• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING DAN TIPE GROUP INVESTIGATION PADA MATERI LINGKUNGAN HIDUP KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING DAN TIPE GROUP INVESTIGATION PADA MATERI LINGKUNGAN HIDUP KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Kata Kunci: group investigation, hasil belajar geografi dan snowball throwing. ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING DAN

TIPE GROUP INVESTIGATION PADA MATERI LINGKUNGAN HIDUP KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

Ivana Artha Nitza

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan tipe Group Investigation pada post-test pertama, (2) perbedaan hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan tipe Snowball Throwing pada post-test kedua, (3) perbedaan yang signifikan rerata hasil belajar geografi dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan Group Investigation.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen semu. Sampel dalam penelitian ini seluruh siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Sekampung. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah tes hasil belajar geografi pada materi lingkungan hidup. Soal yang digunakan untuk tes hasil belajar geografi berupa soal MGMP tahun pelajaran 2010/2011. Analisis data yang digunakan adalah Uji Independent Sample T-Tes dan Analisis Varians Satu Jalan dengan Uji Lanjut Tukey-HSD. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data penelitian adalah Program SPSS Versi 20.0 For Windows.

(2)
(3)

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING DAN TIPE

GROUP INVESTIGATION PADA MATERI LINGKUNGAN HIDUP DI SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(Skripsi)

Oleh

Ivana Artha Nitza

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Penelitian ... 44

3.1. Rancangan Perlakuan ... 51

4.1. Peta Daerah Penelitian ... 66

4.2. Denah Ruang SMA Negeri 1 Sekampung TP. 2012/2013 ... 73

4.3. Histogram Rata-rata Hasil Belajar Geografi Tipe Snowball Throwing ... 78

4.4. Histogram Data Rata-rata Hasil Belajar Geografi yang Menggunakan Model Pembelajaran Tipe Group Investigation ... 81

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 13

C. Batasan Masalah ... 13

D. Rumusan Masalah ... 14

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Kegunaan Penelitian ... 15

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Belajar ... 17

2. Pembelajaran ... 19

3. Pembelajaran Geografi ... 20

4. Pembelajaran Teori Konstruktivisme ... 21

5. Pembelajaran Kooperatif ... 24

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing ... 27

7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 29

8. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Group Investigation ... 33

9. Hasil Belajar ... 35

10. Penelitian yang Relevan ... 36

B. Kerangka Pikir ... 42

C. Hipotesis Penelitian ... 46

(6)

2. Rancangan Penelitian ... 47

3. Prosedur Penelitian ... 49

4. Rancangan Pembelajaran ... 50

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ... 52

2. Waktu Penelitian ... 52

C. Populasi dan Sampel . 1. Populasi ... 53

2. Sampel ... 54

D. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian ... 56

2. Definisi Operasional Variabel ... 57

E. Teknik Pengumpulan Data . ... 59

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Lokasi SMA Negeri 1 Sekampung ... 65

2. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 1 Sekampung ... 67

(7)

D.Pembahasan Hasil Penelitian

1. Perbedaan yang Signifikan Hasil Belajar Siswa dengan Perlakuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

di Kelas Eksperimen 1 dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation di Kelas Eksperimen 2

pada Post-test 1 ... 101

2. Perbedaan yang Signifikan Hasil Belajar Siswa Dengan Perlakuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing di Kelas Eksperimen 2 dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation di Kelas Eksperimen 1 pada Post-test 2 ... 106

3. Perbedaan yang Signifikan Hasil Belajar Siswa Dengan Perlakuan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Lebih Tinggi Dibanding Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 111

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Mata Pelajaran Geografi Berdasarkan Nilai Semester Genap Kelas XI IPS di

SMA Negeri 1 Sekampung Tahun Pelajaran 2010/2011 ... 5

2.1. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Group Investigation ... 33

2.2 Penelitian yang Relevan ... 37

3.1 Desain Penelitian Rotasi ... 48

3.2 Jadwal dan Pokok Bahasan Pelaksanaan Penelitian ... 52

3.3 Populasi Penelitian ... 53

3.4 Sampel Penelitian Kelas ... 54

3.5 Rumus Unsur Analisis Varians Satu Jalan ... 63

4.1. Keadaan Sarana dan Prasarana di SMA Negeri 1 Sekampung T.P 2012/2013 ... 69

4.2. Keadaan Administrasi SMA Negeri 1 Sekampung T.P 2012/2013 . ... 70

4.3. Keadaan Guru SMA Negeri 1 Sekampung T.P. 2012/2013. ... 71

4.4. Keadaan Siswa SMA Negeri 1 Sekampung . ... 72

4.5. Nilai Post-test Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing di Kelas Eksperimen I dan II ... 76

4.6. Deskripsi Data Ketuntasan Belajar Geografi Kelas Eksperimen I dan II dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing ... 77

(9)

4.8. Nilai Post-test Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Group Investigation,di Kelas Eksperimen I dan II ... 79

4.9. Deskripsi Data Ketuntasan Belajar Geografi Kelas Eksperimen I dan II dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 80

4.10. Deskripsi Nilai Kelas Eksperimen II dan I yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation ... 81

4.11. Rerata Hasil Belajar dari Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Group Investigation ... 82

4.12. Data Hasil Belajar Geografi Kelas Eksperimen I (XI IPS 1) ... 84

4.13. Rerata Hasil Belajar Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Group Investigation pada Kelas Eksperimen I ... 85

