• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS XII SMAN 1 AMBARAWA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS XII SMAN 1 AMBARAWA TAHUN PELAJARAN 2014/2015"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS XII IPA2 SMAN 1 AMBARAWA

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh

Kasiyah

Kemampuan menulis siswa kelas XII IPA2 SMAN 1 Ambarawa tergolong rendah. Oleh karena itu perlu dicari solusinya, agar kemampuan siswa meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Desain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) melalui model pembelajaran berbasis masalah, (2) pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah, (3) evaluasi pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah, dan (4) peningkatan kemampuan menulis kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa melalui model pembelajaran berbasis masalah.

Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Objek penelitian adalah siswa kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa. Penelitian dilakukan dalam tiga siklus. Siklus satu menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan penekanan pada kontruktivis, inkuiri, hipotesis, pemecahan masalah, siklus dua menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan penekanan pada kolaborasi, penilaian autentik, penjelasan masalah. Siklus tiga dengan penekanan pada kolaborasi, memamerkan hasil, refleksi, dan penilaian autentik.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu dari siklus 1 cukup, siklus dua meningkat menjadi baik, dan siklus tiga meningkat menjadi sangat baik. Untuk pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah juga mengalami peningkatan, yaitu siklus I cukup, siklus II meningkat menjadi baik, dan siklus III meningkat menjadi sangat baik. Begitu pula untuk sistem penilaian juga mengalami peningkatan yaitu siklus I rata-rata nilai siswa 72,14, siklus II meningkat menjadi 80,17, dan pada siklus III meningkat menjadi 86,85. Peningkatan kemampuan menulis karangan dengan pola deduksi/induksi melalui model pembelajaran berbasis masalah yaitu prasiklus 64,71 siklus I meningkat 72,14 ada peningkatan sebesar 7,43, siklus II 80,17 ada peningkatan sebesar 8,03, dan siklus III 86,85 ada peningkatan sebesar 6,68.

(2)

The Improvement of Writing Ability Through Problem Based Learning Model Toward The Twelve Grade Student of SMA N 1 Ambarawa 2014/2015

By Kasiyah

The competence of grade XII students of IPA 2 at SMAN 1 Ambarawa is low category. Therefore, it should be found the way out so that the students competence is in creasing. The objective of this research are to describe (1) The compilation of lesson for Indonesian Language in writing using PBL model, (2) The Implementation of Indonesian Language Lesson in writing using PBL model, (3) The evaluation of Indonesian Language Lesson in writing using PBL model, and The Improving of writing ability, XII Grade SMAN 1 Ambarawa through PBL model.

This research methodology use was class action research. The object of the research is the student of class XII IPA 2. This action research which lasted in three cycles. First cycle is implementation of learning using PBL component contructivism, inquiry, hypothesis, and problemsolving. Second cycle, using PBL component learning collaboration, authentic assessment, and problem explanation. Third cycle, using component collaboration, presenting result, reflection, and authentic assessment.

The result of this research showed an improvement of lesson plans through problem based learning approach. The result of cycle I indicated a fair increase. Cycle II resulted a slight climb from fair to good. However, the result of cycle III showed an excellent point. It also occurred in the implementation of learning throught problem based learningapproach, which showed fair for cycle I, good for cycle II, and excellent fpr cycle III. There was assessment system which also experienced an improvement in all cycle. Cycle I showed an increase which students’ average skors was 72,14. In cycle II, khere was a slight rise for about 81,28. However, a leap result was gotten in which it showed 90,92 for the students’average score. On the other hand, the improvement of writing ability for writing throught problem based learning approach was about 7,43 which was from 64,71 in precycle to 72,14 in cycle I, mean while the slight rise in cycle II was about 9,14. However, a leap which occurred in cycle III was about 9,64.

(3)

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SISWA KELAS XII SMA N 1 AMBARAWA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh KASIYAH

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

Penulis dilahirkan di Sumberdadi, pada tanggal 6 Februari 1968. Penulis adalah anak ke tujuh dari tujuh bersaudara pasangan Iman (alm) dan Satun (alm)

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 3 Margodadi kecamatan Ambarawa, Pringsewu pada tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Xaverius Pringsewu tahun 1985, SPG Xaverius Pringsewu 1988. Pada tahun 1988 melanjutkan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) jurusan Bahasa, Program studi D3 Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung dan selesai tahun 1991. Pada tahun 1998 melanjutkan studi di Universitas Terbuka, dan selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2013 penulis menjadi mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(8)

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, kupersembahkan karya ini untuk orang-orang terkasih yang sangat berarti dalam hidupku.

1. Bapak dan Ibu terkasih yang dengan penuh keikhlasan telah mendoakan mendidik, dan membimbing untuk keberhasilanku.

2. Suami dan buah hatiku tersayang yang selalu mendoakan, membantu, dan memotivasi untuk keberhasilanku

3. Kakak-kakak tersayang dan semua keluarga yang selalu mendokan dan memotivasi untuk keberhasilanku.

(9)

Barang siapa bertaqwa pada Allah,maka Allah memberikan jalan keluar padanya dan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa

yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah jadikan urusannya menjadi mudah. Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah akan dihapuskan dosa-dosanya dan

mendapatkan pahala yang agung (Q.S. Ath-Thalaq: 2-4)

Majulah tanpa menyingkirkan orang lain dan naiklah tinggi tanpa menjatuhkan orang lain.

(10)

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wataala,atas segala nikmat dan kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas XII SMAN I Ambarawa Tahun Pelajaran 2014/2015”.

Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pasca Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis telah berusaha untuk kesempurnaan laporan ini dengan menyusunnya sebaik mungkin. Untuk itu, jika terdapat kesalahan atau kekurangan dalam laporan ini, penulis memohon maaf dan bersedia menerima kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, sebagai acuan perbaikan penulis di masa mendatang.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

(11)

5. Dr. H. Mulyanto Widodo, M.Pd. selaku ketua jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Dr. Nurlaksono Eko Rusminto, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan sekaligus Dosen penguji yang

selalu memberi arahan dan motivasi kepada penulis.

7. Dr. H. Edi Suyanto, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus sebagai Pembimbing II, yang selalu membimbing, membantu, mengarahkan, dan memotivasi penulis dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan tesis ini.

8. Dr. Hj. Siti Samhati, M.Pd. selaku Pembimbing I, yang selalu memberi bantuan, bimbingan, dan arahan dengan cermat dan sabar untuk mendapatkan kesempurnaan sebuah tesis.

