ii
KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE
Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk mendapatkan Gelar Sarjana (S1) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Malang
Disusun Oleh: Ranindya Shahrastri
07220018
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
iii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : Ranindya Shahrastri
NIM : 07220018
Konsentrasi : AV (Audio Visual) Jurusan : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Judul Skripsi : Kritik Sosial Dalam Film Indie
Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Nurudin. S.Sos, M.Si Dra. Frida Kusumastuti, M.Si
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Ranindya Shahrastri
NIM : 07220018
Kosentrasi : AV (Audio Visual)
Judul Skripsi : Kritik Sosial Dalam Film Indie
Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika
Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
dan dinyatakan LULUS/TIDAK LULUS Pada hari : Rabu
Tanggal : 10 Agustus 2011 Tempat : Ruang 605
Mengesahkan, Dekan FISIP UMM
(Dr. Wahyudi, M.Si)
Dewan Penguji:
1. 1. ………..
2. 2. ………..
3. 3. ………..
v
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ranindya Shahrastri
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 28 April 1988 Nomor Induk Mahasiswa : 07220018
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan : Ilmu komunikasi
Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul : Kritik Sosial Dalam Film Indie
Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika
Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Malang, 18 Juli 2011 Yang Menyatakan
vi
7. Kronologi Bimbingan :
Paraf Pembimbing
Tanggal Pembimbing I Pembimbing II Keterangan
8 Januari 2011 Acc. Judul
18 Januari 2011 Acc. Proposal
21 Januari 2011 Seminar Proposal
vii
LEMBAR PERNYATAAN KODER I
Menyatakan telah bersedia menjadi pengkoding. Pengkodingan ini dilakukan untuk keperluan peneliti/skripsi yang berjudul : “KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE” (Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika).
Nama : Rangga Prasetya
Tempat,Tanggal Lahir : Pasuruan, 31 Mei 1989
Alamat : Jl. Mawar 20 Ledug Prigen Pasuruan
Pendidikan : Universitas Muhammadiyah Malang
Fak./Jur./Kosentrasi : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Komunikasi/ Jurnalistik
Pekerjaan : Mahasiswa
Malang, 18 Juli 2011 Koder 1
viii
LEMBAR PERNYATAAN KODER II
Menyatakan telah bersedia menjadi pengkoding. Pengkodingan ini dilakukan untuk keperluan peneliti/skripsi yang berjudul : “KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE” (Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika).
Nama : Novienda Kusumaning Ayu
Tempat,Tanggal Lahir : Malang, 22 November 1988
Alamat : Jl. Kaliurang I/30A Pasuruan
Pendidikan : Universitas Muhammadiyah Malang
Fak./Jur./Kosentrasi : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/ Ilmu Komunikasi/ Audio Visual
Pekerjaan : Mahasiswa
Malang, 18 Juli 2011 Koder 2
ix
LEMBAR PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah banyak memberikan berkat, rahmat, ridho, dan hidayahNya, serta diberikannya kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat yang telah ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Selama berbulan-bulan lamanya, Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan semangat dan doa yang selalu diberikan oleh orang-orang yang saya sayangi. Skripsi ini saya persembahkan dengan hati ikhlas dan tulus kepada orang-orang yang sangat spesial dalam hidup saya:
1. Kepada Mama tersayang, Yetty Sri yang selalu memberikan doa, dukungan, perhatian, dan cinta kasih yang begitu besar kepada saya. Terimakasih banyak Mam untuk semuanya. Semua ini untuk Mama, semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat untuk Mama.
2. Kepada kedua ayahku, almarhum Daddy Poungkie Poerwono dan almarhum Papa Soewahyo. Semoga Daddy dan Papa bisa melihat dan tersenyum dari surga. Cinta dan doa Astri tidak akan pernah putus untuk kalian.
3. Untuk kedua kakakku, Raditya Aji Prayogo dan Pradipta Aji Rukmono. Akhirnya selesai Kak, terimakasih banyak untuk semuanya. Astri beruntung memiliki kakak-kakak yang ganteng, baik, dan sabar seperti kalian.
4. Untuk sahabat, teman, dan kakak ketigaku, Aldid Asadil Balad. Terimakasih atas segala dukungan dan perhatiannya. Aldid yang terbaik dan tidak akan tergantikan.
5. Untuk sahabat-sahabat terbaikku, Rani, Ayu, Nilam, Brian, Dessy, Rangga, Kraft, Bogor, Kiki, Bram, Adit. Kalian sumber kebahagiaan yang tidak ternilai harganya, terimakasih untuk semua hal menyenangkan yang kita lewati bersama.
x 7. Untuk para Sarjana Ikom baru, kalianlah yang membuat saya termotivasi untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Dan untuk pihak-pihak yang telah banyak membantu saya namun tidak dapat disebutkan satu-persatu, saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas bantuan dan juga dukungan yang diberikan. Semua ini untuk kalian. I love you all.
Malang, 18 Juli 2011
Penulis,
xi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam saya haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas terselesaikannya tugas akhir ini. Dengan perjuangan keras (akademis maupun non akademis) akhirnya saya dapat menuntaskan studi di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.
Dengan terselesaikannya Skripsi saya yang berjudul “KRITIK SOSIAL DALAM FILM INDIE (Analisis Isi Pada Film Masih Belajar Karya Adhyatmika)”, maka selesai sudah masa studi Strata 1 saya. Meskipun masih terdapat kelemahan pada penelitian yang saya lakukan, Insyaallah skripsi ini menjadikan acuan saya guna mengembangkan terus keilmuan saya di bidang komunikasi.
Penelitian ini berawal dari perkembangan media massa yang awalnya hanya media cetak menjadi media elektronik seperti televisi dan film sebagai penyampai informasi yang lebih cepat dan akurat. Perkembangan teknologi ini telah memberikan perubahan besar dalam komunikasi dikarenakan film memiliki kekuatan yang besar untuk menjangkau segmen sosial. Film mempunyai tiga fungsi utama yaitu untuk memberikan informasi, hiburan, serta kontrol sosial. Peneliti tertarik untuk mengamati film independen Masih Belajar karena film ini merupakan film pendek yang memiliki tingkat pembelajaran yang tinggi bagi masyarakat. Film ini bergenre black comedy, yang dibuat oleh sutradara Adhyatmika sebagai sebuah sindiran terhadap kondisi sosial yang terjadi di negeri ini. Kritik sosial yang terdapat dalam film ini membuat peneliti ingin meneliti lebih lanjut.
xii nama bangsa Indonesia dengan meraih berbagai penghargaan di luar negeri. Film ini merupakan film pendek yang sangat patut dijadikan bahan pembelajaran bagi kita semua.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, namun demikian, tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan karena keberadaan penulis sebagai manusia biasa dengan kemampuan terbatas. Untuk itu penulis harapkan supaya pembaca memaklumi atas kesalahan yang mungkin terjadi dan bersedia memberikan saran, kritikan yang membangun.
