• Tidak ada hasil yang ditemukan

hukum waris adat sasak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "hukum waris adat sasak"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH HUKUM KEKERABATAN WARIS ADAT

“HUKUM KEKERABATAN DAN WARIS ADAT SUKU

SASAK LOMBOK NUSA TENGGARA BARAT”

MUHAMMAD REZZA ( 8111412006 )

SILVIA KUMALASARI ( 8111412028 )

HERU WICAKSONO ( 8111412000 )

SUGENG ( 8111412000 )

DIMAS (8111412000 )

ROMBEL 1

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014

(2)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang bertema “Hukum Kekerabatan Dan Waris Adat Suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kekerabatan dan Waris Adat .

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan Hukum Kekerabatan dan Waris Adat .

Semarang, April 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL--- i KATA PENGANTAR--- ii

(3)

DAFTAR ISI--- iii

BAB I. PENDAHULUAN--- 1

1.1. Latar Belakang--- 1

1.2. Rumusan Masalah--- 2

1.3. Tujuan Penulisan--- 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA --- 3

A. Letak Geografis--- 3

B. Asal Nama--- 4

C. Adat Istiadat--- 4

D. Agama--- 5

E. Bahasa--- 6

F. Mata Pencaharian--- 6

G. Kebudayaan--- 6

BAB III. PEMBAHASAN--- 8

A. Sistem Kekerabatan Adat Suku Sasak--- 8

B. Tradisi dan Hukum Perkawinan Suku Sasak--- 12

C. Pengaturan dan Ketentuan Pewarisan Suku Sasak--- 23

BAB 1V. PENUTUP--- 24

A. Saran--- 24

B. Kesimpulan--- 25

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan suku daerah yang sangat begitu beragam. Di lihat dari segi bahasa, budaya, ras dan tata cara adat yang berbeda. Sehingga, sangat di mungkinkan terdapatnya perbedaan dalam sistem kekerabatan, sistem perkawinan, dan sistem pengaturan pewarisan adat setiap daerah. Yang merupakan kekayaan kebudayan tiap masing-masing daerah.

Kebudayaan merupakan suatu sistem gagasan, rasa dan tanggapan serta karya yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan sebagai pemiliknya yang didapat melalui belajar. Masyarakat dan kebudayaan memiliki hubungan keterkaitan yang sangat erat dimana budaya lahir dari tingkah laku manusia yang lama kelamaan budaya tersebut menjadi tradisi yang di junjung tinggi oleh masyarakat. Kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat di suatu daerah berbeda dengan kebudayaan daerah lain. Hal ini disebabkan karena latar belakang sejarah masyarakat yang berbeda sehingga akan mempengaruhi dalam cara bertingkah laku masyarakat dan sistem tata nilai yang di anutnya.

Dalam kebudayaan Indonesia secara keseluruhan, hal ini di anggap menjadi faktor terpenting yang menyebabkan lahirnya beragam corak kebudayaan daerah yang di anut oleh masyarakat berdasarkan sejarah terbentuknya dan letak geografis daerahnya masing-masing. Kebudayaan daerah yang beraneka ragam menjadi suatu daya tarik dan menjadi kebudayaan tersendiri karna setiap daerah memiliki berbagai keunikan dalam adat dan kebiasaannya.

Materi yang dibahas dalam makalah ini adalah salah satu suku yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat tepatnya di pulau Lombok. Di pulau Lombok memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah.

Masyarakatnya terdiri atas beberapa suku, seperti suku mbojo (Bima), dompu, sumawa (Sumbawa), jawa, dan hindu. Adapun suku yang dibahas dalam makalah ini adalah suku sasak . Sasak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia.

(5)

sasak mendiami seluruh pulau Lombok, yang tersebar di tiga kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur.

Meskipun Lombok sangat dipengaruhi oleh budaya Bali yang mayoritas memeluk agama Hindu Bali tetapi suku Sasak di Lombok mayoritas memeluk Islam. Uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "sasak Boda".

Dari uraian latar belakang diatas, penulisan dalam makalah ini difokuskan pada masyarakat dan kebudayaan suku sasak yang terdapat di pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem kekerabatan adat suku sasak ? 2. Bagaimana tradisi dan hukum perkawinan suku sasak ?

3. Bagaimana pengaturan dan ketentuan pewarisan dalam suku sasak ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami sistem kekerabatan adat yang berlaku di suku sasak Lombok

2. Mengetahui dan memahami tradisi dan hukum perkawinan adat sasak Lombok 3. Mengetahui dan memahami pengaturan dan ketentuan pewarisan dalam suku

sasak Lombok

BAB II

(6)

A. Letak Geografis

Pulau Lombok adalah salah satu dari gugusan kepulauan Nusantara yang terletak di sebelah timur Pulau Bali dan sebelah barat Pulau Sumbawa. Di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Samudara Hindia di sebelah selatan. Di pulau ini terdapat tiga kabupaten yakni, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Timur, dan satu Kotamadya yaitu: Kotamadya Mataram. Kota Mataram merupakan ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penduduk Pulau Lombok mayoritas Suku Sasak, di samping itu ada Suku mbojo (Bima), dompu, sumawa (Sumbawa), jawa, dan hindu. Lapangan pekerjaan utama masyarakat Lombok adalah petani, nelayan, kerajinan tangan, pertukangan, dan jual-beli.

Sejarah pembentukan daerah ini tidak lepas dari politik dan sistem pemerintahan yang pernah ada. Pada tanggal 19 Agustus 1945 dua hari setelah proklamasi kemeerdekaan Pulau Bali, Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, Pulau Flores, Pulau Timor Rote, Pulau Sumba, dan Pulau Sawu digabung ke dalam Provinsi Sunda Kecil dengan ibukota di Singaraja Bali dan dipimpin oleh seorang Gubernur I Gusti Ketut Pudja. Pada tanggal 14 Agustus 1958 provinsi ini kemudian dipecah menjadi tiga provinsi yaitu, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Di pulau ini terdapat dua geologi utama yaitu, lingkungan gunung berapi di sebelah utara dan lingkungan rendah tua di bagian selatan. Daerah yang paling berpengaruh dengan adanya gunung berapi di lapisan atasnya dan bergunung tua di lapisan bawah adalah Gunung Rinjani, Gunung Pinikan, dan Gunung Nangi. Dan pegunungan bagian selatan merupakan daerah geologi yang terutama tersusun dari batuan tertier yang gunung terdiri dari Gunung Mareje dan Gunung Sasak.

Ditilik dari iklimnya Pulau Lombok merupakan daerah yang beriklim tropis. Ada dua nusim yang mempengaruhi daerah ini sepanjang tahun yaitu musim hujan pada bulan November sampai dengan bulan April dan musim kemarau antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Musim basah berkisar antara bulan April dan bulan November.

(7)

Asal nama sasak kemungkinan berasal dari kata sak-sak yang artinya sampan. Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni

Lombok Sasak Mirah Adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus.

