• Tidak ada hasil yang ditemukan

SYARAT DAN PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN ANTARA PT PHILIPS INDONESIA DAN PT MITRA ABADI PRATAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SYARAT DAN PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN ANTARA PT PHILIPS INDONESIA DAN PT MITRA ABADI PRATAMA"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SYARAT DAN PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN

ANTARA PT PHILIPS INDONESIA DAN PT MITRA ABADI PRATAMA

Oleh

JEFRI REFLIANDO ABDIANSA

Keagenan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang usaha sejenis untuk memasarkan produk, barang, dan jasa di wilayah pemasaran tertentu. PT Mitra Abadi Pratama merupakan sebuah agen perusahaan dari PT Philips Indonesia sebagai prinsipalnya yang mendistribusikan produk-produk Philips untuk wilayah Lampung. Untuk menjadi agen, sebuah perusahaan harus memenuhi syarat dan prosedur yang ditentukan oleh pihak prinsipal sebagai pemberi kuasa keagenan yang diikat dengan perjanjian keagenan. Perjanjian keagenan memuat kewajiban dan hak para pihak termasuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak apabila terjadi perselisihan atau wanprestasi. Penelitian ini akan mengkaji mengenai syarat dan prosedur menjadi agen PT Philips Indonesia, kewajiban dan hak para pihak dalam perjanjian keagenan serta upaya hukum yang dipilih apabila terjadi wanprestasi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris (applied law research) dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari hasil pencatatan dan wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, studi dokumen dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, dan sistematika data. Data yang terkumpul kemudian di analisis secara kualitatif.

(2)

memenuhi tingkat minimal penjualan, menyediakan fasilitas kerja, melaksanakan fungsi distribusi, menjual produk dalam kemasan aslinya, melaporkan setiap proyek yang akan dan sedang dikerjakan, memberitahukan perkembangan pasar yang mempengaruhi harga produk, memantau pengaduan dan tuntutan yang merugikan yang berhubungan dengan distribusi, dan mengikuti program marketing yang diinstruksikan. Hak agen adalah dijamin pendaftaran yang diperlukan atas produk pada instansi yang berwenang, menerima produk untuk didistribusikan, menerima keuntungan, diberi ganti rugi atas tuntutan yang timbul oleh produk yang cacat, diberikan bantuan promosi, dan mendapatkan pelatihan tenaga kerja. Kewajiban prinsipal adalah: menjamin pendaftaran hak atas produk, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk, memenuhi pesanan dengan segera, menganti ganti rugi atas segala tuntutan yang timbul oleh produk yang cacat, melengkapi agen dengan bantuan promosi, memberikan pelatihan tenaga kerja , dan menjamin cacat tersembunyi. hak prinsipal adalah diwakili untuk melakukan fungsi distribusi produknya, diakui hak milik dagangnya, mendapatkan informasi tentang pelangan dan laporan proyek yang sedang dan akan berlangsung, serta menerima pembayaran produk yang telah dikirim. Upaya hukum yang dipilih apabila terjadi wanprestasi pada perjanjian keagenan Philips ialah lembaga Arbitrase.

(3)
(4)
(5)
(6)

v   

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Jefri Refliando Abdiansa,

penulis dilahirkan pada tanggal 08 Juli 1992 di Kabupaten

Waykanan Lampung. Penulis adalah anak pertama dari tiga

bersaudara, dari pasangan Izhar dan Yuli Yusniar.

Riwayat pendidikan penulis dimulai sejak masuk Sekolah TK Muslimin Tiuh Balak

Pasar Baradatu Waykanan Pada Tahun 1997. Sekolah Dasar Negeri 01 Waykanan

pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Baradatu Waykanan

pada tahun 2004, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01 Bukit Kemuning

Lampung Utara pada tahun 2007.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi internal maupun

eksternal kampus. Di awal perkulian 2010, penulis Pernah aktif sebagai Anggota

Forum Silaturahmi dan Studi Islam (FOSSI) 2010. Selain aktif di organisasi internal

kampus, penulis juga aktif dalam organisasi eksternal kampus. Penulis memilih untuk

(7)

MOTO

“Jangan pernah menjadi diri sendiri, tetapi jadilah versi terbaik dari diri anda..”

(8)

vii 

 

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orang tua tercinta, yang senantiana mendidik dan membimbing dengan cara yang luar biasa:

Izhar dan Yuli Yusniar

Terima kasih atas kasih yang selalu diberikan, semoga suatu saat dapat membalas semua budi baik itu dan dapat menjadi seperti yang diharapkan dan menjadi

(9)

SANWACANA

Salam sejahtera dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Syarat dan Prosedur Perjanjian Keagenan antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan tepat waktu.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis di dalam menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., sebagai Sekretaris Bagian Hukum Perdata.

(10)

memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Ibu Rosida S.H. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, memberikan perhatian serta mencurahkan segenap pemikirannya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Ratna Syamsiar S.H., M.H., sebagai Dosen Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini.

7. Dita Febrianto S.H., M.H., sebagai Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap penulisan dalam skripsi ini.

8. Bapak Renaldi Amrulloh, S.H., M.H., sebagai Pembimbing Akademik, yang telah memberikan bimbingan serta arahan bagi penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Seluruh Dosen serta karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas bantuan tenaga, ilmu dan pemikiran yang telah diberikan dengan penuh dedikasi.

10. Adik-Adikku tercinta Sindi Monica, dan Rizki Febriansyah

(11)

12. Sahabat-sahabat Yuri Syahputra, Rchard Kennedy, Ridho Agus ,dan Yoga Adrian yang mengisi kenangan-kenang yang indah selama kuliah dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Teman-teman seperjuangan saat bimbingan skripsi: Ardiansyah, Chelsilia, Rani Utami, dan Marulfa Terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama kita bimbingan bersama.