4.14. Data Hasil Belajar Geografi Kelas Eksperimen II pada Kelas XI IPS 2 ... 86

4.15. Rerata Hasil Belajar Geografi Kelas Eksperimen II ... 88

4.16. Rerata Hasil Belajar Geografi Pada Post-test I dan Post-test II ... 88

4.17. Hasil Uji Nilai Rata-Rata Nilai Post-test I ... 89

4.18. Hasil Perhitungan Uji T Nilai Post-test I... 91

4.19. Hasil Uji Nilai Rata-Rata Nilai Post-test II ... 94

4.20. Hasil Perhitungan Uji T Nilai Post-test II ... 94

4.21. Deskripsi Data Penelitian Setiap Perlakuan model ST dan GI ... 96

4.22. Uji ANOVA Data Penelitian ... 97

(10)
(11)
(12)
(13)

MOTO

“Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja.

Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi (Ernest Newman)

“Bersungguh-sungguhlah dalam menjalankan suatu urusan maka akan ada jalan menuju penyelesaian”

(14)

PERSEMBAHAN

Terucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta, kasih sayang dan baktiku kepada:

Ibunda dan Ayahandaku

yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, selalu mendukung dan menyemangatiku, serta tak pernah lelah menengadahkan tangan dalam tiap

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sumbergede Kecamatan Sekampung, pada tanggal 04 Mei 1991. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Merdi, B A. dan Ibu Dra.Hj. Siyamatun.

Penulis telah menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK ABA Aisiyah Sekampung pada tahun 1997, Pendidikan Dasar di SD Negeri 1 Griklopomulyo pada tahun 2003, Pendidikan Menengah Pertama di MTs Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2006, dan Pendidikan Menengah Atas di MA Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, S1 Pendidikan Geografi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

(16)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Perbandinga Hasil Belajar Geografi Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing dan tipe Group Investigation pada Materi Lingkungan Hidup di SMA Negeri 1 Sekampung Tahun Pelajaran 2012/2013” adalah syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

(17)

3. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Sumadi, M.S., selaku Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Satu yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memeberikan masukan-masukan, dan motivasi demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Ibu Irma Lusi Nugraheni, S.Pd., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi dan semangat demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak Drs. Edy Haryono, M.Si., selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan, sumbangan pikiran, kritik, dan saran selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Geografi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Bapak Drs. Budi Rahayu selaku kepala SMA Negeri 1 Sekampung dan Ibu

Mei Linawati, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu penulis untuk melaksanakan penelitian.

9. Kedua orang tua tercinta dan kakakku yang tak henti menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, semangat serta menantikan keberhasilanku. 10. Sahabat-sahabatku seperjuangan angkatan 2009 di Program Studi S1

(18)

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua dan semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT, Amin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,

(19)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk mencapai suatu perkembangan dan pembentuk sikap dalam bertingkah laku, memperoleh pengetahuan dan mengembangkan keterampilan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan tingkat kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangun yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran.

(20)

2 direalisasikan secara optimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan kegiatan inti dalam pembelajaran yang mana titik keberhasilan dalam pendidikan. Karena pembelajaran itu merupakan proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga proses pembelajaran perlu direncanakan, dinilai dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Apabila guru kurang maksimal dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran dapat mengakibatkan kegagalan guru dalam menyampaikan materi pelajaran untuk diterima ke siswa.

Kemungkinan kegagalan guru dalam menyampaikan materi disebabkan, kurangnya persiapan siswa untuk mengikuti pelajaran. Penyebabnya, kemungkinan besar siswa tidak belajar terlebih dahulu tentang materi terkait, sehingga siswa kurang siap untuk menerima materi yang dijelaskan oleh guru. Selain itu kurangnya perhatian siswa pada saat proses belajar mengajar, kondisi tersebut menandakan siswa kurang antusias untuk mengikuti pelajaran sehingga guru terkesan kurang membangkitkan perhatian dan aktivitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran.

(21)

3 terhadap siswa. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dalam Rusman (2012: 4) yakni salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses yang mana meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.. Proses pembelajaran yang akan diteliti ialah proses pembelajaran pada mata pelajaran geografi yang bertujuan untuk peningkatan hasil belajar geografi pada kelas XI IPS 1 dan 2 di SMA Negeri 1 Sekampung.

Pelajaran Geografi pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Definisi geografi menurut SEMLOK (1988) di dalam Suharyono dan Moch. Amien (1994:15) ialah geografi merupakan ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa Geografi sebagai ilmu yang mempelajari seluruh isi bumi merupakan materi pelajaran yang kompleks yakni mencakup segala bidang dengan lingkup kajiannya menururt SEMLOK (1988) dalam Suharyono dan Moch. Amien (1994:10) dibatasi pada fenomena yang ada di permukaan bumi atau geosfer.

(22)

4 siswa lebih responsif dalam mengikuti pelajaran geografi sehingga diharapkan hasil belajar siswa meningkat.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat pra penelitian di SMA Negeri 1 Sekampung, proses pembelajaran geografi di kelas XI IPS 1 dan IPS 2 dapat dilihat bahwa siswa kurang bersemangat dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru yang mana guru menggunakan metode ceramah, diskusi serta tanya jawab. Oleh karena itu perlu upaya peningkatan proses pembelajaran geografi yang lebih inovatif, kreatif, dan menarik agar dapat meningkatkan kualitas pengetahuan siswa ketika pembelajaran berlangsung di dalam kelas.