C. Adat Istiadat

Masyarakat Pulau Lombok terutama etnis Sasak yang tinggal di desa-desa sangat mempertahankan adat-istiadat dan sistem norma dalam kehidupan kesehariannya. Masing-masing dusun atau desa mempunyai awiq-awiq dusun (aturan dusun atau desa) yang ditetapkan oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat dan bagi mereka yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai kesepakatan.

Sistem pelapisan sosial (Social Startification) tradisional masyarakat Suku Sasak berasaskan triwangsa. Asas Triwangsa (tiga keturunan) pada masyarakat Suku Sasak umumnya terdiri dari : Pertama, tingkat tertinggi yang termasuk didalamnya Raden atau Datu. Strata tertinggi ini biasanya dipanggil Raden atau Danune bagi kaum laki-laki dan dende untuk kaum perempuan. Kedua, tingkat perdana yang termasuk di dalamnya permenak dan perbapa. Sedangkan kaum perempuan dari strata kedua ini sering disebut lale atau baiq dan jika telah kawin dipanggil mamiq bini. Ketiga, tingkat kaula bala yang terdiri dari jajar karang dan panjak pinak (hamba sahaya). Masyarakat dari tingkat ini sering dipanggil Lok untuk laki-laki yang belum kawin, danle bagi perempuan yang belum kawin. Dan jika telah kawin maka akan dipanggilan aq untuk daninaq untuk perempuan.

(8)

Sistem perkawinan seperti ini memang sering kali menimbulkan konflik serta percekcokan antara kedua belah pihak yang bahkan sering kali menimbulkan peemutusan tali kekeluargaan. Dan perwaliannya pun tidak jarang diserahkan kepada wali hakim (wali ‘adilal). Dan sistem ini selalu menjadi tumbal kritikan dari berbagai kalangan karena dianggap sebagai warisan dari ajaran Hindu-Bali yang mengabsahkan adanya kasta (pelapisan dari aspek keturunan). Dan dalam nada kualitas kedirian manusia sebagai hamba dan sekaligus khalifah yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama.

Sejalan dengan perkembanagn pemikiran dan orientasi hidup, selain pelapisan sosial yang tradisional yang berdasarkan keturunan (triwangsa) diatas, pada umumnya di masyarakat Suku Sasak terdapat pelapisan sosialnya : seperti pelapisan sosial berdasarkan kedudukan dan kemampuan ekonomi. Namun demikian faktor usia tetap menjadi ukuran. Menghormati orang tua atau yang seusia sangat diperhatikan dan ditaati oleh masyarakat Sasak. Hal ini tampak dalam hubungan dengan kekerabatan di lingkungan pergaulan dan rumah tangga.

D. Agama

Sebagian besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganut agamaIslam

(pulau Lombok juga dikenal dengan sebutan pulau seribu masjid). Agama kedua terbesar yang dianut di pulau ini adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk keturunan

Bali yang berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di sana. Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang bermukim di pulau ini.

Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul Wathan (NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan berbagai level dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi.

Di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di daerah Bayan, terutama di kalangan mereka yang berusia lanjut, masih dapat dijumpai para penganut aliran Islam Wetu Telu (waktu tiga). Tidak seperti umumnya penganut ajaran Islam yang melakukan salat lima kali dalam sehari, para penganut ajaran ini mempraktikan salatwajib hanya pada tiga waktu saja. Konon hal ini terjadi karena penyebar Islam saat itu mengajarkan Islam secara bertahap dan karena suatu hal tidak sempat menyempurnakan dakwahnya.

(9)

tidak mempunyai pengaruh Islam dan amalan utama mereka adalah memuja dewa-dewa

animisme. Ajaran agama Hindu dan Buddha juga dimasukkan di dalam upacara agama mereka.

Agama Bodha mempercayai adanya lima tuhan yang besar, yang paling tinggi dikenali sebagai Batara Guru. Tuhan yang lain adalah Batara Sakti dan Batara Jeneng bersama isteri mereka Idadari Sakti dan Idadari Jeneng. Namun kini, penganut agama Bodha sedang diajarkan mengenai agama Buddha yang ortodoks oleh sami-sami yang dihantar oleh persatuan besar Buddha terbesar negara Indonesia.

E. Bahasa

Disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk pulau Lombok (terutama suku Sasak), menggunakan bahasa Sasak (bahasa asli) sebagai bahasa utama dalam percakapan sehari-hari. Di seluruh Lombok sendiri bahasa Sasak dapat dijumpai dalam empat macam dialek yang berbeda yakni dialek Lombok utara , tengah, timur laut dan tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk suku Bali yang berdiam di Lombok (sebagian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan

Kotamadya Mataram dapat dijumpai perkampungan yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.

F. Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama penduduk suku Sasak adalah bercocok tanam di ladang (lendang) atau di sawah (subak). Ada juga yang menggantungkan hidup pada kegiatan berburu rusa, babi, dan binatang hutan lain, mencari umbi-umbian, menangkap ikan. Mata pencaharian lain adalah membuat barang anyaman, ukiran logam, kain tenun, barang-barang dari rotan, tanah liat dan hanya sebagian kecil bermata pencahariannya dari Pariwisata.

G. Kebudayaan 1. Adat istiadat

(10)

memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang disebut dengan "Mesejati" atau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan "Nyelabar" atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.

2. Presean Simbol Kejantanan Taruna (Pemuda) Sasak

Budaya Presean atau bertarung dengan rotan memang sudah dikenal masyarakat Lombok sejak lama. Namun budaya yang penuh dengan kekerasan itu berubah menjadi unik ketika dipadukan gaya bela diri yang unik dan lucu dari pemainnya.

Presean adalah salah salah satu kekayaan budaya bumi gogo rancah (Lombok). Acara ini berupa pertarungan dua lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) serta berperisai kulit kerbau tebal dan keras (ende). Petarung biasa disebut pepadu. Presean bermula dari luapan emosi para prajurit jaman kerajaan taun jebot (dahulu kala) sehabis mengalahkan lawan di medan perang. Acara tarung presean ini juga diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak yang wajib jantan dan heroik saat itu.

Uniknya dari pertarungan presean, pesertanya tidak pernah dipersiapkan secara khusus. Pepadu atau petarung diambil dari penonton yang mau adu nyali dan ketangguhan mempermainkan tongkat rotan dan perisai yang disediakan. Penonton/calon peserta bisa mengajukan diri atau dipilih oleh wasit pinggir (pakembar sedi). Setelah mendapat lawan, pertarungan akan dimulai dan dimpimpin oleh wasit tengah (pekembar).

