• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Hormon IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Ekaliptus Klon Ind 48

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Hormon IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Ekaliptus Klon Ind 48"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN HORMON IBA TERHADAP

PERTUMBUHAN STEK EKALIPTUS

KLON IND 48

HASIL PENELITIAN

DELIMA NABABAN

041202031/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Penggunaan Hormon IBA terhadap Pertumbuhan Stek

Ekaliptus Klon IND 48

Nama : Delima Nababan

NIM : 041202031

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Afifuddin Dalimunthe, SP, MP

Ketua Anggota

Dr. Budi Utomo, SP, MP

Mengetahui :

(3)

ABSTRACT

Delima Nababan. The Use of IBA Hormone to the Growth Eucalyptus Clone

IND 48. Under Academic Supervision by Afifudin Dalimunthe and Budi Utomo.

This research purposed to get the affect of using IBA hormone to the growth eucalyptus clone IND 48. This research was hold on September until December 2008 in Nursery Asahan PT. Toba Pulp Lestari Tbk, Porsea. The research is the use the non factorial chuster random design with ten time replay. The parameter that observed in this research is the clone loring percentage the rootted clone percentage the shoot height, the shoot diameter and dried root weighten the research of result showed that in giving the IBA hormone in kinds of concentration will affect different unread in the shoot length and shoot diameter from that clone and in 2000 ppm concentration will be better the result than in 4000 ppm and 8000 ppm concentration.

(4)

ABSTRAK

Delima Nababan. Penggunaan Hormon IBA terhadap Pertumbuhan Stek

Ekaliptus Klon IND 48. Dibimbing oleh Afifudin Dalimunthe dan Budi Utomo.

Penelitian ini untuk melanjutkan respon penggunaan hormon IBA terhadap pertumbuhan stek ekaliptus klon IND 48. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2008 di lokasi Nursery Asahan PT. Toba Pulp Lestari Tbk, Porsea. Penelitian ini memakai pola rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan hanya sepuluh kali. Parameter yang diamati dari penelitian ini adalah persentase hidup dari stek, persentase stek berakar, tinggi tunas, diameter tunas dan berat kering akar. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya pemberian hormon IBA dalam berbagai konsentrasi akan berpengaruh tidak berbeda nyata pada panjang tunas dan diameter dari stek pucuk tersebut dan pada konsentrasi 2000 ppm akan lebih baik hasilnya dibanding pada konsentrasi 4000 ppm dan 8000 ppm.

Kata Kunci : Stek pucuk, hormon IBA, ekaliptus, konsentrasi, klon.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang

dipilih dalam penelitian ini adalah penggunaan hormon IBA dapat meningkatkan

persentase tumbuh stek ekaliptus.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Afifuddin Dalimunthe, SP, MP dan Bapak Dr. Budi Utomo, SP,

MP selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran.

2. Ayahanda Amser Nababan dan Ibunda Rosintan Lubis serta seluruh

keluarga penulis atas segala doa dan perhatiannya.

3. PT. Toba Pulp Lestari yang telah memberikan izin buat penulis untuk

melakukan penelitian dan pihak Nursery and Plantation Departemen.

4. Kepada seseorang yang telah memberikan motifasi, semangat, dan

dukungan doa kepada penulis dari awal sampai berakhirnya skripsi ini.

5. Teman-teman mahasiswa Departemen Kehutanan terkhusus angkatan

2004.

Penulis menyadari kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan

pengetahuan penulis, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang sifatnya

membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Atas semua bantuan tersebut diatas penulis tidak dapat membalasnya, doa

penulis kiranya Tuhan Yang Maha Kuasalah yang selalu memberkati dan yang

akan membalaskannya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Maret 2009

(6)

DAFTAR ISI

Peranan Hormon atau Zat Pengatur Tumbuh dalam Perakaran Stek ... 11

(7)

Halaman

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29 Saran ... 29

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Shedule Penyiraman Bibit pada Cuaca ... 18

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik Persentase Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita)... 20

2. Grafik Persentase Stek Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus

grandis x Eucalyptus pellita) ... 21

3. Grafik Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita) ... 22

4. Grafik Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita) ... 23

5. Grafik Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rataan, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik Ragam Persentase

Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita) ... 33

2. Rataan, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik Ragam Persentase

Stek yang Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita) ... 34

3. Rataan, Missing Data, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik Ragam

Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita) ... 35

4. Rataan, Missing Data, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik

Ragam Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita) ... 36

5. Rataan, Missing Data, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik

Ragam Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kayu sebagai bahan baku dalam pembuatan kertas terus

mengalami peningkatan. Meningkatnya kebutuhan kayu seiring dengan

bertambahnya penduduk setiap tahun. Peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi

dengan ketersediaan produksi kayu yang mencukupi dengan memperhatikan

keseimbangan alam. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu alternatif

pemecahannya adalah dengan pengembangan Hutan Tanaman Industri atau HTI

(Khaerudin, 1993).

Dengan bertambahnya permintaan terhadap kayu ekaliptus maka perlu

dilakukan penyediaan bibit yang cukup dan berkualitas serta tepat guna

produksinya dan pemenuhan kebutuhan akan permintaan kayu ekaliptus dapat

berjalan dengan baik. Agar bibit tetap tersedia maka perlu dilakukan tindakan

perbanyakan atau pembudidayaan tanaman. Menurut Widarto (1999) secara garis

besar perbanyakan tanaman dapat digolongkan menjadi perbanyakan secara

generatif dan secara vegetatif.

Perkembangbiakan secara vegetatif merupakan alternatif yang perlu

diperhatikan, salah satunya adalah dengan cara stek. Perkembangbiakan dengan

cara stek diharapkan dapat menjamin sifat-sifat yang sama dengan induknya.

(Astuti, 2000).

Salah satu usaha untuk meningkatkan persentase pertumbuhan stek adalah

(12)

Butyric Acid) merupakan salah satu jenis hormon yang digunakan untuk

merangsang pembentukan akar. Saat ini dosis hormon IBA yang digunakan di PT.

Toba Pulp Lestari adalah 10.000 ppm dengan pertumbuhan 60-70 %. Hingga kini

belum ada penelitian tentang dosis IBA yang tepat untuk pertumbuhan ekaliptus.

Menurut penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya di PT. Toba

Pulp Lestari, bahwa hasil persilangan stek Eucalyptus grandis x Eucalyptus

pellita mempunyai tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan

jenis ekaliptus lainnya. Untuk itu pemberian hormon IBA sangat berperan penting

dalam pertumbuhannya.

