• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANYAKAN VEGETATIF SALAGUNDI (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) MELALUI STEK PUCUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBANYAKAN VEGETATIF SALAGUNDI (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) MELALUI STEK PUCUK"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

SUFI FADILLAH 141201132

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

SKRIPSI

OLEH : SUFI FADILLAH

141201132

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

SKRIPSI

Oleh : SUFI FADILLAH

141201132

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

SUFI FADILLAH. Vegetative Propagation Technique of Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) By Shoot Cutting. Supervised by KANSIH SRI HARTINI and ARIDA SUSILOWATI.

Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) is a native tree species from North Sumatra and classified into lesser known species due to lack information in the market. The wood of salagundi have strength class I and potential to be developed on a large scale. The less information of it utilization and lower natural regeneration causing this population become decreased every year. Vegetative propagation through shoot cuttings is an alternative and prospective way propagate this species. Therefore the research was conducted to obtain data and information the effect of Rootone-F concentration on succesfulness of salagundi shoot cuttings and the appropriate concentration which increased the rooting percentage of salagundi (R. teysmanii Hook. F.). Cutting material was obtained from natural regeneration seedling with height >50cm in Simorangkir Julu village of sub district Siatas Barita, North Tapanuli district. Planting medium used in this research was sand and top soil in a ratio (1:1). Randomized Complete Block Design (RCBD) with 5 treatments, control (0 ppm), Rootone-F 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, and smeared / pasta was used in this research. The results showed that various Rootone-F concentrations had affeced the shoot height.

Treatment with a concentration of 300 ppm gave the best results for growing shoot cuttings.

Keywords: Rootone-F, salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.), shoot cuttings

(6)

SUFI FADILLAH. Perbanyakan Vegetatif Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) melalui Stek Pucuk. Dibimbing oleh KANSIH SRI HARTINI dan ARIDA SUSILOWATI.

Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) merupakan jenis pohon asli Sumatera Utara yang keberadaannya kurang dikenal di dunia perdagangan. Kayu jenis ini termasuk kelas kuat I yang potensial untuk dikembangkan dalam skala besar. Pemanfaatan jenis yang kurang serta regenerasi alam yang sulit akibat tidak adanya rehabilitasi menyebabkan jenis ini terancam punah. Teknik perbanyakan vegetatif dengan stek merupakan alternatif untuk perbanyakan bibit jenis ini. Oleh sebab itu dilakukan perbanyakan secara vegetatif melalui stek pucuk. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data dan informasi mengenai keberhasilan stek pucuk salagundi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (Rootone-F) yang tepat untuk meningkatkan persentase tumbuh stek pucuk salagundi (R. teysmanii Hook.

F.). Sumber bahan stek salagundi dari anakan dengan tinggi >50cm di Desa Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara. Media tanam yang digunakan berupa pasir dan top soil yang telah disangrai terlebih dahulu dengan perbandingan pasir : top soil (1 : 1). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yaitu kontrol (0 ppm), Rootone-F 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan dioles/pasta. Hasil penelitian menunjukkan pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F berpengaruh terhadap tinggi tunas. Perlakuan dengan konsentrasi 300 ppm memberikan hasil terbaik untuk pertumbuhan stek.

Kata Kunci : Rootone-F, salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.), stek pucuk

(7)

Sufi Fadillah dilahirkan di Sei Sentosa pada tanggal 3 Agustus 1996 oleh pasangan Bapak Abu Sopyan dan Ibu Marliana. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Beralamat di Jl. Pembangunan Gang. Mados Desa Sei Sentosa Ajamu Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara.

Adapun riwayat pendidikan penulis, yaitu pada tahun 2008 lulus dari SDN 114371 Sei Sentosa. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Swasta Yapendak Ajamu dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2014 lulus dari SMAN 3 Rantau Utara Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan Strata-1 (S-1) di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2014 di Jurusan Kehutanan. Selama masa perkuliahan penulis fokus pada kegiatan perkuliahan dan juga mengikuti beberapa organisasi kampus diantaranya Rain Forest, BKM Baytul Asyjaar, Jaringan Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan Indonesia (JIMMKI). Selain itu penulis juga mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Desa Sei Nagalawan, Perbaungan Kabupaten Serdang Berdagai selama 10 hari pada tahun 2016 dan Praktik Kerja Lapangan di Balai Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Yogyakarta selama 1 bulan pada tahun 2018.

Untuk menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Universitas Sumatera Utara, Penulis melakukan penelitian dengan judul “Perbanyakan Vegetatif Salagundi

(Rhoudolia teysmanii Hook. F.) melalui Stek Pucuk. Kegiatan ini dibimbing oleh Dr. Kansih Sri Hartini, S. Hut., MP dan Dr. Arida Susilowati, S. Hut., M. Si.

(8)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Perbanyakan Vegetatif Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) melalui Stek Pucuk” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan secara langsung maupun tidak langsung oleh beberapa pihak. Secara khusus ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Ibunda Marliana, Ayahanda Abu Sopyan, dan Adinda Wulan Syafitry atas segala bentuk perhatian serta dukungan yang diberikan selama ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Kansih Sri Hartini, S. Hut., MP dan Ibu Dr. Arida Susilowati, S. Hut., M. Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa berbagi ilmu serta memberikan arahan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku Ketua Departemen Budidaya Hutan dan Ibu Dr. Deni Elfiati, SP., MP selaku Sekretaris Departemen Budidaya Hutan atas segala bantuan kelengkapan berkas.

4. Bapak Tito Sucipto, S. Hut., M. Si selaku Penasehat Akademik yang senantiasa memberi arahan serta saran.

5. Ibu Dr. Anita Zaitunah, S. Hut., M. Sc selaku penguji sidang dari Departemen Manajemen Hutan dan Bapak Arif Nuryawan, S. Hut., M. Si., Ph. D selaku

(9)

6. Ibu/Bapak staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan atas segala ilmu dan bantuannya.

7. Tim Salagundi (Irene S. Silitonga, Muhammad Rizky, Bernandus Ompusunggu dan Reza Pahlevi), DRUIDAY, HUT D 014, BDH 014, Tim PKL Balai KPH Yogyakarta dan Suporter (Nurul Rahana Nasution, Elys Zahlia Nasution, Miranda Bahar, Rima Tamara, dan Utami Meirani) yang selalu mendukung dan memberi semangat untuk penulis.

8. Keluarga Besar Rain Forest, BKM Baytul Asyjaar, JIMMKI atas segala dukungan yang diberikan.

9. Penulis megucapkan terima kasih kepada seluruh kerabat dan teman-teman yang tidak tertulis satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan limpahan rahmat dan karunia- Nya kepada kita semua.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan penulisan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk penyelesaian skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat memberi manfaat untuk kepentingan penelitian dan pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2018

Sufi Fadillah

(10)

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.)... 4

Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif dengan Stek Pucuk ... 4

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Stek... 6

Aplikasi Zat pengatur Tumbuh Rootone-F ... 9

Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan Stek... 10

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

Bahan dan Alat Penelitian ... 12

Metode Penelitian... 12

Prosedur Penelitian... 14

Parameter Penelitian... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Hidup Stek ... 20