Tarian rotan dari Lombok ini sudah dikenal masyarakat Sasak secara turun temurun. Awalnya merupakan sebuah bagian dari upacara adat yang menjadi ritual untuk memohon hujan ketika kemarau panjang. Sebuah tradisi yang dalam perkembangan kemudian sekaligus berfungsi sebagai hiburan yang banyak diminati. Sebagai salah satu upaya melestarikan budaya daerah, Presean Lombok pun mulai sering dilombakan. Pertandingan diakhir dengan salam dan pelukan persahabatan antar petarung. Tanda tiada dendam dan semua hanyalah permainan. benar-benar sportif.

Adegan seperti ini sering di lakukan masyarakat pulau lombok apa bila ada acara adat, tidak heran masyarakat sangat antusias untuk menonton acara seperti ini, selain dapat menarik wisatawan mancanegara wisatawan lokal pun berbondong-bondong menyaksikan acara ini. Dalam adengan presean tidak jarang salah satu dari orang yang presean mengalami luka yang cukup parah tapi mereka tetap senang dan bergembira.

(11)

A. Sistem Kekerabatan Adat Suku Sasak

Dalam sistem kemasyarakatan suku sasak terdapat beberapa pengertian pokok antara lain : Pelapisan Sosial, Pemerintahan, Organisasi Sosial, dan Sistem Kekerabatan.

 Pelapisan Sosial

Suku Sasak juga mengenal sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada keturunan, yakni keturunan bangsawan dan orang kebanyakan. Tingkat-tingkat kebangsawanan paling atas adalah pewangsa raden dengan gelar raden untuk pria dan denda untuk wanita. Lapisan menengah dinamakan tri wangsa dengan gelar lalu untuk pria dan baig untuk wanita. Lapisan ketiga adalah jajar karang dengan gelar log untuk pria dan le untuk wanita. Pada masa lalu, bangsawan ini umumnya memegang kekuasaan sebagai kepala kampung (dasan), kepala desa, atau distrik. Pada masa sekarang, pelapisan sosial tersebut cenderung bergeser. Dasar pelapisan sosial tersebut menjadi lebih baik apabila keseluruhannya menjadi satu kesatuan. Kekuasaan akan dipandang menjadi lebih tinggi dengan ditunjang oleh faktor ekonomi yang kuat.

Di daerah lombok secara umum terdapat 3 macam lapisan sosial masyarakat :

1. Golongan Ningrat 2. Golongan Pruangse

3. Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa )

Masing-masing lapisan sosial masyarakat di kenal dengan Kasta yang mempunyai kriteria tersendiri :

1. Golongan Ningrat

Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini adalah ” lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah ” mamiq “. Untuk wanita ningrat nama depannya adalah ” lale”, bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang telah menikah disebut ” mamiq lale”.

(12)

Kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “ bape “, untuk kaum laki-laki pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang dari golongan ini lahir dengan nama si ” A ” maka ayah dari golongan pruangse ini disebut/dipanggil ” Bape A “, sedangkan ibunya dipanggil ” Inaq A “. Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse.

3. Golongan Bulu Ketujur

Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah sebutan ” amaq ” bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah ” inaq “.

Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya mereka. Seperti contoh di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku untuk golongan Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A dan Mamiq lale A akan dipanggil Niniq A.

 Sistem Pemerintahan

Dalam sistem pemerintahan, dikenal adanya pimpinan tradisional dan pimpinan formal. Unsur-unsur yang terdapat dalam pimpinan tradisional terdiri atas:

 Keliang (kepala kampung), yang merupakan pimpinan utama yang mencakup seluruh

aspek pemerintahan, adat, agama, irigasi, dan keamanan.

 Jeroah, merupakan wakil dari kepala kampung yang berkewajiban menjalankan segala

tugas kepala kampung, bila berhalangan.

 Pemangku/Mangku, merupakan pimpinan dalam bidang keagamaan.  Pekasih, yang mengatur masalah irigasi.

 Pekemit, yang bertugas dalam bidang keamanan.

(13)

 Sistem Kekerabatan

Keluarga terkecil yang terdiri dari ayah, Ibu, dan anak-anak, bagi orang Sasak merupakan sebagian yang sangat diperhatikan. Mereka tinggal dalam satu ruamh tangga yang disebut bale (rumah). Anak yang membangun rumah tangga (suami-istri) untuk sementara waktu akan bersama keluarga besarnya sampai pada akhirnya dianggap mampu untuk berdiri sendiri. Dan jika telah berdiri sendiri, maka dia akan menjadi keluarga baru yang bertanggungjawab terhadap kelangsungannya. Hubungan-hubungan garis keturunan terbentuk atas dasar pertalian darah (semeton kuni) dan perkawinan. Hubungan keluarga dari semeton kuni merupakan hubungan kekerabatan dalam arti biologis yang dijalin atau dasar satu sumber darah, yaitu dari orang tua yang sama. Sedangkan hubungan hubungan kekerabatan dengan perkawinan merupakan hubungan dalam arti sosiologis yang terjadi karena adanya perkawinan.

Rumpun kerabat (keluarga) dibangun atas pandangan kosmogini segi empat yang dikenal dengan empat generasi orang tua (nenek), empat garis anak cucu, dan empat lapis sepupu ari satu talian darah. Pungutan garis kekerabatan ini sering dirangkai dengan mengadakan acara-acara seperti : pertama, acara keluarga yang diselenggarakan pada acara adat perkawinan, kematian (kepaten) anggota, dan khitanan anak, serta daur hidup keluarga baru. Kedua, pada acara keagamaan seperti : Maulid Nabi dan Isra Mi’raj.

Sistem kekerabatan suku sasak terdiri dari : 1) Keluarga inti

Terdiri dari seorang ayah ,seorang ibu dan seorang anak 2) Keluarga luas

Keluarga ini terdiri ayah, ibu, anak, kakak, adik, paman, bibi, menantu, mertua, kakek, nenek, sepupu.

3) Keluarga Besar

Terdiri dari : 1. Ego

2. Inaq dan Amaq (Orang tua dari Ego)

3. Papuq Nina dan Papuq Mama (Orang tua inaq dan amaq atau papuq dari ego)

4. Baloq ( Orang tua dari Papuq Nina dan Papuq Mama, papuq dari inaq dan amaq, dan merupakan Baloq dari ego )

5. Tata ( Orang tua dari Baloq, Papuq dari Papuq Nina dan Papuq Mama, Baloq dari inaq dan amaq, dan merupakan Tata dari ego )

(14)

7. Goneng (Orang tua dari Toker, papuq dari Tata, Baloq dari Baloq, Tata dari Papuq Nina dan Papuq Mama, Toker dari inaq dan amaq, dan merupakan Goneng dari ego ) 8. Kleoq (Orang tua dari Goneng, papuq dari Toker, baloq dari Tata, tata dari Baloq,

Toker dari Papuq Nina dan Papuq Mama, Goneng dari inaq dan amaq, dan merupakan Kleoq dari ego ).