9. Bapak dan Ibu dosen Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu kepada kami.

10. Drs. Suyadi, M.Pd.I, selaku Kepala SMAN 1 Ambarawa yang selalu memberi motivasi, dukungan, dan kemudahan untuk menyelesaikan pendidikan ini. 11. Bapak dan Ibu tersayang (Bapak Iman dan Ibu Satun (alm) yang selama

(12)

13. Kakak-kakak dan keluarga penulis yang selalu mendukung dan memberikan motivasi.

14. Rekan-rekan guru dan keluarga besar SMAN I Ambarawa.

15. Sahabat-sahabatku, Juwairiyah, Nelly, Merry, Rini, Sri Herlina, Nurudin, yang selalu dengan setia membantu dan memberikan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

16.Teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2013, yang sudah banyak membantu dan berbagi saling memberikan motivasi selama bersama-sama berjuang menempuh pendidikan.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan, bantuan, dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan karya di masa yang akan datang. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandarlampung, 29 Mei 2015 Penulis

(13)

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 13

1.3. Rumusan Masalah ... 14

1.4. Tujuan Penelitian ... 14

1.5. Manfaat Penelitian ... 15

II. LANDASAN TEORI... 17

2.1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 17

2.1.1.Teori Belajar Konstruktivisme ... 20

2.1.2 John Dewey ... 21

2.1.3. Teori Belajar ……… 23

2.2 Kemampuan Menulis Karangan Deduksi/Induksi ... 24

2.2.1 Pengertian Kemampuan ... 24

2.2.2. Hakikat Menulis ... 24

2.2.3 Pola Pengembangan Karangan ………. 31

2.2.3.1 Pengertian Penalaran ... 31

2.2.3.2 Penalaran Deduktif ... 31

2.2.3.3 Penalaran Induktif ... ... 32

2.2.4 Menulis Karangan ... 33

2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah.... 35

2.3.2 Hakikat Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37

2.3.3 Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah 41 2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran PBM 45 ABSTRAK ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

(14)

3.4 Lama Tindakan dan Indikator Keberhasilan... 58

3.4.1 Lama Tindakan... 58

3.4.2 Indikator Keberhasilan ... 59

3.5 Prosedur Tindakan ... 61

3.5.1 Perencanaan Tindakan ... 61

3.5.2 Pelaksanaan Tindakan ... 63

3.5.3 Observasi ... 67

3.5.4 Refleksi ... 67

3.6 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ... 69

3.6.1 Definisi Konseptual... 69

3.6.2 Definisi Operasional... 70

3.7 Instrumen Penelitian ... 73

3.8 Teknik Pengumpulan data ... 74

3.9 Teknik Analisis Data ... 76

3.10 Sumber dan Jenis Data ... 79

3.11 Validasi Data ... 80

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81

4.1 Lokasi Penelitian ... 81

4.2 Siklus I ... 83

4.2.1 Pertemuan I ... 84

4.2.1.1 Perencanaan... 84

4.2.1.2 Tindakan... 87

4.2.1.3 Observasi...………. 91

4.2.1.4 Refleksi ... 93

4.2.1.5 Rencana Terevisi ……….. 95

4.2.2 Pertemuan 2... 96

4.2.2.1 Perencanaan... 96

4.2.2.2 Tindakan... 99

4.2.2.3 Observasi ... 101

4.2.2.4 Refleksi ... 103

4.2.2.5Rencana Terevisi Berdasarkan Refleksi Siklus I 105 4.2.3 Pembahasan Hasil Siklus I ……… 106

4.2.3.1 Perencanaan... 106

4.2.3.2 Pelaksanaan ... 112

(15)

4.3 Siklus II... 144

4.3.1 Pertemuan 1... 145

4.3.1.1 Perencanaan... 145

4.3.1.2 Tindakan... 147

4.3.1.3 Observasi ... 149

4.3.1.4 Refleksi ... 150

4.3.1.5 Rencana Terevisi ………. 152

4.3.2 Pertemuan 2 ... 152

4.3.2.1 Perencanaan... 152

4.3.2.2Tindakan... 155

4.3.2.3 Observasi ... 157

4.3.2.4 Refleksi ... 158

4.3.2.5 Rencana Terevisi……….. 160

4.3.3 Pembahasan Hasil Siklus II... 161

4.3.3.1 Perencanaan ... 161

4.3.3.2 Pelaksanaan ... 165

4.3.3.3 Sistem Penilaian ... 179

4.3.3.4 Peningkatan ... 183

4.4 Siklus III ... 195

4.4.1 Pertemuan 1... 195

4.4.1.1 Perencanaan ... 195

4.4.1.2 Tindakan ... 198

4.4.1.3 Observasi... 200

4.4.1.4 Refleksi ... 201

4.4.1.5 Rencana Terevisi ………. 203

4.4.2 Pertemuan 2 4.4.2.1 Perencanaan ... 203

4.4.2.2 Tindakan ... 205

(16)

4.4.3.1 Analisis terhadap Perencanaan ... 210

4.4.3.2 Analisis terhadap Tindakan ... 214

4.4.3.3 Sistem Penilaian ……….. 230

4.4.3.4 Peningkatan Kemampuan Menulis ... 235

4.4.3.5 Penilaian Keseluruhan Indikator ………. 237

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 251

5.1 Kesimpulan ... 251

5.2 Saran ... 253

5.2.1 Saran untuk Siswa ... 253

5.2.2 Saran untuk Guru ... 254

(17)

Tabel Halaman

2.2 Tabel Sintak Pengajaran Berdasarkan Masalah ... 40

3.1 Tabel Jumlah Siswa Kelas XII IPA ... 257

3.2 Tabel Indikator Keberhasilan Penelitian ... 61

3.4 Tabel Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan ... 68

3.9 Tabel Format Lembar Analisis Aktivitas Siswa ... 77

3.10 Tabel Klasifikasi Hasil Belajatr Siswa ... 79

4.1 Tabel Rekapitulasi Penilaian RPP Guru Siklus 1 ... 108

4.2 Tabel Rekapitulasi Data Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus Satu Kelas XII IPA 2 ... 113

4.3 Tabel Penilaian Pelaksanaan proses pembelajaran Siklus 1 ... 115

4.4 Tabel Penilaian Kemampuan menulis Siklus 1 ... 128

4.5 Tabel Kemampuan Menulis dari Prasiklus ke Siklus 1 ... 130

4.6 Tabel Data Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deduksi/induksi Siswa Kelas XII IPA 2 ... 132

4.8 Tabel Penilaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 162

4.9 Tabel Rekapitulasi Data Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siuklus dua Siswa Kelas XII IPA 2 ... 166

4.10 Tabel Rekapitulasi Pengamatan Aktivitas Guru Siklus 2 ... 168

(18)
(19)

Grafik Halaman

3. 1 Gambar Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin ... 51

3.2 Gambar Siklus kegiatan PTK Model Kemnis dan Mc Taggart ... 56

4.1 BaganData Ketuntasan Belajar ... 160

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dititikberatkan pada keempat keterampilan tersebut. Siswa dikatakan berhasil belajar bahasa Indonesia jika sudah menguasai keempat keterampilan tersebut. Oleh karena itu, siswa harus menguasai kompetensi dasar dalam berkomunikasi secara lisan yaitu keterampilan menyimak dan berbicara sedangkan keterampilan menulis dituangkan dalam kegiatan membaca dan menulis.

