ABSTRAK
Pengaruh Citra Merek Terhadap Loyalitas Konsumen
(Studi Kasus Pada Konsumen Produk Kosmetik Pelembab Wajah Pond’s di Bandar Lampung)
Oleh
Kiki Kusuma Anggraini
Fenomena persaingan yang semkin ketat menuntut para pemasar untuk selalu menginovasi
strategi bisnisnya. Salah satu aset untuk mencapainya adalah melalui manajemen merek.
Supaya merek dikenal dipasar, mereka harus memiliki identitas dengan tujuan untuk
menciptakan citra merek. Citra merek diartikan sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan
kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek. Brand Image memiliki 3 variabel yaitu citra perusahaan (corporate image), citra pemakai (user image) dan citra produk ( product image). Ponds merupakan produk yang selalu memperdulikan konsumennya. Ponds juga selalu berada dititik puncak sebagai top brand merek pelembab wajah.
Masalah yang dihadapi ponds adalah walaupun Ponds selalu berada sebagai top brand. Akan tetapi Ponds selalu mengalami penurunan persentase setiap tahunnya sehingga dikhawtirkan
konsumen Ponds akan berpaling ke produk pelembab wajah merek lainnya. Oleh karena itu,
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : apakah brand image berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk tetap loyal terhadap suatu produk pada
Kiki Kusuma Anggraini
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh brand image terhadap loyalitas
konsumen untuk tetap setia terhadap Ponds. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah adanya pengaruh brand image terhadap keputusan untuk setia (loyal) terhadap produk pelembab wajah Ponds di Bandar Lampung yang dilakukan dengan non probability sampling dan menggunakan sampel sebanyak 100 rasponden. Alat analisis yang digunakan adalah
analisis koefisien regresi logistik. Hasil analisis data diperoleh bahwa citra perusahaan,citra
produk dan citra pemakai signifikan pada tingkat signifikasi yang digunakan yaitu 0,05
dengan probabilitas masing-masing 0,035; 0,004 dan 0,026. Hal ini menunjukkan bahwa
secara persial citra perusahaan,citra produk dan citra pemakai mempengaruhi loyalitas
konsumen produk pelembab wajah Ponds. Ini juga berarti bahwa hipotesis yang diajukan
dapat diterima, nilai Nagelkerke sebesar 0,694 berarti bahwa variabel-variabel brand image mampu mempengaruhi loyalitas konsumen sebesar 0,694 sedangkan sisanya 0,306 dipengaruhi dari variabel lain diluar model, perbedaan probabilita ketiga variabel pada
tingkat signifikasi yang digunakan menunjukkan bahwa citra produk lebih berpengaruh pada
loyalitas konsumen dibandingkan dengan citra pemakai dan citra perusahaan. Oleh karena
itu, disarankan perusahaan untuk lebih memperhatikan citra produk karena terbukti lebih
mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen.
Kata kunci : citra merek, citra perusahaan, citra pemakai, citra produk, loyalitas konsumen,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat,
membuat semakin banyak perusahaan yang menggunakannya untuk menunjang
segala aktifitas usahanya. Perusahaan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk melakukan kegiatan usahanya.
Perkembangan itu juga menimbulkan tingkat persaingan yang tinggi diantara
perusahaan sehingga mengakibatkan banyak bermunculan produk-produk dengan
teknologi baru. Hal ini mengakibatkan perusahaan semakin kesulitan untuk
mempertahankan ataupun meningkatkan jumlah konsumennya.
Tingginya tingkat persaingan membuat setiap perusahaan harus bisa menunjukkan
keunggulan produknya. Persaingan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi
kebijakan perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Upaya menjaga
loyalitas konsumen merupakan hal terpenting yang harus selalu dilakukan
2
Mempertahankan semua pelanggan yang ada pada umumnya akan lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pergantian pelanggan. Biaya untuk menarik
pelanggan baru bisa lima kali lipat lebih besar dari pada biaya mempertahankan
pelanggan yang sudah ada (Kotler, 2007: 207).
Berbagai keuntungan yang diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen
loyal (Griffin,2005:11) yaitu:
1. Biaya pemasaran menjadi lebih berkurang ( biaya pengambilalihan pelanggan
lebih tinggi dari pada biaya mempertahankan pelanggan).
2. Biaya transaksi menjadi lebih rendah, separti biaya negosiasi kontrak dan
pemrosesan order.
3. Biaya perputaran pelanggan ( customer turnover ) menjadi berkurang ( lebih sedikit pelanggan yang harus digantikan ).
4. Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat , menyebabkan pangsa pelanggan yang lebih besar.
5. Pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi positif dengan asumsi pelanggan
yang loyal juga merasa puas.
6. Biaya kegagalan menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim, garansi,
dan sebagainya).
Loyalitas tidak terjadi dengan begitu saja, diperlukan strategi dalam pengelolaan
konsumen guna memperolehnya. Perusahaan harus lebih mengenal apa yang
menjadi kebutuhan dan harapan konsumen saat ini maupun dimasa yang akan
datang. Konsumen sebagai individu dalam membeli barang memiliki hak untuk
keunggulan kompetisi dalam mempertahankan loyalitas konsumen adalah dengan
membentuk citra merek (brand image) tentang produk yang baik dimata konsumen.
Citra merek saat ini berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan,
karena citra merek digunakan perusahaan untuk mendapatkan profit atau
keuntungan juga untuk mempertahankan kelangsungan hidup bisnisnya, Citra
merek mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari
informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek
berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu
merek.
Citra merek merupakan serangkaian asosiasi, biasanya terorganisasi menjadi suatu
makna. Hubungan terhadap suatu merek akan semakin kuat jika didasarkan pada
pengalaman dan mendapat banyak informasi. Citra atau asosiasi
merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan kenyataan yang objektif
ataupun tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah yang mendasari
dari keputusan membeli bahkan loyalitas merek (brand loyalty) dari konsumen. (Aaker,2001: 100).
Selain berhubungan dengan keputusan pembelian citra merek juga sangat erat
kaitannya dengan loyalitas pelanggan, dimana konsumen sangat rentan untuk
berpindah-pindah merek. Perpindahan merek telah menjadi keputusan yang relatif
4
yang setara menjadi hal yang biasa ditemukan, dan penawaran dari pesaing yang
memberikan keuntungan-keuntungan tertentu bagi konsumen atau
mempromosikan harga murah pada produk baru. Konsumen juga relatif menjadi
lebih kritis mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada dunia bisnis.
Informasi-informasi mengenai merek produk lebih mudah didapat, kesalahan
yang dilakukan perusahaan ditanggapi dan diawasi reaksinya, janji yang diberikan
oleh produsen melalui iklan dan promosi ditanggapi lebih kritis.