Hal tersebut dikarenakan bahwa geografi merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah atas yang mana memberikan kemampuan untuk berfikir kongkrit dalam memecahkan masalah, berfikir kritis, analitis dan sistematis dalam menyelesaikan suatu permasalahan seperti materi yang akan dipelajari yakni pemanfataan dan pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana dengan tepat dan sesuai. Proses pembelajaran geografi yang terlaksana dengan tepat dan sesuai di dukung adanya pemilihan model pembelajaran yang sesuai agar dapat menciptakan cara belajar dengan mudah diterapkan dan dilaksanakan sehingga siswa mampu memahami, menyelesaikan soal-soal yang dihadapi dalam belajar dan akan berpengaruh terhadap ketuntasan hasil belajar yang dicapai.

(23)

5 dan Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Kaitannya Pembangunan Berkelanjtan menunjukkan bahwa dari 64 siswa masih terdapat 36 % atau 23 siswa yang nilainya kurang dari 70 dengan nilai terendah 40 dan 64 % atau 41 siswa mendapatkan nilai di atas KKM.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2010: 107),”tingkat keberhasilan pembelajaran dikatakan baik atau optimal apabila sebagian besar (76% s.d 99%) bahan pembelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa”. Jadi dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pembelajaran di SMA Negeri 1 Sekampung tingkat keberhasilannya belum optimal. Berikut rekapitulasi hasil belajar geografi bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Mata Pelajaran Geografi berdasarkan Nilai Semester Genap Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Sekampung Tahun Pelajaran 2010/2011.

Nilai Jumlah Jumlah (%)

<70 23 36

> 71 41 64

Jumlah 64 100

Sumber: Arsip Guru Mata Pelajaran Geografi SMA Negeri 1 Sekampung Tahun Pelajaran 2010/2011.

(24)

6 Kesimpulan diperoleh dari hasil observasi langsung di kelas dan hasil wawancara dengan siswa. Metode yang bersifat teacher centered lebih memaksimalkan peran guru dan meminimalkan peran siswa, sehingga penggunaan metode ini menyebabkan siswa kurang termotivasi sehingga menimbulkan kurangnya keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru geografi kelas XI SMA Negeri 1 Sekampung, diperoleh keterangan bawasannya proses pembelajaran di dalam kelas masih menggunakan metode ceramah namun sudah melibatkan siswa. Hal ini dapat dilihat pada saat peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran, guru mengadakan interaksi dengan para siswa dengan metode tanya jawab. Meskipun pembelajaran bersifat teacher centered tapi guru sudah melibatkan siswa untuk turut serta berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

(25)

7 tidak semua siswa ikut aktif dalam tanya jawab yang dilakukan oleh guru. Keterlibatan siswa masih kurang dan belum menyeluruh serta didominasi oleh siswa-siswa tertentu. Siswa lebih sering menjawab pertanyaan guru dengan serempak. Akan tetapi, apabila model pembelajaran ini dilakukan secara terus menerus tanpa adanya variasi model yang lain, maka siswa kerap merasa bosan di dalam kelas yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa seperti yang tertera pada tabel 1.1 halaman 5.

Mata pelajaran geografi sampai saat ini masih tergolong sulit, hal ini dikarenakan para siswa beranggapan bahwa geografi hanyalah sekumpulan konsep-konsep yang perlu dihafalkan, yang pada akhirnya geografi membosankan dan tidak menyenangkan. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi yang masih tergolong rendah sehingga terbilang belum tuntas, seperti halnya hasil belajar geografi di kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sekampung. Oleh karena itu, mata pelajaran geografi harus diajarkan kepada siswa dengan metode yang tepat, menarik dan menyenangkan. Maka dari itu, dibutuhkan salah satu cara untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran yang ada. Hal ini di awali dengan perencanaan proses pembelajaran yang matang oleh guru dan kesiapan siswa ketika akan menghadapi pembelajaran.

(26)

8 sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh hasil belajar yang optimal. Dari pernyataan tersebut maka model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru yakni menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Guru menerapkan model pembelajaran kooperatif yang mana dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi yang akan di pelajari oleh siswa sehingga diharapkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar geografi. Maka model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (constructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran (Rusman, 2010: 223).

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa upaya untuk meningkatkan hasil belajar geografi dapat diterapkan dengan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif seperti model pembelajaran kooperatif. Adapun macam-macam model pembelajaran kooperatif ialah:

(27)

9 Dari sekian banyak model pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan secara singkat di atas, maka peneliti memilih dua model pembelajaran kooperatif untuk diterapkan dalam penelitiannya. Model pembelajaran kooperatif yang akan digunakan di dalam penelitian ialah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah suatu penyelidikan yang dilakukan secara berkelompok, yakni siswa secara berkelompok melakukan penyelidikan dengan aktif sehingga memungkinkan menemukan prinsip. Model GI merupakan pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil, siswa menggunakan inkuiri kooperatif (perencanaan dan diskusi kelompok) kemudian mempresentasikan penemuan mereka di kelas. Model ini memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan secara aktif dan kooperatif. Pada akhirnya, siswa akan lebih termotivasi untuk menemukan masalah dan pemecahannya sendiri (Sumarmi, 2012: 123).

