EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DISERTAI PEMUTARAN VCD DAN TANPA PEMUTARAN
VCD DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
TENTANG PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT
T E S I S
Oleh AHNELA SITEPU
057012003/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DISERTAI PEMUTARAN VCD DAN TANPA PEMUTARAN
VCD DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
TENTANG PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT
T E S I S
Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AHNELA SITEPU 057012003/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DISERTAI PEMUTARAN VCD DAN TANPA PEMUTARAN VCD DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT Nama Mahasiswa : Ahnela Sitepu
Nomor Pokok : 057012003
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Aznan Lelo, Sp.FK, PhD) (Dra. Syarifah, MS) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji
Pada tanggal : 2 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.dr. Aznan Lelo, Sp.FK, PhD Anggota : 1. Dra. Syarifah, MS
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DISERTAI PEMUTARAN VCD DAN TANPA PEMUTARAN
VCD DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
TENTANG PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2008
ABSTRAK
Penyakit pneumonia merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya pada balita karena dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan penyakit pneumonia pada balita adalah dengan melakukan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita.
Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah disertai pemutaran VCD dibandingkan dengan tanpa
VCD dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit pneumonia
pada balita di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Jenis penelitian adalah quasi eksperimental design, dengan rancangan non
equivalent control group design. Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu
kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah tanpa pemutaran VCD dan kelompok dengan metode ceramah disertai pemutaran VCD. Jumlah sampel adalah 66 orang, ditentukan secara purposive sampling dan dibagi atas 2 kelompok secara merata. Alat pengumpulan data adalah kuesioner. Uji yang digunakan adalah Paired-Samples T Test, Independent-Samples T Test dan Chi
Square, suatu berbeda dinyatakan secara statistik bermakna bila nilai p<0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah disertai pemutaran VCD secara signifikan (p<0,05) memberikan dampak positif yang lebih nyata dibandingkan metode ceramah tanpa VCD baik terhadap pengetahuan (segera setelah penyuluhan 90,9% vs 66,7% dan seminggu sesudah penyuluhan 87,9% vs 48,5%) maupun sikap (segera setelah penyuluhan 87,9% vs 63,6% dan seminggu sesudah penyuluhan 84,8% vs 48,5%) ibu tentang penyakit pneumonia pada balita.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat agar memperbanyak media VCD tentang penyakit pneumonia pada balita dan mendistribusikannya ke daerah-daerah dengan angka kesakitan pneumonia balita tinggi. Selain itu agar melakukan pelatihan bagi petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah dengan media VCD tentang penyakit pneumonia pada balita.
ABSTRACT
In Indonesia, pneumonia is still the main cause of mortality in infant and children under five-years old. Pneumonia is regarded being dangerous because it can bring death to the children if they are not given a proper and immediate treatment. Stabat, one of the sub-districts in Langkat District, had a relatively higher morbidity rate of Pneumonia in children under five-years old in 2007. Health extension is one of the appropriate methods used in reducing the morbidity rate of pneumonia in children under five-years old. Lecturing is one of the methods used in health extension and is effective enough in delivering the message, yet the combination of lecturing and VCD show compared to the lecturing alone in improving the mothers’ knowledge and attitude toward the incident of pneumonia in children under five-years old is still unidentified, therefore the study on this issue is significantly needed.
The 66 samples of this quasi experimental study with non-equivalent control group design, selected by means of purposive sampling technique, are the mothers with children under five-years old. In the study, they mere divided into groups. One group consisting 33 samples was treated through lecturing only, and the other group which also comprises 33 samples was treated through the combination of lecturing and VCD show. The data for this study were collected through questionnaire distribution. The data obtained were analyzed by means of paired- sample T-test and independent-sample T-test.
The result of this study shows that the health promotion using the discourse method without display of VCD significantly (p<0.05) increased in knowledge and attitude of the mothers about the pneumonia disease in children under five-years old, namely ranging from 0% of well knowledge prior to the promotion increased to be 66.7% immediately after the promotion and 48.5% after a week of the promotion. Similarly, the attitude , ranging from 15.2% of positive prior to the promotion increased to be 63.6% immediately after the promotion and 48.5% after a week of the promotion. The health promotion using the discourse method with display of VCD significantly (p<0.05) increased in knowledge and attitude of the mothers about the pneumonia disease in children under five-years old, namely ranging from 0% of well knowledge prior to the promotion increased to be 90.9% immediately after the promotion and 87.9% after a week of the promotion. Similarly, the attitude , ranging from 15.2% of positive prior to the promotion increased to be 87.9% immediately after the promotion and 84.8% after a week of the promotion.
The health promotion using the discourse method with display of VCD significantly (p<0.05) has more significant positively impact compared to that without display of VCD on the knowledge (immediately after the promotion of 90.9% vs 66.7% and a week after the promotion of 87.9% vs 48.5%) or even the attitude (immediately after the promotion of 87.9% vs 63.6% and a week after the promotion of 84.8% vs 48.5%) of the mothers about the pneumonia disease in children under five-years old. It is required to promulgate the medium of VCD containing the pneumonia disease in children under years old especially to the regions with higher cases of pneumonia in children under five-years old.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat serta karuniaNya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dalam penulisan tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, DSAK atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program
Magister pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS yang telah
membimbing kami dan memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian tesis. Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr. Dra. Ida Yustina, MSi yang telah memberikan masukan dan saran penulisan tesis.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
pembimbing atas segala ketulusan dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses penyelesaian tesis.
Terima kasih juga kepada Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI, Sp.MK, dr. Ria Masniari Lubis, MSi dan Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku dosen penguji
yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk perbaikan tesis.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, dr. H. Indra Salahudin, M.Kes, MM yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.
Kepala Puskesmas Stabat, dr. H. Mulianto yang telah memberi kemudahan dalam pemakaian ruangan untuk pelaksanaan penelitian ini.
Bidan desa dan Petugas Puskesmas di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran, bimbingan dan pengarahan serta bantuan selama pendidikan.
Seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.
Akhirnya, kepada suami tercinta Herminta Sembiring, SKM, anaknda tersayang : Talita Ria Brahmana, Kawar Vincensius Enosta Brahmana, Jonanda Pantas Agitha Brahmana dan seluruh keluarga mama, kakak dan adik yang senantiasa
sangat berarti selama penulis pendidikan dan menyelesaikan tesis ini. Dengan penuh haru penulis juga mengenang alm. sisulung anaknda Rynel Hartanta Brahmana
(Yanta), ayahanda serta bapak dan ibu mertua yang telah kembali kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis yakin dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan tesis ini. Atas saran dan masukan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Juli 2008
RIWAYAT HIDUP
Ahnela Sitepu dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Agustus 1970 anak ke dua dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Martinus Kuat Sitepu dengan Ibunda
Rukun br Bangun. Telah menikah dengan Herminta Sembiring dan dikaruniai empat anak. Sekarang menetap di Kompleks Pemda I jalan Melati I no.6 Tanjung Sari Medan.