Tujuan Penelitian

Mencari dosis hormon IBA yang tepat untuk meningkatkan persentase

tumbuh stek ekaliptus.

Hipotesis Penelitian

Penggunaan dosis 10.000 ppm masih terlalu tinggi, masih ada dosis yang

lebih rendah yang mampu meningkatkan pertumbuhan stek ekaliptus tetapi dosis

belum diketahui.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan

informasi ataupun masukan bagi PT. Toba Pulp Lestari untuk mendapatkan dosis

yang tepat untuk merangsang pertumbuhan stek ekaliptus dan mendapatkan bibit

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyebaran dan Syarat Tumbuh Ekaliptus

Daerah penyebarannya meliputi Australia, New Britain, Papua dan

Tasmania. Namun ada juga beberapa spesies yang ditemukan di Irian Jaya,

Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor-timur. Tanaman ini bertajuk tidak

rapat, tingginya bervariasi menurut jenisnya (Khaerudin, 1993).

Umumnya Eucalyptus sp. tumbuh baik pada jenis alluvial kecuali E.

saligna yang memerlukan jenis tanah podsol, kelembaban tinggi dan tergenang

air. Ketinggian tempat yang sesuai untuk ekaliptus berbeda-beda. Untuk tumbuh

baik, ekaliptus menghendaki iklim yang berbeda-beda menurut jenisnya. Jenis

Eucalyptus grandis dan Eucalyptus pellita menghendaki daerah beriklim kering

dan tipe iklim C, D, dan E menurut Shmidt dan Ferguson (Khaerudin, 1993).

Menurut Nurcahyaningsih (2004) Eucalyptus pellita merupakan jenis

tanaman cepat tumbuh yang berpotensi besar dalam pembangunan hutan tanaman

industri (HTI). Ukuran pohon bervariasi dari pohon kerdil dengan percabangan

yang banyak sampai pohon besar dengan tinggi mencapai 10 m dengan diameter

lebih dari 100 cm.

Taksonomi IND 48

Klon IND 48 merupakan hasil perkawinan silang Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita. IND 48 merupakan varieras tanaman ekaliptus yang ditemukan

oleh pihak R & D PT. Toba Pulp Lestari (Sirait K. 24 September 2008,

(14)

Taksonomi dari clone IND 48 adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermathophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Dikotyledon

Ordo : Myrtales

Family : Myrtaceae

Genus : Eucalyptus

Species : Eucalyptus pellita

Varietas : Eucalyptus pellita x Eucalyptus grandis (IND 48)

Sistem Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif

Perbanyakan tanaman secara vegetatif adalah perbanyakan tanaman tanpa

melalui proses perkawinan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat

dilakukan dengan mengambil bagian dari tanaman, misalnya batang, daun, umbi,

spora, dan lain-lain. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan mulai dari cara

yang paling sederhana seperti stek, cangkok, merunduk, dan lain-lain, hingga cara

yang rumit, misalnya perbanyakan tanaman dengan sistem kultur jaringan

(Widarto, 1995).

Umumnya semua jenis tanaman dapat dibiakkan secara generatif atau

(15)

tanaman dapat melakukannya secara alami, tetapi pada perbanyakan vegetatif

beberapa jenis pohon memerlukan kondisi khusus untuk dapat melaksanakan

secara vegetatif (Subiakto et al., 2000 diacu dalam Veronica, 2005).

Penggunaan teknologi perbanyakan vegetatif umumnya didasarkan

pertimbangan-pertimbangan berikut ini: (1) sulitnya diperoleh benih secara

kesinambungan akibat ketidak teraturan musim pembungaan serta masa simpan

benih singkat, (2) mendapatkan perolehan genetik (genetic gain) secara

maksimum khususnya dalam program penghutanan klonal (clonal forest), (3)

pembangunan kebun benih klonal dari pohon induk unggul dan (4) konservasi

genetik melalui bank clone (Subiakto et al., 2000 diacu dalam Veronica, 2005).

Bibit stek diperoleh dengan memisahkan atau memotong beberapa bagian

dari tanaman, seperti akar, batang, daun, dan tunas dengan maksud agar

bagian-bagian tersebut membentuk akar. Kelebihan dari cara perbanyakan ini adalah

caranya sederhana (tidak memerlukan teknik-teknik tertentu yang rumit) dan bibit

yang diperoleh mewarisi sifat-sifat yang dimiliki induknya. Kelemahannya adalah

tidak banyak jenis tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara ini sehingga

penggunaannya terbatas (Setiawan, 2001).

Menurut Adjers dan Otsamo (1996), perbanyakan vegetatif memiliki

keunggulan antara lain sebagai alternatif metoda lain guna menanggulangi

masalah pembuahan yang tidak teratur dan kehilangan daya kecambah secara

cepat pada biji, memiliki peluang memperbaiki produksi tanaman dari seleksi

pohon induk dan untuk meningkatkan keuntungan dari tingginya produktifitas

(16)

dibuat kebun pangkas (hedge orchad) dimana dari kebun pangkas ini bahan stek

dapat diambil setiap periode tertentu tergantung dari kecepatan dan kemampuan

dari suatu jenis untuk membentuk pucuk baru dan waktunya stek diperlukan

(Irwanto, 2003).

Bahan tanam untuk perbanyakan secara vegetatif sebaiknya berasal dari

pohon induk yang telah diketahui silsila, tingkat pertumbuhan, serta kualitas dan

kuantitas produksi buahnya. Untuk stek, bagian vegetatif yang digunakan adalah

batang, daun, akar, umbi. Pohon induk adalah tanaman yang dijadikan bahan awal

untuk kegiatan perbanyakan tanaman. Pohon induk dipilih dari tanaman yang

sudah jelas asal usul dan keunggulan sifatnya, baik dari segi pertumbuhan,

kuantitas dan kualitas potensi produksi, maupun ketahanannya terhadap hama dan

penyakit (Redaksi Agromedia, 2007).

Seperti halnya mencangkok, dari perbanyakan dengan cara stek juga

diperoleh tanaman baru yang mempunyai sifat seperti induknya. Sifat ini meliputi

ketahanan terhadap hama dan penyakit, rasa buah, warna dan keindahan bunga

dan sebagainya. Tetapi bila dibandingkan dengan cangkokan, stek mempunyai

kelebihan. Kalau cangkok memerlukan bantuan pohon induk untuk

menumbuhkan akar-akarnya sampai mampu berdiri sendiri, tetapi stek tidak

demikian. Stek dengan kekuatan sendiri akan menumbuhkan akar dan daun

sampai menjadi tanaman sempurna dan mampu menghasilkan bunga dan buah

(Wudianto, 2000).

