• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanganan Penderita Sleep Apnea dan Kebiasaan Mendengkur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penanganan Penderita Sleep Apnea dan Kebiasaan Mendengkur"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan genetik yang ditandai dengan

adanya kelainan bentuk kraniofasial.1 Gambaran yang sangat umum dari Sindroma

Treacher Collins yaitu kelopak mata yang miring ke bawah (89% dari kasus),

hipoplasia tulang zigoma (81 % dari kasus) dan mandibula (78% dari kasus).2

Para peneliti memperkirakan bahwa Sindroma Treacher Collins dialami

sekitar 1 dari setiap 50.000 kelahiran hidup. Sekitar 40% dari kasus Sindroma

Treacher Collins diturunkan oleh orang tua, sementara 60% dari kasus Sindroma

Treacher Collins timbul sebagai mutasi de novo.2,3,4,5,6 Prevalensi jenis kelamin pria

dan wanita yang terkena Sindroma Treacher Collins adalah sama.5,6

Sindrom ini diberi nama Sindroma Treacher Collins setelah dokter spesialis

mata terkemuka Inggris Edward Treacher Collins (1862-1932), yang menggambarkan

ciri-ciri penting sindrom ini dalam sebuah makalah pada tahun 1900.1,3,4,6 Di benua

Eropa, nama yang lebih umum untuk kondisi ini adalah Sindroma

Franceschetti-Zwahlen-Klein, didasarkan pada studi yang ekstensif terhadap disostosis

mandibulofasial yang diterbitkan oleh dokter spesialis mata Franceschetti dari Swiss

dan dokter spesialis genetika Klein (1949).3,4,6 Sedangkan Van der Meulen

menggolongkan kondisi ini sebagai displasia zigoauromandibular.3

Salah satu penyebab terjadinya Sindroma Treacher Collins adalah adanya

mutasi gen TCOF1, pada kromosom 5q32-q33.1. Gen ini mengkode protein yang

(2)

tertentu dalam perkembangan embrio, terutama pada struktur kepala dan wajah.

Kelainan ini diturunkan dalam pola autosomal dominan.1,2,3,5,7,8 Apabila terdapat

riwayat keluarga, diagnosa dapat ditegakkan dengan mudah berdasarkan evaluasi

klinis dan dapat dikonfirmasikan dengan studi genetik.6,9 Untuk mendiagnosa bayi

dalam kandungan dapat digunakan alat ultrasonografi.2

Untuk mencegah anomali sindroma ini, telah dilakukan percobaan pada model

hewan dengan menghambat fungsi p53. Namun, p53 berperan penting dalam fungsi

seluler dan penekanan fungsi p53 secara total sangat beresiko. Karena itu, dilakukan

penghambatan p53 secara genetik dan khemis untuk menekan apoptosis

neuroepithelial yang dikaitkan dengan Sindroma Treacher Collins sehingga dapat

mencegah patogenesis anomali kraniofasial dari sindroma tersebut.2,10

Penatalaksanaan pasien dengan Sindroma Treacher Collins memerlukan

perawatan multidisiplin dari sejak ia lahir dan sepanjang hidupnya untuk

meminimalkan atau mengkoreksi masalah fungsional dan cacat kraniofasial.2,3

Perawatan emergensi umumnya ditujukan untuk mengatasi masalah pernafasan yang

mungkin diakibatkan mikrognasia dan obstruksi hipofaring oleh lidah pada bayi baru

lahir dengan Sindroma Treacher Collins. Selain itu, apabila bayi mengalami kesulitan

menelan, perlu dilakukan pemberian makan dengan gavage atau tube gastrostomi.

Sedangkan perawatan definitif dilakukan setelah pasien selesai masa

pertumbuhannya. Keseluruhan rencana perawatan Sindroma Treacher Collins harus

berorientasi sesuai masalah, namun cukup fleksibel untuk memenuhi keinginan serta

(3)

Didalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai Sindroma Treacher

Collins sendiri serta cara penatalaksanaan pasien Sindroma Treacher Collins dengan

(4)

BAB 1 PENDAHULUAN

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan genetik yang ditandai dengan

adanya kelainan bentuk kraniofasial.1 Gambaran yang sangat umum dari Sindroma

Treacher Collins yaitu kelopak mata yang miring ke bawah (89% dari kasus),

hipoplasia tulang zigoma (81 % dari kasus) dan mandibula (78% dari kasus).2

Para peneliti memperkirakan bahwa Sindroma Treacher Collins dialami

sekitar 1 dari setiap 50.000 kelahiran hidup. Sekitar 40% dari kasus Sindroma

Treacher Collins diturunkan oleh orang tua, sementara 60% dari kasus Sindroma

Treacher Collins timbul sebagai mutasi de novo.2,3,4,5,6 Prevalensi jenis kelamin pria

dan wanita yang terkena Sindroma Treacher Collins adalah sama.5,6

Sindrom ini diberi nama Sindroma Treacher Collins setelah dokter spesialis

mata terkemuka Inggris Edward Treacher Collins (1862-1932), yang menggambarkan

ciri-ciri penting sindrom ini dalam sebuah makalah pada tahun 1900.1,3,4,6 Di benua

Eropa, nama yang lebih umum untuk kondisi ini adalah Sindroma

Franceschetti-Zwahlen-Klein, didasarkan pada studi yang ekstensif terhadap disostosis

mandibulofasial yang diterbitkan oleh dokter spesialis mata Franceschetti dari Swiss

dan dokter spesialis genetika Klein (1949).3,4,6 Sedangkan Van der Meulen

menggolongkan kondisi ini sebagai displasia zigoauromandibular.3

Salah satu penyebab terjadinya Sindroma Treacher Collins adalah adanya

mutasi gen TCOF1, pada kromosom 5q32-q33.1. Gen ini mengkode protein yang

(5)

tertentu dalam perkembangan embrio, terutama pada struktur kepala dan wajah.

Kelainan ini diturunkan dalam pola autosomal dominan.1,2,3,5,7,8 Apabila terdapat

riwayat keluarga, diagnosa dapat ditegakkan dengan mudah berdasarkan evaluasi

klinis dan dapat dikonfirmasikan dengan studi genetik.6,9 Untuk mendiagnosa bayi

dalam kandungan dapat digunakan alat ultrasonografi.2

Untuk mencegah anomali sindroma ini, telah dilakukan percobaan pada model

hewan dengan menghambat fungsi p53. Namun, p53 berperan penting dalam fungsi

seluler dan penekanan fungsi p53 secara total sangat beresiko. Karena itu, dilakukan

penghambatan p53 secara genetik dan khemis untuk menekan apoptosis

neuroepithelial yang dikaitkan dengan Sindroma Treacher Collins sehingga dapat

mencegah patogenesis anomali kraniofasial dari sindroma tersebut.2,10

Penatalaksanaan pasien dengan Sindroma Treacher Collins memerlukan

perawatan multidisiplin dari sejak ia lahir dan sepanjang hidupnya untuk

meminimalkan atau mengkoreksi masalah fungsional dan cacat kraniofasial.2,3

Perawatan emergensi umumnya ditujukan untuk mengatasi masalah pernafasan yang

mungkin diakibatkan mikrognasia dan obstruksi hipofaring oleh lidah pada bayi baru

lahir dengan Sindroma Treacher Collins. Selain itu, apabila bayi mengalami kesulitan

menelan, perlu dilakukan pemberian makan dengan gavage atau tube gastrostomi.

