PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga setelah Brazil & Kongo.
Hutan tropis Indonesia sangat kaya dengan keanekaragaman hayati, diperkirakan
mempunyai lebih dari 25.000 jenis flora(Menlhk, 2014). Kekayaan jenis flora
yang melimpah tersebut belum semuanya dimanfaatkan, terlebih lagi jenis-jenis
yang belum dikenal secara luas oleh masyarakat (Lesser known species), salah
satunya adalah raru.
Hildebrand (1954), menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis pohon
yang kulit kayunya digolongkan sebagai raru, antara lain Shorea maxwelliana
King, Vatica songa V.SIdari famili Dipterocarpaceae dan Garcinia sp. dari famili
Guttiferaceae. Lebih lanjut, Erika (2005), menyebutkan bahwa Shorea faguetiana
Heim termasuk pohon yang kulit kayunya dapat dijadikan sumber penghasil raru.
Raru sebutan bagi kulit kayu yang ditambahkan pada nira aren yang bertujuan
untuk meningkatkan citarasa dan kadar alkohol (Santiyo, 2006). Pasaribu et al.
(2007), berhasil mengidentifikasi jenis raru di Tapanuli Utara, sebagai raru
tembaga (Cotylelobium melanoxylon Pierre).
Bagi masyarakat Tapanuli Utara, keberadaan raru terkait dengan produksi
tuak. Seperti diketahui, raru banyak digunakan untuk mengurangi busa tuak dan
meningkatkan citarasa serta kadar alkohol. Namun demikian, beberapa kajian
farmakologis yang dilakukan menemukan adanya senyawa anti diabet yang
diperoleh dari kulit kayu raru (Pasaribu, 2009); senyawa antijamur(Hasanah et.al
2015).
Walaupun diketahui memiliki fungsi untuk farmakologis, keberadaan raru
juga terkendala karena sebarannya yang hanya terbatas di daerah
tertentu.Informasi mengenai teknik budidayanya juga belum diketahui sehingga
masyarakat hanya mengandalkan bibit raru dari cabutan alam. Ditambah lagi
penurunan populasi yang begitu drastis sebagai akibat konversi hutan menjadi
penggunaan lain menyebabkan populasinya dialam sangat terbatas.
BahkanInternational Union for Conservationof Nature (IUCN) pada tahun 2017
telah memasukkan jenis ini sebagai jenis yang terancam punah dengan status
“endangered”. Apabila tidak ada upaya penyelamatan konkrit, dikhawatirkan
jenis ini beberapa tahun lagi akan mengalami kepunahan. Oleh karenanya perlu
dilakukan budidaya tanaman ini dalam rangka memenuhi kebutuhan bibit
sekaligus konservasi jenis yang terancam punah. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan dalam waktu dekat adalah melalui perbanyakan secara vegetatif.
Keberhasilan perbanyakan vegetatif dalam penyelamatan jenis telah
dilaporkan pada D. cinereus (Rahmat & Subiakto 2015), Gaharu (Sumarna 2008),
taxus (Rahmat et al. 2010), Ulin (Basir 2008), pasak bumi (Susilowati et al 2012),
merawan (Wulandari et al.,2015) dan kempas (Rayan 2011). Berdasarkan
informasi keberhasilan pada jenis lain, penggunaan stek pucuk diharapkan juga
mampu berkontribusi dalam permasalahan jenis raru.
Tujuan Penelitan
1. Mendapatkan data dan informasi mengenai kombinasi media dan ZPT
yang menghasilkan persentase hidup stek pucuk Raru yang terbaik.
2. Mendapatkan informasi mengenai asal-muasal perakaran pada stek pucuk
Raru
Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai stek raru ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi mengenai alternatif penyediaan bibit Raru bagi masyarakat maupun
pihak yang berkepentingan. Keberhasilan perbanyakan raru secara vegetatif ini,
juga diharapkan menjadi salah satu upaya penyelamatan jenis yang telah
mendekati kepunahan.