Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan
Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Julidia Safitri Parinduri
O41101011
Skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Judul : Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik medan
Nama : Julidia Safitri Parinduri
Nim : 041101011
Tahun Akademik : 2008/2009
Pembimbing Penguji
……….. ………. Penguji 1
Cholina T Srg, M.Kep,Sp.KMB Cholina T Srg, M.Kep,Sp.KMB
NIP.132 299 795 NIP.132 299 795
………. Penguji 2 Salbiah, S.Kp, M.Kep NIP.132 296 507
……… Penguji 3 Rika Endah N, S.Kp
NIP.132 282 646
Program Studi Ilmun Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan.
………. ………..
Erniyati, S.Kp, MNS Prof Dr. Guslihan dasa Tjipta, Sp. A(K)
NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363
Judul : Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene Oleh Perawat di Rumah Sakit
H. Adam Malik Medan Peneliti : Julidi Safitri Parindur i
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan FK-USU Tahun Akademik : 2008-2009
ABSTRAK
Tingkat kepuasan pasien sering kali dipandang sebagai suatu komponen yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Sebagai salah satu dari standar asuhan keperawatan, memberikan bantuan pemeliharaan personal higiene bagi pasien immobilisasi dianggap sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan, mencegah terjadinya penyakit nosokomial dan mencegah berlanjutnya keadaan immobilitas seseorang.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit. Desain penelitian ini adalah deskriftif dengan jumlah pasien 57 orang dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kusioner yang terdiri dari data demografi, pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat.
Hasil yang diperoleh untuk pelaksanaan personal hygiene oleh perawat sangat tidak memuaskan yaitu sebanyak 32 orang (56,2%), tidak memuaskan sebanyak 23 orang (40,5%) dan memuaskan 2 orang (3,5%). Untuk tingkat kepuasan pasien, 2 orang (3,6%) menyatakan sangat tidak memuaskan, 6 orang (10,6%) menyatakan tidak memuaskan, 35 orang (61,6%) menyatakan memuaskan, dan 14 orang (24%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan pasien immobilisasi dalam pemenuhan pelaksanaan personal hygiene oleh perawat di RSUP H Adam Malik Medan berada dalam kategori memuaskan.
Kata kunci : Tingkat kepuasan, personal higiene, immobilisasi
KATA PENGANTAR
Puji sukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
anugrahnya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi judul “Tingkat Kepuasan Pasien
Immobilisasi dalam Pemenuhan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, sebagaimana lazimnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Gontar A
Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) selaku pembantu Dekan 1, kepada
Ibu Erniyati, S.kp, MNS selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas. Terima kasih kepada Ibu Ellyta Aizar, S.Kp selaku
penasehat akademik, Ibu Cholina T Srg, S.Kep.Ns.M.Kep, selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan waktu dan masukan yang berharga dalam
menyelesaikan skripsi ini. Ibu Salbiah, S.Kp, M.kep dan Ibu Rika Endah N. S.Kp
selaku dosen penguji, dan seluruh staff dosen PSIK yang telah memberikan berbagai
ilmu yang bermamfaat sebagai bekal dalam menyelesaikan skripsi ini, seluruh staff
Terima kasih juga diucapkan kepada pihak RSUP H. Adam Malik mulai dari staff
administrasi, kapokja, dan setiap kepala ruangan yang memberikan izin penelitian
kepada peneliti.
Terkhusus terima kasih diucapkan kepada Ayahanda Tersayang Alm
Jalaluddin Parinduri dan Ibunda Dernia S.PdI yang tidak pernah bosan mencurahkan
perhatian, doa dan pengorbanan baik moril maupun materil. Untuk itu aku ingin
menjadi seseorang yang pantas kau banggakan dan kebanggaan terbesarku adalah
karena aku terlahir sebagai putrimu. Juga untuk abanganda Permadiansyah Parinduri
S.Sos yang selalu memberikan dukungan serta semangat dan adekku tersayang Ade
Junita Parinduri, Islah Rizki Parinduri, tobang Rakisah Lubis dan Nenek tersayang,
yang selalu menghadiahkan kecerian, dorongan serta semangat ketika aku
menghadapi semua masalah dan menjadi alasan bagiku untuk tetap semangat. Terima
kasih buat bang Rijal Dan kak Nuraini. Dan juga sahabat-sahabatku tersayang Eka,
Evi, Nina, Kiki, Aini, Jawad dan Amri, Cikwan, Asyura, Cinta dan Kak Nia yang
selalu memberi semangat dan bantuan serta menemaniku melewati hari-hari yang
indah. Semoga persahabatan kita tetap abadi. Teman-teman Stambuk 04 yang
berjuang bersama dalam menyelesaikan pendidikan di PSIK.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermamfaat bagi kita
semua dan dapat memberikan informasi yang berharga di dunia kesehatan khususnya
keperawatan.