Sedangkan perawatan definitif dilakukan setelah pasien selesai masa

pertumbuhannya. Keseluruhan rencana perawatan Sindroma Treacher Collins harus

berorientasi sesuai masalah, namun cukup fleksibel untuk memenuhi keinginan serta

(6)

Didalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai Sindroma Treacher

Collins sendiri serta cara penatalaksanaan pasien Sindroma Treacher Collins dengan

(7)

BAB 2

SINDROMA TREACHER COLLINS

Sindroma Treacher Collins, yang dikenal sebagai disostosis mandibulofasial

dan Sindroma Franceschetti-Zwahlen-Klein, merupakan kelainan genetik yang

diturunkan secara autosomal dominan dan biasanya terjadi secara bilateral.

Karakterisitik dari Sindroma Treacher Collins meliputi hipoplasia tulang wajah,

terutama mandibula dan tulang zigoma, celah palatum, fisur palpebra yang miring ke

bawah dengan koloboma pada kelopak mata bawah dan kelainan bentuk telinga

bagian luar.1,2,3,4 Gejala yang ditimbulkan bervariasi dari ringan sampai parah. Pada

pasien dengan dismorfologi kraniofasial yang parah dapat terdeteksi sebelum

kelahiran dengan USG, sedangkan pasien dengan dismorfologi kraniofasial yang

ringan, mungkin terdiagnosis pada saat lahir.3,6

2.1 Definisi

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal

dominan yang timbul akibat penyimpangan dalam perkembangan struktur wajah

selama morfogenesis histodiferensiasi antara 20 hari dan minggu ke-12 IU.9,11

Walaupun pertama sekali dilaporkan oleh Thompson (1846), sindroma ini dikenal

masyarakat karena Berry dan terutama Treacher Collins (1900), dokter mata Inggris,

melaporkan 2 kasus dan mendeskripsikan komponen penting sindroma ini.

(8)

dan mengemukakan istilah “disostosis mandibulofasial” yang dikenal dalam

literatur.3,11

2.2 Etiologi

Sindroma Treacher Collins merupakan gangguan perkembangan kraniofasial

yang disebabkan kelainan genetik. Kelainan genetik ini dapat terjadi karena

diturunkan oleh orang tua ataupun mutasi baru.3,12

Pertama, terjadinya Sindroma Treacher Collins sebagai hasil dari mutasi de

novo (60% dari kasus).2,3,4,10 Ini berarti bahwa kedua orang tua pasien menurunkan gen yang normal kepada anaknya dan terjadinya mutasi akibat perubahan salah satu

gen.12,13

Kedua, jika salah satu dari orang tua menderita Sindroma Treacher Collins

maka dapat diasumsikan bahwa penyebab terjadinya sindroma ini diperoleh dari gen

orang tua yang diturunkan secara autosomal dominan kepada anaknya (40 % dari

kasus).2,3,4,10,11 Terdapat probabilitas 50% bagi anak untuk menderita Sindroma

Treacher Collins apabila salah satu dari orang tua memiliki gen abnormal pada

kromosom autosomal.5,7,12,13 Namun, dapat terjadi hambatan secara klinis untuk

mengetahui apakah orang tua pasien menderita sindroma ini. Karena orang tua pasien

(9)

Gambar 1. Kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan,T mewakili gen dominan, yang menyebabkan terjadinya Sindroma Treacher Collins; t mewakili gen resesif yang merupakan gen normal14

2.3 Patogenesis

Terjadinya Sindroma Treacher Collins disebabkan karena adanya mutasi dari

gen TCOF1. Gen TCOF1 terpeta dalam kromosom band 5q31.3-33.3. Gen ini

mengkode protein treacle, yang diperlukan dalam perkembangan kraniofasial yang

normal.2,6 Mutasi tunggal pada gen ini mengakibatkan terminasi prematur dari produk

protein (The Treacher Collins Syndrome Collaborative Group, 1996; Wise, 1997).6

Dixon (1996) meninjau gambaran klinis dan molekular Sindroma Treacher

Collins, dari total 20 mutasi gen TCOF1, 2 diantaranya merupakan mutasi nonsense,

5 terjadi insersi, 11 terjadi delesi, dan 2 terjadi mutasi penyambungan. Keseluruhan

(10)

haploinsufisiensi dimana hal ini sebagai mekanisme molekular yang mendasari

terjadinya sindroma ini. Menurut Dixon, selama perkembangan embrio, treacle

dinyatakan berada pada level puncak dalam lengkung brakhial pertama dan kedua.6,9

Gambar 2. Dasar perkembangan anomali kraniofasial Sindroma Treacher Collins2 2A.Pewarnaan Skeletal pada embrio tipe liar, 2B. Pewarnaan Skeletal pada embrio yang terkena STC menunjukkan keparahan hipoplasia frontonasal, 2C. Terjadi migrasi neural-crest pada embrio tipe liar, 2D. Terjadi pengurangan populasi sel neural-neural-crest yang parah pada embrio yang terkena STC, 2E. Pewarnaan untuk melihat apoptosis pada embrio tipe liar menunjukkan rendahnya level kematian sel endogen, 2F. Pewarnaan untuk melihat apoptosis pada embrio yang terkena STC menunjukkan peningkatan tingkat kematian sel , 2G. Pewarnaan untuk melihat proliferasi embrio tipe liar, 2H. Pewarnaan untuk melihat proliferasi yang terkena STC menunjukkan penurunan proliferasi sel, 2I. Pewarnaan untuk melihat ribosom pada embrio tipe liar, 2J. Pewarnaan untuk melihat ribosom pada embrio yang terkena STC menunjukkan kekurangan biogenesis ribosom

Sel neural crest adalah populasi sel yang multipoten, stem dan progenitor,

dibentuk dalam ektoderm neural pada batas dengan ektoderm non-neural sepanjang

sumbu tubuh selama awal embriogenesis. Sel neural crest menjalani sebuah transisi

ephitelial-mesenkimal dan di region kranial, sel-sel ini dideliminasi dari ektoderm

