ABSTRAK
SYARAT DAN PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN
ANTARA PT PHILIPS INDONESIA DAN PT MITRA ABADI PRATAMA
Oleh
JEFRI REFLIANDO ABDIANSA
Keagenan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang usaha sejenis untuk memasarkan produk, barang, dan jasa di wilayah pemasaran tertentu. PT Mitra Abadi Pratama merupakan sebuah agen perusahaan dari PT Philips Indonesia sebagai prinsipalnya yang mendistribusikan produk-produk Philips untuk wilayah Lampung. Untuk menjadi agen, sebuah perusahaan harus memenuhi syarat dan prosedur yang ditentukan oleh pihak prinsipal sebagai pemberi kuasa keagenan yang diikat dengan perjanjian keagenan. Perjanjian keagenan memuat kewajiban dan hak para pihak termasuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak apabila terjadi perselisihan atau wanprestasi. Penelitian ini akan mengkaji mengenai syarat dan prosedur menjadi agen PT Philips Indonesia, kewajiban dan hak para pihak dalam perjanjian keagenan serta upaya hukum yang dipilih apabila terjadi wanprestasi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris (applied law research) dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari hasil pencatatan dan wawancara dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, studi dokumen dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, dan sistematika data. Data yang terkumpul kemudian di analisis secara kualitatif.
memenuhi tingkat minimal penjualan, menyediakan fasilitas kerja, melaksanakan fungsi distribusi, menjual produk dalam kemasan aslinya, melaporkan setiap proyek yang akan dan sedang dikerjakan, memberitahukan perkembangan pasar yang mempengaruhi harga produk, memantau pengaduan dan tuntutan yang merugikan yang berhubungan dengan distribusi, dan mengikuti program marketing yang diinstruksikan. Hak agen adalah dijamin pendaftaran yang diperlukan atas produk pada instansi yang berwenang, menerima produk untuk didistribusikan, menerima keuntungan, diberi ganti rugi atas tuntutan yang timbul oleh produk yang cacat, diberikan bantuan promosi, dan mendapatkan pelatihan tenaga kerja. Kewajiban prinsipal adalah: menjamin pendaftaran hak atas produk, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk, memenuhi pesanan dengan segera, menganti ganti rugi atas segala tuntutan yang timbul oleh produk yang cacat, melengkapi agen dengan bantuan promosi, memberikan pelatihan tenaga kerja , dan menjamin cacat tersembunyi. hak prinsipal adalah diwakili untuk melakukan fungsi distribusi produknya, diakui hak milik dagangnya, mendapatkan informasi tentang pelangan dan laporan proyek yang sedang dan akan berlangsung, serta menerima pembayaran produk yang telah dikirim. Upaya hukum yang dipilih apabila terjadi wanprestasi pada perjanjian keagenan Philips ialah lembaga Arbitrase.
v
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Jefri Refliando Abdiansa,
penulis dilahirkan pada tanggal 08 Juli 1992 di Kabupaten
Waykanan Lampung. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara, dari pasangan Izhar dan Yuli Yusniar.
Riwayat pendidikan penulis dimulai sejak masuk Sekolah TK Muslimin Tiuh Balak
Pasar Baradatu Waykanan Pada Tahun 1997. Sekolah Dasar Negeri 01 Waykanan
pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Baradatu Waykanan
pada tahun 2004, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 01 Bukit Kemuning
Lampung Utara pada tahun 2007.
Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi internal maupun
eksternal kampus. Di awal perkulian 2010, penulis Pernah aktif sebagai Anggota
Forum Silaturahmi dan Studi Islam (FOSSI) 2010. Selain aktif di organisasi internal
kampus, penulis juga aktif dalam organisasi eksternal kampus. Penulis memilih untuk
MOTO
“Jangan pernah menjadi diri sendiri, tetapi jadilah versi terbaik dari diri anda..”
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua tercinta, yang senantiana mendidik dan membimbing dengan cara yang luar biasa:
Izhar dan Yuli Yusniar
Terima kasih atas kasih yang selalu diberikan, semoga suatu saat dapat membalas semua budi baik itu dan dapat menjadi seperti yang diharapkan dan menjadi
SANWACANA
Salam sejahtera dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Syarat dan Prosedur Perjanjian Keagenan antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan tepat waktu.
Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis di dalam menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., sebagai Sekretaris Bagian Hukum Perdata.
memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
5. Ibu Rosida S.H. sebagai Dosen Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, memberikan perhatian serta mencurahkan segenap pemikirannya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Ratna Syamsiar S.H., M.H., sebagai Dosen Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini.
7. Dita Febrianto S.H., M.H., sebagai Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap penulisan dalam skripsi ini.
8. Bapak Renaldi Amrulloh, S.H., M.H., sebagai Pembimbing Akademik, yang telah memberikan bimbingan serta arahan bagi penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9. Seluruh Dosen serta karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas bantuan tenaga, ilmu dan pemikiran yang telah diberikan dengan penuh dedikasi.
10. Adik-Adikku tercinta Sindi Monica, dan Rizki Febriansyah
12. Sahabat-sahabat Yuri Syahputra, Rchard Kennedy, Ridho Agus ,dan Yoga Adrian yang mengisi kenangan-kenang yang indah selama kuliah dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Teman-teman seperjuangan saat bimbingan skripsi: Ardiansyah, Chelsilia, Rani Utami, dan Marulfa Terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama kita bimbingan bersama.
14. Teman-teman wisma cendrawasih: Hesty, Meitha, watti, Saeno, Landoria, azna lestari, Yunica, Mira, serta teman-teman Wisma lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kenangan yang tak terlupakan selama di wisma.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.
Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
MOTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
SANWACANA ... viii
DAFTAR ISI ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Hubungan Hukum Keperdataan ... 7
1. Pengertian Perjanjian ... 7
2. Syarat Sah Perjanjian ... 8
3. Prestasi dan Wanprestasi ... 9
B. Gambaran Umum tentang Perusahaan ... 11
1. Pengertian Perusahaan ... 11
2. Bentuk Usaha ... 12
C. Perjanjian Keagenan ... 15
1. Pengertian Perjanjian Keagenan ... 16
2. Pengertian Agen atau Distributor ... 16
3. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Keagenan ... 17
4. Kewajiban dan Tanggung jawab Para Pihak ... 18
5. Jenis-Jenis Keagenan ... 19
D. Upaya Penyelesaian Sengketa Bisnis ... 21
1. Peradilan Negeri ... 21
2. Arbitrase ... 22
E. Gambaran Umum PT Philips ... 25
F. Kerangka Pikir ... 28
III. METODE PENELITIAN ... 31
A.Jenis Penelitian ... 31
B.Tipe Penelitian ... 32
C.Pendekatan Masalah ... 32
D.Jenis Data ... 33
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35
F. Analisis Data ... 36
G.Analisis Data ... 36
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
A.Syarat dan Prosedur Keagenan PT Philips Indonesia ... 37
B.Hak dan Kewajiban Para Pihak pada Perjanjian Keagenan PT Philips Indonesia ... 47
C.Upaya Hukum yang dipilih Apabila Salah Satu Pihak Melakukan Wanprestasi ... 58
V. KESIMPULAN ... 64
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi pada suatu negara ditandai dengan munculnya perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis. Perkembangan perusahaan tersebut ditandai dengan banyaknya kerjasama bisnis dengan pihak lain atau dengan perusahaan lain. Berbagai macam cara pengembangan usaha yang dapat dilakukan dan juga telah diatur oleh hukum diantaranya adalah: waralaba (franchise), ekspor-impor, pembiayaan (kredit), dan juga keagenan.
Keagenan adalah salah satu bentuk kerjasama dalam hal pengembangan usaha dengan keunggulannya yaitu mendirikan agen baru tanpa membuka kantor cabang tetapi hanya menunjuk perusahaan lain sebagai wakil perusahaannya di daerah pemasaran baru. Kerjasama keagenan dapat dilakukan antar perusahaan nasional bahkan saat ini banyak kerjasama keagenan dilakukan oleh perusahaan Indonesia dengan perusahaan asing. Bentuk kerjasama tersebut dapat dipilih oleh suatu perusahaan di samping membuka cabang perusahaan tersebut juga dapat memperluas pemasaran produknya kepada konsumen.
2
perwakilan tetap ataupun tidak tetap. Pemberian kuasa tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan suatu perjanjian keagenan (agency agreement), yaitu perjanjian pemberian kuasa bersifat perwakilan tetap atau tidak tetap antara perusahaan sejenis yang satu dengan perusahaan sejenis yang lain untuk melaksanakan segala kepentingan prinsipal di wilayah pemasaran tertentu. Dalam hubungan hukum keagenan, perusahaan sejenis yang diwakili kepentinganya di sebut prinsipal dan perusahaan pemberi kuasa untuk mewakili kepentingan prinsipal disebut dengan agen perusahaan.1 Di Indonesia kontrak hukum keagenan tunduk pada ketentuan hukum pemberian kuasa (lastgeving) yang diatur di dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPdt. Pemberian kuasa tersebut dapat dilakukan antara pihak-pihak yang berstatus individu atau antara pihak-pihak yang berstatus badan hukum atau persekutuan yang menjalankan perusahaan.2
Salah satu perusahaan yang memakai sistem bisnis keagenan ialah perusahaan Koninklijke Philips Electronics adalah salah satu produsen produk elektronik terbesar didunia didirikan pada tahun 1891 oleh Gerard Philips di kota Amsterdam Belanda.3 Dengan produk adalanya yaitu lampu hemat energi yang berkualitas, yang juga diakui oleh para konsumen-konsumenya hingga manca negara, sehingga produk tersebut banyak diminati, dan secara otomatis apabila sebuah produk banyak diminati oleh para konsumenya maka jumlah produksinya akan ditingkatkan pula, dengan meningkatnya jumlah produksi tersebut maka wilayah pemasaran pun akan diperluas.
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2010) hlm.43
2Ibid, hlm.44
3
Perusahaan Philips telah membuka kantor cabang atau perwakilanya di Indonesia dengan nama PT Philips Indonesia yang beralamat di jalan Buncit Raya Kav.99 Jakarta pada Tahun 2004. Agar seluruh konsumen Indonesia dapat menggunakan produk elektronik yang memiliki jaminan kwalitas yang baik, maka PT Philips Indonesia memperluas pemasaranya ke wilayah-wilayah di Indonesia dengan melakukan kerjasama keagenan dengan perusahaan-perusahaan sejenis di tiap-tiap propinsi, karena alasan mendirikan agen perusahaan sendiri memerlukan biaya yang cukup besar, padahal prinsip yang perlu dipertimbangkan oleh seseorang manajer perusahaan adalah efisiensi di samping keuntungan, untuk menghindari pengeluaran yang terlalu besar. Dengan demikian tidak perlu mendirikan atau membuka cabang perusahaan di wilayah pemasaran baru, tetapi cukup efisien jika mengadakan hubungan kerjasama dalam bentuk keagenan.4
PT Philips Indonesia melakukan kerjasama dengan agen perusahaan di masing- masing propinsi seperti PT Mitra Jambi Pratama di propinsi Jambi, PT Sinar Abadi Pratama di Bangka Belitung. Di Propinsi Lampung kerjasama keagenan dipegang oleh PT Mitra Abadi Pratama yang beralamat di Jalan Kartini No.130 Palapa Tanjung Karang Pusat. Untuk menjadi agen perusahaan dari PT Philips Indonesia, PT Mitra Abadi Pratama harus memenuhi persyaratan dan prosedur, yang salah satunya adalah membuat perjanjian keagenan serta memenuhi kewajiban-kewajiban yang tertera pada perjanjian tersebut, selain itu PT Philips Indonesia juga harus memberikan komisi dari keuntungan penjualan yang menjadi hak dari PT Mitra Abadi Pratama dan menjadi kewajiban dari PT Philips
4
4
Indonesia. Dengan kata lain kedua belah pihak yang mengikatkan diri tersebut wajib mematuhi perjanjian yang mereka buat bersama, seperti mematuhi undang-undang, kedua belah pihak harus melaksanakan perjanjian dengan jujur (itikad baik) serta tidak boleh dibatalkan secara sepihak, karena perjanjian yang dinyatakan sah memiliki akibat hukum seperti diatur dalam Pasal 1338 KUHPdt.5
Suatu perjanjian keagenan selain memuat klausula hak, dan kewajiban bagi para pihak. Perjanjian keagenan juga harus memuat klausula mengenai pemilihan penyelesaian sengketa, pada setiap perjanjian memiliki kemungkinan masalah yang akan muncul di waktu-waktu yang tidak dapat di duga-duga, seperti yang pernah terjadi bahwa adanya perubahan harga karena kenaikan nilai tukar mata uang dollar terhadap mata uang rupiah yang menggakibatkan naiknya tarif penggiriman barang yang berdampak naiknya harga produk-produk Philips, namun PT Philips Indonesia terlambat menginformasikan naiknya harga produk-produk tersebut kepada PT Mitra Abadi Pratama sehingga PT Mitra Abadi Pratama tetap menjual produk-produk tersebut dengan harga normal sehingga PT Mitra Abadi Pratama mengalami kerugian. Dengan demikian jika terjadi masalah maka perlu diberi pilihan upaya hukum penyelesaian masalah atau wanprestasi yang dialami oleh salah satu pihak.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji masalah tersebut untuk dijadikan sebuah bahan penelitian yang berbentuk skripsi dengan judul: “ Syarat dan Prosedur Keagenan Antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama”
5
5
B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup
Berdasarkan kerangka dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana syarat dan prosedur keagenan pada PT Philips Indonesia?