Kusumo (1984), menyatakan perakaran yang timbul pada stek disebabkan

(17)

batang adalah sumber auksin dan merupakan faktor penting dalam perakaran. Stek

sering didefenisikan sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa

bagian tanaman (akar, batang, daun, tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu

membentuk akar. Berdasarkan itu munculah istilah stek akar, stek daun, stek

batang, stek umbi dan sebagainya (Wudianto, 2000).

Stek pucuk merupakan metoda perbanyakan vegetatif dengan cara

menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas aksilar pada media tumbuh

dipersemaian hingga tunas tersebut berakar (rooted cutting) sebelum semai yang

dihasilkan ditransfer ke lapangan. Keberhasilan stek pucuk tergantung beberapa

faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah tingkat ketentuan

donor stek, kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek dan lain sebagainya.

Adapun yang termasuk faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu,

kelembaban, intensitas cahaya dan hormon pengatur tumbuh (Na’iem, 2000).

Jumlah kadar auksin yang terdapat pada organ stek bervariasi. Pada stek

yang memiliki kadar auksin lebih tinggi, lebih mampu menumbuhkan akar dan

menghasilkan persen hidup stek lebih tinggi daripada stek yang memiliki kadar

yang rendah. Sebagaimana diketahui bahwa auksin adalah jenis hormon

penumbuh yang dibuat oleh tanaman dan berfungsi sebagai katalisator dalam

metabolisme dan berperan sebagai penyebab perpanjangan sel (Alrasyid dan

Widiarti, 1990).

Produksi bibit dalam jumlah yang banyak dapat diperoleh melalui stek

pucuk. Stek merupakan perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan

(18)

tanaman induknya, kemudian diusahakan untuk menumbuhkan tunas aksiler pada

media tumbuh di persemaian, setelah stek tersebut berakar menjadi tanaman yang

tumbuh sebagai bibit sebelum dipindahkan ke lapangan. Stek biasanya dilakukan

pada tanaman yang berkayu, karena tanaman tersebut memiliki lapisan xylem,

floem dan kambium sebagai terbentuknya akar. Stek pucuk adalah stek yang

dibuat dari hasil pangkasan bagian pucuk/jaringan tanaman yang berumur muda

(juvenil). Bahan stek pucuk biasanya diambil dari tanaman donor stock plant di

kebun pangkas yang ada di persemaian (Basiang, 2008).

Menurut Basiang (2008), pada saat pembuatan bahan stek pucuk yang

harus diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut:

1. Bahan untuk stek diambil pada saat intensitas cahaya dan suhu relatif

masih rendah karena bahan stek pucuk sangat rentan terhadap udara panas.

2. Panjang tunas untuk bahan stek pucuk biasanya cukup satu ruas dan yang

jaringan tanamannya telah kuat (tidak lunak) atau 2 bulan - 4 bulan setelah

pemangkasan.

3. Daun pada stek harus dikurangi dengan cara dipotong dan disisakan

sekitar 25% pada pangkal daun, hal ini untuk mengurangi terjadinya

penguapan yang berlebihan pada bahan stek yang dapat menyebabkan

kematian pada stek.

4. Penggunaan hormon/ZPT (zat pengatur tumbuh) dengan bahan aktif,

sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan bahan stek (dilihat dari jenis

tanaman bahan stek serta jenis dan konsentrasi hormon/ZPT yang

(19)

5. Untuk mencegah bahan stek agar terhindar dari penyakit yang bisa

disebabkan oleh cendawan/jamur maupun mikroba-mikroba pengganggu

lainnya, sebaiknya dilakukan sterilisasi media yang akan digunakan, yaitu

dengan cara pemanasan/penjemuran, pembakaran atau dimasak pada suhu

tertentu atau bisa juga dengan menggunakan fungisida berbahan aktif.

6. Rentang waktu antara pengambilan, pembuatan bahan stek pucuk sampai

ke penanamannya pada media sebaiknya jangan terlalu lama.

Persyaratan media yang baik bagi pertumbuhan adalah ringan, tidak

mahal, mempunyai komposisi yang seragam serta mudah tersedia. Selain itu harus

mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, mampu menyimpan air

serta bebas hama penyakit (Veronika, 2005).

Jenis media stek yang digunakan dapat berupa media padat ataupun cair.

Media padat yang biasanya digunakan adalah pasir, tanah, gambut, vermikulit.

Persyaratan penting adalah kegemburannya dan pH media sekitar 5-6. Dibanding

sifat kimia media sifat fisik dari media menentukan keberhasilan sistem stek.

Media yang baik haruslah mempunyai sifat fisik yang baik. Media yang

mempunyai sifat fisik yang baik yaitu memiliki struktur yang remah, daya serap

serap dan daya simpan air baik, serta kapasitas udaranya cukup. Selain itu media

tersebut haruslah mengandung bahan organik (Khaeruddin, 1999).

Media stek harus selalu dijaga kelembabannya. Stek yang ditanam dalam

wadah, tingkat kelembaban medianya dapat dilihat dari titik-titik air yang

menempel pada plastik atau kaca penutupnya. Tidak adanya titik air pada tempat

itu menandakan bahwa media telah kering. Cara mengatasinya dengan menyirami

(20)

Menurut Sukandarrumidi (1995) dibanding dengan peranan media top soil

(tanah lapisan atas) yang sekarang masih digunakan sebagai media semai, lahan

gambut lebih baik sebagai media semai. Kelemahan media top soil antara lain

sistem perakaran bibit kurang kompak dengan medianya, berat persatuan bibit

relatif tinggi, banyak terjadi kerusakan/kematian pada saat pengangkutan bibit ke

lapangan. Partikel-partikel pasir ukurannya jauh besar dibandingkan dengan

partikel-partikel debu dan liat. Jika semakin tinggi persentase pasir dalam tanah,

semakin banyak ruang pori-pori diantara partikel-partikel tanah semakin

memperlancar gerakan udara dan air (Hakim et al., 1986).

Menurut Kosasih et al., (1997) selain itu ada juga beberapa faktor penentu

keberhasilan stek pucuk yaitu:

1. Cahaya dan Kelembaban

Cahaya dan kelembaban merupakan faktor lingkungan yang utama yang

juga menetukan keberhasilan pembentukan akar pada stek pucuk. Cahaya yang

memadai berjumlah 5000 lux dengan intensitas optimum sekitar 50 persen

diperlukan untuk proses fotosintesis dan kelembaban tinggi >80% adalah kondisi

ideal untuk menekan transpirasi yang berlebihan.

