidup stek yang ditanam pada media top soil dan pemberian Rootone-F

(36)

lebih tinggi dibandingkan tanpa Rootone-F. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wulandari dkk. (2015) menyebutkan bahwa adanya perbedaan sifat fisika seperti kapasitas menahan air dalam media dan sifat kimia seperti derajat keasaman (pH) dari media tanam dapat mempengaruhi keberhasilan stek pucuk.

Persentase Stek Berakar

Persentase berakar stek tertinggi sebesar 40% dihasilkan oleh stek dengan perlakuan top soil:pasir (1:1) dengan Rootone-F 200 ppm dan perlakuan top soil tanpa Rootone-F. Sebaliknya, persentase berakar terendah dihasilkan oleh stek dengan perlakuan media tanam top soil dengan Rootone-F 200 ppm yaitu sebesar 6,66% (Gambar 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa, jenis media tanam berkaitan erat dengan penambahan Rootone-F untuk menghasilkan persentase berakar yang tinggi. Penggunaan top soil tidak memerlukan penambahan Rootone-F 200 ppm untuk menghasilkan persentase berakar yang baik.

Sedangkan penggunaan media tanam top soil:pasir memerlukan penambahan Rootone-F 200 ppm untuk menghasilkan persentase berakar yang baik. Namun sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase stek berakar.

Diduga bahwa media tanam top soil:pasir memiliki porositas dan kapasitas menampung air yang tepat sehingga menghasilkan persentase berakar yang tinggi.

Jaenicke dan Beniest (2002) menyebutkan bahwa porositas dan kapasitas menampung air merupakan dua karakteristik yang saling berhubungan. Media memerlukan kapasitas untuk menampung air yang cukup. Namun, tidak terlalu banyak untuk perkembangan tanaman dan pertumbuhan akar. Stek tanpa penggunaan ZPT juga tetap menghasilkan akar dan menunjukkan perkembangan yang baik. Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada penelitian Putri dan Danu

(37)

(2014) menyebutkan bahwa rata-rata persentase berakar terbesar pada stek kemenyan (Styrax benzoin Dryand) dengan nilai 83,54% dihasilkan dari bibit umur 3 bulan yang tidak menggunakan ZPT. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa bahan stek yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kandungan auksin alami dan nutrisi yang cukup untuk inisiasi akar adventif sehingga proses perakaran dapat berlangsung tanpa mengunakan auksin tambahan.

Beberapa stek yang hidup memperlihatkan kondisi yang sudah berkalus namun belum terdapat adanya akar pada stek tersebut. Berdasarkan hasil pengecekan terhadap akar stek makadamia, pemunculan kalus ataupun akar stek mulai terjadi pada minggu ke-8.

Gambar 4. Persentase berakar stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Pada penelitian stek jati (Tectona grandis L.F) yang dilakukan oleh Irwanto dan Huik (2004) menunjukkan bahwa penggunaan media tanam top soil:pasir dikombinasikan dengan 200 ppm Rootone-F menghasilkan pertumbuhan optimal pada tunas dari stek batang jati dibandingkan dengan

(38)

penggunaan Rootone-F pada konsentrasi lainnya. Namun, pada jenis makadamia penggunaan media tanam top soil:pasir dikombinasikan dengan 200 ppm Rootone-F menghasilkan persentase berakar terbaik, dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Semakin tua usia bahan stek maka semakin rendah kemampuan bahan stek tersebut untuk menghasilkan akar, sehingga persentase stek berakarnya akan lebih rendah (Danu dan Kurniaty, 2012 dalam Wulandari, 2012). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa bahan stek makadamia yang diambil dari bibit induk berusia 9 tahun masih dapat menghasilkan tanaman baru. Persentase stek berakar ini masih dapat bertambah jika dilakukan penelitian lebih lama karena persentase hidup stek masih cukup tinggi pada tiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa stek berpotensi untuk tumbuh dan berakar apabila dilakukan penambahan waktu pengamatan.

Jumlah Daun

Pertumbuhan daun baru yang muncul pada stek makadamia sudah mulai tampak pada 4 MST. Jumlah stek yang mengalami penambahan daun baru sebanyak 43 stek atau sebesar 59,72% dari total 72 stek yang hidup dan sebesar 31,85% dari total 135 stek yang ditanam. Beberapa stek dengan penambahan daun baru tidak menunjukkan adanya pertumbuhan akar. Terdapat 17 stek atau sebesar 39,53% yang tidak menunjukkan pertumbuhan akar dari 43 stek yang mengalami penambahan daun.