Menamatkan Sekolah Dasar Katolik Balige tahun 1983, SMP Santo Thomas 1 Medan tahun 1986, SMA Negeri 1 Medan tahun 1989 dan FKM Universitas Sumatera Utara Medan tahun 1993.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... v
ABSTRACT... vi
KATA PENGANTAR... vii
RIWAYAT HIDUP ... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
2.2.1. Pengetahuan (knowledge)... 11
2.2.2. Sikap (attitude)... 12
2.2.3. Tindakan (practice) ... 14
2.5.3. Etiologi Pneumonia... 20
2.5.4. Faktor Risiko Pneumonia... 22
2.5.5. Pencegahan Penyakit Pneumonia Pada Balita ... 22
2.5.6. Perawatan di Rumah untuk Balita... 23
2.6. Landasan Teori... 24
BAB III. METODE PENELITIAN ... 28
3.1. Jenis Penelitian... 28
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 29
3.3. Populasi dan Sampel ... 30
3.5.2. Definisi Operasional ... 37
3.6. Metode Pengukuran ... 38
3.7. Metode Analisa Data... 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN... 41
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 41
4.2.2. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan... 43
4.3. Perubahan Pengetahuan dan Sikap Responden pada Kelompok Ceramah Tanpa VCD... 43
4.3.1. Pengetahuan ... 43
4.3.2. Sikap ... 45
4.4. Perubahan Pengetahuan dan Sikap Responden pada Kelompok Ceramah dengan VCD ... 47
4.4.1. Pengetahuan ... 47
4.4.2. Sikap ... 50
4.5. Pengetahuan Responden Sebelum Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD... 52
4.6. Pengetahuan Responden Segera Setelah Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah Ceramah dengan VCD.... ... 53
4.7. Pengetahuan Responden Seminggu Sesudah Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD... 55
4.9. Sikap Responden Segera Setelah Penyuluhan Antara Kelompok
Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD... 59
4.10. Sikap Responden Seminggu Sesudah Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD... 61
BAB V. PEMBAHASAN ... 63
5.1. Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum Penyuluhan... 63
5.2 Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah Penyuluhan ... 64
5.2.1. Pengetahuan ... 64
5.2.2. Sikap ... 68
5.3. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Antara Kelompok Ceramah dengan VCD dan Kelompok Ceramah Tanpa VCD Sesudah Penyuluhan Kesehatan ... 72
5.3.1 Pengetahuan ... 72
5.3.2 Sikap ... 75
5.4. Keterbatasan Penelitian... 77
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 78
6.1. Kesimpulan ... 78
6.2. Saran ... 79
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Angka Kesakitan Pneumonia pada Balita Berdasarkan Hasil Survei Morbiditas Tahun 2005, Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2007, dan Berdasarkan Profil
Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2007... 3
2. Metode Penyampaian Informasi dan Kelekatan Ingatan... 16
3. Kriteria Napas Cepat Menurut Frekuensi Pernapasan Berdasarkan Umur Anak... 20
4. Distribusi Jumlah Sampel pada Masing-masing Kelurahan... 31
5. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas... 35
6. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen... 38
7. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Stabat Tahun 2008... 42
8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu Balita di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2008... 42
9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Sebelum Penyuluhan, Segera Setelah Penyuluhan dan Seminggu Sesudah Penyuluhan pada Kelompok Ceramah Tanpa VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2008... 44
10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Sebelum Penyuluhan, Segera Setelah Penyuluhan dan Seminggu Sesudah Penyuluhan pada Kelompok Ceramah Tanpa VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2008... 46
12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Sebelum Penyuluhan, Segera Setelah Penyuluhan dan Seminggu Sesudah Penyuluhan pada Kelompok Ceramah dengan VCD di Kecamatan
Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2008... 50 13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Sebelum
Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Tahun 2008... 52 14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Segera
Setelah Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten
Langkat Tahun 2008... 54 15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Seminggu
Sesudah Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten
Langkat Tahun 2008... 56
16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Sebelum
Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Tahun 2008... 58 17. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Segera Setelah
Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
Tahun 2008... 59
18. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Seminggu Sesudah Penyuluhan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Hubungan Status Kesehatan , Perilaku dan Pendidikan Kesehatan... 26
2. Kerangka Konsep Penelitian... 27 3. Rancangan Penelitian... 28
4. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden dari Sebelum Penyuluhan, Segera Setelah Penyuluhan dan Seminggu Sesudah
Penyuluhan pada Kelompok Ceramah Tanpa VCD... 44 5. Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden dari Sebelum Penyuluhan,
Segera Setelah Penyuluhan dan Seminggu Sesudah Penyuluhan
pada Kelompok Ceramah Tanpa VCD... 46 6. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden dari Sebelum
Penyuluhan, Segera Setelah Penyuluhan dan Seminggu Sesudah
Penyuluhan pada Kelompok Ceramah dengan VCD... 48 7. Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden dari Sebelum Penyuluhan,
Segera Setelah Penyuluhan dan Seminggu Sesudah Penyuluhan
pada Kelompok Ceramah dengan VCD... 51
8. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Tentang Penyakit Pneumonia pada Balita Sebelum Penyuluhan Kesehatan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah
dengan VCD... 53 9. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Tentang Penyakit
Pneumonia pada Balita Segera Setelah Penyuluhan Kesehatan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah
dengan VCD... 55
10. Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Tentang Penyakit Pneumonia pada Balita Segera Setelah Penyuluhan Kesehatan Antara Kelompok Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah
11. Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden Tentang Penyakit Pneumonia pada Balita Sebelum Penyuluhan Kesehatan Antara Kelompok
Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD... 58
12. Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden Tentang Penyakit Pneumonia pada Balita Segera Setelah Penyuluhan Kesehatan Antara Kelompok
Ceramah Tanpa VCD dan Kelompok Ceramah dengan VCD... 60
13. Perbedaan Rerata Nilai Sikap Responden Tentang Penyakit Pneumonia pada Balita Segera Setelah Penyuluhan Kesehatan Antara Kelompok