Persentase Berakar Stek ... 21

Tinggi Stek ... 22

Diameter Stek ... 24

Jumlah Daun ... 25

Panjang Akar Primer dan Sekunder ... 27

Jumlah Akar Primer dan Sekunder ... 29

Skoring Perlakuan Stek ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

No Halaman 1. Rekapitulasi nilai P value (Sig) perlakuan Rootone-F terhadap persentase

hidup stek, persentase berakar stek, tinggi tunas, diameter tunas, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar selama 12 minggu pengamatan. ... 18 2. Uji lanjut DMRT pada parameter tinggi tunas Salagundi... 24 3. Hasil skoring perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F terhadap

parameter stek Salagundi. ... 32

(12)

No Halaman 1. Pertumbuhan stek salagundi, (a) kontrol, (b) Rootone-F 100 ppm, (c)

Rootone-F 200 ppm, (d) Rootone-F 300 ppm, (e) dioles/pasta.. ... 19

2. Grafik persentase hidup stek pucuk salagundi ... 20

3. Grafik persentase berakar stek pucuk salagundi ... 21

4. Grafik tinggi tunas stek pucuk salagundi ... 22

5. Stek yang memiliki tunas namun tidak menunjukkan gejala perakaran pada perlakuan K1 (100 ppm) (a) dan K3 (300 ppm) (b). ... 23

6. Grafik diameter tunas stek pucuk salagundi ... 25

7. Grafik jumlah daun stek salagundi... 26

8. Grafik panjang akar primer dan sekunder stek salagundi ... 27

9. Stek yang memiliki akar namun tidak menunjukkan gejala bertunas K2 (200 ppm) (a), K3 (300 ppm) (b) dan K4 (dioles/pasta) (c) ... 28

10. Grafik jumlah akar primer dan sekunder stek salagundi ... 30

11. Stek yang mengalami serangan jamur ... 31

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) merupakan salah satu jenis pohon asli Sumatera Utara, namun keberadaannya kurang dikenal di dunia perdagangan. Pohon ini dapat dijumpai di Tapanuli dan daerah Simalungun.

Masyarakat lokal banyak memanfaatkan kayu salagundi sebagai tiang penyangga rumah karena memiliki bentuk batang yang lurus (Pasaribu et al. 2008).

Pemanfaatan jenis yang kurang dikenal sampai saat ini belum didukung oleh data sifat dasar yang dimilikinya. Penelitian terkait keberadaan salagundi, saat ini masih cukup terbatas, padahal menurut Pasaribu (2017) jenis ini termasuk jenis pohon dengan kelas kuat I yang potensial untuk konstruksi utama.

Terkait dengan regenerasinya baik alami maupun buatan, sampai saat ini informasi tersebut belum diperoleh. Padahal informasi ini penting mengingat kayu salagundi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Batak untuk konstruksi rumah, sehingga dikhawatirkan akan mengancam keberadaan jenis ini. Selain itu, karena kualitas kayunya yang baik, jenis ini juga cukup potensial untuk dikembangkan dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan strategi penyediaan bibit yang berkualitas dan dalam jumlah yang memadai. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah melalui teknik perbanyakan secara vegetatif.

Teknik perbanyakan secara vegetatif dengan stek merupakan salah satu metode yang dapat memperbanyak tanaman secara masal dan tidak tergantung musim buah. Selain itu, teknik ini dapat memperbanyak tanaman yang memiliki kesulitan dalam memperoleh buah dan biji, benih cepat rusak, dan klon-klon yang memiliki sifat genetik unggul (Danu dan Putri, 2015). Cara stek banyak dipilih

(14)

orang, alasannya karena bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit, tetapi dapat diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak. Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya (Wudianto, 2000).

Untuk mempercepat keberhasilan teknik pembibitan melalui pembiakan secara vegetatif, perlu penggunaan zat pengatur tumbuh dalam membantu tumbuhnya perakaran (Sudomo et al. 2012). Permasalahan yang ada dalam pembiakan tanaman dengan stek adalah sulitnya pembentukan akar, dan usaha untuk mempercepat terbentuknya akar dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh tanaman yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon, sedangkan yang sintesis disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik (Payung dan Susilawati, 2014). Untuk menstimulir pertumbuhan akar stek maka digunakan ZPT (Rootone-F) dengan beberapa dosis. Penambahan zat pengatur tumbuh pada stek diharapkan meningkatkan kemampuan berakar dan persentase hidup stek (Supriyanto dan Prakasa, 2011).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan data dan informasi mengenai keberhasilan stek pucuk salagundi.

2. Mendapatkan data dan informasi mengenai dosis zat pengatur tumbuh (Rootone-F) yang tepat untuk meningkatkan persentase tumbuh stek pucuk salagundi.

(15)

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi maupun kontribusi dalam rangka konservasi dan pelestarian salagundi.

Keberhasilan stek pucuk yang dilakukan diharapkan mampu mengatasi permasalahan regenerasi alami jenis, mampu menyediakan bibit yang berkualitas serta berguna dalam pemanfaatan salagundi secara lestari.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.)

Kayu salagundi oleh masyarakat lokal sering digunakan untuk tiang pancang rumah. Bentuk pohon dan pancang yang lurus dari jenis ini, menjadikan sering dieksploitasi dalam bentuk tiang. Pohon salagundi memiliki tinggi mencapai 13 meter dengan tinggi batang bebas cabang 9 m sedangkan diameter berkisar 36 - 45 cm. Pohon ini tidak memiliki banir apabila ada, ukurannya sangat kecil berupa bagian batang pohon yang menonjol. Tajuk pohon berupa tajuk payung dengan percabangan yang jarang. Daun berbentuk ellips berkelompok pada bagian ranting. Kulit pohon beralur pendek, berwarna coklat dan terdapat bagian yang putih, tebal kulit berkisar 0,6 – 0,8 cm. Kulit sangat mudah dipisahkan dengan bagian batang pohon dan terdapat kambium yang sangat licin (Pasaribu et al., 2008).

Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif dengan Stek Pucuk

Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melalui proses perkawinan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat dilakukan dengan mengambil bagian dari tanaman misalnya, batang, daun, umbi, spora, pucuk dan lain-lain. Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan cara stek, cangkok, merunduk, okulasi, dan sistem kultur jaringan. Penggunaan teknologi perbanyakan vegetatif umumnya didasari pertimbangan berikut ini : (1) sulitnya diperoleh benih secara kesinambungan akibat ketidakteraturan musim, (2) mendapatkan perolehan genetik (genetic gain) secara maksimum, (3) pembangunan kebun benih dari pohon induk tunggal, dan (4) konservasi genetik (Nababan, 2009).

(17)

Pembibitan secara vegetatif mempunyai keunggulan dibanding dengan cara generatif. Dengan cara vegetatif seluruh karakter yang ada pada pohon induk akan diwariskan kepada keturunannya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif sangat penting artinya untuk pengembangan klon dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan pemuliaan pohon karena peranannya yang sangat besar dalam mempertahankan perolehan genetik dibandingkan dengan benih hasil penyerbukan alam. Selain itu dengan teknik perbanyakan vegetatif dapat diperoleh bibit secara masal dalam waktu relatif singkat (Mashudi dan Adinugraha, 2015).

Salah satu teknik perbanyakan secara vegetatif adalah stek pucuk.

Perbanyakan vegetatif dengan teknik ini menggunakan tunas atau trubusan dari batang muda yang masih dalam tahap pertumbuhan, selanjutnya ditumbuhkan pada media tanam sehingga mampu menghasilkan sistem perakaran yang baik hingga tumbuh dan berkembang menjadi bibit siap tanam di lapangan (Kurniaty et al. 2016).