Menyadari pentingnya mempertahankan konsumen yang loyal, perusahaan
memakai berbagai cara untuk memuaskan konsumen. Salah satunya adalah
menjadikan pelanggan sebagai bagian dari aktivitas atau program yang dilakukan
oleh perusahaan, memberikan keuntungan-keuntungan yang hanya didapatkan
bagi pelanggan setia, memberikan pelayanan terbaik maupun memberikan
informasi-informasi baru mengenai inovasi produk atau produk baru perusahaan,
merupakan beberapa cara yang dilakukan untuk mendekatkan dan memuaskan
konsumen terhadap perusahaan dan juga merek. (Marconi,2004 : 65)
PT Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang mengutamakan
loyalitas pelanggan. PT Unilever Indonesia adalah salah satu perusahaan besar di
Indonesia yang memproduksi barang-barang antara lain perawatan pribadi,
diantaranya perawatan kecantikan baik itu perawatan wajah, tubuh, dan kulit.
Ragam perawatan kecantikan yang beredar tidak hanya dipandang sebagai
pekerjaan, gaya hidup, budaya, kelas sosial, pendapatan, persepsi, dan sikap
menjadikan beragamnya pilihan produk.
Pada dasarnya heterogenitas konsumen bisa didasarkan pada faktor demografi,
psikologi, psikografi, geografi dan sebagainya. Seluruh faktor tersebut akan
menjadikan konsumen berkelompok atau tersegmentasi. Beragam perawatan
kecantikan yang beredar juga dapat diartikan sebagai implementasi persaingan yang
ketat di antara industri kosmetika. Persaingan terjadi karena pasar kosmetika
khususnya di Indonesia sangat terbuka. Bila kondisi demikian yang terjadi, maka
perusahaan harus membuat strategi untuk mengetahui siapa dan bagaimana
sebenarnya pasar sasaran yang dihadapi. Salah satu strategi yang digunakan misalnya
adalah dengan mempertahankan citra merek yang baik sehingga menghasilkan
pelanggan yang puas dan setia.
Begitu pula yang dilakukan oleh PT Unilever pada salah satu produk perawatan
kecantikan pelembab wajah Ponds, produk pelembab wajah boleh dibilang
merupakan salah satu kategori produk dengan tingkat persaingan yang sangat ketat.
Persaingan dikategori ini tidak akan pernah berakhir, mengingat produk ini termasuk
produk yang banyak dibutuhkan, sehingga membuat persaingan kian terasa di
kategori ini. Ponds selalu melakukan pengembangan untuk membentuk citra merek
yang baik, berawal dari satu jenis pelembab, kini Ponds memiliki beragam varian
seperti Ponds White Beauty, Ponds Flawless White, Ponds Age Miracle, Ponds
Gold Radiant dan sebagainya yang diperuntukkan untuk berbagai segmen usia,
yaitu untuk wanita usia remaja sampai dengan dewasa.
6
Lampung.
Tabel 1. Jenis Produk Pelembab Wajah Ponds
No Produk Bentuk Sediaan Kemasan
1. Ponds White Beauty Pink, Kuning, Biru, Hijau
3. Ponds Age Miracle Merah Botol kaca,25ml, 50ml mangkuk kaca,
100ml,250ml
4. Ponds Gold radiant Emas Botol kaca, 25ml,50ml Mangkuk kaca,
100ml,250ml Sumber : PT. Unilever Indonesia tbk, Depo Lampung, 2013
Dalam membentuk citra yang positif, Ponds berusaha untuk perduli dan berusaha
dekat dengan konsumennya. Ponds tidak hanya ingin menjadi pemecah solusi
tetap juga ingin menjadi sahabat bagi semua wanita. Hal ini memberikan nilai
positif pula dalam brand Ponds.
PT Unilever Indonesia mengeluarkan produk ponds dengan berbagai ukuran
kemasan yang berbeda-beda, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengerti
akan kebutuhan dan daya beli konsumen yang akan menjadi pangsa pasar, seperti
Ponds White Beauty dan Ponds Flawless White yang memiliki ukuran kecil
(40ml) yang dapat terjangkau remaja sebagai pangsa pasarnya, dan juga Ponds
Age Mircle dan Ponds Gold radiant yang memiliki kemasan dan harga diatas
Ponds White Beauty dan Ponds Flawless White karena diperuntukkan bagi wanita
Walaupun demikian PT Unilever tidak pula terlepas dari ancaman persaingan
dari perusahaan lain, maka dalam menghadapi tingkat persaingan dengan
perusahaan-peerusahaan lainnya. Perusahaan selalu dituntut untuk melakukan
pembaruan dan memiliki strategi pemasaran jitu bagi produk produk yang
dihasilkannya. Dalam kondisi semakin meningkatnya persaingan produk-produk
sejenis, dan perilaku konsumen yang cenderung ingin mencoba merek-merek baru
yang dikeluarkan oleh perusahaan pesaing, perusahaan harus terus berupaya
meningkatkan kualitas produk sehingga akan memempertahankan konsumen
untuk setia dengan produk yang dihasilkannya.
Table 2. Perbandingan Harga Pelembab Wajah Ponds dengan Produk lain
No Produk (varian)
Kemasan (Rp)
20 gr 50 gr 75 gr 100 gr
1. Ponds White Beauty 13.800 30.250 42.700 -
Ponds Flawless White 22.750 46.500 65.500 -
Ponds Age Miracle - 104.000 150.950 202.500
Ponds Gold Radiance - 117.750 164..200 223.800
2 Olay Natural White 12.900 25.400 38.500 -
Olay With Rich SPF 20.800 38.700 59.250 -
Olay Total Effect - 112.970 157.900 212.900
Olay Age Protect - 108.800 170.900 230.250
Sumber: Chandra department store, 6 Juni 2013
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa perbandingan harga antara Ponds dengan
Olay yang memiliki selisih tidak begitu jauh. Masing-masing produk berusaha
8
yang diperuntukan bagi remaja yang memiliki harga lebih murah dibandingkan
produk Ponds, sedangkan pada produk yang diperuntukan bagi konsumen berusia
30 tahun keatas harga produk Ponds jauh lebih murah dibandingkan produk Olay.
Tabel 3. Top Brand Index Kategori Pelembab Wajah Tahun 2013 Merek
Sumber : www.topbrandaward.com; 30 Juni 2013
Top Brand Index menggunakan tiga komponen penentu yaitu mind share, market share, dan commitment share. Komponen mind share terbentuk akan adanya top of mind yang merujuk pada merek yang pertama kali muncul dibenak konsumen. Market Share merujuk kepada pasar yang memiliki kompetisi yang cukup tinggi, sedangkan Commitment Share merupakan keinginan konsumen untuk
Index. Walaupun selalu mengalami penurunan persentase, tetapi ponds selalu menempati posisi teratas, keadaan demikian patut untuk diwaspadai. Karena, hal
ini dapat disebabkan berbagai faktor dalam persaingan bisnis. Dengan demikian
dapat disimpulkan walaupun Ponds selalu menempati peringkat pertama, tetapi
Ponds harus selalu waspada menghadapi pesaing-pesaingnya yang terus naik
mengejar seperti Olay, Viva dan Sariayu. Perusahaan harus selalu menanamkan
nilai positif dalam benak konsumen sehingga konsumen akan tetap setia terhadap
ponds.
