• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Waris Adat

N/A
N/A
Qonitah Al Mumtaz

Academic year: 2024

Membagikan " Hukum Waris Adat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

HUKUM WARIS ADAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:Hukum Adat

Dosen Pengampu:

Khurul Anam, M.HI

Disusun Oleh:

Achmad Taqiyuddin (220401098)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH) FAKULTAS SYARIAH DAN ADAB

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI BOJONEGORO

2024

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrohmanirrohim, Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SAW yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan makalah yang berjudul “Hukum Waris Adat” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, tim penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada yang terhormat :

1. M. Jauharul Ma’arif, M.Pd.I selaku Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro

2. Agus Sholahudin Shiddiq, M.H.I selaku Dekan Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro

3. Eko Arief Chayono, M.EK selaku Kaprodi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro

4. Khurul Anam, S.H.I., M.H.I Dosen Pengampu Mata Kuliah Hukum Adat.

Tidak dapat dipungkiri, keterbatasan penulis dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami sangat terbuka menerima masukan dan juga saran dari para pembaca demi perbaikan dalam proses pembuatan makalah selanjutnya. Harapan kecil dari kami semoga para pembaca dapat memetik manfaat dari makalah kami ini.

Bojonegoro, 15 Mei 2024

Penyusun

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... .ii DAFTAR ISI ... iii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 1 C. Tujuan Penyusunan ... 1 BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Adat Waris ... 3 B. Sifat Hukum Waris Adat ... 4 C. Perbandingan Hukum Waris di Indonesia ... 5 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ... 9 DAFTAR PUSTAKA

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hukum waris adat merupakan salah satu elemen penting dalam sistem hukum tradisional yang ada di berbagai wilayah Indonesia. Hukum ini didasarkan pada adat istiadat yang telah diwariskan secara turun-temurun dalam suatu komunitas, mengatur bagaimana harta benda dan hak-hak tertentu diteruskan dari generasi ke generasi. Setiap komunitas adat di Indonesia memiliki aturan dan norma tersendiri terkait hukum waris, yang mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan struktur sosial yang berlaku di masyarakat tersebut. Misalnya, di beberapa daerah, warisan diberikan berdasarkan garis keturunan paternalistik, sedangkan di daerah lain mengikuti sistem matrilineal. Variasi ini menunjukkan betapa kayanya keragaman budaya dan sistem sosial di Indonesia.Namun, di era modern ini, hukum waris adat menghadapi tantangan yang cukup serius. Modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam cara hidup masyarakat, termasuk dalam hal warisan dan pewarisan. Banyak komunitas yang mulai mengadopsi sistem hukum nasional atau bahkan internasional, yang sering kali bertentangan dengan hukum adat. Selain itu, terdapat pula masalah integrasi antara hukum adat dengan sistem hukum nasional Indonesia, yang kerap kali menimbulkan konflik hukum. Oleh karena itu, penting untuk melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai hukum waris adat, guna menemukan cara terbaik untuk menjaga keberlanjutan tradisi ini sambil tetap menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Kajian ini juga bertujuan untuk menegaskan kembali hak-hak masyarakat adat dalam konteks hukum nasional dan internasional, serta memastikan bahwa kekayaan budaya yang terkandung dalam hukum waris adat tetap terpelihara.

(5)

2 B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penyusunan makalah ini maka rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dari Hukum Waris Adat?

2. Bagaimana asas yang terdapat dalam Hukum Waris Adat?

3. Bagaimana perbandingan hukum waris di Indonesia?

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Hukum Adat Waris

Bagian-bagian hukum adat besar pengaruhnya terhadap hukum waris adat dan sebaliknya hukum warispun berdiri sentra dalam hubungan hukum- hukum adat lainnya, sebab hukum waris meliputi aturan-aturan hukum yang berlainan dengan proses yang terus-menerus dari abad ke abad, ialah suatu penerusan dan peralihan kekayaan baik materil maupun immamterial dari suatu angkatan ke angkatan berikutnya.1

Ter Haar mengatakan bahwa hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. Jadi, hukum waris itu mengandung tiga unsur yaitu:

Menurut Iman Sudiyat, hukum waris adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerus atau pengoperan dan peralihan atau perpindahan harta kekayaan materiil dan immateriil dari generasi ke generasi. Menurut Hilman Hadikusuma, hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan Asas- asas hukum waris tentang warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris.

Menurut Wirjono, Pengertian warisan ialah, bahwa warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”. Jadi warisan menurut Wirjono adalah cara penyelesaian hubungan hukum dalam masyarakat yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seorang manusia, di mana manusia yang wafat itu meninggalkan harta kekayaan. Istilah warisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan bendanya. Kemudian cara penyelesaian itu sebagai akibat dari kematian seseorang.