Kemudian bersamaan dengan ucapan syukur atas terselesaikannya skripsi ini, penulis tak lupa ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang turut membantu baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa diantaranya:
1. Drs. Muhajir Effendi, M. AP selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Nurudin. S.Sos, M.Si, selaku pembimbing I yang memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran, dan selalu memberikan masukan dan kritik terbaik.
2. Dra. Frida Kusumastuti. M.Si, selaku pembimbing II dan Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang telah memberikan bimbingan dan kritik dengan sabar dan teliti.
4. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi UMM atas segala transfer ilmu dan pengalamannya serta arahannya selama ini.
7. Rangga Prasetya,S.Ikom sebagai pengkoding/koder I dalam penelitian ini. 8. Novienda Kusumaning Ayu, S.Ikom sebagai pengkoding/koder II dalam
penelitian ini.
9. Dan untuk semua pihak yang telah memberikan inspirasi namun belum tergoreskan namanya dalam tulisan ini. Percayalah nama dan jasa kalian terukir di hatiku.
xiii Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak yang dapat mengarahkan pada perbaikan di masa yang akan datang.
Alhamdulillahirrobil’alamin
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Malang, 18 Juli 2011 Penulis,
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v
LEMBAR PERNYATAAN KODER I ... vi
LEMBAR PERNYATAAN KODER II ... vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii
ABSTRAKSI ... x
E.3.1. Unsur-unsur Pembentuk Film ... 9
E.3.2. Jenis-jenis Film ... 10
xv
E.3.2.2. Film Fiksi ... 11
E.3.2.3. Film Eksperimental ... 12
E.4. Film Sebagai Media Komunikasi Massa ... 12
E.5. Fungsi Film ... 14
xvi
C. Karakter Pemain Film Masih Belajar ... 40
D. Kru Film Masih Belajar ... 42
E. Catatan Produksi ... 43
F. Production House ... 43
G. Profil Sutradara ... 44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Sajian Data Ulasan Per Shot Film Masih Belajar ... 46
B. Frekuensi Kemunculan Kritik Pada Kategori Sasaran Kritik ... 63
B.1. Kecenderungan Sub Kategori Sasaran Kritik Pemerintah ... 63
B.2. Kecenderungan Sub Kategori Sasaran Kritik Perusahaan ... 68
B.3. Kecenderungan Sub Kategori Sasaran Kritik Profesional .... 70
C. Frekuensi Kemunculan Kritik Pada Kategori Tema Kritik ... 78
C.1. Kecenderungan Sub Kategori Tema Kritik Sosial ... 78
C.2. Kecenderungan Sub Kategori Tema Kritik Politik ... 82
BAB IV PENUTUP ... 94
A. Kesimpulan ... 94
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Deskripsi Shot Film Masih Belajar ……… 48
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Kemunculan Kategori Sasaran Kritik Peneliti 61 Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Kemunculan Kategori Tema Kritik Peneliti 62
Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Kemunculan Kategori Sasaran & Tema Kritik 84 A. Kategori Kritik Antara Peneliti dan Koder I ... 84
B. Tema Kritik Antara Peneliti dan Koder I ... 87
C. Kategori Kritik Antara Peneliti dan Koder II ... 89
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Koding Peneliti Lampiran 2 : Hasil Koding Koder I Lampiran 3 : Hasil Koding Koder II
Lampiran 4 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder I Kategori Sasaran Kritik
Lampiran 5 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder I Kategori Tema Kritik Lampiran 6 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder II Kategori Sasaran
Kritik
Lampiran 7 : Tabel Nilai Kesepakatan Peneliti dan Koder II Kategori Tema Kritik
xx DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Anonim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Assegaf, Djafar. 1983. Jurnalistik Masa Kini (Pengantar ke Praktek Kewartawanan). Jakarta. Ghalia Indonesia.
Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta. Prenada Media.
Krippendorff, Klaus. 1993. Analisis Isi (Pengantar Teori dan Metodologi). Jakarta. PT. Grafindo Persada.
Mas’oed, Mohtar. 1997. Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Indonesia.
McQuail, Dennis. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga.
Mondry. 2008. Pemahaman Teori Dan Praktik Jurnalistik. Bogor. Ghalia Indonesia.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada.
xxi Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta. Homerian Pustaka.
Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung. PT. Rosda Karya.
Widagdo, M. Bayu dan Gora S, Winastwan. 2007. Bikin Film Indie Itu Mudah! Yogyakarta. Andi Offset.
Wiryanto. 2003. Teori Komunikasi Massa. Jakarta. PT. Gramedia.
Yosef, Jani. 2009. To Be A Journalist Menjadi Jurnalis TV, Radio, dan Surat Kabar yang Profesional. Yogyakarta. Graha Ilmu.
B. Data Internet
Listiani, Okky. 2009. Kritik Sosial.
http://www.sebuahcatatansastra.blogspot.com/2009/02/kritik-sosial.html (Diakses pada tanggal 12 Desember 2010, pukul 11.15 WIB)
Widiyatno, Tomy. 2010. Kilas Balik Perkembangan Film Independen.
http://www.filmpelajar.com/tutorial/kilas-balik-perkembangan-film-independen (Diakses pada tanggal 22 Desember 2010, pukul 16.10 WIB)
Ross, Raymond. 2008. Daftar Definisi Komunikasi. http://id.wikipedia.org.wiki.Daftar_definisi_komunikasi (Diakses pada tanggal 22 Desember 2010, pukul 16.35 WIB)
Anonim. 2010. Demokrasi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
xxii Anonim. 2010. Independen.
http://id.wikipedia.org/wiki/Independen
(Diakses pada tanggal 23 Desember 2010, pukul 18.30 WIB)
Anonim. 2010. Sejarah Film.