2. Temperatur

Temperatur media ideal bagi pembentukan akar berkisar 200C – 300C,

(21)

Peranan Hormon atau Zat Pengatur Tumbuh dalam Perakaran Stek

Hormon tumbuh (plant hormon) adalah zat organik yang dihasilkan oleh

tanaman, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis.

Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju

tanaman lainnya. Zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant regulator), adalah

senyawa organik yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,

menghambat, dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat pengatur tumbuh

dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, gibbellerin, cytokinin,

ethylene, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap

proses fisiologis (Abidin, 1982).

Hormon auksin banyak disusun di jaringan-jaringan meristem di dalam

ujung-ujung tanaman seperti tunas, kuncup bunga, pucuk daun, dan lain-lainnya

lagi. Maka auksin yang dibuat di beberapa tempat tertentu didistribusikan di

seluruh bagian tanaman, akan tetapi tidak semua bagian mendapatkan bagian yang

sama. Pusat pembentukan auksin adalah ujung koleoktil (ujung tunas). Auksin

yang terbentuk di puncak koleoktil beredar ke bagian-bagian yang ada dibawah

koleotil, jadi auksin mengalir dari puncak ke dasar. Auksin berfungsi untuk

pembentukan akar, perkembangan tunas, pembentukan buah dan juga untuk

pengembangan sel (Dwidjoseputro, 1994).

Menurut Lakitan (1995), setelah semakin banyak hormon yang berhasil

diidentifikasi dan setelah pengaruh serta konsentrasi internalnya dipelajari, maka

semakin jelas bahwa hormon tidak hanya berpengaruh pada banyak bagian

(22)

interaksi dengan hormon - hormon lain yang telah diketahui dan mungkin juga

interaksi dengan hormon lain yang belum diketahui. Jika auksin digunakan secara

eksternal pada tumbuhan tertentu, pada konsentrasi yang jauh lebih

tinggi daripada konsentrasi untuk mendorong pertumbuhan, maka faktor

pertumbuhan ini mengganggu metabolisme dan perkembangan dari tumbuhan itu

(Heddy, 1983). Pada kadar rendah tertentu hormon/zat tumbuh akan mendorong

pertumbuhan, sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat

pertumbuhan, meracuni, bahkan mematikan tanaman (Kusumo, 1984).

Menurut Abidin (1982), bahwa dengan membuang pucuk tanaman akan

terjadilah hambatan pada pertumbuhan pucuk tanaman tersebut. Tetapi keadaan

sebaliknya terjadi pada akar. Apabila ujung akar dibuang, ternyata keadaan

tersebut tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan akar. Di dalam pola

pertumbuhan tanaman, pertumbuhan ujung batang yang dilengkapi dengan daun

muda apabila mengalami hambatan, maka pertumbuhan tunas akan tumbuh kea

rah samping yang dikenal dengan “tunas lateral”. Misalnya saja terjadi

pemotongan pada ujung batang/pucuk, maka akan tumbuh tunas pada ketiak daun.

Fenomena ini kita namakan “apical dominance”.

Jumlah kadar auksin yang terdapat pada organ stek bervariasi. Pada stek

yang memiliki kadar auksin lebih tinggi, lebih mampu menumbuhkan akar dan

menghasilkan persen hidup stek lebih tinggi daripada stek yang memiliki kadar

yang rendah. Sebagaimana diketahui bahwa auksin adalah jenis hormon

penumbuh yang dibuat oleh tanaman dan berfungsi sebagai katalisator dalam

metabolisme dan berperan sebagai penyebab perpanjangan sel (Alrasyid dan

(23)

Kusumo (1984) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang turut

mempengaruhi keberhasilan pemberian hormon diantaranya adalah:

(a) Kondisi pohon induk seperti umur, kesuburan dan bagian stek yang diambil.

(b) Faktor dalam seperti rhizokalin dan zat makanan organik.

Manfaat Penggunaan Hormon IBA (Indole Butyric Acid)

Menurut Wattimena (1987), zat pengatur tumbuh dapat dibagi beberapa

golongan, yaitu auksin, sitokinin, gibberellin, ethylene, dan inhibitor.

Hormon-hormon ini masuk dalam golongan auksin yaitu IAA (Asam Indol Asetat), NAA

(Asam Naftalena Asetat), dan IBA (Asam Indol Butirat). Hormon yang ada pada

tanaman ini jumlahnya sedikit, maka perlu ditambah. Dengan demikian,

pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat (Wudianto, 1999).

Indole-3-Butyric Acid (IBA) kelihatan sangat lebih praktis dari jenis

auksin (IAA) dan sangat efektif dalam inisiasi akar dan merangsang pertumbuhan

batang dan daun. IBA berbentuk tepung berwarna putih atau kristal-kristal yang

bersatu, dimana menunjukkan suatu reaksi yang mempunyai karakteristik dari

senyawa anorganik lain. IBA tidak dapat dicairkan dengan air biasa tapi dapat

dipecahkan dengan larutan organik alkali dan karbon. Dalam bidang pertanian

IBA digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar tanaman dan pematangan

(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2008

di lokasi Nursery Asahan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Desa Sosor Ladang

Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan, lempengan kuali,

mesin pengaduk semen, tube, gunting stek, alat untuk mengontrol waktu

penyiraman (watery timer control), ember, timbangan elektrik, gelas ukur, oven,

jangka sorong, penggaris, alat tulis, termometer bola basah-bola kering serta

kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman induk

(Mother plant) IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita), hormon IBA,

air, media pasir, media cocopeat, kantong dari kain kasa.

Metode Penelitian

Percobaan ini dilakukan dangan menggunakan pola rancangan acak

kelompok (RAK) non faktorial, dengan ulangan dilakukan sebanyak sepuluh kali.

(25)

Hutan Tanaman Industri PT. Toba Pulp Lestari yang di dapat dari media sand box

1-4 pada teras II.