14. Teman-teman wisma cendrawasih: Hesty, Meitha, watti, Saeno, Landoria, azna lestari, Yunica, Mira, serta teman-teman Wisma lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kenangan yang tak terlupakan selama di wisma.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Hubungan Hukum Keperdataan ... 7

1. Pengertian Perjanjian ... 7

2. Syarat Sah Perjanjian ... 8

3. Prestasi dan Wanprestasi ... 9

B. Gambaran Umum tentang Perusahaan ... 11

1. Pengertian Perusahaan ... 11

2. Bentuk Usaha ... 12

(13)

C. Perjanjian Keagenan ... 15

1. Pengertian Perjanjian Keagenan ... 16

2. Pengertian Agen atau Distributor ... 16

3. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Keagenan ... 17

4. Kewajiban dan Tanggung jawab Para Pihak ... 18

5. Jenis-Jenis Keagenan ... 19

D. Upaya Penyelesaian Sengketa Bisnis ... 21

1. Peradilan Negeri ... 21

2. Arbitrase ... 22

E. Gambaran Umum PT Philips ... 25

F. Kerangka Pikir ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 31

A.Jenis Penelitian ... 31

B.Tipe Penelitian ... 32

C.Pendekatan Masalah ... 32

D.Jenis Data ... 33

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35

F. Analisis Data ... 36

G.Analisis Data ... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A.Syarat dan Prosedur Keagenan PT Philips Indonesia ... 37

B.Hak dan Kewajiban Para Pihak pada Perjanjian Keagenan PT Philips Indonesia ... 47

C.Upaya Hukum yang dipilih Apabila Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi ... 58

V. KESIMPULAN ... 64

LAMPIRAN

(14)

 

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi pada suatu negara ditandai dengan munculnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis. Perkembangan perusahaan tersebut ditandai dengan banyaknya kerjasama bisnis dengan pihak lain atau dengan perusahaan lain. Berbagai macam cara pengembangan usaha yang dapat dilakukan dan juga telah diatur oleh hukum diantaranya adalah: waralaba (franchise), ekspor-impor, pembiayaan (kredit), dan juga keagenan.

Keagenan adalah salah satu bentuk kerjasama dalam hal pengembangan usaha dengan keunggulannya yaitu mendirikan agen baru tanpa membuka kantor cabang tetapi hanya menunjuk perusahaan lain sebagai wakil perusahaannya di daerah pemasaran baru. Kerjasama keagenan dapat dilakukan antar perusahaan nasional bahkan saat ini banyak kerjasama keagenan dilakukan oleh perusahaan Indonesia dengan perusahaan asing. Bentuk kerjasama tersebut dapat dipilih oleh suatu perusahaan di samping membuka cabang perusahaan tersebut juga dapat memperluas pemasaran produknya kepada konsumen.

(15)

 

 

perwakilan tetap ataupun tidak tetap. Pemberian kuasa tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan suatu perjanjian keagenan (agency agreement), yaitu perjanjian pemberian kuasa bersifat perwakilan tetap atau tidak tetap antara perusahaan sejenis yang satu dengan perusahaan sejenis yang lain untuk melaksanakan segala kepentingan prinsipal di wilayah pemasaran tertentu. Dalam hubungan hukum keagenan, perusahaan sejenis yang diwakili kepentinganya di sebut prinsipal dan perusahaan pemberi kuasa untuk mewakili kepentingan prinsipal disebut dengan agen perusahaan.1 Di Indonesia kontrak hukum keagenan tunduk pada ketentuan hukum pemberian kuasa (lastgeving) yang diatur di dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPdt. Pemberian kuasa tersebut dapat dilakukan antara pihak-pihak yang berstatus individu atau antara pihak-pihak yang berstatus badan hukum atau persekutuan yang menjalankan perusahaan.2

Salah satu perusahaan yang memakai sistem bisnis keagenan ialah perusahaan Koninklijke Philips Electronics adalah salah satu produsen produk elektronik terbesar didunia didirikan pada tahun 1891 oleh Gerard Philips di kota Amsterdam Belanda.3 Dengan produk adalanya yaitu lampu hemat energi yang berkualitas, yang juga diakui oleh para konsumen-konsumenya hingga manca negara, sehingga produk tersebut banyak diminati, dan secara otomatis apabila sebuah produk banyak diminati oleh para konsumenya maka jumlah produksinya akan ditingkatkan pula, dengan meningkatnya jumlah produksi tersebut maka wilayah pemasaran pun akan diperluas.

      

1 

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2010) hlm.43

2Ibid, hlm.44

(16)

  3 

Perusahaan Philips telah membuka kantor cabang atau perwakilanya di Indonesia dengan nama PT Philips Indonesia yang beralamat di jalan Buncit Raya Kav.99 Jakarta pada Tahun 2004. Agar seluruh konsumen Indonesia dapat menggunakan produk elektronik yang memiliki jaminan kwalitas yang baik, maka PT Philips Indonesia memperluas pemasaranya ke wilayah-wilayah di Indonesia dengan melakukan kerjasama keagenan dengan perusahaan-perusahaan sejenis di tiap-tiap propinsi, karena alasan mendirikan agen perusahaan sendiri memerlukan biaya yang cukup besar, padahal prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh seseorang manajer perusahaan adalah efisiensi di samping keuntungan, untuk menghindari pengeluaran yang terlalu besar. Dengan demikian tidak perlu mendirikan atau membuka cabang perusahaan di wilayah pemasaran baru, tetapi cukup efisien jika mengadakan hubungan kerjasama dalam bentuk keagenan.4

PT Philips Indonesia melakukan kerjasama dengan agen perusahaan di masing- masing propinsi seperti PT Mitra Jambi Pratama di propinsi Jambi, PT Sinar Abadi Pratama di Bangka Belitung. Di Propinsi Lampung kerjasama keagenan dipegang oleh PT Mitra Abadi Pratama yang beralamat di Jalan Kartini No.130 Palapa Tanjung Karang Pusat. Untuk menjadi agen perusahaan dari PT Philips Indonesia, PT Mitra Abadi Pratama harus memenuhi persyaratan dan prosedur, yang salah satunya adalah membuat perjanjian keagenan serta memenuhi kewajiban-kewajiban yang tertera pada perjanjian tersebut, selain itu PT Philips Indonesia juga harus memberikan komisi dari keuntungan penjualan yang menjadi hak dari PT Mitra Abadi Pratama dan menjadi kewajiban dari PT Philips       

4

(17)

 

 

Indonesia. Dengan kata lain kedua belah pihak yang mengikatkan diri tersebut wajib mematuhi perjanjian yang mereka buat bersama, seperti mematuhi undang-undang, kedua belah pihak harus melaksanakan perjanjian dengan jujur (itikad baik) serta tidak boleh dibatalkan secara sepihak, karena perjanjian yang dinyatakan sah memiliki akibat hukum seperti diatur dalam Pasal 1338 KUHPdt.5

Suatu perjanjian keagenan selain memuat klausula hak, dan kewajiban bagi para pihak. Perjanjian keagenan juga harus memuat klausula mengenai pemilihan penyelesaian sengketa, pada setiap perjanjian memiliki kemungkinan masalah yang akan muncul di waktu-waktu yang tidak dapat di duga-duga, seperti yang pernah terjadi bahwa adanya perubahan harga karena kenaikan nilai tukar mata uang dollar terhadap mata uang rupiah yang menggakibatkan naiknya tarif penggiriman barang yang berdampak naiknya harga produk-produk Philips, namun PT Philips Indonesia terlambat menginformasikan naiknya harga produk-produk tersebut kepada PT Mitra Abadi Pratama sehingga PT Mitra Abadi Pratama tetap menjual produk-produk tersebut dengan harga normal sehingga PT Mitra Abadi Pratama mengalami kerugian. Dengan demikian jika terjadi masalah maka perlu diberi pilihan upaya hukum penyelesaian masalah atau wanprestasi yang dialami oleh salah satu pihak.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji masalah tersebut untuk dijadikan sebuah bahan penelitian yang berbentuk skripsi dengan judul: “ Syarat dan Prosedur Keagenan Antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama”

      

5 

(18)

  5 

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

Berdasarkan kerangka dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana syarat dan prosedur keagenan pada PT Philips Indonesia?