Stek adalah perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menanam potongan pohon induk ke dalam media agar tumbuh menjadi tanaman baru. Bahan vegetatif yang digunakan adalah batang, pucuk, daun, atau akar. Namun untuk perbanyakan vegetatif pohon-pohon kehutanan, bahan yang umum dipakai adalah batang dan pucuk. Keunggulan perbanyakan tanaman dengan cara stek adalah : Teknik pelaksanaannya sederhana, cepat dan murah, tidak ada masalah ketidakcocokan sebagaimana yang timbul pada perbanyakan secara penyambungan atau okulasi, banyak bibit yang dapat dihasilkan dari satu pohon induk, produksi bibit tidak bergantung kepada musim masaknya buah dan seluruh

(18)

bibit yang dapat dihasilkan memiliki sifat genetis yang sama dengan tanaman/

pohon induknya (Wudianto, 2000).

Stek pucuk merupakan metode perbanyakan vegetatif dengan cara menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas aksilar pada media tumbuh dipersemaian hingga tunas tersebut berakar (rooted cutting) sebelum semai yang dihasilkan dipindahkan ke lapangan. Keberhasilan stek pucuk tergantung beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah tingkat ketentuan donor stek, kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek, dan lain

sebagainya. Adapun yang termasuk faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan hormon pengatur

tumbuh (Na’iem, 2000).

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Stek

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengakaran setek antara lain adalah faktor internal seperti hormon pertumbuhan. Pemberian zat pengatur tumbuh dari golongan auksin (hormon eksogen) sangat bermanfaat untuk meningkatkan persen setek berakar, jumlah dan kualitas akar setek (Kurniaty et al. 2016).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek berakar dan tumbuh baik adalah sumber bahan stek dan perlakuan terhadap bahan stek. Hal yang perlu diperhatikan dalam perlakuan terhadap bahan stek adalah penggunaan jenis media. Berdasarkan pengalaman, pasir merupakan jenis media yang cocok bagi pertumbuhan awal stek. Pasir memiliki tekstur dan aerasi yang cocok bagi pertumbuhan akar, namun pasir tidak memiliki kandungan unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan lanjutan sehingga harus dilakukan penyapihan

(19)

sampai bibit siap tanam. Untuk itu perlu dicari media lain sebagai pengganti pasir yang memiliki aerasi yang baik juga mengandung unsur hara yang dibutuhkan bibit (Wudianto, 2000).

Bahan stek pucuk lebih baik dibandingkan dengan bahan stek batang. Hal ini disebabkan karena bahan stek pucuk lebih juvenil dibandingkan dengan bahan stek batang. Pada bahan stek batang sebagian pori-porinya kemungkinan mengandung zat lilin yang menghambat tumbuhnya akar dalam pengakaran stek

sehingga menghasilkan persentase stek menjadi anakan lebih kecil (Mardi et al. 2016).

Pertumbuhan stek dipengaruhi oleh interaksi faktor dalam dan faktor lingkungan. Faktor dalam terutama meliputi kandungan cadangan makanan dalam jaringan stek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk), hormon endogen dalam jaringan stek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan. Media perakaran stek yang digunakan sebaiknya memiliki aerasi dan drainase yang baik serta ketersediaan air yang cukup. Ketersediaan cadangan makanan dan zat pengatur tumbuh pada bahan stek merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pemilihan ukuran bahan stek yang tepat dan pemberian zat pengatur tumbuh eksogen. Umur pohon induk bahan stek sangat berpengaruh terhadap persen hidup, persen tunas, persen akar, panjang akar, jumlah akar, biomasa akar stek. Bahan stek berasal dari tingkat anakan lebih mudah bertunas dan berakar dibandingkan dengan bahan stek dari pohon muda (belum berbuah) dan pohon dewasa (sudah berbuah) (Danu et al. 2011).

(20)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan stek pucuk adalah jenis media yang baik dan harus memiliki pH yang kondusif untuk pertumbuhan bibit, memiliki struktur yang porus sehingga proses aerasi dan drainase akan berjalan dengan baik, memiliki daya ikat air yang tinggi dan bebas patogen. Keberadaan daun pada stek merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan akar. Hal ini dapat dipahami karena semakin luas permukaan daun maka fotosintat yang dihasilkan cenderung semakin banyak. Keberadaan daun sangat penting pada stek pucuk dan dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh stek. Namun demikian luas daun yang disisakan pada stek pucuk juga harus diperhatikan, sebab apabila daun pada stek terlalu banyak (luas) maka laju transpirasi akan tinggi sehingga akan menyebabkan stek menjadi layu (Mashudi dan Adinugraha, 2015).

Media tumbuh merupakan komponen utama dalam proses budidaya dan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Media tumbuh harus dapat menjaga kelembaban daerah di sekitar perakaran, menyediakan cukup unsur hara dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan menambahkan bahan organik. Bahan organik berfungsi menambah unsur hara dan memperbaiki struktur serta aerasi tanah sehingga memudahkan penetrasi akar. Penggunaan bahan organik dengan komposisi yang sesuai diharapkan dapat mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan bibit (Sutriyani et al. 2016).

Pengaruh pemberian suatu konsentrasi zat pengatur tumbuh berbeda-beda untuk setiap jenis tanaman, bahkan berbeda pula antar varietas dalam suatu spesies. Efektivitas zat pengatur tumbuh pada tanaman dipengaruhi oleh

(21)

konsentrasi yang diberikan, karena perbedaan konsentrasi akan menimbulkan perbedaan aktivitas. Perbedaan aktivitas zat pengatur tumbuh ditentukan oleh bahan stek spesies yang digunakan. Zat pengatur tumbuh yang secara alami ada dalam tanaman berada di bawah optimal, sehingga dibutuhkan sumber dari luar untuk menghasilkan respon yang maksimal. Pada fase pembibitan dengan metode stek, penggunaan zat pengatur tumbuh secara langsung dapat meningkatkan kualitas bibit serta mengurangi jumlah bibit yang tumbuh abnormal (Nurlaeni dan Surya, 2015).

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F

Untuk mempercepat pembentukan akar pada tanaman, dapat digunakan zat pengatur tumbuh buatan yang diberi secara eksogen (dari luar). Salah satu zat pengatur tumbuh dari jenis auksin yang digunakan untuk membantu mempercepat keluarnya akar pada stek adalah Rootone F. Dalam kebiasaan mempergunakan zat pengatur tumbuh untuk stek dikenal dua cara untuk merangsang pertumbuhan akar, yaitu pertama membiarkan stek dalam larutan dengan cara dengan cara mencelupkan atau merendamnya (cara basah) dan kedua dengan mengolesi bagian dasar stek dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) (cara kering). Perlakuan basah memudahkan stek menyerap zat dan ZPT perangsang. Tinggi rendahnya hasil dari penggunaan ZPT tergantung pada beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah lamanya stek direndam dalam satu larutan. Semakin lama stek berada dalam larutan semakin meningkat larutan dalam stek (Supriyanto dan Prakasa, 2011).

Menurut Putra et al. (2014) konsentasi Rootone-F 200 ppm dengan perendaman selama 15 menit memberi pengaruh nyata terhadap panjang akar dan jumlah daun pada stek pucuk jabon (Anthocephalus cadamba), hal tersebut diduga

(22)

konsentrasi 200 ppm Rootone-F paling efektif untuk mempercepat terjadinya pembelahan sel, perpanjangan sel dan diferensiasi sel sehingga pertumbuhan tunas dan daun jauh lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm dan 300 ppm. Mulyani dan Ismail (2015) menyatakan pemberian konsentrasi Rootone-F berpengaruh sangat nyata terhadap panjang tunas dan jumlah daun stek pucuk Jambu Air (Syzygium samarangense) dengan konsentrasi 200 ppm dan pada konsentrasi 300 ppm terbaik untuk panjang akar, jumlah akar dan berat akar.

Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan Stek

Hormon adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman yang merupakan bagian dari proses regulasi pada tumbuhan. Hormon dihasilkan pada bagian yang sel-selnya masih aktif membelah diri dapat melalui pucuk, batang maupun ujung akar. Hormon tumbuh adalah zat organik bukan hara yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis.

Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju bagian tanaman lainnya (Azizah, 2008).

Hormon secara alami sudah ada pada tumbuhan, namun zat pengatur tumbuh (ZPT) tetap diberikan pada stek dengan tujuan meningkatkan kemampuan berakar stek, mempercepat proses pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar, serta mengurangi keragaman jumlah dan kualitas perakaran stek.

Penggunaan Rootone-F sebagai zat pengatur tumbuh tanaman selain harganya yang relatif lebih murah di banding hormon IAA dan IBA, keberadaannya relatif mudah ditemukan di pasaran (Sudomo et al. 2012).

Hormon berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Rootone-F yang mengandung auksin dapat mempercepat pembelahan

(23)

dan pertumbuhan sel-sel tumbuhan. Hormon auksin memiliki kemampuan untuk merangsang pemanjangan sel pada batang yang mengalami pembelahan dan pada bagian koleoptil, tetapi hormon ini juga mempengaruhi perkembangan pusat respon, termasuk pembentukan akar, diferensiasi jaringan pembuluh, respons tropik, dan perkembangan kuncup ketiak, bunga dan buah. Setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian tanaman. Respon itu bergantung pada spesies, bagian tanaman, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan (Wulandari et al. 2015)

Permasalahan yang ada dalam pembiakan tanaman dengan stek adalah sulitnya pembentukan akar, dan usaha untuk mempercepat terbentuknya akar dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh tanaman yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon, sedangkan yang sintesis disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik. Zat pengatur tumbuh didefinisikan sebagai senyawa organik selain hara yang memiliki sifat-sifat seperti hormon tanaman. Zat tersebut dalam jumlah kecil dapat mendorong, menghambat atau memodifikasi secara kuantitatif pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Untuk mempercepat pembentukan akar pada tanaman, dapat digunakan zat pengatur tumbuh buatan yang diberi secara eksogen (dari luar). Salah satu zat pengatur tumbuh dari jenis auksin yang digunakan untuk membantu mempercepat keluarnya akar pada stek adalah Rootone-F (Payung dan Susilawati, 2014).

(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 22 April 2018 sampai 15 Juli 2018.

Rangkaian kegiatan mulai dari pengambilan bahan stek salagundi di Desa Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara dilanjutkan dengan penanaman dan pengamatan dilakukan di rumah kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan stek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk dari anakan salagundi dengan tinggi berkisar >50 cm. Adapun media tanam yang digunakan berupa pasir dan top soil yang telah di sangrai terlebih dahulu dengan perbandingan pasir : top soil (1 : 1). Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F, dan Dithane (sebagai anti jamur) digunakan dalam penelitian ini.

Alat yang digunakan adalah sungkup propagasi, gunting stek, potray/tube untuk tempat menanam stek, ember plastik untuk merendam stek, sendok untuk mengaduk larutan ZPT, kaliper untuk mengukur diameter stek, termometer untuk mengukur suhu dalam persemaian, sprayer untuk menyiram tanaman, paranet, penggaris untuk mengukur tanaman, kertas label untuk memberi tanda pada setiap perlakuan, kamera untuk mengambil gambar dan alat tulis.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh (Rootone-F) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kontrol, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm dan dioles. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan dan setiap

(25)

ulangan terdiri atas 3 stek. Sehingga jumlah stek yang ditanam adalah 5 x 4 x 3 = 60 stek.

Model umum yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + Ti + βj + ∑ij

Keterangan :

i : 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dioles/pasta.

j : 1, 2, 3, 4

Yij : Data pengamatan aplikasi pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-F) pada pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan ke-i, ulangan ke-j.

µ : Rataan umum.

Ti : Perlakuan aplikasi ke-i pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-F) pada pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan.

βj : Pengaruh kelompok ulangan ke-j pada pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan.

∑ij : Galat pada perlakuan aplikasi pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-

F) pada pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan ke-i, ulangan ke-j.

Hipotesis yang akan diuji melalui penelitian ini sebagai berikut :

H0 : Tidak ada pengaruh perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan.

H1 : Terdapat pengaruh perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan.

(26)

Analisis data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) dan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA.

Jika hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan pengujian lanjutan menggunakan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada Taraf 5%.

Dilakukan penilaian berdasarkan skoring pada tabel pengaruh perlakuan terhadap seluruh parameter dengan skor 1-5 untuk hasil yang tertinggi sampai terendah untuk mengetahui konsentrasi Rootone-F yang paling optimal bagi pertumbuhan stek salagundi.

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Bibit Cabutan Alam

Bibit salagundi yang akan digunakan sebagai mother plant diperoleh dari cabutan alam hutan sebagai sumber bahan stek pucuk. Tindakan yang dilakukan dalam perawatan mother plant adalah penyiraman air, penyiangan dan penyortiran (grading). Penyiraman dilakukan setiap hari dengan intensitas 2 (dua) kali yaitu pagi dan sore hari. Pembersihan gulma dan tanaman pengganggu lainnya (penyiangan) dilakukan 1 minggu sekali untuk menghilangkan tanaman pengganggu di dalam media atau di sekitar tanaman. Penyortiran dilakukan untuk mengeluarkan bibit yang busuk atau mati. Tindakan perawatan lainnya adalah menambah media pada polybag yang telah mengalami erosi akibat penyiraman.

2. Pengambilan Bahan Stek

Bahan stek pucuk salagundi diambil dari pucuk percabangan tanaman salagundi. Pengambilan bahan stek dilakukan pada sore hari sehingga penguapan relatif rendah dan telah terjadi fotosintesis. Bahan pucuk dari percabangan tersebut diambil kemudian dipotong dengan panjang stek sekitar 8-12 cm dan

(27)

setiap bahan stek pucuk menyisahkan 2-3 daun yang dipotong 1/3 yang bertujuan untuk mengurangi penguapan pada bahan stek pucuk ketika di tanam. Bahan stek yang telah dipotong dimasukkan kedalam air untuk menjaga kelembabannya.

3. Penyiapan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media pasir : top soil (1:1).

4. Penyiapan Larutan zat Pengatur tumbuh (Rootone-F)

Konsentrasi Rootone-F yang diaplikasikan meliputi kontrol (0 ppm), 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm dan dioles/pasta. Penyiapan larutan Rootone-F dilakukan dengan cara :

1. Kontrol (0 ppm).

2. Konsentrasi 100 ppm, adalah campuran 100 mg Rootone-F dengan 1 liter air.

3. Konsentrasi 200 ppm, adalah campuran 200 mg Rootone-F dengan 1 liter air.

4. Konsentrasi 300 ppm, adalah campuran 300 mg Rootone-F dengan 1 liter air.

5. Dioles/pasta, adalah campuran 1 gram Rootone-F dengan 1 ml air.

Bahan stek dimasukkan ke dalam air sebelum ditanam, setelah bahan stek dan larutan hormon tersedia sesuai dengan dosis perlakuan kemudian bahan stek dicelupkan ke dalam larutan tersebut selama 1 jam dan ditanam di media tanam.

