PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT TERHADAP
HAMA CAPSIDE (
Cyrtopeltis tenuis
Reut
) (Hemiptera : Miridae) PADA
TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)
SKRIPSI
OLEH :
STEVI WINDY SIHOMBING 080302001
HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT TERHADAP
HAMA CAPSIDE (
Cyrtopeltis tenuis
Reut
) (Hemiptera : Miridae)
PADA TANAMAN TEMBAKAU(Nicotiana tabacum L.)
SKRIPSI
OLEH :
STEVI WINDY SIHOMBING 080302001
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatra Utara, Medan
Komisi Pembimbing
Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Ir. Mena Uly Tarigan, MS.
Ketua Anggota
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRACT
Stevi Windy Sihombing “The
E
ffectivity Of colour Glue Traps To ControlPest Of Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) (Hemiptera:Miridae) at Tobacco (Nicotiana tabacum L.)” Under supervised by Ir. Yuswani Pangestiningsih M.Si. and
Ir. Mena Uly Tarigan, MS. This research was to study the effectiveness Of Colour Glue Traps in Controlling pest of Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) (Hemiptera:Miridae) at Tobacco (Nicotiana tabacum L.) This research executed Kelambir V plantation, Helvetia, PTPN II, Since Mei-Juni 2012. The method of this research was Random Device Group (RAK) Non factorial with seven treatment W0
(Control/ transparent Traps), W1 (Green Traps), W2 (Pink Traps), W3 (White Traps)
W4 (Yellow Traps) W5 (Blue Traps), W6 (Red Traps). With three application.
The result showed the most effective population of capside was found in treatment W4 (53.00), followed by W6 (42.33) and not effective was found in and W1
(38.67) W2, W3 and W5 (33.33, 35.00 and 34.00). The most effective percentage
intensity of worm capside, was found in W4 (28.53%), followed by W6 and W1
(28.92% and 28..59%), and is not effectivite at W2,W3, and W5 (31,86%, 31.44% and
34,86%).
ABSTRAK
Stevi Windy Sihombing “Pengaruh Perangkap Warna Berperekat Terhadap
Hama Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) (Hemiptera: Miridae) pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.)” dibawah bimbingan ibu Ir.Yuswani Pangestiningsih, M.Si, dan ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas perangkap warna berperekat terhadap hama capside (Cyrtopeltis tenuis Reut) (Hemiptera: Miridae) Pada Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) di lapangan. Dilaksanakan di kebun kelambir V Helvetia, PTPN II. Pada bulan mei sampai bulan juni 2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial dengan 7 perlakuan. W0 (Kontrol/transparan), W1 (Perangkap warna hijau), W2 (Perangkap warna merah muda), W3 (Perangkap warna putih), W4 (Perangkap Warna kuning), W5 (Perangkap warna bitu) W6 (Perangkap warna merah) dengan 3 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi hama yang terperangkap paling efektif terdapat pada perlakuan W4 (53.00) diikuti W6 (42.33), dan kurang efektif terdapat pada W1 (38,67) W2, W3, dan W5 (33.33, 35.00 dan 34.00). Persentase intensitas serangan yang efektif terdapat pada W4 (28.53%) diikuti W6 dan W1 (28,92% dan 28,59%) dan kurang efektif pada W2, W3, dan W5 (31.86%, 31.44% dan 34.86%).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas berkat dan rahmat–Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.
Skripsi berjudul “Pengaruh Perangkap Warna Berperekat Terhadap
Hama Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) (Hemiptera: Miridae) pada tanaman
tembakau (Nicotiana tabacum L.)” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pertanian di program studi agroekoteknologi, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah banyak mendukung dan mendoakan saya, Komisi Pembimbing Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si selaku Ketua dan Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku Anggota, yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
RIWAYAT HIDUP
Stevi Windy Sihombing lahir pada tanggal 14 September 1991 di Pangkalan Susu, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, puteri dari Ayahanda O. Sihombing dan Ibunda Suratmi.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:
- Tahun 2002 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 052 Pangkalan Susu
- Tahun 2005 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Pangkalan Susu
- Tahun 2008 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Dharma Patra Pertamina Pangkalan Susu
- Tahun 2008 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP
Penulis pernah aktif dalam organisai kemahasiswaan yaitu:
- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2008-2011
- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman pada tahun 2011 - Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Hutan pada tahun 2010-2012 - Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Pusat Penelitian
Karet Sei Putih, Kisaran pada Juni - Juli 2011.
