• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA HUKUM MASYARAKAT SUKU SASAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUDAYA HUKUM MASYARAKAT SUKU SASAK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BUDAYA HUKUM MASYARAKAT SUKU SASAK

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Antropologi Hukum

Disusun oleh:

Nanang Qosim Masruhin NIM : 201710110311001 Fesabilly Martha S.P. NIM : 201710110311004 M. Ali Wardhana NIM : 201710110311010 Faradita Edsa Zahra NIM : 201710110311014 Kemal Juniardi NIM : 201710110311017 Shafira Salsabila NIM : 201710110311019 Aulia Yasminar NIM : 201710110311025 Vinny Yulian D. NIM : 201710110311029

Saugi NIM : 201710110311032

Gufron Tri Handoko NIM : 201710110311033 Akbar Fanis Ananda NIM : 201710110311050

FAKULTAS HUKUM

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...1 DAFTAR ISI...2 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...3 B. Rumusan Masalah...7 BAB II PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Kasus Pidana Kawin Lari di Suku Sasak...7 B. Penyelesaian Sengketa Hukum Waris di Suku Sasak...10 C. Penyelesaian Sengketa Tata Negara di Suku Sasak...12 BAB III PENUTUP

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Sasak adalah suku yang berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Populasi suku Sasak diperkirakan lebih dari tiga juta orang. Menurut para peneliti, suku Sasak termasuk salah satu suku tertua di Indonesia. Suku Sasak berasal dari kelompok Proto Malayan yang bermigrasi ke wilayah ini sekitar 5000-2000 tahun Sebelum Masehi.

a. Bahasa Suku Sasak

Bahasa Sasak dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bahasa ini mempunyai gradasi antara bahasa Bali dan bahasa Jawa. Bahasa Sasak serumpun dengan bahasa Sumbawa.

Bahasa Sasak biasanya dibagi menjadi lima dialek yang berbeda menurut wilayahnya, yaitu

1. Kuto-Kute (Utara), 2. Ngeto-Ngete (Timur laut) 3. Meno-Mene (Tengah)

4. Ngeno-Ngene (Timur tengah, Barat tengah) 5. Meriaq-Mriku (selatan tengah)

b. Sistem Pengetahuan Suku Sasak

(4)

c. Sistem Kemasyarakatan Suku Sasak

Di daerahLomboksecaraumumterdapat 3 macamlapisansosialmasyarakat, yaitu :

1) GolonganNingrat

Golonganinidapatdiketahuikeningratannya darisebutannamadepan. Namadepankeningratan “lalu” untuk orang-orang ningratpria yang belummenikah.

belummenikahtakmemilikisebutan lain kecualinamakecilmereka, Misalnyaseorangdarigolonganinilahirdengannamasi ”A” maka ayah darigolonganpruangseinidisebut”BapeA“ sedangkanibunyadipanggil ”Inaq A”.

3) GolonganBuluKetujur

Golonganiniadalahmasyarakatbiasa yang

konondahuluadalahhulubalang sang raja yang pernahberkuasa di Lombok. Kriteriakhususgolonganiniadalahsebutan ”amaq” ladalahkeluargabatih yang terdiridari Ayah, Ibu, danAnak.

(5)

Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bele Tajuk. Dan nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.

a) Bale Tani : Bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani

b) Bale Jajar : Bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengan ke atas. Bentuk Bale Jajar hampir sama dengan Bale Tani, yang membedakan adalah jumlah dalem balenya.

c) Sekepat : Tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Sekupat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).

d) Sekenam : Tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.

e) Bale Bonter : Ternopat pesangkepan / persidangan adat, seperti: tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya. Umumnya bangunan ini dimiliki oleh para perkanggo /Pejabat Desa, Dusun/kampung.

f) Bale Beleq Becingah : Tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut “Becingah”.

g) Bale Tajuk: Tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.

