• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TEHRADAP HARTA PUSAKA TINGGI YANG DIPERJUALBELIKAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT KERINCI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TEHRADAP HARTA PUSAKA TINGGI YANG DIPERJUALBELIKAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT KERINCI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 ANALISIS YURIDIS TEHRADAP HARTA PUSAKA TINGGI YANG DIPERJUALBELIKAN MENURUT HUKUM WARIS ADAT KERINCI

Rizki Kusuma

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (E-mail: rizki kusuma93@gmail.com)

Ning Adiasih, S.H., M.H.

(Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (E-mail: ningadiasih@trisakti.ac.id)

Abstrak

Salah satu masalah yang sering muncul dalam hukum waris adat adalah hukum warisnya, seringkali ketentuan-ketentuan hukum waris adat dilanggar oleh para pihak yang memiliki kepentingannya sendiri berdasarkan hal tersebut banyak hakim di Indonesia yang berbeda memberikan putusan mengenai waris adat.

Pokok permasalahannya yaitu : 1) Apakah harta pusaka tinggi bisa diperjualbelikan menurut hukum waris adat Kerinci ? 2) Bagaimana kesesuaian putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/ Pdt/ 2016 ?. Metode penelitian yang digunakan terdiri dari objek penelitian yaitu adalah putusan, Tipe penelitian yaitu tipe penelitian hukum normatif, Sifat penelitian yaitu deskriptif analisis, Data yang digunakan adalah data sekunder, Dengan cara pengumpulan data melalui studi kepustakaan, Analisis data yaitu menggunakan metode kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Kesimpulan 1) Kedudukan harta pusaka tinggi Minangkabau / Kerinci berlaku ketentuan adat yaitu tajua indak dimakan bali (terjual tidak bisa terbeli) harta pusaka tinggi tidak boleh dipejualbelikan. 2) dengan adanya pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam perkara a quo pada tingkat peninjauan kembali yang menyatakan bahwa hak gadai yang sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu keturunan Siti Gerah, Putusan sudah sesuai dengan ketentuan hukum waris adat Kerinci.

Kata Kunci: Harta Pusaka Tinggi, Hukum Waris Adat

(2)

2 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari 34 provinsi.

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia, atau lebih tepatnya 1.340 suku bangsa menurut BPS pada tahun 2010. Seperti suku Jawa adalah kelompok suku yang terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41%

dari total populasi. Suku jawa kebanyakan berkumpul di pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di nusantara bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Suriname. Suku Sunda, suku Melayu, dan suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini setelah suku Jawa. Selain itu banyak suku-suku terpencil, terutama pada daerah Kalimantan dan papua, memiliki populasi yang sangat kecil, bahkan hanya ada yang beranggotakan ratusan orang saja. Sebagian besar bahasa daerahpun masuk dalam golongan rumpun bahasa Austronesia, meskipun demikian sejumlah besar suku-suku di Papua tergolong dalam rumpun bahasa Papua atau Melanesia.1

Pembagian kelompok suku di Indonesia tidak mutlak dan tidak jelas diakibatkan oleh perpindahan penduduk dan percampuran budaya. Sebagai contoh suku Baduy dan suku Banten yang sementara pihak menganggap mereka sebagian dari keseluruhan suku Sunda. Contoh lain percampuran suku bangsa adalah suku Betawi yang merupakan suku Bangsa hasil percampuran berbagai suku bangsa pendatang baik dari Nusantara maupun Tionghoa dan Arab yang datang dan tinggal di Batavia pada masa kolonial Belanda.2

Dengan demikian, Di dalam kehidupan manusia tidak lepas dari aturan-aturan baik berupa aturan hukum maupun yang bukan merupakan aturan hukum.