(11)

kraniofasial diperkirakan disebabkan oleh defek pada pembentukan, proliferasi,

migrasi dan atau diferensiasi dari sel neural crest kranial (Gambar 2).2,10

Treacle merupakan protein yang sangat sederhana yang dikode oleh TCOF1 dan berperan dalam biogenesis ribosom serta mengatur kelangsungan hidup

neuroepithelial dan proliferasi sel neural crest. Haploinsufisiensi TCOF1 mengurangi

biogenesis ribosom yang diukur dengan produksi 28s subunit dalam neuroepithelial

dan sel neural crest, dimana defisiensi biogenesis ribosom berhubungan dengan

kurangnya proliferasi dalam sel neural crest dan sel neuroepithelial yang diamati

pada mutan TCOF1. Akibat kekurangan biogenesis ribosom yang tidak dapat

mengimbangi kebutuhan seluler dan metabolik dari populasi sel yang berproliferasi

tinggi, menyebabkan terjadinya aktivasi p53. Stabilisasi p53 mengaktifkan banyak

gen efektor proapoptotik, seperti Ccng1, Trp53inp1, Noxa, Perp dan Wig1, dalam

neuroepithelium, yang secara kolektif bertanggungjawab terhadap tingginya tingkat

kematian jaringa n tertentu yang diamati dalam patogenesis Sindroma Treacher

Collins.2,10

Korelasi langsung antara stabilisasi nuklear protein p53, aktivasi transkripsi

gen p53 dependent, dan induksi apoptosis neuroepithelial menunjukkan defisiensi

yang diamati dalam migrasi sel neural crest pada Sindroma Treacher Collins. Dari

percobaan yang dilakukan, diketahui penghambatan p53 secara genetik berhasil

menghambat apoptosis neuroepithelial yang terjadi tanpa mengubah biogenesis

ribosom yaitu dengan menghambat p53 secara genetik dan khemis, aktivitas Ccng1

(12)

hipoplasia kraniofasial dan menghasilkan perkembangan kraniofasial yang normal

setelah dilahirkan.2

Gambar 3. A. Gambar kiri menunjukkan perkembangan neuroepithelium yang normal, gambar tengah menunjukkan apoptosis neuroepithelium dan pengurangan pembentukan dan migrasi sel neural crest, gambar kanan menunjukkan penghambatan p53 dan migrasi sel neural crest yang normal, B. Diagram alir yang menunjukkan patogenesis terjadinya Sindroma Treacher Collins.2

2.4 Manifestasi Klinis

Wajah yang khas dari Sindroma Treacher Collins biasanya membuat diagnosa

lebih mudah. Terdapat fisur palpebra yang miring ke bawah (antimongoloid), tulang

malar yang tidak berkembang atau bahkan absen, mandibula yang retrusif dan

(13)

2.4.1 Tulang Tengkorak

Abnormalitas yang terjadi umumnya secara bilateral dan simetris.6 Panjang

kranial anterior lebih pendek dengan kompensasi peningkatan panjang kranial

posterior, dan panjang keseluruhan tulang tengkorak normal atau berkurang

dibandingkan dengan kontrol. Prosesus mastoideus sering tidak memiliki rongga

(unpneumatized) dan mungkin skrelotik.3,9,18 Basis kranial secara progresif

mengalami pembengkokan (kyphotic) dan kalvaria umumnya normal. Sudut basis

kranial tinggi, menyebabkan penyempitan anteroposterior dari ruang faring.3,6

Gambar 4. Tulang tengkorak dengan defek kraniofasial pada pasien Sindroma Treacher Collins20

Derajat ketidak berkembangan atau absennya tulang malar bervariasi dan

cenderung cukup simetris. Hipoplasia tulang malar menyebabkan orbit menjadi

(14)

malar dan arkus zigoma yang tidak berfusi, sinus paranasal juga mengalami

hipoplasia.3,6,18,19

Gambar 5. CT Scan pada pasien Sindroma Treacher Collins tanpa tulang pipi20

2.4.2 Hidung dan Jaringan Lunak Wajah

Sudut frontonasal yang tinggi dan hipoplastik tulang malar dan ridge

supraorbital membuat hidung tampak lebih menonjol. Lebar dasar hidung meningkat,

tetapi hidung biasanya berukuran normal atau optimal.3,5,6 Sekitar 25% dari kasus,

kulit berambut meluas turun ke pipi dari regio temporal.3,21,22,23 Kulit yang melapisi

tulang malar yang hipoplastik sering tipis dengan jaringan subkutan yang minimal.3

2.4.3 Mata

Hampir seluruh pasien dilaporkan memiliki beberapa masalah okular dan

adneksal.3 Pasien Sindroma Treacher Collins sering memiliki mata yang miring ke

(15)

yang disebut koloboma.11,18,24,25 Kemiringan antimongoloid pada celah palpebra dan

ligamen lateral kanthus yang terletak inferior dan rudimenter hampir seragam.

Koloboma sejati terjadi pada 25% kasus, dan koloboma pseudo muncul sekitar 50%

kasus, dimana cenderung berada di sepertiga luar dari kelopak mata bawah. Yang

umum terjadi adalah gangguan refraktif, dan jarang terjadi ambliopia.3

Gambar 6A. Mata yang miring ke bawah pada Sindroma Treacher Collins26 6B. Adanya koloboma pada kelopak mata bawah27

2.4.4 Telinga

Pada telinga luar (pinna) penderita Sindroma Treacher Collins dapat terjadi

kelainan yang berbeda dalam bentuk, ukuran dan posisi.1,3,26 Pinna juga mungkin

relatif normal dalam bentuk dan ukuran, diikuti kehadiran ada penonjolan kecil (tag)

telinga dengan satu atau lebih.3 Dengan derajat kecacatan apapun, pinna cenderung

terletak lebih anterior dan inferior dan tampak kusut.3,23

Cacat meatus auditorius eksternal berkisar dari menjadi paten hingga oklusi

tulang yang komplit. Pada sebagian besar kasus, sangat sedikit terjadi stenosis

jaringan lunak. 3

(16)

Telinga tengah hampir selalu hipoplastik dengan sebagian besar

mempengaruhi rongga timpani bagian atas di atas membran timpani (attic).2,3 Rantai osikular sering abnormal dan keparahannya bervariasi, rantai sering berpindah secara

anterolateral. Telinga dalam biasanya normal dengan beberapa pemendekan dan

perpindahan anterior dari nervus fasialis yang desending.3,5,13,23

Gambar 7. Malformasi bentuk telinga luar21

2.4.5 Mandibula

Komponen mandibula sering mengalami hipoplasia, dengan bentuk cekung

pada permukaan bawah bodi mandibula. Terjadi hipoplastik mandibula pada ramus

(17)

yang retrusi.1,3,11,24,28 Notch antegonial yang ditandai muncul dengan sudut gonial yang tumpul dan kecenderungan dagu untuk berputar inferior.3,5,12 Ini memberikan

mandibula tampak dibengkokkan. Pola pembengkokan ini berbeda dari yang tampak

pada kondisi lain seperti penyakit Still’s, dan beberapa perbedaan telah diukur. Selain

itu juga dijumpai abnormalitas perlekatan muskular dari pterigomasseter.3

(18)