Sistem kekerabatan masyarakat Sasak, pada dasarnya memiliki pola patrilineal, yakni mengikuti garis keturunan dari ayah. Juga masih dikenal adanya sistem strata masyarakat antara keturunan bangsawan atau masyarakat biasa. Strata ini sering juga disebut sebagai pelapisan sosial resmi atau dasar dan samar. Pada umumnya tingkatan kebangsawanan yang di Lombok disebut wangsa , dibagi dalam tiga bagian besar:

 Tingkat pertama yang paling tinggi adalah pewangsa Raden. Gelar panggilan bagi

pria dari kelas ini adalah raden dan wanitanya disebut denda.

 Tingkat kedua yang sering disebut triwangsa, memakai gelar Lalu untuk pria dan

Baiq untuk wanita

 Tingkat ketiga adalah tingkat yang disebut jajar karang, panggilannya adalah log

untuk pria dan le untuk wanita

Ketiga tingkat ini tidak merata di Lombok, misalnya di Bayan dan Anyar, hanya ada golongan pertama dan ketiga saja, Di Sembalun, atau Dasan Agung, Sekitar Lading-lading tingkat pertama dan kedua tidak ada tetapi luput dianggap lapisan lebih tinggi sedikit dari jajar karang.

Pelapisan Sosial Samar; dasar pelapisan sosial samar, adalah :

1. Kekuasaan, artinya mereka yang memegang kepemimpinan atau kuasa dalam pemerintahan

2. Kekayaan, mereka yang tergolong kaya di kampung. Pada umumnya orang kaya disini adalah bangsawan

3. Kepandaian/pendidikan. Mereka yang memiliki kepandaian jarang dijumpai dalam masyarakat, misalnya dalam pengobatan, agama, atau mereka yang menjadi pengawal, karena memiliki latar belakang pendidikan

(15)

Hubungan antara kaum bangsawan dengan masyarakat biasa mengalami pergeseran yang cukup kuat, yakni pada awalnya sangat terasa perbedaan antara kedua golongan ini akan tetapi saat ini sudah sangat mengalami pergeseran yakni sudah kurang dirasakan, setidaknya tidak seketat dulu. Meskipun demikian masyarakat biasa atau yang termasuk dalam golongan jajar karang di Desa Puyung menilai bahwa hubungan antara kaum bangsawan dengan masyarakat luar (biasa) sampai sekarang masih terasa ada sekat. Masyarakat yang termasuk dalam kelompok bangsawan ini, selalu diperlakukan secara khusus, terutama dalam berbagai acara yang melibatkan masyarakat banyak, misalnya maulid, acara pengantenan, acara khitanan dll. Perlakuan khusus diberikan dalam bentuk cara penyambutan, tempat duduk, dan bahan sajian yang diberikan.

Dengan berkembangnya, ajaran Islam yang menekankan adanya persamaan antar manusia, maka beberapa kelompok bangsawan sendiri mulai menghindarkan strata tersebut, meskipun masih menggunakan gelar Lalu dan Baiq.

B. Tradisi dan Hukum Perkawinan Suku Sasak

Sistem perkawinan yang dianut oleh suku Sasak lebih mengarah ke sistem indogami. Bahkan di beberapa tempat, terutama pada masa lampau, sistem indogami dilaksanakan secara ketat yang kemudian melahirkan kawin paksa dan pengusiran (istilah sasaknya bolang) terhadap “terutama” anak gadis. Walaupun kecenderungannya indogami namun sistem eksogami tidak diharamkan oleh adat. Adat perkawinan suku sasak, telah mengalami distorsi disana sini. Hal ini akibat penagaruh nilai-nilai baru, baik yang berasal dari agama Islam maupun dari nilai-nilai barat.

a. Adat sebelum perkawinan

Pembatasan jodoh

(16)

Apabila seorang wanita kawin dengan anak menasanya baik menasa sekali maupun menasa dua perkawinana dinamakan dengan bero toaq nina atau basa mengina.

Cara memilih jodoh, ada 2 cara memilih jodoh yang lazim dikalangan suku bangsa sasak antara lain :

1. Kemele mesaq artinya atas dasar kemauan sendiri dari kedua belah pihak yang kawin yang dilakukan dengan cara melarikan tetapi sebelum acara melarikan terlebih dahulu antar gadis dan pemuda telah terjalin suatu hubungan cinta yang disebut dengan meleang atau kemelean yang pada puncaknya kedua belah pihak menyetujui suatu perkawinan. Para penuda dan gadis bertemu pada beberapa kesempatan yang dijadikan kesempatan berkenalan pada waktu potong padi. Perkenalan pertama akan berlanjut pada kunjungan kerumah gadis pada waktu malam yang bertujuan mendapatkan kesempatan berbicara sambil merencanakan perkawinan di sebut midang. Di sini akan di buat rencana-rencana tanpa di ikuti pembicaraan orang tua kemudian pihak laki-laki member tahukan pada orang tuanya tentang pernilahannya dengan si gadis, pemberitahuan ini bukan bermaksud meminta persetujuan dari orang tua melainkan menyangkut penyediaan biaya perkawinan kelak.

2. Suka lokaq atau kemauan orang tua. Dengan cara ini di maksudkan bahwa orang tua dari kedua belah pihak atau dari salah satu pihak aja yang aktif sedangkan baik pemuda maupun gadis hanya bersikap pasif saja. Pekawinan suka lokaq seringkali tidak di awali dengan masa meleang atau kemelean bahkan antara pemuda dan gadis kemungkinan belum saling kenal mengenal satu dengan yang lain. Kebanyakan dengan cara ini seringkali berakhir dengan perceraian karena lemahnya dasar ikatan yang di miliki suatu perkawinan.

Cara memilih jodoh di atas , semakin tidak mendapat tempat. Generasi sasak melukiskan suka lokaq tersebut sebagai kawin paksa. Pemuda-pemuda sasak menginginkan perkawinan yang di dasarkan kepada kebebasan menentukan sendiri pilihan masing-masing tanpa dikotori oleh intervensi siapa pun termasuk orang tua dan keluarga.

Bentuk-bentuk perkawinan

Suku bangsa sasak mengenal beberapa bentuk perkawinan, yang terbagi menjadi 5 yakni:

1. Lari bersama atau memaling atau merarik

(17)

dinamakan merarik. Perkawinan ini di lakukan tanpa persetujuan dari orang tua yang pemuda melarikan si gadis. Melarikan dimaksudkan sebagai permulaan dari tindakan pelaksanaan perkawinan. Setelah si gadis di bawa lari dan disuruh tinggal di bale penyeboqan yang tujuannya melanjutkan proses ikatan perkawinan agar si gadis benar-benar menjadi istri dari pemuda yang membawa tersebut.

2. Memagah

Memagah atau memagel adalah bntuk perkawinan dengan cara melarikan tetapi dengan cara paksa serta dilakukan pada siang hari. Seorang pemuda dengan di bantu oleh beberapa temannya secara paksa membawa lari gadis ketika gadis tersebut terlepas dari pengawasan oaring tuanya. Dalam hal ini kemungkinan yang terjadi meneruskan perkawinan dengan lelaki yang memagahnya dan kedua menolaknya.