Medan, juli 2009 Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1
2. Tujuan Penelitian ... 4
3. Manfaat Penelitian... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepuasan pasien ... 6
1.1 Pengertian Kepuasan dan Teori kepuasan ... 6
1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan... 10
1.3 Mengukur Tingkat kepuasan ... 20
1.4 Manfaat Mengukur Kepuasan ... 22
1.5 Klasifikasi Kepuasan ... 23
2. Immobilisasi ... 25
2.1 Pengertian Immobilisasi ... 25
2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Immobilisasi ... 26
2.3 Efek dari Immobilisasi ... 27
3.1 Pengertian Personal Higiene ... 31
3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Higiene ... 32
3.3 Macam-Macam Tindakan Personal Higiene dan Manfaatnya ... 33
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 38
2. Kerangka Operasional ... 39
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian ... 41
2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42
4. Pertimbangan Etik ... 42
5. Alat Penelitian ... 43
5.1. Kuesioner Data Demografi ... 43
5.2. Kuesioner Pelaksanaan Personal Higiene yang dilakukan oleh perawat ... 43
5.3. Kuesioner Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat ... 43
6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44
7. Prosedur Pengumpulan Data ... 45
8. Analisa Data ... 45
Karakteristik responden ... 48
Pelaksanaan Personal Higiene yang dilakukan oleh Perawat ... 49
Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi ... 50
2. Pembahasan... 50
Karakteristik Pasien ... 51
Pelaksanaan Personal Higiene yang dilkukan oleh Perawat ... 51
Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi ... 53
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 54
2. Rekomendasi ... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Uji Validitas Isi
2. Uji Reliabilitas
3. Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian
4. Instrumen Penelitian
5. Surat Izin Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 5. 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden diruangan Rindu A dan
Rindu BRSUPH.AdamMalikMedan (n=57)………... 51
Tabel 5. 2 Distribusi frekuensi pelaksanaan personal higiene yang dilakukan
oleh perawat di ruangan Rindu A dan Rindu B RSUP H. Adam
Malik Medan (n=57)... 52
Tabel 5. 3 Distribusi frekuensi tingkat kepuasan pasien immobilisasi terhadap
pelaksanaan personal higiene oleh perawat di ruang Rindu A dan
Rindu B RSUP H.Adam Malik Medan (n=57)……… 52
Judul : Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene Oleh Perawat di Rumah Sakit
H. Adam Malik Medan Peneliti : Julidi Safitri Parindur i
Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan FK-USU Tahun Akademik : 2008-2009
ABSTRAK
Tingkat kepuasan pasien sering kali dipandang sebagai suatu komponen yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Sebagai salah satu dari standar asuhan keperawatan, memberikan bantuan pemeliharaan personal higiene bagi pasien immobilisasi dianggap sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan, mencegah terjadinya penyakit nosokomial dan mencegah berlanjutnya keadaan immobilitas seseorang.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit. Desain penelitian ini adalah deskriftif dengan jumlah pasien 57 orang dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kusioner yang terdiri dari data demografi, pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat.
Hasil yang diperoleh untuk pelaksanaan personal hygiene oleh perawat sangat tidak memuaskan yaitu sebanyak 32 orang (56,2%), tidak memuaskan sebanyak 23 orang (40,5%) dan memuaskan 2 orang (3,5%). Untuk tingkat kepuasan pasien, 2 orang (3,6%) menyatakan sangat tidak memuaskan, 6 orang (10,6%) menyatakan tidak memuaskan, 35 orang (61,6%) menyatakan memuaskan, dan 14 orang (24%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan pasien immobilisasi dalam pemenuhan pelaksanaan personal hygiene oleh perawat di RSUP H Adam Malik Medan berada dalam kategori memuaskan.
Kata kunci : Tingkat kepuasan, personal higiene, immobilisasi
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Keperawatan merupakan bentuk pelayanan profesional dalam memberikan
asuhan keperawatan secara berkesinambungan dalam bentuk manusiawi
komprehensif dan individualistik, sejak pasien membutuhkan pelayanan sampai
pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara produktif untuk diri sendiri dan
orang lain (Kusnanto, 2004). Pemenuhan kebutuhan sehari-hari tersebut dapat
terganggu akibat ketidak mampuan pasien, kurang pengetahuan, kondisi penyakit,
dan motivasi diri selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Soejadi (1996) menyatakan di rumah sakit, pasien merupakan individu
terpenting sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Sebagai
konsumen pasien tidak hanya berhenti sampai penerimaan pelayanan, tetapi bertindak
sampai mengevaluasi proses pelayanan tersebut sehingga menghasilkan perasaan
puas atau tidak puas (Sumarwan, 2003).
Kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap pasien memperoleh hasil yang
optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap kemampuan pasien/keluarga,
terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memprioritaskan kebutuhan pasien.
Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan
merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pasien yang rendah akan
berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas
terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan
meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Heriandi,
2006).
Mutu pelayanan sangat ditentukan oleh seberapa banyak pelayanan yang
diberikan oleh pihak kesehatan terutama perawat karena perawat memiliki peranan
selama 24 jam penuh di lingkungan pasien (Kosasih, 2000). Oleh karena itu perawat
selalu diminta bantuannya oleh pasien untuk memenuhi semua kebutuhan selama
menjalani perawatan di rumah sakit. Salah satu kebutuhan yang harus dibantu oleh
perawat yaitu memelihara kebersihan untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan
fisik serta mentalnya terutama pada pasien immobilisasi (Tarwoto, 2004).