Menurut Hanafiah (2003), model rancangan acak kelompok non faktorial

yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

Yij= µ + i+ j+ ij

dimana : Yij = respon tanaman yang diperoleh dari faktor hormon IBA ke-i pada

ulangan ke-j

µ = nilai rerata (mean) harapan

i = pengaruh perlakuan ke-i dari faktor hormon IBA

j = pengaruh ulangan ke-j dari faktor hormon IBA

ij = pengaruh galat (experimental eror)

Hormon IBA, dengan 6 taraf yaitu :

A = 0 ppm C = 1000 ppm E = 4000 ppm

B = 500 ppm D = 2000 ppm F = 8000 ppm

Apabila hasil sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

maka akan dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan Multiple Range Test (DMRT)

(26)

Prosedur Penelitian

1. Persiapan Media Perakaran

Media yang dipakai adalah campuran 80% cocopeat dan 20% pasir.

Sebelum dipakai sebagai media stek, pasir diayak dengan ayakan 5 mesh dan

disterilisasi dengan cara menggonseng selama 20 – 30 menit pada suhu 60 0C di

atas lempengan kuali. Sedangkan media cocopeat dihaluskan dan dijemur di

bawah sinar matahari untuk menghindari fungi. Pencampuran cocopeat dan pasir

dilakukan dengan mesin pengaduk semen.

2. Pengisian Tube

Tube yang dipakai berukuran diameter 3 cm, tinggi 12 cm dengan volume

38 cc. Tube ini dibersihkan dengan mesin pembersih tube dan disetrilkan dengan

cara direndam ke dalam air panas (suhu 700C- 900C) selama 5 menit dan diisi

secara manual ke dalam rak. Kemudian tube itu diisi dengan campuran media

cocopeat dan pasir yang telah disiapkan sebelumnya.

3. Pemanenan Coppice

Coppice merupakan cabang dari tanaman induk, dimana bagian cabang ini

akan diambil sebagai bahan yang akan distekkan. Coppice siap panen biasanya

ditandai dengan panjang rata-rata coppice adalah 10-15 cm. Jumlah yang dipanen

biasanya lebih kurang antara 10-12 coppice per pohon induk. Pohon induk atau

mother plant yang dipilih untuk diambil coppice-nya adalah pohon induk yang

mempunyai coppice dari segi morfologi (penampakan dari luar) hampir sama,

(27)

Kriteria coppice yang baik untuk digunakan sebagai bahan stek adalah :

• Panjang 25-40 cm

• Daunnya tidak ada gejala serangan penyakit maupun serangan hama.

• Batang masih lentur, belum berkayu.

Coppice yang sudah memenuhi kriteria tersebut dipanen dengan cara

memotong coppice tersebut dengan menggunakan gunting stek. Coppice yang

telah dipanen dimasukkan ke dalam ember yang berisi air setinggi 10-15 cm

sebelum dibawa ke tempat pemotongan. Setelah bahan stek dipisahkan dari pohon

induk, bagian pangkal segera direndam dengan air bersih. Tujuannya agar

jaringan pengangkut tidak berisi udara, dengan demikian bahan stek akan cepat

menyerap air dan mineral dari media.

Coppice yang sudah dipanen diantar ke tempat pemotongan cutting. Cara

kerja :

Panjang coppice yang dipakai menjadi stek antara 7-12 cm

Batang coppice berwarna merah tua atau hijau tua

Batang coppice tidak berbentuk petak

Cutting sebagai bibit stek ditinggalkan minimal 3 pasang daun sudah

termasuk pucuk dan masing-masing dibuang ½ bagian kecuali daun pucuk

Coppice harus dijaga agar tidak layu

4. Pemberian Hormon Akar

Ujung cutting yang telah dipotong dicelupkan dengan hormon IBA dalam

(28)

5. Penanaman

Setelah ujung cutting dicelupkan dengan hormon akar, maka cutting itu

ditanam ke dalam tube dan dilakukan di lokasi mist house. Penyiraman dilakukan

dengan sistem pengabutan (kelembaban diatur). Cutting berada dalam mist house

selama 25 hari. Selama cutting di mist house harus tetap diperhatikan kelembaban

daun cutting tersebut. Penyiraman dengan watery timer controller diprogramkan

dengan mengatur interval dan lama penyiraman sehingga kelembaban udara

dalam mist house antara 80-90 % seperti yang terdapat pada Tabel 1.

Apabila cuaca terlalu panas, penyiraman dilakukan secara manual agar

kelembaban tetap terjaga dan daun tidak kering dan apabila cuaca terlalu dingin,

maka penyiraman dapat dikontrol agar mist house dan media tidak terlalu lembab.

Untuk menghindari perkembangan jamur, setiap hari daun yang gugur dan cutting

yang mati dikeluarkan dari lokasi penanaman dan di buang. Sesudah stek berumur

25 hari maka stek tersebut akan dipindahkan ke lokasi yang terbuka (open

growing area).

Tabel 1. Schedule Penyiraman Bibit pada Cuaca Normal di Mist House

Umur Bibit

(hari)

Durasi

(detik)

Rotasi

(menit)

1 - 15 25 5

(29)

6. Parameter Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Persentase Hidup

Persentase yang hidup dapat dihitung pada akhir penelitian dengan

mengguanakan rumus sebagai berikut :

% hidup = x100

2. Persentase Stek Berakar

Persentase stek berakar dapat dihitung pada akhir penelitian dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

% stek berakar = x100%

Untuk parameter tinggi tunas, pengambilan data dilakukan apabila umur

stek sudah mencapai 25 hari setelah hari tanam dengan menggunakan penggaris.

Pengukuran tinggi tunas diukur dari bibir tube sampai titik tumbuh tertinggi.

Tunas yang tumbuh diamati dan diukur panjangnya seminggu sekali untuk setiap

kombinasi perlakuan. Apabila tunas yang lain tumbuh diketiak daun, harus segera

dipotong dengan menggunakan gunting stek untuk menghindari terhambatnya

(30)

4. Diameter Tunas

Pengukuran diameter tunas yang tumbuh pada setiap kombinasi perlakuan

dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada bibir

tube yaitu salah satu titik yang telah ditetapkan. Pengambilan data dilaksanakan

sekali dalam seminggu bersamaan dengan pengambilan data parameter tinggi

tunas.

5. Berat Kering Akar

Berat kering akar ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik

yang dilakukan pada akhir penelitian. Sebelumnya bibit yang telah diukur

parameternya dicuci dengan air bersih dan dibersihkan dengan tissue. Kemudian

masing-masing bagian dipisahkan akar, batang, dan daun. Lalu dimasukkan

kedalam kantong kain kasa dari masing-masing bagian. Setelah itu dimasukkan ke

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Persentase Hidup

Setelah jangka waktu 3 bulan, persen hidup stek pucuk IND 48

(Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita) mencapai 93.33 persen. Persen tertinggi

dalam setiap ulangan dapat mencapai 100 persen pada tingkat konsentrasi 500

ppm, 2000 ppm, dan 8000 ppm, sedangkan persen hidup terendah adalah 80

persen pada tingkat konsentrasi 1000 ppm. Data selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 1.