3. Nyerah hukum

Yang merupakan memempon artinya terjun dari atas. Bahwa pelaksanaan adat dan upacara perkawinan yang di serahkan pada keluarga pihak gadis yang semua pelaksanaan pernikahan biayanya dari pihak laki-laki yang barasal dari suku lain atau suku bangsa sasak yang agak berlainan aji atau adatnya.

4. Kawin gantung atau kawin tadong

Maksud di sisni adalah perkawinan yang di tunda atau di gantung untuk beberapa lama sampai salah seorang atau kedua anak yang kawin menjadi dewasa. Perkawinan gantung ini di lakukan seperti biasa yakni upacara perkawinan dan ketentuan hukum islam seperti wali atau maskawin semuanya di laksanakan. Hanya yang di tunda adalah hidup bersama suami istri hingga mereka dewasa.

b. Upacara-upacara sebelum perkawinan

Di bawah ini akan di uraikan adat pemuda dan pemudi sebelum sampai keputusan untuk melangsungkan perkawinan yaitu:

1. Meleang atau bekemelean

(18)

Midang akan berakhir dengan lahirnya kesepakatan di antara kedua belah pihak untuk melangsungkan perkawinan. Pada waktu meleang di berikan suatu pemberian dari laki-laki kepada sigadis seperti pakaian, sabun, uang atau bahkan selembar sapu tangan saja. Pemberian tersebut dilakukan dibawah tangan bahkan melalui seorang subandar dilombok pemberian tersebut akan di kembalikan kepada pihak yang memberikannya apabila sigadis kawin dengan laki-laki lain dan suaminyalah yang membayarnya karena di anggap bertanggung jawab atas gagalnya perkawinana dengan orang yang mula-mula memberikan pelamar tersebut.

2. Merarik atau memaling

Apabila seorang gadis sudah terangan untuk kawin dengan pemuda yang mencintainya, langkah berikut adalah penentuan waktu bag mereka untuk lari bersama. Waktu itu biasanya tidak lebih dari setahun setelah terug dan ada kalanya begitu terug hanya beberapa hari kemudian si gadis sudah bersedia untuk lari bersama. Membawa lari gadis yang sudah menyetujui suatu perkawian di sebut memaren atau memaling yang di laksanakan pada waktu malam 6.30-7.30) faktor penyebab terjadinya perkawinan Merarik pada masyarakat Suku sasak di lombok antara lain: Merupakan suatu kebiasaan yang sudah ditetapkan dan diatur dalam hukum adat Suku Sasak .

a) Mengurangi terjadinya konflik diantara para pihak

dapat menghindari perpecahan dalam keluarga akibat pilihan tidak sesuai dengan keinginan orang tua dan bebas memilih pasangan yang diinginkan

b) Pelaksanaan kawin merarik

pada masyarakat Suku Sasak di Lombok yaitu lari bersama antara laki-laki dan perempuan yang saling mencintai atas keinginan bersama yang merupakan awal dari prosesi adat

c) Akibat dari perkawinan merarik

menurut hukum adat Suku Sasak apabila terjadi penyimpangan maka akan diambil tindakan hukum oleh Tetua adat yang berupa pembayaran denda

d) Cara penyelesaian

penyelesaian secara adat yang ditempuh masyarakat adat Suku Sasak apabila salah satu pihak membatalkan perkawinan Merarik yang telah disepakati terlebih dahulu akan diselesaikan melalui “Gundern” (musyawarah adat) yang diikuti dengan pembayaran denda dan sanksi adat.

3. Nyebaq

(19)

sembunyikan dirumah keluaga pemuda dan tidak di perbolehkan untuk keluar rumah dan jika sigadis keluar rumah maka pihak keluarga menganggap bahwa sipemuda menghinanya karena baik pemberitahuan maupun pelaksanaan adat yang dituntut bagi laki-laki tersebut belum dilakukan dengan ketentuan adat.

4. Sejati atau mesejati

Merupakan kegiatan pertama yang di lakukan oleh pihak gadis di bawa lari. Selambat-lambatnya 3 hari setelah memaren di kirim pemberitahuan kepada orang tua sigadis melalui kepala kampong (keliang) di mana sigadis dan orang tuanya berdomisilii. Pengertian lain sejati adalah pemberitahuan oleh orang tua sigadis kepada kelian bahwa anaknya telah hilang di ambil orang untuk dikawininya sacara sah.

5. Pemuput selabar

Merupakan hari yang telah di tentukan untuk melaksanakan pemuput selabar biasanya 3 hari setelah sejati.Upacara dimaksudkan untuk membicarakan jumlah ajigama dan ajikrama sebagai upaya untuk dapat melangsungkan akad nikah atau berbagai upacara lainnya menjelang akad nikah.istilah pemput selabar dipergunakan di kandang kaoq dan desa-desa sekitarnya. Ajikrama adalah sejumlah pembayaran yang telah ditetapkan oleh adat.

6. Sorong serah

Merupakan upacara khusus untuk membayar ajikrama yang sudah di sepakati pada waktu melakukan pemuput pelabar yang biasanya di lakukan setelah 5 hari pemuput pelabar dan waktu tersebut digunakan oleh pihak keluarga si pemuda di persiapkan segala Sesuatu yang di perlukan sebagai ajikrama dan kirangan. Upacara sorong serah adalah upacara yang penting sebelum akad nikah.Sebelum upacar sorong serah di mulai oleh kyai dusun dilakukan upacara merosoh gigi kepada kedua calon pengantin. Upacara merosoh gigi artinya meratakan gig dengan alat kikir sebagai tanda bahwa kedua calon mempelai sudah dewasa jika upacara merosoh gigi telah dilaksanakan barilah di persiapkan sebuah rombongan yang akan pergi kerumah calon pengantin wanita berupa jumlah uang dan barang dan setelah tiba disana akan dijelaskan maksud kedatangan calon pengantin dengan menggunakan kalimat-kalimat yang resmi

7. Naekang lekoq

(20)

menyerahkan bakul kecil dengan isinya sabagi symbol bahwa kedua belah pihak telah bersatu dan karna itu meminta pengesahan dan berkah. Upacara naekang lekoq dihadapan tuan lokaq kampung .tuan lokaq jabatan dalam masyarakat yang mewakili seluruh penduduk kampung dalam tanggung jawab pelaksanaan adat.