2. Apa saja hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian keagenan tersebut ? 3. Upaya hukum apa yang dapat dipilih apabila terjadi wanprestasi dalam

perjanjian keagenan Philips?

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan ialah hukum perjanjian mengenai analisis perjanjian PT. Philips Indonesia dengan PT. Mitra Abadi Pratama, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan Ekonomi khususnya Hukum Dagang tentang keagenan

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh deskripsi secara lengkap, jelas, sistematis dan rinci tentang syarat dan prosedur menjadi agen PT Philips Indonesia;

(19)

 

 

3. Untuk memperoleh deskripsi secara lengkap, jelas, sistematis dan rinci tentang upaya hukum yang dapat dipilih jika terjadi wanprestasi pada perjanjian keagenan philips.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan input baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai perjanjian keagenan. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan :

a. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan masyarakat luas yang nantinya berniat mengunakan sistem bisnis keagenan dalam usahanya;

b. Menganalisis syarat dan prosedur yang harus dipenuhi dalam mendirikan sebuah agen, serta upaya hukum apa yang dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran dalam perjanjian keagenan berdasarkan isi dari perjanjian antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama;

(20)

             

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hubungan Hukum Keperdataan

Hubungan hukum keperdataan lahir berdasarkan perikatan dimana antara dua

orang atau dua pihak saling mengikatkan diri, hal yang mengikat antara kedua

belah pihak tersebut adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan,

kejadian, dan berupa keadaan, dan peristiwa hukum tersebut menciptakan

hubungan hukum.6 dimana satu pihak berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.7

Peristiwa hukum dalam hubungan bisnis umumnya dilakukan berdasarkan pada

perjanjian.

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPdt, yaitu suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih

lainya. Perjanjian menurut Herlien Budiono, adalah perbuatan hukum yang

menimbulkan, berubahnya, atau hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan

       6 

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm.229 

7

(21)

 

 

hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang

merupakan tujuan para pihak.8

Menurut subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.9 Menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian dalam arti sempit adalah

persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk

melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan di bidang harta kekayaan.10

2. Syarat Sah Perjanjian

Suatu perjanjian akan dianggap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang

tercantum di dalam undang-undang. Di dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPdt

syarat sahnya perjanjian meliputi:

a. sepakatnya kedua belah pihak

suatu perjanjian dapat dianggap sah apabila kedua belah pihak telah sepakat

atau seiya sekata menyetujui isi dari perjanjian yang telah mereka buat serta

tidak ada paksaan dari salah satu pihak.

b. adanya kecakapan kedua belah pihak untuk melaksanakan suatu perjanjian

orang yang dianggap cakap atau telah memenuhi syarat untuk melaksanakan

suatu perjanjian ialah orang yang telah dewasa (telah berumur 21 tahun) atau

orang yang telah menikah serta tidak sedang di dalam pengampuan;

      

8

Herlien Budiono :Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapanya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hlm.3

9

Subekti, loc. cit  10 

(22)

  9 

c. adanya objek tertentu

Yang menjadi ojek tertentu dalam suatu perjanjian adalah prestasi atau hal

yang ingin dicapai, prestasi terdiri dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu,

dan tidak berbuat sesuatu;

d. kausa yang halal

sebuah perjanjian dilaksanakan harus karena kausa yang halal dan bukan

berdasarkan kausa yang di larang atau bertentangan dengan undang-undang

kesusilaan dan ketertiban umum, apabila di dalam sebuah perjanjian berisi

kausa yang dilarang maka perjanjian tersebut dianggap batal atau dianggap

tidak pernah ada.11

3. Prestasi dan Wanprestasi

a. Pengertian Prestasi

Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan.

Prestasi merupakan obyek dari perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban

memenuhi prestasi selalu disertai dengan jaminan harta kekayaan debitor. Dalam

Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPdt dinyatakan bahwa harta kekayaan debitor

baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang

akan ada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditor. Namun,

jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu

yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.12

       11 ibid

, hlm.292

12 

(23)

 

 

10 

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, selalu ada tiga kemungkinan wujud

prestasi yaitu:

(1)Memberikan sesuatu, misalnya, menyerahkan benda, membayar harga benda,

dan memberikan hibah penelitian;

(2)Melakukan sesuatu, misalnya, mengangkut barangtertentu, dan menjaga

rahasia perusahaan;

(3)Tidak melakukan sesuatu, misalnya, tidak melakukan persaingan tidak sehat,

tidak melakukan dumping,dan tidak memakai merk orang lain.13

b. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi ialah tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam sebuah

perikatan. Untuk menentukan apakah seorang debitor bersalah melakukan

wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor dikatakan sengaja

atau lalai tidak memenuhi prestasi. Dalam hal ini, ada tiga keadaan, yaitu:

(1)Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali;

(2)Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru; dan

(3)Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.14

c. Wanprestasi Karena Keadaan Memaksa

Keadaan memaksa atau (force majeure) adalah keadaan tidak dipenuhinya

prestasi oleh debitor karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak

dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa,

       13 

ibid, hlm.239 

14 

(24)

  11 

debitor tidak dapat disalahkan karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan

kemampuan debitor. Unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut:

(1)Tidak dipenuhinya prestasi karena membinasakan atau memusnahkan benda

obyek perikatan;

(2)Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan

debitor untuk berprestasi;

(3)Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu

membuat perikatan.15

B. Gambaran Umum tentang Perusahaan

1. Pengertian Perusahaan

Menurut undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar Perusahaan

Pasal 1 huruf (b), perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap

jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta

berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesi, untuk tujuan

memperoleh keuntungan dan atau laba. Dan menurut undang-undang Nomor 8

Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1 butir (2), perusahaan adalah

setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus-menerus

dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba baik yang diselengarakan oleh

orang perseorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang

didirikan yang berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.16

       15 

Ibid, hlm.243 

16 

(25)