2.4.6 Maksila

Maksila cenderung memiliki palatum yang melengkung tinggi atau celah

palatum (30% kasus).3,11,21 Tinggi gigi posterior menjadi rendah dengan tingkat

hiperproyeksi maksila. Pada beberapa kasus, hiperproyeksi tampak sangat nyata, dan

menjadi sulit untuk memastikan apakah abnormalitas terletak pada maksila atau basis

cranial.3

Choanal atresia mungkin terjadi, dimana keberadaannya menyebabkan masalah jalan nafas, terutama pada periode neonatal. Hubungan skeletal rahang

biasanya Klas II dengan gigitan terbuka anterior.3,4,23,24 Gigi biasanya berkembang

dengan normal dan mempunyai ukuran normal. Namun, mandibula yang mempunyai

lengkung sempit dan berbentuk abnormal sering mengakibatkan gigi berjejal yang

parah.3

Derajat malformasi yang terlihat sewaktu bayi dilahirkan dengan Sindroma

Treacher Collins diyakinkan relatif stabil dan tidak progresif seiring usia. Robert dkk

(1975) meninjau berturut-turut radiografi sefalometri dari pasien Sindroma Treacher

Collins dan mendokumentasikan stabilitas batas inferior mandibula dari waktu ke

waktu. Garner (1967) melaporkan penemuannya terhadap analisis sefalometri 3

pasien dengan variasi umur yang dikonfirmasikan menderita Sindroma Treacher

Collins. Dia mendokumentasikan deformasi yang relatif stabil yang diobservasi pada

umur yang bervariasi. Tidak ada bukti pasti yang mengkonfirmasi secara signifikan

bahwa dismorfologi Sindroma Treacher Collins makin memburuk dengan

pertumbuhan wajah.5

(19)

Diagnosa Sindroma Treacher Collins ini dibuat berdasarkan gambaran klinis

karena karakteritiknya yang khas dengan mata yang miring ke bawah, abnormalitas

telinga dan rahang bawah yang kecil dan pemeriksaan radiografi seperti

Computerized tomography (CTscan) dapat digunakan untuk menentukan derajat ketidakberkembangan struktur tulang wajah.30

Ada banyak sindroma yang penampilan wajahnya menyerupai Sindroma

Treacher Collins. Pemeriksaan fisik yang lengkap terhadap sistem tubuh yang lain

dapat membantu menegakkan diagnosis Sindroma Treacher Collins. Sindroma

Treacher Collins dapat dibedakan dari Sindroma Nager dan Sindroma Miller jika

tidak ada abnormalitas pada tangan atau lengan. Dengan keterlibatan wajahnya

bilateral (mengenai kedua sisi wajah) dan spinal column normal, Sindroma Treacher

Collins dapat dibedakan dari kondisi Oculoauriculovertebral (OAV) seperti

Sindroma Goldenhar.30

Jika terdapat beberapa orang dalam sebuah keluarga mengalami Sindroma

Treacher Collins, studi hubungan (linkage) genetik dapat dilakukan. Studi hubungan

ini memerlukan sampel darah dari berbagai anggota keluarga, yang terkena dan yang

tidak terkena.30 Ditandai pada gen TCOF1 dan dianalisa serta dibandingkan untuk

menentukan terjemahan gen yang dibagi kepada anggota keluarga yang terkena. Gen

yang menyebabkan terjadinya Sindroma Treacher Collins ada pada semua anggota

keluarga yang terkena, dan absen pada semua anggota yang tidak terkena. Studi

hubungan dapat dilakukan pada bayi belum lahir untuk menentukan apakah bayi

mewarisi gen yang menyebabkan sindroma tersebut. Ultrasonografi prenatal dapat

(20)

laporan tentang diagnosa prenatal dengan ultrasonografi saja, bayi dengan manifestasi

ringan dapat terlihat normal. Deteksi tergantung pada keterampilan dokter yang

melakukan ultrasonografi dan pengalamannya terhadap gambaran Sindroma Treacher

(21)

BAB 3

PENATALAKSANAAN HIPOPLASIA MANDIBULA DAN ZIGOMA PADA PASIEN SINDROMA TREACHER COLLINS

Karena terdapat banyak anomali kraniofasial, penatalaksanaan pasien

Sindroma Treacher Collins serta orang tua pasien harus memiliki tujuan yang spesifik

dan bertujuan untuk memaksimalkan potensi anak. Keseluruhan rencana perawatan

Sindroma Treacher Collins harus berorientasi sesuai masalah, namun cukup fleksibel

untuk memenuhi keinginan serta kebutuhan pasien dan orang tua pasien. Perawatan

harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap individu, dimana perawatan

terhadap kondisi ini merupakan perawatan terhadap simptom yang muncul, bersifat

jangka panjang dan memerlukan pendekatan yang multidisiplin.3,6 Karena hipoplasia

mandibula dan zigoma merupakan kasus yang sering dijumpai pada Sindroma

Treacher Collins, maka akan dibahas penatalaksanaannya berikut ini.

3.1 Perawatan Emergensi

Pada bayi yang baru lahir dengan Sindroma Treacher Collins, perlu segera

diperhatikan jalan nafas dan kemampuan menelan.3,6,12 Hambatan jalan nafas dapat

terjadi akibat dari dua faktor. Pertama adalah hipoplasia maksila, yang cenderung

mengkonstriksikan jalan lintasan nasal dan menyebabkan derajat penyempitan koana

(choanal stenosis). Kedua adalah mandibula yang mikrognasia dan lidah yang

(22)

keparahan deformasi, kesulitan jalan nafas dapat timbul dan diperlukan posisi bayi

yang khusus dan rawat inap di rumah sakit dengan monitor denyut oksimeter.3,6,23

Pada bayi dengan manifestasi parah dimana inadekuat jalan nafas merupakan

gambaran yang menonjol setelah dilahirkan, maka dilakukan trakeostomi. Alternatif

lain jika anak tidak dapat memperoleh oksigen secara adekuat yaitu dengan

memanjangkan mandibula sehingga lidah dan struktur dasar mulut dapat diposisikan

anterior .3,6,7,23

Tingkat malformasi muskuloskeletal pada Sindroma Treacher Collins juga

mengakibatkan kesulitan menelan cairan dengan efektif dan memperoleh nutrisi yang

adekuat.Diperlukan pemberian makan dengan bantuan gavage, atau yang ekstrem

dengan penempatan tube gastrostomi untuk memastikan asupan jumlah kalori dan

hidrasi yang adekuat. 3,12,13

3.1.1 Penatalaksanaan jalan nafas

Obstruksi yang ringan umumnya dapat ditangani dengan cara yang sangat

konservatif yaitu dengan perubahan posisi. Obstruksi ini disebabkan mandibula yang

kecil dan ukuran lidah yang normal. Dengan meletakkan bayi dalam posisi prone,

yakni wajah menghadap ke bawah, gravitasi menarik lidah ke depan dan

(23)