DAFTAR ISI
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesa Penelitian... 3
Kegunaan Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau ... 4
Biologi hama Capside (C. tenuis Reut). ... 5 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian... 14
Pelaksanaan Penelitian ... 16
Pembuatan Perangkap ... 16
Perangkap warna dengan perekat chery glue ... 17
Pemasangan Perangkap ... 17
Peubah Amatan ... 17
Intensitas Serangan C. tenuis ... 18 HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi C. tenuis Reut. yang terperangkap...19 Intensitas Serangan . C. tenuis Reut... ... 22 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan...25 Saran...25
DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1. Pengaruh perangkap warna berperekat terhadap capside (C. tenuis Reut.) (Hemiptera:Miridae) Pada
Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L)...16 2. Pengaruh perangkap warna berperekat terhadap intensitas
serangan hama (C. tenuis Reut.) (Hemiptera:Miridae) Pada
DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1. Histogram Populasi C. tenuis Reut yang terperangkap
dalam kertas berperekat Pada 6 Kali Pengamatan………...18 2. Histogram Intensitas Serangan C. tenuis Reut
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Hal
1. Bagan Penelitian ...22
2. Data populasi C. tenuis Reut yang terperangkap dalam
perangkap berperekat untuk setiap perlakuan pada pengamatan 43HST...23 3. Data populasi C. tenuis Reut yang terperangkap dalam
perangkap berperekat untuk setiap perlakuan pada pengamatan
46HST...25 4. Data populasi C. tenuis Reut yang terperangkap dalam
perangkap berperekat untuk setiap perlakuan pada pengamatan
49HST...27 5. Data populasi C. tenuis Reut yang terperangkap dalam
perangkap berperekat untuk setiap perlakuan pada pengamatan
52HST...29 6. Data populasi C. tenuis Reut yang terperangkap dalam
kertas berperekat untuk setiap perlakuan pada pengamatan
55HST...29 7. Data populasi C. tenuis Reut yang terperangkap dalam
kertas berperekat untuk setiap perlakuan pada pengamatan
58HST...31 8. Data Intensitas serangan C. tenuis Reut untuk setiap
perlakuan pada pengamatan 43HST...33 9. Data Intensitas serangan C. tenuis Reut untuk setiap
perlakuan pada pengamatan 46HST...35 10. Data Intensitas serangan C. tenuis Reut untuk setiap
perlakuan pada pengamatan 49HST...37 11. Data Intensitas serangan C. tenuis Reut untuk setiap
12. Data Intensitas serangan C. tenuis Reut untuk setiap
perlakuan pada pengamatan 55HST...41 13. Data Intensitas serangan C. tenuis Reut untuk setiap
ABSTRACT
Stevi Windy Sihombing “The
E
ffectivity Of colour Glue Traps To ControlPest Of Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) (Hemiptera:Miridae) at Tobacco (Nicotiana tabacum L.)” Under supervised by Ir. Yuswani Pangestiningsih M.Si. and
Ir. Mena Uly Tarigan, MS. This research was to study the effectiveness Of Colour Glue Traps in Controlling pest of Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) (Hemiptera:Miridae) at Tobacco (Nicotiana tabacum L.) This research executed Kelambir V plantation, Helvetia, PTPN II, Since Mei-Juni 2012. The method of this research was Random Device Group (RAK) Non factorial with seven treatment W0
(Control/ transparent Traps), W1 (Green Traps), W2 (Pink Traps), W3 (White Traps)
W4 (Yellow Traps) W5 (Blue Traps), W6 (Red Traps). With three application.
The result showed the most effective population of capside was found in treatment W4 (53.00), followed by W6 (42.33) and not effective was found in and W1
(38.67) W2, W3 and W5 (33.33, 35.00 and 34.00). The most effective percentage
intensity of worm capside, was found in W4 (28.53%), followed by W6 and W1
(28.92% and 28..59%), and is not effectivite at W2,W3, and W5 (31,86%, 31.44% and
34,86%).
ABSTRAK
Stevi Windy Sihombing “Pengaruh Perangkap Warna Berperekat Terhadap
Hama Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) (Hemiptera: Miridae) pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.)” dibawah bimbingan ibu Ir.Yuswani Pangestiningsih, M.Si, dan ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas perangkap warna berperekat terhadap hama capside (Cyrtopeltis tenuis Reut) (Hemiptera: Miridae) Pada Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) di lapangan. Dilaksanakan di kebun kelambir V Helvetia, PTPN II. Pada bulan mei sampai bulan juni 2012. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial dengan 7 perlakuan. W0 (Kontrol/transparan), W1 (Perangkap warna hijau), W2 (Perangkap warna merah muda), W3 (Perangkap warna putih), W4 (Perangkap Warna kuning), W5 (Perangkap warna bitu) W6 (Perangkap warna merah) dengan 3 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi hama yang terperangkap paling efektif terdapat pada perlakuan W4 (53.00) diikuti W6 (42.33), dan kurang efektif terdapat pada W1 (38,67) W2, W3, dan W5 (33.33, 35.00 dan 34.00). Persentase intensitas serangan yang efektif terdapat pada W4 (28.53%) diikuti W6 dan W1 (28,92% dan 28,59%) dan kurang efektif pada W2, W3, dan W5 (31.86%, 31.44% dan 34.86%).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tembakau dibudidayakan oleh orang India pada saat menemukan Amerika. Kata tembakau berasal dari kata tobacco, nama pipa yang digunakan oleh orang Indian untuk merokok. Tanaman tembakau di Indonesia diperkirakan dibawa oleh Bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke XVI. Menurut Rumphius, tanaman tembakau pernah dijumpai di Indonesia tumbuh dibeberapa daerah yang belum dijelajahi oleh bangsa Portugis dan Spanyol (Matnawi, 1997).
Tembakau deli saat ini masih menjadi primadona tembakau cerutu, kegunaannya
lebih diutamakan untuk pembungkus cerutu, bahkan daun tembakau Deli lebih terkenal
sebagai pembungkus cerutu nomor satu didunia. Sehingga tetap dibutuhkan oleh pabrik
penghasil cerutu berkualitas tinggi (Erwin, 2000).