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, guru hanya sebagai fasilitator dan motivator serta pembelajaran berpusat kepada siswa karena siswa dibentuk suatu kelompok yang mana tiap kelompok terdiri dari enam sampai dengan tujuh siswa untuk membuat sebuah laporan hasil dari pengamatan para siswa terhadap objek tertentu yang mana sesuai dengan tema yang telah ditentukan sebelum melakukan pengamatan. Dalam merealisasikan pengamatan dari setiap subtopik tersebut, siswa dapat melakukan pengamatan dengan terjun langsung ke lapangan, mencari data di jaringan internet, buku yang berkaitan maupun dari sumber-sumber lainnya.

(28)

10 jaringan Wi-Fi untuk hal yang kurang bermanfaat seperti melakukan game online. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation maka pengetahuan dan wawasan para siswa tidak hanya berpusat pada materi yang disampaikan oleh guru di dalam kelas bahkan para siswa bisa mendapatkan pengetahuan baru dari media lainnya. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat melatih siswa untuk pembuatan laporan yang mana para siswa hanya mendapatkan teori pembuatan laporan namun belum di realisasikan secara langsung sehingga dengan menggunakan model Group Investigation tersebut, para siswa dapat merealisakannya dengan bekerja sama dalam pembuatan laporan.

Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing merupakan model pembelajaran kooperatif yang berbentuk permainan dimana siswa dalam kelompok membuat dan menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui permainan yang membentuk dan melempar bola kertas. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran ini juga berpengaruh terhadap aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang mana siswa tidak hanya belajar untuk individu saja melainkan siswa dapat berinteraksi langsung antar siswa.

(29)

11 menjelaskan materi secara garis besarnya dan menyimpulkan hasil kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, model ini dapat memunculkan suasana belajar yang hangat dan demokratis sehingga siswa tidak cepat merasa jenuh dikarenakan suasana belajarnya dapat melatih siswa untuk berpikir secara analisis dan sintesis. Selanjutnya, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing ini dapat merangsang siswa untuk lebih berani dalam bertanya, menjawab pertanyaan dan menanggapi suatu pertanyaan sehingga siswa juga dapat berlatih untuk menyamakan suatu persepsi dari jawaban dan tanggapan di antara kelompok yang berbeda.

Selanjutnya, pemilihan kedua model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan Group Investigation sebagai objek dalam penelitian dikarenakan kedua model pembelajaran tersebut dapat berpengaruh positif terhadap pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini dapat didukung dari pernyataan Sharan dan Sachar dalam Robert E.Slavin, (2011: 57) yang menuturkan bahwa “model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation memberikan pengaruh positif yang sangat besar”. Selain itu juga menurut Robert E.Slavin, (2011: 108) yakni “para siswa yang telah melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation memiliki sikap etnik yang jauh lebih baik daripada para siswa yang berada dalam kelas-kelas konvensional”. Kelas konvensional berbentuk pembelajaran terpusat kepada guru yang menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab.

(30)

12 keunggulan kedua tipe model pembelajaran kooperatif tersebut dengan tipe yang lainnya pun menjadi pertimbangan selanjutnya, dimana tipe model pembelajaran ini lebih bervariasi dalam pelaksanaanya. Letak variasi dari pembelajaran terlihat dari strategi pembelajarannya yang mana model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing berupa permainan yakni permainan bola salju yang berisi pertanyaan sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation berupa pengamatan terhadap suatu permasalahan para siswa yang telah dikelompokkan kemudian para siswa membuat laporan hasil pengamatannya tersebut. Setelah itu, tiap kelompok mempresentasikan hasil pengamatannya di kelas.

Kedua model pembelajaran tipe Snowball Throwing dan Group Investigation belum pernah dilakukan oleh guru sehingga belum diketahuinya hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi di SMA Negeri 1 Sekampung siswa kelas XI IPS 1 dan XI IPS 2. Oleh karena itu dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan model pembelajaran kooperatif Group Investigation yang mana bertujuan untuk meningkatkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran geografi yang mana dapat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar.

(31)

13 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi belum diterapkan oleh

guru geografi di SMA Negeri 1 Sekampung.

2. Pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered), sehingga peran guru sangat dominan dalam kelas. Oleh karena itu, guru geografi di SMA Negeri 1 Sekampung masih menggunakan metode ceramah.

3. Masih rendahnya hasil belajar geografi siswa kelas XI IPS 1 dan 2 di SMA

Negeri 1 Sekampung yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum

(KKM) pada pokok bahasan Pemanfaatan dan Pelestarian Lingkungan Hidup

dalam Kaitannya Pembangunan Berkelanjutan.

4. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan Group Investigation di kelas XI IPS 1 dan 2 belum pernah dilakukan pada pembelajaran geografi di SMA Negeri 1 Sekampung.

C. Batasan Masalah

(32)

14 D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas XI IPS 1 dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di XI IPS 2 pada post-test pertama?

2. Apakah ada perbedaan hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di kelas XI IPS 1 dengan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas XI IPS 2 pada post-test kedua?

3. Apakah rerata hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas XI IPS 1 dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di kelas XI IPS 2 pada post-test pertama.

(33)

15 model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas XI IPS 2 pada post-test kedua.

3. Untuk mengetahui rerata hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

F. Kegunaan penelitian

Kegunaan dalam penelitian adalah: 1. Bagi Siswa

a) Dengan diterapkannya model pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa lain sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

b) Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dengan model pembelajaran kooperatif yang diharapkan dapat meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan bersosialisasi dan tanggung jawab. 2. Bagi Guru

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

(34)

16 G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sekampung semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah hasil belajar geografi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan model pembelajaran koopertif tipe Group Investigation.