(21)

Keterampilan menulis memiliki manfaat yang sangat besar karena dapat mengembangkan mental, intelektual, dan sosial seseorang. Melalui menulis, siswa dapat mengungkapkan ide, menyampaikan maksud dan tujuan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi, dan melatih siswa berpikir kritis. Selain itu, menulis dapat meningkatkan kecerdasan, mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas, menumbuhkan keberanian, serta merangsang kemampuan dan kemauan mengumpulkan informasi.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan berbahasa yang paling sulit dan kompleks dibandingkan keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Oleh karena itu, keterampilan menulis dikuasai siswa setelah ia menguasai ketiga keterampilan tersebut. Keterampilan menulis menuntut penguasaan siswa terhadap berbagai unsur kebahasaan dan unsur-unsur di luar kebahasaan yang akan menjadi isi karangan yang ditulis. Selain itu, keterampilan menulis juga memerlukan metode tertentu dan latihan yang terus menerus supaya siswa semakin terampil menulis.

(22)

Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah banyak ditentukan oleh kemampuan menulis siswa, salah satunya adalah kemampuan menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi. Di dalam menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi, diawali dengan penyajian fakta yang bersifat umum, disertai pembuktian khusus dan diakhiri simpulan khusus yang berupa prinsip, sikap, atau fakta yang berlaku khusus. Pada paragraf ini ide pokok berada di awal paragraf, kemudian diikuti ide penjelas. Semua kalimat mendukung kalimat pertama yang berfungsi sebagai ide pokok. Sedangkan karangan dengan pola induksi, diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan, pembuktian, dan diakhiri kesimpulan yang bersifat umum. Ide pokok terletak di akhir paragraf.

Paragraf yang baik setidaknya harus memenuhi persyaratan pembentukan paragraf, yaitu kesatuan dan keutuhan, pengembangan, kepaduan, dan kekompakan (Suparno dan Yunus, 2008: 3.28). Kesatuan atau keutuhan dalam paragraf ditandai oleh satu gagasan dasar dan sejumlah gagasan pengembang. Pengembangan ditandai adanya kalimat topik dan kalimat pengembang. Kepaduan adanya hubungan yang harmonis antara isi kalimat dan paragraf. Kekompakan ditandai oleh keserasian hubungan bentuk struktur dan leksikal.

(23)

Guru harus memiliki keterampilan menulis yang baik dan harus mampu mengajarkannya. Guru harus benar-benar memahami hakikat pembelajaran menulis, kemudian mampu merencanakan proses pembelajaran yang efektif sesuai dengan keterampilan dasar (KD). Model pembelajaran, metode, dan media pembelajaran yang dipilih harus mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa kabupaten Pringsewu diperoleh hasil bahwa keterampilan menulis dengan pola pengembangan deduksi/induksi masih rendah. Hal ini diperkuat dengan data yang diperoleh peneliti dari para siswa yang menyatakan bahwa mereka masih mengalami kesulitan untuk menyusun kesesuaian isi dengan tema yang dipilih, menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan, menyusun paragraf yang runtut dan padu, memilih dan menggunakan kata yang tepat, menyusun kalimat efektif dan menggunakan ejaan yang tepat. Mereka belum memiliki kemampuan menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi secara baik.

Berikut adalah contoh fakta yang membuktikan hal tersebut, yang penulis kutip dari catatan pembelajaran menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi pada tanggal 27 Januari 2015 tahap prapenelitian.

(24)

mneginformasikan kompetensi dasar dan tujuan yang akan dicapai pada pembelajaran tersebut. Kemudian guru menjelaskan tentang materi menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi. Setelah menjelaskan, guru melaksanakan tanya jawab kemudian memberikan tugas kepada siswa untuk menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi dengan memilih tema karangan yang sudah disdiakan guru. Siswa masih terlihat bingung tetapi tidak ada yang bertanya kepada guru. Beberapa siswa ada yang tidak peduli dengan tugas tersebut. Ada yang bertanya kepada teman. Terlihat beberapa siswa tetap mengobrol dan tidak peduli. Guru hanya memperhatikan beberapa siswa yang aktif. Setelah pukul 08.45, bel tanda pergantian pelajaran berbunyi. Kurang dari separuh siswa yang dapat menyelesaikan karangan tersebut dan belum semuanya memenuhi standar penulisan karangan yang tepat.

(25)

Rendahnya kemampuan menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi ini didukung dengan hasil diskusi antara penulis dengan guru bahasa Indonesia yang lain pada tanggal 29 Januari 2015. Menurut Ibu Nelly Yustinawati, nilai rata-rata kelas yang diajarnya untuk kompetensi menulis karangan dengan pola pengembangan deduksi/induksi masih di atas KKM. Kelas XII lain yang penulis ajar nilai rata-ratanya juga masih di atas KKM. Sementara kelas XII IPA 2 untuk kompetensi tersebut, nilai rata-ratanya di bawah KKM.

Selain faktor-faktor tersebut masalah juga disebabkan oleh faktor guru, antara lain guru bahasa Indonesia belum menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, guru belum menyajikan materi menulis yang menarik, inspiratif, dan kreatif. Guru masih menerapkan model pembelajaran konvensional dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga kelas masih didominasi oleh guru. Siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru dan melaksanakan tugas jika guru memberikan tugas/latihan setelah penjelasan dari guru selesai. Siswa bersikap pasif karena hanya menerima informasi dari guru. Guru yang menjadi pusat pembelajaran. Siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri. Siswa hanya menghafal konsep, bukan menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, model dan metode yang dipilih guru dalam pembelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.

(26)

bukan satu-satunya sumber belajar. Siswa dapat belajar dari siswa yang lain dan sumber belajar yang berada di lingkungan siswa, di mana pun dan kapan pun siswa tersebut beraktivitas. Selain itu, suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori dan fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, materi pelajaran tidak hanya tersusun atas hal-hal sederhana yang bersifat hafalan dan pemahaman, tetapi juga tersusun atas materi yang kompleks yang memerlukan analisis, aplikasi, dan sintesis.

Solusi yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi kekurangberhasilan pembelajaran menulis menurut peneliti adalah dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Reseach). Dengan melakukan penelitian tindakan kelas, guru dapat mendeteksi kelemahan dalam mengajar dan menemukan berbagai permasalahan yang dapat mengganggu kualitas pembelajaran serta mencari alternatif pemecahannya. Guru akan terus menerus berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar siswa.