Gangguan hama dan penyakit pada tembakau Deli merupakan salah satu masalah
penting yang senantiasa dihadapi yang senantiasa dihadapi pada setiap musim tanam
tembakau. Gangguan ini dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar, tidak bisa terhadap
produksi tetapi juga terhadap kualitas tembakau itu sendiri. Seperti di ketahui bahwa
tembakau Deli harus dapat memenuhi beberapa persyaratan kualitas antara lain daun harus
utuh, memiliki rasa dan aroma yang baik, warna terang dan rata dengan daya bakar yang
baik. Untuk memenuhi persyaratan diatas, sangat bergantung pada banyak factor, antara lain
faktor lingkungan yaitu iklim dan tanah dan faktor teknis yang perlu mendapat perhatian
Permasalahan yang sangat dirasakan pada tahun terakhir adalah rendahnya produktifitas tembakau deli, meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Volume produksi untuk lelang Bremen masih belum terpenuhi sesuai permintaan konsumen yang berkisar antar 8000-10000 bal per tahunnya. Penyebabnya tidak terpenuhinya pasar tersebut cukup komplek antara lain akibat serangan hama dan penyakit disamping factor fisik dan lingkungan seperti iklim terutama curah hujan dan factor tanah (Erwin, 2000).
Hama-hama yang umum terdapat pada tanaman tembakau antara lain Spodoptera litura (Ulat grayak), Agrotis ipsilon (Ulat tanah), Cyrtopeltis tenuis (Capside), Bemisia tabaci (kutu putih), thrips, dan Myzus persicae (Deptan, 2008).
Sebenarnya capside ini tidak selalu merugikan tanaman tembakau, karena
makanannya tidak hanya menghisap cairan daun, tetapi juga mampu menghisap
cairan ulat yang baru menetas maupun kutu capside yang mati bahkan
serangga-serangga lain termasuk predator atau musuh alami bagi hama tembakau
(Kalshoven, 1981)
Tujuan Penelitian
Mengetahui efektifitas perangkap warna berperekat dalam mengendalikan hama
Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) pada tanaman tembakau di lapangan.
Hipotesis Penelitian
1. Perangkap warna berperekat dapat mengendalikan hama Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) pada tanaman tembakau.
2. Perangkap warna dengan warna kuning lebih efektif mengendalikan hama
Capside (Cyrtopeltis tenuis Reut.) pada tanaman tembakau, dari pada perangkap
warna lainnya.
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tembakau (Nicotiana tabacum L.)
Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) Klassifikasi tanaman tembakau adalah:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Personata Family : Solanaceae Genus : Nicotiana
Spesies : Nicotiana tabacum L.
Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar – akar serabut atau galur-galur akar. Bagian batang yang bercabang meskipun kebanyakan tidak bercabang. Tinggi tanaman dapat mencapai 2,5m. daun tembakau sangat bervariasi ada juga yang berbentuk ovalis, terompet. Benang sari berjumlah 5 buah (Matnawi, 1997).
Buah tembakau berbentuk bulat lonjong dan berukuran yang kecil, didalamnya banyak berisi biji yang bobotnya sangat ringan. Dalam setiap gram biji berisi 12000 butir biji. Tiap-tiap tembakau dapat menghasilkan rata-rata 25 gram biji. Kira-kira 3 minggu sesudah pembuahan buah tembakau telah jadi masak. Biji dari buah tembakau yang baru dipungut kadang-kadang belum dapat berkecambah bila disemaikan sehingga biji tembakau perlu mengalami masa istirahat atoau dormansi. Kira-kira 2-3 minggu untuk dapat berkecambah, untuk dapat memperoleh kecambah yang baik sekitar 95% biji yang dipetik harus sudah masak dan telah disimpan dengan baik dengan suhu yang kering (Abdullah dan Soedarmanto, 1998).
Biologi Hama Capside ( C. tenuis Reut. )
Menurut Kalshoven (1981) C. tenuis diklarifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda Class : Insekta Ordo : Hemiptera Family : Miridae Genus : Cyrtopeltis
Spesies : Cyrtopeltis tenis Reut. Telur
Telur berbentuk lonjong putih gelap samapai kekuningan dan berubah warna
menjadi kuning terang sebelum menetas. Stadia telur berkisar 6-10 hari (Erwin, 2000).
Nimfa
Stadia nimfa yang baru menetas berwarna kekuningan dan bila nimfa tubuhnya telah sempurna akan berwarna hijau dengan ukruan panjang berkisar 2,68mm. stadia nimfa berkisar 13-14 hari (Sudarmo, 2000).
Dewasa memiliki panjang 4 mm. Badannya berwarna hijau tetapi tungkai yang berwarna bata, demikian juga dengan tungkai belakang. Matanya juga berwarna merah bata, capside betina mempunyai alat bertelur yang mempunyai bor telur. Imago setelah berganti kulit yang terakhir masih berwarna hijau kecuali sayapnya yang terlihat putih dan kehijauan dan berkerak (Erwin, 2000).
Imago
Dewasa berwarna kehijauan sampai hijau gelap. Ukuran panjang 3,01-3,42 mm. Dewasa betina berbeda dengan yang jantan, karena adanya alat peletak telur (ovipositor). Total perkembangannya 21-33 hari (sudarsono, 2000).