Gambar 9. Bayi dengan posisi prone32

Penatalaksanaan obstruksi jalan nafas yang sedang sampai parah dapat dilakukan

dengan trakeostomi dan glosopeksi. Diindikasikan ketika kesulitan bernafas tetap

terjadi walaupun telah dilakukan perubahan posisi.31

3.1.1.1 Trakeostomi

Trakeostomi masih merupakan penatalaksanaan standar dalam menangani

sumbatan jalan nafas yang parah.Tube trakeostomi secara efektif melewati obstruksi

di faring dan hipofaring. Ketika obstruksi jalan nafas bayi telah diselesaikan, tube

trakeostomi dapat disingkirkan. Sayangnya, tube trakeostomi memerlukan

pemantauan yang ketat. Jika tube ini terjadi penyumbatan atau lepas, pasien dapat

(24)

Trakeostomi neonatal berhubungan secara signifikan terhadap morbilitas dan

mortalitas, termasuk terhambatnya proses berbicara, penyumbatan oleh lendir,

pelepasan tube trakeostomi atau trakeomalasia. Neonatal yang telah melakukan

trakeostomi memerlukan monitoring 24 jam, memberikan beban yang besar kepada

pengasuh. Insiden yang berkaitan dengan komplikasi trakeostomi dilaporkan 19

sampai 49% dan mortalitas terkait 2 sampai 8.5% .31 Jika trakeostomi dilakukan

sebagai penatalaksanaan kegawat daruratan jalan nafas, distraksi mandibula dapat

dilakukan pada bayi untuk mempercepat dekanulasi. 6

Trakeostomi Starplasti adalah teknik baru berdasarkan geometri tiga dimensi

dari Z-plasti.34 Prosedur Starplasti adalah teknik secara langsung yang mudah dilihat,

terutama bagi ahli bedah yang sering melakukan trakeostomi. Dari insisi sampai

selesai, prosedur ini biasanya memerlukan waktu sekitar 30 menit. Jaringan harus

ditangani dengan lembut, dengan memperhatikan hemostasis, mengontrol bidang

jaringan dan melakukan penjahitan yang akurat. Lampu penerangan diperlukan, dan

(25)

Gambar 10A. Insisi berbentuk ”X” pada pertengahan lekukan sternal dengan kartilago krikoid34

(26)

Gambar 10C. Stoma berbentuk bintang34

3.1.1.2 Adhesi lidah-bibir/ Glosopeksi

Pada obstruksi minor dapat dikoreksi dengan pertimbangan adhesi lidah-bibir.

Pembedahan adhesi dilakukan antara lidah, bibir dan anterior mandibula.6

Adhesi lidah-bibir diawali oleh Douglas tahun 1946. Insisi transversal dibuat

pada permukaan ventral lidah dan permukaan lingual dari bibir bawah. Harus

dilakukan secara hati-hati untuk menghindari bukaan kelenjar sublingual. Dilakukan

penjahitan pada permukaan tersebut, tambahan jahitan retensi ditempatkan dari dasar

lidah tepat di atas epiglotitis ke permukaan anterior dagu, biasanya melalui kancing

untuk mencegah erosi pada permukaan lidah dan kulit. Adhesi sementara ini

dilakukan untuk memperbaiki kesulitan bernafas sampai selesai dilakukan distraksi

(27)

Tingkat keberhasilan lidah-bibir adhesi dalam menghilangkan obstruksi jalan

napas dilaporkan kira-kira 33% hingga 83%. Komplikasi yang paling sering

dilaporkan adalah terbukanya adhesi. Polisomnografi pasca operasi menunjukkan

adanya perbaikan obstructive apnea. Diperlukan pemeriksaan jangka panjang dan

tindak lanjut pasien yang menunjukkan perlunya prosedur sekunder pada kebanyakan

obstruksi berulang dan kesulitan menelan.33

Gambar 11. Adhesi lidah bibir36

3.1.2 Penatalaksanaan pemberian makan (feeding)

Bayi dengan Sindroma Treacher Collins juga mengalami kesulitan dalam

pemberian makan. Karena posisi mandibula yang abnormal, bayi dengan mandibula

(28)

puting ibu. Pada beberapa kasus, adanya celah palatum menghambat produksi

tekanan negatif untuk menghisap selama menyusui. Selain itu, adanya celah palatum

menimbulkan hubungan yang luas antara kavitas oral dan nasal yang menimbulkan

resiko tersedak dan masalah pemberian makan lainnya sehingga disarankan

melakukan konsultasi dengan spesialis. Pada beberapa kasus, seperti diinstruksikan,

seorang ibu dapat memberi makan dengan botol ketika bayi dalam posisi setengah

duduk. Pada pasien dengan keluhan yang lebih parah, diperlukan pemberian makan

secara temporer dengan gavage atau feeding tube. Jika tidak adanya peningkatan

selama berbulan-bulan, bayi memerlukan tube gastrotomi. Setelah anak

mengembangkan kemampuan untuk makan secara oral, tube tersebut dapat

disingkirkan.33

Gambar 12. Feeding tube

3.2 Perawatan definitif

Perawatan definitif terhadap deformasi kraniofasial umumnya ditunda sampai

(29)

ini akan dibahas tentang perawatan definitif terhadap hipoplasia zigoma dan

mandibula dengan rekonstruksi malar dan bedah orthognatik.

3.2.1 Penatalaksanaan hipoplasia tulang zigoma

Rekonstruksi zigoma dapat dilakukan sekitar usia 8 tahun. Rekonstruksi pada

usia awal tidak memperoleh keuntungan dan sosial, psikologi dan perkembangan

pendidikan anak merupakan hal penting dalam menentukan waktu untuk melakukan

rekonstruksi zigoma. Metode yang lebih disukai untuk rekonstruksi malar adalah

penggunaan outer table calvarial bone graft yang difiksasi pada tempatnya dengan

sekrup, plat atau keduanya.3

Gambar 13 A. Bone graft kranial ketebalan penuh untuk rekonstruksi lengkung zigoma dan lateral orbita rim37

13 B. Bone graft diosteotomi agar sesuai dengan bentuk microplate37

Perencanaan pembedahan difasilitasi oleh penggunaan CT Scan tiga dimensi

untuk merekonstruksi. Model stereolithoraphic juga mungkin berguna. CT Scan

memberikan informasi tentang deformasi celah palatum dan juga tentang ketebalan

calvarium di area donor. Jika tulang tampak terlalu tipis untuk memperoleh outer

table calvarial bone graft, dapat dilakukan kraniotomi, dan tulang tersebut dapat