2. Apa saja hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian keagenan tersebut ? 3. Upaya hukum apa yang dapat dipilih apabila terjadi wanprestasi dalam
perjanjian keagenan Philips?
Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan ialah hukum perjanjian mengenai analisis perjanjian PT. Philips Indonesia dengan PT. Mitra Abadi Pratama, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan Ekonomi khususnya Hukum Dagang tentang keagenan
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh deskripsi secara lengkap, jelas, sistematis dan rinci tentang syarat dan prosedur menjadi agen PT Philips Indonesia;
6
3. Untuk memperoleh deskripsi secara lengkap, jelas, sistematis dan rinci tentang upaya hukum yang dapat dipilih jika terjadi wanprestasi pada perjanjian keagenan philips.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan input baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai berikut:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini akan memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai perjanjian keagenan. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan :
a. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan masyarakat luas yang nantinya berniat mengunakan sistem bisnis keagenan dalam usahanya;
b. Menganalisis syarat dan prosedur yang harus dipenuhi dalam mendirikan sebuah agen, serta upaya hukum apa yang dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran dalam perjanjian keagenan berdasarkan isi dari perjanjian antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama;
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hubungan Hukum Keperdataan
Hubungan hukum keperdataan lahir berdasarkan perikatan dimana antara dua
orang atau dua pihak saling mengikatkan diri, hal yang mengikat antara kedua
belah pihak tersebut adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan,
kejadian, dan berupa keadaan, dan peristiwa hukum tersebut menciptakan
hubungan hukum.6 dimana satu pihak berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.7
Peristiwa hukum dalam hubungan bisnis umumnya dilakukan berdasarkan pada
perjanjian.
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPdt, yaitu suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
lainya. Perjanjian menurut Herlien Budiono, adalah perbuatan hukum yang
menimbulkan, berubahnya, atau hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan
6
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm.229
7
8
hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang
merupakan tujuan para pihak.8
Menurut subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.9 Menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian dalam arti sempit adalah
persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan di bidang harta kekayaan.10
2. Syarat Sah Perjanjian
Suatu perjanjian akan dianggap sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang
tercantum di dalam undang-undang. Di dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPdt
syarat sahnya perjanjian meliputi:
a. sepakatnya kedua belah pihak
suatu perjanjian dapat dianggap sah apabila kedua belah pihak telah sepakat
atau seiya sekata menyetujui isi dari perjanjian yang telah mereka buat serta
tidak ada paksaan dari salah satu pihak.
b. adanya kecakapan kedua belah pihak untuk melaksanakan suatu perjanjian
orang yang dianggap cakap atau telah memenuhi syarat untuk melaksanakan
suatu perjanjian ialah orang yang telah dewasa (telah berumur 21 tahun) atau
orang yang telah menikah serta tidak sedang di dalam pengampuan;
8
Herlien Budiono :Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapanya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hlm.3
9
Subekti, loc. cit 10
9
c. adanya objek tertentu
Yang menjadi ojek tertentu dalam suatu perjanjian adalah prestasi atau hal
yang ingin dicapai, prestasi terdiri dari memberikan sesuatu, berbuat sesuatu,
dan tidak berbuat sesuatu;
d. kausa yang halal
sebuah perjanjian dilaksanakan harus karena kausa yang halal dan bukan
berdasarkan kausa yang di larang atau bertentangan dengan undang-undang
kesusilaan dan ketertiban umum, apabila di dalam sebuah perjanjian berisi
kausa yang dilarang maka perjanjian tersebut dianggap batal atau dianggap
tidak pernah ada.11
3. Prestasi dan Wanprestasi
a. Pengertian Prestasi
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan.
Prestasi merupakan obyek dari perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban
memenuhi prestasi selalu disertai dengan jaminan harta kekayaan debitor. Dalam
Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPdt dinyatakan bahwa harta kekayaan debitor
baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang
akan ada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditor. Namun,
jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu
yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.12
11 ibid
, hlm.292
12
10
Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, selalu ada tiga kemungkinan wujud
prestasi yaitu:
(1)Memberikan sesuatu, misalnya, menyerahkan benda, membayar harga benda,
dan memberikan hibah penelitian;
(2)Melakukan sesuatu, misalnya, mengangkut barangtertentu, dan menjaga
rahasia perusahaan;
(3)Tidak melakukan sesuatu, misalnya, tidak melakukan persaingan tidak sehat,
tidak melakukan dumping,dan tidak memakai merk orang lain.13
b. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi ialah tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam sebuah
perikatan. Untuk menentukan apakah seorang debitor bersalah melakukan
wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitor dikatakan sengaja
atau lalai tidak memenuhi prestasi. Dalam hal ini, ada tiga keadaan, yaitu:
(1)Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali;
(2)Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru; dan
(3)Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.14
c. Wanprestasi Karena Keadaan Memaksa
Keadaan memaksa atau (force majeure) adalah keadaan tidak dipenuhinya
prestasi oleh debitor karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak
dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa,
13
ibid, hlm.239
14
11
debitor tidak dapat disalahkan karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan
kemampuan debitor. Unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut:
(1)Tidak dipenuhinya prestasi karena membinasakan atau memusnahkan benda
obyek perikatan;
(2)Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan
debitor untuk berprestasi;
(3)Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan.15
B. Gambaran Umum tentang Perusahaan
1. Pengertian Perusahaan
Menurut undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar Perusahaan
Pasal 1 huruf (b), perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap
jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta
berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesi, untuk tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba. Dan menurut undang-undang Nomor 8
Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Pasal 1 butir (2), perusahaan adalah
setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus-menerus
dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba baik yang diselengarakan oleh
orang perseorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum, yang
didirikan yang berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.16
15
Ibid, hlm.243
16
12
2. Bentuk Usaha
Perusahaan jika dilihat dari segi kepemilikan perusahaan dibedakan menjadi
perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Sedangkan jika di lihat
dari status kepemilikan perusahaan, perusahaan di bedakan menjadi perusahaan
milik swasta dan perusahaan milik negara. Dan dilihat dari segi bentuk
hukumnya, perusahaan dibedakan menjadi perusahaan bukan badan hukum dan
perusahaan berbadan hukum.