http://www.wikimu.com/News/Display-News.aspx?id=13256 (Diakses pada tanggal 11 Januari 2011, pukul 20.05 WIB)
Anonim. 2010. Eksekutif.
http://id.wikipedia.org/wiki/Eksekutif
(Diakses pada tanggal 12 Januari 2011, pukul 09.35 WIB)
Anonim. 2010. Legislatif.
http://id.wikipedia.org/wiki/Legislatif
(Diakses pada tanggal 12 Januari 2011, pukul 09.45 WIB)
Anonim. 2010. Yudikatif.
http://id.wikipedia.org/wiki/Yudikatif
(Diakses pada tanggal 12 Januari 2011, pukul 09.50 WIB)
Anonim. 2010. Peserta Didik.
http://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kemajuan
arus informasi media massa sebagai salah satu penyampai pesan dan
informasi. Dalam hal ini media massa memiliki peranan penting pada
kehidupan masyarakat modern yang tidak dapat dipisahkan dari jurnalistik dan
pers. Dahulu masyarakat menyamakan media massa dengan surat kabar atau
majalah, karena media massa yang paling tua adalah media cetak. Namun
seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat mengenal radio sebagai
media massa yang cepat dalam menyampaikan informasi. Kemudian
menyusul media elektronik seperti televisi, film, yang berfungsi sebagai media
penyampai pesan kepada khalayak, atau banyak yang menyebutnya dengan
istilah komunikasi. Seperti yang didefinisikan oleh Mary B. Cassata dan
Molefi K. Asante (Deddy Mulyana, 2007:69), bahwa komunikasi adalah
transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khayalak.
Menurut Raymond Ross, komunikasi adalah proses menyortir, memilih,
dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu komunikan
membangkitkan respon atau makna dari pemikiran yang serupa dengan yang
2
pengaruh untuk dapat memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku,
baik lisan secara langsung atau tidak langsung melalui media (dalam
http://id.wikipedia.org.wiki.Daftar_definisi_komunikasi).
Komunikasi sendiri terbagi menjadi beberapa subjek berdasarkan sumber
informasinya. Salah satu diantaranya adalah komunikasi massa. Menurut Pool
(Wiryanto, 2003:3), ia mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi
yang berlangsung dalam situasi interposed (mengemukakan) ketika antara
sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung, pesan-pesan
komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa
seperti surat kabar, majalah, radio, film, dan televisi.
Dalam kaitan dengan yang tersebut diatas, komunikasi yang tercipta dalam
media film hanya berjalan satu arah yaitu dari komunikator kepada komunikan
(audience). Film merupakan bagian dari media komunikasi massa, yang
memiliki kekuatan untuk menjangkau segmen sosial. Film sering dijadikan
sebagai media untuk menyampaikan maksud dan pesan tertentu. Pada
dasarnya film sebagai media komunikasi yang tidak terlepas dari jurnalistik
dan pers, dimana pers mempunyai tiga fungsi utama yakni memberikan
informasi, hiburan, serta kontrol sosial. Sebagaimana pers dianggap sebagai
fungsi kontrol masyarakat atau sering juga disebut sebagai pengawas dan
penjaga demokrasi (Assegaf, 1983:12).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa film merupakan media
yang dapat mengembangkan tiga fungsi pers. Salah satu contoh film tersebut
3
comedy dengan latar sebuah ruangan kelas yang berisi murid-murid dari
berbagai profesi. Black comedy dipilih sebagai genre film karena film ini
ingin memberikan suatu hiburan yang sekaligus sarat akan muatan kritik atau
sindiran.
Dalam film ini hanya ada 1 scene yang berusaha menyampaikan suatu
kritik sosial yang ditujukan kepada pihak-pihak tertentu. Film semacam ini
tentu saja sangat dibutuhkan masyarakat dimana film ini tidak hanya
menghibur tapi juga merupakan media informasi dan penyampai pesan. Film
ini berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang sebenarnya sebagai
bentuk kritik terhadap pihak tertentu. Karya ini menarik peneliti untuk
meneliti kritik sosial yang muncul dalam scene film tersebut dan mencoba
untuk mengarah pada pentingnya kritik sosial dalam masyarakat. Bukan hanya
menarik dari latar belakang pembuatannya, namun film ini juga menarik dari
sisi cerita. Skenario yang ringan namun cerdas dalam penyampaian kritik,
merupakan refleksi dari idealisme sang penulis sebagaimana asumsi
kebanyakan orang bahwa film indie identik dengan idealisme pembuatnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai
analisis isi. Dimana menurut Berelson & Kerlinger (Rachmat Kriyantono,
2009:230) menjelaskan bahwa analisis isi merupakan suatu metode untuk
mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan
kuantitatif terhadap pesan yang tampak. Sedangkan menurut Budd (1967),
analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan
4
perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Berangkat
dari beberapa hal yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul KRITIK SOSIAL DALAM FILM
INDIE (Analisis Isi Film Masih Belajar Karya Adhyatmika).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah seberapa banyak frekuensi kemunculan kategori kritik
sosial pada film Masih Belajar?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat ditarik tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui frekuensi kemunculan kritik sosial pada film
Masih Belajar.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Kegunaan Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
5
Visual mengenai kategori kritik sosial yang ditunjukkan melalui sebuah
produk audio visual.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berkenaan
dengan analisis isi terhadap sebuah film, dimana film ini adalah film
pendek yang sarat akan muatan kritik sosial di dalamnya.
E. KAJIAN PUSTAKA
E.1. Kritik Sosial
Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam
masyarakat yang berfungsi atau bertujuan sebagai kontrol terhadap
jalannya suatu sistem sosial atau proses bermasyarakat. Menurut Marbun,
kritik sosial merupakan frase yang terdiri dari dua kata yaitu kritik dan
sosial. Adapun yang dimaksud dengan kritik adalah suatu tanggapan atau
kecaman yang kadang-kadang disertai dengan uraian dan pertimbangan
baik maupun buruknya suatu hasil karya, pendapat, dsb (1996:359).