(6)

2) Benda – benda

a) Sabuk Belo : Warisan turun temurun masyarakat Lombok. b) Gendang Beleq : Alat musik gendang berbentuk bulat

berfungsi untuk mengiringi rombongan pengantin atau menyambut tamu kehormatan.

c) Ende : Perisai yang digunakan dalam kesenian bela diri periseian

d) Peralatan Untuk Bekerja : Pacul (tambah), bajak (tenggalae), alat untuk meratakan tanah (rejak), parang, kodong, ancok dan lain sebagainya

e) Peralatan Untuk Membangun Rumah : Jerami dan alang-alang yang digunakan untuk membuat atap rumah, bedek (anyaman dari bambu yang digunakan untuk membuat dinding), kayu-kayu penyangga, getah pohon kayu-kayu bantem dan bajur, kotoran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, abu jerami yang digunakan sebagai campuran mengeraskan lantai.

e. Sistem Mata Pencaharian Suku Sasak

Secara tradisional mata pencaharian terpenting dari sebagian besar orang Sasak adalah dalam lapangan pertanian. Dalam lapangan pertanian mereka bertanam padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedele, sorgum. Selain itu, mereka mengusahakan kebun kelapa, tembakau, kopi, tebu. Perternakan merupakan mata pencaharian sambilan. Mereka beternak sapi, kerbau dan unggas. Mata pencaharian lain adalah usaha kerajinan tangan berupa anyaman, barang-barang dari rotan, ukir-ukiran, tenunan, barang dari tanah liat, barang logam, dan lain-lain. Di daerah pantai mereka juga menjadi nelayan.

f.

Sistem Religi Suku Sasak

(7)

Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang bermukim di pulau ini. Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul Wathan (NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan berbagai level dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi.

g. Sistem Kesenian Suku Suku Sasak

Hasil karya kesenian suku Sasak antara lain : 1. Tari gandrung

2. Gendang beleg 3. Presean

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat kami rumuskan masalah penulisan yaitu :

(8)

BAB II PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Kasus Pidana Kawin Lari di Suku Sasak

Suku sasak merupakan salah satu suku di Indonesia yang masih sangat melestarikan kultur budaya mereka. Masyarakat sasak mengenal salah satu cara melangsungkan perkawinandengan kawin lari atau yang biasa mereka sebut dengan istilah merarik. Merarik merupakan jenis perkawinan yang pelaksanaannya dengan cara masing-masing calon yang sudah berniat untuk menikah bersama-sama meninggalkan orang tua dan keluarganya.

Adapun ketentuan cukup umur dalam perkawinan merarik antara lain : a. Kencak

(9)

Menurut hukum nasional yang berlaku di Indonesia, Pasal 332(2) Ayat 1 ke-1 KUHP yang berbunyi “Bersalah melarikan wanita diancam dengan pidanapenjara : paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan.” UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan ( mengenai batasan umur ), pasal 7 ayat 1 : Perkawinan hanya diizinkan pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 tahun.

Contoh kasusnya adalah Zainal alias Kacung, duda usia 45 tahun dan Ernawati berumur 17 tahun, mereka telah berpacaran selama setahun. Kedua orang tua Ernawati tidak menyetujui hubungan mereka dikarenakan selisih umur mereka yang terpaut sangat jauh. Akhirnya Ernawati meminta Kacung untuk melaksanakan merariq(kawin lari) bersamanya, kemudian Kacung membawa Ernawati pergi dan dititipkan juga disembunyikan di desa tetangga. Permasalahan terus terjadi yang hingga akhirnya Kacung membawa Ernawati ke Pulau Bali dan melangsungkan pernikahannya disana. Atas dasar itulah kemudian orang tua Erna melaporkan Kacung ke pihak yang berwajib yang kemudian berujung pada penangkapan kacung dengan dijerat pasal 332 ayat 1 ke 1 KUHP.

Kasus kacung membawa erna untuk kemudian dinikahi , sudah sesuai dengan

prosedur adat merarik.

Dimanasiperempuamdibawalariatasdasarsukasamasukauntukdinikahi tanpa harus

memint izin orang tuanya. Erna pun

tidakdibawalangsungkerumahkacungmelainkandibawakekampungtentanggayakni

dusunlingkoklemdesasetilingdarisegiumurketentuan yang

(10)

Dalam Undang - UndangNomor 1 Tahun 1974 Bab 2 Pasal 7 Ayat 1, Perkawinanhanya di izinkan bila pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan

pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

TentukasuskacungtelahmemenuhisyaratuntukmelakukanperkawinanbersamaErnad imanaKacungberusia 45 tahundanErna 17tahun, dilihatdarisyarat

-syaratperkawinanUUNo. 1 Tahun 1974

tentangperkawinankeduacalonmempelaisudahmemenuhisyaratmelangsungkanper kawinansehinggatidakadaalasan UU maupunhukumadatuntukmencegahnya.