a. Bentuk Usaha Bukan Badan Hukum
Bentuk usaha bukan badan hukum biasanya di miliki oleh orang perseorangan,
sekelompok orang atau persekutuan dan hanya dimiliki oleh swasta. Bentuk usaha
bukan badan hukum diantaranya adalah:
(1)Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan adalah perusahaan yang dilakukan oleh satu orang
pengusaha dengan tujuan mencari laba atau keuntungan.17 Contoh dari
perusahaan perseorangan adalah: toko, kios, restoran, penjahit, salon dll
(2)Persekutuan Firma
Persekutuan firma adalah perserikatan yang diadakan untuk menjalankan
perusahaan dengan memakai nama bersama, kepentingan bersama, kehendak
bersama dan tujuan bersama.18
17
ibid, hlm.26
18
13
(3)Persekutuan Komanditer ( Commanditaire Vennotscap)
Persekutuan komanditer (CV) adalah firma yang mempunyai satu atau
beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer (silent partner) adalah
sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang, atau tenaga sebagai pemasukan
pada persekutuan, dan tidak turut campur dalam pengurusan atau
penguasaan.19
b. Bentuk Usaha Badan Hukum
Pengertian badan hukum menurut Soebekti “ suatu badan atau perkumpulan yang
dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti menerima serta
memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat, dan mengugat di muka hakim.’’20
Beberapa contoh perusahaan berbadan hukum diantaranya:
(1)Perseroan Terbatas
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UUPT perseroan terbatas adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya.
(2)Badan Usaha Koperasi
Koperasi berasal dari bahasa inggris yaitu cooperation atau bahasa belanda
cooperatie, artinya kerja sama yang terjadi antara beberapa orang untuk
19
Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm.93
20
14
mencapai tujuan yang sulit di capai secara perseorangan. Tujuan yang sama
itu adalah kepentingan ekonomi berupa peningkatan kesejahteraan bersama.21
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan Usaha Milik Negara atau selanjutnya disingkat BUMN diatur dalam
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003. BUMN adalah badan usaha yang seluruh
atau sebagian besar modalnya dimilik oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.22 Beberapa contoh
BUMN adalah sebagai berikut:
(1)Perusahaan Perseroaan (PERSERO)
Persero merupakan perseroan terbatas atau PT yang seluruh atau sebagian
besar sahamnya dimiliki oleh negara. Pendirian persero diusulkan oleh
menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji
dengan menteri teknis dan menteri keuangan. Beberapa contoh persero
diantaranya: PT Pos Indonesia Persero, PT Pindad Pesero dan lain-lain.
(2)Perusahaan Umum (PERUM)
Perusahaan umum atau PERUM merupakan perusahaan yang didirikan oleh
negara untuk kepentingan masyarakat banyak dan tidak semata-mata untuk
mengejar keuntungan. Pendirian perum diusulkan oleh menteri kepada
presiden disertai dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri
Teknis dan Menteri Keuangan. Contoh dari perum misalnya PERUM damri .
21
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm.152
22
15
3. Kegiatan Usaha
Kegiatan perusahaan secara garis besar dapat dibedakan atas 3 kelompok bidang
usaha, yaitu sebagai berikut:
a. Kegiatan Usaha Perdagangan (Commerce)
Kegiatan usaha perdagangan yaitu keseluruhan kegiatan jual beli yang dilakukan
oleh orang perseorangan kepada perusahaan , atau perusahaan kepada perusahaan
baik didalam negeri ataupun luar negeri, untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Contoh perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan yaitu: dealer, agen,
grosir, dan lainya.23
b. Kegiatan Usaha Industri
Kegiatan usaha industri yaitu kegiatan memproduksi atau menghasilkan
barang-barang yang nilainya lebih berguna dari pada nilai guna benda pada asalnya.
Cantoh: pabrik makanan, pakaian dan lainya.24
c. Kegiatan Usaha Jasa
Kegiatan usaha jasa adalah kegiatan usaha yang menawarkan jasa-jasa misalnya:
jasa pariwisata, asuransi, kredit, dan jasa-jasa lainya.
C. Perjanjian Keagenan
Agar terjamin kepastian hukum, hubungan hukum keagenan dibuat secara tertulis
yang disebut kontrak. Kontrak keagenan sah dan mengikat sejak ditandatangani
oleh pihak-pihak. Jika belum ditandatangani, kontrak keagenan mengikat sejak
23 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta,
2007), hlm.2
24
16
diterimanya facsimile, telegram, surat persetujuan, atau pemberitahuan melalui
telepon.25
1. Pengertian Perjanjian Keagenan
Perjanjian keagenan (agency agreement) adalah perjanjian pemberian kuasa
bersifat perwakilan tetap atau tidak tetap antara perusahaan sejenis yang satu dan
perusahaan sejenis yang lain untuk melaksanakan segala kepentingan prinsipal di
wilayah pemasaran tertentu. Dalam hubungan hukum keagenan perusahaan
sejenis yang diwakili kepentiganya disebut prinsipal dan perusahaan yang diberi
kuasa untuk mewakili kepentigan prisipal disebut agen perusahaan. Status hukum
prinsipal adalah perusahaan pemberi kuasa kepada agen perusahaan untuk
mengadakan perjanjian atau, melakukan perbuatan hukum tertentu dengan pihak
ketiga untuk kepentigan dan atas nama prinsipal.