3. Penelitian ini bertempat di SMA Negeri 1 Sekampung.

4. Waktu penelitian dilaksanakan pada akhir semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

5. Ruang Lingkup Ilmu adalah Pembelajaran Geografi

(35)

17

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Belajar

Menurut Winkel (1996) dalam Yatim Riyanto (2010: 05) mendefinisikan belajar ialah Suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Kemudian, menurut Anthony Robbins dalam Trianto (2009: 15) belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah dimilikinya. Sedangkan menurut Trianto (2009: 16) belajar adalah perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir.

(36)

18 Menurut Ernes ER. Hilgard dalam Yatim Riyanto (2010: 4-5) mendefinisikan belajar sebagai berikut:

“learning is the process by which an activity originates or is charged throught training procedures (wheter in the laboratory or in the natural environments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training. Artinya, (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah)”.

Kemudian, pengertian belajar menurut Good dan Brophy dalam bukunya M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 17) ialah:

“Belajar bukan tingkah laku yang tampak, melainkan yang utama adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam individu yang mana usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru (new association). Hubungan-hubungan baru tersebut dapat berupa antara perangsang-perangsang, antara reaksi-reaksi atau perangsang dan reaksi”.

Selain itu, menurut kaum konstruktivis dalam M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 110) menyatakan bahwa belajar merupakan proses aktif siswa mengonstruksi pengetahuan. Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:

1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai,

2) Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup,

3) Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih berorientasi pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan, melainkan perkembangan yang mana suatu perkembangan menuntun penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang,

4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk belajar,

5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa,

(37)

19 Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi melalui belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal (Kokom Komalasari, 2011: 02).

2. Pembelajaran

Menurut Rombepajung dalam Thobroni dan Mustofa (2011: 18) pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Kokom Komalasari (2011: 3) menyebutkan bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Sedangkan, pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut menurut Kokom Komalasari (2011: 03) sebagai berikut:

1) Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran atau alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan).

2) Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut meliputi:

(38)

20 kepada para siswa dan mengecek jumlah keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.

b) Melaksanakan kegiatan pembeajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru akan dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komiten guru, persepsi dan sikapnya terhadap siswa. c) Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca

pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

Menurut Wina Sanjaya (2009: 73) menyatakan definisi pembelajaran ialah: “Dewasa ini istilah pengajaran (teaching) bergeser pada istilah pembelajaran. Kata pembelajaran sendiri adalah terjemahan dari instruction yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-holistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber kegiatan”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik atau pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanankan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek peserta didik atau pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Kokom Komalasari, 2011: 03).

3. Pembelajaran Geografi

(39)

21

Mata pelajaran Geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan

b. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi

c. Menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya ala secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat (Sapria, 2009: 210-211).

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran geografi ialah pembelajaran yang mempelajari tentang ilmu pengetahuan dibidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungannya serta interaksi manusia dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan sesuai dengan perkembangan mental anak dan jenjang pendidikannya masing-masing.

4. Pembelajaran Teori Konstruktivisme

a. Pengertian Pembelajaran Teori Konstruktivisme

Pembelajaran Konstruktivisme merupakan pembelajaran yang cukup baik. Siswa dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran behavioristik. Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka.

(40)

22 teori konstruktivisme sebagai pembelajaran yang bersifat generative yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari sehingga berbeda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon.

Konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.

Menurut Tran Vui dalam M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 108-109), konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain. Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya. Selanjutnya Tasker dalam M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 113) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:

1. Peran aktif siswa dalam mengonstruksi pengetahuan secara bermakna, 2. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengonstruksian secara

bermakna,

(41)

23 Kemudian Wheatley dalam M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 113) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:

1. Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa,

2. Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Dari kedua pengertian dari tokoh di atas dapat dilihat bahwa menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik, menurut Hudoyo dalam M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 113) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

b. Karakteristik atau Ciri Pembelajaran Secara Konstruktivisme

Adapun karakteristik atau ciri pembelajaran secara konstruktivisme dalam M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 109) adalah sebagai berikut:

1. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya,

2. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan, 3. Mendukung pembelajaran secara kooperatif,

4. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar, 5. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru,

6. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran,

(42)

24 c. Konsep umum pendekatan Konstruktivisme

Pendekatan Konstruktivisme menurut M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 116-117) mempunyai beberapa konsep umum seperti berikut:

1. Pembelajar aktif membina pengetahuan berasakan pengalaman yang sudah ada

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina pengetahuan mereka

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pembelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dan pembelajaran terbaru

4. Unsur terpenting dalam teori Konstruktivisme ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

5. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sumarmi (2012: 40) mendefinisikan pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang didasarkan atas kerja kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, juga untuk menyelesaikan suatu tugas terstruktur yang didasari rasa tanggung jawab dan berpandangan bahwa semua siswa memilih tujuan yang sama.

(43)

25 Menurut Djahiri K dalam Isjoni (2007: 19). menyebutkan cooperative Learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar yang siswa sentries, humanistik dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah

Kemudian Depdiknas dalam Kokom Komalasari (2010: 62) mendefinisikan bahwa Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar

Selanjutnya, Menurut Bern dan Erickson dalam Kokom Komalasari (2010: 62) mengemukakan bahwa cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran

(44)

26 Selanjutnya, langkah–langkah umum Pembelajaran Kooperatif (sintaks) dalam Yatim Riyanto (2009: 267) menyatakan bahwa:

a. Berikan informasi dan sampaikan tujuan serta skenario pembelajaran. b. Organisasikan siswa atau peserta didik dalam kelompok kooperatif.

c. Bombing siswa atau peserta didik untuk melakukan kegiatan berkooperatif. d. Evaluasi.

e. Berikan penghargaan.