Siklus hidup serangga ini adalah 30 hari, periode telur selama 5-10 hari sedangkan periode nimfa selama 20-32 hari. Capside yang dewasa bisa bertahan hidup. Periode 4-5 hari. Capside yang dewasa dapat bertahan hidup selama 14 hari (Erwin dan Sabrina, 2003 ).
Gejala Serangan
utama bagi capside adalah cairan tanaman, untuk itu harus menusukkan melalui lapisan atas sampai kelapisan yang paling banyak mengandung cairan didalam daun. Penusukan ini dilakukan berulang-ulang dan berdekatan, oleh karena itu apabila daun tumbuh membesar lubang akan tampak bergerigi ataupun memanjang. Pada daun yang lebih tebal pada awalnya daun tidak tembus pandang kemudian daun tumbuh sedangkan sel bekas lubang yang tidak tumbuh sehingga menimbulkan koyak ataupun daun menjadi pecah (Erwin, 2000).
Capside menghisap cairan dari ujung tunas dan kuncup daun. Sepertinya mereka tidak merusak padahal meninggalkan air liur yang beracun dan menumbuh sel-sel tanaman muda. Daun muda menjadi melengkung dan mengembangkan lubang-lubang kecil. Tunas muda menjadi salah bentuk (Moschetti, 2003).
Pengendalian Hama C. tenuis Renut.
Pengendalian secara kultur teknis, penggunaan benih sehat dan berdaya tumbuh baik, pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama, sanitasi dengan membersihkan sisa-sisa tanaman atau tanaman lain yang dapat menjadi inang hama, penetapan masa tanam dan penempatan secara serempak ( Dwiastuti, dkk, 1998).
Pengendalian fisik dan mekanik, dilakukan dengan mengambil kelompok telur, membunuh imago mencabut tanaman yang sakit, penggunaan perangkap diharapkan bisa mengurangi populasi hama serangga yang merusak (Oka, 1995).
di lapang. Untuk itu, penggunaan insektisida perlu dilakukan secara selektif (Driesche dan Bellows, 1996).
Teknik pengendalian hama secara terpadu merupakan sistem pengendalian keputusan untuk memilih dan menggunakan taktik pengendalian hama secra tunggal ataupun secara bersamaan ke dalam strategi managemen, berdasarkan analisis keuntungan yang mempertimbangkan minat dan dampak pada produsen, social dan lingkungan. Penggunaan pestisida adalah konsep PHT yang harus dilakukan dengan hati-hati dan merupakan alternatif terakhir (Kogan, 1998).
Menurut teknik pengendalian hama secara terpadu salah satu cara pengendalian organisme pengganggu tanaman adalah secara mekanik dengan menggunakan alat perangkap. Perangkap sintetis berperekat dapat digunakan untuk menangkap serangga hama yang bersayap agar populasinya tetap terkendali. Perangkap sintetis berperekat telah lama digunakan oleh petani untuk memantau dan
mengurangi imago serangga dan hama lain yang aktif di rumah kaca (Chu, dkk, 2003).
Penggunaan Perangkap Warna
Penggunaan perangkap merupakan metode pengendalian fisik mekanis, dalam aplikasinya metode ini merupakan cara yang efektif, aman dan ekonomis, dan lebih efisien, karna dapat mendeteksi awal munculnya serangga (Mutiarani, 2009).
mengkilap sehingga serangga bersayap lebih mudah tertarik, dibandingkan jenis perangkap warna lainnya, dan disamping itu pula perangkap warna kuning lebih tahan terhadap cahaya matahari (Sunarno, 2011).
Kebanyakan serangga hanya memiliki dua tipe pigmen penglihatan, yaitu pigmen yang dapat menyerap warna kuning terang dan hijau, serta pigmen yang dapat menyerap warna biru dan sinar ultraviolet (Mayer, 2006).
Panjang gelombang yang dimiliki oleh warna biru sebesar 460 nm, warna hijau memiliki panjang gelombang 560 nm, warna kuning memiliki panjang gelombang 660 nm, warna merah 610 nm, putih memiliki panjang gelombang 400 nm (Torani, 2008).
Serangga hama diperangkap dengan berbagai jenis alat perangkap yang dibuat sesuai jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap. Warna dan jenis perangkap sangat efektif dalam mengendalikan beberapa serangga. Alat perangkap diletakkan pada tempat atau bagian tanaman yang sering dilewati oleh hama. Pada alat perangkap diberi zat-zat kimia yang dapat menarik hama (Untung, 2006).
Penggunaan atraktan dengan menggunakan bahan metil eugenol merupakan cara pengendalian yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif. Beberapa serangga bersayap juga dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam bentuk dan warna perangkap (Kardinan, 2003).
Preferensi terhadap warna dengan menggunakan perangkap warna sering dimanfaatkan dalam monitoring serangga. Perangakap warna ada yang berbentuk silinder atau persegi empat. Warna yang digunakan biasanya disesuaikan dengan serangga yang akan diamati. Kegunaan perangkap warna bisa menekan populasi hama. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning cerah. Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini adalah murah, efisien juga praktis. Prinsip kerjanya perangkap warna tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang dating pada tanaman dialihkan perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang. Serangga yang tertarik perhatiannnya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati (Southwood, 1978).