Gambar 1. Grafik Persentase Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

(32)

Pada Gambar 1 dapat dilihat grafik pengaruh perlakuan tingkat konsentrasi

hormon IBA terhadap persentase hidup stek pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita). Hasil pengujian statistik pada Lampiran 1 dari persentase

hidup menunjukkan bahwa perlakuan hormon IBA tidak memberikan pengaruh

nyata.

2. Persentase Stek Berakar

Persentase stek berakar pada stek pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita) mencapai 73,33 persen. Persen tertinggi dalam setiap ulangan

mencapai 90 persen pada tingkat konsentrasi 2000 ppm, sedangkan persen

terendah adalah 60 persen pada tingkat konsentrasi 0 ppm atau tanpa pemberian

hormon IBA. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

(33)

Gambar 2. Grafik Persentase Stek Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Pada Gambar 2 dapat dilihat grafik pengaruh perlakuan tingkat konsentrasi

hormon IBA terhadap persentase stek berakar stek pucuk IND 48 (Eucalyptus

grandis x Eucalyptus pellita). Hasil pengujian statistik pada Lampiran 2 dari

persentase stek berakar menunjukkan bahwa perlakuan hormon IBA tidak

memberikan pengaruh nyata.

3. Tinggi Tunas

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan, ada beberapa

stek yang mengalami pertambahan tinggi tetapi tidak mempunyai perakaran.

Rata-rata pertambahan tinggi stek yang berakar mencapai 16,4907 cm, dan dalam setiap

satuan percobaan berkisar antara 0,7071 cm sampai dengan 3,6878 cm . Hal ini

dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil pengujian statistik pada

Lampiran 3 bahwa rata-rata pertambahan tinggi stek, menunjukkan bahwa

pemberian hormon IBA tidak berpengaruh terhadap pertambahan tinggi stek

(34)

Gambar 3. Grafik Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Pada Gambar 3 dapat dilihat grafik tinggi tunas stek pucuk IND 48

(Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita). Rata-rata tinggi tunas tertinggi terdapat

pada perlakuan E (4000 ppm) yaitu 3.2200 cm sedangkan rata-rata tinggi tunas

terendah terdapat pada perlakuan B (500) ppm 2.4907 cm.

4. Diameter Tunas

Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa rata-rata diameter tunas adalah

7,9286 cm dan nilai tertinggi dari setiap satuan percobaan mencapai 1,6432 cm

sedangkan nilai terendah adalah 0,7071 cm. Hasil pengujian statistik dari rata-rata

jumlah akar stek pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita) pada

(35)

Lampiran 4 menunjukkan pengaruh tidak nyata dari perlakuan hormon IBA

terhadap diameter tunas.

Gambar 4. Grafik Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Gambar 4 memperlihatkan bahwa rata-rata diameter tunas tertinggi

terdapat pada perlakuan D (2000) ppm yaitu 1.4533 cm, sedangkan rata-rata

diameter tunas terendah terdapat pada perlakuan B (500) ppm yaitu 1.2383 cm.

5. Berat Kering Akar

Pada Lampiran 5 dapat dilihat rata-rata berat kering akar dapat mencapai

5,5000 gram dan untuk setiap satuan percobaan berkisar antara 0,7071 gram

(36)

sampai dengan 1,1651 gram. Hasil pengujian statistik rata-rata berat kering akar

menunjukkan tidak ada pengaruh yang sangat nyata dari pemberian hormon IBA.

Hal tersebut disajikan dengan jelas pada Lampiran 15.

Gambar 5. Grafik Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita

Gambar 5 menunjukkan bahwa rata-rata berat kering akar tertinggi

terdapat pada perlakuan F (8000) ppm yaitu 0.9793 gram, sedangkan rata-rata

berat kering akar terendah terdapat pada perlakuan A (0 ppm) yaitu 0.8797.

(37)

Pembahasan

Tabel 2. Hasil dari Parameter Pengamatan dan Notasi

Parameter 0

Dari hasil sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian hormon IBA

berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan tinggi tunas dan diameter tunas.

Hal ini bisa terjadi karena auksin yang sudah ada di dalam stek (hormon endogen)

sudah cukup tersedia dan hormon yang diberikan (hormon eksogen) belum

bekerja pada jaringan target.

Pemberian hormon pada berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh

karena diduga manfaat hormon yang diberikan tidak bermanfaat dalam proses

perakaran stek. Lampiran 1 menunjukkan bahwa dosis 0 ppm atau kontrol,

persentase tumbuhnya mencapai 90%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Dwidjoseputro (1990); Wudianto (1993); Kusumo (1984), yang mengemukakan

bahwa manfaat dari hormon sangat tergantung dari dosis yang diberikan, jika

dosisnya tepat akan sangat membantu dan didapatkan sistim perakaran yang baik

(38)

Grafik persentase hidup dan persentase stek berakar pada Gambar 1 dan 2,

ada stek yang hidup dan berakar walaupun tanpa diberikan hormon IBA

(konsentrasi 0 ppm). Hal ini bisa terjadi karena pada batang bahan stek terdapat

cadangan makanan yang mengandung karbohidrat. Cadangan makanan ini akan

diambil oleh tanaman yang distek untuk pembentukan sel baru termasuk untuk

pembentukan akar. Kemampuan stek untuk hidup dipengaruhi oleh keberhasilan

dari stek untuk membentuk akar. Budianto (2000), mengatakan bahwa karbohidrat

dalam batang sebagai bahan pembangun merupakan hasil fotosintesis yang

dilakukan daun dan disimpan pada seluruh bagian vegetatif tanaman sebagai

cadangan makanan. Cadangan makanan ini akan digunakan kembali pada saat

terjadi keadaan yang kurang menguntungkan atau untuk pembentukan sel maupun

organ baru. Apabila akar yang berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dalam

tanah tidak segera dibentuk maka bahan stek akan mati. Untuk itu perlu diketahui

faktor keberhasilan stek dari dalam maupun dari luar seperti suhu, kelembaban,

kondisis fisiologi stek dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Na’iem (2000), yang menyatakan bahwa Keberhasilan stek pucuk tergantung

beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah kondisi

fisiologi stek, waktu pengumpulan stek dan lain sebagainya. Adapun yang

termasuk faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban,

intensitas cahaya dan hormon pengatur tumbuh.