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 85
2. Materi Penyuluhan Kepada Ibu Tentang Penyakit Pneumonia Pada Balita... 89
3. Print Out Intisari Materi VCD Pneumonia Balita... 93
4. Uji Validitas dan Reliabilitas... 105
5. Hasil Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden... 108
6. Hasil Dependent Samples T-Test Pengetahuan dan Sikap Responden... 112
7. Hasil Independent Samples T-Test Pengetahuan dan Sikap Responden... 118
8. Master Data Uji Validitas dan Reliabilitas... 121
9. Master Data Penelitian... 122
10. Surat Permohonan Izin Penelitian... 123
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Arah utama tujuan pembangunan kesehatan seperti ditegaskan di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2004 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu indikator yang menentukan derajat kesehatan suatu masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKBA). Hal ini disebabkan karena bayi dan balita merupakan
kelompok yang mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap penyakit dan kematian. Banyak faktor yang menyebabkan masih tingginya AKB dan AKBA di
Indonesia dan salah satunya adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernapasan bagian bawah terutama pneumonia (Depkes RI, 2006).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang jaringan
paru-paru dan atau ditandai dengan batuk dan kesulitan bernafas, yang biasa disebut sebagai nafas cepat/sesak nafas dan penyakit ini serius pada anak-anak. Angka
kejadiannya di Eropa dan Amerika Utara adalah diantara 34 sampai 40 kasus per 1.000 anak. Keadaan ini berkaitan erat dengan berbagai kondisi yang melatar belakanginya seperti malnutrisi, kondisi lingkungan juga polusi di dalam rumah
Nations Children Fund (UNICEF)/World Health Organization (WHO) tahun 2006,
dilaporkan bahwa proporsi kematian balita (19%) dan bayi (26%) pneumonia di
dunia adalah cukup besar. Pneumonia bahkan disebut sebagai wabah raya yang terlupakan atau The Forgotten Pandemic. Hal inilah yang menyebabkan dunia
internasional menganggap pneumonia sebagai masalah kesehatan masyarakat dan masalah pembangunan yang sangat serius dan perlu ditanggulangi bersama.
Sebanyak 2 juta balita diperkirakan meninggal setiap tahunnya di negara
berkembang karena pneumonia. Angka kejadian pneumonia pada balita diperkirakan lebih dari 150 juta kasus setiap tahunnya, dimana kasus ini merupakan lebih dari 95% dari seluruh kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia (UNICEF/WHO, 2006).
Pneumonia masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita di Indonesia. Angka kematian pneumonia balita secara nasional berdasarkan hasil survei
mortalitas yang dilakukan oleh Subdit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di 10 propinsi tahun 2005, tampak bahwa pneumonia masih merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita yaitu sebesar 22,5% (Depkes RI, 2006). Angka kematian
pneumonia balita di Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat tidak tersedia data, karena angka kematian balita yang ada di propinsi dan kabupaten adalah angka
kematian balita secara keseluruhan dan bukan berdasarkan penyebab kematian. Angka kesakitan pneumonia pada balita secara nasional berdasarkan hasil survei morbiditas oleh Subdit ISPA tahun 2005 dan angka kesakitan pneumonia pada balita
kesakitan pneumonia pada balita berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Angka Kesakitan Pneumonia Balita Berdasarkan Hasil Survei Morbiditas Tahun 2005, Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara Tahun 2007, dan Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2007
Angka Kesakitan Pneumonia pada Balita Indonesia Propinsi Sumatera
Utara
Kabupaten Langkat Kecamatan Stabat
5,12 % 7,6 % 9,1 % 11,1 %
Angka kesakitan pneumonia balita pada tabel 1 di atas bila dibandingkan dengan angka kesakitan pneumonia balita yang diharapkan pada akhir tahun 2009 yaitu sebanyak 4% (Depkes RI, 2005), ternyata angka kesakitan pneumonia balita di
Propinsi Sumatera Utara, terutama di Kabupaten Langkat masih cukup tinggi khususnya Kecamatan Stabat dengan angka kesakitan 11,1% . Masih banyak hal yang
perlu dilakukan untuk mencapai target tersebut.
Penyakit pneumonia pada balita sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dalam waktu yang singkat, bila tidak segera mendapat
pertolongan yang cepat dan tepat. Secara teoritis diperkirakan bahwa penderita pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini benar maka
diperkirakan tanpa pemberian pengobatan akan didapat 250.000 kematian balita akibat pneumonia setiap tahunnya di Indonesia (Depkes RI, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian Notosiswoyo, dkk (2003) bahwa salah satu
dikarenakan rendahnya pengetahuan masyarakat, terutama ibu balita tentang pneumonia yang menimpa anaknya, dan mereka terlambat membawa anak balitanya
berobat ke puskesmas. Hasil penelitian di Kabupaten Indramayu ini menyimpulkan bahwa 76,2% ibu tidak tahu istilah pneumonia.
Penyakit pneumonia pada balita pada dasarnya dapat dicegah dengan berbagai upaya yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak terhadap kuman penyakit. Upaya tersebut yaitu : memberikan imunisasi secara lengkap kepada balita,
memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif dan memberikan ASI hingga anak berumur 2 tahun, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran pajanan asap rokok, asap dapur, dll; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat, yang kesemuanya
itu dapat menghindarkan balita dari risiko terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran terhadap pneumonia (Said, 2006).
Sejak tahun 1990 Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) memfokuskan pada penanggulangan pneumonia balita. Namun masih banyak kendala untuk menurunkan angka kematiannya. Keberhasilan
program P2 ISPA dalam penanggulangan pneumonia balita salah satunya ditentukan oleh faktor pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat, petugas dan penentu
kebijakan. Oleh karena itu upaya promosi penanggulangan pneumonia balita sangatlah diperlukan (Depkes RI, 2001).
Keberhasilan pemerintah dalam menanggulangi masalah penyakit pneumonia
menjadi tanggung jawab keluarga terutama ibu. Ini dapat dilihat dari sasaran primer dalam promosi penanggulangan pneumonia balita pada program Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) antara lain: ibu balita, pengasuh balita, ayah balita, kakek/nenek balita, keluarga serumah balita, tetangga, masyarakat.
Ibu balita merupakan sasaran utama dari sasaran primer tersebut, karena ibu mempunyai peranan besar dalam perawatan anaknya. Umumnya ibu merupakan orang pertama yang mengetahui gejala/tanda penyakit pada anak. (Depkes RI, 2001).