Dalam dunia bisnis nama baik dan nama besar merek dinilai mampu menjadi
jaminan bagi keunggulan kualitas suatu produk dan layanan purna jualnya. Jadi
pengakuan dari konsumen terhadap nama baik dan nama besar merek jelas juga
ikut mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk.
Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan
preferensi terhadap suatu merek. Konsumen dengan citra positif terhadap suatu
merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Dari uraian diatas
diduga bahwa citra merek ( Brand Image ) mempunyai pengaruh terhadap loyalitas konsumen dalam membeli produk kosmetik pelembab wajah merek
Ponds.
10
1.2 Permasalahan
Masalah yang dihadapi oleh Produk Ponds adalah total persentase yang
mengalami penurunan setiap tahun (tabel 3) serta persaingan harga produk antara
Ponds dan Olay (tabel 2). Berdasarkan uraian yang ada diatas, maka yang
menjadi permasalahan adalah : “Apakah Ada Pengaruh Citra Merek Terhadap Loyalitas Konsumen Pelembab Wajah Ponds di Bandar Lampung?”
1.3 Tujuan dan manfaat penulisan 1.3.1 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah mengetahui besarnya pengaruh citra merek
(brand image) terhadap loyalitas konsumen produk pelembab wajah ponds di Bandar Lampung.
1.3.2 Manfaat Penulisan
a. Bagi Penulis
Merupakan kesempatan untuk menerapkan disiplin ilmu yang didapat dari bangku
kuliah dan menambah wawasan tentang masalah yang terjadi secara nyata disuatu
lingkungan tertentu , khususnya masalah yang berhubungan dengan citra merek
dan loyalitas konsumen.
b. Bagi Perusahaan
Manfaat penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran
pada perusahaan untuk mengembangkan image perusahaan dalam menentukan
c. Bagi Universitas
Memberikan tambahan perbendaharaan kepustakaan khususnya yang
berhubungan dengan teori teori pemasaran dan industri ritel.
1.4Kerangka pemikiran
Kotler ( 2011:hal.32) mendefinisikan citra merek sebagaiseperangkat keyakinan,
ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadapsuatu merek, karena itu
sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangatditentukan oleh citra
merek tersebut. Citra merek merupakan syarat dari merekyang kuat. Simamora
(dalam Ogi Sulistian, 2011:33) mengatakan citra adalahpersepsi yang relatif
konsisten dalam jangka waktu panjang. Sehingga tidak mudah untuk membentuk
citra, citra sekali terbentuk akan sulit untukmengubahnya. Citra yang dibentuk
harus jelas dan memiliki keunggulan biladibandingkan dengan pesaingnya, saat
perbedaan dan keunggulan merekdihadapkan dengan merek lain.
Komponen citra merek (brand image ) terdiri dari tiga bagian yaitu : 1. Citra perusahaan (corporate image )
Adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap
perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa.
2. Citra pemakai ( user image )
Adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai
yang menggunakan suatu barang atau jasa.
3. Citra produk ( product image )
Adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu
12
Loyalitas adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu
dibandingkan merek yang lain dalam kategori produk (Giddens dalam Dewi,
2011). Menganalisa loyalitas konsumen akan lebih berhasil apabila mampu
memahami aspek psikologis manusia. Persepsi merupakan salah satu aspek
tersebut dan sebelum persepsi konsumen terbentuk terhadap suatu objek, dalam
hal ini kualitas, harga, dan suasana merupakan faktor yang memotivasi konsumen
dalam suatu produk. Konsumen mempunyai rasa suka dan tidak suka setelah
mereka membeli produk dan kemudian persepsi terbentuk dan akan menentukan
perilaku terhadap merek produk tersebut. Hal ini dikarenakan persepsi
menjelaskan evaluasi kognitif, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan
yang menguntungkan (Kartawidjaja, 1996).
Gambar 1 . Bagan Kerangka Pemikiran
Sumber : Kotler (2011) ;dikembangkan untuk penelitian ini
1.5 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan kerangka pemikiran, maka
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk
berkembang, dan mendapatkan laba.
Menurut Kotler (2009:9) pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan
pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan barang dan jasa
untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan
organisasi.
Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan, melalui penciptaan,
penawaran, dan pertukaran barang dan jasa yang bernilai satu sama lain.
2.2. Definisi Citra
Citra adalah gambaran atau konsep tentang sesuatu,dengan demikian citra itu
tidaklah nyata adanya atau tidak bisa digambarkan secara fisik karna citra ada
hanya dalam pikiran, Sutisna (2001:83) ”citra adalah total persepsi terhadap suatu
objek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap
waktu”
Menurut Buchari Alma (2002:318) menegaskan bahwa, ”citra dibentuk
berdasarkan impresi, berdasarkan pengalaman yang dialami seseorang terhadap
sesuatu sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan.
Citra merupakan hasil evaluasi dalam diri seseorang berdasarkan pengertian dan
pemahaman terhadap rangsangan yang telah diolah, diorganisasikan, dan
disimpan dalam benak seseorang,citra dapat diukur melalui pendapat, kesan atau
respon seseorang dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti apa yang ada
dalam fikiran setiap individu mengenai suatu objek, bagaimana mereka
memahaminya dan apa yang mereka sukai atau tidak disukai dari objek tersebut.
Citra didefinisikan Buchari Alma (2002:317) citra adalah, ”Kesan yang diperoleh
sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman seseorang terhadap sesuatu”,
sedangkan menurut Rheinald Kasali (2003:28) citra adalah, “Kesan yang timbul
16
Berdasarkan pendapat pendapat tersebut citra menunjukkan kesan suatu objek
terhadap objek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu
dari berbagai sumber yang terpercaya, terdapat tiga hal penting dalam citra yaitu
kesan objek,proses terbentuknya citra, dan sumber terpercaya. Objek meliputi
individu maupun perusahaan yang terdiri dari sekelompok orang didalamnya,
citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang tidak menutup
kemungkinan terjadinya perubahan citra pada objek dari adanya penerimaan
informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan objek terhadap sumber informasi
memberikan dasar penerimaan atau penolakan informasi.