(27)

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka sangat urgen bagi para guru memahami karakteristik materi, peserta didik, dan metodologi pembelajaran dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan, aktivitas, dan kreativitas siswa.

(28)

tersebut antara lain dapat berupa laporan, video, film, atau artefak. Produk yang berupa laporan menuntut kemampuan menulis siswa, sehingga pembelajaran berbasis masalah sangat tepat untuk materi menulis.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu guru mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah pada siswa selama mereka mempelajari materi pembelajaran (Abidin, 2014: 159). Model ini memfasilitasi siswa untuk berperan aktif di dalam kelas melalui aktivitas memikirkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, menemukan prosedur yang diperlukan untuk menemukan informasi yang diperlukan, memikirkan situasi kontekstual, memecahkan masalah, dan menyajikan solusi masalah tersebut dengan cara berkelompok, baik dalam kelompok besar maupun kecil.

Pembelajaran berbasis masalah diawali dengan guru menyajikan masalah yang autentik, kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk bekerjasama mengadakan penyelidikan autentik guna memecahkan masalah. Guru memandu siswa untuk menemukan dan menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan. Siswa berkolaborasi untuk memecahkan masalah tersebut, kemudian menghasilkan produk dan memamerkannya.

Pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut. (1) Pengajuan masalah atau pertanyaan..

(29)

(4) Menghasilkan dan memamerkan hasil karya. (5) Kolaborasi.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan melalui beberapa langkah yaitu (1) mengorientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah. Tahapan-tahapan PBM yang dilaksanakan secara sistematis berpotensi dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dan sekaligus dapat menguasai pengetahuan yang sesuai dengan kompetensi dasar tertentu.

Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dalam kurikulum apa pun, semua mata pelajaran, dan berbagai jenjang sekolah dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Model pembelajaran berbasis masalah cukup mudah dilaksanakan. Oleh karena itu, model pembelajaran ini dapat diterapkan pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya kompetensi menulis karangan deduksi/induksi.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perlu dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan judul “ Peningkatan Kemampuan Menulis Melalui Model

(30)

penelitian karena berdasarkan hasil tes peneliti selama pembelajaran dan hasil wawancara yang diperoleh, kemampuan menulis kelas XII IPA 2 rendah, dan motivasi belajar siswa juga rendah.

Penelitian mengenai penerapan “Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan dengan Pola Pengembangan Deduksi/Induksi ”, yang akan peneliti lakukan, ada beberapa penelitian yang serupa diantaranya pernah dilakukan oleh Nurhasanah Widyasari dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Bandung” .

Kesimpulan dari penelitian Nurhasanah Widyasari adalah sebagai berikut: hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning yang dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dalam menulis puisi siswa kelas VIII SMP Negeri 16 Bandung yang berupa perhatian dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran yang telah dirancang guru.

Penelitian lain yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah (PBM) juga pernah dilakukan oleh Rodiah dengan judul penelitian “Peningkatan Keterampilan Menulis Paragraf Argumentasi Dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa Kelas X SMA Widya Kutoarjo Tahun pembelajaran 2011/2012”.

(31)

meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi mampu membuat pembelajaran menjadi lebih baik, (2) pembelajaran dengan model PBM mampu meningkatkan sikap dan minat siswa dalam pembelajaran. Penilaian berdasarkan lembar observasi menunjukkan bahwa sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran pada prasiklus rendah, pada siklus I menjadi cukup, dan pada siklus II meningkat menjadi baik. Tanggapan siswa terhadap model yang digunakan pada prasiklus cukup, pada siklus I dan siklus II meningkat menjadi baik. Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada prasiklus masih kurang, pada siklus I menjadi cukup, dan menjadi baik pada siklus II, (3) pembelajaran menulis paragraf argumentasi dengan model PBM dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis paragraf argumentasi.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut ada persamaan dan perbedaan dari penelitian yang akan peneliti lakukan. Persamaan dari penelitian itu adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah dalam meningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia. Perbedaan penelitian terdapat pada jenis materi yang akan diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah Widyasari mengenai kemampuan siswa dalam menulis puisi. Penelitian yang dilakukan oleh Rodiah mengenai kemampuan siswa dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan argumentasi.

(32)

SMAN 1 Ambarawa Tahun Pelajaran 2014/2015” jelas berbeda dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Permasalahan yang dibahas peneliti tidak akan terjawab oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya. Selain itu, perbedaan juga terletak pada waktu, lokasi, serta populasi dan sampel yang akan diteliti.

1.2 Identifikasi Masalah

Kemampuan menulis siswa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan baik dalam dunia pendidikan maupun di luar dunia pendidikan. Hal ini berarti pembelajaran menulis bagi siswa juga memegang peranan yang penting. Berdasarkan permasalahan yang terdapat pada latar belakang, kemampuan menulis siswa masih memiliki problem yang harus segera diselesaikan diSMAN 1 Ambarawa. Masalah-masalah menulis karangan berpola deduksi/induksi yang belum terpecahkan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Siswa merasa bingung untuk menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan. 2. Siswa belum menunjukkan kompetensi menulis karangan secara padu

dan runtut.

3. Siswa belum mampu menyusun karangan dengan sistematika dan kalimat efektif.

4. Siswa belum mampu menulis karangan dengan pilihan kata dan ejaan yang tepat.

5. Guru bahasa Indonesia belum menerapkan pembelajaran berbasis masalah

6. Guru belum menggunakan metode yang dapat meningkatkan aktivitas

(33)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis karangan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah pada siswa kelas

XII IPA2 SMAN 1 Ambarawa?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah pada kompetensi menulis karangan dengan pola pengembangan deduktif dan induktif kelas XII SMA N 1 Ambarawa? 3. Bagaimanakah sistem penilaian pembelajaran melalui model pembelajaran

berbasis masalah pada kompetensi menulis karangan dengan pola pengembangan deduktif dan induktif?

4. Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis karangan dengan pola

deduktif dan induktif pada pelajaran bahasa Indonesia kelas XII SMAN 1 Ambarawa melalui model pembelajaran berbasis masalah?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mendeskripsikan

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia kompetensi menulis karangan berpola deduktif dan induktif di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa.

(34)

karangan dengan pola pengembangan deduktif dan induktif di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa.

3. sistem penilaian pembelajaran menggunakan model pembelajaran masalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia kompetensi menulis dengan pola pengembangan deduksi /induksi di kelas XII IPA 2 SMAN Ambarawa.

4. peningkatan kemampuan menulis karangan pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah di kelas XII IPA 2 SMAN 1 Ambarawa.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran di kelas memiliki manfaat

1) Bagi Siswa

Penelitian ini bermanfaat bagi siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam menulis karangan dengan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif.