Promosi kesehatan untuk upaya menurunkan angka kesakitan pneumonia pada balita saat ini adalah merupakan sarana yang tepat. Salah satu bentuk promosi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan yang berkaitan dengan
penyakit pneumonia kepada masyarakat khususnya ibu balita . Notoatmodjo et al (1993) membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan antara lain berhasil meningkatkan
tindakan pengobatan sendiri untuk kasus ISPA ringan (infeksi saluran napas atas) pada anak balita di Jawa Timur dan Sumatera Barat. Pemberian penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu mengenai pola
hidup bersih dan sehat, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan mereka sehari-hari yang akhirnya dapat mencegah penyakit pneumonia pada balitanya.
Metode penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh penyuluh puskesmas disesuaikan dengan unsur perilaku sasaran yang akan diubah, apakah unsur pengetahuan, sikap atau tindakan. Metode penyuluhan yang paling sering dilakukan
ceramah/tanya jawab (Depkes RI, 1991). Salah satu kelemahan ceramah adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Notoatmodjo at al, 1993).
Salah satu alat bantu atau media dalam penyuluhan kesehatan adalah Video
Compact Disk (VCD). Video sebagai media elektronik adalah media komunikasi
yang memiliki unsur audio-visual (narasi, musik, dialog, sound efect, gambar atau foto, teks, animasi, grafik) sebagai keunggulannya dibanding dengan media komunikasi massa lainnya (De Vito, 2001). Video kebanyakan digunakan sebagai
alat peraga untuk pertemuan kelompok, terutama dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap dan pengetahuan sasaran (Mardikanto, 1993).
Kegiatan penyuluhan kesehatan di Kecamatan Stabat sudah banyak dilakukan.
Selama tahun 2007 dilaporkan sebanyak 78 kali kegiatan penyuluhan kesehatan sudah dilakukan di Kecamatan Stabat yang terdiri dari antara lain : penyuluhan
kesehatan lingkungan, penyuluhan dan penjaringan mata, penyuluhan desa siaga, penyuluhan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi, penyuluhan ibu hamil/Keluarga Berencana (KB), penyuluhan TB Paru,
penyuluhan Lansia, penyuluhan Demam Berdarah Deque (DBD), penyuluhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyuluhan Perilaku Sehat (Dinkes Langkat, 2007).
Ceramah sebagai salah satu metode yang digunakan dalam penyuluhan kesehatan cukup efektif sebagai penyampaian pesan, namun efektivitas ceramah disertai pemutaran VCD dibandingkan dengan ceramah tanpa VCD untuk
belum diketahui. Berdasarkan informasi dari petugas kesehatan di Kecamatan Stabat selama peneliti melakukan survey pendahuluan, bahwa mereka belum pernah
memberikan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan media seperti leaflet, film/VCD khususnya tentang penyakit pneumonia balita.
Berpijak dari hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah disertai pemutaran
VCD dibandingkan dengan ceramah tanpa pemutaran VCD dalam meningkatkan
pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit pneumonia pada balita di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya efektivitas penyuluhan kesehatan
menggunakan metode ceramah disertai pemutaran VCD dibandingkan dengan metode ceramah tanpa VCD dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit pneumonia pada balita di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas
penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah disertai pemutaran VCD dibandingkan dengan metode ceramah tanpa VCD dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit pneumonia pada balita di Kecamatan Stabat
1.4. Hipotesis
1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan dan sikap ibu sebelum dan segera setelah
penyuluhan, sebelum dan seminggu sesudah penyuluhan , serta segera setelah penyuluhan dan seminggu sesudah penyuluhan menggunakan metode ceramah
dengan dan tanpa disertai pemutaran VCD.
2. Ada perbedaan keefektifan metode penyuluhan menggunakan ceramah dengan dan tanpa disertai pemutaran VCD.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bermanfaat bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, sebagai acuan (model) dalam merencanakan dan melaksanakan penyuluhan kesehatan secara konsisten
atau dapat menyempurnakan dan mengembangkan metode penyuluhan kesehatan yang lebih efisien dan efektif, sehingga perilaku kesehatan masyarakat menjadi
lebih baik atau dapat memenuhi ketentuan perilaku sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan
yang sehat (Depkes, 2000). Promosi kesehatan mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Istilah dan pengertian promosi kesehatan ini merupakan pengembangan dari istilah pengertian yang sudah dikenal selama ini, seperti
Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi).
Promosi kesehatan dapat diartikan sebagai upaya menyebarluaskan,
mengenalkan atau menjual pesan-pesan kesehatan sehingga masyarakat menerima atau membeli pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyarakat mau
berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan untuk memudahkan terjadinya perilaku sehat (Notoatmodjo, 2005).
2.2. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan pada dasarnya adalah suatu proses mendidik
individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur masukan-masukan yang setelah diolah dengan teknik-teknik
tertentu akan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut. Tidak dapat disangkal, pendidikan bukanlah satu-satunya cara mengubah perilaku, tetapi pendidikan juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam
perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004).
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan
dengan memberikan informasi melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan, dampaknya akan lama tetapi bila perilaku berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng bahkan selama hidup dilakukan
(Notoatmodjo, 2003).
Penyuluhan kesehatan merupakan gabungan kegiatan yang berdasarkan
(domain), yaitu : 1) Pengetahuan (cognitive domain), 2) Sikap (afektif domain),
3) Tindakan (psychomotor domain) (Notoatmodjo, 2003).
2.2.1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku baru atau adopsi perilaku
yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat langgeng (long
lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran tidak
akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan menurut Notoatmodjo (2003), yaitu : 1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu (know) ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita.
2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Misalnya dapat menjelaskan
3. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian. 4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan.
5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 2.2.2. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan lebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap itu mempunyai 3 komponen
2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, 3) kecenderungan untuk bertindak. Menentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan
emosi memegang peranan yang penting (Notoatmodjo, 2003).
Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit
pneumonia (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena pneumonia. Proses berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja
sehingga ibu tersebut berniat untuk memberikan ASI memadai, memenuhi gizi baik, memberi imunisasi lengkap pada anaknya serta membuat lingkungan rumah sehat untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena pneumonia. Ibu ini mempunyai sikap
tertentu terhadap objek yang berupa penyakit pneumonia.
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving), dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap ibu terhadap penyakit pneumonia dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian ibu terhadap
ceramah-ceramah tentang penyakit pneumonia pada balita.
2. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak
4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap dibedakan menjadi : a. Sikap positif, yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku
dimana individu berada, b. Sikap negatif, yaitu menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada (Notoatmodjo, 2003).