Jikadilihatdaribunyipasal 322 KUHP ayat 1 diatasterdapatkalimat

"barangsiapamembawapergiseorangwanita yang belumdewasa"

kalimatbelumdewasainimenjadirancu yang manadalam UU No.1 tahun 1974 tentangbab 2 pasal 7 ayat 1 tentangperkawinan di izinkanapabilawanita minimal

sudahberusia 16 tahun,

sedangkandalamkasuskacungsepertidiketahuibahwaernaberusia 17 tahun. Jadi, penjeratan pasal 332 ayat 1 terhadap kacung telah melanggar ketetapan UU No.1 tahun 1974

Timpangtindihantarpasal dalam UU ini

menjadikanhukumadatsemakintidakjelaskekuatankedudukannya.Padahal hukum adat merupakan hukum yang jelas-jelas hidup di masyarakat itu sendiri. Hal initentuakanmembentukkekuatandalammasyarakat, agar melaksanakantradisinya. Hukum - hukum yang selama ini mereka sakralkan akan semakin hilang dengan adanya kriminalisasi yang tidak dilakukan oleh hukum nasional jika masyarakat sasak melakukan malarik seperti kacung dijerat pidana itu mengindikasikan bahwa hukum adat tersebut identik dengan kejahatan dari hukum formal . Padahal disisi lain dia adalah hukum yang hidup dimasyaraat. Terdapat kecurigaan pula bahwa adanya rekayasa sosial yang mencoba mengubah perilaku tradisional masyarakat menjadi Perilaku yang lebih modern.

(11)

Dalam hal mewaris bagi wanita, masyarakat Sasak tunduk pada tiga sistem hukum : Hukum Adat, Hukum Islam yang bersumber kepada Quran dan Hadist, serta hukum negara yang bersumber pada putusan hakim Pengadilan Negeri yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Sebagian besar masyarakat Sasak mengikuti hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Karena mayoritas Suku Sasak beragama Islam, banyak masyarakat Sasak yang menggunakan hukum Islam untuk membagi warisan. Dasar penggunaan hukum waris Islam bersumber pada Surat An-Nisa ayat 11 yang pada artinya:

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka) anak-anakmu, bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”

Dalam bahasa Sasak, bagian wanita dikatakan sebagai “sepersonan” yaitu barang yang dijunjung di atas kepala perempuan. Bagian laki-laki adalah “sepelembah” atau dua pikulan yang diletakkan di atas bahu. Maka dikatakan dalam bahasa daerah sasak bagian laki-laki dan wanita adalah “Sapelembah sepersonan”yaitu dua berbanding satu. Wanita menjunjung satu bakul di kepalanya, sedangkan laki-laki membawa pikulan di bahunya yang terdiri dari dua bakul keranjang.

(12)

barang-barang tidak bergerak seperti tanah, maka kini dalam perkembangannya sudah diakui dimana kedudukan wanita sebagai ahli waris dan berhak pula memperoleh harta warisan peninggalan orang tuanya bersama-sama dengan saudara laki-lakinya.

Keadaan di atas mau tidak mau harus ditafsirkan bahwa telah terjadi pergeseran pola pikir di kalangan warga suku ini ke arah kemajuan (modernisasi). Dari realita-realita yang terjadi dalam masyarakat, maka secara filosofis dapat dibaca bahwa persamaan status hak dan kedudukan antara anak laki-laki dengan anak wanita selama ini telah berjalan. Anak wanita tidak lagi sebagai selalu berada di belakang keutamaan anak laki-laki. Tetapi keduanya mempunyai harkat dan martabat yang sama.Situasi dan kondisi saat ini telah berubah dan sangat berbeda. Dalam realita di tengah-tengah masyarakat adat dalam suku ini telah timbul nilai-nilai hukum baru yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat itu sendiri. Dirasakan tidak adil lagi jika anak wanita dianggap sebagai bukan ahli waris. Anak wanita sekarang sudah diakui sebagai ahli waris. Oleh karena itu, kensekuensi logisnya, wanita harus mendapatkan bagian sebagai ahli waris dari orang tuanya yang telah meninggal.