Status hukum agen perusahaan adalah perusahaan berdiri sendiri sebagai
penerima kuasa untuk mengadakan perjanjian atau melakukan perbuatan hukum
dengan pihak ketiga atas nama prinsipal.26Menurut sistem hukum perdata
Indonesia, kontrak keagenan tunduk pada ketentuan hukum pemberian kuasa
(lastgeving) yang diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPdt.
2. Pengertian Agen atau Distributor
Banyak istilah dalam teori hukum maupun praktek ditujukan untuk pengertian
agen atau distributor ini misalnya sebagai berikut: broker, pialang, dealer,
25
ibid. hlm.44
17
makelar, kommisioner, ekspeditur, calo, representative, perantara, dan lain-lain.
Meskipun banyak istilah yang digunakan untuk pengertian agen ini, tapi istilah
“agen” ( dalam bahasa inggris disebut “agent”) lebih sering digunakan dalam
literature dan lebih mempunyai karakteristik yang umum sehingga dalam tulisan
ini akan konsisten menggunakan istilah agen.27 Sebenarnya yang dimaksud
dengan agen adalah seseorang atau suatu perusahaan yang mewakili pihak lainya
(yang disebut dengan prinsipal) untuk melakukan kegiatan bisnis (misalnya
menjual produk) untuk dan atas nama prinsipal kepada pihak ketiga dalam suatu
wilayah pemasaran tertentu, dimana sebagai imbalan atas jerih payahnya itu, agen
akan mendapatkan komisi tertentu.28
Hubungan kerjasama tersebut diperlukan karena perkembangan perusahaan
dengan jumlah produksi yang semakin meningkat memerlukan pemasaran atau
perluasan pemasaran produk ke satu wilayah atau beberapa wilayah lain dalam
suatu Negara atau antar Negara.29 Pemasaran produk tersebut tidak bersifat
sementara melainkan berlangsung terus menerus untuk jangka waktu yang relatif
lama.
3. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Keagenan
a. Prinsipal
Prinsipal adalah perusahaan atau perseorangan yang dalam suatu perjanjian
keagenan memberikan amanat kepada pihak lain (agen perusahaan) untuk
27
Adil Samadani : Dasar- Dasar Hukum Bisnis, (Bandung: Pustaka Yustisia, 2013), Hlm. 85
28
Munir Fuady : Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis di Era Global, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 244
18
melaksanakan suatu transaksi perdagangan.30 Pada penelitian ini yang menjadi
prinsipal adalah PT Philips Indonesia.
b. Agen Perusahaan
Agen perusahaan adalah perusahaan yang mendapatkan kuasa dari prinsipal untuk
mewakili prinsipal untuk mengadakan perjanjian atau melakukan perbuatan
hukum dengan pihak ketiga atas nama prinsipal di daerah tertentu yang telah
ditentukan di dalam perjanjian keagenan.31 Pada penelitian ini yang menjadi agen
perusahaan adalah PT Mitra Abadi Pratama.
4. Kewajiban dan Tanggung Jawab Para Pihak
Dalam perjanjian keagenan kedua belah pihak memiliki kewajiban dan tanggung
jawabnya masing-masing, antara lain:
a. Kewajiban dan Tanggung jawab Prinsipal
(1)penyerahan barang untuk dijual
prinsipal menyerahkan barang kepada agen perusahaan untuk dipasarkan atau
di jual kepada konsumen di wilayah pemasaran tempat kedudukan hukum
agen perusahaan.
(2)pembayaran komisi dan biaya pelaksanaan kontrak keagenan
prinsipal berkewajiban membayar biaya kontrak keagenan kepada agen
perusahaan.
(3)penjaminan cacat tersembunyi
30 http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/prinsipal.aspx diakses pada sabtu 27
september 2014 pukul 22.35
19
prinsipal berkewajiban menjamin produk yang dipasarkan apabila terdapat
cacat tersembunyi, prinsipal wajib bertanggung jawab menganti produk
tersebut dengan produk yang baik tanpa cacat, atau pun dapat menganti biaya
perbaikan barang yang mengalami cacat tersebut.32
b. Kewajiban dan Tanggung Jawab Agen Perusahaan
(1)pelaksanaan kuasa secara teliti dan professional
agen perusahaan bertanggung jawab menjalankan kuasa yang telah diberikan
oleh prinsipal berdasarkan isi kontrak perjanjian di wilayah kedudukan hukum
agen perusahaan tersebut.
(2)Laporan pertanggung jawaban atas pelaksanaan kontrak keagenan
Agen perusahaan berkewajiban menyapaikan laporan pertanggungjawaban
tertulis kepada prinsipal mengenai kinerja pelaksanaan kontrak yang telah
dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
(3)Pembayaran lebih dulu biaya pelaksanaan kontrak keagenan
Agen perusahaan berkewajiban membayar terlebih dahulu kontrak keagenan
untuk dan atas nama prinsipal.33
5. Jenis-Jenis Keagenan
Ada beberapa macam bentuk keagenan yang berdiri di Indonesia diantaranya
adalah:
32ibid, hlm.46
20
a. Agen Manufaktur
Agen manufaktur adalah agen yang berhubungan langsung dengan pabrik untuk
melakukan pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksi
tersebut;
b. Agen Penjualan
Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual yang
bertugas untuk menjual barang-barang milik pihak prinsipal kepada konsumen;
c. Agen Pembelian
Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli yang
bertugas untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah
ditentukan;
d. Agen umum
Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk
melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukam;
e. Agen Khusus
Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus perkasus atau
melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut;
f. Agen Tunggal atau Eklusif
Agen yang penunjukannya hanya satu agen untuk mewakili prinsipal untuk satu
wilayah tertentu.34
34
21
D. Upaya Penyelesaian Sengketa Bisnis
Kemajuan bidang industri mengakibatkan perkembangan perdagangan yang cepat
dan luas. Perkembangan perdagangan menciptakan berbagai hubungan hukum
perjanjian antara para pengusaha. Dalam hubungan hukum tersebut, para pihak
wajib memenuhi kewajiban mereka masing-masing secara timbal balik. Dalam
pemenuhan kewajiban itu mungkin pula terjadi perbedaan interpretasi atau silang
pendapat yang dapat menuju pada sengketa kepentingan yang lazim disebut
sengketa perdagangan. Sengketa perdagangan akan menjadi masalah jika tidak
dapat diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak. Untuk mengatasi hal tersebut, para
pengusaha yang bersengketa berupaya mencari penyelesaian melalui peradilan
umum (litigasi atau nonlitigasi) yang dibentuk oleh negara.35
1. Peradilan Negeri
Apabila penyelesaian sengketa perdagangan melalui peradilan umum, sudah dapat
diduga bahwa proses penyelesaian sengketa akan memerlukan perjalanan waktu
yang cukup lama, dengan biaya relatif mahal. Hal ini ini sudah pasti bertentangan
dengan filosofi para pengusaha yang berpegang pada prinsip “time is money”.