Pasien immobilisasi tidak mampu bergerak bebas sehingga memerlukan
perhatian lebih dari perawat dalam memelihara personal higiene. Pengaruh langsung
dari immobilisasi salah satunya tidak terpenuhinya personal higiene karena
terbatasnya kemampuan untuk memenuhinya. Dengan membantu memelihara
kebersihan perorangan bermanfaat untuk mencegah penyakit–penyakit tertentu akibat
dari penekanan tubuh yang terlalu lama sehingga vaskularisasi ke area takanan
terganggu/terhenti. Selain itu dengan membantu memelihara kebersihan perorangan
pada pasien immobilisasi dapat membantu mencegah terjadinya luka pada jaringan
menjadi nekrosis yang disebut dekubitus dan mencegah terjadinya beberapa penyakit
nosokomial serta mencegah berlanjutnya keadaan immobilitas seseorang (Haryati,
2007).
Hasil penelitian Suryawati (2006) yang dilakukan untuk meneliti kepuasan
disimpulkan bahwa mayoritas mereka puas dengan pelayanan yang telah diterima,
dengan persentase terendah pada kondisi fisik ruang perawatan pasien (68,62%) dan
tertinggi pada pelayanan dokter (76,24%). Tanpa mengecilkan perhatian pada
pelayanan yang lain, kondisi kebersihan, keindahan dan kenyamanan ruang
perawatan pasien terdapat 24,73% responden menyatakan kurang/tidak memuaskan.
Bila dilihat dari pendapat tidak dan kurang puas, maka berturutan yang ”paling
bermasalah” yaitu: kondisi fisik ruang perawatan, sarana medis dan obat-obatan,
pelayanan makan pasien, pelayanan kebersihan pasien, administrasi dan keuangan,
pelayanan masuk rumah sakit umum Jawa Tengah.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Pertiwi (2002), di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh gambaran bahwa 40% dari 47 pasien
mengatakan tidak pernah dibantu untuk mandi, menggosok gigi, dan membersihkan
mulut, 42% menyatakan tidak pernah membersihkan atau memotong kuku, serta 42%
tidak pernah dibantu untuk membersihkan atau merapikan rambut. Dari keseluruhan
tindakan untuk membantu mempertahankan personal higiene bagi pasien ini
diperoleh jawaban 12,3% menyatakan sangat puas, 30,8% menyatakan puas, 49,4%
menyatakan tidak puas, dan 7,4% sisanya menyatakan sangat tidak puas.
Permasalahan yang terjadi dilapangan dan berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, dalam peraktek sehari-hari perawat cenderung meninggalkan tindakan
mandiri keperawatan. Terkadang perawat berpandangan bahwa seorang perawat
dikatakan profesional bila ia mampu melakukan tindakan yang kadang berada diluar
area kemandirian perawat itu sendiri. Sebagian bentuk tindakan mandiri perawat,
pekerjaan perawat, sehingga banyak perawat yang enggan bahkan terkesan malu
untuk melaksanakannya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti, diperoleh data
dari bagian rekam medik Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menyebutkan bahwa
pada periode bulan Januari hingga Juni 2008 jumlah pasien yang di rawat di ruang
rawat inap dewasa berjumlah 9977. Dari jumlah tersebut pasien immobilisasi yang
terdiri dari pasien fraktur yang menjalani rawat inap 5,72 %, pasien stroke sistemik
1,03 %, stroke hemoragik 1,38 % (Bagian Rekam Medik RSU H. Adam Malik
Medan, November 2008).
Melihat fenomena di atas dan belum adanya penelitian terhadap tingkat
kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh
perawat maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana tingkat kepuasan tentang
pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh perawat di Rumah Sakit H. Adam
Malik Medan khususnya pada pasien immobilisasi.
2. Tujuan penelitian
2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang
pelaksanaan pemenuhan personal higiene yang dilakukan oleh perawat di rumah
sakit.
2.2 Tujuan khusus
2. Untuk mengetahui pelaksanaan tindakan personal higiene yang dilakukan
oleh perawat terhadap pasien immobilisasi.
3. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi dalam pemenuhan
personal higiene.
3. Manfaat penelitian
1. Institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi institusi pendidikan
tentang bagaimana tingkat kepuasan pasien immobilisasi terhadap pelaksanaan
pemenuhan kebutuhan personal higiene.
2. Tim pelayanan keperawatan
Agar dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien, selama
memberikan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pasien immobilisasi.
3. Penelitian keperawatan
Manfaat penelitian ini bagi aspek penelitian keperawatan adalah sebagai
data awal dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
4. Pasien
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan pasien sebagai informasi
tambahan dalam pemilihan rumah sakit yang memberikan kepuasan sesuai
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1 Kepuasan Pasien
1.1 Pengertian Kepuasan dan Teori Kepuasan
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa
senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan
sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan
kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk
mendapatkan pelayanan suatu jasa (Purwanto Setiyo, 2007).