Sementara di sisi lain, Webster menjelaskan bahwa kata kritik berasal
dari bahasa Latin criticus atau bahasa Yunani kritikos yang berarti a judge
atau dari kata kinnea yang berarti to judge (1983:432). Sementara itu
6
together as a group in a situation that they have dealing with another
(Webster, 1983:1723). Berdasarkan definisi dari dua kata tersebut, Astrid
Susanto seperti yang dikutip oleh Mafud (1997:47) mengambil suatu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kritik sosial adalah suatu
aktifitas yang berhubungan dengan penilaian (juggling), perbandingan
(comparing), dan pengungkapan (revealing) mengenai kondisi sosial
suatu masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut ataupun
nilai-nilai yang dijadikan pedoman. Kritik sosial juga dapat diartikan
dengan penilaian atau pengkajian keadaan masyarakat pada suatu saat
(Mahfud, 1957:5). Dengan kata lain dapat dikatakan, kritik sosial sebagai
tindakan adalah membandingkan serta mengamati secara teliti dan
melihat perkembangan secara cermat tentang baik atau buruknya kualitas
suatu masyarakat. Adapun tindakan mengkritik dapat dilakukan oleh
siapapun termasuk sastrawan dan kritik sosial merupakan suatu variable
penting dalam memelihara sistem sosial yang ada.
(dalam
http://www.sebuahcatatansastra.blogspot.com/2009/02/kritik-sosial.html)
Kritik sosial lebih mengarah pada sindiran mengenai hal-hal yang
terjadi dalam masyarakat manakala terdapat suatu konfrontasi dengan
realitas berupa kepincangan atau kebobrokan. Kritik sosial diangkat
ketika kehidupan dinilai tidak selaras dan tidak harmonis, ketika
masalah-masalah sosial tidak dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah kepada
7
disampaikan secara tidak langsung, seperti melalui media film dan
televisi, dimana media-media tersebut dinilai sebagai media paling ampuh
dalam penyampaian kritik sosial kepada masyarakat luas.
E.2. Kritik Sosial dalam Film
Dalam proses komunikasi, kritik dapat disampaikan di dalam pesan
yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan (penerima pesan)
dimana pesan tersebut memiliki inti pesan (tema) yang menjadi pengarah
dari tujuan sebuah komunikasi itu sendiri. Kritik sosial pun dapat
disampaikan melalui berbagai cara, antara lain melalui komunikasi antar
personal, kesenian, serta melalui media massa. Cara yang terakhir yakni
media massa, hingga kini dianggap paling efektif, popular, rasional serta
institusional. Kritik sosial dapat diselenggarakan melalui media pers,
radio siaran, televisi siaran ataupun film sekalipun daya politisnya rendah
(Mas’oed, 1997:49).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kritik sosial
merupakan suatu penilaian atau pengkajian terhadap keadaan masyarakat,
bila dikaitkan dengan film maka pengertiannya menjadi sebuah penilaian
atau pengkajian terhadap keadaan masyarakat yang direfleksikan melalui
media film yang mengkaji pesan yang ada dalam film tersebut. Seperti
8
mempengaruhi audiens, dimana melalui media audio visual tersebut dapat
mempermudah audiens untuk mencerna makna dari sebuah film.
Film adalah sebuah representasi. Dibandingkan dengan media lain,
film memiliki kemampuan untuk meniru kenyataan sedekat mungkin
dengan kenyataan sehari-hari. Proses representasi itu diawali dengan cara
pembuat film dalam melihat masyarakatnya. Di titik ini penting sekali
bagi pembuat film untuk mengenali masyarakat. Ia tidak harus memiliki
wawasan yang luas terhadap masyarakat tetapi juga harus memiliki
keresahan terhadap masyarakat tersebut. Ia harus mampu melihat
kenyataan dan tidak menerimanya begitu saja, melainkan mencoba untuk
melihat yang ada di permukaan.
Film juga membuat kita bisa memahami pandangan dunia dari
peradaban lain, atau kehidupan dan problematika kemanusiaan. Film bisa
membuat kita melihat budaya. Film juga bisa menjadi refleksi atas
kenyataan. Banyak teori menyatakan bahwa film sebaiknya menjadi
cerminan seluruh atau sebagian masyarakatnya. Seorang pakar teori film,
Sigfried Kracauer menyatakan, “Umumnya dapat dilihat bahwa teknik, isi
cerita, dan perkembangan film suatu bangsa hanya dapat dipahami secara
utuh dalam hubungannya dengan pola psikologis aktual bangsa itu.
Artinya, perkembangan film Indonesia dapat dipahami dengan baik jika
perkembangan itu dilihat dalam hubungannya dengan latar belakang
9
E.3. Film
E.3.1. Unsur-unsur Pembentuk Film
Secara umum, terdapat dua unsur pembentuk film yaitu,
unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur ini saling
berkaitan, sehingga tidak dapat berdiri sendiri, unsur naratif adalah
bahan yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara
untuk mengolahnya.
Dalam bukunya, Pratista menjelaskan tentang perbedaan
unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif berhubungan
dengan aspek atau tema film. Setiap cerita pasti memiliki
unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya.
Seluruh elemen tersebut membentuk unsur naratif secara
keseluruhan. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi serta
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan
peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh jalinan
peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yaitu hukum
kausalitas (logika sebab-akibat). Aspek kausalitas bersama unsur
ruang dan waktu adalah elemen-elemen pokok pembentuk naratif.
Unsur sinematik terbagi menjadi empat elemen pokok
yakni, mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara.
Mise-en-10
scene memiliki empat elemen pokok yakni, latar, tata cahaya,
kostum, dan make up, serta akting dan pergerakan pemain.
Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta
hubungan kamera dengan objek yang diambil. Editing adalah
transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. Scene
adalah kumpulan dari beberapa shot (gambar). Sedangkan suara
adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui
indera pendengar.
Seluruh unsur sinematik tersebut saling terkait, mengisi,
serta berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk unsur
sinematik secara keseluruhan.
E.3.2. Jenis-jenis Film
Dalam bukunya berjudul “Memahami Film”, Pratista secara
umum membagi film menjadi tiga jenis, yaitu dokumenter, fiksi,
dan eksperimental. Pembagian ini berdasarkan atas cara
bertuturnya yakni, naratif dan non-naratif. Film fiksi memiliki
struktur naratif (cerita) yang jelas, sedangkan film dokumenter dan
eksperimental tidak memiliki struktur naratif. Film dokumenter
memiliki konsep nyata, film eksperimental memiliki konsep
11
E.3.2.1. Film Dokumenter
Film dokumenter merupakan film yang menyajikan
fakta yang berhubungan dengan orang-orang, tokoh,
peristiwa, dan lokasi. Film dokumenter tidak menciptakan
suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa
yang sungguh-sungguh terjadi.