2.2.3. Tindakan (practice)
Sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Agar sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor-faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas, dukungan (support) pihak lain dan lain-lain.
Praktek atau tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yakni: 1) Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2) Respons terpimpin, dapat
melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator praktek tingkat dua. 3) Mekanisme, dapat melakukan sesuatu dengan benar
Adapun variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit pneumonia pada balita, sedangkan tindakan ibu tidak
diambil sebagai variabel yang akan diukur karena tindakan seseorang (ibu) tidak dapat diukur dalam waktu relatif singkat.
2.3. Metode Ceramah
Metode ceramah, merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran dan minat sasaran
penyuluhan. Metode ini penyuluh lebih banyak memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Mardikanto, 1993).
Metode ceramah merupakan salah satu metode yang baik untuk kelompok besar. Kelompok besar di sini maksudnya adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih
dari 15 orang. Metode ini baik untuk sasaran pendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2003).
Pengaruh besarnya jumlah sasaran, dalam metode ini seringkali digunakan
alat bantu yang berupa matri tertulis dan atau gambar terproyeksi untuk menarik perhatian dan memperjelas materi yang disampaikan. Waktu penyelenggaraan
ceramah juga harus dibatasi, maksimum 1-2 jam (Mardikanto, 1993).
Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas ditangkap peserta
kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama (Notoatmodjo at al, 1993).
Kelekatan ingatan dari bahan yang disampaikan dipengaruhi juga oleh metode dalam penyampaian informasi tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Socony
di Amerika dalam Lunandi (1993) yang dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Metode Penyampaian Informasi dan Kelekatan Ingatan
Metode Pemberian 3 Jam Kemudian 3 Hari Kemudian
Menceritakan 70% 10%
Mempertunjukkan 72% 20%
Mempertunjukkan dan Menceritakan
85% 65% Sumber : Socony dalam Lunandi, 1993
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat juga dilihat bahwa ada perbedaan kelekatan ingatan dari dua pengukuran yang dilakukan yaitu 3 jam kemudian dan 3 hari kemudian. Untuk itu dalam penelitian ini juga dilakukan dua kali pengukuran
pengetahuan dan sikap responden setelah penyuluhan yaitu segera setelah penyuluhan dan seminggu sesudah penyuluhan kesehatan menggunakan metode ceramah dengan
dan tanpa disertai pemutaran VCD tentang penyakit pneumonia pada balita dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kelekatan ingatan masing-masing perlakuan. Alasan dilakukan pengukuran postes 1 yaitu segera setelah penyuluhan adalah bahwa
responden masih segar ingatannya terhadap materi yang disampaikan dan dapat diasumsikan adanya perubahan pengetahuan dan sikap adalah akibat intervensi yang dilakukan, sedangkan alasan dilakukan pengukuran postes 2 yaitu seminggu sesudah
berada ditempat atau bepergian bila waktu postes 2 terlalu lama dan juga pada penelitian ini postes 2 dilakukan bersamaan dengan jadwal kegiatan posyandu yang
bertepatan seminggu sesudah penyuluhan. 2.4. Video Compact Disk ( VCD)
Salah satu alat bantu atau media dalam penyuluhan kesehatan adalah Video
Compact Disk (VCD). VCD adalah video digital yang disimpan dalam piringan disk
(CD). Video sebagai media elektronik adalah media komunikasi yang memiliki unsur
audio-visual (narasi, musik, dialog, sound efect, gambar atau foto, teks, animasi, grafik) sebagai keunggulannya dibanding dengan media komunikasi massa lainnya (De Vito, 2001). Video sebagai media instruksional dapat menggugah perasaan dan
menarik minat dengan tujuan terjadi perubahan perilaku (Laura, 2002).
Kelebihan penggunaan VCD, antara lain : lebih mudah dipahami, lebih
menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Sementara itu kelemahan pemanfaatan VCD, antara lain : biaya lebih tinggi, sedikit
rumit, perlu listrik dan alat, perlu persiapan, perlu penyimpanan dan perlu keterampilan untuk mengoperasikannya (Notoatmodjo, 2003).
De Porter (2000) mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%, dari yang didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya
penelitian para ahli, indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia
diperoleh/disalurkan melalui mata. Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indera yang lain. Dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih
mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan (Notoatmodjo, 2003).
2.5. Pneumonia pada Balita
Batuk pilek adalah penyakit yang umumnya terjadi pada anak-anak terutama balita. Biasanya memang sembuh dengan sendirinya. Apabila batuk pilek sudah menimbulkan nafas sesak dan nafas cepat orang tua harus segera membawa berobat
konsulkan ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Batuk pilek yang diikuti dengan nafas cepat atau sesak, menunjukkan adanya gejala peradangan pada paru. Jika sudah
menyerang paru berarti sudah masuk tahap serius dan harus benar-benar diobati karena dapat menimbulkan kematian. Keadaan seperti inilah yang disebut sebagai pneumonia (Machmud, 2006)
Pneumonia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang paling banyak menyebabkan kematian pada balita. Berbagai upaya telah
2.5.1. Pengertian
Pneumonia balita adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
ditandai dengan batuk disertai napas cepat dan atau sesak pada anak usia balita 0-5 tahun (Depkes RI, 2007).
Pengertian lainnya menyebutkan bahwa pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang menyebabkan peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh infeksi. Setiap anak
dapat terkena pneumonia (Ostapchuk, 2004). 2.5.2. Gejala
Predictor paling kuat adanya pneumonia balita adalah demam, sianosis yang
diikuti salah satu tanda di bawah ini seperti sesak nafas, batuk, pilek, retraksi dinding dada. Jika terdapat sesak napas yang timbul pada balita di bawah usia 2 tahun dan
disertai dengan peningkatan suhu sampai 38’C, disebut Suspect pneumonia. Pengukuran frekuensi sesak napas memerlukan waktu satu menit ketika anak dalam keadaan tenang (Machmud, 2006).
Tanda sesak nafas dapat dilihat secara fisik antara lain bayi bernafas lewat cuping hidung, sehingga cuping hidung kembang kempis atau bisa dilihat melalui
Menurut WHO (2003), untuk menentukan seorang anak menderita napas cepat dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah.