Penyelesaian sengketa perdagangan yang dibutuhkan pengusaha justru yang
memenuhi asas peradilan sederhana: waktu relatif singkat, biaya relatif murah,
putusan yang adil, kekuatan mengikat, dan eksekusi putusannya sama dengan
35
22
putusan hakim peradilan umum. Peradilan alternatif yang dimaksud adalah
arbitrase.36
2. Aribitrase
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
(selanjutnya disingkat UU No.30 Tahun 1999) menyatakan arbitrase adalah cara
penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Sedangkan Pasal 1 Ayat (10) menyatakan alternatif penyelesaian sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Sengketa para pihak
yang secara tegas sudah terikat dalam perjanjian arbitrase menjadi wewenang
arbitrase, bukan wewenang peradilan umum (pengadilan negeri).37
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (8) UU No. 30 Tahun 1999 bahwa lembaga
arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk
memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu
dalam hal belum timbul sengketa. Atas pasar pasal ini, lembaga Arbitrase
diartikan sama dengan badan arbitrase, yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa. Pihak yang bersengketa adalah para pengusaha. Dibandingkan
dengan proses litigasi di pengadilan, arbitrase mempunyai kelemahan, yaitu tidak
36Ibid., hlm. 617
23
mempunyai kekuatan untuk eksekusi putusan, jika pihak yang kalah tidak mau
secara sukarela memenuhi putusan arbitrase38.
a. Peraturan Lembaga Arbitrase
Dalam UU No. 30 Tahun 1999 diatur tentang ketentuan mengenai Lembaga
Arbitrase. Agar penyelesaian tersebut dapat dilakukan dengan sempurna, perlu
diketahui dan diinventarisasikan lebih dahulu berbagai ketentuan umum mengenai
Lembaga Arbitrase dan ketentuan khusus mengenai acara arbitrase. Penyesuaian
yang dimaksud dapat dilakukan oleh Lembaga Arbitrase yang sudah ada (BANI
dan Basyarnas) sehingga eksistensi kedua Lembaga Arbitrase tersebut memenuhi
ketentuan pasal-pasal UU No. 30 Tahun 1999. Penyesuaian tersebut tercantum
dalam akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar Lembaga Arbitrase yang
bersangkutan.
(1) Dasar Hukum Lembaga Arbitrase
Berdasarkan Pasal 2 UU No. 30 Tahun 1999 Lembaga Arbitrase adalah badan
yang dipilih berdasarkan perjanjian oleh para pihak (pengusaha) yang
bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu di bidang
perdagangan, perindustrian, atau keuangan. Berdasarkan Pasal 3 UU No. 30
Tahun 1999 pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa
para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Lembaga Arbitrase
tersebut dapat juga memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu
hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
38 Rahmadi Usman, Mediasi di Pengadilan: dalam teori dan praktik (Jakarta: Sinar
24
Atas permohonan pihak yang bersangkutan, Lembaga Arbitrase atau Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat menyelesaikan sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati pihak-pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara kosultasi, negoisasi, mediasi, konsolidasi, atau
penilaian ahli. Usaha penyelesaian sengketa melalui mediator atau
konsolidator dalam waktu paling lama tiga puluh hari harus tercapai
kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang
terkait. Kesepakatan tertulis ini adalah final dan mengikat pihak-pihak untuk
dilaksanakan dengan itikad baik.39 Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan di
pengadilan negeri dalam waktu paling lama tiga puluh hari sejak
penandatanganan.40
Pasal 5 Ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 menyatakan sengketa yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan
mengenai hak yang menurut hukum dan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Berdasarkan Pasal 66 huruf b UU
No.30 tahun 1999, lingkup bidang perdagangan yang dimaksud meliputi
kegiatan, antara lain, di bidang perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman
modal, industri dan Hak Kekayaan Intelektual.
40
25
(2) Syarat Kompetensi Arbitrase
Pasal 7 dan Pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999 menyatakan sengketa yang terjadi
atau yang akan terjadi, yang ingin diselesaikan melalui arbitrase harus secara
tegas memuat “klausula arbitrase” dalam perjanjian tertulis yang mereka tanda
tangani. Permohonan tertulis penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus
memuat nama dan alamat para pihak, penunjukan klausula atau perjanjian
arbitrase, masalah yang menjadi sengketa, dasar tuntutan dan jumlah yang
dituntut, cara penyelesaian yang dikehendaki, perjanjian atau usul jumlah
arbiter dalam jumlah ganjil.
Pada Pasal 11 tertulis adanya perjanjian arbitrase yang meniadakan hak para
pihak untuk mengajukan pernyelasaian sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri. Pengadilan negeri wajib
menolak dan tidak campur tangan dalam suatu penyelesaian sengketa yang
telah ditetapkan dalam undang-undang ini. Klausula arbitrase dalam kontrak
yang dibuat pihak-pihak, baik sebelum maupun sesudah terjadi sengketa
menentukan tentang kompetensi absolut arbitrase.