Menurut Oliver (1998., dalam Supranto, 2001) mendefinisikan
kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan
merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan
harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat
kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas.
Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas.
Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar
dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang
puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi
komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.
Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi
kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau
produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi
pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk.
Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu
pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap
yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998
dalam Awinda, 2004).
Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang
dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari
persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan
salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal
yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan
dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik
kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut
(Purnomo, 2002).
Ada beberapa teori mengenai kepusaan. Teori yang menjelaskan
apakah pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang
diharapkan (expectation-performance theory) yang menyatakan bahwa
kepusan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang
diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang
sesuai dengan yang diharapakan,ia akan merasa tidak puas. Kepuasan atau
ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara
memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya
(Purnomo, 2002).
Teori Kotler (1997) dalam Service Quality, kepuasan pelanggan
merupakan kondisi terpenuhinya harapan pelanggan atas service/pelayanan
yang diberikan. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi
harapan/ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya apabila
pelayanan yang diberikan ternyata di bawah ekspektasi, mereka cenderung
tidak puas. Oleh karena itu, mengetahui ekspektasi pelanggan sangat penting
untuk dipahami. Sedangkan teori wexley dan Yukl (1988) bahwa seseorang
akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi yang dibutuhkan dengan
kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dalam banyak hal penting yang
dibutuhkan, maka semakin besar rasa ketidakpuasan (Utama, 2005).
Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki
konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Valentine
(1997) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan dan perilaku perawat
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien (dikutip
dari Wolf, Miller, & Devine, 2003).
Soejadi (1996) mengatakan, pasien adalah merupakan individu
terpenting di rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah
sakit. Didalam suatu proses keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan
mengevaluasi pelayanan yang diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi
itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas (Sumarwan, 2003).
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien
adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas
merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan
terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien
merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada
orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien
suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu
sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk
mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan atau
kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh
perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat
bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan
konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan
konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.
Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang
menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh
konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan,
yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka
konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen
konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan
antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima
oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan
kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau
jasa.
Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa
dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan
konsumen individu. Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada
kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau
mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan
mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo,
1999). Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka
yang di obati dirumah sakit.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu
karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan
kesehatan.
1.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan
Menurut Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada
1. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen
terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu
kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi
perusahan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam
hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang
menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis
adalah produk atau jasa yang dijual (Lusa, 2007).
2. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh
pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat
bersumber dari faktor yang relatif sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit,
petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside, 1989). Prioritas
peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan
dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah dan
sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis
3. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum
terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang
sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki
tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga
berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan
kesehatan (Robert dan Richard, 1991). Perasaan itu meliputi senang
karena pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga
mendapat pelayanan yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan
kekecewaan terhadap suatu pelayanan tertentu sangat mempengaruhi
pemilihan terhadap rumah sakit.
4. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama
tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
Thraser (2008), menyatakan Pasien yang memiliki pendapatan tinggi
menunjukkan adanya kepuasan terhadap tindakan keperawatan yang
diterima dan merasa diperhatikan.
5. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan
biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan
jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
Menurut, Lusa (2007) , biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan
kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan,
perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat
masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat
miskin,dan sebagainya. Selain itu, efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu
pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang
berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya
perawatan.
Tjiptono (1997) yang dikutip dari Purwanto Setiyo (2007) kepuasan
pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu :
1. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik
operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh
pada kepuasan yang dirasakan. Kinerja tenaga perawat, adalah
perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses
layanan medis, layanan non medis, sikap, penyampaian informasi, dan
tingkat kunjungan (Utama, 2003). Wujud dari kinerja ini misalnya :
kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam
memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu
penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi
kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan
memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan
rumah sakit.
Selain hal di atas kompetensi juga merupakan salah satu
indikator penilaian kinerja petugas kesehatan khususnya perawat.
Berdasarkan kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam
pertanyaan kecepatan pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam
penggunaan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang
dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dan sebagainya.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan
karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh
jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti
televisi, AC, sound system, dan sebagainya. Aspek-aspek di atas
terbukti memberi dampak dalam mempengaruhi kepuasan klien
terahadap suatu pelayanan kesehatan, dimana klien mengaku senang
dan nyaman dengan adanya fasilitas tambahan yang mendukung
3. Keandalan (reliability), sejauh mana kemungkinan kecil akan
mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas
pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang
dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu
dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan
pelayanan keperawatan dirumah sakit. Pada penelitian Marajabessy
(2008) tentang tingkat kepuasan pada salah satu rumah sakit daerah, Ia
menemukan bahwa dimensi pelayanan yang paling besar pengaruhnya
adalah keandalan (reliability).
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu
sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang
telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi
terpenuhi seperti peralatan pengobatan. Aspek ini tidak hanya
menentukan kepuasan pasien, tetapi juga sebagai indikator akreditasi
menurut Depkes RI (Suryawati, 2006).
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk
tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur
ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya :
peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.
6. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan
keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat
dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang
bagi klien. Oleh karena itu, keberadaan perawat setiap waktu di sisi
klien sangat berpengaruh dalam memenuhi service ability yang
memuaskan (Runny, 2008). Bailey (2007), menemukan adanya
ketidakpuasan pada pasien yang memperoleh pelayanan dari perawat
malam dikarenakan ketidakmampuan perawat untuk mengetahui
kebutuhan pasien secepatnya dan memberi pelayanan yang cepat dan
kebutuhan psikologis mereka.
7. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh
panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit
yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi
kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan
sebagainya. Saat ini , petugas kesehatan harus memahami pentingnya
sikap dalam melayani pasien/ keluarganya sehingga pasien kurang
puas akan mutu pelayanan yang diberikan (Henriadi, 2007).
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi
rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang
diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan
keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung
jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien
masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.
Kualitas yang dipersepsikan akan mempengaruhi harapan klien
dengan harapannya, maka dia akan merasa puas (Tharser dan
Stephenson, 2008).
Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :
1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit
yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk
rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan
tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin
mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
Herianto dan kawan-kawan (2005) menemukan, ekspektasi masyarakat
terhadap harga yang murah ditemukan cukup tinggi. Ini dikarenakan
masyarakat miskin di Indonesia memang cukup tinggi.
3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang
berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk
pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat dijabarkan
diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa
tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi,
kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat,
pengukuran suhu dsb (Lusa, 2007). Misalnya : pelayanan yang cepat,
tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.
4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau
mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di
rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya (Heriandi, 2007).
Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang
mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan
semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit
tersebut.
5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.
Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun
rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam
penyusunan strategi untuk menarik konsumen.
Berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang
kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian (reaksi afeksi)
terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun
terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi
rumah sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah
sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien(Utama,
2003).
6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap
lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan
pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan
dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan
rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari
informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain
maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif
terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. pasien
akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan
harapan-harapan yang diinginkan pasien.
7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang
tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau
sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan
ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah,
kesegaran ruangan dan lain-lain (Lusa, 2005).
8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah
sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya
bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang
berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat
yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
Menurut Lusa (2007), aspek ini tidak hanya penting untuk
memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada
pasien. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal
yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran,
dan lain-lain adalah aspek penting yang menentukan kepuasan. aspek ini
dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan,
kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata
letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran
ruangan dan lain-lain. Perawat harus memperhatikan aspek ini.
9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa
dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang
memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah
sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah
sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien
adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik
produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain
visual.
Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata,
keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi
dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi
kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa
outcome tak sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani
dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya (Suryawati dkk,
2006).
1.3 Tingkat Kepuasan dalam pelayanan keperawatan.
Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan, teori Fitzmmons
dalam Purnomo (2004), mengatakan bahwa tingkat kepuasan pasien dalam
1. Reliability
Kemampuan untuk memberikan jenis pelayanan yang tepat dan benar
sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan atau
memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat dan
konsisten missal penerimaan pasien yang cepat, tepat dan tidak berbelit,
pelayanan pemeriksaan, pengobatan, perawatan serta perawat menjelaskan apa
yang harus dipatuhi pasien atau tidak bisa dilanggar oleh pasien (Munin, 2004).
2. Responsiveness
Kesadaran atau keinginan karyawan untuk membantu konsumen dan
memberikan pelayanan dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengar
dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen misalnya penyediaan sarana
yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat (kotler 2000).
3. Assurance
Pengetahuan atau wawasan, kesopan santunan, percaya diri dari
pemberi pelayanan, serta respek terhadap konsumen. Kemampuan karyawan
untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah
dikemukakan terhadap pasien misal kepecayaan pasien terhadap jaminan
kesembuhan dan keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk
pengetahuan perawat dalam memberikan tindakan pelayanan yang sopan dan
4. Tangibels
Penampilan para pegawai dan pasilitas fisik lainnya, seperti peralatan,
berbagai materi komunikasi (Alma, 1992). Dalam Munin (2004) menyebutkan
yang termasuk aspek tangible adalah gedung, tarif rumah sakit, kebersihan
serta penataan ruangan serta perlengkapan yang menunjang pelayanan.
5. Empathy
Kemauan pemberi pelayanan untuk melakukan pendekatan, memberi
perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan
pasien missal kebutuhan BAK, BAB, personal higiene dan lain-lain. Kesediaan
karyawan untuk peduli memberikan perhatian kepada pasien missal karyawan
mencoba mendekatkan diri pada pasien, jika pasien mengeluh maka harus
dicari solusi untuk mengatasi keluhan tersebut dengan menunjukkan rasa
peduli yang tulus dan penuh kesabaran (Kottler, 2000).
1.4 Mengukur Tingkat Kepuasan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau
penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Supranto
(2001), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentu pelanggan,
kemudian dimonitor dari tingkat kualitas yang diinginkan dan akhirnya
merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan
serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan
dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan
(kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan
yang pernah dirasakan sebelumnya.