Tabel 3. Kriteria Napas Cepat Menurut Frekuensi Pernapasan Berdasarkan Umur Anak
Umur anak Napas cepat, bila frekuensi napas lebih dari Kurang dari 2 bulan
2 bulan sampai 12 bulan 12 bulan sampai 5 tahun
60 kali per menit 50 kali per menit 40 kali per menit Sumber : Penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak di
Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang, WHO, 2003, p 16;24 2.5.3. Etiologi pneumonia
Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar untuk diperoleh, sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum
memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta pemeriksaan spesimen
darah yang dapat diandalkan untuk membantu penetapkan etiologi pneumonia. Pemeriksaan spesimen aspirat paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita, akan tetapi punski paru
merupakan prosedur yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya dimaksudkan untuk penelitian. Hal inilah maka penetapan etiologi pneumonia di
Indonesi masih berdasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menentukan penyebab pneumonia sering kali sulit dilakukan, tetapi umur pasien akan dapat mengarahkan kemungkinan penyebabnya (Depkes RI, 2006).
pneumoniae, Hemophilus influenzae tipe b dan Staphylococcus aureus.
Diperkirakan 75 % pneumonia pada anak balita di negara berkembang termasuk di
Indonesia disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Hemophilus influenzae tipe b (Said, 2006).
Menurut Alsagaff dan Mukty (2002), pneumonia sebagian besar disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal :
1. Pneumonia lipid:
Oleh karena aspirasi minyak mineral.
2. Pneumonia kimiawi (Chemical pneumonitis):
Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berillium. 3. Extrinsic allergic alveolitis:
Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen, seperti spora aktinomisetes
termofilik yang terdapat pada ampas tebu di pabrik gula.
4. Pneumonia karena obat:
Nitrofurantoin, busultan, metotreksat. 5. Pneumonia karena radiasi.
6. Pneumonia dengan penyebab yang tak jelas:
2.5.4. Faktor risiko pneumonia
Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan
berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko, baik yang meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat pneumonia. Faktor risiko
yang meningkatkan insiden pneumonia adalah umur < 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, membedong anak (menyelimuti
berlebihan), defisiensi Vitamin A, pemberian makanan tambahan terlalu dini, ventilasi rumah kurang memadai. Faktor risiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia adalah umur < 2 bulan, tingkat sosio-ekonomi rendah, kurang gizi, berat
badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu yang rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai,
menderita penyakit kronik, aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (Depkes RI, 2005).
2.5.5. Pencegahan penyakit pneumonia pada balita
Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan secara umum
yakni pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus dengan sasaran pencegahan yaitu mengurangi penyebab, mengatasi/modifikasi lingkungan (seperti perbaikan fisik, lingkungan
pemberian imunisasi, peningkatan status psikologis dan peningkatan ketahanan fisik. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat. Sedangkan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.
Penyakit pneumonia pada balita pada dasarnya dapat dicegah melalui upaya-upaya sebagai berikut :
1. Menjauhkan balita dari penderita batuk.
2. Melakukan imunisasi lengkap di posyandu ataupun puskesmas (terutama campak, difteri, pertusis).
3. Memberikan ASI eksklusif dan memberikan ASI pada bayi/anak hingga berusia 2
tahun.
4. Memperbaiki status gizi balita.
5. Menjauhkan balita dari asap, debu, serta bahan-bahan lain yang mengganggu pernapasan.
6. Membersihkan lingkungan rumah terutama ruangan tempat tinggal balita,
serta mengusahakan ruangan memiliki udara bersih dan ventilasi cukup (Depkes RI, 2005).
2.5.6. Perawatan di rumah untuk balita
Anak balita dengan sakit pneumonia ringan perlu mendapat perawatan yang baik di rumah agar tidak terjadi perubahan status menjadi pneumonia berat
sehubungan dengan perawatan di rumah untuk balita, sesuai yang tertulis dalam Buku Saku Pneumonia Balita Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, yaitu :
1. Tetap berikan ASI pada anak berusia 0-2 tahun
2. Tingkatkan pemberian makanan bergizi 3. Beri minum lebih banyak dari biasanya
4. Bila badan anak panas, kompres dengan air hangat dan jangan memakai selimut
atau pakaian tebal.
5. Jika batuk, berikan obat batuk tradisional seperti campuran 1 sendok teh jeruk nipis dengan 2 sendok teh kecap/madu diberikan 3-4 kali sehari.
6. Jika hidungnya tersumbat karena pilek, bersihkan lubang hidungnya dengan sapu tangan bersih.
7. Segera bawa ke petugas kesehatan bila kondisi balita bertambah parah/memburuk. 2.6. Landasan Teori
Menurut teori Blum dalam Notoatmodjo (2003), bahwa derajat kesehatan itu
dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan (hereditas). Perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor pokok,
sebagaimana teori yang dikemukan oleh Green dan Kreuter (2005), yakni :1) Faktor predisposisi (predisposing factors) meliputi antara lain : pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai; 2) Faktor pendukung (enabling factors) meliputi antara lain :
kesehatan ; dan 3) Faktor penguat (reinforcing factors) meliputi antara lain : dukungan sosial, pengaruh dan informasi serta feedback oleh tenaga kesehatan, tokoh
masyarakat, keluarga.
Secara operasional, pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan adalah
semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003). Apabila konsep Blum, yang menjelaskan bahwa derajat
kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni: lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan, maka pendidikan/penyuluhan kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka yang menjadi landasan teori
Pendidikan
Kesehatan Status Kesehatan Lingkungan
Gambar 1. Hubungan Status Kesehatan , Perilaku dan Pendidikan Kesehatan
Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah bahwa perilaku seseorang atau masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap dimana peningkatannya dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental design (eksperimen semu), dengan rancangan non equivalent control group design. Kelompok-kelompok yang diteliti pada desain ini tidak diambil secara random melainkan dipilih secara sengaja
oleh peneliti sebagai kelompok yang akan diperbandingkan (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007). Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah tanpa pemutaran VCD dan
kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah disertai pemutaran VCD.
Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pretes Perlakuan Postes 1 Postes 2 Kelompok Eksperimen I
Kelompok Eksperimen II
O1 X1 O2 O3
O4 X2 O5 O6
Gambar 3. Rancangan Penelitian Keterangan:
a. O1 dan O4 adalah pretes, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner tertutup untuk mengetahui pengetahuan dan sikap dasar ibu tentang
b. X1 adalah intervensi yang dilakukan, yaitu penyuluhan kesehatan kepada ibu balita dengan metode ceramah disertai dengan pemutaran VCD pada kelompok
eksperimen I.
c. X2 adalah intervensi yang dilakukan, yaitu penyuluhan kesehatan kepada ibu
balita dengan metode ceramah tanpa pemutaran VCD pada kelompok eksperimen II.
d. O2 dan O5 adalah postes 1, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner tertutup untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit pneumonia pada balita, segera setelah penyuluhan.
e. O3 dan O6 adalah postes 2, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner tertutup untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu tentang penyakit pneumonia pada balita, seminggu sesudah penyuluhan.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Kecamatan Stabat. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena Kecamatan Stabat merupakan daerah dengan kasus
pneumonia pada balita tahun 2007 cukup tinggi, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Kecamatan Stabat terdiri dari 10 desa/kelurahan, dimana dari 10
desa/kelurahan tersebut terdapat 3 desa/kelurahan yang mempunyai kasus pneumonia pada balita yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka kesakitan pneumonia pada balita yang diharapkan pada akhir tahun 2009 yaitu sebesar 4 %. Dalam
Penelitian ini diawali dengan penelusuran pustaka, penentuan judul dan pembimbing, penyusunan proposal yang dimulai sejak bulan Maret 2007. Sedangkan
seminar proposal/kolokium, penelitian ke lapangan, pengumpulan, pengolahan dan analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian/tesis dilaksanakan
bulan Januari sampai dengan bulan Agustus 2008. 3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di Kelurahan Stabat Baru, Kelurahan Kwala Bingai dan Kelurahan Perdamaian Kecamatan Stabat yang berjumlah 644 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih mengikuti prosedur tertentu
sehingga dapat mewakili populasinya (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007). Sampel pada penelitian ini ditetapkan dengan kriteria inklusi yaitu:
1. Belum pernah mengikuti kegiatan penyuluhan tentang penyakit pneumonia pada
balita secara khusus, bertujuan untuk memperkecil bias informasi. 2. Bersedia mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan sampai selesai.
3. Mempunyai tingkat pendidikan tamat SD/Sederajat sampai dengan tamat SLTA/Sederajat.
Sebanyak 66 orang dari seluruh populasi ibu balita yang memenuhi kriteria
Tabel 4. Distribusi Jumlah Sampel pada Masing-masing Kelurahan
No. Kelurahan Jumlah Sampel
1. 2. 3.
Stabat Baru Kwala Bingai
Perdamaian
20 36 10
Sampel dalam penelitian ini yang berjumlah 66 orang dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok ceramah dengan VCD sebanyak 33 orang dan kelompok ceramah
tanpa VCD juga sebanyak 33 orang.
Penentuan besar sampel juga dilakukan dengan pertimbangan efektivitas
penggunaan metode pendidikan kelompok besar. Kelompok besar disini maksudnya adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang dan metode yang baik untuk kelompok besar dengan sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah
adalah metode ceramah (Notoatmodjo, 2003). Metode pengambilan sampel yang disebut sebagai respoden dalam penelitian ini adalah secara purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja
(Sugiyono, 2005).
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Alat pengumpul data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur yang
berisi sejumlah pertanyaan yang diisi oleh responden. 3.4.2. Pelaksanaan pengumpulan data
1. Tahap persiapan
a. Pada tahap ini peneliti melakukan pengurusan perizinan ke lokasi penelitian.
Melakukan pengumpulan data awal. Data awal penelitian diperoleh dari berbagai sumber data yang terpercaya seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat,
Puskesmas, dan Kantor Kecamatan Stabat.
b. Setelah mendapatkan izin dari lokasi penelitian, peneliti melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk menentukan lokasi pelaksanaan penyuluhan
kesehatan.
c. Uji coba instrumen penelitian dan uji validitas serta reliabilitas kuesioner pengetahuan dan sikap dilakukan untuk ibu balita sebanyak 20 orang di
Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Stabat yang tidak termasuk lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini. Persiapan bahan ajar yaitu materi ceramah yang akan
disampaikan, instrumen penelitian yang terdiri dari kuesioner (pengetahuan dan sikap) dan perangkat audiovisual (VCD).
2. Tahap pelaksanaan
Kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan pada tanggal 28 April 2008, bertempat di Puskesmas Stabat. Sebelum pelaksanaan kegiatan, peneliti sudah
berkoordinasi dengan bidan desa untuk mengetahui identitas ibu balita yang akan mengikuti kegiatan penyuluhan kesehatan, sehingga pembagian kedua kelompok responden diupayakan tidak membedakan tingkat pendidikan. Kegiatan penyuluhan
a. Kelompok ceramah dengan VCD
Kegiatan penyuluhan kesehatan pada kelompok ini dilakukan pada tanggal
28 April 2008 dimulai pukul 09.00 wib. Penelitian dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan kesehatan melalui metode ceramah dengan media pendukung VCD,
melalui langkah pelaksanaan : 1) fasilitator membuka acara, menjelaskan tujuan kegiatan, memperkenalkan peneliti 2) melakukan pretes untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu dengan menggunakan kuesioner yang sudah disiapkan,
pelaksanaan pre-test kurang lebih 45 menit, 3) pemutaran VCD tentang penyakit pneumonia balita kurang lebih 15 menit, 4) memberikan kesempatan bagi peserta untuk istirahat kurang lebih 10 menit, 5) memberikan ceramah tentang penyakit
pneumonia oleh peneliti sendiri selama kurang lebih 60 menit, 6) responden mengisi kuesioner guna mengukur tingkat pengetahuan dan sikap pada postes 1, yaitu segera
setelah penyuluhan.
b. Kelompok ceramah tanpa VCD
Kegiatan penyuluhan kesehatan pada kelompok ini dilakukan pada hari yang
sama dengan kelompok ceramah dengan VCD, yaitu pada tanggal 28 April 2008. Kelompok ceramah tanpa VCD diundang hadir pukul 9.30 wib, dan acara dimulai
pukul 10.00 wib setelah semua peserta hadir. Penyuluhan kesehatan pada kelompok ceramah tanpa VCD dilakukan pada ruangan yang berbeda dengan kelompok ceramah dengan VCD. Langkah-langkah pelaksanaannya sama dengan yang
dilakukan pemutaran VCD. Ceramah Pada kelompok ini juga diberikan oleh peneliti sendiri setelah selesai memberikan ceramah pada kelompok ceramah dengan VCD.
Pengukuran postes 2 guna mengukur perbedaan pengetahuan dan sikap setelah diberikan perlakuan dilakukan 1 (satu) minggu setelah kegiatan penyuluhan
kesehatan. Postes 2 dilakukan pada tanggal 5 Mei 2008 bersamaan dengan jadwal kegiatan posyandu.