2.2.1. Jenis jenis Citra
Ada banyak citra yang dapat dibentuk dan ditingkatkan oleh seseorang yaitu :
1. Coorporate Image (Citra perusahaan)
Merupakan citra yang melekat terhadap pada suatu perusahaan apakah baik
atau buruknya citra tersebut
2. Brand Image (Citra merek)
Merupakan citra yang melekat pada suatu merek yang dikeluarkan oleh
perusahaan,baik buruknya citra perusahaan dipengaruhi oleh citra merek
produk yang dikeluarkan oleh perusahaan.
3 . Industi Image (Citra Industri)
Adalah citra yang dapat dibentuk oleh beberapa perusahaan untuk
meningkatkan citra seluruh industri, terutama dunia bisnis pada umumnya
berusaha membentuk sikap masyarakat yang lebih mendukung terhadap
4. Institusional Image (Citra institusi)
Citra ini dibentuk oleh semua orang atau unsur yang ada dan yang dikerjakan
sehingga membentuk baik buruknya citra.
5. Area image (Citra wilayah)
Terbentuk dari bagaimana setiap elemen didalam area tersebut bertindak dan
mengelola suatu wilayah sehingga menciptakan persepsi/citra yang timbul
terhadap objek
6. Individu Image (Citra perorangan)
Citra yang ditimbulkan atau yang dihasilkan dari hasil ataupun sikap dari
sikap individu itu sendiri
2.3 Citra Merek ( Brand Image )
Citra merek (Brand Image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap
merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa
keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra
yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan
pembelian. (Setiadi, 2003:180).
Merek dapat dideskripsikan dengan karakteristik-karakteristik tertentu, seperti
manusia, semakin positif deskripsi tersebut semakin kuat citra merek dan
semakin banyak kesempatan bagi pertumbuhan merek itu. (Davis, 2000:21).
Citra merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk pada benak
18
sebuah merek, yang berisikan interpretasi konsumen atas atribut, kelebihan,
penggunaan, situasi, para pengguna, dan karakteristik pemasar dan/atau
karakteristik pembuat dari produk/merek tersebut. Citra merek adalah apa yang
konsumen pikirkan dan rasakan ketika mendengar atau melihat nama suatu
merek. (Hawkins, Best & Coney, 1998:350).
Citra merek merupakan serangkaian asosiasi yang ada dalam benak konsumen
terhadap suatu merek, biasanya terorganisasi menjadi suatu makna. Hubungan
terhadap suatu merek akan semakin kuat jika didasarkan pada pengalaman dan
mendapat banyak informasi. Citra atau asosiasi merepresentasikan persepsi yang
bisa merefleksikan kenyataan yang objektif ataupun tidak. Citra yang terbentuk
dari asosiasi inilah yang mendasari dari keputusan membeli bahkan loyalitas
merek (brand loyalty) dari konsumen.
Konsumen lebih sering membeli produk dengan merek yang terkenal karena
merasa lebih nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenal, adanya asumsi bahwa
merek terkenal lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan
memiliki kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih dikenal lebih
sering dipilih konsumen daripada merek yang tidak. (Aaker, 1991:99).
Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek (aspek
Kognitif), konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi penggunaan
yang sesuai, begitu juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang diasosiasikan
dengan merek tersebut (aspek Afektif). Citra merek didefinisikan sebagai
direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan
konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk
tapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang
berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek. (Peter & Olson, 2002:47, 730)
Menurut Drezner (2002:.5), konsumen tidak bereaksi terhadap realitas melainkan
terhadap apa yang mereka anggap sebagai realitas, sehingga citra merek dilihat
sebagai serangkaian asosiasi yang dilihat dan dimengerti oleh konsumen, dalam
jangka waktu tertentu, sebagai akibat dari pengalaman dengan merek tertentu
secara langsung ataupun tidak langsung. Asosiasi ini bisa dengan kualitas
fungsional sebuah merek ataupun dengan individu dan acara yang berhubungan
dengan merek tersebut. Meskipun tidak mungkin setiap konsumen memiliki citra
yang sama persis akan suatu merek, namun persepsi mereka secara garis besar
memiliki bagian-bagian yang serupa. Citra merek adalah kesan keseluruhan
terhadap posisi merek ditinjau dari persaingannya dengan merek lain yang
diketahui konsumen – apakah merek tersebut dipandang konsumen sebagai
merek yang kuat. Sebagian alasan konsumen memilih suatu merek karena mereka
ingin memahami diri sendiri dan untuk mengkomunikasikan aspek diri ke orang
lain. Citra merek ini bias diukur dengan menanyakan atribut apa dari suatu merek
– merek pilihan konsumen dalam satu kategori produk – yang membedakannya
dengan merek lain, mengapa atribut-atribut itu penting dan mengapa alasan itu
20
Hasil penelitian (Martin, 1998,) menemukan bahwa serangkaian perasaan, ide,
dan sikap yang dimiliki konsumen terhadap suatu merek merupakan aspek
penting dalam perilaku pembelian. Citra merek didefinisikan sebagai sekumpulan
atribut spesifik yang berelasi dengan produk, merek, dan konsumen
pengetahuan, perasaan, dan sikap terhadap merek yang disimpan individu di
dalam memori. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa sebagai simbol,
merek sangat mempengaruhi status dan harga diri konsumen.
Penelitian-penelitian ini juga menyebutkan bahwa suatu merek lebih mungkin dibeli dan
dikonsumsi jika konsumen mengenali hubungan simbolis yang sama antara citra
merek dengan citra diri konsumen baik citra diri ideal ataupun citra diri aktual.
(Arnould, Price & Zinkan, 2005:120 ).
Produk dan merek memiliki nilai simbolis untuk setiap individu, yang melakukan
evaluasi berdasarkan konsistensi dengan gambaran atau citra personal akan diri
sendiri. Terkadang citra merek tertentu sesuai dengan citra diri konsumen
sedangkan merek lain sama sekali tidak memiliki kecocokan. Secara umum
dipercaya bahwa konsumen berusaha untuk mempertahankan atau meningkatkan
citra diri dengan memilih produk dan merek dengan “citra” atau “kepribadian”
yang mereka percaya sejalan dengan citra diri mereka dan menghindari
merek-merek yang tidak sesuai, menurut penelitian (Fournier,1998, Dodson, 1996), hal
ini terutama benar bagi wanita. Berdasarkan hubungan antara preferensi merek
dan citra diri konsumen, maka wajar jika konsumen menggunakan merek sebagai
2.3.1 Faktor – faktor yang membentuk Citra merek
Glenn Walters (1974) mengemukakan pentingnya faktor lingkungan dan personal
sebagai awal terbentuknya suatu citra merek, karena faktor lingkungan dan
personal mempengaruhi persepsi seseorang.