Penggunaan lem chery Glue
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kebun Kelambir V Helvetia PTP. Nusantara II dengan ketinggian + 22 m diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei- Juni 2012 .
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tembakau deli, Lem Perekat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu, Tripleks, mikroskop, lup, label nama, kuas, meterán, kertas warna transparan, biru, kuning merah, merah muda, hijau, putih, pinset, dan alat tulis serta peralatan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial yang terdiri dari 7 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu:
W0 : Perangkap tanpa warna (transparan)
W1 : Perangkap warna hijau
W2 : Perangkap warna merah muda
W3 : Perangkap warna putih
W4 : Perangkap warna kuning
W6 : Perangkap warna merah.
Untuk Menentukan jumlah ulangan yang akan digunakan dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah Perlakuan :7 perlakuan
Ulangan : 3 ulangan
Jumlah bedengan penelitian : 63 bedengan
Ukuran bedengan : 12m x 1.1m Tinggi Bedengan : 30cm
Jumlah tanaman/bedengan : 50 tanaman Jumlah sampel/ bedengan : 5 tanaman Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 315 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 3150 tanaman Jarak tanam : 45 cm x 50 cm Jarak antara bedengan : 1.5m
Model linier yang digunakan adalah :
Yij = μ + ρi+ Tj + Eij ; i = 1,2...r
j = 1,2..t
Dimana :
Yij = data percobaan
μ = nilai tengah umum (rataan) ρi = efek blok ke i
Tj = efek dari perlakuan ke j
Eij = efek eror
Jika sidik ragam menunjukkan efek yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT). (Bangun, 1994).
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Perangkap
Perangkap berbentuk segi empat, dengan ukuran 30cm, sebanyak 21 perangkap yang terbuat dari tripleks. Kemudian dilapisi kertas warna berperekat, lalu digunakan plasik bening (transparan) yang telah diolesi dengan lem. Kemudian perangkap dipacak di areal pertanaman dengan ketinggian 1 m dari permukaan tanah.
Perangkap warna dengan perekat lem chery glue
Ditempelkan kertas warna sesuai dengan masing-masing perlakuan. Dengan dilapisi plastik transparan. Kemudian dioleskan perekat chery glue kepermukaan kertas sampai merata.
Pemasangan Perangkap
satu hari sebelum pengamatan. Pengamatan dilakukan 3 hari sekali dengan jumlah pengamatan sebanyak 6 kali. Setiap petak/ bedengan perlakuan terdiri dari 50 tanaman. Dengan jarak tanam 45 cm x 50 cm, dan jarak antar bedengan 1.5 m. Setiap waktu pengamatan plastik perangkap dilepaskan dari perangkap, dan diganti dengan yang baru, serta diolesi dengan lem, sementara plastik yang lama dan telah berisi hama capside, lalu dibawa ke laboratorium dan diamati dengan kaca pembesar atau mikroskop, untuk dihitung jumlah capside yang terperangkap.
Peubah Amatan
1. Populasi C. tenuis yang terperangkap dalam perangkap warna
Populasi C. tenuis yang terperangkap pada perangkap warna, dihitung dalam interval 3 hari sekali yang dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-11.00 WIB dari masing-masing perlakuan. Untuk mengetahui jumlah populasi capside pada tanaman, diambil sampel sebanyak 5 tanaman/ bedengan lalu diamati.
2. Intensitas Serangan C. tenuis Reut.
Pengamatan dilakukan dengan mengamati sampel tanaman, pengamatan dilakukan selama 6 kali dengan interval 3 hari. Pengamatan dilakukan 3 hari setelah pemasangan perangkap warna berperekat. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 43,46,49,52,55,dan 15 HST.
Is = ∑ (n x v) X 100 % N x Z
Dimana :
Is = intensitas serangan
n = jumlah daun yang rusak tiap kategori serangan
v = nilai skala tiap serangan larva pada daun yang diamati N = jumlah daun tanaman yang diamati
Z = nilai skala tertinggi kategori serangan
Penentuan nilai skala serangan sebagai berikut : 0 : tingkat serangan dari 0%
1 : tingkat serangan < 25%
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Populasi C. tenuis Reut. yang terperangkap dalam kertas berperekat
Dari hasil analisa sidik ragam, dapat dilihat bahwa perangkap warna berperekat menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata. Seperti terlihat pada Tabel 1 (Lampiran 2-7).
Tabel 1. Rataan PengaruhPerangkap Warna Berperekat Terhadap Hama
capside (C. tenuis Reut) ( Hemiptera : Miridae ) pada tanaman tembakau ( Nicotiana tabacum L.)
Populasi capside C. tenuis Reut yang terperangkap
Perlakuan 43hst 46hst 49hst 52hst 55hst 58hst
W0(kontrol) 3.33 D 6.63E 11.33F 17.33G 23.00F 29.33F
W1(hijau) 9.33 B 18.67B 24.00B 29.67B 33.00B 38.67C
W2 (pink) 8.67B 14.67C 20.67C 21.67E 27.33D 33.33E
W3 (Putih) 9.00B 13.67D 19.33D 23.67D 29.00C 35.00D
W4(Kuning) 19.00A 25.67A 33.67A 40.00A 48.00A 53.00A
W5 (Biru) 6.67C 13.33D 15.00E 18.33F 25.67D 34.00E
W6(Merah) 8.00B 14.33C 18.67D 26.00C 33.00B 42.33B
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama ...berbeda sangat nyata pada taraf 0.01 menurut Uji Jarak Duncan.