Film dokumenter tidak memiliki plot, namun
memiliki struktur yang umumnya didasarkan oleh tema
atau argument dari sineasnya. Film dokumenter tidak
memiliki tokoh protagonist dan antagonis, konflik, serta
penyelesaian seperti pada film fiksi.
E.3.2.2. Film Fiksi
Film fiksi terikat oleh plot, dari sisi ceritanya, film
fiksi sering menggunakan cerita rekan di luar kejadian
nyata serta memiliki konsep pengadeganan yang telah
dirancang sejak awal. Cerita biasanya memiliki karakter
protagonist dan antagonis, masalah dan konflik,
penutupan, seta pola pengembangan cerita yang jelas.
Produksi film fiksi memakan waktu relatif lama.
Persiapan teknis seperti lokasi syuting serta setting
dipersiapkan secara matang baik di studio maupun non
12
serta peralatan dalam jumlah relatif banyak, bervariasi,
serta mahal.
E.3.2.3. Film Eksperimental
Film eksperimental sangat berbeda dengan dua film
sebelumnya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja
di luar industri film utama dan bekerja pada studio
independen atau perorangan.
Film eksperimental tidak memiliki plot, namun
tetap memiliki struktur yang sangat dipengaruhi oleh
insting subyektif sineas. Film jenis ini umumnya tidak
bercerita tentang apapun bahkan kadang menentang
kausalitas.
E.4. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yaitu,
unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur tersebut saling
berkesinambungan dan berinteraksi satu sama lain untuk membentuk
sebuah film. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema
film (tokoh, masalah, konflik). Sedangkan unsur sinematik merupakan
aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film (sinematografi, editing,
13
unsur sama sekali seperti dalam film era bisu yang lebih disebabkan
karena keterbatasan teknologi (Himawan Pratista, 2008:1-2).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1992
tentang perfilman, bab 1 pasal 1, menyebutkan bahwa, “Film adalah
karya cipta budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang
dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada
pita seluloid, pita video, dan bahan hasil penemuan teknologi yang lebih
canggih lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses
kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara
yang dapat dipertunjukkan dan ditayangkan dalam sistem proyeksi
mekanik, elektronik, dan lainnya. Dalam Undang-Undang perfilman ini
ada tiga jenis film yang termasuk dalam film sebagai media komunikasi
massa pandang dengar (audio visual). Pertama, film tersebut dibuat dari
bahan baku seluloid melalui proses kimia yang lazim disebut film. Kedua,
film yang dibuat dari bahan pita video atau piringan video melalui proses
elektronik, yang lazim disebut rekaman video. Dan yang ketiga, film yang
dibuat dari bahan baku atau melalui proses lainnya sebagai hasil
perkembangan teknologi, yang dikelompokkan sebagai media komunikasi
massa pandang dengar (Hinca IP Pandjaitan dan Diyah Aryani, 2001:
7-8).
Menurut McQuail, film berperan sebagai sarana baru yang
digunakan untuk menyebarkan hiburan yang menyajikan cerita, peristiwa,
14
umum. Kehadiran film sebagian merupakan respon terhadap “penemuan”
waktu luang diluar jam kerja dan jawaban terhadap kebutuhan menikmati
waktu senggang secara hemat dan sehat bagi seluruh anggota keluarga
(Dennis McQuail, 1996 : 13).
Bahasa film adalah kombinasi bahasa suara dan bahasa gambar,
dimana sineas menawarkan sebuah solusi atau pesan dengan harapan bisa
diterima dengan baik oleh orang yang menonton. Melalui pengalaman
dan pengetahuan yang dimilikinya, penonton berperan aktif secara sadar
maupun tidak sadar untuk memahami sebuah film.
Film dalam pandangan ilmu komunikasi merupakan media yang
telah diuraikan dalam bentuk dramaturgi (tema, karakter, plot), akting dan
dialog para tokoh dan pemain. Sebagai medium atau suatu cara
berkomunikasi, dalam sebuah film ada sesuatu yang ingin disampaikan
pada penonton. Cara berkomunikasinya adalah cara bertutur (ada tema),
tokoh, cerita, secara audio visual, yang pada akhirnya
mengkomunikasikan suatu pesan secara dramatik.
E.5. Fungsi Film
Film merupakan salah satu bagian terpenting dalam masyarakat
modern yang cenderung mengalami perubahan sosial yang cepat.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang sudah maju atau
15
(discovery), penciptaan bentuk baru (invention), dan melalui proses difusi
(persebaran unsur-unsur kebudayaan). Sejak pertama kali ditemukan pada
abad ke-18, film terus mengalami perubahan baik dari segi teknologi
maupun fungsi. Sejarah awal penemuan film sebenarnya lahir dari sebuah
pertanyaan unik. Apakah keempat kaki kuda berada pada posisi melayang
pada saat bersamaan ketika kuda berlari? Pertanyaan ini dijawab oleh
Eadweard Muybridge dari Stanford University dengan membuat 16
gambar atau frame kuda yang sedang berlari. Kejadian ini terjadi pada
tahun 1878. Dari ke-16 gambar kuda yang sedang berlari ini dirangkai
dan digerakkan secara berurutan menghasilkan gambar bergerak pertama
yang berhasil dibuat di dunia. Dari sinilah ide membuat sebuah film
muncul. Karena pada saat itu teknologi kamera perekam belum ada,
Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan
lari kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa
kali agar memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan.
Sepuluh tahun setelah penemuan gambar bergerak (1888), barulah
muncul film yang bukan sekedar gambar bergerak, pertama di dunia.
Film ini dikenal dengan nama Roundhay Garden Scene yang disutradarai
oleh Louis Le Prince yang berasal dari Prancis. Film berdurasi sekitar 2
detik ini menggambarkan sejumlah anggota keluarga Le Prince sedang
berjalan-jalan menikmati hari di taman. Setahun kemudian, Amerika
Serikat memproduksi film pertamanya yang berjudul “Monkeyshines No.