Sebagai contoh, Putusan Pengadilan Agama Praya, No. 306/Pdt.G/2007/PA.PRA, 17 Maret 2008. 11 warisan berupa 2 bidang tanah kebun seluas 6 ha. Orang tua Nursaid sendiri meninggal pada tahun 1950. Pada waktu Amaq Nawiyah meninggal dunia Le Putrahimah masih kecil sehingga tanah kebun seluas 6 ha tersebut dikuasai oleh Amaq Itriawan. Setelah Amaq Itriawan meninggal dunia tanah itu dikuasai oleh Nursaid beserta saudara-saudaranya. Pengadilan Agama Mataram berpendapat antara lain, bahwa batas-batas tanah yang menjadi obyek sengketa tidak dapat dibuktikan oleh penggugat, sedangkan tergugat telah menunjukkan pipil garuda sebagai tanda bukti hak milik tergugat. Oleh karena itu Pengadilan Agama Mataram menolak gugatan pengugat.

(13)

Ketika hukum formal tidak mampu menyelesaikan persoalan masyarakat, maka hukum adatlah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut selama tidak bertentangan dengan hukum pemerintah. Prinsip hukum adat yang dikembangkan bersifat universal, sehingga sampai saat ini Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat tetap menerapkan hukum adat dalam membangun nilai-nilai kesetikawanan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai contoh penyelesaian masalah hukum melalui hukum adat, yaitu pada kasus Desa Sukrarare. Di desa ini, administrasi pemerintah desa dilaksankaan oleh pemeritnah desa, akan tetapi penyelesaian masalah hukum diselesaikan melalui hukum adat oleh kelembagaan adat. Penyelesaian permasalahan melalui hukum adat tersebut dilakukan di Balai Adat. Semua keputusan hukum dilahirkan melalui Balai Adat, sehingga seluruh masyarakat dapat hadir untuk melihat dan memberikan saran yang pada akhirnya pengusung, penghulu dan pemangku memutuskan melalui upacara adat apabila aspek hukum dipandang benar dan perlu mendapat perhatian secara seksama. Hukum adat di NTB tidak menghendaki keputusan salah atau benar. Akan tetapi harus mengarah pada perdamaian yang diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Dalam penyelesaian permasalahan itu terjaga perasaan masing-masing pihak yang bermasalah.

(14)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suku sasak adalah suku terbesar yang menempati Lombok, Nusa Tenggara

Barat. Di daerahLomboksecaraumumterdapat 3

macamlapisansosialmasyarakat yaitu golonganNingrat, golonganPruangse, dan golonganBuluKetujur.Sebagian besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganut agama Islam. Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya hukum suku Sasak tergolong masih sangat kental dengan adat istiadatnya.Adat istiadat suku sasak dapat dilihat pada adat perkawinan suku Sasak yang disebut dengan istilah "Merarik" atau "Selarian" serta dalam menyelesaikan sengketa pembagian warisan suku Sasak masih digunakan hukum adat yang berlaku. Hukum adat di suku Sasak masih berjalan dan berperan dengan sangat baik dan tidak jarang balai adat ikut membantu segala urusan pemerintah daerah Lombok, Nusa Tenggara Barat yang tidak bisa diselesaikan secara hukum pada umumnya.

B. Saran

(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

http://arismansomantri.blogspot.co.id/2014/09/suku-sasak-di-lihat-dari-7-unsur.html

http://www.matadunia.id/2016/02/peraturan-daerah-dan-hukum-adat_50.html

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 6 menunjukkan perlakuan D lebih disukai oleh panelis, hal ini disebabkan karena penambahan tepung arang tempurung kelapa dapat menyerap air dari petis,

Pada setiap usaha pasti ada kendala-kendala dalam menjalankannya begitu juga usaha-usaha yang dijalankan oleh Gapoktan Kampar Makmur seperti: usaha simpan pinjam terdapat beberapa

2016/2017 Politeknik STTT Bandung pada hari Sabtu, 9 Desember 2017 dengan membayar biaya. pendaftaran sebesar Rp 800.000 (delapan ratus ribu rupiah), uang tersebut kami

Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2012) menunjukkan bahwa dari 171 orang sampel siswa-siswi kelas XI di sebuah SMA di Jawa Timur ditemukan sebanyak 134

Dengan kata lain, telah terjadi pergeseran bahasa (language shift) dari bahasa Lampung ke bahasa Indonesia sehingga penutur bahasa Lampung telah menjadi penutur multi bahasa

menggantungkan sepenuhnya dari sumber-sumber kepustakaan, sedangkan penelitian lapangan adalah penelitian yang berbasis pada data lapangan (sosial masyarakat). Kedua ranah

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan: Hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran berbasis

(Chandrasekar 2011). 2013) E mployee productivity depends on the comfort level in their office (Singh 2013) Extrinsic motivation is characteristic of human