Dari tabel 1 , menunjukkan bahwa populasi C. tenuis pada 43hst, perlakuan W4 (perangkap warna kuning) berbeda nyata dengan perlakuan W1, W2, W3, W5, dan
W6, tetapi pada perlakuan yang lain, diperoleh hasil yang tidak jauh berbeda. Pada
berbeda nyata. Namun perlakuan W1 (perangkap warna hijau) W2 (perangkap warna
pink) W3 (perangkap warna putih) W5 (perangkap warna biru) dan W6 (perangkap
warna merah) juga menunjukkan hasil hama C. tenuis yang terperangkap, ini dikarenakan hama C. tenuis dapat membedakan dan mengenal warna.
Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Sunarno (2008) yang menyatakan bahwa serangga dapat membedakan warna-warna, kemungkinan karena adanya perbedaan sel-sel retina pada serangga, kisaran panjang gelombang yang dapat diterima serangga adalah 2540-6000 nm.
Dari data dilihat bahwa pada 49hst, diperoleh bahwa perlakuan W4
(perangkap warna kuning) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, begitu juga dengan 52hst,55hst dan 58hst, bahwa perlakuan W4 (perangkap warna kuning)
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, hal ini dikarenakan perangkap warna kuning lebih efektif dalam memonitoring dan mengendalikan serangga.
warna kuning memiliki panjang gelombang 660 nm, warna merah memiliki panjang gelombang 610 nm, warna putih memiliki panjang gelombang 400 nm.
Dari tabel 1 diperoleh bahwa perangkap warna sangat efektif dalam memonitoring atau mengendalikan serangga, hal ini sesuai dengan Heinz, dkk (1982) yang menyatakan bahwa penggunaan perangkap warna merupakan suatu metode sederhana untuk mengetahui ukuran relatif serangga dan untuk mendeteksi awal munculnya serangga, metode ini lebih efisien dibandingkan dengan metode satuan unit contoh, karena perangkap langsung mengumpulkan serangga yang berada disekitar tanaman.
Beda rataan populasi Cyrtopeltis tenuis Reut yang terperangkap dalam perangkap warna berperekat pada 6 kali pengamatan dapat dilihat dibawah ini.
Gambar 1. Histogram Rataan Populasi C. tenuis Reut yang terperangkap dalam kertas berperekat Pada 6 Kali Pengamatan
2. Persentase Intensitas Serangan C. tenuis Reut
Dari hasil analisa sidik ragam, dapat dilihat bahwa perangkap warna
berperekat menunjukkan yang berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan
43hst 46hst 49hst 52hst 55hst 58hst
C. tenuis Reut. Untuk mengetahui hasil yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 2. (pada lampiran 8-13).
Tabel 2. Rataan PengaruhPerangkap Warna Berperekat Terhadap Intensitas
Serangan Hama capside (C. tenuis Reut) (Hemiptera : Miridae) berbeda sangat nyata pada taraf 0.01 menurut Uji Jarak Duncan
Dari tabel 2, pada 43hst, diperoleh bahwa perlakuan W4 (perangkap warna
kuning) dapat menekan intensitas serangan capside. Pada 46hst perlakuan W4
(perangkap warna kuning) juga dapat menekan intensitas serangan capside, kemudian disusul dengan perlakuan W1 (perangkap warna hijau) dan perlakuan W6 (perangkap
Hal ini sesuai dengan pernyataan Torani (2008) yang menyatakan bahwa warna biru memiliki panjang gelombang 460 nm, warna hijau memiliki panjang gelombang 560 nm, warna kuning memiliki panjang gelombang 660 nm, warna merah memiliki panjang gelombang 610 nm, warna putih memiliki panjang gelombang 400 nm.
Dari tabel 2, pada 49, 52, dan 58hst juga diperoleh bahwa pada perlakuan W4
(perangkap warna kuning) intensitas serangan lebih sedikit, lalu disusul dengan dengan perlakuan W1 (perangkap warna hijau) dan perlakuan W6 (perangkap warna
merah) hal ini dikarenakan banyak populasi hama yang terperangkap dan hama capside ini juga menyukai beberapa warna kontras lainnnya, hal ini juga membuktikan bahwa perangkap warna sangat efektif untuk mengendalikan serangga.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mayer (2006) yang menyatakan bahwa kebanyakan serangga hanya memiliki dua tipe pigmen penglihatan, yaitu pigmen yang dapat menyerap warna kuning terang dan hijau, serta pigmen yang dapat menyerap warna merah dan sinar ultraviolet. Sebagaimana Mutiarani (2009) yang menyatakan bahwa penggunaan perangkap warna merupakan suatu metode sederhana yang efektif, aman, ekonomis dan lebih efisien, karena dapat mendeteksi awal munculnya serangga.
Gambar 2. Histogram Rataan intensitas serangan Cyrtopeltis tenuis Reut Pada 6 Kali Pengamatan
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00
43hst 46hst 49hst 52hst 55hst 58hst
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perangkap warna berperekat efektif untuk mengendalikan kutu capside (Cyrtopeltis tenuis Reut).