E. Gambaran Umum PT Philips
PT Philips Indonesia merupakan perwakilan dari Koninklijke Philips Electronics
atau (Royal Dutch Philips Electronics Ltd) atau biasa dikenal Philips. Philips
merupakan salah satu produsen produk elektronik terbesar didunia didirikan pada
tahun 1891 oleh Gerard Philips di kota Amsterdam Belanda.41Philips terbagi
dalam beberapa divisi yaitu: devisi peralatan elektronik rumah tangga (Philips
26
Consumer Electronics), devisi peralatan listrik (Philips Semiconductors), devisi
perlampuan atau (Philips Lighting), devisi alat perlengkapan medis (Philips
Medical Systems) dan devisi perlengkapan perawatan diri (Philips Domestic
Appliances and Personal Care).42 Pada tahun 2004 Philips telah membuka kantor
cabang atau perwakilannya di Indonesia dengan nama PT Philips Indonesia.
Seperti yang terdapat pada Project Dealer Agreement project and Institution
Channel No.558/Leg/C/XII/2013 yang selanjutnya disebut perjanjian keagenan
Philips:
PT Philips Indonesia adalah suatu perseroan terbatas yang diselengarakan
menurut undang-undang Indonesia, berkedudukan hukum di Jalan Buncit Raya
Kav.99 Jakarta Pusat, yang mewakili Perusahaan Koninklijke Philips Electronic
pada perjanjian keagenan Philips di wakili oleh Tn. Ruud Jozef Zwerink, Tn. Aris
Winarno, dan Tn. Yustinus Sigit.
Untuk memperluas daerah pemasaranya PT Philips Indonesia bekerja sama
dengan PT Mitra Abadi Pratama. Di dalam perjanjian Philips PT Mitra Abadi
Pratama merupakan suatu perseroan terbatas yang diselengarakan menurut
undang-undang Indonesia, berkedudukan hukum di Jalan Kartini No.130 Palapa
Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung. Selaku agen perusahaan Philips yang
memasarkan produk Philips untuk wilayah lampung dalam perjanjian keagenan
ini diwakili oleh Ir. Susanto Wijaya selaku pemegang saham utama dari PT Mitra
Abadi Pratama. Selain itu PT Mitra Abadi Pratama memiliki beberapa partnership
yang melakukan perjanjian sejenis dengan PT Philips Indonesia antaralain sebagai
42
http://id.wikipedia.org/wiki/Philips
27
berikut : PT. Mitra Jambi Pratama yang berkedudukan di Jl. Sumbawa No.26/27
RT.024 Thehok Jambi Selatan, PT Pratama Abadi Mitra Mandiri berkedudukan di
Komplek Ruko Ario Kemuning Jl.Jendral Sudirman No.09 RT.003 Palembang,
dan PT Sinar Abadi Pratama berkedudukan di Jl. Koba Raya Km. 2 Komplek
28
F. Kerangka Pikir
PT. Mitra Abadi Pratama PT.Philips Indonesia
Perjanjian Keagenan Philips
Hak dan Kewajiban Prinsipal
Hak dan Kewajiban Agen Perusahaan
Wanprestasi terhadap Isi Perjanjian
Upaya Hukum Syarat dan Prosedur
29
Penjelasan:
Perjanjian keagenan yang dibuat oleh PT Philips Indonesia sebagai Prinsipal dan
PT Mitra Abadi Pratama sebagai Agen Perusahaan. Sebelum menjadi agen
perusahaan, PT Mitra Abadi Pratama harus memenuhi syarat dan prosedur untuk
menjadi agen yang diajukan oleh PT Philips Indonesia. Setelah memenuhi syarat
dan prosedur barulah perjanjian keagenan tersebut ditanda tangani oleh kedua
belah pihak.
Perjanjian keagenan setelah dibuat melahirkan akibat hukum atau hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Hak dan kewajiban
tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik agar tercapainya prestasi yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Di dalam setiap perjanjian terdapat
kemungkinan kemungkinan masalah yang akan muncul seperti tidak terpenuhinya
prestasi, keterlambatan, terpenuhinya prestasi tetapi hanya sebagian saja. Hal
tersebut dapat di kategorikan sebagai wanprestasi atau kegagalan salah satu pihak
memenuhi prestasi yang disebabkan oleh kelalaian salah satu pihak yang mungkin
saja di luar kemampuannya atau biasa disebut force majure atau keadaan
memaksa.
Apabila terjadi wanprestasi maka harus dipilihkan upaya penyelesaian sengketa
bisnis yang diantaranya adalah melalui pengadilan negeri dan melalui
penyelesaian sengketa alternatif arbitrase. Supaya dapat dijamin kepastian hukum
atas tanggung jawab dari pihak yang melakukan pelanggaran tersebut.
Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan secara lengkap, jelas, dan
30
Pratama menjadi agen perusahaan Philips, hak dan kewajiban para pihak dalam
melaksanakan perjanjian keagenan, serta upaya hukum yang dapat dilakukan jika
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berfikir dan bertindak logis,
metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau fakta
empiris yang terjadi, atau yang ada di sekitar kita untuk direkonstruksi guna
mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan. Berfikir logis adalah
berfikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu pengetahuan dengan
bebas dan mendalam sampai ke dasar persoalan guna mengungkapkan kebenaran.
Metodis adalah berfikir dan berbuat menurut metode tertentu yang kebenaranya
diakui menurut penalaran. Sistematis adalah berfikir dan berbuat yang bersistem,
yaitu runtun, berurutan, dan tidak tumpang tindih.43
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif empiris (applied law
research), adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi
ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in
action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi masyarakat guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan.44 Sedangkan strategi penelitianya adalah
pendekatan normatif terapan (applied law approach). Untuk menggunakan
43 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004), hlm. 2.
32
pendekatan normatif terapan, peneliti terlebih dahulu telah merumuskan masalah
dan tujuan penelitian. Masalah dan tujuan perlu dirumuskan secara rinci, jelas,
dan akurat. Makin rinci jelas dan akurat rumusan masalah, makin jelas, luas, dan
pasti tujuan yang akan dicapai peneliti.45 Penelitian tersebut dapat dilakukan
(terutama) terhadap bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
sepanjang bahan-bahan tersebut mengandung kaedah hukum di dalam penelitian
ini, sehingga penelitian ini dapat menghasilkan kebenaran tentang bagaimana
perjanjian keagenan antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama
Bandar Lampung.