 

 

12 

2. Bentuk Usaha

Perusahaan jika dilihat dari segi kepemilikan perusahaan dibedakan menjadi

perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Sedangkan jika di lihat

dari status kepemilikan perusahaan, perusahaan di bedakan menjadi perusahaan

milik swasta dan perusahaan milik negara. Dan dilihat dari segi bentuk

hukumnya, perusahaan dibedakan menjadi perusahaan bukan badan hukum dan

perusahaan berbadan hukum.

a. Bentuk Usaha Bukan Badan Hukum

Bentuk usaha bukan badan hukum biasanya di miliki oleh orang perseorangan,

sekelompok orang atau persekutuan dan hanya dimiliki oleh swasta. Bentuk usaha

bukan badan hukum diantaranya adalah:

(1)Perusahaan Perseorangan

Perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dilakukan oleh satu orang

pengusaha dengan tujuan mencari laba atau keuntungan.17 Contoh dari

perusahaan perseorangan adalah: toko, kios, restoran, penjahit, salon dll

(2)Persekutuan Firma

Persekutuan firma adalah perserikatan yang diadakan untuk menjalankan

perusahaan dengan memakai nama bersama, kepentingan bersama, kehendak

bersama dan tujuan bersama.18

       17 

ibid, hlm.26 

18

(26)

  13 

(3)Persekutuan Komanditer ( Commanditaire Vennotscap)

Persekutuan komanditer (CV) adalah firma yang mempunyai satu atau

beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer (silent partner) adalah

sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang, atau tenaga sebagai pemasukan

pada persekutuan, dan tidak turut campur dalam pengurusan atau

penguasaan.19

b. Bentuk Usaha Badan Hukum

Pengertian badan hukum menurut Soebekti “ suatu badan atau perkumpulan yang

dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta

memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat, dan mengugat di muka hakim.’’20

Beberapa contoh perusahaan berbadan hukum diantaranya:

(1)Perseroan Terbatas

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUPT perseroan terbatas adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini

serta peraturan pelaksanaannya.

(2)Badan Usaha Koperasi

Koperasi berasal dari bahasa inggris yaitu cooperation atau bahasa belanda

cooperatie, artinya kerja sama yang terjadi antara beberapa orang untuk

       19 

Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm.93

20 

(27)

 

 

14 

mencapai tujuan yang sulit di capai secara perseorangan. Tujuan yang sama

itu adalah kepentingan ekonomi berupa peningkatan kesejahteraan bersama.21

c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Badan Usaha Milik Negara atau selanjutnya disingkat BUMN diatur dalam

Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003. BUMN adalah badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimilik oleh negara melalui penyertaan secara

langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.22 Beberapa contoh

BUMN adalah sebagai berikut:

(1)Perusahaan Perseroaan (PERSERO)

Persero merupakan perseroan terbatas atau PT yang seluruh atau sebagian

besar sahamnya dimiliki oleh negara. Pendirian persero diusulkan oleh

menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji

dengan menteri teknis dan menteri keuangan. Beberapa contoh persero

diantaranya: PT Pos Indonesia Persero, PT Pindad Pesero dan lain-lain.

(2)Perusahaan Umum (PERUM)

Perusahaan umum atau PERUM merupakan perusahaan yang didirikan oleh

negara untuk kepentingan masyarakat banyak dan tidak semata-mata untuk

mengejar keuntungan. Pendirian perum diusulkan oleh menteri kepada

presiden disertai dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri

Teknis dan Menteri Keuangan. Contoh dari perum misalnya PERUM damri .

       21 

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm.152

22 

(28)

  15 

3. Kegiatan Usaha

Kegiatan perusahaan secara garis besar dapat dibedakan atas 3 kelompok bidang

usaha, yaitu sebagai berikut:

a. Kegiatan Usaha Perdagangan (Commerce)

Kegiatan usaha perdagangan yaitu keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan

oleh orang perseorangan kepada perusahaan , atau perusahaan kepada perusahaan

baik didalam negeri ataupun luar negeri, untuk tujuan memperoleh keuntungan.

Contoh perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan yaitu: dealer, agen,

grosir, dan lainya.23

b. Kegiatan Usaha Industri

Kegiatan usaha industri yaitu kegiatan memproduksi atau menghasilkan

barang-barang yang nilainya lebih berguna dari pada nilai guna benda pada asalnya.

Cantoh: pabrik makanan, pakaian dan lainya.24

c. Kegiatan Usaha Jasa

Kegiatan usaha jasa adalah kegiatan usaha yang menawarkan jasa-jasa misalnya:

jasa pariwisata, asuransi, kredit, dan jasa-jasa lainya.

C. Perjanjian Keagenan

Agar terjamin kepastian hukum, hubungan hukum keagenan dibuat secara tertulis

yang disebut kontrak. Kontrak keagenan sah dan mengikat sejak ditandatangani

oleh pihak-pihak. Jika belum ditandatangani, kontrak keagenan mengikat sejak

      

23 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta,

2007), hlm.2

24 

(29)

 

 

16 

diterimanya facsimile, telegram, surat persetujuan, atau pemberitahuan melalui

telepon.25

1. Pengertian Perjanjian Keagenan

Perjanjian keagenan (agency agreement) adalah perjanjian pemberian kuasa

bersifat perwakilan tetap atau tidak tetap antara perusahaan sejenis yang satu dan

perusahaan sejenis yang lain untuk melaksanakan segala kepentingan prinsipal di

wilayah pemasaran tertentu. Dalam hubungan hukum keagenan perusahaan

sejenis yang diwakili kepentiganya disebut prinsipal dan perusahaan yang diberi

kuasa untuk mewakili kepentigan prisipal disebut agen perusahaan. Status hukum

prinsipal adalah perusahaan pemberi kuasa kepada agen perusahaan untuk

mengadakan perjanjian atau, melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak

ketiga untuk kepentigan dan atas nama prinsipal.

Status hukum agen perusahaan adalah perusahaan berdiri sendiri sebagai

penerima kuasa untuk mengadakan perjanjian atau melakukan perbuatan hukum

dengan pihak ketiga atas nama prinsipal.26Menurut sistem hukum perdata

Indonesia, kontrak keagenan tunduk pada ketentuan hukum pemberian kuasa

(lastgeving) yang diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPdt.