Sehingga terdapat banyak hukum adat yang berlaku di Indonesia akibat keanekaragaman suku Bangsa, dan untuk membedakan antara adat dengan hukum adat membutuhkan suatu kriteria yang dapat dijadikan pedoman. Kriteria yang _________________________

1 RagamSuku Bangsa Indonesia”(On-Line),tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Suku bangsa di indonesia (15 september 2010)

2 Ibid

(3)

3 digunakan adalah berupa batasan dan atribut yang diberikan kepada gejala hukum (adat) itu. Batasan atau atribut dapat berupa sanksi atau akibat hukum, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven, Soepomo, dan Soekanto mengenai definisi hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan bahwa : Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan belanda dahulu.3

Soepomo Mengemukakan bahwa : Hukum Adat adalah hukum yang tidak tertulis didalam peraturan legislatif meliputi peraturan-peraturan yang hidup meskipun tidak ditetapkan, tetapi didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.4

Salah satu bidang hukum adat adalah hukum waris, hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni : Hukum Waris Islam, Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang mereka anut.7

Istilah waris didalam hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab yang telah menjadi bahasa Indonesia, dengan pengertian hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada generasi keturunannya yang memuat hukum adat dan memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan azas-azas hukum Waris, Tentang harta warisan, pewaris, dan waris serta cara dialihkannya penguasaan dan pemilikan harta warisan dari pewaris kepada ahli waris.8

Hukum Waris Perdata diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), memberikan batasan tentang pengertian dan definisi hukum waris sebagai suatu pedoman, adapun pengertian tersebut, adalah seperti terurai dibawah ini. Menurut Pasal 830 KUHPerdata mengatakan : “pewarisan hanya ________________________

3 Soerojo Wignjodipoerjo, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1995), h. 15.

4 Ibid., h. 14

7 Hukum waris “ (On-Line), tersedia di: http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Waris (9 Desember 2005 )

8 H.Hilman Hadikusuma, Op.,Cit.h 7.

(4)

4 berlangsung karena kematian”. Dan Pasal 832 KUHPerdata mengatakan :

“Menurut Undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin dan suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini, dalam hal bilamana baik keluarga sedarah maupun yang hidup terlama diantara suami istri tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal menjadi milik negara yang mana wajib melunasi segala utangnya, sekedar harta peninggalan mencukupi untuk itu”.9

Dari uraian diatas maka dapat diketahui, bahwa harta warisan merupakan harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan belum terbagi (utuh).

Dalam kebudayaan hukum adat Kerinci dikenal sistem kekerabatan Matrilineal, Dalam masyarakat adat Kerinci anak batino (anak perempuan) dibebani kewajiban “berkembang lapek bertungku jahang” artinya ialah

“berkembang tikart bertukungku jarang”, artinya sewaktu- waktu ada peristiwa penting dalam keluarga, maka anak batino (perempuan) yang bertindak sebagai penyelenggaranya, atau terjadi hal-hal yang menimpa keluarga misalnya anak jantan (laki-laki) terkena musibah hingga terpaksa pergi dari rumah isterinya/mertuanya, merajuk atau cerai, maka anak batino (perempuan) harus siap menampungnya. Atas pertimbangan itulah maka dalam pembagian harta warisan, ahli waris yang perempuan diberi bagian yang lebih besar. Hal itu disadari oleh ahli waris laki-laki sehingga ia menerimanya dengan suka rela.

Kenyataan seperti diatas tidak menutup kemungkinan untuk mengharapkan hukum warisan islam atau faraidh.

Dalam pewarisan adat di kerinci Harta Warisan dibagi menjadi dua, yang pertama adalah harta pusaka tinggi yang merupakan harta turun-temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi setelahnya, macam-macam harta benda pusaka tinggi yaitu, harta pusaka tinggi dan cara pembagian harta pusaka tinggi ________________________

9 Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, (Jakarta: Literata Lintas Media, 2010), h. 13.

(5)

5 masih menganut hukum waris adat yaitu bersifat warisan turun-temurun dan tidak boleh diperjualbelikan, sementara pada harta pusaka rendah merupakan segala harta yang didapat dari hasil usaha pekerjaan dan pencaharian sendiri. Harta ini boleh dijual dan digadaikan menurut keperluan dengan sepakat ahli waris.10