5. Penanaman Stek

Bahan stek kemudian ditanam pada media yang telah disiapkan terlebih dahulu dan disusun sesuai acakan yang telah dibuat secara lengkap, penanaman dilakukan dengan cara melubangi media terlebih dahulu dengan ukuran kira-kira sebesar pensil dan kedalaman 2 cm. Setelah itu bahan stek dimasukkan pada lubang tanam dan ditekan dengan dua jari untuk memadatkan agar stek tidak

(28)

bergoyang saat dilakukan penyiraman. Selanjutnya stek yang sudah ditanam di sungkup rapat dan diletakkan pada rumah kaca.

6. Pemeliharaan Stek

Pemeliharaan tanaman dilakukan secara periodik bertujuan untuk menjaga suhu dan kelembaban. Periodisitas penyiraman disesuaikan dengan umur bibit stek yaitu 2 kali seminggu sampai dengan stek berumur 2 minggu, 1 kali seminggu untuk stek umur 3 dan 4 minggu, dan 1 kali sebulan untuk stek yang berumur lebih dari 1 bulan. Penyiraman sungkup propagasi dilakukan 2 hari sekali pada siang hari guna menjaga suhu di dalam sungkup. Sanitasi daun yang gugur dan yang mati dikeluarkan dari sungkup dan dibuang untuk menghindari perkembangan jamur.

Parameter Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Persentase Hidup

Persentase yang hidup dapat dihitung pada akhir penelitian dengan rumus sebagai berikut :

2. Persentase Stek Berakar

Persentase stek berakar dapat dihitung pada akhir penelitian dengan rumus sebagai berikut :

(29)

3. Tinggi Tunas

Tunas yang tumbuh diamati dan diukur panjangnya sekali seminggu untuk setiap kombinasi perlakuan dengan menggunakan penggaris.

4. Diameter Tunas

Pengukuran diameter tunas yang tumbuh pada setiap kombinasi perlakuan dilakukan dengan menggunakan kaliper. Pengambilan data dilaksanakan sekali seminggu bersamaan dengan pengambilan data parameter tinggi tunas dan jumlah daun.

5. Jumlah Daun

Jumlah daun yang tumbuh pada tunas dihitung manual setiap seminggu sekali.

6. Panjang Akar

Panjang akar dihitung dengan cara mengukur panjang akar terpanjang pada setiap stek pada akhir pengamatan dengan menggunakan penggaris. Panjang akar yang dihitung adalah panjang akar primer dan sekunder.

7. Jumlah Akar

Jumlah akar primer dan sekunder akan dihitung secara manual pada akhir penelitian.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembentukan akar pada stek merupakan fase kritis yang menentukan keberhasilan perbanyakan secara vegetatif. Oleh karena itu diperlukan perlakuan yang mampu merangsang pembentukan akar stek sehingga mampu dihasilkan bibit baru dengan persentase keberhasilan berakar dan sistem perakaran yang berkualitas (De Klerk et al.1997).

Pemberian hormon Rootone-F pada stek pucuk salagundi dengan berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase hidup stek, persentase berakar stek, jumlah daun, panjang akar, jumlah akar, dan diameter stek namun memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas (Tabel 1). Hormon secara alami sudah ada pada tumbuhan, namun zat pengatur tumbuh tetap diberikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan berakar stek, mempercepat proses pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar (Hardiwinoto et al. 2016).

Tabel 1. Rekapitulasi nilai P value (Sig) perlakuan Rootone-F terhadap persentase hidup stek, persentase berakar stek, tinggi tunas, diameter tunas, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar selama 12 minggu pengamatan.

Sumber Keragaman db

Parameter

% Hidup

%

Berakar Tinggi Diameter Jumlah

Daun PAP PAS JAP JAS Perlakuan 4 0,26 0,54 0,02* 0,42 0,27 0,36 0,5 0,86 0,48 Kelompok 3 0,37 0,59 0,01* 0,55 0,18 0,38 0,77 0,43 0,52 Keterangan : *= berpengaruh nyata; PAP= panjang akar primer; PAS= panjang akar

sekunder; JAP= jumlah akar primer; JAS= jumlah akar sekunder.

Hasil pengamatan pertumbuhan stek salagundi selama 12 minggu, memperlihatkan adanya periode dan gejala kematian stek setelah penanaman. Stek pucuk mulai mengalami pertumbuhan pada minggu ke-2 yang ditandai dengan mulai terbentuknya tunas apikal pada stek. Kematian stek terjadi minggu ke-6

(31)

setelah penanaman, kematian ini ditandai dengan mengeringnya tunas dan batang stek. Kualitas perakaran stek ditunjukkan dengan parameter persentase hidup, persentase berakar, jumlah dan panjang akar karena parameter tersebut mencerminkan performa bibit setelah dipindahkan ke lapangan (Mohammed dan Vidaver 1990).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 1. Pertumbuhan stek salagundi pada minggu ke-12, (a) kontrol; (b) Rootone-F 100 ppm; (c) Rootone-F 200 ppm; (d) Rootone-F 300 ppm; (e) dioles/pasta.

(32)

Persentase Hidup

Persentase hidup stek pucuk salagundi pada berbagai konsentrasi Rootone-F berkisar 50% - 83,33%. Persen hidup tertinggi sebesar 83,33%

terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm). Sedangkan persen hidup terendah 50%

diperoleh pada perlakuan K4 (dioles/pasta) (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik persentase hidup stek pucuk salagundi

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter persentase stek hidup salagundi pada taraf 5%. Hal ini diduga karena persentase hidup stek salagundi tidak hanya dipengaruhi oleh ZPT, melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya.

Menurut Danu et al. (2011) pertumbuhan stek dipengaruhi oleh interaksi antara faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terutama meliputi kandungan cadangan makanan dalam jaringan stek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk), hormon endogen dalam jaringan stek, dan jenis tanaman. Faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya, hormon pertumbuhan dan teknik

75 75

58.33

83.33

50

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4 (Dioles/pasta)

Persentase Hidup (%)

Perlakuan

(33)

penyetekan. Media perakaran stek yang digunakan sebaiknya memiliki aerasi dan drainase yang baik serta ketersediaan air yang cukup.

Persentase Stek Berakar

Persentase berakar stek pucuk salagundi pada berbagai konsentrasi Rootone-F berkisar 41,67% - 75%. Persen berakar tertinggi diperoleh pada stek pemberian ZPT (kontrol) yaitu sebesar 75%. Sedangkan persen berakar terendah (41,67%) diperoleh pada perlakuan K4(dioles/pasta) (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik persentase berakar stek pucuk salagundi.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F tidak memberikan pengaruh nyata pada taraf 5%.

Penambahan Rootone-F pada penelitian ini, diharapkan dapat merangsang pembentukan akar stek, meningkatkan kecepatan pembentukan danjumlah akar.

Pada penelitian ini, stek tanpa penambahan ZPT menghasilkan persentase berakar tertinggi. Hal ini diduga karena salagundi memiliki auksin endogen yang cukup untuk membentuk perakaran baru. Hasil yang sama juga diperoleh Susilowati et al. (2017) pada stek kemenyan.