2. Pengertian Agen atau Distributor

Banyak istilah dalam teori hukum maupun praktek ditujukan untuk pengertian

agen atau distributor ini misalnya sebagai berikut: broker, pialang, dealer,

      

25

ibid. hlm.44

(30)

  17 

makelar, kommisioner, ekspeditur, calo, representative, perantara, dan lain-lain.

Meskipun banyak istilah yang digunakan untuk pengertian agen ini, tapi istilah

“agen” ( dalam bahasa inggris disebut “agent”) lebih sering digunakan dalam

literature dan lebih mempunyai karakteristik yang umum sehingga dalam tulisan

ini akan konsisten menggunakan istilah agen.27 Sebenarnya yang dimaksud

dengan agen adalah seseorang atau suatu perusahaan yang mewakili pihak lainya

(yang disebut dengan prinsipal) untuk melakukan kegiatan bisnis (misalnya

menjual produk) untuk dan atas nama prinsipal kepada pihak ketiga dalam suatu

wilayah pemasaran tertentu, dimana sebagai imbalan atas jerih payahnya itu, agen

akan mendapatkan komisi tertentu.28

Hubungan kerjasama tersebut diperlukan karena perkembangan perusahaan

dengan jumlah produksi yang semakin meningkat memerlukan pemasaran atau

perluasan pemasaran produk ke satu wilayah atau beberapa wilayah lain dalam

suatu Negara atau antar Negara.29 Pemasaran produk tersebut tidak bersifat

sementara melainkan berlangsung terus menerus untuk jangka waktu yang relatif

lama.

3. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Keagenan

a. Prinsipal

Prinsipal adalah perusahaan atau perseorangan yang dalam suatu perjanjian

keagenan memberikan amanat kepada pihak lain (agen perusahaan) untuk

       27 

Adil Samadani : Dasar- Dasar Hukum Bisnis, (Bandung: Pustaka Yustisia, 2013), Hlm. 85

28

Munir Fuady : Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis di Era Global, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 244

(31)

 

 

18 

melaksanakan suatu transaksi perdagangan.30 Pada penelitian ini yang menjadi

prinsipal adalah PT Philips Indonesia.

b. Agen Perusahaan

Agen perusahaan adalah perusahaan yang mendapatkan kuasa dari prinsipal untuk

mewakili prinsipal untuk mengadakan perjanjian atau melakukan perbuatan

hukum dengan pihak ketiga atas nama prinsipal di daerah tertentu yang telah

ditentukan di dalam perjanjian keagenan.31 Pada penelitian ini yang menjadi agen

perusahaan adalah PT Mitra Abadi Pratama.

4. Kewajiban dan Tanggung Jawab Para Pihak

Dalam perjanjian keagenan kedua belah pihak memiliki kewajiban dan tanggung

jawabnya masing-masing, antara lain:

a. Kewajiban dan Tanggung jawab Prinsipal

(1)penyerahan barang untuk dijual

prinsipal menyerahkan barang kepada agen perusahaan untuk dipasarkan atau

di jual kepada konsumen di wilayah pemasaran tempat kedudukan hukum

agen perusahaan.

(2)pembayaran komisi dan biaya pelaksanaan kontrak keagenan

prinsipal berkewajiban membayar biaya kontrak keagenan kepada agen

perusahaan.

(3)penjaminan cacat tersembunyi

      

30 http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/prinsipal.aspx diakses pada sabtu 27

september 2014 pukul 22.35

(32)

  19 

prinsipal berkewajiban menjamin produk yang dipasarkan apabila terdapat

cacat tersembunyi, prinsipal wajib bertanggung jawab menganti produk

tersebut dengan produk yang baik tanpa cacat, atau pun dapat menganti biaya

perbaikan barang yang mengalami cacat tersebut.32

b. Kewajiban dan Tanggung Jawab Agen Perusahaan

(1)pelaksanaan kuasa secara teliti dan professional

agen perusahaan bertanggung jawab menjalankan kuasa yang telah diberikan

oleh prinsipal berdasarkan isi kontrak perjanjian di wilayah kedudukan hukum

agen perusahaan tersebut.

(2)Laporan pertanggung jawaban atas pelaksanaan kontrak keagenan

Agen perusahaan berkewajiban menyapaikan laporan pertanggungjawaban

tertulis kepada prinsipal mengenai kinerja pelaksanaan kontrak yang telah

dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.

(3)Pembayaran lebih dulu biaya pelaksanaan kontrak keagenan

Agen perusahaan berkewajiban membayar terlebih dahulu kontrak keagenan

untuk dan atas nama prinsipal.33

5. Jenis-Jenis Keagenan

Ada beberapa macam bentuk keagenan yang berdiri di Indonesia diantaranya

adalah:

       32ibid, hlm.46

(33)

 

 

20 

a. Agen Manufaktur

Agen manufaktur adalah agen yang berhubungan langsung dengan pabrik untuk

melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksi

tersebut;

b. Agen Penjualan

Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual yang

bertugas untuk menjual barang-barang milik pihak prinsipal kepada konsumen;

c. Agen Pembelian

Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli yang

bertugas untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah

ditentukan;

d. Agen umum

Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk

melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukam;

e. Agen Khusus

Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus perkasus atau

melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut;

f. Agen Tunggal atau Eklusif

Agen yang penunjukannya hanya satu agen untuk mewakili prinsipal untuk satu

wilayah tertentu.34

       34 

(34)

  21 

D. Upaya Penyelesaian Sengketa Bisnis

Kemajuan bidang industri mengakibatkan perkembangan perdagangan yang cepat

dan luas. Perkembangan perdagangan menciptakan berbagai hubungan hukum

perjanjian antara para pengusaha. Dalam hubungan hukum tersebut, para pihak

wajib memenuhi kewajiban mereka masing-masing secara timbal balik. Dalam

pemenuhan kewajiban itu mungkin pula terjadi perbedaan interpretasi atau silang

pendapat yang dapat menuju pada sengketa kepentingan yang lazim disebut

sengketa perdagangan. Sengketa perdagangan akan menjadi masalah jika tidak

dapat diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak. Untuk mengatasi hal tersebut, para

pengusaha yang bersengketa berupaya mencari penyelesaian melalui peradilan

umum (litigasi atau nonlitigasi) yang dibentuk oleh negara.35

1. Peradilan Negeri

Apabila penyelesaian sengketa perdagangan melalui peradilan umum, sudah dapat

diduga bahwa proses penyelesaian sengketa akan memerlukan perjalanan waktu

yang cukup lama, dengan biaya relatif mahal. Hal ini ini sudah pasti bertentangan

dengan filosofi para pengusaha yang berpegang pada prinsip “time is money”.