Sedangkan di dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima prinsip yang mendasari pembelajaran kooperatif dalam Yatim Riyanto (2009: 266) sebagai berikut:

a. Positive independence artinya adanya saling ketergantungan positif yakni anggota kelompok menyadari pentingnya kerja sama dalam pencapaian tujuan. b. Face to face interaction artinya antar anggota berinteraksi dengan saling

berhadapan.

c. Individual accountability artinya setiap anggota kelompok harus belajar dan aktif memberikan kontribusi untuk mencapai keberhasilan kelompok.

d. Use of collaborative or social skill artinya harus menggunakan keterampilan bekerjasama dan bersosialisasi. Agar siswa mampu berkolaborasi perlu adanya bimbingan guru.

e. Group processing, artinya siswa perlu menilai bagaimana mereka bekerja secara efektif.

(45)

27 Adapun tipe pembelajaran yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ialah model pembelajaran kooperatif, tipe Snowball Throwing dan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing

Menurut Trimo dalam skripsi Selya Febriada (2011: 18) mendefinisikan model pembelajaran Snowball Throwing adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, baik dari segi fisik, mental, dan emosional yang diramu dengan kegiatan melempar pertanyaan seperti “melempar bola salju”. Snowball artinya bola salju sedangkan throwing artinya melempar. Snowball throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju.

Selanjutnya, menurut Kokom Komalasari (2011: 67) mendefinisikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing merupakan model pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat dan menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju.

(46)

28 Adapun langkah-langkah dalam melaksanakan model pembelajaran Snowball Throwing menurut Kokom Komalasari (2011: 67) ialah:

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,

b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,

c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang akan disampaikan oleh guru kepada temannya, Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok,

d. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 15 menit, e. Setelah siswa mendapat satu bola atau satu pertanyaan lalu diberikan

kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian,

f. Evaluasi dari hasil permainan tadi dan g. Penutup.

Selain itu, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing menurut Yatim Riyanto (2010: 276) adalah:

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,

b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memeberikan penjelasan tentang materi,

c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya,

d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok,

e. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 15 menit,

f. Setelah siswa dapat satu bola atau satu pertanyaan diberikan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian,

g. Evaluasi, h. Penutup.

(47)

29 bertingkat. Dimulai dari kelompok kecil kemudian dilanjutkan dengan kelompok yang lebih besar pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara berkelompok.

7. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation (GI) (kelompok investigasi)

Pembelajaran kooperatif model Group Investigation merupakan model pembelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran guna memecahkan masalah melalui penelitian dan menemukan konsep melalui berbagai pengalaman, baik secara bersama antara siswa dengan siswa dalam satu kelompoknya, siswa dengan siswa dengan kelompok yang berbeda, maupun siswa dengan guru (Sumarmi, 2012: 124).

Model Investigasi kelompok sering dipandang sebagai model yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksananakan dalam pembelajaran. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi ataupun dalam keterampilan proses kelompok atau group cess skills (Kokom Komalasari, 2011: 75).

(48)

30 dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif.

Dengan demikian, pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran guna memecahkan masalah melalui penelitian dan menemukan konsep melalui berbagi pengalaman, baik secara bersama antara siswa dengan kelompok yang berbeda, maupun siswa dengan guru (Sumarmi, 2012: 124).

Selanjutnya, menurut Sharan (1980) dalam Sumarmi (2012: 124), ada empat komponen dalam pembelajaran GI yaitu penyelidikan (investigasi), interaksi, interpretasi dan motivasi intrinsik. Keempat komponen tersebut saling berhubungan sehingga aktivitas siswa dapat berkembang secara bertahap, jadi tidak begitu saja terbentuk.

Kemudian, dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompik dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok disini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas (Trianto, 2009: 79).

Adapun tujuan akademik dan tujuan sosial dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) ialah sebagai berikut.

(49)

31 berpikir tingkat tinggi. Selain itu, juga membangun kemempuan siswa untuk memecahkan masalah dalam kelompok kecil. Investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan dalam mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan hasil belajar sesuai dengan perkembangan siswa

b. Tujuan Sosial dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) adalah mengembangkan siswa untuk mempunyai respons yang tinggi terhadap pembelajaran, dan melatih untuk mampu berhubungan orang lain. Model pembelajaran ini bertujuan mempersiapkan siswa untuk mampu belajar seumur hidup, menjadi penulis yang inovatif, menjadi pemain atau pekerja tim yang baik, dan mampu berkomunikasi dengan baik (Sumarmi, 2012: 124-125).

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, para murid bekerja melalui enam tahap. Tahap-tahap ini dan komponen-komponennya menurut Robert E. Slavin (2011: 218-220) ialah:

a. Tahap 1: Mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok 1) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan

mengkategorikan saran-saran.

2) Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih.

3) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen.

4) Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.

b. Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari 1) Para siswa merencanakan bersama mengenai:

a) Apa yang kita pelajari?

(1) Bagaimana kita mempelajarinya?siapa melakukan apa?(pembagian tugas).

(2) Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini? c. Tahap 3: Melaksanakan Investigasi

1) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.

2) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.

3) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensistesis semua gagasan

d. Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir

1) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka. 2) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan

(50)

32 3) Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk

mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi. e. Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir

1) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk. 2) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara

aktif.

3) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.

f. Tahap 6: Evaluasi

1) Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.

2) Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa. 3) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok atau Group Investigation menurut Sharan (1992) dalam Kokom Komalasari (2011: 75-76) dapat dikemukakan ialah:

a. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen, baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.

b. Merencanakan kerjasama

Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.

c. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.

d. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan menyintesis berbagai informasi yang diperolah pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

e. Penyajian hasil akhir

(51)

33 mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

f. Evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok atau keduanya.

Oleh karena itu, model pembelajaran Group Investigation juga membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan model pembelajaran ini, minat belajar siswa meningkat dan hasil pembelajarannya diharapkan lebih bermakna (Sumarmi, 2012: 128).

8. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing dan Group Investigation

Tabel 2.1 Kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan Snowball Throwing.

Model

Pembelajaran Kelebihan Kelemahan

Group

b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif meneliti

(mencari dan menemukan) pemecahan suatu permasalahan. c. Strategi ini diarahkan untuk

mengembangkan kepemimpinan

(52)

34

Model

Pembelajaran Kelebihan Kelemahan

e. Memungkinkan siswa menjadi lebih aktif terlibat dalam belajar, baik secara mandiri maupun partisipasi lebih bebas dalam berdiskusi.

f. Strategi ini dapat digunakan di sekolah-sekolah yang melakukan hormat) bagi siswa-siswa lain yang bekerja membantu kemajuan

d. Melatih berpikir analisis dan sintesis.

e. Ada persamaan persepsi. f. Suasana belajar hangat dan

demokratis.

g. Merangsang siswa berani bertanya. h. Mudah dalam membuat

kesimpulan.

i. Guru dapat memberikan penilaian secara langsung

Adapun kesamaan antara model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan tipe Group Investigation ialah kedua model pembelajaran ini termasuk dalam

pembelajaran berkelompok, menekankan untuk berlatih kerjasama individu antar kelompok, menjadikan siswa lebih aktif dan memiliki rasa ingin tahu yang lebih mendalam.

(53)

35 9. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar Geografi

Menurut Suprijono dalam M. Thobroni dan Arif Mustofa (2011: 22) mendefinisikan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Hasil belajar merupakan indikator sejauh mana tingkat keberhasilan pembelajaran. Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa, dan merupakan bukti adanya proses pembelajaran antara guru dan siswa.

Winkel (2004: 110) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu kemampuan internal (capability) yang memungkinkan siswa untuk melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu (performance). Siswa memiliki konsep yang tepat, konsep ini merupakan kemampuan internal yang tidak langsung nampak, sedangkan perbuatan (performance) merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan nampak jelas.

Perbedaan hasil belajar dikalangan para siswa disebabkan oleh berbagai alternatif faktor-faktor, antara lain: faktor kematangan akibat dari kemajuan unsur kronologis, latar belakang pribadi masing-masing, sikap dan bakat terhadap suatu bidang pelajaran yang diberikan (Oemar Hamalik, 2004: 183).

(54)

36 Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar geografi ialah suatu tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari ilmu geografi dengan adanya perubahan tingkah laku siswa yang berupa dari awalnya tidak paham menjadi mengerti tentang geografi, yang awalnya bisa menjadi lebih bisa sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dapat diukur melalui tes. Beberapa tes yang sering dilakukan oleh guru mencakup uji blok, pre-tes dan post-tes ketika pembelajaran berlangsung, tes formatif, dan tes sumatif. Kemudian, Hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian i ialah hasil belajar dalam ranah kognitif atau pengetahuan berupa soal post-test.

10. Penelitian Relevan

(55)

40

No Nama Judul Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

(56)
(57)
(58)

43

4 Mulat Sudrajat (UNILA)

Penerapan model

cooperative learning tipe group investigation untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VB SD Negeri 11 Metro Pusat (2011).

(59)

44 Hidup kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sekampung kooperatif tipe ST di kelas XI IPS 1 dengan kooperatif tipe GI di kelas XI IPS 1 dengan

Metode yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Eksperimen).

Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa SMA Negeri 1 Sekampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

Sampel dalam penelitian ini ialah siswa kelas XI IPS 1 dan 2 SMA Negeri 1 Sekampung yang berjumlah 66 siswa.

(60)

47 B. Kerangka Pikir

Pemilihan model pembelajaran menjadi salah satu komponen penentu keberhasilan belajar yang dicapai oleh siswa. Hal ini dikarenakan model pembelajaran sebagai salah satu faktor yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran menempati peran penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat akan menentukan hasil belajar siswa terhadap konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran. Selain itu, memilih model pembelajaran harus tepat dan memerlukan persiapan yang matang serta terstruktur dengan jelas. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dan hasil belajar adalah pembelajaran kooperatif.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini digunakan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Snowbal Throwing dan Group Investigation, Siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Sekampung tersebar dalam dua kelas yakni kelas XI IPS 1 sebagai kelas eksperimen I menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan kelas XI IPS 2 sebagai kelas eksperimen II menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Penerapan kedua tipe model pembelajaran kooperatif dilaksanakan pada pertemuan pertama, kedua dan ketiga. Setiap kelas eksperimen diberi materi pemanfaatan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Pada akhir pertemuan atau pertemuan ketiga, guru melakukan post-test pertama untuk mengetahui perbedaan hasil belajar diantara kedua kelas eksperimen dengan perlakuan yang berbeda.