1) Bagi Guru

a. Hasil penelitian ini dapat mewujudkan proses pembelajaran yang sistematis, efisien dan efektif, untuk peningkatan hasil belajar siswa. b. Meningkatkan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bukan berpusat

(35)

c. Memberikan sumbangan bagi pengembangan dan penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

2) Bagi Sekolah

(36)

II. LANDASAN TEORI

Bagian ini menyajikan konsep-konsep yang berhubungan dengan penelitian antara lain teori belajar dan pembelajaran, kemampuan menulis, dan model Pembelajaran Berbasis Masalah.

2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada individu yang terjadi melalui pengalaman baik disengaja maupun tidak disengaja yang berlangsung sepanjang waktu untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru. Belajar bukan hanya semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar diri pembelajar, tetapi lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru.

(37)

1. Sebagai hasil tindakan rasional instrumental, yaitu perubahan yang disadari.

2. Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya. 3. Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.

4. Positif atau berakumulasi.

5. Aktif sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan. 6. Permanen atau tetap.

7. Bertujuan dan terarah.

8. Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan (Suprijono dalam Thobroni, 2015: 19)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada individu yang sedang belajar. Perubahan tersebut bersifat permanen dan dilakukan secara sengaja dan terarah untuk memperoleh ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan pengertian yang bermanfaat sebagai bekal hidup.

(38)

kepentingan, karakteristik, dan kondisi orang lain agar peserta didik dapat belajar dengan efektif dan efisien (Thobroni, 2015: 35). Pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik, peserta didik, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Maulana, 2014: 1). Proses pembelajaran di sekolah mencakup interaksi antara guru dan siswa yang saling bertukar informasi pengetahuan.

Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan peserta didik dalam lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi untuk menyampaikan pesan antara sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran/media tertentu. Pesan, sumber pesan, saluran/media, dan penerima pesan merupakan komponen-komponen proses komunikasi. Proses yang akan dikomunikasikan adalah isi kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, buku, narasumber lain, maupun media.

(39)

Teori belajar konstruktivis menyatakan bahwa seseorang yang belajar berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus menerus. Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa harus mengontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Teori ini juga menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya bila aturan-aturan itu sudah tidak sesuai. Bagi siswa agar dapat benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus memcahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. (Slavin dalam Trianto, 2009: 28)

Prinsip yang paling penting menurut teori konstruktivis adalah guru tidak boleh hanya memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Seoarng guru dapat membantu proses ini dengan cara membuat pembelajaran menjadi sangat bermakna dan relevan bagi siswa. Selain itu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide dan mengajak siswa menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar (Thobroni, 2015: 93).

Pembelajaran konstruktivis memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Memberi peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.

(40)

5. Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru.

6. Menganggap proses pembelajaran sebagai al yang sama penting dengan hasil pembelajaran.

7. Mendorong proses inkuiri pada pembelajar melalui kajian dan eksperimen.

Strategi-strategi belajar pada teori konstruktivis adalah

1. top-down processing yaitu siswa belajar mulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan;

2. cooperative learning adalah strategi yang digunakan untuk proses belajar agar siswa lebih mudah dalam menghadapi problem;

3. generative learning yaitu strategi yang menekankan pada integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata. 2.1.2 Teori Belajar John Dewey

Pendidikan harus mempunyai perubahan orientasi, yaitu pendidikan gaya baru yang menekankan pada kebebasan siswa. Hal ini disebabkan pendidikan gaya lama lebih memaksakan pengetahuan dan jauh dari nilai penunjukan bagi pengalaman pribadi. Pemecahan masalah yang diterapkan dalam metode reflektif merupakan proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah.

1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa.

(41)

mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.

4. Menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.

5. Mencoba mempraktikan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul tidaknya pemecahan masalah itu. Bila pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan dicoba kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang benar yang akan berguna untuk hidup.

Namun langkah-langkah tersebut tidak dipandang secara kaku dan mekanistis, artinya tidak mutlak harus mengikuti urutan seperti itu. Siswa dapat bergerak bolak-balik antara masalah dan hipotesis ke arah pembuktian dan kesimpulan dalam batas-batas aturan yang bervariasi.

(42)

2.1.3 Teori Belajar David Ausubel

Belajar dikatakan bermakna jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur pengertian yang dimilikinya ( Dahar dalam Trianto, 2009: 37).

Jenis-jenis belajar yaitu

1. Belajar bermakna (meaningful learning) 2. Belajar menghafal (rote learning)

Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Oleh karena itu, agar terjadi pembelajaran bermakna maka konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Selanjutnya, jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya maka terjadilah belajar dengan hafalan.

(43)

Induksi

2.2.1 Pengertian Kemampuan

Kemampuan yaitu keterampilan utnuk mengeluarkan semua sumber daya internal, keunggulan dan bakat agar bisa mendatangkan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

(Ubaydillah,AN,2003.http:www.epsikologi.com/pengembangan /050603.htm).

Kemampuan adalah kesanggupan seseorang untuk melakukan sesuatu atau menjalankan tugas kewajiban secara fisik maupun intelektual. Pada dasarnya manusia ditakdirkan berbeda baik dalam kemampuan fisik maupun psikis (Robin, 1992: 85-86).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pada hakikatnya adalah suatu kecakapan atau kesanggupan yang diperlukan siswa untuk menunjukkan suatu tindakan atau aktivitas. Bila ini dikaitkan dengan kemampuan menulis berarti tindakan atau aktivitas yang ditunjukkan adalah kecakapan/kesanggupan siswa dalam melakukan suatu kegiatan secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

2.2.2 Hakikat Menulis

(44)

keterampilan berbahasa yang lain (Nurjamal dkk, 2011: 4). Selain itu, menulis adalah menurunkan atau melukiskan gambar-gambar grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dapat dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca dan dapat memahami lambang-lambang grafik itu. Hal ini berarti bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks yang selalu berkaitan dengan keterampilan berbahasa yang lain.

Menulis berarti menuangkan isi hati si penulis ke dalam bentuk tulisan, sehingga maksud hati penulis dapat diketahui banyak orang melalui hasil tulisannya. Seorang penulis harus mampu menyampaikan ide, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain melalui media tulisan supaya orang lain yang membacanya mampu memahami ide, gagasan, dan perasaan penulis secara tepat.

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang sulit dibandingkan keterampilan berbahasa yang lain karena menyampaikan gagasan melalui tulisan memiliki keterbatasan dibandingkan menyampaikan gagasan secara lisan. Jika kita menyampaikan ide secara lisan dapat dibantu melalui dialog atau interaksi positif dengan pendengar yang dapat memperjelas ide kita, sedangkan menyampaikan ide atau gagasan secara tertulis tidak dibantu oleh dialog eksternal, melainkan oleh dirinya sendiri. Teks yang dibuatnya harus dapat ia pahami karena bagaimana mungkin orang lain dapat memahami teks yang dibuatnya kalau dirinya sendiri belum mampu memahaminya.