(39)

Gambar 5. Jumlah daun stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Jumlah daun terbanyak yaitu berjumlah 3 helai daun yang terdapat pada stek dengan perlakuan top soil:pasir dengan Rootone-F 200 ppm. Sebaliknya, jumlah daun paling sedikit terdapat pada stek dengan perlakuan media tanam top soil dengan Rootone-F 200 ppm sebesar 1 (Gambar 5). Jumlah daun dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme tanaman yang memerlukan nutrisi yang cukup untuk tumbuh dan berkembang. Penggunaan media top soil:pasir dengan Rootone-F 200 ppm dapat menunjang aktivitas metabolisme tanaman.

Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi media tanam dan Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Diduga bahwa pertumbuhan jumlah daun lebih dominan dipengaruhi oleh faktor yang terkait dengan genetik tanaman tersebut. Pada fase pertumbuhan stek selanjutnya, keberadaan daun pada stek merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan akar. Pada hasil penelitian Mashudi dan Adinugraha (2015) pada jenis Alstonia scholaris, membuktikan bahwa adanya daun dapat menghasilkan persen

(40)

jadi stek pucuk, stek yang memiliki jumlah daun terbanyak setelah 3 bulan memiliki jumlah dan panjang akar terbaik. Hal ini dapat dipahami karena semakin luas permukaan daun maka fotosintat yang dihasilkan cenderung semakin banyak dan semakin besar pengaruhnya terhadap tumbuhan.

Pertambahan Tinggi Pucuk Baru

Pertumbuhan tinggi tanaman berkaitan dengan pertambahan jumlah daun, jumlah buku, pemanjangan ruas batang dan bunga. Pertumbuhan tinggi tanaman terjadi di daerah ujung batang yang dimulai dari pembelahan sel meristem pucuk yang terus menerus membelah.

Gambar 6. Pertambahan tinggi pucuk stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Pertambahan tinggi pucuk baru stek tertinggi terdapat pada stek dengan perlakuan top soil:pasir (1:1) dengan Rootone-F 200 ppm yaitu sebesar 4,9 cm.

Sebaliknya, pertambahan tinggi pucuk baru terendah terdapat pada stek dengan perlakuan media tanam top soil dengan Rootone-F 200 ppm yaitu sebesar 1,11 cm. Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi media tanam dan Rootone-F tidak

(41)

berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi pucuk baru. Diduga hal ini terjadi karena media tanam pada masing masing perlakuan memiliki kandungan hara yang sama dan cukup tersedia untuk pertumbuhan vegetatif bibit, sehingga pertumbuhan tinggi bibit merata.

Pucuk baru mulai muncul pada umur 4 MST. Pada stek yang menggunakan media tanam top soil:pasir terdapat 17 stek yang mengalami pertumbuhan pucuk baru. Sedangkan pada media tanam pasir terdapat 13 dan pada media tanam top soil terdapat 14 stek yang mengalami pertumbuhan pucuk baru dalam kurun waktu 12 MST. Dari jumlah stek yang mengalami pertumbuhan pucuk baru tersebut, dapat diketahui bahwa pertumbuhan stek yang bertunas lebih banyak terdapat pada media tanam top soil:pasir.

Jumlah Akar Primer

Hasil dari pengaruh interaksi media tanam dan Rootone-F terhadap jumlah akar primer stek dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Jumlah akar primer stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

(42)

Jumlah akar primer terbanyak terdapat pada stek dengan perlakuan media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta sebanyak 4 buah sedangkan jumlah akar paling sedikit terdapat pada stek dengan perlakuan media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm yaitu sebanyak 1 buah. Sidik ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah akar primer. Hal tersebut diduga karena bahan stek memiliki respon yang berbeda beda terhadap perlakuan yang diberikan. Respon tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya variasi genetik atau variasi tanaman dikarenakan bahan stek diperoleh bukan dari satu pohon induk yang sama tetapi berbeda-beda.

Jumlah Akar Sekunder

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, hanya terdapat beberapa stek saja yang menghasilkan akar sekunder. Akar sekunder berperan sebagai bagian akar yang mengambil unsur hara dan air bagi pertumbuhan tanaman. Jumlah akar sekunder terbanyak terdapat pada stek dengan perlakuan media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm sebanyak 10 buah. Sedangkan perlakuan media tanam pasir tanpa Rootone-F dan media tanam top soil dengan Rootone-F 200 ppm tidak menghasilkan akar sama sekali. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah akar sekunder.