Pernyataan ini berbeda dengan pendapat Soepomo, yang mengemukakan bahwa hukum adat waris yaitu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses

1 Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: PT Pradya Paramitha 2002, hlm. 39

(7)

4

meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia kepada turunannya. Oleh karena itu, untuk terjadinya pewarisan dalam hukum adat waris haruslah memenuhi empat unsur pokok, yaitu:

Dengan demikian, hukum waris memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada para ahli warisnya.Cara penerusan dan peralihan harta tersebut dapat berlaku sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris meninggal dunia. Bentuk peralihannya dapat dengan cara penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada ahli waris.

B. Sifat Hukum Waris Adat

Hukum waris adat mempunyai corak dan sifat-sifat yang khas Indonesia, yang berbeda dari Hukum Islam maupun Hukum Barat. Perbedaan tersebut karena latar belakang alam pikiran bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dengan masyarakat yang Bhineka Tunggal Ika. Sifat yang terdapat dalam latar belakang tersebut adalah saling tolong menolong guna mewujudkan kerukunan, keselarasan dan kedamaian di dalam hidup.

Menurut Hazairin, “Hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal, matrilineal, parental atau bilateral, walaupun pada bentuk kekerabatan yang sama belum tentu berlaku sistem kewarisan yang sama.” Jadi, sifat hukum waris adat juga dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang ada dalam masyarakat.

Dalam hukum waris adat, harta warisan tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak terbagi atau dapat terbagi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli warisnya. Harta warisan adat tidak boleh dijual sebagai kesatuan dari uang penjualan itu lalu dibagi-bagikan kepada para ahli waris menurut ketentuan yang berlaku sebagaimana di dalam Hukum Waris Islam atau Hukum Waris Barat.

Harta warisan adat terdiri dari harta yang tidak dapat dibagi- bagikan penguasaan dan pemilikannya kepada para ahli warus dan ada yang dapat dibagikan. Harta yang tidak terbagi adalah milik beberapa para waris, ia tidak boleh

(8)

5

dimiliki secara perorangan, tetapi ia dapat dipakai dan dinikmati. Adapun sifat hukum waris adat secara umum, yaitu:

1. Harta warisan dalam sistem hukum adat tidak merupakan kesatuan yang dapat dinilai harganya, tetapi merupakan kesatuan yang tidak dapat terbagi atau dapat terbagi tetapi menurut jenis macamnya dan kepentingan para ahli waris;

2. Hukum waris adat tidak mengenal asas legitieme portie atau bagian mutlak;

3. Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut agar harta warisan segera dibagikan.

C. Perbandingan Hukum Waris Di Indonesia

Berhubung dengan perbedaan alam fikiran yang menjadi sendirinya, maka Hukum Waris Adat menunjukkan perbedaan dengan Hukum Waris lain yang berlaku di Indonesia. Di sini akan kita lihat dan tinjau perbedaan Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Barat yang bersumber pada Bugerlijk Wetbook yang berlandaskan alam fikiran individuil orang Barat, dan lain lagi dengan Hukum Waris Islam menurut Kitab Fiqh.

Pertama-tama kita bandingkan Hukum Waris Adat dengan hukum waris menurut K.U.H.P Perdata (BW) kemudian kita bandingkan dengan Hukum Waris Islam, maka akan tampak beberapa perbedaan yang prinsipil antara Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Barat.

1. a. Hukum Waris menurut BW, mengenai beberapa pembagian tertentu dari harta peninggalan bagi tiap-tiap ahli waris (Legitime Portie) atau disebut L.P. Bab XII bagian 3 Pasal 913 - 929 .

b. Hukum Waris Adat tidak mengenal bagian tertentu bagi tiap-tiap waris. Ada yang mengenai kesamaan tiap-tiap waris, ada yang mengenai pengutamaan terhadap waris laki-laki dan sebaliknya ada yang mengenai pengutamaan terhadap waris perempuan.

Pada umumnya dalam masyarakat Indonesia yang kesatuan masyarakatnya berdasarkan kesatuan kecilkecil misalnya suami-istri, maka pada umumnya harta warisan diwarisi oleh keturunannya berdasarkan atas dasar kesamaan. Tetapi di beberapa daerah lain di Indonesia ada yang

(9)

6

mengutamakan ahli waris laki-laki dan ada pula ahli waris perempuan yang tentu saja berbeda satu sama lainnya.

2. a. Hukum Waris Barat (BW), segala harta peninggalan merupakan kesatuan abstrak yang dapat dinilai dengan sejumlah uang, dan setiap waktu dapat dibagi dalam pecahan berdasar ilmu hitung menurut perhitungan pada waktu meningalnya si pewaris.

b. Hukum Waris Adat, harta peninggalan tidak merupakan suatu kesatuan karena adanya perbedaan harta berdasarkan pemilikan, jenis barang, terikatnya barang -barang tertentu dengan masyarakat yang diperlukan adanya peraturan-peraturan tertentu untukadanya peralihan ataupun pemindahan harta peninggalan tersebut.

3. a. Hukum Waris Barat (BW), para ahli waris masingmasing secara perorangan/individuil dimungkinkan untuk setiap waktu menuntut pembagian dari harta peninggalan tersebut, dengan dasar hukum pasal 1065 ayat 2 Bugerlijk Wetbook.