Penyelesaian sengketa perdagangan yang dibutuhkan pengusaha justru yang

memenuhi asas peradilan sederhana: waktu relatif singkat, biaya relatif murah,

putusan yang adil, kekuatan mengikat, dan eksekusi putusannya sama dengan

       35

(35)

 

 

22 

putusan hakim peradilan umum. Peradilan alternatif yang dimaksud adalah

arbitrase.36

2. Aribitrase

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

(selanjutnya disingkat UU No.30 Tahun 1999) menyatakan arbitrase adalah cara

penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Sedangkan Pasal 1 Ayat (10) menyatakan alternatif penyelesaian sengketa adalah

lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang

disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara

konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Sengketa para pihak

yang secara tegas sudah terikat dalam perjanjian arbitrase menjadi wewenang

arbitrase, bukan wewenang peradilan umum (pengadilan negeri).37

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (8) UU No. 30 Tahun 1999 bahwa lembaga

arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk

memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat

memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu

dalam hal belum timbul sengketa. Atas pasar pasal ini, lembaga Arbitrase

diartikan sama dengan badan arbitrase, yang dipilih oleh para pihak yang

bersengketa. Pihak yang bersengketa adalah para pengusaha. Dibandingkan

dengan proses litigasi di pengadilan, arbitrase mempunyai kelemahan, yaitu tidak

       36Ibid., hlm. 617

(36)

  23 

mempunyai kekuatan untuk eksekusi putusan, jika pihak yang kalah tidak mau

secara sukarela memenuhi putusan arbitrase38.

a. Peraturan Lembaga Arbitrase

Dalam UU No. 30 Tahun 1999 diatur tentang ketentuan mengenai Lembaga

Arbitrase. Agar penyelesaian tersebut dapat dilakukan dengan sempurna, perlu

diketahui dan diinventarisasikan lebih dahulu berbagai ketentuan umum mengenai

Lembaga Arbitrase dan ketentuan khusus mengenai acara arbitrase. Penyesuaian

yang dimaksud dapat dilakukan oleh Lembaga Arbitrase yang sudah ada (BANI

dan Basyarnas) sehingga eksistensi kedua Lembaga Arbitrase tersebut memenuhi

ketentuan pasal-pasal UU No. 30 Tahun 1999. Penyesuaian tersebut tercantum

dalam akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar Lembaga Arbitrase yang

bersangkutan.

(1) Dasar Hukum Lembaga Arbitrase

Berdasarkan Pasal 2 UU No. 30 Tahun 1999 Lembaga Arbitrase adalah badan

yang dipilih berdasarkan perjanjian oleh para pihak (pengusaha) yang

bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu di bidang

perdagangan, perindustrian, atau keuangan. Berdasarkan Pasal 3 UU No. 30

Tahun 1999 pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa

para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Lembaga Arbitrase

tersebut dapat juga memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu

hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

      

38 Rahmadi Usman, Mediasi di Pengadilan: dalam teori dan praktik (Jakarta: Sinar

(37)

 

 

24 

Atas permohonan pihak yang bersangkutan, Lembaga Arbitrase atau Lembaga

Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat menyelesaikan sengketa atau beda

pendapat melalui prosedur yang disepakati pihak-pihak, yakni penyelesaian di

luar pengadilan dengan cara kosultasi, negoisasi, mediasi, konsolidasi, atau

penilaian ahli. Usaha penyelesaian sengketa melalui mediator atau

konsolidator dalam waktu paling lama tiga puluh hari harus tercapai

kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang

terkait. Kesepakatan tertulis ini adalah final dan mengikat pihak-pihak untuk

dilaksanakan dengan itikad baik.39 Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan di

pengadilan negeri dalam waktu paling lama tiga puluh hari sejak

penandatanganan.40

Pasal 5 Ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 menyatakan sengketa yang dapat

diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan

mengenai hak yang menurut hukum dan perundang-undangan dikuasai

sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Berdasarkan Pasal 66 huruf b UU

No.30 tahun 1999, lingkup bidang perdagangan yang dimaksud meliputi

kegiatan, antara lain, di bidang perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman

modal, industri dan Hak Kekayaan Intelektual.

        

40 

(38)

  25 

(2) Syarat Kompetensi Arbitrase

Pasal 7 dan Pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999 menyatakan sengketa yang terjadi

atau yang akan terjadi, yang ingin diselesaikan melalui arbitrase harus secara

tegas memuat “klausula arbitrase” dalam perjanjian tertulis yang mereka tanda

tangani. Permohonan tertulis penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus

memuat nama dan alamat para pihak, penunjukan klausula atau perjanjian

arbitrase, masalah yang menjadi sengketa, dasar tuntutan dan jumlah yang

dituntut, cara penyelesaian yang dikehendaki, perjanjian atau usul jumlah

arbiter dalam jumlah ganjil.

Pada Pasal 11 tertulis adanya perjanjian arbitrase yang meniadakan hak para

pihak untuk mengajukan pernyelasaian sengketa atau beda pendapat yang

termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri. Pengadilan negeri wajib

menolak dan tidak campur tangan dalam suatu penyelesaian sengketa yang

telah ditetapkan dalam undang-undang ini. Klausula arbitrase dalam kontrak

yang dibuat pihak-pihak, baik sebelum maupun sesudah terjadi sengketa

menentukan tentang kompetensi absolut arbitrase.

E. Gambaran Umum PT Philips

PT Philips Indonesia merupakan perwakilan dari Koninklijke Philips Electronics

atau (Royal Dutch Philips Electronics Ltd) atau biasa dikenal Philips. Philips

merupakan salah satu produsen produk elektronik terbesar didunia didirikan pada

tahun 1891 oleh Gerard Philips di kota Amsterdam Belanda.41Philips terbagi

dalam beberapa divisi yaitu: devisi peralatan elektronik rumah tangga (Philips

      

(39)

 

 

26 

Consumer Electronics), devisi peralatan listrik (Philips Semiconductors), devisi

perlampuan atau (Philips Lighting), devisi alat perlengkapan medis (Philips

Medical Systems) dan devisi perlengkapan perawatan diri (Philips Domestic

Appliances and Personal Care).42 Pada tahun 2004 Philips telah membuka kantor

cabang atau perwakilannya di Indonesia dengan nama PT Philips Indonesia.

Seperti yang terdapat pada Project Dealer Agreement project and Institution

Channel No.558/Leg/C/XII/2013 yang selanjutnya disebut perjanjian keagenan

Philips:

PT Philips Indonesia adalah suatu perseroan terbatas yang diselengarakan

menurut undang-undang Indonesia, berkedudukan hukum di Jalan Buncit Raya

Kav.99 Jakarta Pusat, yang mewakili Perusahaan Koninklijke Philips Electronic

pada perjanjian keagenan Philips di wakili oleh Tn. Ruud Jozef Zwerink, Tn. Aris

Winarno, dan Tn. Yustinus Sigit.