75

66.67

50

66.67

41.67

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4 (Dioles/pasta)

Persentase Berakar (%)

Perlakuan

(34)

Menurut Azizah (2008) hormon adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman yang merupakan bagian dari proses regulasi pada tumbuhan. Hormon dihasilkan pada bagian yang sel-selnya masih aktif membelah diri dapat melalui pucuk, batang maupun ujung akar. Hormon tumbuh adalah zat organik bukan hara yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis. Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju bagian tanaman lainnya.

Tinggi Tunas

Pertumbuhan tinggi tunas menunjukkan kecenderungan adanya pertambahan tinggi setiap minggunya (Gambar 4). Rata-rata tunas tertinggi diperoleh pada perlakuan K3 (300 ppm) yaitu 4,42 cm sedangkan rata-rata tunas terendah diperoleh pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,90 cm. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu, ditemukan beberapa stek yang memiliki tunas dan mengalami pertambahan tinggi namun tidak menunjukkan gejala perakaran (Gambar 5). Hal ini diduga masih terdapat cadangan makanan berupa karbohidrat pada bahan stek yang dapat digunakan untuk pertumbuhan.

Gambar 4. Grafik tinggi tunas stek pucuk salagundi.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tinggi Tunas (cm)

Minggu ke-n

Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4 (dioles)

(35)

Menurut Hidayanto et al. (2003), kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan stek, merupakan faktor utama untuk perkembangan tunas dan akar.

Cadangan karbohidrat tersebut akan mampu memacu pertumbuhan awal tunas, sehingga pertumbuhan panjang tunas juga akan lebih cepat. Dengan cadangan makanan yang cukup, stek akan mampu membentuk tunas lebih banyak. Kondisi lingkungan yang baik terutama media tanam, suhu dan kelembaban udara serta cahaya yang cukup, juga akan memacu pertumbuhan tunas.

(a) (b)

Gambar 5. Stek yang memiliki tunas namun tidak menunjukkan gejala perakaran pada perlakuan K1 (100 ppm) (a); dan K3 (300 ppm) (b).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F berpengaruh terhadap pertambahan tinggi stek pucuk salagundi.

Perlakuan K3 menunjukan pertumbuhan tinggi tunas lebih baik dibandingkan kontrol. Hal ini menujukkan zat pengatur tumbuh menembus jaringan tanaman dan memacu aktifitas auksin yang terkandung dalam tanaman. Zat pengatur tumbuh yang diberikan mampu memacu proses pertumbuhan tinggi, dimana berfungsi mendorong pertumbuhan dan dapat merangsang penyerapan hara oleh tanaman (Trisna et al. 2013).

(36)

Tabel 2. Uji lanjut DMRT dengan taraf 5% pada parameter tinggi tunas salagundi

Perlakuan Rata-rata

K0 1,44ab

K1 3,00bc

K2 3,37bc

K3 4,42c

K4 0,90a

Berdasarkan hasil uji DMRT dengan taraf 5% pada parameter tinggi tunas salagundi dapat disimpulkan bahwa perlakuan K3 yang terbaik. Hasil pengamatan langsung menunjukkan pertumbuhan tunas stek salagundi dimulai pada minggu ke-2, hal tersebut diindikasikan dengan kemunculan tunas apikal pada stek. Hal ini sesuai dengan penelitian Achmad (2016), yang menyatakan bahwa pertumbuhan awal stek terjadi pada minggu ke-2 setelah penanaman. Hal ini disebabkan karena adanya rangsangan dari ZPT yang diberikan, kondisi lingkungan sepertu suhu dan kelembaban yang optimum untuk pertumbuhan stek.

Dalam penelitian ini, stek yang paling cepat bertunas adalah stek yang diberi perlakuan K3 (300 ppm). Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi tersebut cukup mengandung bahan aktif yang merangsang pertumbuhan akar dan tunas.

Diameter Tunas

Rata-rata diameter stek tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (100 ppm) yaitu 0,22 mm sedangkan rata-rata diameter terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,07 mm (Gambar 6). Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter stek pucuk salagundi. Pertumbuhan diameter stek salagundi tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini diduga karena waktu penelitian yang sangat singkat sehingga laju pertumbuhan diameter pada stek belum menunjukkan peningkatan.

(37)

Gambar 6. Grafik diameter tunas stek pucuk salagundi

Pemberian Rootone-F 100 ppm menghasilkan ukuran diameter tunas terbesar. Besarnya ukuran diameter yang dihasilkan oleh stek pucuk menyebabkan terjadinya proses pemanjangan sel, pembentukan dinding sel baru dan akhirnya akan menambah jumlah jaringan pada stek yang menyebabkan diameter batang stek membesar (Nurlaeni dan Surya, 2015).

Jumlah Daun

Rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm) yaitu 5 helai daun. Sedangkan rata-rata jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 1 helai daun (Gambar 7). Pertumbuhan daun baru pada stek salagundi mulai tampak pada minggu ke-3. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun stek pucuk salagundi.

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Diameter (mm)

Minggu ke-n

Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4 (dioles)

(38)

Gambar 7. Grafik jumlah daun stek salagundi

Pada pertumbuhan stek pucuk salagundi, keberadaan daun merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan akar. Hal ini sesuai dengan Mashudi dan Adinugraha (2015) pada jenis stek pucuk pulai (Alstonia scholaris) yang menemukan bahwa stek yang memiliki daun terbanyak setelah 3 bulan memiliki jumlah dan panjang akar terbaik. Hal ini diduga karena semakin luas permukaan daun maka fotosintat yang dihasilkan juga semakin besar. Keberadaan daun sangat penting pada stek pucuk dan dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh stek. Namun daun yang disisakan pada saat melakukan stek juga harus diperhatikan. Sebab apabila daun pada stek terlalu banyak/luas maka laju transpirasi akan menjadi tinggi sehingga menyebabkan stek menjadi layu. Maka pada penelitian ini daun pada stek disisakan dua buah dan dipotong 1/3 bagian.

0 1 2 3 4 5 6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Jumlah Daun

Minggu ke-n

Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4 (dioles)

(39)

Panjang Akar Primer dan Sekunder

Rata-rata panjang akar primer tertinggi terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm) yaitu 1,96 cm sedangkan rata-rata panjang akar primer terendah

terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,68 cm. Rata-rata panjang akar sekunder tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (100 ppm) yaitu 0,67 cm sedangkan rata-rata panjang akar sekunder terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,28 cm (Gambar 8). Perlakuan terbaik untuk panjang akar primer dan sekunder terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm). Pertumbuhan akar dalam penelitian ini dipacu dengan memberi perlakuan Rootone-F, yaitu salah satu zat pengatur sintesis yang mengandung hormon auksin. Pengaruh auksin pada perakaran stek adalah untuk meningkatkan kecepatan pembentukan dan jumlah akar (Payung dan Susilawati, 2014).

Gambar 8. Grafik panjang akar primer dan sekunder stek salagundi

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi Rootone- F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang akar primer dan sekunder stek salagundi. Hal tersebut diduga, kemampuan tumbuh akar salagundi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah zat pengatur tumbuh.

1.16 1.1 1.2

1.96

0.68

0.5 0.67

0.33

0.65

0.28 0

0.5 1 1.5 2 2.5

Panjang Akar (cm)

Perlakuan

Primer Sekunder

(40)

Hormon berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan akar. Konsentrasi hormon yang digunakan pada setiap jenis spesies berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan spesies tersebut.

(a) (b)

(c)

Gambar 9. Stek yang memiliki akar namun tidak menunjukkan gejala bertunas, (a) K2 (200 ppm); (b) K3 (300 ppm); dan (c) K4 (dioles/pasta).