8. Nyongkol

Merupakan upacara mengunjungi rumah orang tua calon pengantin wanita oleh kedua calon pengantin dengan diiringi oleh keluarga dan kenalan dalam suasana penuh kemeriahan. Tujuannya adalah untuk menampakkan dirinya secara resmi dihadapan orang tuanya dan keluarga-keluarga bahkan juga kepada seluruh masyarakat sambil meminta maaf serta memberi hormat pada kedua orang tua calon pengantin wanita tetapi sebelum dilakukan nyongkol terlebih dahulu kedua calon mempelai dipiyas(di hias) dengan menggunakan pakaian adat. Calon pengantin mengenakan kain batik dan diatas kain batik di lilitkan sabuk atau stagen yang langsung berfungsi sebagai baju. Calon pengantin laki-laki mengenakan kain batik dodot seta geratin dikepalanya di gunakanpetitis.Kedua calon pengantin yang sudah siap dengan pakaian adatnya langsung menuju rumah calon pengantin wanita, kedua calon pengantin langsung menterbu pintu rumah orang tua pengantin wanita kemudian menyalami kedua orang tuanya.Pertemuan ini adalah perpisahan bagi pengantin wanita yang sering diwarnai denagn tetesan air mata. Demikian upacara nyongkol tersebut dapat di anggap selesai dimana rombongan yang mengiringi tadi diberikan suguhan minuman ringan seperti the, kopi atau kelapa muda.

Upacara nyongkol sebenarnya sama dengan upacara persandingan pengantin. Karena upacar ini juga bertujuan memperlihatkan kedua pengantin yang kawin kepada umum, sambil member kesempatan bagi teman dan kenalan memberikan acara selamat dan hadiah hadiah perkawinan. Di bima upacara ini disebut dende atau pamaco.

9. Bedak keramas

Adalah upacara kecil yamg di lakukan oleh kedua mempelai sekembalinya dari nyongkol. Upacara ini di lakukan dirumah calon pengantin laki-laki dan di pmpin oleh inaq keliang (isteri kepala kampong) jalan upacara adalah sebagai berikut.

(21)

keduanya siap untuk memasuki akad nikah, dengan mana mereka di antarkan mmasuki hidup bersama yang sah menurut ajaran agama islam yang di anutnya.

c. Upacara pelaksanaan perkawinan

Adat perkawinan sasak, upacara pelaksanaan perkawinan yang di kandang kaoq disebut ngawinang dan di tempat lain disebut nikahang. Upacara ngawinang di kandang kaoq di lakukan di masjid kampung. Upacara upacara pernikahan dikandang akoq di pimpin oleh kepala kantor urusan agama kecamatan tanjun dengan mengkti tata cara islam yang umum yakni pembicaraan khotbah nikah dan ijab Kabul yang di lakukan langsung oleh orang tua si calon pengantin wanita di hadapkan calon pengantin laki-laki. Khotbah nikah di bacakan dengan bahasa arab sedangkan ijab Kabul di bacakan dengan menggunakan bahas setempat.

d. Upacara-upacara setelah perkawinan

Setelah perkawinan masih ada lagi upacara sederhana yang di sebut ngerapahang pengantin. Upacara ini dilaksanakan di kandang kaoq pada waktu sore hari sehari setelah akad nikah. Kunjungan yang dilakukan oleh kedua pengantin dengan disertai oleh beberapa orang keluarga pengantin laki-laki. Mereka membawa bokor (pebuan) yang berisi lekoq (sirih), tembakau, kapur, dan pinang. Dirumah orang tua pengantin wanita seoang laki-laki wakil dari keluarga pengantin laki-laki secara resmi menyerahkan pebuan tersebut. Maka pihak wanita langsung menjawab dan menerima pebuan kerapahan dari laki-laki. Setelah saling saut menyaut barulah mereka bersalaman. Pebuan laki laki di ambil oleh pihak wanita sedangkan pebuan pengantin wanita di ambil oleh pihak laki-laki.

Upacara yang kedua setelah perkawinan adalah ngelewaq yaitu kunjungan biasan yang di lakukan oleh kedua pengantin kerumah orang tua pengantin wanita.Ada kalany pengantin laki-laki tidur semalam diirumah orang tua pengantin.Ini untuk mendekatkan keluarga baru itu dengan orang tua keluarga pengantin wanita.

Upacara yang ketiga adalah yang dinamakan menyapu.Selain upacara ngerapahang pengantin dan ngelewaq di kandang kaoq masih ada upacara yang disebut menyapu, yang dilakukan beberapa hari setelah akad nikah.Upacar ini di lakukan oleh kedua pengantin denga disertai oleh kyai dan beberapa anggota keluarga pihak laki-laki.

(22)

dapat menyebabkan sakit, kematian anak, gila dan sebagainya. Karena itu pula perkawinan perlu di restui oleh leluhurnya dengan cara menyapu tersebut.

e. Adat setelah perkawinan

Adat menetap sesudah kawin

Apabila keluarga baru terbentuk maka keluarga tersebut tidak langsung menemppati rumah sendiri. Ada 3 kemungkinan yang umum dalam hal menetap sesudah kawin antara lain:

a) Bale mesaq (rumah sendiri)

Bale mesaq merupakan rumah yang dibangun oleh suami sejak sebelum perkawinan. Rumah tersebut biasanya dibangun disamping rumah orang tua. Menempati rumah mesaq dipandang sebagi yang paling terhormat didalam adat menetap sesudah perkawinan dalam adat sasak.

b) Nyodok (numpang)

Nyodok merupakan numpang tinggal di rumah pihak wanita.Ini seringkali terjadi apabila perkawinan tidak didahului dengan persiapan perumahan. Dalam masa numpang ini baik sipengantin dan orang tuanya sudah mulai mengumpulkan bahan-bahan bangunan dan apabila telah cukup barulah di bangun rumah untuk kedua pengantin.

c) Nurun nina (tinggal di rumah keluarga istri)

Nurun nina artinya ikut istri. Si suami baik atas kemauannya sendiri atau kemauan istrinya tinggal dirumah ayah istrinya.

C. Pengaturan dan Ketentuan Pewarisan dalam Suku Sasak

Hukum waris adat dalam suku ini adalah bahwa telah terjadi pluralisasi dalam hukum waris di daerah ini. Di dalam Suku Sasak berlaku hukum adat sasak sendiri, hukum Islam, dan hukum waris yang ditetapkan oleh pengadilan negeri.

(23)

(patrilineal), Pertalian darah menurut garis ibu (matrilineal) dan Pertalian darah menurut garis ibu dan bapak (parental). Hukum Adat Sasak, Suku Sasak menarik garis keturunan dari pihak laki-laki (patrilineal). Pada kaum bangsawan Suku Sasak, perempuan diberi gelar Baiq dan kaum laki-lakinya mendapat gelar Lalu. Namun pada masyarakat lapisan bawah baik perempuan maupun laki-laki tidak mempunyai gelar, namun kaum perempuannya dipanggil

Inaq dan laki-laki dipanggil Amaq.