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah; atribut-atribut teknis yang
ada pada suatu produk dimana faktor ini dapat dikontrol oleh produsen, selain itu
juga, sosial budaya termasuk dalam faktor ini.
Faktor personal adalah; kesiapan mental konsumen untuk melakukan proses
persepsi, pengalaman konsumen sendiri, mood, kebutuhan serta motivasi
konsumen.
Citra merupakan produk akhir dari sikap awal dan pengetahuan yang terbentuk
lewat proses pengulangan yang dinamis karena pengalaman. (dalam Arnould,
Price & Zinkan, 2005:120) Menurut Runyon (1980:17), citra merek terbentuk
dari stimulus tertentu yang ditampilkan oleh produk tersebut, yang menimbulkan
respon tertentu pada diri konsumen.
a. stimulus yang muncul dalam citra merek tidak hanya terbatas pada stimulus
yang bersifat fisik, tetapi juga mencakup stimulus yang bersifat psikologis.
Ada tiga sifat stimulus yang dapat membentuk citra merek yaitu stimulus
yang bersifat fisik, sperti atribut-atribut teknis dari produk tersebut; stimulus
yang bersifat psikologis, seperti nama merek; dan stimulus yang mencakup
sifat keduanya, seperti kemasan produk atau iklan produk.
b. datangnya stimulus menimbulkan respon dari konsumen. Ada dua respon
22
respon rasional – penilaian menganai performa aktual dari merek yang
dikaitkan dengan harga produk tersebut, dan respon emosional –
kecenderungan perasaan yang timbul dari merek tersebut.
Menurut Timmerman (dalam Noble, 1999), citra merek sering terkonseptualisasi
sebagai sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah
merek. citra merek terdiri dari:
a. Faktor fisik : karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain kemasan,
logo, nama merek, fungsi dan kegunaan produk dari merek itu;
b. Faktor psikologis : dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai, kepribadian yang
dianggap oleh konsumen menggambarkan produk dari merek tersebut.
Citra merek sangat erat kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan
terhadap suatu merek tertentu sehingga dalam citra merek faktor psikologis lebih
banyak berperan dibandingkan faktor fisik dari merek tersebut.
2.3.2. Komponen Citra Merek
Menurut Hogan (2005) citra merek merupakan asosiasi dari semua informasi
yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud.
Informasi ini didapat dari dua cara; yang pertama melalui pengalaman konsumen
secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional.
Merek tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi
mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi
kebutuhan individual konsumen yang akan mengkontribusi atas hubungan
dengan merek tersebut. Kedua persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari
merek tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan,
promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap
karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak
merek, media dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat
mengkomunikasikan atributatribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat
berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan
sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika
nantinya akan membentuk gambaran total dari merek tersebut. Gambaran inilah
yang disebut citra merek atau reputasi merek, dan citra ini bisa berupa citra yang
positif atau negatif atau bahkan diantaranya.
Citra merek terdiri dari atribut objektif / instrinsik seperti ukuran kemasan dan
bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan dan asosiasi yang
ditimbulkan oleh merek produk tersebut. (Arnould, Price & Zinkan, 2005:120).
Citra merek merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek
yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari:
a. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk;
b. Kesan tentang keuntungan fungsional produk;
c. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut;
24
e. Semua imajeri dan makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen,
termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia.
Sehingga dapat dikatakan bahwa citra merek merupakan „totalitas‟ terhadap suatu
merek yang terbentuk dalam persepsi konsumen. (Sengupta, 2005:139).
Citra pada suatu merek merefleksikan image dari perspektif konsumen dan
melihat janji yang dibuat merek tersebut pada konsumennya. Citra merek terdiri
atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang
dilihat oleh konsumen pada merek tersebut. Menurut Davis (2000:53), citra
merek memilki dua komponen, yaitu:
a. Brand Associations (Asosiasi Merek)
Asosiasi terhadap karakteristik produk atau jasa yang dilekatkan oleh konsumen
pada merek tersebut, termasuk persepsi konsumen mengenai janji-janji yang
dibuat oleh merek tersebut, positif maupun negatif, dan harapan mengenai
usaha-usaha untuk mempertahankan kepuasan konsumen dari merek tersebut. Suatu
merek memiliki akar yang kuat, ketika merek tersebut diasosiasikan dengan
nilai-nilai yang mewakili atau yang diinginkan oleh konsumen. Asosiasi merek
membantu pemasar mengerti kelebihan dari merek yang tersampaikan pada
konsumen.
b. Brand Persona/ Personality (Persona/Kepribadian Merek)
Merupakan serangkaian karakteristik manusia yang oleh konsumen diasosiasikan
dengan merek tersebut, seperti, kepribadian, penampilan, nilai-nilai, kesukaan,
gender, ukuran, bentuk, etnis, inteligensi, kelas sosioekonomi, dan pendidikan.
mendeskripsikannya, serta faktor penentu apakah konsumen ingin diasosiasikan
dengan merek tersebut atau tidak. Personal merek membantu pemasar lebih
mengerti kelebihan dan kekurangan merek tersebut dan cara memposisikan
merek secara tepat. Menurut Christine Restall, brand personality menjelaskan
mengapa orang menyukai merek-merek tertentu dibandingkan merek lain ketika
tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup besar antara merek yang satu dengan
yang lain. David Ogilvy menyebutkan bahwa kepribadian merek merupakan
kombinasi dari berbagai hal – nama merek, kemasan merek, harga produk, gaya
iklan, dan kualitas produk itu sendiri. (dalam Sengupta, 2005:138) Menurut
Joseph Plummer (dalam Aaker, 1991:139), citra merek terdiri dari tiga komponen
yaitu:
a. Product Attributes (Atribut Produk) : yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri seperti, kemasan, isi produk, harga, rasa,dll;
b. Consumer Benefits (Keuntungan Konsumen) : yang merupakan kegunaan produk dari merek tersebut;
c. Brand Personality (Kepribadian Merek) : merupakan asosiasi yang
membayangkan mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut
seorang manusia.
Keller (1993:7) mendefinisikan citra merek sebagai persepsi mengenai sebuah
merek sebagaimana direfleksikan oleh asosiasi merek yang terdapat dalam benak
konsumen. Citra merek terdiri dari komponen-komponen:
a. Attributes (Atribut)
26
produk atau jasa.
1) Product related attributes (atribut produk): Didefinisikan sebagai bahan-bahan yang diperlukan agar fungsi produk yang dicari konsumen dapat bekerja.
Berhubungan dengan komposisi fisik atau persyaratan dari suatu jasa yang
ditawarkan, dapat berfungsi.