2. Penggunaan perangkap warna yang efektif terhadap populasi hama capside (Cyrtopeltis tenuis Reut). yaitu pada perlakuan W4 (perangkap warna kuning)
sebesar 53.00, kemudian diikuti dengan perlakuan W6 (perangkap warna merah)
sebesar 42.33 pada 58hst.
3. Penggunaan perangkap warna, yang efektif untuk menekan persentase intensitas serangan hama capside (Cyrtopeltis tenuis Reut) yaitu pada perlakuan W4 (Perangkap warna kuning) yaitu sebesar 28.53% diikuti dengan W6 (Perangkap
Warna merah) dan W1 (perangkap warna hijau) sebesar 28.92%, dan 58,59% pada
58 hst.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut pengaruh perangkap warna berperekat
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2004. Pengendalian Hama dan Penyakit Utama Pada Tanaman Tembakau.Balai Penelitian Tembakau Deli. Medan
Abdullah, A., dan Soedarmanto. 1998. Budidaya Tembakau. Yasa Guna, Jakarta. Agrina, E. 2008. Lem Perekat Hama. Kanisius. Yogyakarta.
Bangun, M.K. 1994. Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Cahyono, B. 1998. Tembakau Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Chu.,G.J. Charles, J.A. Phatrick, K. Karud and T.J Hannberry., 2003. Plastic Cup Eqquipment With Light Emiting Diodes For Monitoring Adult B.Tabaci. Diakses dari http://www.Bioone.org.com. Diunduh tanggal 7 februari 2012. Deptan. 2008.Hama Capside. Diakses dari Diunduh tangal 10 April 2012.
Driesche, R.G.V. and Bellows. 1996. Biological Control. New York. Chapman & Hall.
Dwiastuti, E.M, Korlina, E, Handoko, Soleh, M, dan Saeri M. 1998. Uji Perakitan Teknologi Pengendalian Terpadu. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Usaha Tani. Jawa Timur.
Erwin., 2000. Hama Dan Penyakit Tembakau Deli. Balai penelitian Tembakau Deli, PTPN II-Tanjung Morawa, Medan.
Erwin dan T. Sabrina. 2003. Capside Hama Tembakau yang Sangat Merugikan. Balai penelitian tembakau Deli. PTPN II, Medan.
Heinz, K. M., M. P. Parella and J.P. Newman., 1982. Time efficient Used of Yellow Tticky Trap in Monitoring Insect Population. J. Econom. Entomol.
Kalshoven, L.G. E., 1981. The Corps in Indonesia Revised and Translated by Vanderland, University Of Amsterdam. Ikhtiar Baru. Van Hoeve, Jakarta. Kardinan, A. 2003. Mengenal Lebih Dekat Selasih Tanaman Keramat Multi Manfaat
Kogan, M. 1998. Integrated Pest Management Historical Perspectives and Contemporary Development. Annu Rev Entomol. 42: 243-270.
Matnawi, H., 1997. Budi Daya Tembakau Dibawah Naungan. Kanisius. Yogyakarta. Meyer, R. J. 2006. Color Vision. Departement Of Entomology. Nc State University. Diakses dari Murdiyati, A. S. dan H. Sembiring. 2004. Tembakau. Balai Penelitian Tembakau dan
tanaman serat. Jawa timur.
Mutiarani, M. 2009. Perancangan dan Pengujian Perangkap. Skripsi. IPB. Bogor.
Moschetti, R. 2003. The Problem Aphids. Diunduh dari
Juni 2012.
Oka, I.N, 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.
Sudarmo, S. 2000. Tembakau. Pengendalian Hama dan Penyakit. Kanisius. Yogyakarta.
Sunarno, 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah Terhadap Berbagai Papan Perangkap Warna Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Jurnal Agroforest. 6(2): 130-134.
Southwood. T.R.E. 1978. Ecological methods. With particular reference to the study Of Insect populations. The ELBS and Chap-men and Hall. London.
Torani, 2008. Analisis Karakteristik Reflektansi Spektral. Jurnal ilmu kehutanan dan perikanan. Universitas Hasanuddin. 18(1): 64-71.