(45)

kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil (Byrne dalam Slamet, 2014: 163). Keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan bahasa secara produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak tatap muka dengan pihak lain (Tarigan, 2008:3). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa keterampilan menulis adalah keterampilan menuangkan ide, gagasan, perasaan dalam bentuk bahasa tulis sehingga pembaca dapat memahami isi tulisan tersebut dengan baik.

Menulis Sebagai Proses

Menulis adalah menyampaikan pesan dengan menggunakan tulisan sebagai medianya. Pesan adalah isi yang terkandung dalam sebuah tulisan. Tulisan adalah lambang atau simbol untuk menyampaikan pesan yang disepakati oleh pemakainya. Oleh karena itu, dalam komunikasi tulis terdapat empat unsur yang terlibat, yaitu penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media, dan pembaca sebagai penerima pesan.

Menulis akan mendorong seseorang untuk berpikir kreatif, logis, dan sistematis, sehingga tulisan yang dihasilkan akan menarik dan mencapai sasaran. Seseorang yang mempunyai ide yang baik belum tentu dapat menuangkan gagasannya ke dalam tulisan dengan baik dan menarik. Menulis memerlukan kepiawaian penulis dalam menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan. Umtuk mendapatkan hasil tulisan yang baik seorang penulis harus memiliki kemampuan

(46)

utuh;

c. menulis dengan jelas dan tidak samar-samar memanfaatkan struktur kalimat, bahasa, dan contoh-contoh sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan penulis;

d. menulis secara meyakinkan, menarik minat para pembaca terhadap pokok pembicaraan serta mendemonstrasikan suatu pengertian yang masuk akal dan cermat mengenai hal itu;

e. mengritik naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya. Mau dan mampu, merevisi naskah pertama merupakan kunci bagi tulisan yang tepat guna atau efektif;

(47)

menulis dan mengajarkannya. Karena itu muncul mitos yang keliru tentang menulis dan pembelajarannya.

a. Menulis itu mudah

Teori menulis memang mudah untuk dihafal, tetapi menulis tidak cukup hanya menghafal teori. Selain menguasai teori, menulis memerlukan latihan. Tanpa latihan, seseorang tidak akan pernah mampu menulis dengan baik. Dia harus mencoba dan berlatih berulang kali, memilih topik, menentukan tujuan, mengenali pembaca, mencari informasi pendukung, menyusun kerangka karangan, serta menata dan menuangkan idenya secara runtut dan tuntas dalam susunan bahasa yang mudah dipahami. Kemampuan menggunakan unsur mekanik tulisan merupakan inti dari menulis. Seorang penulis perlu memiliki keterampilan mekanik seperti penggunaan ejaan, pemilihan kata, kalimat efektif, dan paragraf untuk dapat menghasilkan sebuah karangan. Namun, kemampuan mekanik saja belum cukup, karena sebuah karangan harus mengandung isi yang berupa ide, gagasan, perasaan, atau informasi yang akan disampaikan penulis. Unsur mekanik hanya merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengemas karangan agar mudah dipahami pembaca.

b. Menulis itu harus sekali jadi

(48)

prapenulisan, penulisan, penyuntingan, perbaikan, dan penyempurnaan. c. Orang yang tidak menyukai dan tidak pernah menulis dapat mengajarkan

menulis

Seseorang yang mengajar menulis harus menyukai dan memiliki pengalaman dan keterampilan menulis. Dia harus dapat menunjukan kepada muridnya manfaat dan nikmatnya menulis. Dia pun harus mampu mendemonstrasikan apa dan bagaimana menulis. Minat dan kemauan siswa menulis tidak terlepas dari apa yang terjadi pada diri guru dan bagaimana dia mengajarkannya. Sebagai proses, menulis merupakan serangkaian aktivitas (kegiatan) yang terjadi dan melibatkan beberapa fase (tahap) yaitu fase pramenulis (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telaah dan revisi atau penyempurnaan tulisan). Masing-masing fase tidak dipandang kaku dan selalu berurutan dan terpisah-pisah. Urutan dan batas fase itu sangat luwes, kita dapat melakukan setiap fase secara bersamaan.

Kegiatan menulis berkaitan erat dengan penalaran. Penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk, eviden, ataupun sesuatu yang dianggap bahan bukti menuju pada kesimpulan (Moeliono dalam Saddhono, 2014: 152). Dapat dikatakan penalaran adalah proses berpikir yang sistematis dan logis untuk memperoleh suatu kesimpulan.

(49)

dari sesuatu yang bersifat umum pada peristiwa yang khusus untuk mencapai sebuah kesimpulan.

Menulis itu Kompleks

Menulis, di samping merupakan proses juga merupakan kegiatan yang kompleks. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan, antara lain (1) adanya kesatuan gagasan, (2) penggunaan kalimat yang jelas dan efektif, (3) paragraf disusun dengan baik, (4) penerapan kaidah ejaan yang benar, dan (5) penguasaan kosakata yang memadai (Saddhono, 2014: 153). Persyaratan kecakapan lain yang harus dimiliki seorang penulis adalah menemukan ide, mengorganisasi isi tulisan secara sistematis, dan menerapkan kaidah-kaidah kebahasaan yang benar.

Kompleksitas kegiatan menulis untuk menyusun sebuah karangan meliputi (1) keterampilan gramatikal, (2) penuangan isi, (3) keterampilan stilistika, (4) keterampilan mekanis, (5) keterampilan memutuskan (Heaton dalam Saddhono, 2014: 153). Menulis harus diperoleh melalui proses belajar dan berlatih secara sungguh-sungguh. Kemampuan menulis dapat diikuti oleh setiap orang asalkan mau belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh, sebab menulis merupakan kemampuan yang dapat dipelajari.

(50)

yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga ide tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping menguasai topik dan permasalahan yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen lainnya, seperti grafologi, struktur, kosakata, kelancaran dan sebagainya.

2.2.3 Pola Pengembangan / Penalaran Karangan 2.2.3.1 Pengertian Penalaran

Penalaran mempunyai beberapa pengertian antara lain (1) proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi, dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan. (2) proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru ( Wijono, 2012: 272).

Berdasarkan pola penalaran/pengembangannya, karangan dibedakan menjadi pola pengembangan sebab akibat, deduktif, dan induktif. Pada penelitian ini, penulis membatasi hanya pada penalaran deduktif dan induktif.

2.2.3.2 Penalaran Deduktif

(51)

khusus dengan menempatkan gagasana utama di awal karangan (Jauhari, 2007: 123 ). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan penalaran deduktif adalah penalaran yang diawali dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat umum diikuti dengan hal-hal yang bersifat khusus.

2.2.3.3 Penalaran Induktif

(52)

akibat. Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala yang bersifat khusus, serupa atau sejenis yang disusun secara logis dan diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat umum. Analogi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan terhadap gejala khusus dengan membandingkan atau mengumpamakan suatu objek yang sudah teridentifikasi secara jelas terhadap objek yang dianalogikan sampai dengan kesimpulan yang berlaku umum. Sebab akibat adalah proses penalaran berdasarkan hubungan ketergantungan antargejala yang mengikuti pola sebab akibat, akibat-sebab.

2.2.4 Menulis Karangan

Mengarang adalah membuat atau menulis karangan ( Palupi 2010: 46). Mengarang sedikit lebih sulit daripada menyusun karangan.

Langkah-Langkah Menulis Karangan 1. Menentukan topik

Topik adalah pokok karangan yang akan dijadikan landasan penyusunan karangan yang dinyatakan dalam kelompok kata, bukan kalimat. Syarat

penyusunan topik adalah menarik, diketahui dan dikuasai penulis, tidak kontroversial, cukup sempit dan terbatas.

2. Menentukan tema

Tema adalah inti cerita yang ingin disampaikan oleh penulis. Tema dirumuskan dalam bentuk kalimat yang lengkap, yang dikembangkan berdasarkan topik.

(53)

2) Mengembangkan tema yang terarah.

3) Tema yang dirumuskan mengandung unsur keaslian. (kebaruan). 3. Menentukan judul karangan

Setelah menentukan tema, kita dapat menentukan judul. Fungsi judul dalam sebuah karangan adalah sebagai berikut.

1) Sebagai nama karangan.

2) Untuk menarik minat pembaca. 3) Sebagai gambaran isi karangan.

Judul yang baik harus memenuhi syarat antara lain menarik, menimbulkan keingintahuan pembaca, dan mudah diingat.

4. Menyusun kerangka karangan

Manfaat kerangka karangan adalah sebagai berikut. 1) Memudahkan penyusunan karangan.

2) Memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dengan bagian yang kurang penting.

3) Mengurangi timbulnya pengulangan pembahasan.

Sebuah kerangka karangan dapat disusun berdasarkan pola-pola tertentu. 1) Urutan waktu, yaitu urutan yang didasarkan runtutan pristiwa.

2) Urutan ruang, yaitu urutan penyajian suatu keadaan atau benda, misalnya di samping, di depan.

(54)

antiklimaks.

4) Urutan kausalitas, yaitu urutan sebab akibat dan akibat sebab, masalah yang dikemukakan pertama disebut sebab, kemudian dilanjutkan akibat

Urutan akibat-sebab, masalah yang dikemukakan pertama disebut akibat, kemudian dilanjutkan dengan sebab-sebabnya.

5) Urutan pemecahan masalah, penyusunan kerangka karangan mulai dengan permasalahan, menuju kesimpulan umum atau pemecahan masalah.

2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah / Problem Based Learning

2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, dan kurikulum (Joyce dalam Trianto, 2009: 22). Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam merencanakan proses belajar- mengajar (Soekamto dalam Trianto, 2009: 22). Hal ini berarti bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (Enggen dan Kauchak dalam Trianto, 2009: 22).

(55)

pembelajaran dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Istilah model pembelajaran digunakan berdasarkan dua alasan penting. Alasan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Istilah model mempunyai makna lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur pembelajaran.

1) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para penciptanya.

2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).

3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.

1)lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai

2. Model pembelajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting. Model pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaksnya (pola urutan), dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain.

(56)

dilakukan oleh siswa.

Sintaks dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen yang sama, misalnya semua pembelajaran diawali dengan memotivasi siswa terlibat dalam proses pembelajaran dan diakhiri dengan menutup pembelajaran dengan merangkum pokok-pokok pembelajaran yang dilakukan siswa dalam bimbingan guru. Namun sintaks yang satu dengan yang lain juga memiliki perbedaan. Misalnya urutan tahap-tahap kegiatan pada pengajaran langsung berbeda dengan yang terdapat pada pembelajaran kooperatif. Perbedaan-perbedaan ini terutama berlangsung di antara pembukaan dan penutupan pembelajaran yang harus dipahami oleh para guru jika pelaksanaan model-model tersebut ingin berhasil.

2.3.2 Hakikat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

(57)

menghadapi sesuatu yang kompleksitas ( Trianto, 2009: 91)

Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Trianto, 2009: 92). Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model yang dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir kritis, analitis, dan untuk menemukan serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar (Riyanto, 2012: 285).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu model pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk berpikir tingkat tinggi demi mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.

Ciri-Ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

Berbagai penelitian mengenai penerapan model berbasis masalah telah menunjukan hal yang positif. Model pebelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut.

1. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan intelektual, dan keterampilan memecahkan masalah.

(58)

pengalaman nyata atau simulasi sehingga ia dapat mandiri.

Pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1. Pengajuan masalah atau pertanyaan

Pengajuan pertanyaan pada pembelajaran berbasis masalah harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

1) Autentik yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan nyata daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

2) Jelas yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa.

3) Mudah dipahami yaitu masalah yang diberikan adalah masalah yang mudah dipahami oleh siswa. Masalah dibuat sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. 4) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yaitu masalah yang disusun dan

dirumuskan hendaknya bersifat luas artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pembelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang, dan sumber yang tersedia.

5) Bermanfaat yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan harus bermanfaat baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun bagi guru sebagai pembuat masalah.

2. Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu

(59)

nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis data, melaksanakan

eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir. 4. Menghasilkan produk dan memamerkannya

Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa dibimbing untuk menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian siswa ditampilkan.

5. Kolaborasi

Tugas-tugas belajar berupa masalah yang harus diselesaikan bersama-sama antara siswa dengan siswa dalam kelompok atau siswa dengan guru.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

[image:59.595.116.501.518.734.2]

Pembelajaran berbasis masalah memiliki langkah-langkah atau sintaks yang perlu diketahui guru. Adapun sintaks tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Aktivitas Guru dan Siswa

Tahap 1

Mengorientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demostrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,

memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Tahap 2:

Mengorganisasi siswa untuk

(60)

Tahap 3:

Membimbing penyelidikan individual maupun

kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan

temannya. Tahap 5: Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Sumber Ibrahim, dkk (dalam Trianto, 2009: 98).

2.3.3 Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Masalah 1. Tugas Perencanaan

Model pembelajaran berbasis masalah memerlukan perencanaan sebagai berikut. 1) Penetapan tujuan

Model pembelajaran berbasis masalah dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri.