2) Non-product related attributes (atribut non-produk): Merupakan aspek eksternal dari suatu produk yang berhubungan dengan pembelian dan
konsumsi suatu produk atau jasa. Terdiri dari: informasi tentang harga,
kemasan dan desain produk, orang, peer group atau selebriti yang
menggunakan produk atau jasa tersebut, bagaimana dan dimana produk atau
jasa itu digunakan.
b. Benefits (Keuntungan)
Nilai personal yang dikaitkan oleh konsumen pada atribut-atribut produk atau
jasa tersebut.
1) Functional benefits : berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik dan keamanan atau pemecahan masalah.
2) Experiental benefits : berhubungan dengan perasaan yang muncul dengan menggunakan suatu produk atau jasa. Benefit ini memuaskan kebutuhan
bereksperimen seperti kepuasan sensori, pencarian variasi, dan stimulasi
kognitif.
3) Symbolic benefits : berhubungan dengan kebutuhan akan persetujuan sosial atau ekspresi personal dan self-esteem seseorang. Konsumen akan menghargai
nilai-nilai prestise, eksklusivitas dan gaya fashion dari sebuah merek karena
c. Brand Attitude (Sikap merek)
Didefinisikan sebagai evaluasi keseluruhan atas suatu merek, apa yang dipercayai
oleh konsumen mengenai merek-merek tertentu – sejauh apa konsumen percaya
bahwa produk atau jasa tersebut memiliki atribut atau keuntungan tertentu, dan
penilaian evaluatif terhadap kepercayaan tersebut,bagaimana baik atau buruknya
suatu produk jika memiliki atribut atau keuntungan tersebut.
Citra suatu merek dapat menentukan titik perbedaan yang mengindikasikan
bagaimana suatu merek superior dibandingkan dengan alternatif merek lain
dalam satu kategori produk. Titik perbedaan suatu merek dapat diekspresikan
melalui berbagai kelebihan merek seperti:
a. Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau keuntungan
ekonomi, kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi waktu, kesehatan,
serta harga murah
b. Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa dengan
menggunakan suatu merek, ia akan menjadi penting, spesial, ataupun merasa
senang.
Merek menawarkan kesenangan, membantu atau meningkatkan citra diri dan
status, dan hubungannya dengan orang lain. Kelebihan emosional menggeser
fokus dari merek dan fungsi produknya ke pengguna dan perasaan yang didapat
ketika menggunakan merek tersebut. Kelebihan ini berhubungan dengan
28
keinginan konsumen untuk mengekspresikan diri, pengembangan diri dan
prestasi, serta determinasi diri.
Pengakuan superioritas bisa juga didukung oleh pembentukan citra merek yang
direpresentasikan oleh orang-orang yang menggunakan merek tersebut , misalnya
menggunakan selebriti atau atlet dalam iklan. (Tybout & Calkins, 2005:18-20)
Menurut Kirmani & Zeithami (1993), citra merek mempunyai karakteristik
tertentu yang tidak diwarisi dari segi teknikal, fungsional dan fisik dari sebuah
produk, dan lebih sering digunakan unbtuk mengekspresikan interpretasi
konsumen terhadap karakteristik intrinsik dan ekstrinsik dari sebuah produk.
Citra merek adalah konsep perseptual dari sebuah merek yang tertanam dalam
benak konsumen (Dobni & Zinkhan,1990) dimana citra tersebut terdiri dari
fragmen, rekonstruksi, reinterpretasi, dan simbol-simbol yang mewakili
perasaan-perasaan dan ide (Horowitz, 1970). Citra merek perlu dimengerti dari tiga
komponen:
a. Fungsional/ Kognisi, citra yang terbentuk berdasarkan dari performa merek
tersebut dalam memecahkan permasalahan konsumen – yang berhubungan
dengan kegunaan produk dari merek tersebut.
b. Afektif, citra yang terbentuk dilihat dari hubungan merek tersebut dengan
anggota kelompok atau individu. Diperkirakan dengan kuat bahwa konsumen
membuat keputusan pembelian mereka berdasarkan perasaan mereka ketika
konsumen untuk memilih produk-produk yang serupa adalah mengevaluasi
seluruh alternatif produk/merek lalu membandingkan alternatif tersebut
berdasarkan evaluasi tersebut, dan evaluasi yang dibuat bukan hanya atribut
merek tapi juga perasaan terhadap merek tersebut.
c. Eksperiental, menilik efek merek terhadap kepuasan sensori atau stimulasi
kognitif, dan aspek fantasi dan eksperiental. Berbagai macam pengalaman
yang dialami oleh konsumen dari suatu merek, menjadi sumber informasi
positif atau negatif yang mempengaruhi pertimbangan selanjutnya suatu
produk atau jasa dari merek tertentu. Menurut Hilgard (1980), perilaku
konsumen untuk merekomendasikan suatu merek dapat dilihat bagaimana
konsumen tersebut menginterpretasikan pengalamannya dengan merek itu.
(dalam Klieman, 2002)
2.4 Loyalitas Konsumen
Loyalitas adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu
dibandingkan merek yang lain dalam kategori produk (Giddens dalam Dewi,
2011). Menganalisa loyalitas konsumen akan lebih berhasil apabila mampu
memahami aspek psikologis manusia. Persepsi merupakan salah satu aspek
tersebut dan sebelum persepsi konsumen terbentuk terhadap suatu objek, dalam
hal ini kualitas, harga, dan suasana merupakan faktor yang memotivasi
konsumen dalam suatu produk. Konsumen mempunyai rasa suka dan tidak suka
setelah mereka membeli produk dan kemudian persepsi terbentuk dan akan
30
persepsi menjelaskan evaluasi kognitif, perasaan emosional, dan kecenderungan
tindakan yang menguntungkan (Kartawidjaja, 1996).
Loyalitas konsumen terhadap suatu barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu
perusahaan yang tercermin dari kebiasaan konsumen dalam melakukan
pembelian barang atau jasa secara terus menerus harus selalu diperhatikan oleh
perusahaan atau produsen. Bagi perusahaan, loyalitas konsumen dapat
memberikan nilai yang tinggi bagi inisiatif kepedulian para pelanggan, yaitu lebih
mudah dan lebih murah untuk untuk mempertahankan pelanggan kunci, daripada
menarik pelanggan baru yang loyalitasnya belum terbukti. Dengan demikian
perusahaan perlu mengamati loyalitas konsumen untuk dapat memenuhi
keinginan dan kebutuhan konsumen serta tercapainya tujuan suatu perusahaan.
Loyalitas menurut Engel adalah loyalitas konsumen akan suatu barang atau jasa
tersebut secara terus-menerus, kebiasaan ini termotivasi sehingga sulit dirubah
dan sering berakar dalam keterlibatan yang sangat tinggi (Engel, dkk, 1995).