Dalam kasus yang akan dilakukan penelitian terjadi sengketa antara keluarga Penggugat (Terlawan) dan orang tua Tergugat (Pelawan) telah terjadi kesepakatan Jual-Beli bersifat gadai atas sawah yang terletak di Desa Koto Tuo, yang merupakan Harta Pusaka Tinggi Milik Pihak Tergugat dengan Nilai 700 (tujuh ratus) kaleng padi. Kemudian Pihak Penggugat (Terlawan) membawa sengketa ini ke pengadilan Sungai Penuh, dan majelis hakim PN memutuskan bahwa jual beli pada tanggal 18 November 1961 adalah jual beli lepas, dan pada tingkat Pengadilan Tinggi (Banding) dan MA (Kasasi) Perlawanan dari pihak Tergugat selalu di tolak. Tentu Putusan Majelis Hakim ini bertentangan dengan sistem kewarisan adat Kerinci, Jambi. karena Harta Pusaka Tinggi tidak dapat diperjualbelikan kepada siapapun dan bersifat turun-temurun dari generasi sebelumnya kepada generasi setelahnya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menelaah, meneliti, memfokuskan dan membahasnya lebih lanjut dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Harta Pusaka Tinggi yang Diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/ Pdt/ 2016)”.

2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini akan dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah Harta Pusaka Tinggi bisa diperjualbelikan menurut Hukum Waris Adat Kerinci ?

__________________________

10 Ibid.

(6)

6 2. Bagaimana kesesuaian Putusan Mahkamah Agung No. 419 Pk/Pdt/2016

dengan Hukum Waris Adat Kerinci ?

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini objek yang penulis teliti adalah (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 419 Pk/Pdt/2016, yaitu tentang “Harta Pusaka Tinggi yang diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci”, merupakan penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini berbasis pada analisis norma hukum, baik hukum dalam arti law as it is written the books (dalam perundang-undangan), maupun hukum dalam arti law as it is diceded by judge through judicialprocess (putusan-putusan pengadilan).11 Dan Sifat Penelitian adalah deskriptif yaitu penelitian yang memberikan gambaran terhadap hukum waris adat khususnya kedudukan harta pusaka tinggi yang diperjualbelikan menurut hukum waris adat di kerinci.

Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan bahan studi kepustakaan, dengan cara pembelajaraan dan pengumpulan bahan-bahan pustaka di perpustakaan, mengakses data melalu media internet dan dokumen- dokumen yang ada kaitannya dengan objek yang akan diteliti. Adapun metode yang dipergunakan dalam menganalisis data ini adalah metode kualitatif yang merupakan suatu metode analisis data yang mengelompokan dan menyelidiki data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.12

Pengambilan kesimpulan dengan menggunakan logika deduktif, yaitu metode yang menarik kesimpulan bersifat khusus dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum lalu dapat diambil kesimpulan.13

___________________________________

11 Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa (jakarta: Universitas Trisakti, 2011) h. 54

12 Fakultas Hukum Universitas trisakti, Op.,Cit.h. 11

13Ibid, hal. 53

(7)

7

OBJEK PERKARA

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITAN

B D E F G H

Keterangan :

(A) Merah Husin, Merupakan bapak dari Penggugat yang melakukan jual beli gadai dengan Siti Gerah.

(B) Hoesri, Putra dari Merah Husin.

(C) Siti Gerah, Merupakan ibu dari Para Tergugat/ Para Pelawan, yang melakukan jual beli gadai dengan Merah Husin.

(D) Sinurmah, Merupakan anak dari Siti Gerah (E) Nasarudin, Merupakan anak dari Siti Gerah.

(F) Kamidasni, Merupakan anak dari Siti Gerah.

(G) Majid Usman, Merupakan anak dari Siti Gerah.

(H) Talib Usman, Merupakan anak dari Siti Gerah.

A. Harta Pusaka Tinggi Bisa Diperjualbelikan Menurut Hukum Waris Adat Kerinci.

Adat merupakan kebudayaan keseluruhan dan menggambarkan keidentikan antara adat dan kebudayaan, artinya kebudayaan pada suatu sisi diidentikan dengan adat, sementara disisi lainnya ada perbedaan.14

Secara umum tujuan hukum adat adalah harmoni sosial. dalam harmoni sosial terdapat 3 unsur yaitu : keteraturan, keadilan, dan kesejahteraan. Dalam _______________________

14 C. Dewi Wulansari, Op.,Cit.h. 71.

(8)