Menurut Kotler (2003), ada beberapa macam metode dalam
pengukuran kepuasan pelanggan :
a. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)
memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk
menyampaikan saran dan keluhan. Misalnya dengan menyediakan kotak
saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan.
b. Ghost shopping
Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pengguna potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan
dan kelemahan produk rumah sakit dan pesaing berdasarkan pengalaman
mereka.
c. Lost customer analysis
Rumah sakit seyogianya menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal
d. Survei kepuasan pelanggan
Penelitian survei dapat melalui pos, telepon dan wawancara
langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai
elemen penawaran berdasarkan derajad pentingnya setiap elemen dan
seberapa baik perusahaan dalam masing-masing elemen
(importanse/performance ratings). Melalui survei perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan
dan juga memberikan tanda positif bahwa rumah sakit menaruh perhatian
terhadap para pengguna jasa pelayanannya.
Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan
berbagai cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan
wawancara. Adapun penggunaan kuesioner adalah cara yang paling sering
digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan, seperti proses yang
mudah dan murah, menghasilkan data yang telah terstandarisasikan, dan
terhindar dari bias pewawancara (Pohan, 2006).
1.5 Manfaat Pengukuran Kepuasan
Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah
tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil
pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya,
membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus
dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada
a. pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi,
yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada
pelanggan.
b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar
prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu
yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama
bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang
memberi pelayanan.
d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki
mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi
ini juga bisa datang dari pelanggan.
e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat
produktivitasnya yang lebih tinggi.
Menurut Azwar (2003), didalam situasi rumah sakit yang
mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah
pasien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh
bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut :
a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati
diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang
ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena
merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.
c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.
Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan
pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan
menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya
pendapatan rumah sakit).
d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti
perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit
yang mempunyai citra positif.
e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan
lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak- hak
pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga
malpraktek tidak terjadi.
1.6 Klasifikasi kepuasan
Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan
dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :
a) Sangat memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian
besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk
atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya
menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.
b) Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien,
yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau
sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih
(untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang
ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang
kategori sedang.
c) Tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai
kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak
lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah.
d) Sangat tidak memuaskan.
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai
kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat
(untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini
menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.
Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan likert dikenal
agak puas, dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya ; sangat
puas bobotnya 3, agak puas bobotnya 2, dan tidak puas bobotnya 1 (Utama,
2003).
2 Immobilisasi
2.1 Pengertian Immobilisasi
Konsep immobilitas merupakan hal relatif dalam arti tidak saja kehilangan
pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktivitas dari normalnya. Pada
keadaan immobile, pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada
sertiap aspek kehidupan. Jadi immobilisasi adalah ketidakmampuan untuk
bargerak bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau
dibatasi secara teraupetik (Potter & Perry, 2006).
Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah
keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktifitas). Immobilisasi pada
pasien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, fraktur
pada ekstremitas, atau menderita kecacatan (Asmadi, 2008).
Menurut Aziz (2006), secara umum kondisi yang dihadapi pasien, ada
beberapa macam keadan immobilitas, antara lain :
a. Immobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan
didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
b. Immobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
c. Immobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d. Immobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi immobilisasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), faktor – faktor yang
mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagi berikut :
a. Gangguan muskuloskletal
Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh beberapa keadaan
tertentu yang menggangu pergerakan tubuh seseorang misalnya ;
b. Gangguan kardiovaskuler
Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas
fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi, peningkatan
valsalva maneuver.
c. Gangguan sistem pernapasan
Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh terhadap
mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernapasan, bertambahnya
sekresi paru, atelektasis, hipostatis pneumonia.
2.3 Efek dari immobilisasi
Menurut Asmadi (2008), ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan
akibat immobilisasi fisik ini antara lain :
a. Sistem Integumen
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti
abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada imobilisasi
terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengn yang lain, dan
penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi ischemia
pada jeringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan
adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk.
b. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan
utama yaitu hipotensi, ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
c. Sistem respirasi
Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
immobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan
penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan
anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang
meningkat oleh permukaan paru.
d. Sistem perkemihan
Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam kondisi
normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang
disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan
ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati
ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan
dalam pelvis renal. Kondisi ini berpotensi tinggi untuk menyebabkan
terjadinya infeksi saluran kemih.
e. Sistem muskuloskletal
Immobilisasi menyebabkan penurunan massa otot (atrofi otot) sebagai akibat
dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga
mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya
koordinasi pergerakan. Immobilisasi juga dapat menyebabkan perubahan
hiperkalsiuria yang kemudain menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atrofi
otot, immobilisasi juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot.
f. Sistem neurosensoris
Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien
immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada
ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan
gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan
pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal dari gips,
mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa
nyeri yang hebat.
g. Perubahan prilaku
Perubahan prilaku sebagai akibat immobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus
tidur, menurunnya koping mekanisme dan menurunnya perhatian serta
kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri.