(43)

Gambar 8. Jumlah akar sekunder stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Berdasarkan (Gambar 8), dapat diketahui bahwa pemberian Rootone-F pasta mampu membantu pembentukan akar sekunder pada stek. Hal ini dapat dilihat dari jumlah stek yang memiliki akar sekunder pada setiap perlakuan media tanam yang diberikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian Rootone-F pasta merupakan perlakuan terbaik untuk pemilihan ZPT pada parameter jumlah akar sekunder guna menstimulasi pertumbuhan akar sekunder.

Panjang Akar Primer

Hasil pengamatan menunjukkan akar primer terpanjang dihasilkan oleh perlakuan media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm yaitu 2,82 cm.

Sedangkan, perlakuan media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm menghasilkan akar primer terpendek yaitu 0,06 cm. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap akar primer yang dihasilkan.

(44)

Gambar 9. Panjang akar primer stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Terbentuknya perakaran pada stek dipengaruhi beberapa faktor, seperti media dan zat pengatur tumbuh yang tepat (Hayati dkk., 2017). Pemberian ZPT dan dosis ZPT yang tepat akan mempercepat munculnya akar dan memaksimalkan pertumbuhan akar. Adapun faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan perakaran yaitu teknik pemberian ZPT pada bahan stek.

Media tanam top soil:pasir menunjukkan hasil rata-rata panjang akar primer yang lebih tinggi, baik tanpa ZPT maupun menggunakan ZPT dari pada media tanam lainnya. Media dengan kandungan pasir memiliki porositas yang lebih baik sehingga memungkinkan akar primer tumbuh dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan Mahfudz dkk. (2006) lmenyebutkan bahwa tanah dan pasir memiliki sifat fisik yang lebih baik dikarenakan memberikan kondisi porositas dan aerasi tanah yang baik.

(45)

Panjang Akar Sekunder

Akar sekunder terpanjang terdapat pada perlakuan media tanam top soil dengan Rootone-F pasta yaitu 0,7 cm. Sedangkan perlakuan media tanam pasir tanpa Rootone-F serta media tanam top soil dengan Rootone-F 200 ppm tidak menghasilkan akar sekunder. Secara umum panjang akar dengan media tanam top soil:pasir lebih banyak dari media tanam yang lain (Gambar 10). Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang akar sekunder yang dihasilkan.

Gambar 10. Panjang akar sekunder stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST pada perlakuan yang berbeda.

Ket : (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F, (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F pasta, (A2B0) : Media tanam pasir dan tanpa Rootone-F, (A2B1) : Media tanam pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A2B2) : Media tanam pasir dan Rootone-F pasta, (A3B0) : Media tanam top soil dan tanpa Rootone-F, (A3B1) : Media tanam top soil dan Rootone-F 200 ppm, (A3B2) : Media tanam top soil dan Rootone-F pasta.

Diduga stek pucuk belum memberikan respon pertumbuhan perakaran yang maksimal dikarenakan jangka waktu pengamatan yang relatif pendek. Waktu pengamatan juga bisa ditambah lebih lama sehingga respon pertumbuhan perakaran stek pucuk telah mencapai fase maksimal.

(46)

Histologi akar

Pengamatan histologi akar bertujuan menggambarkan proses pembentukan akar yaitu dengan cara melakukan pemotongan secara melintang pada bagian akar yang tumbuh dengan baik. Hal ini bertujuan untuk melihat jaringan-jaringan pada akar dan proses yang menginisiasi pembentukan akar. Penampang melintang akar stek makadamia disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Penampang melintang akar stek makadamia dengan perbesaran 4.0x Ket: ep: epidermis, kr: korteks, ka: kambium, ak : akar

Berdasarkan hasil pengamatan histologi, pembentukan akar pada stek makadamia dimulai dari sel-sel meristem pada kambium, hal ini sesuai dengan penelitian Susilowati dkk. (2010) pada stek pasak bumi dimana pembentukan akar dimulai dari jaringan meristematik kambium yang berdeferensiasi membentuk primordia akar dan berkembang menjadi akar adventif (Gambar 11). Pada stek makadamia akar terbentuk dengan didahului oleh terbentuknya kalus. Kalus merupakan massa sel yang belum berdiferensiasi dan merupakan kumpulan dari sel-sel parenkim dengan berbagai tahap lignifikasi. Pertumbuhan kalus ini berasal dari sel-sel muda dalam daerah jaringan kambium vaskular, meski sebenarnya berbagai sel korteks dan bahkan empulur dapat juga berkontribusi dalam pembentukan kalus ini (Hendalastuti dkk., 2010).