2) Merancang situasi masalah

(61)

bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

3) Organisasi sumber daya dan rencana logistik

Pembelajaran berdasarkan masalah memungkinkan siswa untuk bekerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam pelaksanaannya dapat dilakukan di kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium, bahkan di luar sekolah. Oleh karena itu, tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa harus menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

2. Tugas Interaktif

1) Orientasi siswa pada masalah

Siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran berbasis masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Cara yang baik untuk menyajikan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang dapat membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar

(62)

Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar. Guru mendorong pertukaran ide dan gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka pembelajaran berdasarkan masalah. Selama dalam tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktivitas siswa.

Puncak proyek-proyek pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan artefak seperti laporan, poster, model-model fisik, dan video.

4) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

Tugas guru pada tahap akhir pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

3. Lingkungan Belajar dan Tugas Manajemen

(63)

bagaimana cara menangani siswa baik individual maupun kelompok, baik yang menyelesaikan tugas lebih cepat maupun terlambat.

Guru dituntut untuk menggunakan sejumlah alat dan bahan dalam pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dapat merepotkan guru, oleh karena itu guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan. Selain itu guru harus menyampaikan aturan, tata krama dan sopan santun yang jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar kelas.

4. Asessment dan Evaluasi

Fokus perhatian dalam pembelajaran berbasis masalah bukan pada perolehan pengetahuan deklaratif. Oleh karena itu, tugas penilaian tidak cukup bila hanya dengan tertulis atau tes kertas dan pensil. Teknik penilaian yang tepat untuk model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

(64)

2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki kelebihan sebagai berikut.

1. Realistis dalam kehidupan siswa. 2. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa. 3. Memupuk sifat inquiri siswa.

4. Retensi konsep jadi kuat.

5. Memupuk kemampuan problem solving (Trianto, 2011: 96)

Selain keunggulan-keunggulan tersebut, model pembelajaran berbasis masalah memiliki keunggulan sebagai berikut.

1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut.

2. Menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk memecahkan masalah. 3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki peserta didik

sehingga pembelajaran lebih bermakna.

4. Peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran. Menjadikan peserta

didik lebih mandiri dan lebih dewasa, termotivasi, untuk memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain.

(65)

kekurangan sebagai berikut.

1. persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks; 2. sulitnya mencari problem atau masalah yang relevan;

3. sering terjadi miss-konsepsi;

4. konsumsi waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dalam proses penyelidikan (Trianto, 2009: 97).

Kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran berbasis masalah dapat diatasi dengan berbagai cara sebagai berikut.

(66)

akan semakin baik pembelajaran yang dilaksanakan (Trianto, 2009: 251-252).

2. Kelemahan pembelajaran berbasis masalah yang ke dua adalah sulitnya mencari masalah yang relevan. Solusi untuk masalah ini adalah bahan ajar yang dipilih guru tidak hanya terbatas pada buku teks, tetapi dapat diambil dari sumber-sumber lingkungan, seperti peristiwa-peristiwa dalam masyarakat maupun lingkungan sekolah (Thobroni, 2015: 274). Ada pun pemilihan materi harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

1) Bahan pembelajaran bersifat conflict issu atau controversial (dapat direkam dari peristiwa-peristiwa konkret dalam bentuk audio visual atau kliping)

2) Bahan yang dipilih bersifat umum sehingga tidak asing bagi siswa. 3) Bahan tersebut mendukung pengajaran dan pokok bahasan dalam

kurikulum.

4) Bahan tersebut mencakup kepentingan orang banyak (Gulo dalam Thobroni, 2015: 275)

(67)

asalkan siswa dapat menguasai dan memecahkan masalah tersebut.

3. Miss-konsepsi dapat terjadi karena seseorang tidak memahami permasalahan yang sedang dihadapi. Hal ini dapat terjadi pada siswa saat pembelajaran berlangsung. Supaya tidak terjadi miss-konsepsi pada saat pembelajaran maka pengajuan masalah oleh guru harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

1) Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan nyata dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu. Masalah yang dipilih sebaiknya masalah yang bersifat umum dan dipahami oleh siswa. 2) Jelas, yaitu masalah harus dirumuskan dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang akhirnya menyulitkan penyelesaian bagi siswa.

3) Mudah dipahami, yaitu masalah yang disajikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah dibuat dan disusun sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. (Maulana, 2014: 121)

(68)
(69)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (classroom action research) model Kemmis dan McTaggart, karena model ini mudah dipahami dan sesuai dengan rencana kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Peneliti memilih jenis penelitian ini untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang didasarkan atas pertimbangan bahwa analisis masalah dan tujuan penelitian yang menuntut sejumlah informasi dan tindak lanjut berdasarkan prinsip daur ulang serta menuntut kajian dan tindakan secara reflektif, kolaboratif, dan partisipasif berdasarkan situasi alamiah yang terjadi dalam pembelajaran.

(70)

PTK adalah penelitian yang dilakukan secara berulang-ulang, prosesnya diamati dengan sungguh-sungguh sampai mendapatkan proses yang dirasakan memberikan hasil yang lebih baik. Pada dasarnya penelitian tindakan kelas terdiri atas empat tahapan yaitu : tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi. Hubungan keempat tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Perencanaan

Refleksi Tindakan

Gambar

Tabel 2.2 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Gambar 3.1 Penelitian tindakan model Kurt Lewin
Gambar 3.1  Siklus Kegiatan PTK model Kemnis dan Mc. Taggart
Tabel 3.2 Indikator Keberhasilan Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Disisi lain, kelemahan dari metode ini ialah mudah dipengaruhi oleh keberadaan substansi pereduksi seperti asam askorbat (Huda et al. Hasil pengujian terhadap kandungan

(2011) yang menyatakan bahwa melanin memiliki karakteristik yang tidak larut pada akuades, asam klorida (HCl) dan pelarut organik umumnya seperti metanol, etano, etil

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan, khususnya manfaat pada mata pelajaran

The role of reading identities and reading abilities in students’ discussions about texts and comprehension strategies.. Main idea identification: instructional explanation

Protein permukaan sel Streptococcus mutans yang dilaporkan paling banyak terlibat dalam proses karies gigi adalah Glucan binding protein (Gbp) dan antigen I/II.. (Ag

[r]

Penyesuaian diri terhadap tuntutan sosial pada penyandang tuna daksa usaha yang dilakukan informan seperti berbaur dengan warga yang sedang berkumpul, mengikuti

Benth (kumis kucing), merupakan obat herbal yang dipercaya untuk mengobati hipertensi. "# ! ! ini menggunakan metode kuasi eksperimental dengan desain penelitian pre