Masyarakat yang tidak mempunyai lapisan bangsawan contohny adalah Desa Sade yang seluruh penduduknya adalah bagian bawah dari masyarakat. Desa Sade adalah suatu desa yang masih tradisional. Masyarakat Desa Sade sebagian besar beragama Islam. Walaupun beragama Islam, mereka tetap tunduk pada Hukum Adat Sasak Tradisional. Menurut Hukum Adat di desa ini wanita tidak menerima warisan dari orang tuanya yang telah meninggal dunia. Pada dasarnya masyarakat Sasak Desa Sade menganut sistem patrilineal, bahwa garis keturunan ditarik dari pihak laki-laki atau bapak. Anak perempuan dianggap keluar dari keluarganya dan pindah menjadi keluarga suaminya, karena ia mengikuti suaminya setelah mereka kawin.

Jika wanita Sasak di Desa Sade menikah, ia tinggal pada keluarga suaminya. Untuk itu ia boleh membawa barang-barang perhiasan dari emas atau perak berbentuk cincin dijarinya, giwang atau anting-anting, kalung di lehernya dan gelang yang dipakai pada tangannya. Ia tidak akan mendapatkan tanah atau rumah. Tanah dan rumah hanya untuk anak laki-laki.

Dalam masyarakat Desa Sade, perkawinan antar keluarga, misalnya, antar saudara misan atau saudara sepupu menjadi kebiasaan untuk mempertahankan garis keturunan. Pekerjaan di desa ini adalah bertani yang hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari. Disamping itu para wanita melakukan pekerjaan menenun, misalnya membuat sarung, selendang dan penutup leher untuk dijual, dengan alat tenun yang amat sederhana. Wanita-wanitanya mebuat benang dari kapas yang ditanam di sawah mereka bersama-sama dengan tanaman padi. Sebagian besar dari mereka telah membeli benang berbagai warna di pasar. Pihak laki-laki mengerjakan sawah mereka. Hasil padi tidak untuk dijual tetapi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Wanita di Desa Sade, harus kawin dengan lelaki di desa tersebut. Bila ia kawin dengan laki-laki luar desa, wanita itu harus keluar dari desa tersebut.

(24)

Wanita dalam masyarakat Sasak tunduk dalam tiga sistem hukum dalam hal waris. Hukum tersebut adalah hukum adat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Hukum Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist karena mayoritas Suku Sasak beragama Islam, dan hukum negara yang bersumber pada putusan hakim Pengadilan Negeri dan dikuatkan oleh Pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.

Sebagian besar masyarakat Sasak mengikuti hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Karena mayoritas Suku Sasak beragama Islam, banyak masyarakat Sasak yang menggunakan hukum Islam untuk membagi warisan. Hal ini pernah dijelaskan oleh Van den Berg dan Salmon Keyzer dalam teorinya Receptio in Complexu yang mengungkapkan bahwa adat-istiadat dan hukum adat suatu golongan hukum masyarakat adalah receptio (penerimaan) seluruhnya dari agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Hukum adat suatu golongan masyarakat adalah penerimaan secara bulat dari hukum agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Dalam hal ini, Suku Sasak secara mayoritas beragama Islam dan menggunakan hukum Islam untuk membagi warisannya.

Dasar penggunaan hukum waris Islam bersumber pada Surat An-Nisa ayat 11 Dalam bahasa Sasak, bagian wanita dikatakan sebagai “sepersonan” yaitu barang yang dijunjung di atas kepala perempuan. Bagian laki-laki adalah “sepelembah” atau dua pikulan yang diletakkan di atas bahu. Maka dikatakan dalam bahasa daerah sasak bagian laki-laki dan wanita adalah “Sapelembah sepersonan”yaitu dua berbanding satu. Wanita menjunjung satu bakul di kepalanya, sedangkan laki-laki membawa pikulan di bahunya yang terdiri dari dua bakul keranjang.

Anak laki-laki mendapatkan dua bagian warisan dan perempuan satu bagian mengikuti sepelembah sepersonan. Jika tidak ada anak laki-laki maka semua warisan tersebut jatuh pada anak perempuan. Jika anak perempuan lebih dari satu orang, harta warisan dibagi sama diantara mereka. Warisan tersbut tidak tidak dibagikan kepada saudara laki-laki dari almarhum bapaknya. Bila anak perempuan hanya satu-satunya semua harta warisan jatuh kepada anak perempuan satu-satunya tersebut. Untuk membagi warisan, masyarakat menyerahkan segala urusan pembagiannya pada Tuan Guru, Pemimpin Agama Islam di desa di Sasak. Namun tidak jarang pula sengketa waris diselesaikan oleh Pengadilan Agama dan diselesaikan dengan Hukum Islam.

(25)

Rasini vs Amaq Atimah. Mahkamah Agung memutuskan sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung terhadap anak perempuan di Tapanuli (Sumatera Utara), anak perempuan dijadikan ahli waris agar adil.

Perkembangan Hukum Adat Suku Sasak, sejak tahun 1951 di daerah pulau Lombok, khususnya di daerah Kecamatan Masbagik (Lombok Timur) telah terjadi pergeseran nilai dalam Hukum Waris Adat khususnya tentang kedudukan anak dan wanita. Jika menurut hukum adat yang lama, anak wanita bukan ahli waris serta tidak berhak untuk mewaris barang-barang tidak bergerak seperti tanah, maka kini dalam perkembangannya sudah diakui dimana kedudukan wanita sebagai ahli waris dan berhak pula memperoleh harta warisan peninggalan orang tuanya bersama-sama dengan saudara laki-lakinya.

Keadaan di atas mau tidak mau harus ditafsirkan bahwa telah terjadi pergeseran pola pikir di kalangan warga suku ini ke arah kemajuan (modernisasi). Dari realita-realita yang terjadi dalam masyarakat, maka secara filosofis dapat dibaca bahwa persamaan status hak dan kedudukan antara anak laki-laki dengan anak wanita selama ini telah berjalan. Anak wanita tidak lagi sebagai selalu berada di belakang keutamaan anak laki-laki. Tetapi keduanya mempunyai harkat dan martabat yang sama.

Dari segi yuridis dapat dipertimbangkan antara lain, masyarakat adat suku Sasak telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat tersebut ternyata diikuti pula oleh perkembangan akan kebutuhan hukum. Artinya bahwa dalam masyarakat tersebut telah mengalami pergeseran nilai-nilai sosial khususnya nilai-nilai hukumnya. Dalam kasus ini pergeseran tersebut telah terjadi dalam kedudukan wanita. Jika sebelumnya wanita dianggap berkedudukan di bawah kaum laki-laki karena sistem kekerabatan yang bersifat patrilinial.

Situasi dan kondisi saat ini telah berubah dan sangat berbeda. Dalam realita di tengah-tengah masyarakat adat dalam suku ini telah timbul nilai-nilai hukum baru yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat itu sendiri. Dirasakan tidak adil lagi jika anak wanita dianggap sebagai bukan ahli waris. Anak wanita sekarang sudah diakui sebagai ahli waris. Oleh karena itu, kensekuensi logisnya, wanita harus mendapatkan bagian sebagai ahli waris dari orang tuanya yang telah meninggal.