Wulandari et al. (2015) menyatakan bahwa hormon berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Rootone-F yang mengandung auksin dapat mempercepat pembelahan dan pertumbuhan sel-sel tumbuhan.

Hormon auksin memiliki kemampuan untuk merangsang pemanjangan sel pada batang yang mengalami pembelahan dan pada bagian koleoptil, tetapi hormon ini juga mempengaruhi perkembangan pusat respon, termasuk pembentukan akar,

(41)

diferensiasi jaringan pembuluh, respons tropik, dan perkembangan kuncup ketiak, bunga dan buah. Setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian tanaman. Respon itu bergantung pada spesies, bagian tanaman, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan.

Akar sekunder merupakan akar yang tumbuh sepanjang akar primer yang memiliki fungsi membantu dalam penyerapan unsur hara. Dari hasil pngamatan akar stek yang dilakukan pada akhir penelitian, ternyata dari seluruh stek yang bertunas terdapat stek yang belum memiliki perakaran padahal kondisi stek masih segar. Hal ini diduga lambatnya proses pembentukan akar dikarenakan faktor genetik dari tumbuhan salagundi yang memiliki pertumbuhan yang lambat.

Jumlah Akar Primer dan Sekunder

Rata-rata jumlah akar primer tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (200 ppm) dan K3 (300 ppm) yaitu 5 sedangkan rata-rata jumlah akar primer terendah terdapat pada perlakuan kontrol, K1 (100 ppm) dan K4 (dioles/pasta) yaitu 4 . Rata-rata jumlah akar sekunder tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (200 ppm) yaitu 12 sedangkan rata-rata jumlah akar sekunder terendah terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 3 (Gambar 10). Perlakuan terbaik untuk jumlah akar primer dan sekunder terdapat pada perlakuan K2 dan K3.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah akar primer dan sekunder stek pucuk salagundi. Terbentuknya akar pada stek merupakan faktor penting karena akar dapat menyerap unsur hara dari dalam tanah dan dapat

(42)

mendukung kelangsungan hidupnya. Penambahan konsentrasi Rootone-F pada stek pucuk akan meningkatkan jumlah akar yang dihasilkan.

Gambar 10. Grafik jumlah akar primer dan sekunder stek salagundi

Selama pengamatan 12 minggu stek diberikan perlakuan tertentu sebagai upaya pemeliharaan yaitu dengan penyemprotan fungisida. Sebagian besar stek salagundi mengalami kematian dengan menunjukkan gejala yang sama yaitu terdapat bercak putih menyerupai pasta pada bagian pangkal stek yang diduga disebabkan oleh serangan jamur (Gambar 11). Pertumbuhan jamur pada pangkal stek dapat disebabkan oleh kondisi media tanam yang terlalu lembab. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penggenangan air pada pangkal stek yang pada akhirnya dapat menyebabkan pembusukan pada pangkal stek. Menurut Jinus et al. (2012), kebanyakan jamur yang menyerang stek adalah jenis Fusarium oxysporum. Jenis jamur ini menyerang hampir seluruh bagian tanaman mulai dari perakaran yang ditandai dengan adanya bercak-bercak putih.

4 4 5 5

4

11 10

12 12

3

0 2 4 6 8 10 12 14

Jumlah Akar

Perlakuan

Primer

Sekunder

(43)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11. (a) busuk batang akibat serangan jamur pada kontrol; (b) bercak putih akibat serangan jamur pada akar stek Salagundi pada kontrol; (c) K1 (100 ppm); dan (d) K4 (dioles/pasta).

Skoring Perlakuan Stek

Hasil skoring terhadap beberapa perlakuan yang diberikan (Tabel 2), skoring yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perlakuan terbaik terhadap parameter yang dilakukan. Hasil skoring menunjukkan nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan (K3) Rootone-F 300 ppm sebesar 12. Sedangkan skoring terendah pada perlakuan (K4) dioles/pasta sebesar 38 (Tabel 3).

(44)

Tabel 3. Hasil skoring perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F terhadap parameter stek Salagundi.

Parameter Skoring

Kontrol K1 K2 K3 K4

Persentase hidup stek 2 2 3 1 4

Persentase berakar stek 1 2 3 2 4

Tinggi tunas 4 3 2 1 5

Diameter tunas 3 1 2 2 4

Jumlah daun 3 2 2 1 4

Panjang akar primer 3 4 2 1 5

Panjang akar sekunder 3 1 4 2 5

Jumlah akar primer 2 3 1 1 4

Jumlah akar sekunder 2 2 1 1 3

Jumlah 23 20 20 12 38

Keterangan: 1-5 = nilai tinggi – nilai rendah; (K1) Rootone-F 100 ppm; (K2) Rootone-F 200 ppm; (K3) Rootone-F 300 ppm; dan (K4) dioles/pasta.

Perlakuan Rootone-F 300 ppm menghasilkan nilai tertinggi terhadap beberapa parameter yaitu persentase hidup stek, tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar primer, jumlah akar primer dan jumlah akar sekunder. Selanjutnya untuk persentase berakar perlakuan terbaik terdapat pada kontrol, perlakuan terbaik untuk diameter tunas dan panjang akar sekunder terdapat pada perlakuan Rootone-F 100 ppm, serta perlakuan Rootone-F 200 ppm dan Rootone-F 300 ppm terbaik untuk jumlah akar primer dan sekunder.

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Salagundi dapat diperbanyak dengan teknik stek pucuk dengan keberhasilan hidup stek berkisar 50% - 83,33% dan berakar stek mencapai 41,67% - 75%.

2. Pemberian Rootone-F dengan berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tunas stek salagundi. Berdasarkan hasil skoring perlakuan Rootone-F 300 ppm menghasilkan nilai tertinggi terhadap beberapa parameter yaitu persentase hidup stek, tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar primer, jumlah akar primer dan jumlah akar sekunder.

Saran

Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga hasil yang didapatkan lebih baik. Disarankan menggunakan konsentrasi Rootone-F yang lebih tinggi dari 300 pm atau menggunakan zat pengatur tumbuh jenis lain.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, B. 2016. Efektiitas Rootone-F, Air Kelapa Muda dan Ekstrak Bawang Merah dalam Merangsang Pertumbuhan Stek Batang Pasak Bumi.

Jurnal Hutan Tropis. 4(3): 224-231.

Azizah, I. 2008. Pengaruh Zat pengatur Tumbuh (Root-Up) terhadap Pertumbuhan Akar Jati (Tectona grandis L) dalam Perbanyakan secara Stek Pucuk. [Skripsi] Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Danu dan K. P. Putri. 2015. Penggunaan Media dan Hormon Tumbuh dalam Perbanyakan Stek Bambang lanang (Michelia champaca L). Jurnal Pembenihan Tanaman Hutan. 3(2): 61-67.

Danu, A. Subiakto dan A. Z. Abidin. 2011. Pengaruh Umur Pohon Induk Terhadap Perakaran Stek Nyamplung (Calophyllum inophyllum L).

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8(1): 41-49.

De Klerk, G., J. Ter Brugge and S. Marinova. 1997. Efferctiveness of Indoleacetic Acid, Indolebutyric Acid and Naphthaleneacetic Acid During Adventitious Root Formation In Vitro In Malus ‘Jork 9’. Plant Cell Tissue and Organ Culture. 49(1): 39-44.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. ARMICO. Bandung.