(30)

dibagi di meja samping. Tempat donor dipilih untuk ketebalan dan kurvatura, CT

Scan tiga dimensi dapat memfasilitasi perencanaan ini. Jika satu lapisan tulang calvarial tidak cukup tebal sesuai yang dikehendaki untuk mengkontour dalam

rekonstruksi zigoma, maka dapat dilapisi dan difiksasi dengan menggunakan sekrup,

plat atau keduanya. 3

Insisi kulit bikoronal dilakukan pada tempat donor dan area yang akan

direkonstruksi. Jika defisiensi zigoma melibatkan komponen anterior, kelopak mata

bawah, infraorbital, diperlukan insisi transconjunctival. Pemilihan insisi tergantung

pada perluasan dan bentuk deformasi kelopak mata.3

Rekonstruksi tulang zigoma dengan kombinasi dari graft onlay dan inlay

untuk memproduksi kontur tulang normal. Sejumlah kecil overkoreksi diperlukan

untuk mengkompensasi apabila terdapat resorpsi dan jaringan lunak yang tipis. Pada

beberapa kasus jaringan lunak dapat diaugmentasi dengan penggunaan flap dua sisi

perikranial yang dilipat dan dilapisi di atas bone graft.3

Pada beberapa kasus rekonstruksi malar awal perlu dilakukan osteotomi malar

untuk mengoptimalkan posisi mereka. Untuk melakukan osteotomi malar

konvensional, perlu ditunda sampai selesai pertumbuhan. Jika diperlukan reoperasi,

perlu dinilai jumlah tulang sebelum operasi dengan CT Scan tiga dimensi karena

memerlukan bone graft lebih lanjut.3

Strategi lain untuk merekonstruksi malar meliputi rib grafts, dimana,

walaupun lebih mudah untuk dimanipulasi dan dikontour dibandingkan tulang

(31)

Pada beberapa kasus dimana rekonstruksi malar dilakukan secara bersamaan

dengan pembedahan ramus mandibula, ada resiko terjadinya ankilosis. Resiko ini

meningkat apabila digunakan fiksasi intermaksila. Untuk menghindari hal tersebut,

sebaiknya kedua prosedur dilakukan terpisah.3

Beberapa spesialis menggunakan bahan alloplastik untuk merekonstruksi

malar. Teknik ini sering menghasilkan bentuk dan kontur yang sangat baik, namun

dapat menimbulan resiko infeksi seumur hidup. Walaupun tidak sering, infeksi ini

dapat menghasilkan jaringan parut dan kerusakan yang signifikan karena sifat dasar

hipoplastik jaringan sehingga lebih disukai rekonstruksi secara autologous. 3

3.2.2 Penatalaksanaan hipoplasia mandibula

Setelah selesai pertumbuhan, dilakukan perawatan definitif bedah orthognatik.

Rencana ini harus mengikuti urutan konvensional dan harus didahului perawatan

ortodonti yang diperlukan. Penatalaksanaan hipoplasia mandibula dapat berupa

distraksi osteogenesis dan bedah orthognatik.

3.2.2.1 Distraksi Osteogenesis

Distraksi dapat dilakukan pada bayi baru lahir untuk mencegah trakeostomi

atau dapat dilakukan kemudian untuk menyingkirkan tube trakeostomi dan distraksi

osteogenesis awal harus disediakan untuk pasien yang memiliki hambatan jalan nafas

yang parah (misalnya pada pasien yang tergantung pada trakeostomi atau mengalami

sleep apnea yang sedang sampai parah). Pada kasus tersebut, distraksi mandibula secara bilateral dapat menyelamatkan hidup jika ia dapat menyebabkan dekanulasi.

(32)

menyebabkan jaringan parut pada kulit. Benih gigi yang sedang berkembang dan

bundel neurovaskular inferior gigi juga mempunyai resiko. Makin muda dan makin

kecil mandibula, makin membutuhkan teknik dalam melakukan prosedur ini, dan

makin besar resiko terjadi komplikasi. Jika distraksi dilakukan dalam periode

sebelum selesainya pertumbuhan, mungkin diperlukan pembedahan mandibula

selanjutnya. 3

Untuk memperoleh kesuksesan perawatan, diperlukan kooperasi dan

komitmen yang tinggi dari pasien dan orang tua. Alat distraksi ini diputar setiap hari,

dijaga tetap bersih untuk mencegah infeksi dan dilindungi dari trauma. Prosedur

harus direncanakan secara hati-hati, dengan memperhitungkan jumlah pemanjangan,

tempat pemanjangan (misalnya pada ramus, badan mandibula atau kombinasi), dan

oklusi akhir yang diinginkan. Desain dari alat distraksi dan tempat pemanjangan yang

diinginkan menentukan tempat ideal untuk peletakan pin dan tempat serta sudut

potongan kortikotomi. Perencanaan ini dilakukan mengikuti pemeriksaan klinis dan

radiografi, dan perawatan ortodonti juga bermanfaat dilaksanakan pada tahap ini.3

Prosedur bedah dilakukan di bawah anestesi umum. Permukaan medial dan

lateral mandibula diekspos secara transoral dan melindungi bundel neurovaskular

inferior. Potongan kortikotomi ditandai dan diletakkan pin superior untuk alat

distraksi secara transkutan. Titik entri kulit untuk pin superior harus caudal terhadap

titik entri tulang untuk meminimalkan jaringan parut. Setelah kortikotomi, border

posterior dari mandibula perlu diberikan perhatian khusus. Pin bawah dimasukkan

dan sekali lagi menarik kulit, dimana kali ini dalam arah kranial. Luka intraoral

(33)

pemberian makanan cair dan distraksi dimulai pada hari ke-5. Distraksi 1mm per

hari merupakan jumlah yang dapat diterima. Pasien harus meneruskan makanan

semisolid dan alat distraksi dilepas 3 sampai 4 minggu setelah selesai didistraksi.

Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah 3 hari distraksi untuk memastikan distraksi

yang tepat dan tidak ada yang menggantung di kortikotomi. Jika ada yang

menggantung, kortikotomi kembali dilakukan di bawah anestesi umum untuk

membantu distraksi yang telah direncanakan.3

Mengingat distraksi osteogenesis menambah massa jaringan keras, jaringan

lunak di sekeliling termasuk otot terutama diregangkan, tetapi otot dapat beradaptasi

pada waktunya. Karena kualitas jaringan lunak di sekitarnya memainkan peranan

penting dalam perkembangan tulang wajah, pengaruh terhadap struktur jaringan

lunak oleh distraksi osteogenesis harus mengarah pada hasil estetis dan fungsional

jangka panjang. Selain bedah, ortodonti dan fisioterapeutik mengupayakan berbagai

malformasi sindroma mandibula dengan problem yang berbeda, sehingga cukup sulit

untuk memprediksikan hasil yang diperoleh pasien setelah perawatan jangka panjang.

Terjadinya relaps tampaknya tidak terelakkan, karena overkoreksi tidak mampu

mengkompensasi gangguan pertumbuhan sentral ataupun malfungsi muskular.

Namun demikian, distraksi osteogenesis mandibula tidak hanya merupakan metode

yang sangat berguna untuk mengatasi masalah pernafasan dan penelanan pada

defisiensi mandibula yang parah pada usia awal, tetapi juga meningkatkan

(34)

Gambar 14 A. Gambaran radiografi lateral kanan pasien Sindroma Treacher Collins yang berusia 18bulan menggunakan alat distraksi internal6

[image:34.612.152.482.84.299.2]
(35)

Gambar 15 A.Tampilan frontal preoperatif menunjukkan pasien yang mengalami sindroma Treacher Collins, B. Tampilan frontal postoperatif dari pasien yang sama setelah osteotomi dan penempatan alat. Distraksi dimulai 5-7 hari setelah insersi alat dengan pengaktifan 1mm per hari, C. Pandangan lateral perioperatif pasien dengan trakeostomi menunjukkan mikrogenia retrognatik, D. Pandangan lateral postoperatif menunjukkan pemanjangan dalam arah vertikal dan horizontal. Setelah 5 minggu dilakukan distraksi, pasien akhirnya mampu lepas dari trakeostomi.39

3.2.2.2 Bedah orthognatik

Selain distraksi osteogenesis, osteotomi mandibular dapat dilakukan untuk

memperpanjang rahang dan menyeimbangkan oklusi gigi. Tahap rekonstruksi ini

adalah tahap yang paling invasif dan memberatkan fisik pasien. Prosedur tambahan

seperti rhinoplasti dan genioplasti dapat dilakukan setelah osteotomi mayor.5 Tidak

ada timbul kesulitan tambahan yang muncul selain perlunya melepas alat metal jika

prosedur yang sama diulangi. Pada kasus ringan dapat digunakan osteotomi sagital

split, namun tetap lebih disukai osteotomi inverted L.3

Keuntungan dari osteotomi inverted L ini adalah dapat memperpanjang

mandibula atau memperluas mandibula ketika digunakan dengan tulang atau tulang

sintetis untuk grafting, mengkoreksi prognatism mandibula atau asimetri, prosesus

koronoid dan otot temporal tetap berada di posisi yang sebenarnya. Sedangkan

kerugiannya yaitu prosedur ini membutuhkan cangkok tulang dengan tulang ataupun

[image:35.612.151.562.85.211.2]
(36)

tulang sintetis untuk memperpanjang ramus mandibula, proses penyembuhan

membutuhkan waktu lebih lama. 3

Prosedur ini tidak mempengaruhi laju pertumbuhan, tetapi perubahan posisi

dan orientasi dari segmen proksimal dapat mengubah vektor pertumbuhan rahang

berikutnya. Diperkirakan prosedur ini dapat dilakukan kira-kira pada anak berusia di

atas 12 tahun.3

Gambar 16 A. Tampilan frontal preoperatif pasien berumur 16 tahun dengan sindroma Treacher Collins. Tidak pernah dilakukan koreksi sebelumnya, B. Pandangan frontal postoperatif, C.Pandangan lateral preoperative pasien yang sama, D. Pandangan lateral postoperatif 1 tahun setelah dilakukan bedah orthognatik25

[image:36.612.112.529.279.402.2]
(37)

BAB 4 KESIMPULAN

Sindroma Treacher Collins adalah kelainan yang diwariskan secara autosomal

dominan yang timbul akibat penyimpangan dalam pengembangan struktur wajah

selama morfogenesis histodiferensiasi antara 20 hari dan minggu ke-12 IU.9,11

Penyebab terjadinya Sindroma Treacher Collins dapat berupa mutasi de novo (60%

dari kasus) atau diwariskan oleh orang tua kepada anaknya (40% dari kasus).2,3,4,10

Patogenesis terjadinya Sindroma Treacher Collins disebabkan karena adanya

mutasi dari gen TCOF1. Gen TCOF1 terpeta dalam kromosom band 5q31.3-33.3.

Gen ini mengkode protein treacle, yang diperlukan dalam perkembangan kraniofasial

yang normal. Haploinsufisiensi TCOF1 mengurangi biogenesis ribosom, dimana

defisiensi biogenesis ribosom berhubungan dengan kurangnya proliferasi dalam sel

neural crest dan sel neuroepithelial yang diamati pada mutan TCOF1. Sebagai stabilisasi diaktifkan banyak gen efektor proapoptotik sehingga terjadi tingkat

kematian jaringan yang tinggi yang diamati dalam patogenesis Sindroma Treacher

Collins. 2,6,10

Manifestasi klinis Sindroma Treacher Collins dapat terjadi pada tulang

tengkorak, hidung dan jaringan lunak wajah, mata, telinga, mandibula dan maksila.

Gambaran yang sangat umum dari Sindroma Treacher Collins yaitu mata yang miring

ke bawah (89% dari kasus), hipoplasia mandibula (78% dari kasus) dan tulang

zigoma (81 % dari kasus).6,9 Diagnosa Sindroma Treacher Collins dapat berdasarkan

(38)

Penatalaksanaan pasien dibagi menjadi perawatan emergensi dan perawatan

definitif. Perawatan emergensi umumnya ditujukan untuk menangani jalan nafas bayi

yang baru dilahirkan dengan Sindroma Treacher Collins, dimana karena adanya

hipoplasia mandibula dan lidah yang retroposisi, menghambat jalan nafas bayi.

Penatalaksanaan jalan nafas dapat dengan melakukan trakeostomi, pembedahan

adhesi lidah-bibir, dan distraksi osteogenesis. Sedangkan perawatan definitif

ditujukan untuk mengkoreksi cacat kraniofasial yang diderita pasien, biasanya

dilakukan bedah orthognatik pada pasien yang telah selesai

(39)

DAFTAR RUJUKAN

1. Anonymous. Treacher Collins syndrome. <http://en.wikipedia.org/wiki/ Treacher_Collins_syndrome> (22 Agustus 2009).

2. Trainor PA, Dixon J, Dixson MJ. Treacher collins syndrome : etiology,

pathogenesis and prevention. European Journal of Human Genetics 2009; 17: 275-83.

3. Koppel DA, Moos KF. Treacher Collins Syndrome . In : Booth PW, Schendel

SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. Vol II. 2nd ed St. Louis : Churchill

Livingstone Elsevier, 2007 : 947-59.

4. Junior HM, Colette RD, Miranda RT, et al. Orofacial features of treacher collins

syndrome. 2009.

5. Posnick JC, Ruiz DL. Treacher collins syndrome : current evaluation, treatment,

and future directions. The Cleft Palate-Craniofacial Journal 2000; 37(5): 434. 6. Tolarova MM, Wong GB. Mandibulofasial dysostosis (treacher collins

syndrome). 2007. Agustus 2009).

7. Avery GB. Neonatology pathophysiology and management of the newborn. 2nd

Philadelphia : J.B. Lippincott Company, 1981 : 881.

8. Marks MW. Fundamental of plastic surgery. Philadelphia : W.B. Saunders

(40)

9. Belet N, Oztruk P, Belet U, et al. Treacher Collins Syndrome associated with foot

deformity and genital anomalies. Ankara Üniversitesi Tıp Fakültesi Mecmuası 2006; 59:19-22.

10.Sakai D, Trainor PA. Unmasking the role of Tcof1/treacle. The International

Journal of Biochemistry and Cell Biology 2009; 41 : 1229-32.

11.Magalhaes MHCG, Moreira CR, Paulo S. Clinical and imaging correlations of

treacher Collins syndrome. Oral Surg Oral Med Oral Patholl Pral Radiol Endod 2007; 103 : 836-42

12.Johnson C. A guide to understanding treacher collins syndrome.