Selain ini Potter dan Perry (2005), juga menyatakan ada beberapa
akibat yang ditimbulkan oleh keadaan imobilisasi fisik antara lain:
1. Pengaruh fisiologis
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi
gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur
pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi
yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh immobilisasi lansia
2. Perubahan metabolik
Immobilisasi menggangu fungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik,
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, ketidakseimbangan kalsium, dan
gangguan pencernaan. Keberadaan proses infeksius pada pasien immobilisasi
mengalami peningkatan BMR diakibatkan karena demam atau penyembuhan
luka.
3. Perubahan sistem respiratori
Pasien immobilisasi berisiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru.
Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia
hipostatik. Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, adanya
penurunan sebanding kemampuan pasien untuk batuk produktif. Sehingga
penyebaran mukus dalam bronkus meningkat, terutama pada pasien dalam
posisi telentang, telungkup, atau lateral. Mukus menumpuk diregio yang
dependen disaluran pernapasan, karena mucus merupakan media yang sangat
baik untuk pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.
4. Perubahan sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi immobilisasi. Ada tiga perubahan
utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus.
5. Perubahan sistem muskuloskeletal
Pengaruh immobilisasi pada sistem muskoskletal meliputi gangguan mobilisasi
permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot pasien melalui
Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal
adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.
6. Perubahan sistem intagumen
Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenic paling umum dalam perawatan
kesehatan dimana berpengaruh terhadap pasien khusus lansia dan yang
imobilisasi. Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia jaringan. Jaringan
yang tertekan, darah membelok, dan konstriksik kuat pada pembuluh darah
akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur dibawah kulit, sehingga
respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati.
7. Perubahan eliminasi urin
Eliminasi urin pasien berubah oleh adanya immobilisasi. Pada posisi tegak
lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk kedalam ureter dan
kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika pasien dalam posisi rekumben atau
datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar. Ginjal yang membentuk urine
harus masuk kadalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat
kontriksi pristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gravitasi, pelvis
ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk kedalam ureter. Kondisi ini disebut
statis urine dan meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.
8. Pengaruh psikososial
Immobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual, sensori, dan
3 Personal Higiene
3.1 Pengertian Personal Higiene
Personal higiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara
kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya (Potter dan Perry, 2005). Dalam
kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis
seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan
kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang
diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah
masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi
kesehatan secara umum (Tarwoto dan Wartonah, 2004).
Pemeliharaan personal higiene diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu memenuhi kebutuhan
kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau tantangan fisik memerlukan bantuan
perawat untuk melakukan praktik kesehatan yang rutin. Selain itu, beragam faktor
pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik higiene pasien. Perawat
menentukan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri dan memberikan
perawatan higiene menurut kebutuhan dan pilihan pasien (Potter & Perry, 2005).
3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Higiene
Menurut Potter & Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal
higiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :
Penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya higiene
pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang
tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra
tubuh mempengaruhi cara mempertahankan higiene. Citra tubuh pasien
dapat berubah akibat pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus
membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan higiene.
2. Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seorang pelayan berhubungan dapat
mempengaruhi praktik higiene pribadi.
3. Status sosioekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat
praktik kebersihan yang digunakan. Perawat harus menentukan apakah
pasien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodoran,
sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika
penggunaan dari produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan sosial
yang dipraktikan oleh kelompok sosial pasien.
4. Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya higiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik higiene. Kendati demikian, pengetahuan
itu sendiri tidaklah cukup. Pasien juga harus termotivasi untuk memelihara
5. Kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan pasien dan nilai pribadi mempengaruhi
perawatan higienis. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda, mengikuti
praktik perawatan diri yang berbeda.
6. Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang
Setiap pasien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan
untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Orang yang
menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi seringkali
kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan higiene pribadi.
Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan
traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung,
neurologist, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau
menjadikan pasien tidak mampu dan memerlukan perawat untuk melakukan
perawatan higienis total.
3.3 Macam-Macam Tindakan Personal Higiene dan Manfaatnya
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan
kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang
dikatakan memiliki personal higiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga
kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan
gigi, kebersihan dan kerapihan pakaiannya, kebersihan mata, hidung, dan telinga,
Manfaat yang dapat diperoleh dari tindakan pemeliharaan personal higiene
yang dilakukan oleh perawat selama memberikan asuhan keperawatan dirumah
sakit antara lain, Potter & Perry (2005).
3.3.1 Memandikan di tempat tidur
Memandikan pasien adalah bagian perawatan higienis total. Mandi dapat
dikategorisasikan sebagai pembersihan atau teraupetik. Keluasan mandi pasien
dan metode yang digunakan untuk mandi berdasarkan pada kemampuan fisik
pasien dan kebutuhan tingkat higiene yang diperlukan. Mandi di tempat tidur
yang lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan
memerlukan perawatan higienis total.
Secara garis besar tujuan memandikan pasien diatas tempat tidur meliputi :
1. membersihkan kulit dan menghilangkan bau badan yang tidak sehat.
2. memberikan rasa nyaman dan relaksasi
3. merangsang sirkulasi darah pada kulit.
4. mencegah infeksi pada kulit.
5. mendidik pasien dalam kebersihan perorangan.