Hardiwinoto, S., R. Riyanti, Widiyatno, Adriana dan W. W. Winarni. 2016.

Percepatan Kemampuan Berakar dan Perkembangan Akar Stek Pucuk Shorea platyclados melalui Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh IBA.

Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 10(2): 63-70.

Hidayanto, M., S. Nurjanah dan F. Yossita. 2003. Pengaruh Panjang Stek Akar dan Konsentrasi Natrium. Nitrofenol terhadap Pertumbuhan Stek Akar Sukun (Artocarpus cadamba F.). Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 6(2): 154-160.

Jinus., E. Prihastanti dan S. Haryanti. 2012. Pengaruh Zat Tumbuh (ZPT) Root- Up dan Super-GA terhadap Pertumbuhan Akar Stek Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Miq). Jurnal Sains dan Matematika. 20(2):

35-40

Kurniaty, R., K. P. Putri dan N. Siregar. 2016. Pengaruh Bahan Setek dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Keberhasilan Setek Pucuk Malapari (Pongami apinnata). Jurnal Penelitian Tamanan Hutan. 4(1): 1-8.

Mardi, C. T., H. Setiado dan K. Lubis. 2016. Pengaruh Asal Stek dan Zat Pengatur Tumbuh Atonik terhadap Pertumbuh dan Produksi Dua

(47)

varietas Ubi jalar (Ipomoe abatatas. L) Lamb. Jurnal Agroekoteknologi. 4(4): 2341-2348.

Mashudi dan H. A. Adinugraha. 2015. Kemampuan Tumbuh Stek Pucuk Pulai Gading ( Alstonia scholaris (L) R. Br.) dari Beberapa Posisi Bahan Stek dan Metode Pemotongan Stek. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. 4(1): 63-69.

Mohammed, G. dan W. E. Vidaver. 1990. The Influence of Acclimatization Treatment and Plantlet Morphology on Early Greenhouse- Performance of Tissue-Cultured Douhlas fir (Pseudotsuga menziesii (Mirb) Franco). Plant Cell Tissue and Organ. 21(2): 111-117.

Mulyani, C dan J. Ismail. 2015. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Rootone-F terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jambu Air (Syzygium semaragense) pada Media Oasis. Agrosamudra. 2(2): 1-9.

Na’iem, M. 2000. Prospek Pertumbuhan Klon Jati di Indonesia. Seminar Nasional Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Nababan, D. 2009. Penggunaan Hormon IBA Terhadap pertumbuhan Stek Eukaliptus klon IDN 48. [Skripsi] Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Nurlaeni, Y dan M. I. Surya. 2015. Respon Stek Pucuk Camelia javanica terhadap Pemberian Zat Pengaruh Tumbuh Organik. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(5): 1211-1215.

Pasaribu, G., S. Sahwalita dan B. Sipayung. 2008. Sifat Anatomi Empat Jenis Kayu Kurang Dikenal di Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 26(1): 16-29.

Pasaribu, G. 2017. Sifat Fisis dan Mekanis Empat Jenis Kayu Andalan Asal Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 25: 15-27.

Payung, D dan Susilawati. 2014. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F dan Sumber bahan Stek Terhadap Pertumbuhan stek Tembesu (Fagrae afragrans) di PT. Jorong Barutama Greston Kalimantan Selatan.

Enviro Scienteae. 10: 140-149.

Putra, F., Indriyanto dan M. Riniarti. 2014. Keberhasilan Hidup Stek Pucuk Jabon (Anthocephalus cadamba) dengan Pemberian Beberapa Konsentrasi Rootone-F. Jurnal Silva Lestari. 2(2): 33-40.

Sakai, C dan A. Subiakto. 2007. Pedoman Pembuatan Jenis-Jenis Dipterocarpa dengan KOFFCO System. Bogor (ID): DPPKR Gunung Batu.

(48)

Sudomo, A., A. Rohandi dan N. Mindawati. 2012. Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F pada Stek Pucuk Manglid (Manglieti aglauca BI).

Jurnal Penelitian Tanaman Hutan. 10(2): 57-63.

Sumbayak, E. S. S dan T. E. Komar. 2008. Percobaan Pembiakan Vegetatif Ramin (Gonystylus bacanus) Melalui Stek Pucuk Sumber Kebun Pangkas di Rumah Kaca Menggunakan Koffco Sistem. Departemen Kehutanan Balai Penelitian dan pengembangan Kehutanan.

International Tropical Timber Organization. Bogor.

Supriyanto dan K. E. Prakasa. 2011. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rotoone- F terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume. Jurnal Silvikultur Tropika. 3(1): 59-65.

Susilawati, A., K. S. Hartini, H. H. Rahcmat dan M. Alvarobi. 2017. Propagation of Valuable North Sumatera Benzoin Trees (Styrax sp) Using Macrocutting Technique. Material Science and Engineering. 180.

Sutriyani, Wardah, dan Yusran. 2016. Pertumbuhan Stump Nyatoh (Palaquium sp) pada Berbagai Komposisi media Tumbuh dan Konsentrasi Rootone-F di persemaian. Jurnal Mitra Sains. 4(4): 14-21.

Trisna, N., H. Umar dan Irmasari. 2013. Pengaruh Berbagai Jenis ZPT terhadap Pertumbuhan STUMP Jati (Tectona grandis L. F). Warta Rimba. 3(1).

Wudianto, R. 2000. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya Anggota IKAPI. Jakarta.

Wulandari, A. S,. A. Subiakto dan R. Novan. 2015. Stek Pucuk Merawan (Hopea cernua Teijsm. &Binn) dengan Perlakuan Media Tumbuh dan Hormon. Jurnal Silvikultur Tropika. 6(3): 190-195.

Gambar

Gambar  1.  Pertumbuhan  stek  salagundi  pada  minggu  ke-12,  (a)  kontrol;  (b)  Rootone-F  100 ppm; (c) Rootone-F 200 ppm; (d) Rootone-F 300 ppm; (e) dioles/pasta
Gambar 2. Grafik persentase hidup stek pucuk salagundi
Gambar 3. Grafik persentase berakar stek pucuk salagundi.
Gambar 4. Grafik tinggi tunas stek pucuk salagundi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya pemberian hormon IBA dalam berbagai konsentrasi akan berpengaruh tidak berbeda nyata pada panjang tunas dan diameter dari stek

Berdasarlan hasil penelitian Lewerissa (1996) penggunaan zat pengatur tumbuh Rootone – F terhadap stek menemukan pemberian Rootone – F untuk stek pucuk tanaman

Secara tunggal, faktor cara pemberian Rootone-F pada minggu ke-4 setelah tanam mempengaruhi tolok ukur persentase stek berakar, berat kering akar, berat basah akar, jumlah

Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1), parameter stek selama 12 MST menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter

Sementara media pasir tanah panjang akar sekunder memberikan hasil yang lebih baik daripada media pasir dan media pasir tanah arang sekam.Perakaran pada stek

Pemberian Rootone-F dapat digunakan secara operasional karena memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap pertumbuhan stek, yaitu persen hidup 88.89%, jumlah tunas 4.33 buah,

Hasil persentase bertunas (%), berakar (%) dan waktu inisiasi tunas (hari setelah tanam) pada berbagai konsentrasi asam indol butirat dan perlakuan jumlah buku stek batang

Jenis media yang menunjukkan hasil terbaik adalah pasir sungai dengan rata-rata persentase hidup 88,75%, persentase stek bertunas 86,25%, persentase stek berakar 85,00%, panjang