(26)

dan anak laki-laki dari seorang peninggal warisan bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak laki-laki sama dengan anak perempuan”.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Suku Sasak adalah penduduk asli pulau Lombok, Suku sasak adalah salah satu suku terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sekitar 80% penduduk di pulau Lombok ini diduduki oleh suku sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti suku mbojo (Bima), dompu, sumawa (Sumbawa), jawa, dan hindu. Suku sasak mendiami seluruh pulau Lombok, yang tersebar di tiga kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur.

(27)

praktek ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "sasak Boda".

Di daerah lombok secara umum terdapat 3 macam lapisan sosial masyarakat yaitu: Golongan Ningrat, Golongan Pruangse, dan Golongan Bulu Ketujur (Masyarakat Biasa). Sistem kekerabatan masyarakat Sasak, pada dasarnya memiliki pola patrilineal, yakni mengikuti garis keturunan dari ayah.

Sistem perkawinan yang dianut oleh suku Sasak lebih mengarah ke sistem indogami. Bahkan di beberapa tempat, terutama pada masa lampau, sistem indogami dilaksanakan secara ketat yang kemudian melahirkan kawin paksa dan pengusiran (istilah sasaknya bolang) terhadap “terutama” anak gadis. Walaupun kecenderungannya indogami namun sistem eksogami tidak diharamkan oleh adat. Adat perkawinan suku sasak, telah mengalami distorsi disana sini. Hal ini akibat penagaruh nilai-nilai baru, baik yang berasal dari agama Islam maupun dari nilai-nilai barat.

Hukum waris adat dalam suku sasak telah mengalami pluralisasi dalam hukum waris di daerah ini. Di dalam Suku Sasak berlaku hukum adat sasak sendiri, hukum Islam, dan hukum waris yang ditetapkan oleh pengadilan negeri. Pada dasarnya masyarakat Sasak menganut sistem patrilineal, bahwa garis keturunan ditarik dari pihak laki-laki atau bapak. Anak perempuan dianggap keluar dari keluarganya dan pindah menjadi keluarga suaminya, karena ia mengikuti suaminya setelah mereka kawin Hukum waris adat Sasak, mengharuskan wanita Sasak tidak mempunyai hak untuk mewaris harta orang tuanya. Perkembangan Hukum Adat Suku Sasak, sejak tahun 1951 di daerah pulau Lombok, khususnya di daerah Kecamatan Masbagik (Lombok Timur) telah terjadi pergeseran nilai dalam Hukum Waris Adat khususnya tentang kedudukan anak dan wanita. Bertitik tolak dari persamaan harkat dan martabat, serta persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara dihadapan hukum sesuai dengan Pancasila dan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan mengingat pula keadilan umum, dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, maka di dalam kasus ini Pengadilan sependapat dan layak untuk berpedoman kepada yurisprudensi tetap Mahkamah Agung yang berlaku untuk seluruh Indonesia tanggal 11 Nopember 1961, No.179 K/Sip/1961. Intinya bahwa “Anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal warisan bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak laki-laki sama dengan anak perempuan”.

(28)

Adanya penyelesaian Hukum Waris dalam masyarakat Suku Sasak dengan menggunakan tiga cara akan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Masyarakat akan bingung memilih cara pembagian hukum waris diantara mereka. Bahkan bukan tidak mungkin hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik diantara para ahli waris. Kaum wanita tentu lebih memilih menggunakan hukum yang digunakan oleh Pengadilan Negeri dari pada harus diselesaikan dengan Hukum Adat Tradisional yang mengharuskan wanita tidak menerima warisan karena sistem kekerabatan yang patrilineal. Sebaliknya, kaum laki-laki labih memilih menggunakan sistem hukum waris adat tradisional Suku Sasak karena akan menerima bagian penuh dari sebuah warisan.

Pengadilan Negeri seharusnya tidak menerima sengketa waris yang diajukan umat Islam di Lombok karena hal tersebut adalah kewenangan dari Pengadilan Agama. Putusan akhir dari Pengadilan Negeri pun sangat berbeda dengan ketentuan hukum adat dan hukum Islam yang merupakan agama yang dianut oleh masyarakat mayoritas suku Sasak. Pengadilan Negeri memberikan hak yang sama antara pria dan wanita dalam hal waris. Hal ini tentu saja secara tidak langsung akan menghapuskan Hukum Adat Tradisional Suku Sasak.

Seharusnya ada kesepakatan di antara masyarakat dalam penyelesaian sengketa waris agar tidak terjadi kebingungan dalam masyarakat. Apakah akan menggunakan Hukum Adat Tradisional Suku Sasak, ataukah Hukum Islam sesuai dengan apa yang mereka anut dengan dibantu oleh Pengadilan Agama, hal tersebut kembali pada masyarakat daerah itu sendiri, bukan Pengadilan Negeri seharusnya yang menyelesaikan perkara waris dalam masyarakat Suku Sasak yang beragama Islam karena hal tersebut adalah kompetensi dari Pengadilan Agama.

DAFTAR PUSTAKA

Adonis. 1989. Suku Terasing Sasak Di Bayan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal

Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional Proyek Inventasrisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.

(29)

http://shumarny.wordpress.com/2013/10/06/adat-suku-sasak-lombok/

Referensi

Dokumen terkait

meninggalkan sejumlah harta kekayaan, baik harta itu diperoleh selama dalam perkawinan maupun harta pusaka, karena di dalam hukum adat perkawinan suku bersistem patrilineal,

Adanya aturan hukum yang tidak konsisten dan tidak sesuai dengan jaminan konstitusional atas hak-hak tradisional masyarakat hukum adat, rumusan persyaratan

Perempuan mempunyai kedudukan mewaris dari harta bersama, menurut Hukum Adat Sasak, karena dalam perkawinan mempunyai andil besar dalam mengumpulkan harta bersama dengan

Suku Sasak adalah salah satu suku bangsa yang secara mayoritas mendiami atau menjadi penduduk di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat. Suku yang mendiami Pulau Lombok ini memiliki

Hukum Waris Adat Masyarakat Banjar Masyarakat Suku Banjar mayoritas memeluk Agama Islam.Hal ini tentunya mempengaruhi segala kegiatan yang terjadi di dalam masyarakat

Dalam hal anak angkat yang dilakukan secara adat Sasak pada masyarakat Kecamatan Sembalun, dalam pengertian mengenai anak angkat pada masyarakat adat Sasak adalah pengambilan anak

Dinamika hukum waris adat tidak lepas dari peranan pemuka adat dan hakim yang melakukan penemuan hukum dalam memutus perkara di pengadilan. Sistem pewarisan adat mengalami

• Macam-Macam Harta Warisan Adat: • Harta Yang Tidak Dibagi-bagi • Adanya harta peninggalan tetap tinggal tak terbagi-bagi itu dalam beberapa lingkungan hukum adat, ada hubungannya