16
melakukan gerakan-gerakan tangan dalam beberapa detik. ( dalam
http://www.wikimu.com/News/Display-News.aspx?id=13256 )
Pada abad ke-18, fungsi film adalah sebagai hiburan pengisi waktu
luang dengan merekam adegan-adegan singkat dalam kehidupan
sehari-hari. Dan pada abad ke-19, film mulai mengalami banyak perubahan. Jika
pada awalnya film merupakan gambar hitam putih, bisu dan sangat cepat,
ia kemudian berkembang hingga sesuai dengan sistem penglihatan mata
kita dengan segala macam efek yang membuatnya lebih dramatis dan
lebih nyata. Film bersuara pertama diproduksi tahun 1927 dengan judul
“Jazz Singer” dan diputar pertama kali untuk umum pada 6 Oktober 1927
di New York, Amerika Serikat. Kemudian menyusul ditemukannya film
berwarna pada tahun 1930. Penemuan televisi pada tahun yang sama,
membuat para pembuat film berlomba-lomba membuat film dengan
berbagai genre dan segmentasi. Film kemudian tidak hanya berfungsi
sebagai sarana hiburan, namun juga sebagai media persuasi menjual
sebuah produk karena penayangannya yang didukung oleh sponsor iklan.
Ditemukannya video tape, laser disc, dan compact disc digital video
membawa perubahan baru pada fungsi film. Film yang biasanya
dikomersilkan di bioskop dan televisi dapat dinikmati secara langsung
oleh masyarakat. Para pembuat film mulai keluar dari aturan baku yang
ada, dan mulai membuat film dengan sebuah informasi atau pesan
tertentu sesuai dengan apa yang ingin mereka sampaikan kepada
17
edukatif yang mudah dicerna oleh masyarakat. Film independen non
komersil mulai banyak diproduksi, seiring dengan kemunculan internet
sebagai media alternatif baru yang mengakomodir segala hal dalam film.
Wacana baru dimunculkan para pembuat film melalui filmnya tentang
segala hal yang perlu diketahui publik. Eksplorasi film indie memiliki
kadar yang tidak terbatas. Sifatnya yang mandiri dan swadaya membuat
apa yang ingin disampaikan pembuat film bisa dengan bebas ditampilkan.
Film indie mempunyai peran yang sangat besar bagi terbukanya wacana
intelektual serta menjadi sebuah kontrol sosial bagi perubahan sosial
dalam masyarakat.
E.6. Media Massa
E.6.1. Pengertian Media Massa
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, media massa memiliki
pengertian sebagai sarana dan saluran resmi sebagai alat
komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada
masyarakat luas.
Sedangkan menurut Mondry dalam bukunya, media massa
merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat,
18
umum, dikelola secara profesional dan bertujuan mencari
keuntungan (Mondry, 2008 : 12).
E.6.2. Jenis-jenis Media Massa
E.6.2.1. Media Cetak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, media cetak
memiliki definisi sebagai sarana media massa yang
dicetak an diterbitkan berkala seperti surat kabar dan
majalah.
E.6.2.2. Media Elektronik
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, media elektronik
adalah sarana media massa yang menggunakan alat-alat
elektronik modern misalnya radio, televisi, dan film.
E.6.3. Fungsi Media Massa
Menurut Wilbur Schramm seperti dikutip Jani Yosef dalam
bukunya To Be A Journalist (2009), media massa memiliki 4
19
1. Memberikan Informasi
Media massa sebagai pemberi informasi berkewajiban
memenuhi kebutuhan keingintahuan masyarakat tentang
informasi, bisa bersumber dari fakta maupun pendapat berbagai
pihak.
2. Memberikan Pendidikan
Media massa dapat memberikan pendidikan politik,
pendidikan moral, pendidikan hukum bahkan memberikan
pengetahuan yang tidak diperoleh oleh lembaga-lembaga
pendidikan. Hal ini terjadi karena informasi-informasi baru
jauh lebih cepat diperoleh melalui media massa.
3. Memberikan Hiburan
Media massa dapat memberikan hiburan kepada
masyarakat melalui pemberitaan berupa informasi yang
menggembirakan masyarakat.
4. Melakukan Kontrol Sosial
Media massa yang mempunyai wewenang dan kekuatan
besar dalam melakukan kontrol sosial, yang mampu
menyampaikan informasi agar segera mendapat perhatian
20
E.6.4. Peran Media Massa
Menurut Bungin (2006) seperti dikutip Mondry dalam
bukunya, media massa merupakan agent of change yang menjadi
lembaga pelopor perubahan yang memiliki peran sebagai berikut:
1. Media edukasi dan media informasi yang harus lebih spesifik
dan proporsional dalam melihat sebuah persoalan sebagaimana
diharapkan oleh masyarakat.
2. Dalam memotret realitas, media massa harus fokus pada realita
masyarakat, bukan potret kekuasaan yang ada dalam
masyarakat sehingga informasi tidak menjadi propaganda
kekuasaan.
3. Sebagai lembaga edukasi, media massa harus dapat memilah
kepentingan pencerahan dan kepentingan media massa sebagai
lembaga-lembaga produksi sehingga kasus-kasus pengaburan
berita dan iklan tidak harus terjadi dan merugikan masyarakat.
4. Media massa juga harus menjadi early warning system. Media
massa adalah sebuah sistem dalam sistem besar peringatan
terhadap ancaman lingkungan, bukan hanya memberikan
informasi setelah terjadi bahaya dari lingkungan tersebut.
5. Dalam menghadapi ancaman yang lebih besar seperti
terorisme, media massa lebih banyak menyoroti aspek
21
terjadi, bukan hanya sekedar menyampaikan berita aksi-aksi
terorisme tersebut.
F. DEFINISI KONSEPTUAL
F.1. Kritik Sosial
Kritik sosial adalah suatu bentuk komunikasi yang berupa sindiran,
tanggapan, ataupun kecaman mengenai realitas yang terjadi dalam
masyarakat yang bertujuan sebagai kontrol suatu proses bermasyarakat
dalam rangka memelihara sistem sosial yang ada.
F.2. Film Indie
Indie atau independen adalah suatu sikap bebas, merdeka, atau
berdiri sendiri. Film indie adalah film yang dibuat dengan kebebasan ide
dari pembuat film, dan juga dihasilkan oleh studio kecil.
(dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Independen)
G. KATEGORISASI
Penelitian yang menggunakan metode analisis isi, sangat bergantung pada
hasil kategori-kategorinya. Di dalam penelitian ini, kritik sosial didefinisikan
sebagai opini oleh seseorang atau kelompok masyarakat tentang fenomena
22
Kategori yang dibuat dimasukkan untuk memberikan batasan-batasan yang
jelas mengenai kritik sosial yang terkandung dalam film indie Masih Belajar
yang diteliti.
G.1. Sasaran Kritik
Yaitu pihak yang bersangkutan dengan yang diangkat dalam film
dimana pesan-pesan yang terdapat di dalam film tersebut mempunyai
tujuan tertentu yang sengaja ditujukan kepada pihak yang bersangkutan.
Antara lain :
G.1.1. Pemerintah
Pemerintah dalam kamus besar bahasa Indonesia
mempunyai pengertian sebagai sistem yang menjalankan
wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial,
ekonomi, politik suatu negara atau bagiannya.
Sasaran kritik terhadap pemerintah dibatasi dengan
kritikan, sindiran, tanggapan, kecaman, ataupun pendapat yang
ditujukan menyangkut segala elemen pemerintahan. Ruang
23
a. Pemerintahan Eksekutif
Eksekutif adalah cabang pemerintahan yang
bertanggung jawab mengimplementasikan atau menjalankan
hukum. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi dalam
sistem presidensiil atau sebagai pemerintah dalam sistem
parlementer. (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Eksekutif)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pemerintahan
Eksekutif mempunyai pengertian sebagai kekuasaan yang
menjalankan undang-undang.
b. Pemerintahan Legislatif
Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan
kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa
nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam
sistem parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan
menujuk eksekutif. Dalam sistem presidential, legislatif
adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas dari
eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum,
legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan
pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya.
24
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pemerintahan
Legislatif merupakan dewan yang berwenang membuat
undang-undang.
c. Pemerintahan Yudikatif
Yudikatif adalah lembaga kehakiman (atau kejaksaan)
terdiri dari hakim, jaksa, dan magistrat, dan sebagainya yang
biasanya dilantik oleh kepala negara. Mereka juga biasanya
menjalankan tugas di makhmah dan bekerjasama dengan
pihak berkuasa terutama polisi dalam menegakkan
undang-undang. (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/ Yudikatif).
Pemerintahan Yudikatif dalam kamus besar bahasa
Indonesia memiliki pengertian sebagai yang bersangkutan
dengan fungsi dan pelaksanaan lembaga peradilan dan yang
bersangkutan dengan badan yang bertugas mengadili perkara.
G.1.2. Perusahaan
Perusahaan, dalam kamus besar bahasa Indonesia,
mempunyai pengertian sebagai organisasi berbadan hukum yang
mengadakan transaksi atau usaha yang teratur dengan tujuan
25
Sasaran kritik terhadap perusahaan dalam kategori ini
dibatasi dengan perusahaan swasta yang dalam kamus besar
bahasa Indonesia memiliki pengertian yang bukan milik
pemerintah. Segala sindiran, tanggapan, kecaman, ataupun
pendapat yang ditujukan menyangkut segala elemen perusahaan
swasta, baik pemilik perusahaan, tokoh dan orang sosial. Ruang
lingkup perusahaan dalam penelitian ini adalah:
a. Penerbitan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, penerbitan adalah
industri dengan urusan atau pekerjaan menerbitkan buku dan
lain sebagainya.
b. Pers
Pers, dalam kamus besar bahasa Indonesia, memiliki
pengertian sebagai media pengumpulan dan penyiaran berita
melalui surat kabar, majalah, radio, dan lainnya.
G.1.3. Profesional
Profesional dalam kamus besar bahasa Indonesia
26
Sedangkan profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan atau keahlian tertentu.
Sasaran kritik terhadap profesional dibatasi dengan
kritikan, sindiran, tanggapan, kecaman, ataupun pendapat yang
ditujukan menyangkut segala kebiasan atau perilaku yang
ditujukan kepada beberapa profesi dalam suatu kelompok
masyarakat. Dalam penelitian ini, ruang lingkup kelompok
profesionalnya antara lain:
a. Aktivis
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aktivis
merupakan orang (terutama anggota organisasi politik, sosial,
buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita) yang bekerja aktif
mendorong pelaksanaan sesuatu atau kegiatan di
organisasinya atau kemasyarakatan.
b. Pengusaha
Pengusaha, dalam kamus besar bahasa Indonesia,
memiliki pengertian orang yang mengusahakan perdagangan
27
c. Petani
Petani, dalam kamus besar bahasa Indonesia, adalah
orang melakukan pekerjaan bercocok tanam.
d. Insinyur
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, insinyur
merupakan sarjana teknik, baik sipil, listrik, pertambangan,
pertanian, dan mesin.
e. Dokter
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dokter adalah
lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit
dan pengobatannya.
f. Artis
Artis, dalam kamus besar bahasa Indonesia, adalah ahli
seni, seniman dan seniwati, seperti penyanyi, pemain film,
pelukis, pemain drama.
g. Pelajar
Pelajar adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
28
pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dan pada
jenis pendidikan tertentu. (dalam
http://id.wikipedia.wiki/Peserta_didik).
Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia,
pelajar merupakan anak sekolah, anak didik, murid, atau
siswa.
G.2. Tema Kritik
Tema kritik mempunyai maksud untuk mengetahui pembuat film
ingin menyampaikan suatu pesan yang tampak pada suatu masyarakat
berdasarkan temanya, antara lain:
G.2.1. Sosial
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, sosial memiliki
pengertian yang berkenaan dengan masyarakat.
Tema kritik sosial dalam penelitian ini dibatasi dengan
sindiran, tanggapan, perilaku, tata krama, ataupun
kebiasaan-kebiasaan yang menyangkut berbagai hal antara lain: masalah
sosial, struktur sosial, kesejahteraan ekonomi, dan kepentingan
29
G.2.2. Politik
Politik dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai
pengertian sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat,
dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap
negara lain.
Tema kritik politik dalam penelitian ini dibatasi dengan
sindiran, tanggapan, kecaman, sindiran, yang menyangkut hal-hal
antara lain: sistem politik, perilaku politik, kekuasaan politik, dan
partisipasi politik.