3.3.2 Perawatan Rambut
Penampilan dan kesejahteraan seseorang sering kali tergantung dari cara
penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan
mencegah pasien untuk memelihara perawatan rambut sehari- hari. Rambut
yang lengket atau larutan antiseptik pada rambut. Menyikat, menyisir, dan
bersampo adalah cara-cara dasar higienis untuk semua pasien. Pasien juga harus
diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan.
Pertumbuhan, distribusi, dan pola rambut dapat menjadi indikator status
kesehatan umum. Perubahan hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan,
infeksi, dan penyakit tertentu atau obat- obatan dapat mempengaruhi karateristik
rambut. Helai rambut adalah struktur yang tidak berdaya. Perubahan warna atau
kondisi terjadi akibat aktivitas hormonal dan peredaran nutrisi ke folikel.
Tujuan mencuci rambut pada pasien adalah :
1. memberikan perasaan senang dan segar pada pasien.
2. rambut tetap bersih, rapi dan terpellihara selama sakit.
3. merangsang sirkulasi darah dan kulit kepala.
4. membersihkan kutu dan ketombe.
3.3.3 Memelihara dan memotong kuku
Kuku sering kali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau,
dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat digabungkan selama mandi atau waktu
yang terpisah. Seringkali, orang tidak sadar akan masalah kuku sampai terasa
nyeri atau ketidaknyamanan. Masalah dihasilkan karena perawatan yang salah
atau kurang pada kaki dan tangan seperti menggigit kuku atau pemotongan yang
tidak tepat, dan pemaparan zat- zat kimia yang tajam. Ketidaknyamanan dapat
mengarah pada stres fisik dan emosional.
1. menjaga kebersihan tangan dan kaki.
2. mencegah timbulnya infeksi.
3. mencegah kaki berbau tidak sedap.
4. mengkaji/memonitor masalah- masalah pada kuku kaki dan tangan.
3.3.4 Membantu pasien memelihara kebersihan gigi dan mulut
Higiene mulut membantu mempertahakan status kesehatan mulut, gigi, gusi
dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel makanan, plak,
dan bakteri; memasase gusi; dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan
dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Flossing membantu lebih lanjut dalam
mengangkat plak dan tartar di antara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dan
infeksi. Higiene mulut yang lengkap memberikan rasa sehat dan selanjutnya
menstimulus nafsu makan.
Tanggung jawab perawat pada higiene mulut adalah pemeliharaan dan
pencegahan. Hal ini penting khusus jika pasien hendak menerima radiasi atau
kemoterapi sebagai bagian dari pengobatan medis. Perawat membantu pasien
untuk mempertahankan higiene mulut yang baik dengan mengajarkan teknik yang
benar atau dengan menampilkan higiene secara aktual pada pasien lemah atau
cacat.
Tujuan dari pemeliharaan gigi dan mulut meliput i :
1. Supaya mulut dan gigi tetap bersih dan tidak bau.
2. Mencegah infeksi pada mulut, kerusakan gigi, bibir dan lidah pecah-pecah
3. Memberikan perasaan senang dan segar pada pasien.
4. Membantu merangsang nafsu makan.
5. Mendidik pasien dalam kebersihan perorangan.
3.3.5 Membantu menggantikan pakaian dan kain tenun
Adalah suatu tindakan membantu pasien menggantikan pakaian karena pasien
tidak mampu melakukan sendiri.
Tujuan membantu menggantikan pakaian meliputi :
1. Memberikan perasaan senang dan nyaman bagi pasien.
2. Memberikan rasa percaya diri.
3. Mencegah terjadinya dekubitus.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini bertujauan untuk mengidentifikasi tingkat
kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh
perawat di rumah sakit H. Adam Malik Medan. Pada penelitian ini tingkat kepuasan
dapat diukur dengan beberapa kriteria yaitu : sangat memuaskan, memuaskan, tidak
memuaskan, sangat tidak memuaskan (Gerson, 2004).
Skema 1 : Kerangka konseptual penelitian tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh perawat.
Pasien immobilisasi yang Pemenuhan Tingkat Kepuasan Pasien
dirawat di ruang rawat personal higiene - Sangat memuaskan
inap RS Adam Malik oleh perawat - Memuaskan
- Tidak memuaskan
- Sangat tidak
memuaskan
Keterangan :
: tidak diteliti
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang di dalamnya tidak ada analisa hubungan antar
variabel, tidak ada variabel bebas dan terikat, bersifat umum yang membutuhkan
jawaban di mana, kapan, berapa banyak, siapa, dan analisa statistik yang digunakan
adalah deskriptif (Hidayat, 2003), dan pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien imobilisasi tentang pelaksanaan
pemenuhan personal higiene yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit.
2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiono, 2004 dalam Hidayat, 2003). Populasi yang diambil pada
penelitian ini adalah semua pasien immobilisasi yang sedang menjalani perawatan di
ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari populasi
(Machfoedz, 2005). Arikunto (2006) mengatakan jika jumlah populasi lebih besar
dari 100, sampel yang diambil adalah sebesar 10-15 % atau 20-25 %. Maka, jumlah
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi yaitu 10% dari