<http://www.ccakids.com/Syndrome/TreacherCollins.pdf> (23 Agustus 2009)

13.Cleft Palate Foundation. Treacher collins syndrome. <http://www.cleftline.org/publications/treacher_collins> (23 Agustus 2009)

14.Anonymous. TCS genetic. <http://www.treachercollins.co.uk/gene/genes.htm>

(20 September 2009)

15.Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial

pathology. 2nd ed St. Louis : Mosby, 2004 : 39.

16.Arvedson JC, Brodsky L. Pediatric swallowing and feeding assessment and

management. Delhi : A.IT.B.S. Publishers & Distributors, 1993 : 25.

17.Tunnessen WW . Signs and symptoms in pediatrics. Philadelphia : J.B. Lippincott

Company, 1983 : 159, 193, 245.

18.Shafer WG, Hine MK, Leny BM. A textbook of oral pathology. 4th ed Canada :

(41)

19.David DJ. Treacher collins syndrome. In: Plastic and reconstructive surgery.

England : Bailliere Tindall, 1986 : 103-117.

20.Barton S. What is treacher collins syndrome.?. <http://

www.associatedcontent.com/image/482060/index.html?cat=25> (24 Oktober

2009)

21.International Archives of Otolaryngology. Treacher collins syndrome: review of

the literature. <http://www.arquivosdeorl.org.br/conteudo/acervo_eng.asp?id= 492> (24 Oktober 2009)

22.Marszalek B, et al. Clinical features, treatment and genetic background of

treacher collins syndrome. J Appl Genet 2002; 43(2) : 223-33.

23.Katsanis SH, Cutting GR. Treacher collins syndrome.

<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/bookshelf/br.fcgi?book=gene&part=tcs> (20

Oktober 2009)

24.Behrents RG, McNamara JA, Avery JK. Prenatal mandibulofacial dysostosis

(treacher collins syndrome). Cleft Palate Journal 1997; 14(1) : 13-34.

25.Kliegman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed Philadelphia : Saunders

Elsevier, 2007 : 1533-4.

26.Anonymous. Congenital craniofacial disorders: other craniofacial diagnoses.

<http://www.chsd.org/body.cfm?id=555753> (24 Oktober 2009)

27.Anonymous. Notching of lower eyelid. <http://www.jisppd.com/ articles/2008/26/2/images/JIndianSocPedodPrevDent_2008_26_2_88_41625_5.jp

(42)

28.Sanders B. Pediatric oral and maxillofacial surgery. St. Louis : The C.V. Mosby

Company, 1979 : 67.

29.El-Dawlatly AA, Alshimy A, Alhassan K. Difficult laryngoscopy made easy

using wuscope-univent tube technique for treacher collin's syndrome . The Internet Journal of Anesthesiology 2003; 1 (7).

30.Gale T. Treacher collins syndrome.

<http://www.novelguide.com/a/discover/gegd_0002_0002_0/gegd_0002_0002_0

_00422.html> (26 Oktober 2009)

31.Thimmappa B, Hopkins E, Schendel SA. Management of micrognathia.

American Academy of Pediatrics 2009; 10(10).

32.Stastny P. Back to sleep. <http://pennystastny.com/sids/back-to-sleep/> (4

November 2009)

33.Tolarova MM. Pierre robin malformation: treatment & medication.

<http://emedicine.medscape.com/article/995706-treatment> (4 November 2009)

34.Eliashar R, Gross M, Attal P, Hocwald E,

Sichel JY. “Starplasty” prevents tracheostomy complications in infants.

International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2004; 68: 325-9.

35.Koltai JP. Starplasty: a new technique of pediatric tracheostomy. Archives of

Otolaryngology - Head & Neck Surgery 1998; 124 (10) :1105-12.

36.Parsons RW, Smith DJ. A modified tongue lip adhesion for pierre robin

anomalad. Cleft Palate Journal 1980. 17 (2). 144-7

37.Jackson TI, Malhotra G. Congenital syndromes. <

(43)

38.Klein C. Importance of distraction osteogenesis for treacher collins syndrome

and syndromic severe mandibular hypoplasia. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2005; 34 : 53-4.

39.International Craniofacial Institute. Treacher collins syndrome. <http://www.craniofacial.net/treacher_collins_syndrome.htm > (20 Oktober

(44)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Jupita Frantiska

Tempat/ Tanggal Lahir : Tanjung Balai / 17 Juli 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Veteran No 19 K, Medan

Orangtua

Ayah : Rudy Setiawan

Ibu : Fan Mirah

Alamat : Jl. Asahan No 106 , Tanjung Balai

Riwayat Pendidikan

1. 1993-1994 : TK Sisingamangaraja XII, Tanjung Balai

2. 1994-2000 : SD Sisingamangaraja XII, Tanjung Balai

3. 2000-2003 : SLTP Swasta Sutomo 1, Medan

4. 2003-2006 : SMA Swasta Sutomo 1, Medan

Gambar

Gambar 1.  Kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, T mewakili gen dominan, yang menyebabkan terjadinya Sindroma Treacher Collins; t mewakili gen resesif yang merupakan gen normal14
Gambar 2. Dasar  perkembangan anomali kraniofasial Sindroma Treacher Collins2 2A.Pewarnaan Skeletal pada embrio tipe liar, 2B
Gambar 3. A. Gambar kiri menunjukkan perkembangan neuroepithelium yang normal, gambar patogenesis terjadinya Sindroma Treacher Collins.tengah menunjukkan apoptosis neuroepithelium dan pengurangan pembentukan dan migrasi sel neural crest, gambar kanan menun
Gambar 4. Tulang tengkorak dengan defek kraniofasial pada pasien Sindroma Treacher Collins20
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biaya produksi tidak langsung yang biasanya disebut biaya overhead pabrik merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan menghasilkan produk selain biaya bahan baku

Langkah-langkah (tahap-tahap) pembelajaran berbasis masalah yang telah dikemukakan terlihat bahwa pembelajaran berbasis masalah pada intinya merupakan suatu strategi

Dalam Peraturan Daerah Kota Malang nomor 8 Tahun 2006 dijelaskan bahwa meter air adalah alat ukur untuk mengetahui volume pengambilan air yang telah ditera atau

Untuk mengetahui pendidikan agama dalam keluarga di Dusun Banaran Desa Banyukuning penulis memperoleh data dari hasil angket yang telah diberikan kepada responden. Angket

Sampel urin yang digunakan untuk urinalisa khususnya dalam pemeriksaan skrining maupun diagnosa infeksi saluran kemih tidak boleh dilakukan penundaan transport

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman hijauan pakan indigenous tertinggi di pegunungan kapur Gombong Selatan adalah pada wilayah dengan tingkat kerapatan

[r]

Apabila kondisi kerja baik maka hal tersebut dapat memacu timbulnya rasa puas dalam diri karyawan yang pada akhirnya dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja karyawan,