Untuk memperluas daerah pemasaranya PT Philips Indonesia bekerja sama

dengan PT Mitra Abadi Pratama. Di dalam perjanjian Philips PT Mitra Abadi

Pratama merupakan suatu perseroan terbatas yang diselengarakan menurut

undang-undang Indonesia, berkedudukan hukum di Jalan Kartini No.130 Palapa

Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung. Selaku agen perusahaan Philips yang

memasarkan produk Philips untuk wilayah lampung dalam perjanjian keagenan

ini diwakili oleh Ir. Susanto Wijaya selaku pemegang saham utama dari PT Mitra

Abadi Pratama. Selain itu PT Mitra Abadi Pratama memiliki beberapa partnership

yang melakukan perjanjian sejenis dengan PT Philips Indonesia antaralain sebagai

       42 

http://id.wikipedia.org/wiki/Philips 

(40)

  27 

berikut : PT. Mitra Jambi Pratama yang berkedudukan di Jl. Sumbawa No.26/27

RT.024 Thehok Jambi Selatan, PT Pratama Abadi Mitra Mandiri berkedudukan di

Komplek Ruko Ario Kemuning Jl.Jendral Sudirman No.09 RT.003 Palembang,

dan PT Sinar Abadi Pratama berkedudukan di Jl. Koba Raya Km. 2 Komplek

(41)

 

 

28 

F. Kerangka Pikir

PT. Mitra Abadi Pratama PT.Philips Indonesia

Perjanjian Keagenan Philips

Hak dan Kewajiban Prinsipal

Hak dan Kewajiban Agen Perusahaan

Wanprestasi terhadap Isi Perjanjian

Upaya Hukum Syarat dan Prosedur

(42)

  29 

Penjelasan:

Perjanjian keagenan yang dibuat oleh PT Philips Indonesia sebagai Prinsipal dan

PT Mitra Abadi Pratama sebagai Agen Perusahaan. Sebelum menjadi agen

perusahaan, PT Mitra Abadi Pratama harus memenuhi syarat dan prosedur untuk

menjadi agen yang diajukan oleh PT Philips Indonesia. Setelah memenuhi syarat

dan prosedur barulah perjanjian keagenan tersebut ditanda tangani oleh kedua

belah pihak.

Perjanjian keagenan setelah dibuat melahirkan akibat hukum atau hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Hak dan kewajiban

tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik agar tercapainya prestasi yang

disepakati oleh kedua belah pihak. Di dalam setiap perjanjian terdapat

kemungkinan kemungkinan masalah yang akan muncul seperti tidak terpenuhinya

prestasi, keterlambatan, terpenuhinya prestasi tetapi hanya sebagian saja. Hal

tersebut dapat di kategorikan sebagai wanprestasi atau kegagalan salah satu pihak

memenuhi prestasi yang disebabkan oleh kelalaian salah satu pihak yang mungkin

saja di luar kemampuannya atau biasa disebut force majure atau keadaan

memaksa.

Apabila terjadi wanprestasi maka harus dipilihkan upaya penyelesaian sengketa

bisnis yang diantaranya adalah melalui pengadilan negeri dan melalui

penyelesaian sengketa alternatif arbitrase. Supaya dapat dijamin kepastian hukum

atas tanggung jawab dari pihak yang melakukan pelanggaran tersebut.

Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan secara lengkap, jelas, dan

(43)

 

 

30 

Pratama menjadi agen perusahaan Philips, hak dan kewajiban para pihak dalam

melaksanakan perjanjian keagenan, serta upaya hukum yang dapat dilakukan jika

(44)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berfikir dan bertindak logis,

metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau fakta

empiris yang terjadi, atau yang ada di sekitar kita untuk direkonstruksi guna

mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan. Berfikir logis adalah

berfikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu pengetahuan dengan

bebas dan mendalam sampai ke dasar persoalan guna mengungkapkan kebenaran.

Metodis adalah berfikir dan berbuat menurut metode tertentu yang kebenaranya

diakui menurut penalaran. Sistematis adalah berfikir dan berbuat yang bersistem,

yaitu runtun, berurutan, dan tidak tumpang tindih.43

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif empiris (applied law

research), adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi

ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in

action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi masyarakat guna

mencapai tujuan yang telah ditentukan.44 Sedangkan strategi penelitianya adalah

pendekatan normatif terapan (applied law approach). Untuk menggunakan        

43 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004), hlm. 2.

(45)

 

 

32 

pendekatan normatif terapan, peneliti terlebih dahulu telah merumuskan masalah

dan tujuan penelitian. Masalah dan tujuan perlu dirumuskan secara rinci, jelas,

dan akurat. Makin rinci jelas dan akurat rumusan masalah, makin jelas, luas, dan

pasti tujuan yang akan dicapai peneliti.45 Penelitian tersebut dapat dilakukan

(terutama) terhadap bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

sepanjang bahan-bahan tersebut mengandung kaedah hukum di dalam penelitian

ini, sehingga penelitian ini dapat menghasilkan kebenaran tentang bagaimana

perjanjian keagenan antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama

Bandar Lampung.

B. Tipe Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe

penelitian adalah tipe deskriptif, tipe penelitian hukum deskriptif bersifat

pemaparan dan betujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap

tentang keadaaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu

atau mengenai peristiwa yang terjadi masyarakat.46 Pada penelitian ini, penulis

menganalisis secara jelas, rinci dan sistematis bagaimana perjanjian keagenan

antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama Bandarlampung.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah

melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan nonjudicial case study

        45 Ibid., hlm.144. 

(46)

  33 

adalah penerapan hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu (contohnya

kasus kontrak) sampai berakhir tanpa terjadi konflik. Pemenuhan kewajiban dan

hak (kontrak) telah dilakukan sebagaimana mestinya. Walaupun terjadi konflik,

pihak-pihak dapat menyelesaikan sendiri secara baik, patut, atau layak.47 Dalam

hal ini, tanggung jawab kontrak sudah dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum

normatif yang telah tercantum dalam perjanjian keagenan antara PT Philips

Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama di Bandarlampung. Ini berarti hukum

normatif telah diterapkan sebagaimana mestinya dan tujuan telah dicapai oleh

keduabelah pihak.

D. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan 2(dua) jenis data dalam melakukan, data tersebut

yaitu :

1. Data Primer

Data Primer adalah meliputi data perilaku terapan dari perilaku normatif terhadap

peristiwa hukum in concreto. Banyaknya data primer bergantung dari banyaknya

tolok ukur normatif yang diterapkan pada peristiwa hukum.48 Data primer dapat

dilakukan dengan observasi disertai pencatatan di lokasi penelitian. Data primer

yang dimaksud tersebut berupa perilaku yang bersumber dari kebiasaan (custom)

atau kepatutan (equity) yang tidak tertulis, tetapi dibenarkan berdasarkan pasal

1339 BW.

        47 Ibid., hlm. 149. 

(47)

 

 

34 

Data primer dalam penelitian ini, berasal dari wawancara dan pencatatan sebagai

data pendukung, yang semuanya diperoleh dari PT Mitra Abadi Pratama yang

merupakan agen perusahaan, dalam perjanjian keagenan Philips.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang berasal dari ketentuan perundang-undangan,

yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya.49

Data sekunder terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang berasal dari ketentuan

perundang-undangan dan dokumen hukum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari:

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

(2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

(3) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; serta

(4) Perjanjian keagenan Philips.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu

hukum, bahan kuliah, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan

penelitian atau masalah yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari internet.

       

(48)

  35 

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :

1. Studi kepustakaan (library research), yaitu studi yang dilakukan dengan

cara mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan serta

dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penulisan ini.

2. Studi dokumen, yaitu studi yang dilakukan dengan cara membaca,

menelaah, dan mengkaji dokumen-dokumen yang menjadi berkaitan dengan

penelitian ini yaitu dokumen perjanjian keagenan Philips.

3.Wawancara (interview), yaitu kegiatan pengumpulan data primer yang

bersumber langsung dari responden penelitian di lapangan (lokasi

penelitian). Dalam hal ini wawancara ditujukan, khususnya kepada pihak

agen perusahaan(Penerima kuasa keagenan) Philips di Bandarlampung .

Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah melalui tahap-tahap, sebagai

berikut:

1. Seleksi data, yaitu memeriksa kembali apakah data yang diperoleh itu

relevan dan sesuai dengan bahasan, selanjutnya apabila data ada yang

salah akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap

akan dilengkapi.

2. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan

(49)

 

 

36 

3. Sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang

telah ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara

sistematis.50

F. Analisis Data

Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis dengan menggunakan

metode analisis kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk

kalimat-kalimat yang tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih

dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil

analisis.51

Data dalam penelitian ini akan diuraikan kedalam kalimat-kalimat yang tersusun

secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan pada akhirnya

dapat ditarik kesimpulan secara induktif sebagai jawaban singkat dari

permasalahan yang diteliti.

       

(50)

BAB V KESIMPULAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. PT Mitra Abadi Pratama telah memenuhi syarat dan prosedur untuk menjadi

agen PT Philips Indonesia. Dengan syarat-syarat antara lain: berbadan hukum

perseroan, melengkapi persyaratan teknis, dan memiliki jumlah minimal

tenaga kerja. Kemudian, prosedur yang harus dilalui yaitu mengajukan

permohonan untuk menjadi agen, membuat Nota Kesepahaman Awal atau

MOU, negosiasi, penunjukkan sebagai agen perusahaan, pelatihan tenaga

kerja, dan pembukaan kantor agen perusahaan

2. Berdasarkan perjanjian keagenan Philips kewajiban PT Mitra Abadi Pratama

sebagai agen perusahaan adalah: memenuhi tingkat penjualan yang

ditentukan, melaksanakan fungsi distribusi (penjualan, pengiriman dan

penagihan), melaporkan secara transparan dan akurat setiap proyek yang

diperlukan untuk mengetahui perkembangan pasar. Hak PT Mitra Abadi

Pratama adalah dijamin pendaftaran atas produk pada instansi yang

berwenang dibidangnya, menerima produk untuk didistribusikan, menerima

(51)

  65 

timbul oleh produk cacat, diberikan bantuan periklanan, dan mendapatkan

pelatihan tenaga kerja. Kewajiban PT Philips Indonesia sebagai prinsipal

adalah hak yang diberikan kepada agen perusahaan sedangkan hak dari

prinsipal merupakan kewajiban dari agen perusahaan.

3. Di dalam perjanjian hubungan bisnis keagenan harus memuat bagian

penyelesaian perselisihan yang dipilih jika terjadi wanprestasi. Di dalam

perjanjian keagenan Philips sudah memuat penyelesaian perselisihan yang

dipilih jika terjadi wanprestasi. Yaitu melalui Badan Arbitrase Nasional

Indonesia (BANI). Apabila dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) hari para pihak

telah berupaya bermusyawarah dan tidak mencapai kesepakatan dalam

(52)

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur

 

Budiono, Herlien. 2011 :Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapanya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti

 

Burton Simatupang, Richard. 2007. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Fuady, Munir. 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Ibrahim, Johanes dan Lindawati Sewu. 2007. Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern.Bandung: PT Refika Aditama.

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

___________________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum.Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

___________________. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Raharjo, Handri 2013 Hukum Perusahaan. Yogyakarta : Pustaka Yustisia. 

Subekti.1987.Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Citra Aditya Bhakti, Cet. Ke-4 ______. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Intermasa.

(53)

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

C. Website

www.pricepanda.co.id/philips/

http://id.wikipedia.org/wiki/Philips 

 

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, dimana pokok masalah yang diajukan oleh peneliti terbukti bahwa faktor pemberdayaan yang terdiri dari motivasi, pendidikan, pelatihan, penempatan dan

2) Menambah cawangan dengan lebih banyak agar dapat mengaut keuntungan yang lebih tinggi.. 3) Menambah besarkan kedai agar lebih banyak pelanggan yang akan mengunjungi

Faktor personal adalah faktor yang berada pada diri sendiri. Faktor personal antara lain sifat dan bakat. Selain itu harga diri, efikasi diri, dan kemampuan

Stipho (1998) pada penelitiannya yang menggunakan resin akrilik swapolimerisasi yang ditambah serat kaca potongan kecil ukuran 2 mm didapatkan nilai kekuatan transversalnya sebesar

Fokus pada penelitian ini adalah Penanganan dalam hal ini adalah Pencegahan Dan Penegakan Hukum Kasus Kartel oleh KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Kantor

Dari latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, maka perlu rasanya diteliti lebih mendalam silibus pengajian akidah dan metode yang digunakan oleh guru dan

Soedjono (2006 : 14-18) Dalam aspek teknikal, beberapa efek dapat dihasilkan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang juga akan berpengaruh pada hasil akhirnya, seperti