3.4.3. Uji validitas dan reliabilitas
Pada penelitian ini uji coba dilakukan terhadap kuesioner pengetahuan dan sikap kepada 20 orang responden yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan responden (Singarimbun, 1989). Uji ini dilakukan pada ibu yang mempunyai
balita yang ada di Kelurahan Sidomulyo Kecamatan Stabat yang tidak termasuk lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini.
Uji validitas dan reliabilitas (kesahihan dan keterandalan) alat ukur penelitian berupa kuesioner dilakukan sebelum digunakan untuk mengukur nilai pengetahuan dan sikap ibu balita. Hal ini dimaksudkan agar alat ukur yang digunakan benar-benar
tepat dan cermat dalam melakukan fungsi ukurnya serta dapat dipercaya. Validitas dan reliabilitas alat ukur dilihat dari koefisien korelasinya, semakin tinggi angka
koefisien korelasi berarti semakin valid dan reliabel alat ukur tersebut (Sugiono, 2001).
Uji validitas kuesioner dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan
Df = n-2
= 20-2 = 18 r tabel = 0,444
Nilai r hasil dari masing-masing pertanyaan dibandingkan dengan r tabel, bila r hasil > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid dan bila r alpha > r tabel maka pertanyaan
tersebut reliabel.
Alat ukur pengetahuan sebelum diuji berjumlah 21 item pertanyaan, setelah dilakukan uji validitas masing-masing item dengan menggunakan rumus Alpha
(Arikunto, 2002), dari uji coba tersebut 5 item dinyatakan gugur (nomor item 2, 4, 6, 8, 12), dimana r hasil < r tabel, lalu 16 item yang diuji kembali dan sudah valid, kemudian dilakukan uji reliabel dan diperoleh koefisien reliabilitas alpha 0,9621 yang
berarti alat ukur tersebut reliabel.
Alat ukur sikap berjumlah 16 item pertanyaan sebelum diuji, setelah
dilakukan uji validitas maka 1 item dinyatakan gugur (nomor item 2). Kemudian 15 item tersebut diuji validitasnya kembali dan sudah valid, lalu dilakukan uji reliabel maka diperoleh koefisien reliabilitas alpha 0,9227 yang berarti alat ukur tersebut
reliabel. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
Tabel 5. Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas
Variabel r tabel r hasil Alpha Keterangan
Tabel 5. Lanjutan
Tabel 5 diatas memperlihatkan bahwa semua pertanyaan nilai r hasil lebih besar dari pada r tabel, demikian juga alpha lebih besar dari r tabel dengan demikian kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini valid dan reliabel.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel
1. Variabel bebas (independent variabel), yaitu metode ceramah tanpa pemutaran
2. Variabel terikat (dependent variabel), yaitu pengetahuan dan sikap ibu setelah mendapat penyuluhan tentang penyakit pneumonia pada balita.
3.5.2. Definisi operasional
1. Pneumonia balita adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
ditandai dengan batuk disertai napas cepat dan atau napas sesak pada anak usia balita (0-5 tahun).
2. Penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah disertai pemutaran VCD adalah
cara penyampaian bahan ajar melalui komunikasi secara langsung dengan dukungan media audio-visual (VCD) yang diperlihatkan secara langsung melalui
LCD.
3. Penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah tanpa pemutaran VCD adalah cara penyampaian bahan ajar melalui komunikasi secara langsung tanpa
mempergunakan alat perantara, berbentuk kata-kata, gerakan dan isyarat.
4. Pengetahuan adalah kemampuan responden menjawab dengan benar pertanyaan berkisar tentang penyakit pneumonia pada balita yang mencakup pengertian,
penyebab, gejala, faktor risiko, dan pencegahan penyakit pneumonia pada balita. 5. Sikap adalah kecenderungan responden untuk memberi respon terhadap
pernyataan berkisar tentang penyakit pneumonia pada balita yang mencakup upaya pencegahan, dan pemilihan pencarian pengobatan. Dapat bersifat positif atau negatif.
7. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dilalui responden sampai memperoleh tanda tamat sekolah.
8. VCD pneumonia balita adalah VCD tentang pedoman penanganan pneumonia balita yang diproduksi oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Depkes RI tahun 2007. 3.6. Metode Pengukuran
Metode pengukuran dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
No 1. Pengetahuan Mengisi
Tabel 6. Lanjutan
Data yang diperoleh, diolah secara manual dan dilanjutkan dengan komputer dengan tahapan editing, coding, entry dan cleaning data. Analisa data meliputi analisis uji beda dua mean dengan sampel yang berhubungan (dependen) dan analiss
uji beda dua mean dengan sampel yang tidak berhubungan (independen). Analisis uji beda dua mean dengan sampel yang berhubungan (dependen) digunakan untuk
melihat perbedaan antara dua rata-rata nilai, dalam penelitian ini yaitu : perbedaan rata-rata nilai pengetahuan dan sikap responden sebelum dan sesudah penyuluhan tentang penyakit pneumonia pada balita pada satu kelompok. Analisis perbedaan data
yang terklasifikasi (baik dan kurang, positif dan negatif) diuji dengan Chi Square. Analisis uji beda dua mean dengan sampel yang tidak berhubungan
antara kelompok ceramah disertai VCD dengan kelompok ceramah tanpa VCD tentang penyakit pneumonia pada balita.
Uji yang digunakan untuk analisis data sebelum dan sesudah penyuluhan adalah Paired-Samples T Test, dengan menggunakan derajat kepercayaan 95 %. Uji
yang digunakan untuk membandingkan perbedaan pengetahuan dan sikap antara kelompok yang diberi penyuluhan dengan metode ceramah disertai pemutaran VCD dan kelompok yang diberi penyuluhan dengan metode ceramah tanpa VCD adalah
Independent-Samples T Test, dengan menggunakan derajat kepercayaan 95 %.
Kesimpulan masing-masing uji ini diambil dengan ketentuan yaitu bila nilai p value < 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau ada perbedaan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Keadaan geografi
Lokasi penelitian berada di Kecamatan Stabat yang berada dalam wilayah Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Secara geografi Kecamatan Stabat
terletak antara 3,45º - 4,00º Lintang Utara dan 98,15º - 98,00º Bujur Timur dengan ketinggian 4 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Stabat keseluruhannya 9.064 Km² terdiri dari 10 desa/kelurahan. Batas-batas wilayah
sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Wampu dan Kecamatan Secanggang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Binjai dan
Kecamatan Wampu, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wampu. 4.1.2. Keadaan penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Stabat hasil Data Kependudukan Kecamatan Stabat tahun 2006 adalah 73.025 jiwa yang terdiri dari 36.015 laki-laki dan 37.010