Selanjutnya Griffin dalam Jasfar (2002) berpendapat bahwa seorang pelanggan
dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku
pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan
pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya
memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap
pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku
Dari pernyataan di atas memberikan dimensi yang lebih luas tentang ukuran
perilaku pelanggan yang loyal, antara lain :
1. Loyalitas pelanggan diukur dari frekuensi konsumsi suatu produk tertentu
dalam jangka waktu tertentu. Pelanggan yang frekuensi pemakaiannya lebih
tinggi berarti dapat dikatakan lebih loyal dari pelanggan yang frekuensinya
lebih rendah.
2. Ukuran loyalitas pelanggan berkembang pada perilaku pembelian pelanggan
terhadap layanan baru yang dikeluarkan, artinya bila suatu perusahaan
mengeluarkan produk/varian baru maka pelanggan akan bersedia mencoba
produk baru tersebut.
3. Loyalitas pelanggan adalah sikap daripada pelanggan dalam memberikan
rekomendasi bagi orang lain untuk memakai jasa yang sama.
Pada umumnya konsumen yang mempunyai loyalitas tinggi terhadap suatu merek
cenderung fanatik dan memakai kembalike produk tersebut apabila memerlukan,
tanpa berfikir panjang konsumen yang mempunyai loyalitas tinggi akan
mengambil keputusan untuk memakai barang atau jasa tersebut. Konsumen
dengan loyalitas tinggi akan memberitahukan keunggulan dan kualitas layanan
tersebut kepada orang lain bahkan sering memberikan saran untuk menggunakan
layanan jasa yang diberikan kepada konsumen.
Fullerton dan Taylor dalam Jasfar (2002) membagi tingkat loyalitas konsumen
dalam tiga tahap :
1. Loyalitas advokasi, merupakan sikap pelanggan untuk memberikan
32
produk atau jasa. Loyalitas advokasi pada umumnya disertai dengan
pembelaan konsumen terhadap produk atau jasa yang dipakai.
2. Loyalitas repurchase, loyalitas pelanggan berkembang pada perilaku
pembelian pelanggan terhadap layanan baru yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan, yang ditunjukkan dengan keinginan untuk membeli kembali.
3. Loyalitas paymore, loyalitas pelanggan untuk kembali melakukan transaksi
untuk menggunakan produk atau jasa yang telah dipakai oleh konsumen
tersebut dengan pengorbanan yang lebih besar.
2.4.1 Ciri-ciri loyalitas konsumen :
Konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek
lain
3. Merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain
4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut, tidak melakukan
pertimbangan
5. Selain mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut, juga selalu
mengikuti perkembangannya.
6. Dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan selalu
2.5 Pengaruh citra merek ( Brand Image ) terhadap loyalitas konsumen
Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap konsumen yang berupa
keyakinan dan perferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra
positif terhadap suatu merek akan lebih memungkinkan untuk menjadi loyal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah survei, sedangkan metodenya adalah
analisis deskriptif. Metode survei deskriptif merupakan metode penelitian dengan
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang
merupakan pendukung terhadap variabel-variabel yang akan dianalisis.
Dalam penelitian ini, data dan informasi diambil dari wanita berusia diatas 17
tahun sebagai responden dengan menggunakan kuesioner. Setelah data
terkumpul, kemudian hasilnya akan dijabarkan secara deskriptif dan pada akhir
penelitian akan dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan diawal
penelitian
3.2 Metode Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian Pustaka ( Library Research )
Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari
lain-lainnya yang mempunyai kaitan erat dengan pearmasalahan yang diajukan dalam
penelitian ini.
2. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara mengambil data secara langsung
dengan teknik observasi, penyebaran kuesioner dan dokumentasi.
a. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan
perusahaan dan kegiatan perusahaan.
b. Kuesioner adalah penyebaran daftar pertanyaan kepada responden
3.3 Variabel Operasional Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Variabel bebas atau independent variable (X)
Adalah variabel yang tidak tergantung pada variabel lainnya (dapat berdiri
sendiri)
Variabel ini terdiri dari :
a. Citra perusahaan / corporate Image (X1)
Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel adalah
kepercayaan terhadap perusahaan, reputasi perusahaan, dan integritas
perusahaan.
b. Citra produk/ product image (X2)
Indikator yang digunakan adalah atribut produk, kualitas produk,
36
c. Citra pemakai / user image (X3)
indikator yang digunakan adalah gaya hidup/kepribadian dan kelas
sosial
2. Variabel terikat / dependent variable (Y)
Adalah variabel yang tidak dapat berdiri sendiri dan bergantung pada
variabel lain.
Variabel Y adalah keputusan pembelian konsumen pada pelembab wajah
Ponds.
Tabel 4. Variabel Operasional
Variabel Definisi Indikator Skala
Pengukuran 2. Cara kerja ponds
mengatasi masalah kulit wajah
(X3) an Sumber : Rangkuti,2004
3.4 Metode Penentuan Responden 3.3.1 Populasi
Populasi adalah satu kesatuan individu atau subyek pada wilayah dan
waktu dengan kualitas tertentu yang akan diteliti (Kuncoro, 2003:70).
Dalam hal ini populasi penelitian ini adalah wanita yang memutuskan
membeli Ponds, dan yang berusia diatas 17 tahun keatas.
3.3.2 Sampel
Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak terbatas, oleh karena itu
penentuan sampel diambil dengan teknik non-probability sampling , yaitu purposive sampling ( judgmental sampling ). Teknik ini
merupakan teknik pemilihan sampel berdasarkan ciri-ciri khusus yang
dimiliki sampel tersebut yang dipertimbangkan memiliki hubungan
yang sangat erat dangan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah
38
populasinya tidak dapat diketahui, oleh karena itu penentuan sampel
didasarkan pada persyaratan minimal sebanyak 30 responden. Menurut
Guilford ( J. Stanton 1997:239), semakin banyak sampel akan
memberikan hasil yang lebih akurat. Oleh karena itu penelitian ini
memakai 100 orang konsumen pelembab wajah Ponds yang ada di
Bandar Lampung.
Teknik ini dilakukan karena karakteristik populasi pembeli produk pelembab
Ponds tidak dapat diketahui dengan pasti. Sampel yang purposif adalah sampel
yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan rancangan penelitian.
(Mahrinasari 2004 :98). Teknik ini dipilih oleh peneliti karena peneliti juga
memiliki keterbatasan dana dan waktu.