Ep

Kr

Ka

Ak rr

(47)

Pada umur 12 minggu setelah tanam (MST), masing-masing stek makadamia memiliki kemampuan berakar yang berbeda. Tidak semua stek yang ditanam mampu berakar. Dari semua bahan stek yang ditanam terdapat stek yang hanya mampu bertunas, stek yang hanya mampu berakar, stek mampu bertunas dan berakar, dan stek tidak mampu bertunas maupun berakar (stek masih segar).

Stek makadamia siap tanam adalah stek yang telah bertunas dan berakar. Stek makadamia yang menghasilkan stek bertunas dan berakar berjumlah 26 stek atau sebesar 19,25% dari seluruh jumlah stek yang ditanam. Stek makadamia yang sudah berakar namun belum bertunas berjumlah 8 stek atau sebesar 5,92% dari seluruh jumlah stek yang ditanam. Stek yang sudah bertunas tapi belum berakar berjumlah 17 stek atau sebesar 12,59% dari seluruh jumlah stek yang ditanam.

Sedangkan stek yang tidak bertunas dan tidak berakar sebanyak 20 stek atau sebesar 14,81% dari seluruh jumlah stek yang ditanam.

Rekapitulasi Nilai Skoring

Skoring dilakukan untuk mengetahui perlakuan yang menghasilkan nilai terbaik dari parameter yang dilakukan. Rekapitulasi nilai skoring dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil skoring kombinasi perlakuan media tanam dan Rootone-F terhadap berbagai parameter stek makadamia (Macadamia integrifolia) umur 12 MST

Parameter Skoring

A1 B0

A1 B1

A1 B2

A2 B0

A2 B1

A2 B2

A3 B0

A3 B1

A3 B2

Persentase hidup 9 3 2 1 2 2 4 2 5

Persentase berakar 9 9 8 5 5 5 9 2 8

Jumlah daun 1 9 4 4 1 1 4 1 4

Tinggi pucuk 1 9 3 5 3 2 3 1 3

Jumlah akar primer 3 6 9 3 3 1 9 1 3

Jumlah akar sekunder 3 9 5 1 2 3 4 1 2

Panjang akar primer 4 9 9 2 3 3 7 1 3

Panjang akar sekunder 2 7 5 1 1 3 3 1 9

Jumlah 32 61 45 22 20 20 43 10 37

Ket : nilai 1-9 : nilai rendah- nilai tinggi

Gambar

Gambar 1. Pertumbuhan tanaman makadamia (Macadamia integrifolia) 12 MST dengan  berbagai perlakuan, (A1B0) : Media tanam top soil:pasir dan tanpa Rootone-F,   (A1B1) : Media tanam top soil:pasir dan Rootone-F 200 ppm, (A1B2) : Media  tanam  top  soil:pasir
Gambar 2. Stek makadamia yang menunjukkan gejala kematian.
Gambar  3.  Persentase  hidup  stek  makadamia  (Macadamia  integrifolia)  umur  12  MST  pada perlakuan yang berbeda
Gambar  4.  Persentase  berakar  stek  makadamia  (Macadamia  integrifolia)  umur  12  MST  pada perlakuan yang berbeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dosis bokashi pada umur 4 mst, 6 mst dan 8 mst menunjukkan pengaruh yang nyata dan sangat nyata terhadap jumlah

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan konsen- trasi Rootone F (K) berbeda nyata, sedangkan pengaruh perlakuan asal bahan stek (S) tidak berbeda

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dosis bokashi pada umur 4 mst, 6 mst dan 8 mst menunjukkan pengaruh yang nyata dan sangat nyata terhadap jumlah

Hasil uji lanjut pengaruh media tanam terhadap persentase stek berakar, jumlah akar, dan panjang tunas menunjukkan bahwa media terbaik untuk stek mahoni adalah

Sementara media pasir tanah panjang akar sekunder memberikan hasil yang lebih baik daripada media pasir dan media pasir tanah arang sekam.Perakaran pada stek

Sementara media pasir tanah panjang akar sekunder memberikan hasil yang lebih baik daripada media pasir dan media pasir tanah arang sekam.Perakaran pada stek

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persen hidup sebesar 82.5% dan rata-rata persen berakar sebesar 72.5%.namun, perlakuan pemberian media dan ZPT tidak berpengaruh nyata

Respon Pertumbuhan Stek Pulai (Alstonia Scholaris (L).R.Br.) Terhadap Perbedaan Komposisi Media Sapih Topsoil Dan Cocopeat Dengan Sistem Koffco.. Mari Menanam Panili