BAGAN PENELITIAN
Keterangan:
W0 : Perangkap tanpa warna (transparan)
Lampiran 2. Data Populasi Cyrtopeltis tenuis Reut. yang terperangkap dalam kertas berperekat Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 43 hst
PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN
Transformasi data Arc Sin √X
Uji Jarak Duncan
SY 0.28 2.13 5.40 6.70 7.34 7.65 7.96 17.62
P A 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.32 4.55 4.68 4.76 4.84 4.92 4.96
LSR 0.01 1.20 1.27 1.30 1.33 1.35 1.37 1.38
Perlakuan W0 W5 W6 W2 W3 W1 W4
Rataan 3.33 6.67 8.00 8.67 9.00 9.33 19.00
A
B
C
Lampiran 3. Data Populasi Cyrtopeltis tenuis Reut. yang terperangkap dalam kertas berperekat Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 46 hst
PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN
Transformasi data Arc Sin √X
Uji Jarak Duncan
SY 0.20 5.50 12.46 12.77 13.42 13.74 17.73 24.72
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 0.83 0.87 0.90 0.91 0.93 0.94 0.95
Perlakuan W0 W5 W3 W6 W2 W1 W4
Rataan 6.33 13.33 13.67 14.33 14.67 18.67 25.67
A B
C
D E
Lampiran4. Data Populasi Cyrtopeltis tenuis Reut yang terperangkap dalam kertas berperekat Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 49 hst
PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN
Transformasi data Arc Sin √X
Uji Jarak Duncan
SY 0.18 4.90 5.86 7.17 7.82 19.81 23.13 32.79
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 0.77 0.81 0.83 0.85 0.86 0.87 0.88
Perlakuan W0 W5 W6 W3 W2 W1 W4
Rataan 5.67 6.67 8.00 8.67 20.67 24.00 33.67
A B
C
D
Lampiran5. Data Populasi Cyrtopeltis tenuis Reut yang terperangkap dalam kertas berperekat Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 52 hst
Uji Jarak Duncan
SY 0.19 7.18 9.81 9.79 9.77 25.09 28.74 39.06
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 0.82 0.86 0.88 0.90 0.91 0.93 0.94
Perlakuan W0 W5 W2 W3 W6 W1 W4
Rataan 8.00 10.67 10.67 10.67 26.00 29.67 40.00
A B
C D
E
Lampiran6. Data Populasi Cyrtopeltis tenuis Reut yang terperangkap dalam kertas berperekat Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 55 hst
Uji Jarak Duncan
SY 0.17 22.29 24.93 26.56 28.22 32.21 32.20 47.19
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 0.71 0.74 0.77 0.78 0.79 0.80 0.81
Perlakuan W0 W5 W2 W3 W6 W1 W4
Rataan 23.00 25.67 27.33 29.00 33.00 33.00 48.00
A
B
C
Lampiran7. Data Populasi Cyrtopeltis tenuis Reut yang terperangkap dalam kertas berperekat Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 58 hst
Uji Jarak Duncan
SY 0.16 13.34 14.31 14.62 15.95 18.27 26.92 39.25
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 0.66 0.69 0.71 0.72 0.73 0.75 0.75
Perlakuan W0 W2 W5 W3 W1 W6 W4
Rataan 14.00 15.00 15.33 16.67 19.00 27.67 40.00
A
B
C D
E
Lampiran8. Data Intensitas serangan Cyrtopeltis tenuis Reut Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 43 hst
Uji Jarak Duncan
SY 0.42 21.35 21.26 30.02 32.17 32.40 34.19 41.19
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 1.75 1.84 1.89 1.93 1.96 1.99 2.01
Perlakuan W4 W6 W1 W3 W2 W5 W0
Rataan 23.10 23.10 31.91 34.10 34.36 36.18 43.20
A
B
C
D
Lampiran9. Data Intensitas serangan Cyrtopeltis tenuis Reut Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 46 hst
PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN
Transformasi data Arc Sin √X
Uji Jarak Duncan
SY 0.40 23.59 24.53 24.51 26.37 27.21 28.55 29.57
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 1.69 1.77 1.82 1.85 1.88 1.91 1.93
Perlakuan W4 W6 W1 W3 W2 W5 W0
Rataan 25.28 26.30 26,33 28.22 29.09 30.46 31.50
A
B
C
D
Lampiran10. Data Intensitas serangan Cyrtopeltis tenuis Reut Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 49 hst
PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN
Transformasi data Arc Sin √X
Uji Jarak Duncan
SY 0.46 28.70 29.09 29.13 30.49 31.12 32.14 32.92
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 1.94 2.04 2.10 2.13 2.17 2.20 2.23
Perlakuan W4 W1 W6 W3 W2 W5 W0
Rataan 30.64 31.13 31.23 32.62 33.29 34.34 35.15
A
B
C
D
Lampiran11. Data Intensitas serangan Cyrtopeltis tenuis Reut Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 52 hst
Uji Jarak Duncan
SY 0.38 24.76 25.60 25.56 28.64 29.08 31.48 44.00
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 1.60 1.68 1.73 1.76 1.78 1.81 1.83
Perlakuan W4 W1 W6 W3 W2 W5 W0
Rataan 26.36 27.28 27.29 30.40 30.86 33.29 45.83
A
B
C
Lampiran12. Data Intensitas serangan Cyrtopeltis tenuis Reut Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 55 hst
Uji Jarak Duncan
SY 0.44 26.14 26.31 26.47 28.81 29.62 32.04 44.72
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 1.87 1.96 2.02 2.06 2.09 2.12 2.14
Perlakuan W4 W1 W6 W3 W2 W5 W0
Rataan 28.01 28.27 28.49 30.87 31.71 34.16 46.86
A
B
C
D
Lampiran13. Data Intensitas serangan Cyrtopeltis tenuis Reut Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 58 hst
Uji Jarak Duncan
SY 0.42 26.78 26.75 27.03 29.51 29.90 32.87 46.85
P 2 3 4 5 6 7 8
SSR 0.01 4.21 4.42 4.55 4.63 4.70 4.78 4.83
LSR 0.01 1.75 1.84 1.89 1.93 1.96 1.99 2.01
Perlakuan W4 W6 W1 W3 W2 W5 W0
Rataan 28.53 28.59 28.92 31.44 31.86 34.86 48.86
A
B
C
D