3.5 Metode Analisis Data 3.5.1 Analisis Kualitatif
Merupakan analisis data yang tidak berbentuk angka dan berupa
pendapat atau keterangan mengenai situasi objek penelitian yang
dianalisa untuk menjelaskan landasan teori. Digunakan sebagai metode
untuk menganalisis permasalahan yang ada dengan melakukan
3.5.2 Analisis Kuantitatif
Untuk melaksanakan analisis kuantitatif ini penulis menggunakan
rumus koefisien regresi logistik dengan formulasi sebagai berikut :
Y= a0 + a1X1+a2X2+a3X3 + e
Keterangan :
Y = 1 jika responden mengambil keputusan tetap loyal = 0 jika responden megambil keputusan tidak loyal
X1 = variabel bebas ( citra perusahaan)
X2 = variabel bebas ( citra produk)
X3 = variabel bebas ( citra pemakai)
a = Koefisien
Analisis regresi logistik yaitu salah satu pendekatan model matematis yang
digunakan untuk menganalisa hubungan satu atau beberapa variabel independen
dengan sebuah variabel yang bersifat diktom ( Susanto,2001 :155)
3.6 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk menguji sejauh mana suatu alat ukur dapat
mengukur data yang dibutuhkan dalam penelitian. (Sumarni,2006:223) Metode
uji validitas ini menggunakan analisis faktor dengan bantuan software SPSS.
3.7 Uji Reabilitas Alat Ukur
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu hasil
40
(Supardi,2005:159). Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana
hasil pengukuran terhadap hal yang sama untuk dua kali atau lebih dengan alat
pengukur yang sama. Untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus Alpha Cronbach. Hasil uji reabilitas dengan nilai Croanbachs Alpha > item deleted, dengan tingkat kesalahan α = 5% (tingkat kepercayaan 95%) dan di uji dengan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa citra merek
berpengaruh terhadapa loyalitas konsumen pelembab wajah Ponds di Bandar Lampung hal
ini berdasarkan :
1. Nilai Nagelkerke . Artinya bahwa variabel-variabel citra perusahaan (X1), citra produk (X2) dan citra pemakai (X3) mampu mempengaruhi loyalitas
konsumen (Y) sebesar 0,694 sedangkan sisanya 0,306 dipengaruhi oleh variabel lain
diluar model.
2. Berdasarkan hasil analisis kualitatifdiketahui bahwa citra merek yang diuji melalui
pernyataan dalam kuisioner mendapatkan jawaban yang menyatakan bahwa
responden sebagian besar menjawab setuju variabel-variabel citra merek seperti citra
perusahaan, citra produk dan citra pemakai berpengaruh terhadap loyalitas konsumen
pelembab wajah Ponds di Bandar Lampung. Hal ini berarti konsumen dengan citra
positif terhadap suatu merek lebih memungkinkan untuk menjadi loyal.
3. Berdasarkan hasil analisis kualitatif diketahui bahwa penelitian menggunakan signifikasi (α) 5% (0.05). Jadi, variabel dikatakan berpengaruh apabila nilai
probabilitas <0,05. Hasil analisis data diperoleh bahwa variabel citra perusahaan (X1)
63
probabilitas 0,026<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel citra
perusahaan (X1), citra produk (X2) dan citra pemakai (X3) mempengaruhi tingkat
loyalitas konsumen pelembab wajah Ponds di Bandar Lampung. Hal ini juga berarti
bahwa model yang dipakai dalam penelitan ini cocok atau sesuai dengan data
observasi.
4. Perbedaan probabilita ketiga variabel pada tingkat signifikansi yang digunakan
menunjukkan bahwa citra perusahaan (P=0,035) dan variabel citra pemakai (P=0,026)
maka dapat disimpulkan bahwa citra produk lebih berpengaruh terhadap keputusan
pembelian dibandingkan dengan citra pemakai dan citra perusahaan.
5. Uji kelayakan model regresi diukur dengan nilai chi square dari uji nilai Hosmer and Lemeshow Test ( ). Pada model ini nilai chi square sebesar 8,346 dengan level keyakinan sebesar 0,400. Artinya bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima.
6. Uji ekspektasi B (Exp B) menunjukkan bahwa citra produk mempunyai pengaruh
yang lebih besar nilai Exp (B)=5,756 terhadap loyalitas konsumen dibandingkan
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka saran yang dapat diberikan diantaranya
adalah :
1. PT Unilever sebaiknya lebih memperhatikan citra produk (product image ) dalam membentuk citra merek pelembab wajah Ponds yang kuat seperti kualitas produk dan
penawaran produk. Karena, variabel ini terbukti mempunyai pengaruh yang dominan
terhadap loyalitas konsumen produk pelembab wajah Ponds di Bandar Lampung.
Untuk kualitas produk, dari hasil jwaban responden sebagian besar menyatakan setuju
bahwa pelembab wajah Ponds mampu membuat wajah terlihat cerah dan mengurangi
noda hitam. Tetapi, ada juga sebagian yang tidak setuju sehingga perusahaan
disarankan mengevaluasi mutu produk yang lebih baik lagi dan sesuai keinginan
konsumen. Untuk penawaran produk perusahaan disarankan untuk mengevalusi
variasi produk sehingga pelembab wajah Ponds tidak hanya terdiri dari sedikit variasi.
2. PT Unilever disarankan untuk lebih lagi menciptakan prestasi dan menjaga reputasi
nama perusahan dengan memproduksi barang barang yang memberikan rasa aman
kepada konsumennya, jujur terhadap pelanggan dan tetap konsisten terhadap janji
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi.2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendkatan Praktek.Edisi Revisi V. Rineka Cipta:Jakarta
Chandra, Gregorius.2002.Strategi dan Program Pemasaran.edisi I.Penerbit Andi:Yogykarta. Durianto,Darmadi- Sugiarto- Tony,Sitinjak.2001.Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset
Ekuitas dan Prilaku Merek.Edisi Pertama.PT Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.
Kotler, Philip dan Gary Amstrong.2001.Prinsip-prinsip Pemasaran.Erlangga:Jakarta.
Kotler,Philip.2002.Manajemen Pemasaran.Edisi Milenium.Prenhalindo:Jakarta. Mahrinasari.2004.Riset Pemasaran.Fakultas Ekonomi Universitas Lampung:Bandar Lampung
Moven,Paul dan Olson C.Jerry.1999.Perilaku Konsumen dan StrategiPemasaran (Edisi terjemahan).Edisi IV.Penerbit Erlangga:Jakarta.
Nazir, Moh.2003.Metode Penelitian.Cetakan Kelima.Ghalia Indonesia:Jakarta.
Rangkuti,Freddy.2004.The Power of Brand.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama:Jakarta. Supranto,J.2001.Statistik:Teori dan Aplikasi.Erlangga:Jakarta.
Swastha DH,Basu dan Irawan.2002.Manajemen Pemasaran :Analisa Perilaku Konsumen.Liberty:Yogyakarta
Swastha DH,Basu dan Irawan.2002.Manajemen Pemasaran Modern.Liberty:Yogyakarta Wibisono,Dermawan.2000.Riset Bisnis.BPFE:Yogyakarta.
www.myponds.net