Perbedaan Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Islam / FIQH 1. a Hukum Waris Islam, warisan berarti pembagian dan pada harta peninggalan, dan para waris dapat menuntut dibaginya harta peninggalan setiap waktu.

b. Hukum Waris Adat, pewarisan tidak tentu berarti pembagian harta peninggalan mungkin karena pembagiannya yang tidak dibolehkan atau pembagiannya masih ditunda sampai waktu tertentu yang akan datang.

2. a. Hukum Waris Islam, tidak mengenal penggantian waris, atau tidak mengenal lembaga hidup waris.

b. Hukum Waris Adat, dikenal atau mengenai lembaga penggantian waris, artinya apabila waris utama wafat lebih dahulu sebelum harta peninggalan dibagi, maka keturunannya dapat menggantikan sebagai ahli waris yang berkedudukan sejajar dengan ahli waris yang lain.

3. a. Hukum Waris Islam, penghibahan tidak ada sangkut pautnya dengan proses pewarisan.

(10)

7

b. Hukum Waris Adat, tidak dikenal hibah bagi waris yang sedianya menerima bagian warisan. Hibah kepada mereka itu diperhitungkan sebagai warisan.

4. a. Hukum Waris Islam, bagian para waris telah ditentukan dan bagian waris laki-laki jumlahnya dua kali lipat dari pada bagian waris perempuan.

b. Hukum Waris Adat, bagian para waris tidak ditentukan dengan pasti.

5. a. Hukum Waris Islam, anak perempuan dijamin hak warisnya dengan bagian yang telah ditentukan.

b. Hukum Waris Adat, anak perempuan yang merupakan anak tunggal dapat mewaris semua harta peninggalan dan menutup ahli waris yang lainnya

6. a. Hukum Waris Islam, yang merupakan harta peninggalan ialah barang-barang dan hak-hak yang dimiliki pewaris pada saat wafat.

b. Hukum Waris Adat, termasuk harta warisan/peninggalan adalah semua harta yang ada yaitu :

• Harta yang ada pada saat meninggalnya pewaris

• Harta yang telah dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.

(11)

8 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Kajian mengenai hukum waris adat menunjukkan bahwa sistem ini memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan budaya dan identitas suatu komunitas. Hukum waris adat tidak hanya mengatur distribusi harta benda antar generasi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan struktur sosial yang telah berkembang dalam suatu masyarakat secara turun-temurun. Variasi aturan yang terdapat di berbagai komunitas adat di Indonesia menandakan betapa kayanya keragaman budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan.Namun, tantangan yang dihadapi hukum waris adat di era modern sangatlah signifikan. Modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi membawa perubahan besar dalam cara hidup masyarakat, termasuk dalam hal pewarisan harta. Banyak komunitas adat yang mulai mengadopsi sistem hukum nasional atau bahkan internasional, yang sering kali tidak sejalan dengan hukum adat.

(12)

9

DAFTAR PUSTAKA

Bushar, Muhammad. 2002. Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta: PT Pradya Paramitha.

Nugroho, Sigit Sapto. 2016 Hukum Waris Adat di Indonesia. Solo: Pustaka Iltizam.

S.A. Hakim, Hukum Adat (Perorangan, Perkawinan Indonesia Dan Pewarisan), Stensil, Jakarta, 1967

Satrio.J, Hukum Waris, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1980.

Sudarsono, Hukum Warisdan Sistem Bilateral, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Soedarso, Hukum Waris, Laporan Penataran Fakultas Hukum U.G.M. I-II Yogyakarta, 1978.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa telah ada pengaruh hukum waris Islam terhadap hukum waris adat Gayo dengan diberikannya hak waris cucu yang orang tuanya meninggal terlebih dahulu

Cara pembagian harta warisan masih berdasarkan hukum adat Melayu Sambas kalaupun ada bagian para ahli waris berdasarkan hukum waris Islam, ayah dan Ibu belum

Fanoto Laia: Kedudukan Anak Perempuan dalam Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Nias, 2005 USU Repository © 2006... Fanoto Laia: Kedudukan Anak Perempuan dalam Hukum Waris Adat

Di Indonesia sendiri ada hukum waris yang berlaku sebagai acuan untuk melakukan pembagian harta warisan yaitu hukum waris islam dan hukum waris perdata.. Maka penelitian ini

Salah satu masalah yang sering muncul dalam hukum waris adat adalah hukum warisnya, seringkali ketentuan-ketentuan hukum waris adat dilanggar oleh para pihak yang

Hasil penelitian menunjukan bahwa telah ada pengaruh hukum waris Islam terhadap hukum waris adat Gayo dengan diberikannya hak waris cucu yang orang tuanya meninggal terlebih dahulu

Hasil penelitian menunjukan bahwa telah ada pengaruh hukum waris Islam terhadap hukum waris adat Gayo dengan diberikannya hak waris cucu yang orang tuanya meninggal terlebih dahulu

Simpulan dari hasil penelitian yang dilakukan adalah bahwa kedudukan hukum anak luar kawin menurut Hukum Waris Adat Bali pada intinya anak luar perkawinan yang