H. METODE PENELITIAN
H.1. Tipe dan Dasar Penelitian
Metode yang digunakan adalah analisis isi. Alasan
menggunakan analisis isi karena dalam penelitian ini akan memperoleh
hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang
disampaikan oleh media massa atau sumber informasi yang lain secara
objektif dan sistematis. Berelson & Kerlinger (Rachmat Kriyantono,
2009:230) menjelaskan bahwa analisis isi merupakan suatu metode untuk
mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif, dan
30
(1967), analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi
pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan
menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang
dipilih. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriptif adalah
menggambarkan gejala atau fenomena dari satu variabel yang diteliti
tanpa berupaya menjelaskan hubungan-hubungan yang ada (Rachmat
Kriyantono, 2009 : 167).
H.2. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil ruang lingkup penelitian
dengan menganalisis 40 shot yang terdapat dalam film indie “Masih
Belajar”.
H.3. Unit Analisis
Penelitian ini diarahkan pada setiap frekuensi kemunculan shot
yang mengandung tema kritik sosial diperjelas melalui indikator-indikator
yang sudah ditentukan. Selanjutnya dari dua aspek ini dipergunakan
sebagai unit analisis dalam penelitian yang mengandung kritik sosial.
Dalam hal ini penelitian dapat difokuskan pada unsur-unsur pada setiap
31
H.4. Satuan Ukur
Satuan ukur dari penelitian ini adalah frekuensi kemunculan shot
yang menunjukkan unsur kritik sosial dalam film Masih Belajar.
H.5. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Data Primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari
objek penelitian dengan cara mengamati dan menganalisis data
yang ada, yaitu video film indie “Masih Belajar”. Kemudian
setelah itu bersama coder, peneliti mengamati dan mencatat setiap
shot yang menggambarkan kritik sosial dengan kategorisasi yang
telah ditentukan. Setelah itu peneliti melakukan capture frame
shot yang telah dipilih oleh peneliti dan coder.
b. Data sekunder, yaitu data pendukung yang didapatkan dari
buku-buku, artikel-artikel, serta bahan dari internet yang berkaitan
dengan kritik sosial yang dapat mendukung data primer.
Data kemudian dimasukkan ke dalam kategorisasi yang sudah
disepakati. Untuk mempermudah pengkategorian dan pengolahan
32
Tabel 1
Lembar Koding
Kritik Sosial Shot ke
K 1 K 2
I 1 I 2 I 3 I 1 I 2
Jumlah
Keterangan :
K1: Sasaran Kritik
a. Pemerintah
b. Perusahaan
c. Profesional
K2: Tema Kritik
a. Sosial
b. Politik
Setelah melakukan proses diatas, kemudian data
dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah
perhitungan dan mengetahui banyaknya frekuensi kemunculan pada
masing-masing kategori. Maka dibuat tabel distribusi frekuensi
33
Tabel 2
Tabel Distribusi Frekuensi
Frekuensi Kemunculan K 1
∑ %
I 1
I 2
I 3
Jumlah
Keterangan:
K 1 : Kategori 1
I 1 : Indikator 1
I 2 : Indikator 2
I 3 : Indikator 3 ∑ : Jumlah
% : Prosentase kemunculan
Dari tabel distribusi frekuensi tersebut dilakukan analisa
deskriptif. Peneliti melakukan penghitungan prosentase dari populasi
angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai kritik
34
H.6. Uji Reliabilitas dan Validitas
Dalam uji reliabilitas kategorisasi, peneliti menggunakan sistem
koding, dimana peneliti dibantu oleh koder guna mengukur ketepatan
penilaian peneliti terhadap unsur-unsur kritik sosial dalam film Masih
Belajar. Sistem ini dirasa perlu digunakan oleh peneliti karena untuk
melakukan sebuah analisis dalam shot film diperlukan pemikiran
subyektif, Dan untuk menyamakan perspektif subyektifitas tersebut,
diperlukan suatu pembanding.
Untuk menguji reliabilitas, peneliti dibantu oleh dua orang koder
(orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data.
Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah kategori atau
indikator yang digunakan sudah reliable atau belum. Pada dua orang
koder yang telah dipilih diberikan definisi struktur kategori, unit
analisis, bahan yang akan dikoding (shot dalam film Masih Belajar dan
tabel kerja koding).
Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator dan unit
analisis yang telah ditetapkan, koder diminta menilai bahan dan
memberikan tanda pada tabel koding. Hasil pengkodingan dari dua
orang koder dalam tabel kerja koding dikumpulkan dan dihitung secara
statistik.
Dua orang koder tersebut harus memiliki pengetahuan dalam
35
Koder tersebut harus mengerti tentang audio visual dan dapat
memahami isi film tersebut. Yang dimaksud mengerti dalam hal ini
adalah yang bersangkutan bisa menilai tentang unsur-unsur audio visual
yang ada, baik verbal maupun non verbal yang ada di film tersebut.
Untuk mencapai tingkat reabilitas yang diisyaratkan, maka
perlu dilakukan pendefinisian batas kategori sedetail mungkin,
memberikan pengertian dan pelatihan terhadap koder. Reabilitas antar
koder dapat dihitung dengan formula Ole R. Holsty (1969), yang
digunakan untuk menentukan reabilitas data nominal. Untuk
menghitung kesepakatan dari hasil penelitian para koder peneliti
menggunakan rumus Holsty sebagai berikut :
Keterangan :
C.R = Coefisien Reliability
M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding
dan periset
N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding
dan periset
Kemudian kesepakatan dan hasil penelitian para koder diuji lagi
36
Keterangan :
i = nilai keterandalah
Observed agreement = presentase persetujuan yang ditemukan
dari pernyataan yang disetujui
antarpengkode (yaitu nilai C.R)
Expected agreement = presentase persetujuan yang diharapkan,
yaitu jumlah proporsi dari pesan yang
dikuadratkan
Uji reabilitas ini dilakukan dengan dua koder lain.
Masing-masing koder diberikan kategorisasi yang sama dengan yang dilakukan
peneliti. Kemudian dari hasil tersebut dihitung dengan rumus di atas.
Dengan merujuk formula yang dikemukakan oleh Holsty (1969)
untuk menguji reabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan
antara peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau
lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliable. Namun
sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategori
operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi. Artinya kategorisasi
yang dibuat belum mencapai tingkat keterandalan atau kepercayaan