B. Tipe Penelitian
Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe
penelitian adalah tipe deskriptif, tipe penelitian hukum deskriptif bersifat
pemaparan dan betujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap
tentang keadaaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu
atau mengenai peristiwa yang terjadi masyarakat.46 Pada penelitian ini, penulis
menganalisis secara jelas, rinci dan sistematis bagaimana perjanjian keagenan
antara PT Philips Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama Bandarlampung.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan nonjudicial case study
45 Ibid., hlm.144.
33
adalah penerapan hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu (contohnya
kasus kontrak) sampai berakhir tanpa terjadi konflik. Pemenuhan kewajiban dan
hak (kontrak) telah dilakukan sebagaimana mestinya. Walaupun terjadi konflik,
pihak-pihak dapat menyelesaikan sendiri secara baik, patut, atau layak.47 Dalam
hal ini, tanggung jawab kontrak sudah dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum
normatif yang telah tercantum dalam perjanjian keagenan antara PT Philips
Indonesia dengan PT Mitra Abadi Pratama di Bandarlampung. Ini berarti hukum
normatif telah diterapkan sebagaimana mestinya dan tujuan telah dicapai oleh
keduabelah pihak.
D. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan 2(dua) jenis data dalam melakukan, data tersebut
yaitu :
1. Data Primer
Data Primer adalah meliputi data perilaku terapan dari perilaku normatif terhadap
peristiwa hukum in concreto. Banyaknya data primer bergantung dari banyaknya
tolok ukur normatif yang diterapkan pada peristiwa hukum.48 Data primer dapat
dilakukan dengan observasi disertai pencatatan di lokasi penelitian. Data primer
yang dimaksud tersebut berupa perilaku yang bersumber dari kebiasaan (custom)
atau kepatutan (equity) yang tidak tertulis, tetapi dibenarkan berdasarkan pasal
1339 BW.
47 Ibid., hlm. 149.
34
Data primer dalam penelitian ini, berasal dari wawancara dan pencatatan sebagai
data pendukung, yang semuanya diperoleh dari PT Mitra Abadi Pratama yang
merupakan agen perusahaan, dalam perjanjian keagenan Philips.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang berasal dari ketentuan perundang-undangan,
yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya.49
Data sekunder terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang berasal dari ketentuan
perundang-undangan dan dokumen hukum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari:
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
(2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
(3) Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; serta
(4) Perjanjian keagenan Philips.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu
hukum, bahan kuliah, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitian atau masalah yang dibahas.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari internet.
35
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :
1. Studi kepustakaan (library research), yaitu studi yang dilakukan dengan
cara mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan serta
dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penulisan ini.
2. Studi dokumen, yaitu studi yang dilakukan dengan cara membaca,
menelaah, dan mengkaji dokumen-dokumen yang menjadi berkaitan dengan
penelitian ini yaitu dokumen perjanjian keagenan Philips.
3.Wawancara (interview), yaitu kegiatan pengumpulan data primer yang
bersumber langsung dari responden penelitian di lapangan (lokasi
penelitian). Dalam hal ini wawancara ditujukan, khususnya kepada pihak
agen perusahaan(Penerima kuasa keagenan) Philips di Bandarlampung .
Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah melalui tahap-tahap, sebagai
berikut:
1. Seleksi data, yaitu memeriksa kembali apakah data yang diperoleh itu
relevan dan sesuai dengan bahasan, selanjutnya apabila data ada yang
salah akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap
akan dilengkapi.
2. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan
36
3. Sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang
telah ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara
sistematis.50
F. Analisis Data
Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis dengan menggunakan
metode analisis kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk
kalimat-kalimat yang tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih
dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil
analisis.51
Data dalam penelitian ini akan diuraikan kedalam kalimat-kalimat yang tersusun
secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan pada akhirnya
dapat ditarik kesimpulan secara induktif sebagai jawaban singkat dari
permasalahan yang diteliti.
BAB V KESIMPULAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. PT Mitra Abadi Pratama telah memenuhi syarat dan prosedur untuk menjadi
agen PT Philips Indonesia. Dengan syarat-syarat antara lain: berbadan hukum
perseroan, melengkapi persyaratan teknis, dan memiliki jumlah minimal
tenaga kerja. Kemudian, prosedur yang harus dilalui yaitu mengajukan
permohonan untuk menjadi agen, membuat Nota Kesepahaman Awal atau
MOU, negosiasi, penunjukkan sebagai agen perusahaan, pelatihan tenaga
kerja, dan pembukaan kantor agen perusahaan
2. Berdasarkan perjanjian keagenan Philips kewajiban PT Mitra Abadi Pratama
sebagai agen perusahaan adalah: memenuhi tingkat penjualan yang
ditentukan, melaksanakan fungsi distribusi (penjualan, pengiriman dan
penagihan), melaporkan secara transparan dan akurat setiap proyek yang
diperlukan untuk mengetahui perkembangan pasar. Hak PT Mitra Abadi
Pratama adalah dijamin pendaftaran atas produk pada instansi yang
berwenang dibidangnya, menerima produk untuk didistribusikan, menerima
65
timbul oleh produk cacat, diberikan bantuan periklanan, dan mendapatkan
pelatihan tenaga kerja. Kewajiban PT Philips Indonesia sebagai prinsipal
adalah hak yang diberikan kepada agen perusahaan sedangkan hak dari
prinsipal merupakan kewajiban dari agen perusahaan.
3. Di dalam perjanjian hubungan bisnis keagenan harus memuat bagian
penyelesaian perselisihan yang dipilih jika terjadi wanprestasi. Di dalam
perjanjian keagenan Philips sudah memuat penyelesaian perselisihan yang
dipilih jika terjadi wanprestasi. Yaitu melalui Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI). Apabila dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) hari para pihak
telah berupaya bermusyawarah dan tidak mencapai kesepakatan dalam
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Budiono, Herlien. 2011 :Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapanya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti
Burton Simatupang, Richard. 2007. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.
Fuady, Munir. 2001. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Ibrahim, Johanes dan Lindawati Sewu. 2007. Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern.Bandung: PT Refika Aditama.
Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
___________________. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum.Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
___________________. 2010. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Raharjo, Handri 2013 Hukum Perusahaan. Yogyakarta : Pustaka Yustisia.
Subekti.1987.Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Citra Aditya Bhakti, Cet. Ke-4 ______. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Intermasa.
B. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
C. Website
www.pricepanda.co.id/philips/
http://id.wikipedia.org/wiki/Philips
http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian