TINJAUAN PUSTAKA
Raru (Cotylelobium melanoxylon Pierre)
Tanaman Raru tingginya mencapai 25 meter dengan tinggi batang bebas cabang 15 m sedangkan diameter berkisar 30-50 cm. Pohon memiliki banir dengan percabangan yang jarang. Daun berbentuk oval berkelompok pada bagian ranting. Kulit pohonnya beralur pendek yang berwarna putih kehijauan. Tebal kulit berkisar 0,6-1 cm. kulit mudah dipisahkan dari bagian batang. Warna kayu kuning kecoklatan. Antara kayu gubal dan kayu teras tidak terdapat perbedaan warna yang jelas. Tekstur kayu halus dengan arah serat yang lurus dan indah (Pasaribu, 2007).
Berdasarkan Silk (2009), taksonomi dari kayu raru adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Cotylelobium
Species : Cotylelobium melanoxylon
Sinonim dari tanaman ini adalah Cotylelobium beccarii Pierre,
cotylelobium harmandii Heim, Cotylelobium leucocarpum Sloot, vatica
forbesiana Burck, Vatica lamponga Burck, Vaticaruminate Burck, Vatica
sumatrana Slooten, Vatica wallichii Dyer. Daerah tempat tumbuhnya tanaman ini
adalah Sumatera dengan sebutan Raru dan Kalimantan dengan sebutan Resak
Tanaman ini tumbuh di daerah tropis kawasan maritim Asia berupa
tanaman liar. Tumbuh berkelompok atau tersebar dalam hutan tropis dengan tipe
curah hujan A dan B, pada ketinggian sampai 400 m dpl,. Sebagian besar tumbuh
di lereng bukit danpegunungan, tetapi juga dapat tumbuh di sepanjang sungai dan
di lembah. Sebagian besar pada berbatu untuk tanah berpasir. Di hutan sekunder
biasanya hadir sebagai pohon sisa pra-gangguan (Silk, 2009).
Potensi Kegunaan & Sebaran
Tanaman ini tumbuh di daerah tropis kawasan maritim Asia (Malaysia,
Brunei, Thailand, Indonesia) berupa tanaman liar. Di Indonesia tersebar di
Sumatera, Kalimatan, Maluku, Papua. Di bagian Sumatera terdapat berbagai
daerah seperti Tapanuli Tengah, Simalungun, dan Tapanuli Utara
(Pasaribu, 2007).
Raru merupakan tanaman kayu hutan yang kayu batangnya selama ini
telah lama digunakan masyarakat Tapanuli sebagai bahan bangunan. Lama
kelamaan kulit kayu raru digunakan sebagai bahan tambahan ke dalam minuman
yang dikenal dengan nama tuak, dan belakangan ini air rebusan daunnya diyakini
dapat mengobati luka yaitu dengan cara mencuci luka, dan kulit batangnya
diyakini sebagai obat antidiabetik. Sebagian masyarakat juga mengenal raru
sebagai obat diabetes (penurun kadar guladarah). Diabetes melitus (DM) adalah
kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan
dengan baik dan menumpuk dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan
hiperglikemia (Hembing, 2005).
Banyaknya manfaat yang dihasilkan dari kulit dan batang raru membuat
berkurangnya spesies raru yang ada di Indonesia. IUCN (2017)telah
memasukkan jenis ini sebagai jenis yang terancam punah dengan status
“endangered”.
Perbanyakan Vegetatif dengan stek
Perbanyakan secara vegetatif adalah cara perkembangbiakan tanaman
dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting,
pucuk daun, umbi dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama
dengan induknya. Salah satu perbanyakan yang dapat dilakukan untuk
menghasilkan bibit tanaman yaitu dengan cara stek. Stek merupakan salah satu
cara untuk menghasilkan bibit dengan melakukan pemotongan pada bagian induk
seperti pucuk tanaman, batang, akar, daun sehingga menghasilkan tanaman yang
baru. Ada beberapa metode stek, salah satunya adalah stek pucuk. Keuntungan
dari perkembangbiakan melalui stek pucuk adalah dapat dilakukan kapan saja
sehingga tidak bergantung pada musim pohon jabon berbuah. Di samping itu,
bahan stek dapat diambil dari anakan pohon-pohon yang unggul, sehingga akan
diperoleh bibit hasil stek yang juga unggul (Mansur dan Tuheteru, 2010).
Perbanyakan dengan stek pucuk adalah memotong bagian pucuk tanaman
untuk dijadikan individu baru dengan cara disemaikan. Bahan yang digunakan
berupa pucuk tanaman yang diperoleh dari tanaman yang sengaja dijadikan
tanaman induk. Sementara stek batang merupakan salah satu cara yang umum
digunakan untuk memperbanyak tanaman secara vegetatif. Teknik perbanyakan
ini menggunakan bahan tanam berupa batang dari tanaman induk. Stek batang
berkayu keras, semi berkayu lunak, dan herbaceous. Pemotongan panjang stek
berkisar antara 10 – 76 cm atau dua buku atau nodes (Adinugraha, 2007).
Perbanyakan vegetatif dengan cara stek pucuk dinilai cukup berhasil
dilakukan untuk penanganan spesies-spesies langka. Perbanyakan tanaman
dengan stek pucuk yang telah berhasil dengan baik untuk jenis Kempas
(Koompassia excelsa(Becc.) Taub.) presentase stek pucuk sebesar 88,67%
(Rayan, 2011); pada tanaman merawan (Hopea cernua Teijsm. & Binn.)
presentase stek berakar sebasar 73% (Wulandari, 2015).
Menurut Jaenicke dan Beniest (2002) faktor yang mempengaruhi
perakaran stek ialah media perakaran, kelembaban, hormon tanaman, luas daun,
cahaya dan teperatur dan sanitasi tanaman. Selanjutnya Rochimi (2008)
menyatakan terbentuknya perakaran pada stek dipengaruhi oleh beberapa factor
diantaranya yaitu jenis zpt, dosis zpt, dan jenis media yang digunakan..
Menurut Rahmat (2010), Jenis media stek berpengaruh terhadap
persentase berakar pada penyetekan cemara sumatra (Taxus sumatrana Miquel de
Laub.). Media serbuk kelapa : sekam padi 2:1 (v/v) merupakan media terbaik
yang menghasilkan persentase berakar paling tinggi yaitu 66,7%. Sumarna, (2008)
menambahkan penambahan Rootone F pada tanaman jenis karas (Aquilaria
malaccensis Lamk) secara grafis memberikan pengaruh yang optimal, dengan
presentase stek berakar 70%.
Media Stek
Media tanam merupakan faktor penentu dalam perbanyakan tanaman.
Media yang baik menyadiakan nutrisi tanaman seperti air dan udara untuk
mikroorganisme yang dibutuhkan oleh tanaman. Media yang tidak cocok akan
menghambat pembentukan akar dan serangan pathogen pada tanaman. Porositas
dan kapasitas menampung air merupakan dua karakteristik yang saling
berhubungan. media memerlukan kapasitas untuk menampung air yang cukup.
Namun, tidak terlalu banyak untuk perkembangan tanaman dan pertumbuhan
akar. Media memerlukan porositas yang cukup terhadap lalu lintas udara didalam
zona perakaran akar tidak akan terbetuk dengan baik dan akar akan mati apabila
dalam kondisi terlalu banyak air (tergenang) dan terdapat sedikit oksigen pada
zona perakaran (Jaenicke dan Beniest, 2002). Romdiana (2001) menambahkan
peranan media hanya berfungsi sebagai penegak tubuh stek dan pensuplai air saja.
Peranannya sebagai penyedia bahan makanan (hara) bagi tanaman sangat kecil.
Pemilihan media tanam harus disesuaikan dengan tujuannya sehingga
media semai dan perbanyakan bahkan sampai tanaman tersebut sampai
berproduksi. Tanah adalah lapisan mineral yang berhubungan langsung dengan
tanaman. Tanaman akan menggunakan mineral yang berasal dari tanah tersebut
untuk memenuhi kebutuhanya (Epstein, 1972). Purwowidodo (1983)
menambahkan tanah sebagai media pertumbuhan tanaman memberikan pengaruh
bagi kelangsungan hidup tanaman.
Saijo (2012), pasir merupakan jenis media yang cocok untuk pertumbuhan
stek dikarenakan memiliki texstur dan aerasi yang baik, walaupun tidak memiliki
kandungan unsur hara yang tinggi namun apabila ditambahkan kompos atau
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh merupakan hormon tumbuh atau salah satu bahan
sintetik yang yang dapat membantu proses fisiologi tanaman. Secara alami
tanaman telah memiliki kandungan hormon pada tanaman yang disebut hormon
endogen. Selain itu juga terdapat beberapa hormon eksogen yang mempunyai
peranan yang sama dengan hormon endogen, kedua hormon ini disebut juga
dengan ZPT. Hormon memainkan peranan penting terhadap pembentukan kalus
dan difrensiasi akar baru atau jaringan paskular. hormon tanaman tersebut
memiliki kandungan kimia yang tersebar secara alami pada tanaman dengan
konsentrasi rendah. Terdapat 5 hormon tanaman yang dikenal juga dengan ZPT
yang dipisahkan melalui masing- masing perananya, yakini hormon Auksin,
Giberalin ,Sitokinin, ABA, Etilen. Auksin merupakan hormon dengan kandungan
kimia sintetik dan alami yang berasal el-tryptophan. Hormon auksin yang terdapat
secara alami di tanaman (endogen) disebut juga dengan IAA. Hormon ini
diproduksi pada jaringan primodial, daun muda, dan biji yang baru berkembang.
Hormon ini berperan dalam berbagai aktifitas tanaman seperti kebutuhan cahaya,
perkembangan pucuk, membentuk lapisan absisi dalam buah dan daun serta
merangsang sel kambium. Selain itu, pengaruh hormon auksin yang paling
penting terhadap perbanyakan vegetatif ialah sebagai pembentuk jaringan akar
pada stek.Namun, tidak semua tanaman memerlukan hormon auksin untuk
perakaran. Keseimbangan hormon tanaman pada stek akan membantu tanaman
untuk membentuk sel-sel baru, pembentukan akar primer, menginisiasi
pembentukan akar, memperpanjang akar, mengeraskan dan selanjutnya
Zat pengatur merupakan substansi organik yang secara alami diproduksi
oleh tanaman, bekerja mempengaruhi proses fisiologi tanaman dalam konsentrasi
rendah. Menurut Wirawan (1988) kandungan Rootone F adalah senyawa IBA dan
NAA yang merupakan senyawa yang memiliki daya kerja seperti auksin (IAA)
yaitu pada konsentrasi yang tepat akan meningkatkan pembelahan, perpanjangan
sel dan diferensiasi dalam bentuk perpanjangan ruas. Auksin berperan
mengaktifasi pompa proton (ion H+) yang terletak pada membrane plasma
sehingga menyebabkan pH pada bagian dinding sel lebih rendah dari biasanya,
yaitu mendekati pH pada membran plasma (sekitar pH 4,5 dari normal pH 7).
Aktifnya pompa pronton tersebut dapat memutuskan ikatan hidrogen diantara
serat selulosa dinding sel. Putusnya ikatan hidrogen menyebabkan dinding mudah
merenggang sehingga tekanan dinding sel akan menurun dan dengan demikian
terjadilah pelenturan sel, sehingga pemanjangan dan pembesaran sel dapat terjadi