(61)

48 Selanjutnya, penerapan model pembelajaran kooperatif akan dilaksanakan selama tiga kali pertemuan dengan melakukan rotasi model pembelajaran. Kelas eksperimen I pada pertemuan keempat, kelima dan keenam diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan kelas eksperimen II diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing pada materi pelestarian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Kemudian, diakhir pertemuan atau pertemuan keenam, guru melakukan post-test kedua untuk mengetahui perbedaan hasil belajar diantara kedua kelas eksperimen dengan perlakuan yang berbeda.

Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar dikedua kelas eksperimen dilihat dari perbandingan nilai disetiap post-test yang telah dilakukan oleh guru kepada siswa dengan perlakuan yang berbeda. Kemudian, untuk mengetahui rerata hasil belajar dari kedua model pembelajaran mana yang lebih tinggi maka hasil belajar digabung dan dibagi dua yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di kedua kelas eksperimen dari setiap pertemuan yang diakhiri oleh post-test. Jika pelaksanaan model pembelajaran tipe Snowball Throwing lebih tinggi maka kemungkinan besar model pembelajaran tipe ST sesuai diterapkan dalam pembelajaran geografi kelas XI IPS, namun jika pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih rendah maka kemungkinan besar model pembelajaran tipe GI kurang sesuai diterapkan dalam pembelajaran geografi di kelas XI IPS. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini terdapat pada gambar 4.1 di halaman 44.

(62)

49

Gambar 2.1. Kerangka Penelitian

A B

X1 X2

X1 X1

Y1X1 Y1X2

Y1X1 ≠Y1X2 post-test 1 (Y1)

X2 X2

X1 X1 Pertemuan keempat, kelima dan keenam

X2 X2

X1 X2

post-test 2 (Y2)

Y2X1 Y2X2

Y2X2 ≠Y2X1

π

AY1X1 +BY2X1 >

π

BY1X2 +AY2X2 Pertemuan pertama, kedua dan ketiga

Kedua Ketiga Pertama

Keenam Kelima Keempat

(63)

50 Keterangan :

A : Kelas Eksperimen 1 atau XI IPS 1 B : Kelas Eksperimen 2 atau XI IPS 2

X1 : Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing X2 : Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation Y1 : Hasil Belajar Siswa pada post-test Pertama

Y2 : Hasil Belajar Siswa pada post-test Kedua

Y1X1 : Hasil Belajar Siswa pada post-test Pertama di Kelas XI IPS 1 Y1X1 : Hasil Belajar Siswa pada post-test Pertama di Kelas XI IPS 2 Y2X1 : Hasil Belajar Siswa pada post-test Kedua di Kelas XI IPS 1 Y2X2 : Hasil Belajar Siswa pada post-test Kedua di Kelas XI IPS 2 Y1X1 ≠Y1X2 : Perbedaan Hasil Belajar di Kedua Kelas pada post-test Pertama Y2X1 ≠Y2X2 : Perbedaan Hasil Belajar di Kedua Kelas pada post-test Kedua

π

AY1X1 +BY2X1 >

π

BY1X2 +AY2X2 : Rerata Hasil Belajar Siswa yang

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing di Kedua Kelas Lebih Tinggi Dibandingkan dengan Rerata Hasil Belajar Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation di Kedua Kelas tersebut.

(64)

51 C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar geografi yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas XI IPS 1 dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di kelas XI IPS 2 pada post-test pertama.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation di kelas XI IPS 1 dengan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas XI IPS 2 pada post-test kedua.

3. Hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

(65)

47

III. METODE PENELITIAN

A. Metode dan Prosedur Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasi Eksperimen). Penelitian quasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia (Sukardi, 2003: 16).

Tujuan penelitian eksperimental-semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel (Sumadi, 2011: 92).

2. Rancangan Penelitian

Gambar

Tabel 1.1 Pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Mata Pelajaran Geografi berdasarkan Nilai Semester Genap Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Sekampung Tahun Pelajaran 2010/2011
Tabel  2.1   Kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif  tipe  Group Investigation dan  Snowball Throwing
Tabel 2.1. (Lanjutan).
Tabel 2.2 Penelitian yang Relevan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan tipe Group Investigation
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sebagai contoh, jika suatu perusahaan pelayaran memiliki 3.000 TEUs untuk salah satu rutenya, maka dapat dilihat yang paling efisien pada rute tersebut dengan jumlah

Hubungan saling tergantung antara dua sistem ekonomi atau lebih, dan hubungan antara sistem-sistem ekonomi ini dengan perdagangan dunia, menjadi hubungan

Dengan adanya aplikasi ini bagi pemula yang menggemari bulu tangkis dapat mempelajari dengan baik dan benar, selain itu aplikasi ini juga memberikan informasi yang lengkap

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, bersama ini kami sampaikan pengumuman nama-nama guru peserta PLPG tahap I – tahap II yang dinyatakan (a) LULUS, (b) MENGIKUTI

Di samping itu ditunjukkan juga dalam simulasi ini pengaruh perubahan parameter serat optis dan sistem komunikasi optis terhadap besarnya daya sinyal FWM yang dibangkitkan..

SENI Anak Mampu melakukan berbagai gerakan anggota tubuhnya sesuai dengan irama dan dapat mengekspresikan diri dalam bentuk goresan sederhana.. Dapat bergerak bebas

Kulit kering atau xerosis adalah kelainan kulit terjadi akibat modifikasi lipid dan hidrasi yang terganggu pada sawar stratum korneum.. Perubahan struktur lipid pada