8 keteraturan tesimpul 3 komponen, yaitu : kohesi sosial (kerekatan), kebersamaan (komunalisme), dan kemakmuran. Didalam keadilan tersimpul 3 komponen yaitu : hak-kewajiban, tugas- wewenang, perintah-larangan. Sedangkan dalam kesejahteraan mengandung makna : ketentraman, keamanan, dan kedamaian.15

Khusus pada kebudayaan Kerinci adat merupakan kebudayaan bagi masyarakatnya. Penjelasan diatas menegaskan bahwa adat bagian kebudayaan dan bukan perbedaan, maka tidak perlu dipersoalkan apabila orang Kerinci menyebutkan adatnya sebagai kebudayaan.16

Mayoritas agama masyarakat Kerinci adalah Islam, mereka tunduk kepada ajaran hukum Islam khusus untuk masalah waris mereka menggunakan hukum adat. Hal tersebut dapat dilihat dari sistem orang keturunan yang ditarik menurut garis ibu atau perempuan (matrilineal). Pada umumnya kekuasaan itu mempunyai hubungan yang erat perannya dalam kelangsungan keturunan dan tidak akan menempatkan pada pusat kekuasaan. Oleh karna itu dapat dikatakan adat Kerinci menganut sistem kekerabatan matrilineal.17

Untuk harta waris adat Kerinci terdapat beberapa macam yaitu :

1. Harta Pusaka Tinggi adalah hak milik bersama dari pada suatu kaum yang mempunyai pertalian darah dan diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris.18

2. Harta Pusaka Rendah adalah warisan yang ditinggalkan oleh seseorang pada generasi pertama, karena ahli warisnya masih sedikit itulah statusnya masih dipandang rendah. Harta Pusaka Rendah berarti harta pencaharian orang tua sewaktu masih hidup dalam ikatan perkawinan.19

_______________________

15 Ning Adiasih, “Bunga Rampai Asosiasi Pengajar Hukum Adat”, (https://www.jial- apha.net /index.php/adat/article/view/bunga-rampai-seri-1/1, diakses pada 25 juni 2020 )

16 Jamaris Jamna, Op.,Cit.h. 77.

17 Amir Syarifuddin, Op. Cit., h. 183-184.

18 Naim Muchtar, Loc. Cit.

19 Ibid.

(9)

9 Terdapat hubungan antara mamak kemenakan dan harta pusaka tinggi yaitu, hubungan antara seseorang laki-laki atau perempuan dengan saudara laki- laki dari ibunya dilain pihak. Dalam bentuk hubungan mamak kemenakan ini seorang laki-laki mempunyai dua arus hubungan yang berlainan arus yaitu keatas mempunyai hubungan ke mamak dan kebawah mempunyai arus hubungan kepada kemenakan.20

Mamak adalah saudara laki-laki dari garis ibu serumah gadang menurut hukum adat Kerinci, keberadaan seorang mamak itu sangat penting sebagai orang yang memegang hak dan kewajiban dalam mengurus kewarisan. Mamak juga bertanggung jawab memelihara dan mendidik semua kemenakannya sekaligus mamak itu menjaga keselamatan harta pusaka kaumnya.21

Kemenakan adalah semua anak dari saudara perempuan, bisa laki- laki maupun perempuan, dalam adat Kerinci yang menganut sistem matrilineal mamak dan kemenakan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Karena harta pusaka tinggi sebagaimana yang dikatakan pusaka dari mamak diwarisi kepada kemenakan. Selain itu para ahli waris juga dapat menghalau atau menghalangi tindakan mamak kepala waris terhadap harta pusaka yang tidak mereka setujui.

Bagi Harta Pusaka Tinggi berlaku ketentuan adat yaitu “tidak bisa di perjualbelikan”, dalam hukum waris adat Kerinci/ Minangkabau tidak mengenal menjual harta pusaka tinggi, yang boleh hanya digadaikan. Untuk tanah dalam harta pusaka tinggi misalnya, gadai hanya dapat dilakukan atas kesepakatan anggota kaum sebagai pemilik tanah pusaka tinggi yang bersangkutan jika dalam keadaan memaksa. Tanah pusaka tinggi hanya dapat digadaikan karena alasan- alasan berikut :

1. Rumah Gadang Katirisan (rumah gadang yang bocor)

Rumah gadang sebagai milik bersama, ternyata sudah rusak seperti bocor atau sudah lapuk, maka boleh menggadaikan untuk keperluan perbaikannya.