Kadar auksin yang tinggi akan lebih cepat perkembangan akarnya daripada

kadar auksin yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh pada

berat kering akar, dimana berat kering tertinggi terdapat pada konsentrasi 8000

(39)

ppm sebesar 0.8797 gram. Pernyataan ini sesuai dengan Alrasyid dan Widiarti

(1990) yang menyatakan bahwa jumlah kadar auksin yang terdapat pada organ

stek bervariasi. Pada stek yang memiliki kadar auksin lebih tinggi, lebih mampu

menumbuhkan akar dan menghasilkan persen hidup stek lebih tinggi daripada stek

yang memiliki kadar yang rendah. Sebagaimana diketahui bahwa auksin adalah

jenis hormon penumbuh yang dibuat oleh tanaman dan berfungsi sebagai

katalisator dalam metabolisme dan berperan sebagai penyebab perpanjangan sel.

Suhu dan kelembaban di mist house harus diperhatikan karena

mempengaruhi kecepatan pertumbuhan akar. Lampiran 7 menunjukkan bahwa

suhu dan kelembaban yang normal dan tidak berfluktuasi menyebabkan stek

bertahan hidup sebelum dipindahkan ke open growing area (OGA). Dari

pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan, tanaman yang mati lebih banyak

pada saat berada di OGA daripada di mist house. Hal ini terjadi karena perbedaan

suhu dan kelembaban yang sangat berfluktuasi serta faktor cuaca yang berbeda.

Pemilihan stek pucuk sebagai bahan stek dikarenakan pada bagian pucuk

auksin lebih banyak karena biasanya kandungan auksin lebih banyak berada

jaringan meristem di dalam ujung tanaman. Menurut Dwijoseputro (1994)

mengatakan bahwa auksin banyak tersusun di jaringan-jaringan meristem di

dalam ujuna-ujung tanaman. Dimana pusat pembentukan auksin adalah ujung

koleoptil atau ujung tunas sehingga pertumbuhan stek akan cepat berkembang

walaupun tanpa diberikan hormon. Karena pada dasarnya, auksin yang berada

pada bahan stek sudah tersedia sebagai cadangan makanan dan untuk

(40)

Waktu yang diambil untuk menentukan persen hidup stek pada penelitian

ini yaitu pada akhir penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akbar (1998),

persen hidup tertinggi suatu stek dicapai bila stek sudah berumur tiga sampai

empat minggu yang merupakan waktu minimum untuk menyatakan stek hidup

atau mati. Pada awal penanaman kondisi dari stek masih dalam keadaan segar dan

mempunyai daun serta batang yang memiliki cadangan makanan, akan tetapi

mulai dari minggu kedua hingga akhir penelitian batang dari sebagian stek tidak

mampu memberikan suplai makanan untuk membantu terbentuknya akar. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Wudianto (2000), untuk bahan stek, batang dari stek

sebagian atau seluruhnya harus diikutkan karena persediaan makanan memang

sangat diperlukan mengingat akar stek belum ada atau belum siap untuk

memperoleh makanan dari lingkungannya.

Pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa diameter tunas terbesar terdapat

pada perlakuan D (2000 ppm) sebesar 1.4533 cm sedangkan diameter tunas

terendah terdapat pada perlakuan B (500 ppm) sebesar 1.3231 cm, walaupun

keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan stek. Hal ini

disebabkan oleh sudah mulai terbentuknya organ tanaman berupa daun dan mulai

tumbuhnya akar sehingga akan mempengaruhi perbesaran sel tunas. Bahan

makanan yang sudah mulai tersedia akan digunakan meristem batang tunas untuk

melakukan perbesaran pada dinding sel sehingga diameter batang akan semakin

membesar. Jumlah daun akan mempengaruhi perbesaran diameter tunas karena

akan terbentuk bahan makanan yang akan digunakan untuk pertumbuhan dan

pembelahan sel. Perkembangan daun dalam jumlah yang cukup pada awal

(41)

pada tahap-tahap pertumbuhan berikutnya karena jumlah daun yang cukup dapat

menstimulir proses fosintesis (Jayusman, 1997).

Pemberian hormon IBA oleh pihak PT. TPL dengan dosis 10.000 ppm

diperoleh persentase tumbuh sekitar 60%, sementara dengan dosis 2000 ppm

diperoleh persentase tumbuh sebesar 100%. Hal ini mungkin disebabkan karena

hormon auksin yang berasal dari tanaman tersebut sudah cukup untuk proses

pertumbuhannya. Sehingga jika diberikan tambahan hormon lagi akan

menyebabkan residu bagi tanaman itu sendiri, ataupun menghambat pertumbuhan

tanaman itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusumo (1994) pada kadar

rendah hormon akan mendorong pertumbuhan tanaman, sementara pada kadar

yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa adanya hormon yang berasal dari stek sudah cukup membantu

dalam proses pertumbuhan stek tersebut, sehingga pemberian hormon tidak perlu

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pemberian hormon IBA pada berbagai konsentrasi berpengaruh tidak berbeda

nyata pada panjang tunas dan diameter tunas dari stek pucuk bagi keberhasilan

stek pada IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita).

2. Pemberian hormon IBA ternyata hanya tepat digunakan pada konsentrasi 2000

ppm karena hormon IBA yang tidak tepat dapat menghambat pertumbuhan

tanaman.

Saran

Pemberian konsentrasi 2000 ppm merupakan konsentrasi yang lebih baik

dalam pertumbuhan stek ekaliptus. Tetapi pada dosis 0 ppm persentase tumbuh

mencapai 90%. Untuk itu, pemberian hormon pada klon IND 48 tidak perlu

dilakukan karena akan merugikan kepada PT. Toba Pulp Lestari.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.

Adjers, G. dan Otsama, A. 1996 dalam Veronika, I. 2005. Pengaruh berbagai Media dan Jumlah Ruas terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eucalyptus grandis. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.

Astuti, P. 2000. Pengaruh Lama Pengeratan Bahan Stek dan Konsentrasi Rotone F terhadap Pertumbuhan Stek Kopi Robusta (Coffea canephora). www.unmul.ac.id/dat/pub/frontir/puji.pdf [18 Februari 2008]

Basiang, H. A. 2008. Pengaruh Manipulasi Lingkungan dan Media Perakaran terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Pulai Rawa (Alstonia pneumatophora).

Dwidjoseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hakim, N.M.Y, Nyakpa A.M, S.G. Lubis, M.A. Nugroho. Diha,G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hanafiah, K.A. 2003. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Edisi Ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Harahap, R. Jayusman, dan Cica, A. Prosiding Peranan Kehutanan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Sumatera Utara bagian Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pematang Siantar.

Heddy, S. 1983. Hormon Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Khaerudin, 1993. Hormon Tumbuhan. Rajawali. Jakarta.

Latifah, S. 2004. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di

Hutan Tanaman Industri

Na’iem, M. 2000. Prospek Pertumbuhan Klon Jati di Indonesia. Seminar Nasional Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Nurcahyaningsih, 2004. Perbanyakan Eucalyptus pellita secara Kultur Jaringan.

(44)

Redaksi Agromedia, 2007. Kunci Sukses Memperbanyak Tanaman. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Setiawan, A.I. 2001. Kiat Memilih Bibit Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Subiakto,A., Ika H., dan Hani S.N. 2000 dalam Veronika, I. 2005. Pengaruh Berbagai Media dan Jumlah Ruas terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eucalyptus grandis. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.

Sutisna, U., T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N.W dan Soekotjo. Yayasan Porsea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Bogor.

Veronika, I. 2005. Pengaruh berbagai Media dan Jumlah Ruas terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eucalyptus grandis. Skripsi. Tidak Dipublikasikan.

Widarto, L. 1996. Perbanyakan Tanaman dengan Biji, Stek, Cangkok, Sambungan, Okulasi, dan Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta.

Wikipedia, 2007. Indole-3-Butyric Acid (IBA) atau Indol Asam Butirat . Jerman

(45)

Lampiran 1. Rataan, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik Ragam Persentase

Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

a. Rataan Persentase Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Transformasi Akar Kuadrat Persentase Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Total 60.1500 60.1500 60.1500 60.1500 60.1500 60.1500 60.1500 41.5142 50.8321 50.8321 564.2284 56.4228

c. Sidik Ragam Persentase Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

SK db JK KT F Hitung F Tabel 5%

Kelompok 9 63.67039097 7.074487885 1.375 2.050

Perlakuan 5 28.9410868 5.788217361 1.125 2.425

Galat 45 231.5286944 5.145082098

(46)

Lampiran 2. Rataan, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik Ragam Persentase

Stek yang Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

a. Rataan Persentase Stek yang Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Transformasi Akar Kuadrat Persentase Stek yang Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Perlakuan

Total 41.5142 50.8321 60.1500 60.1500 41.5142 50.8321 50.8321 22.8784 41.5142 32.1963 452.4136 45.2414

c. Sidik Ragam Persentase Stek yang Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

SK db JK KT F Hitung F Tabel 5%

Kelompok 9 208.375825 23.15286944 1.363636364 2.050 Perlakuan 5 46.30573889 9.261147777 0.545454545 2.425

Galat 45 764.0446916 16.97877092

(47)

Lampiran 3. Rataan, Missing Data, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik

Ragam Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

a. Rataan Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus

pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Missing Data Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

c. Transformasi Akar Kuadrat Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 16.5984 15.6719 19.4101 16.7029 12.6974 19.1556 18.1966 15.9494 16.8382 18.6566 169.8771 16.9877

d. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

SK db JK KT F Hitung F Tabel 5 %

Kelompok 9 6.047594165 0.67195 0.90933 2.050

Perlakuan 5 2.828207835 0.56564 0.76546 2.425

Galat 45 33.2531485 0.73896

(48)

Lampiran 4. Rataan, Missing Data, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik

Ragam Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

a. Rataan Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus

pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Missing Data Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

c. Transformasi Akar Kuadrat Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus

grandis x Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

d. Sidik Ragam Diameter Tunas Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita)

SK db JK KT F Hitung F Tabel 5% Kelompok 9 0.455871857 0.050652429 0.984960199 2.050

Perlakuan 5 0.378642383 0.075728477 1.472575701 2.425 Galat 45 2.314164 0.051425863

(49)

Lampiran 5. Rataan, Missing Data, Transformasi Akar Kuadrat, dan Sidik

Ragam Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x Eucalyptus pellita)

a. Rataan Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Missing Data Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

c. Transformasi Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x

Eucalyptus pellita)

Perlakuan Kelompok Total Rerata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

d. Analisis Sidik Ragam Berat Kering Akar Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus

grandis x Eucalyptus pellita)

SK db JK KT F Hitung F Tabel 5%

Kelompok 9 0.1330224 0.01478 1.6117 2.050 Perlakuan 5 0.0762376 0.01525 1.6627 2.425

Galat 45 0.4126768 0.00917

(50)
(51)
(52)

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Media Cocopeat

Gambar 2. Hormon IBA

(53)

Gambar 4. Hasil Cutting

Gambar 5. Stek di Mist House

(54)

Gambar 7. Penanaman Stek

Gambar 8. Pengkabutan Mist House

Gambar

Grafik Persentase Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x  Eucalyptus pellita)...................................................................................
Tabel 1. Schedule Penyiraman Bibit pada Cuaca Normal di Mist House
Gambar 1. Grafik Persentase Hidup Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus grandis x   Eucalyptus pellita)
Gambar 2. Grafik Persentase Stek Berakar pada Stek Pucuk IND 48 (Eucalyptus  x )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa pada Jurnal Islamia tahun 2004-2018 ada sebanyak 15 jurnal dari 21 jurnal yang digunakan dalam penelitian adalah merupakan

[r]

Mengingat jumlah mahasiswa yang mendaftar kuliah tiap tahunnya semakin meningkat, menyebabkan jumlah ruangan kelas yang sudah tidak mencukupi, kurangnya fasilitas

Bapak Abdul Munir m dengan sebaran anggota seba masing-masing kelompok yang beranggotakan 5 memproduksi rata-rata 60-.. dalam mewujudkan visi secara efektif, tanpa

(Kalau Gus Jalil sering bicara ke kita atau para santri biar anak-anak itu kompak, bisa saling kenal bahkan bisa menjaga antar santri kalau ada masalah. Ini sudah dicontohkan sama

Hasil akhir dari kegiatan ini adalah adanya peningkatan skor persepsi risiko tentang keselamatan berkendara yang akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku

Serta peran guru ekonomi yang senantiasa membantu peneliti jika menghadapi kesulitan ketika sedang mengajar dan tentu saja karakteristik para siswa yang mampu

Perhatikan gambar berikut ini untuk menjawab soal no 48 dan 49 !.. Pada organ yang ditunjuk dengan huruf P terjadi sejumlah proses pencernaan, dinding organ tersebut