_________________________

20 Amir Syarifuddin, Op., Cit.h.200.

21 H. Suardi Mahyuddin, Op.,Cit., h.65.

(10)

10 2. Gadih gadang tak balaki (gadis dewasa yang belum bersuami)

Bila kemenakan perempuan bersuami karena alasan biaya yakni tidak ada untuk mengisi adat dan untuk pesta perkawinan maka boleh menggadaikan harta pusaka tersebut.

3. Mayat tabujue di tengah rumah (mayat terbujur di tengah rumah) Tanah itu boleh digadaikan untuk menutupi biaya kematian, penguburan, kenduri dan sebagainya.

4. Membangkitkan batang tarandam (membangkitkan batang tarandam) Pada kaumnya bila gelar pusako (pusaka) sudah lama terbenam. Bahwa berdasarkan kasus harta pusaka tinggi adat Kerinci yang diperjualbelikan dalam putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/

Pdt/2016. Merah Husin (orang tua penggugat/ Terlawan) yang merupakan bukan dari kalangan anggota kaum pemilik tanah harta pusaka tinggi tersebut, tidak berhak untuk menguasai tanah tersebut karena alasan-alasan untuk memindahtangankan harta pusaka tinggi tersebut tidak terpenuhi, antara lain : a. Rumah Gadang Katirisan (rumah gadang yang bocor), bahwa

didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya untuk melakukan perbaikan/ renovasi terhadap harta pusaka tinggi kaum.

b. Gadih gadang tak balaki (gadis dewasa belum bersuami)

Bahwa didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya pernikahan gadis dewasa dalam keluarga kaum Karena tidak ada gadis dewasa dari keluarga kaum yang belum menikah.

c. Mayat tabujue di tengah rumah (mayat terbujur ditengah rumah), bahwa didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya pemakaman karena didalam keluarga kaum tidak ada yang meninggal dunia.

(11)

11 d. Membangkitkan batang tarandam (membangkitan batang tarandam),

bahwa didalam kasus Siti Gerah (orang tua Tergugat/ Pelawan) menjual kepada Merah Husin (orang tua Penggugat/ Terlawan) tanpa ada maksud sebagai biaya upacara adat.

Dengan demikian, Harta pusaka tinggi berkedudukan sebagai harta pusaka yang diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu yang harus dilindungi dan dipelihara karena merupakan harta pusaka bersama suatu kaum.

B. Kesesuaian Putusan Mahkamah Agung No. 419 Pk/ Pdt/ 2016 Dengan Hukum Waris Adat Kerinci

Menurut B. Ter Haar Bzn, menyatakan bahwa hukum waris adat merupakan aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi.22

Menurut teori yang dikemukakan oleh Ter Haar yaitu beslissingenleer (teori keputusan), menyatakan bahwa hukum adat dengan mengabaikan bagian- bagiannya tertulis (terdiri dari peraturan- peraturan desa dan surat perintah raja) merupakan keseluruhan peraturan-peraturan yang menjelma dalam keputusan- keputusan para fungsionaris hukum.23 Hukum adat yang berlaku dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum itu, tidak hanya hakim tetapi juga kepala adat, rapat desa, wali tanah, petugas agama dilapangan, dan petugas desa lainnya24.

Dengan demikian, hukum adat yang merupakan hukum yang tidak tertulis tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan hukum tertulis dapat diketahui dan dilihat dari keseluruhan peraturan-peraturan dalam keputusan-keputusan dari para fungsionaris hukum berupa keputusan hakim, kepala adat, rapat desa, wali ________________________

22 C. Dewi Wulansari, Op.,Cit.h. 71

23 A. Suriyaman Mustari Pide, Op.,Cit.h. 5.

24 Ibid.

(12)

12 tanah, petugas agama serta petugas desa.

Berdasarkan teori diatas, diperlukan pendekatan perundang- undangan dengan memahami hierrarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan Pasal 7 ayat 1 menetapkan jenis dan hierarki Perundang-undangan Republik Indonesia. Menurut ketentuan tersebut, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi dan;

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 8 Undang-undang ini memerinci jenis peraturan perundang- undangan selain yang disebutkan dalam Pasal 7 (1), yang mencakup peraturan yang ditetapkan oleh lembaga tinggi seperti Mahkamah Agung. Pemahaman tersebut mempunyai arti penting dalam memahami asas peraturan perundang- undangan yaitu, lex posterior derogate legi prori.

Berdasarkan asas lex posterior derogate legi priori, asas tersebut digunakan untuk memahami dan mengetahui permasalahan kasus ini, yaitu keputusan hakim terdahulu seperti didalam Putusan Mahkamah Agung Tanggal 25-08-1971 No. 180 K/ Sip/ 1971 mengenai mamak kepala waris: “Harta Pusaka Tinggi adalah harta milik bersama dari suatu kaum yang diwarisi secara turun temurun dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris kepada kemenakan. Mamak kepala waris ialah seorang laki-laki tertua di kaumnya, hal ini menunjukan bahwa penghormatan kepada yang lebihtua diutamakan didalam kaum”.

Dimana dalam kasus harta pusaka tinggi adat Kerinci yang diperjualbelikan dalam putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/ Pdt/ 2016. Siti Gerah (orang tua Pelawan) dengan Merah Husin (orang tua terlawan) pada tanggal 18 November

(13)

13 1961 melakukan perjanjian gadai, obyek yang digadaikan berupa Sawah yang merupakan harta pusaka tinggi milik kaum Siti Gerah yang terletak di Desa Koto Tuo, Namun seiring berjalannya waktu pihak Siti Gerah (Para Pelawan) belum mampu menebus kembali sawah tersebut hingga pada tahun 1988 ketika ahli waris dari pihak Siti Gerah (Para Pelawan) ingin menebus kembali sawah tersebut pihak Merah Husin yang merupakan orang tua terlawan tidak mau menerima tebusan dengan alasan jumlah tebusan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan seolah- olah pihak Terlawan tidak mau memberikan sawah tersebut atau mengembalikan kepada Pihak Pelawan, kemudian dengan berjalannya waktu Pihak Terlawan mengakui bahwa perjanjian yang dilakukan antara orang tua Pelawan (Siti Gerah) dengan Orang tua Terlawan (Merah Husin) adalah Jual Beli Lepas, padahal Para Pelawan Mempunyai bukti bahwa perjanjian yang dilakukan pada tanggal 18 November 1961 tersebut adalah jual beli gadai dengan hak dapat membeli kembali sawah tersebut yang hukumnya sama dengan Gadai karena sawah tersebut merupakan harta pusaka tinggi milik kaum Para Pelawan yang tidak mungkin dijual lepas.

Dan pada akhirnya pada tahun 2012 pihak Merah Husin melakukan gugatan kepada pihak Siti Gerah dengan maksud ingin mengakui bahwa perjanjian yang dilakukan pada tanggal 18 November 1961 itu merupakan jual beli lepas.

Dalam Pengadilan Pengadilan Negeri Sungai Penuh telah memberi putusan, yaitu Putusan No. 20/ Pdt.G/ 2011/ PN Spn. Tanggal 6 september 2012 dengan amar sebagai berikut : menolak perlawanan Pelawan untuk seluruhnya, menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang tidak benar (Kwaad Opposant) dan menghukum Pelawan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.971.000,00 (Sembilan ratus tujuh puluh satu ribu rupiah).

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang dipaparkan oleh penulis dalam bab-bab terdahulu, maka kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini adalah :

(14)

14 1. Menurut hukum waris adat Minangkabau / Kerinci kedudukan harta pusaka tinggi tidak boleh dijual karena dalam adat Minangkabau / Kerinci berlaku ketentuan adat yaitu tajua indak dimakan bali (terjual tidak bisa terbeli) harta pusaka tinggi tidak bolehdiperjualbelikan. Namun dalam hukum adat Kerinci harta pusaka tinggi boleh digadaikan atas kesepakatan anggota kaum sebagai pemilik harta pusaka tinggi yang bersangkutan, jika keadaan memaksa dengan alasan-alasan seperti rumah gadang katirisan (rumah gadang yang bocor), gadih gadang tak balakai (gadis dewasa belum bersuami), mayat tabujue di tengah rumah (mayat terbujur di tengah rumah) dan membangkitkan batang tarandam (membangkitkan batang terendam).

2. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/ Pdt/ 2016, Sudah sesuai dengan hukum waris adat di Kerinci. Majelis Hakim berkesimpulan bahwa mamak bertindak sebagai kepala waris yang bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan harta pusaka tinggi kaum. Dilihat dalam putusan Mahkamah Agung Tgl 25-08- 1971 No. K/Sip /1971 mengenai mamak kepala waris, Dengan adanya pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam perkara a quo pada tingkat Peninjauan Kembali yang menyatakan bahwa hak gadai yang sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu keturunan Siti Gerah, sesuai dengan Undang- Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960.

B. Saran

Dalam skripsi ini, saran yang ingin disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Kedudukan harta pusaka tinggi menurut hukum waris adat Kerinci tidak dapat diperjualbelikan tetapi apabila dalam keadaan memaksa dapat digadaikan, sebaiknya harta pusaka tinggi jika terpaksa digadaikan, maka kedudukan harta pusaka tinggi kaum harus dilindungi penguasannya dan dijaga jangan sampai jatuh ke pihak diluar kaumnya.

(15)

15 2. Putusan Mahkamah Agung No. 419 PK/Pdt/2016 telah sesuai dengan hukum waris adat di Kerinci, sebaiknya putusan Mahkamah Agung No.

419 Pk/ Pdt/ 2016 dijadikan sebagai yurisprudensi yang telah mempunyai hukum tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang sama dalam ruang lingkup hukum waris adat di Kerinci.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Amir MS, Tanya Jawab Adat Minangkabau, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2002

Amir, M.S. 2003, Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya

C. Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2012

Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2013.

Elfrida R Gultom, Hukum Waris Adat di Indonesia, Jakarta: Literata Lintas Media, 2010.

H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003

Jamaris jamna, pendidikan matrilineal, cet. 1, Padang: Pusat pengkajian islam dan Minangkabau, 2004

Hilman Hadikusumah, Pengantar Ilmu Hukum Adat

Ning Adiasih, Bunga Rampai, Melihat Covid 19 Dari Persepektif Hukum Adat, 2020

Ning Adiasih, Diktat Hukum Adat, Jakarta; Universitas Trisakti.

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Jakarta:

Gunung Agung, 1984

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Ilmu Hukum, Depok: UI-Press, 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

JURNAL ONLINE

“Model Kekerabatan Masyarakat Suku Kerinci”. Academia.com. 2 mei 2020.

2 mei 2020 https://www.academia.edu/6492238/A-Model-Kekerabatan- Masyarakat-Suku-Kerinci

“Harta Pusaka”. Wikipedia.com. 3 mei 2020. 3 mei 2020 <http://id.wikipedia.

org/wiki/Budaya-Kerinci>

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pengusaha konveksi di Kecamatan Tingkir Salatiga, penggunaan informasi akuntansi dapat digunakan untuk membantu manajemen perusahaan, antara lain untuk melakukan

Rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah power tungkai dan keseimbangan dinamis secara bersama-sama memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap hasil

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 76 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DINI PADA BAYI DI PUSKESMAS

heveae yang banyak menyerang klon karet sebesar 1,04%, interaksi antara klon dan penyakit gugur daun tidak berpengaruh nyata, stomata yang terbanyak yakni pada klon RRIC 100

Kontribusi utama pada penelitian ini antara lain: (i) melakukan pengamanan sinyal EKG yang dikirimkan secara daring melalui jaringan Internet untuk melindungi sinyal EKG

karena itu, kami tidak menyatakan suatu opini atas laporan keuangan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia tanggal 31 Desember 2015 dan untuk tahun yang berakhir pada

Tergolong penelitian korelasi karena penelitian yang dilakukan bermaksud untuk mengetahui kontribusi Coorperate Social Responsibility (CSR) terhadap kesejahteraan masyarakat

Prosiding Seminar Nasional Perhepi Pengelolaan Agribisnis Pangan Pola Korporasi Pada Lahan Sub Optimal ISBN: