• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan

Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Julidia Safitri Parinduri

O41101011

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

(2)

Judul : Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik medan

Nama : Julidia Safitri Parinduri

Nim : 041101011

Tahun Akademik : 2008/2009

Pembimbing Penguji

……….. ………. Penguji 1

Cholina T Srg, M.Kep,Sp.KMB Cholina T Srg, M.Kep,Sp.KMB

NIP.132 299 795 NIP.132 299 795

………. Penguji 2 Salbiah, S.Kp, M.Kep NIP.132 296 507

……… Penguji 3 Rika Endah N, S.Kp

NIP.132 282 646

Program Studi Ilmun Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan.

………. ………..

Erniyati, S.Kp, MNS Prof Dr. Guslihan dasa Tjipta, Sp. A(K)

NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363

(3)

Judul : Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene Oleh Perawat di Rumah Sakit

H. Adam Malik Medan Peneliti : Julidi Safitri Parindur i

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan FK-USU Tahun Akademik : 2008-2009

ABSTRAK

Tingkat kepuasan pasien sering kali dipandang sebagai suatu komponen yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Sebagai salah satu dari standar asuhan keperawatan, memberikan bantuan pemeliharaan personal higiene bagi pasien immobilisasi dianggap sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan, mencegah terjadinya penyakit nosokomial dan mencegah berlanjutnya keadaan immobilitas seseorang.

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit. Desain penelitian ini adalah deskriftif dengan jumlah pasien 57 orang dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kusioner yang terdiri dari data demografi, pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat.

Hasil yang diperoleh untuk pelaksanaan personal hygiene oleh perawat sangat tidak memuaskan yaitu sebanyak 32 orang (56,2%), tidak memuaskan sebanyak 23 orang (40,5%) dan memuaskan 2 orang (3,5%). Untuk tingkat kepuasan pasien, 2 orang (3,6%) menyatakan sangat tidak memuaskan, 6 orang (10,6%) menyatakan tidak memuaskan, 35 orang (61,6%) menyatakan memuaskan, dan 14 orang (24%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan pasien immobilisasi dalam pemenuhan pelaksanaan personal hygiene oleh perawat di RSUP H Adam Malik Medan berada dalam kategori memuaskan.

Kata kunci : Tingkat kepuasan, personal higiene, immobilisasi

(4)

KATA PENGANTAR

Puji sukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan

anugrahnya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi judul “Tingkat Kepuasan Pasien

Immobilisasi dalam Pemenuhan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, sebagaimana lazimnya untuk memenuhi salah

satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak

mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Gontar A

Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) selaku pembantu Dekan 1, kepada

Ibu Erniyati, S.kp, MNS selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas. Terima kasih kepada Ibu Ellyta Aizar, S.Kp selaku

penasehat akademik, Ibu Cholina T Srg, S.Kep.Ns.M.Kep, selaku dosen pembimbing

yang telah banyak memberikan waktu dan masukan yang berharga dalam

menyelesaikan skripsi ini. Ibu Salbiah, S.Kp, M.kep dan Ibu Rika Endah N. S.Kp

selaku dosen penguji, dan seluruh staff dosen PSIK yang telah memberikan berbagai

ilmu yang bermamfaat sebagai bekal dalam menyelesaikan skripsi ini, seluruh staff

(5)

Terima kasih juga diucapkan kepada pihak RSUP H. Adam Malik mulai dari staff

administrasi, kapokja, dan setiap kepala ruangan yang memberikan izin penelitian

kepada peneliti.

Terkhusus terima kasih diucapkan kepada Ayahanda Tersayang Alm

Jalaluddin Parinduri dan Ibunda Dernia S.PdI yang tidak pernah bosan mencurahkan

perhatian, doa dan pengorbanan baik moril maupun materil. Untuk itu aku ingin

menjadi seseorang yang pantas kau banggakan dan kebanggaan terbesarku adalah

karena aku terlahir sebagai putrimu. Juga untuk abanganda Permadiansyah Parinduri

S.Sos yang selalu memberikan dukungan serta semangat dan adekku tersayang Ade

Junita Parinduri, Islah Rizki Parinduri, tobang Rakisah Lubis dan Nenek tersayang,

yang selalu menghadiahkan kecerian, dorongan serta semangat ketika aku

menghadapi semua masalah dan menjadi alasan bagiku untuk tetap semangat. Terima

kasih buat bang Rijal Dan kak Nuraini. Dan juga sahabat-sahabatku tersayang Eka,

Evi, Nina, Kiki, Aini, Jawad dan Amri, Cikwan, Asyura, Cinta dan Kak Nia yang

selalu memberi semangat dan bantuan serta menemaniku melewati hari-hari yang

indah. Semoga persahabatan kita tetap abadi. Teman-teman Stambuk 04 yang

berjuang bersama dalam menyelesaikan pendidikan di PSIK.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermamfaat bagi kita

semua dan dapat memberikan informasi yang berharga di dunia kesehatan khususnya

keperawatan.

Medan, juli 2009 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepuasan pasien ... 6

1.1 Pengertian Kepuasan dan Teori kepuasan ... 6

1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan... 10

1.3 Mengukur Tingkat kepuasan ... 20

1.4 Manfaat Mengukur Kepuasan ... 22

1.5 Klasifikasi Kepuasan ... 23

2. Immobilisasi ... 25

2.1 Pengertian Immobilisasi ... 25

2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Immobilisasi ... 26

2.3 Efek dari Immobilisasi ... 27

(7)

3.1 Pengertian Personal Higiene ... 31

3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Higiene ... 32

3.3 Macam-Macam Tindakan Personal Higiene dan Manfaatnya ... 33

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 38

2. Kerangka Operasional ... 39

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian ... 41

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

4. Pertimbangan Etik ... 42

5. Alat Penelitian ... 43

5.1. Kuesioner Data Demografi ... 43

5.2. Kuesioner Pelaksanaan Personal Higiene yang dilakukan oleh perawat ... 43

5.3. Kuesioner Kepuasan Pasien Terhadap Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat ... 43

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

7. Prosedur Pengumpulan Data ... 45

8. Analisa Data ... 45

(8)

Karakteristik responden ... 48

Pelaksanaan Personal Higiene yang dilakukan oleh Perawat ... 49

Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi ... 50

2. Pembahasan... 50

Karakteristik Pasien ... 51

Pelaksanaan Personal Higiene yang dilkukan oleh Perawat ... 51

Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi ... 53

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 54

2. Rekomendasi ... 54

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Uji Validitas Isi

2. Uji Reliabilitas

3. Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian

4. Instrumen Penelitian

5. Surat Izin Penelitian

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5. 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden diruangan Rindu A dan

Rindu BRSUPH.AdamMalikMedan (n=57)………... 51

Tabel 5. 2 Distribusi frekuensi pelaksanaan personal higiene yang dilakukan

oleh perawat di ruangan Rindu A dan Rindu B RSUP H. Adam

Malik Medan (n=57)... 52

Tabel 5. 3 Distribusi frekuensi tingkat kepuasan pasien immobilisasi terhadap

pelaksanaan personal higiene oleh perawat di ruang Rindu A dan

Rindu B RSUP H.Adam Malik Medan (n=57)……… 52

(10)

Judul : Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan Pelaksanaan Personal Higiene Oleh Perawat di Rumah Sakit

H. Adam Malik Medan Peneliti : Julidi Safitri Parindur i

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan FK-USU Tahun Akademik : 2008-2009

ABSTRAK

Tingkat kepuasan pasien sering kali dipandang sebagai suatu komponen yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Sebagai salah satu dari standar asuhan keperawatan, memberikan bantuan pemeliharaan personal higiene bagi pasien immobilisasi dianggap sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan, mencegah terjadinya penyakit nosokomial dan mencegah berlanjutnya keadaan immobilitas seseorang.

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit. Desain penelitian ini adalah deskriftif dengan jumlah pasien 57 orang dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kusioner yang terdiri dari data demografi, pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelaksanaan personal hygiene yang dilakukan oleh perawat.

Hasil yang diperoleh untuk pelaksanaan personal hygiene oleh perawat sangat tidak memuaskan yaitu sebanyak 32 orang (56,2%), tidak memuaskan sebanyak 23 orang (40,5%) dan memuaskan 2 orang (3,5%). Untuk tingkat kepuasan pasien, 2 orang (3,6%) menyatakan sangat tidak memuaskan, 6 orang (10,6%) menyatakan tidak memuaskan, 35 orang (61,6%) menyatakan memuaskan, dan 14 orang (24%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan pasien immobilisasi dalam pemenuhan pelaksanaan personal hygiene oleh perawat di RSUP H Adam Malik Medan berada dalam kategori memuaskan.

Kata kunci : Tingkat kepuasan, personal higiene, immobilisasi

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Keperawatan merupakan bentuk pelayanan profesional dalam memberikan

asuhan keperawatan secara berkesinambungan dalam bentuk manusiawi

komprehensif dan individualistik, sejak pasien membutuhkan pelayanan sampai

pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara produktif untuk diri sendiri dan

orang lain (Kusnanto, 2004). Pemenuhan kebutuhan sehari-hari tersebut dapat

terganggu akibat ketidak mampuan pasien, kurang pengetahuan, kondisi penyakit,

dan motivasi diri selama menjalani perawatan di rumah sakit.

Soejadi (1996) menyatakan di rumah sakit, pasien merupakan individu

terpenting sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Sebagai

konsumen pasien tidak hanya berhenti sampai penerimaan pelayanan, tetapi bertindak

sampai mengevaluasi proses pelayanan tersebut sehingga menghasilkan perasaan

puas atau tidak puas (Sumarwan, 2003).

Kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap pasien memperoleh hasil yang

optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap kemampuan pasien/keluarga,

terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memprioritaskan kebutuhan pasien.

Kepuasan pasien merupakan indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan

merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pasien yang rendah akan

berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas

(12)

terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan

meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Heriandi,

2006).

Mutu pelayanan sangat ditentukan oleh seberapa banyak pelayanan yang

diberikan oleh pihak kesehatan terutama perawat karena perawat memiliki peranan

selama 24 jam penuh di lingkungan pasien (Kosasih, 2000). Oleh karena itu perawat

selalu diminta bantuannya oleh pasien untuk memenuhi semua kebutuhan selama

menjalani perawatan di rumah sakit. Salah satu kebutuhan yang harus dibantu oleh

perawat yaitu memelihara kebersihan untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan

fisik serta mentalnya terutama pada pasien immobilisasi (Tarwoto, 2004).

Pasien immobilisasi tidak mampu bergerak bebas sehingga memerlukan

perhatian lebih dari perawat dalam memelihara personal higiene. Pengaruh langsung

dari immobilisasi salah satunya tidak terpenuhinya personal higiene karena

terbatasnya kemampuan untuk memenuhinya. Dengan membantu memelihara

kebersihan perorangan bermanfaat untuk mencegah penyakit–penyakit tertentu akibat

dari penekanan tubuh yang terlalu lama sehingga vaskularisasi ke area takanan

terganggu/terhenti. Selain itu dengan membantu memelihara kebersihan perorangan

pada pasien immobilisasi dapat membantu mencegah terjadinya luka pada jaringan

menjadi nekrosis yang disebut dekubitus dan mencegah terjadinya beberapa penyakit

nosokomial serta mencegah berlanjutnya keadaan immobilitas seseorang (Haryati,

2007).

Hasil penelitian Suryawati (2006) yang dilakukan untuk meneliti kepuasan

(13)

disimpulkan bahwa mayoritas mereka puas dengan pelayanan yang telah diterima,

dengan persentase terendah pada kondisi fisik ruang perawatan pasien (68,62%) dan

tertinggi pada pelayanan dokter (76,24%). Tanpa mengecilkan perhatian pada

pelayanan yang lain, kondisi kebersihan, keindahan dan kenyamanan ruang

perawatan pasien terdapat 24,73% responden menyatakan kurang/tidak memuaskan.

Bila dilihat dari pendapat tidak dan kurang puas, maka berturutan yang ”paling

bermasalah” yaitu: kondisi fisik ruang perawatan, sarana medis dan obat-obatan,

pelayanan makan pasien, pelayanan kebersihan pasien, administrasi dan keuangan,

pelayanan masuk rumah sakit umum Jawa Tengah.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Pertiwi (2002), di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh gambaran bahwa 40% dari 47 pasien

mengatakan tidak pernah dibantu untuk mandi, menggosok gigi, dan membersihkan

mulut, 42% menyatakan tidak pernah membersihkan atau memotong kuku, serta 42%

tidak pernah dibantu untuk membersihkan atau merapikan rambut. Dari keseluruhan

tindakan untuk membantu mempertahankan personal higiene bagi pasien ini

diperoleh jawaban 12,3% menyatakan sangat puas, 30,8% menyatakan puas, 49,4%

menyatakan tidak puas, dan 7,4% sisanya menyatakan sangat tidak puas.

Permasalahan yang terjadi dilapangan dan berdasarkan pengamatan yang

dilakukan, dalam peraktek sehari-hari perawat cenderung meninggalkan tindakan

mandiri keperawatan. Terkadang perawat berpandangan bahwa seorang perawat

dikatakan profesional bila ia mampu melakukan tindakan yang kadang berada diluar

area kemandirian perawat itu sendiri. Sebagian bentuk tindakan mandiri perawat,

(14)

pekerjaan perawat, sehingga banyak perawat yang enggan bahkan terkesan malu

untuk melaksanakannya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti, diperoleh data

dari bagian rekam medik Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menyebutkan bahwa

pada periode bulan Januari hingga Juni 2008 jumlah pasien yang di rawat di ruang

rawat inap dewasa berjumlah 9977. Dari jumlah tersebut pasien immobilisasi yang

terdiri dari pasien fraktur yang menjalani rawat inap 5,72 %, pasien stroke sistemik

1,03 %, stroke hemoragik 1,38 % (Bagian Rekam Medik RSU H. Adam Malik

Medan, November 2008).

Melihat fenomena di atas dan belum adanya penelitian terhadap tingkat

kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh

perawat maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana tingkat kepuasan tentang

pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh perawat di Rumah Sakit H. Adam

Malik Medan khususnya pada pasien immobilisasi.

2. Tujuan penelitian

2.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang

pelaksanaan pemenuhan personal higiene yang dilakukan oleh perawat di rumah

sakit.

2.2 Tujuan khusus

(15)

2. Untuk mengetahui pelaksanaan tindakan personal higiene yang dilakukan

oleh perawat terhadap pasien immobilisasi.

3. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien immobilisasi dalam pemenuhan

personal higiene.

3. Manfaat penelitian

1. Institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi institusi pendidikan

tentang bagaimana tingkat kepuasan pasien immobilisasi terhadap pelaksanaan

pemenuhan kebutuhan personal higiene.

2. Tim pelayanan keperawatan

Agar dapat memberikan pelayanan yang efektif dan efisien, selama

memberikan asuhan keperawatan pada pasien khususnya pasien immobilisasi.

3. Penelitian keperawatan

Manfaat penelitian ini bagi aspek penelitian keperawatan adalah sebagai

data awal dan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.

4. Pasien

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan pasien sebagai informasi

tambahan dalam pemilihan rumah sakit yang memberikan kepuasan sesuai

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1 Kepuasan Pasien

1.1 Pengertian Kepuasan dan Teori Kepuasan

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa

senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan

sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan

kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk

mendapatkan pelayanan suatu jasa (Purwanto Setiyo, 2007).

Menurut Oliver (1998., dalam Supranto, 2001) mendefinisikan

kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja

atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan

merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan

harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat

kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas.

Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas.

Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar

dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang

puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi

komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.

Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi

(17)

kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau

produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi

pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk.

Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu

pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap

yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998

dalam Awinda, 2004).

Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang

dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari

persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan

salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal

yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan

dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik

kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut

(Purnomo, 2002).

Ada beberapa teori mengenai kepusaan. Teori yang menjelaskan

apakah pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang

diharapkan (expectation-performance theory) yang menyatakan bahwa

kepusan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang

diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang

sesuai dengan yang diharapakan,ia akan merasa tidak puas. Kepuasan atau

ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara

(18)

memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya

(Purnomo, 2002).

Teori Kotler (1997) dalam Service Quality, kepuasan pelanggan

merupakan kondisi terpenuhinya harapan pelanggan atas service/pelayanan

yang diberikan. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi

harapan/ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya apabila

pelayanan yang diberikan ternyata di bawah ekspektasi, mereka cenderung

tidak puas. Oleh karena itu, mengetahui ekspektasi pelanggan sangat penting

untuk dipahami. Sedangkan teori wexley dan Yukl (1988) bahwa seseorang

akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi yang dibutuhkan dengan

kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dalam banyak hal penting yang

dibutuhkan, maka semakin besar rasa ketidakpuasan (Utama, 2005).

Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki

konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Valentine

(1997) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan dan perilaku perawat

merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien (dikutip

dari Wolf, Miller, & Devine, 2003).

Soejadi (1996) mengatakan, pasien adalah merupakan individu

terpenting di rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah

sakit. Didalam suatu proses keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan

(19)

mengevaluasi pelayanan yang diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi

itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas (Sumarwan, 2003).

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien

adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas

merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan

terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien

merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada

orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien

suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu

sistem untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk

mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan atau

kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh

perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat

bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan

konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan

konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.

Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang

menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh

konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan,

yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka

konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen

(20)

konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan

antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima

oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan

kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau

jasa.

Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa

dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan

konsumen individu. Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada

kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau

mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan

mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo,

1999). Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka

yang di obati dirumah sakit.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu

karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan

kesehatan.

1.2 Faktor- faktor yang mempengaruhi kepuasan

Menurut Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam

mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada

(21)

1. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan

bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen

terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu

kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi

perusahan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam

hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang

menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis

adalah produk atau jasa yang dijual (Lusa, 2007).

2. Kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.

Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan

kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat

bersumber dari faktor yang relatif sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit,

petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside, 1989). Prioritas

peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan

dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah dan

sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta

kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis

(22)

3. Faktor emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum

terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang

sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki

tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga

berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan

kesehatan (Robert dan Richard, 1991). Perasaan itu meliputi senang

karena pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga

mendapat pelayanan yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan

kekecewaan terhadap suatu pelayanan tertentu sangat mempengaruhi

pemilihan terhadap rumah sakit.

4. Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam

penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian

elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,

biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai

harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama

tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

Thraser (2008), menyatakan Pasien yang memiliki pendapatan tinggi

(23)

menunjukkan adanya kepuasan terhadap tindakan keperawatan yang

diterima dan merasa diperhatikan.

5. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan

biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan

jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Menurut, Lusa (2007) , biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan

kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan,

perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat

masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat

miskin,dan sebagainya. Selain itu, efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu

pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang

berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya

perawatan.

Tjiptono (1997) yang dikutip dari Purwanto Setiyo (2007) kepuasan

pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu :

1. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik

operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh

pada kepuasan yang dirasakan. Kinerja tenaga perawat, adalah

perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses

(24)

layanan medis, layanan non medis, sikap, penyampaian informasi, dan

tingkat kunjungan (Utama, 2003). Wujud dari kinerja ini misalnya :

kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam

memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu

penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi

kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan

memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan

rumah sakit.

Selain hal di atas kompetensi juga merupakan salah satu

indikator penilaian kinerja petugas kesehatan khususnya perawat.

Berdasarkan kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam

pertanyaan kecepatan pelayanan pendaftaran, ketrampilan dalam

penggunaan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang

dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dan sebagainya.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan

karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh

jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti

televisi, AC, sound system, dan sebagainya. Aspek-aspek di atas

terbukti memberi dampak dalam mempengaruhi kepuasan klien

terahadap suatu pelayanan kesehatan, dimana klien mengaku senang

dan nyaman dengan adanya fasilitas tambahan yang mendukung

(25)

3. Keandalan (reliability), sejauh mana kemungkinan kecil akan

mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas

pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang

dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu

dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan

pelayanan keperawatan dirumah sakit. Pada penelitian Marajabessy

(2008) tentang tingkat kepuasan pada salah satu rumah sakit daerah, Ia

menemukan bahwa dimensi pelayanan yang paling besar pengaruhnya

adalah keandalan (reliability).

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu

sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang

telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi

terpenuhi seperti peralatan pengobatan. Aspek ini tidak hanya

menentukan kepuasan pasien, tetapi juga sebagai indikator akreditasi

menurut Depkes RI (Suryawati, 2006).

5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk

tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur

ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya :

peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.

6. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan

keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat

dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang

(26)

bagi klien. Oleh karena itu, keberadaan perawat setiap waktu di sisi

klien sangat berpengaruh dalam memenuhi service ability yang

memuaskan (Runny, 2008). Bailey (2007), menemukan adanya

ketidakpuasan pada pasien yang memperoleh pelayanan dari perawat

malam dikarenakan ketidakmampuan perawat untuk mengetahui

kebutuhan pasien secepatnya dan memberi pelayanan yang cepat dan

kebutuhan psikologis mereka.

7. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh

panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit

yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi

kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan

sebagainya. Saat ini , petugas kesehatan harus memahami pentingnya

sikap dalam melayani pasien/ keluarganya sehingga pasien kurang

puas akan mutu pelayanan yang diberikan (Henriadi, 2007).

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi

rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang

diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan

keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung

jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien

masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Kualitas yang dipersepsikan akan mempengaruhi harapan klien

(27)

dengan harapannya, maka dia akan merasa puas (Tharser dan

Stephenson, 2008).

Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000)

menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :

1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit

yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk

rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan

tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.

2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga

merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan

kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini

mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin

mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

Herianto dan kawan-kawan (2005) menemukan, ekspektasi masyarakat

terhadap harga yang murah ditemukan cukup tinggi. Ini dikarenakan

masyarakat miskin di Indonesia memang cukup tinggi.

3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan

dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan

pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang

berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk

pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat dijabarkan

(28)

diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa

tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi,

kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat,

pengukuran suhu dsb (Lusa, 2007). Misalnya : pelayanan yang cepat,

tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.

4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.

Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam

memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau

mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di

rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya (Heriandi, 2007).

Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang

mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan

semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit

tersebut.

5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian

kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,

tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.

Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun

rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam

penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

Berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang

(29)

kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian (reaksi afeksi)

terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun

terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi

rumah sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah

sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien(Utama,

2003).

6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap

lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan

pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan

dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan

rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari

informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain

maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif

terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. pasien

akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan

harapan-harapan yang diinginkan pasien.

7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang

tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan

kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus

diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau

(30)

sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan

ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah,

kesegaran ruangan dan lain-lain (Lusa, 2005).

8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah

sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi

kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya

bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang

berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat

yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.

Menurut Lusa (2007), aspek ini tidak hanya penting untuk

memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada

pasien. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal

yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran,

dan lain-lain adalah aspek penting yang menentukan kepuasan. aspek ini

dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan,

kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata

letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran

ruangan dan lain-lain. Perawat harus memperhatikan aspek ini.

9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa

dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien

dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam

(31)

panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang

memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah

sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah

sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien

adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik

produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain

visual.

Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata,

keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi

dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi

kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa

outcome tak sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani

dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya (Suryawati dkk,

2006).

1.3 Tingkat Kepuasan dalam pelayanan keperawatan.

Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan, teori Fitzmmons

dalam Purnomo (2004), mengatakan bahwa tingkat kepuasan pasien dalam

(32)

1. Reliability

Kemampuan untuk memberikan jenis pelayanan yang tepat dan benar

sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan atau

memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat dan

konsisten missal penerimaan pasien yang cepat, tepat dan tidak berbelit,

pelayanan pemeriksaan, pengobatan, perawatan serta perawat menjelaskan apa

yang harus dipatuhi pasien atau tidak bisa dilanggar oleh pasien (Munin, 2004).

2. Responsiveness

Kesadaran atau keinginan karyawan untuk membantu konsumen dan

memberikan pelayanan dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengar

dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen misalnya penyediaan sarana

yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat (kotler 2000).

3. Assurance

Pengetahuan atau wawasan, kesopan santunan, percaya diri dari

pemberi pelayanan, serta respek terhadap konsumen. Kemampuan karyawan

untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah

dikemukakan terhadap pasien misal kepecayaan pasien terhadap jaminan

kesembuhan dan keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk

pengetahuan perawat dalam memberikan tindakan pelayanan yang sopan dan

(33)

4. Tangibels

Penampilan para pegawai dan pasilitas fisik lainnya, seperti peralatan,

berbagai materi komunikasi (Alma, 1992). Dalam Munin (2004) menyebutkan

yang termasuk aspek tangible adalah gedung, tarif rumah sakit, kebersihan

serta penataan ruangan serta perlengkapan yang menunjang pelayanan.

5. Empathy

Kemauan pemberi pelayanan untuk melakukan pendekatan, memberi

perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan

pasien missal kebutuhan BAK, BAB, personal higiene dan lain-lain. Kesediaan

karyawan untuk peduli memberikan perhatian kepada pasien missal karyawan

mencoba mendekatkan diri pada pasien, jika pasien mengeluh maka harus

dicari solusi untuk mengatasi keluhan tersebut dengan menunjukkan rasa

peduli yang tulus dan penuh kesabaran (Kottler, 2000).

1.4 Mengukur Tingkat Kepuasan

Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau

penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Supranto

(2001), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentu pelanggan,

kemudian dimonitor dari tingkat kualitas yang diinginkan dan akhirnya

merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan

(34)

serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan

dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan

(kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan

yang pernah dirasakan sebelumnya.

Menurut Kotler (2003), ada beberapa macam metode dalam

pengukuran kepuasan pelanggan :

a. Sistem keluhan dan saran

Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented)

memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk

menyampaikan saran dan keluhan. Misalnya dengan menyediakan kotak

saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan.

b. Ghost shopping

Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai

pengguna potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan

dan kelemahan produk rumah sakit dan pesaing berdasarkan pengalaman

mereka.

c. Lost customer analysis

Rumah sakit seyogianya menghubungi para pelanggan yang telah

berhenti menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal

(35)

d. Survei kepuasan pelanggan

Penelitian survei dapat melalui pos, telepon dan wawancara

langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai

elemen penawaran berdasarkan derajad pentingnya setiap elemen dan

seberapa baik perusahaan dalam masing-masing elemen

(importanse/performance ratings). Melalui survei perusahaan akan

memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan

dan juga memberikan tanda positif bahwa rumah sakit menaruh perhatian

terhadap para pengguna jasa pelayanannya.

Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan

berbagai cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan

wawancara. Adapun penggunaan kuesioner adalah cara yang paling sering

digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan, seperti proses yang

mudah dan murah, menghasilkan data yang telah terstandarisasikan, dan

terhindar dari bias pewawancara (Pohan, 2006).

1.5 Manfaat Pengukuran Kepuasan

Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah

tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil

pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya,

membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus

dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada

(36)

a. pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi,

yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada

pelanggan.

b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar

prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu

yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.

c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama

bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang

memberi pelayanan.

d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki

mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi

ini juga bisa datang dari pelanggan.

e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat

produktivitasnya yang lebih tinggi.

Menurut Azwar (2003), didalam situasi rumah sakit yang

mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah

pasien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh

bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut :

a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati

diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.

b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang

(37)

ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena

merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.

c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.

Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan

pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan

menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya

pendapatan rumah sakit).

d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti

perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit

yang mempunyai citra positif.

e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan

lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak- hak

pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga

malpraktek tidak terjadi.

1.6 Klasifikasi kepuasan

Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan

dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :

a) Sangat memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien

yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian

besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk

(38)

atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya

menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.

b) Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien,

yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau

sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih

(untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang

ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang

kategori sedang.

c) Tidak memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien

rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai

kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak

lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah.

d) Sangat tidak memuaskan.

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien

yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai

kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat

(untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini

menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.

Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan likert dikenal

(39)

agak puas, dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya ; sangat

puas bobotnya 3, agak puas bobotnya 2, dan tidak puas bobotnya 1 (Utama,

2003).

2 Immobilisasi

2.1 Pengertian Immobilisasi

Konsep immobilitas merupakan hal relatif dalam arti tidak saja kehilangan

pergerakan total tetapi juga terjadi penurunan aktivitas dari normalnya. Pada

keadaan immobile, pasien tidak dapat menghindari pembatasan gerakan pada

sertiap aspek kehidupan. Jadi immobilisasi adalah ketidakmampuan untuk

bargerak bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau

dibatasi secara teraupetik (Potter & Perry, 2006).

Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah

keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat bergerak secara

bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktifitas). Immobilisasi pada

pasien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, fraktur

pada ekstremitas, atau menderita kecacatan (Asmadi, 2008).

Menurut Aziz (2006), secara umum kondisi yang dihadapi pasien, ada

beberapa macam keadan immobilitas, antara lain :

a. Immobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan

(40)

pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan

didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk

mengurangi tekanan.

b. Immobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak

akibat suatu penyakit.

c. Immobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan

secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam

menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan

karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian

anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

d. Immobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam

melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat

mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi immobilisasi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), faktor – faktor yang

mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagi berikut :

a. Gangguan muskuloskletal

Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh beberapa keadaan

tertentu yang menggangu pergerakan tubuh seseorang misalnya ;

(41)

b. Gangguan kardiovaskuler

Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas

fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi, peningkatan

valsalva maneuver.

c. Gangguan sistem pernapasan

Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh terhadap

mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernapasan, bertambahnya

sekresi paru, atelektasis, hipostatis pneumonia.

2.3 Efek dari immobilisasi

Menurut Asmadi (2008), ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan

akibat immobilisasi fisik ini antara lain :

a. Sistem Integumen

Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti

abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada imobilisasi

terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengn yang lain, dan

penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi ischemia

pada jeringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan

adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk.

b. Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan

utama yaitu hipotensi, ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan

(42)

c. Sistem respirasi

Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat

immobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan

terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme

terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan

penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan

anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang

meningkat oleh permukaan paru.

d. Sistem perkemihan

Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam kondisi

normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang

disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan

ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati

ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan

dalam pelvis renal. Kondisi ini berpotensi tinggi untuk menyebabkan

terjadinya infeksi saluran kemih.

e. Sistem muskuloskletal

Immobilisasi menyebabkan penurunan massa otot (atrofi otot) sebagai akibat

dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga

mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya

koordinasi pergerakan. Immobilisasi juga dapat menyebabkan perubahan

(43)

hiperkalsiuria yang kemudain menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atrofi

otot, immobilisasi juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot.

f. Sistem neurosensoris

Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien

immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada

ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan

gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut menyebabkan

pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal dari gips,

mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang, dan timbul rasa

nyeri yang hebat.

g. Perubahan prilaku

Perubahan prilaku sebagai akibat immobilitas, antara lain timbulnya rasa

bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus

tidur, menurunnya koping mekanisme dan menurunnya perhatian serta

kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri.

Selain ini Potter dan Perry (2005), juga menyatakan ada beberapa

akibat yang ditimbulkan oleh keadaan imobilisasi fisik antara lain:

1. Pengaruh fisiologis

Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi

gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur

pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi

yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh immobilisasi lansia

(44)

2. Perubahan metabolik

Immobilisasi menggangu fungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik,

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, ketidakseimbangan kalsium, dan

gangguan pencernaan. Keberadaan proses infeksius pada pasien immobilisasi

mengalami peningkatan BMR diakibatkan karena demam atau penyembuhan

luka.

3. Perubahan sistem respiratori

Pasien immobilisasi berisiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru.

Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia

hipostatik. Pada beberapa hal dalam perkembangan komplikasi ini, adanya

penurunan sebanding kemampuan pasien untuk batuk produktif. Sehingga

penyebaran mukus dalam bronkus meningkat, terutama pada pasien dalam

posisi telentang, telungkup, atau lateral. Mukus menumpuk diregio yang

dependen disaluran pernapasan, karena mucus merupakan media yang sangat

baik untuk pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.

4. Perubahan sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi immobilisasi. Ada tiga perubahan

utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan

pembentukan thrombus.

5. Perubahan sistem muskuloskeletal

Pengaruh immobilisasi pada sistem muskoskletal meliputi gangguan mobilisasi

permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot pasien melalui

(45)

Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal

adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.

6. Perubahan sistem intagumen

Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenic paling umum dalam perawatan

kesehatan dimana berpengaruh terhadap pasien khusus lansia dan yang

imobilisasi. Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia jaringan. Jaringan

yang tertekan, darah membelok, dan konstriksik kuat pada pembuluh darah

akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur dibawah kulit, sehingga

respirasi selular terganggu dan sel menjadi mati.

7. Perubahan eliminasi urin

Eliminasi urin pasien berubah oleh adanya immobilisasi. Pada posisi tegak

lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk kedalam ureter dan

kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika pasien dalam posisi rekumben atau

datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar. Ginjal yang membentuk urine

harus masuk kadalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat

kontriksi pristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gravitasi, pelvis

ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk kedalam ureter. Kondisi ini disebut

statis urine dan meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu

ginjal.

8. Pengaruh psikososial

Immobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual, sensori, dan

(46)

3 Personal Higiene

3.1 Pengertian Personal Higiene

Personal higiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya (Potter dan Perry, 2005). Dalam

kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus

diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis

seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan

kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang

diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah

masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi

kesehatan secara umum (Tarwoto dan Wartonah, 2004).

Pemeliharaan personal higiene diperlukan untuk kenyamanan individu,

keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu memenuhi kebutuhan

kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau tantangan fisik memerlukan bantuan

perawat untuk melakukan praktik kesehatan yang rutin. Selain itu, beragam faktor

pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktik higiene pasien. Perawat

menentukan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri dan memberikan

perawatan higiene menurut kebutuhan dan pilihan pasien (Potter & Perry, 2005).

3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Personal Higiene

Menurut Potter & Perry (2005), sikap seseorang melakukan personal

higiene dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain :

(47)

Penampilan umum pasien dapat menggambarkan pentingnya higiene

pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang

tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra

tubuh mempengaruhi cara mempertahankan higiene. Citra tubuh pasien

dapat berubah akibat pembedahan atau penyakit fisik maka perawat harus

membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan higiene.

2. Praktik sosial

Kelompok-kelompok sosial wadah seorang pelayan berhubungan dapat

mempengaruhi praktik higiene pribadi.

3. Status sosioekonomi

Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat

praktik kebersihan yang digunakan. Perawat harus menentukan apakah

pasien dapat menyediakan bahan-bahan yang penting seperti deodoran,

sampo, pasta gigi, dan kosmetik. Perawat juga harus menentukan jika

penggunaan dari produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan sosial

yang dipraktikan oleh kelompok sosial pasien.

4. Pengetahuan

Pengetahuan tentang pentingnya higiene dan implikasinya bagi

kesehatan mempengaruhi praktik higiene. Kendati demikian, pengetahuan

itu sendiri tidaklah cukup. Pasien juga harus termotivasi untuk memelihara

(48)

5. Kebudayaan

Kepercayaan kebudayaan pasien dan nilai pribadi mempengaruhi

perawatan higienis. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda, mengikuti

praktik perawatan diri yang berbeda.

6. Kebiasaan dan kondisi fisik seseorang

Setiap pasien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan

untuk mandi, bercukur, dan melakukan perawatan rambut. Orang yang

menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi seringkali

kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan higiene pribadi.

Seorang pasien yang menggunakan gips pada tangannya atau menggunakan

traksi membutuhkan bantuan untuk mandi yang lengkap. Kondisi jantung,

neurologist, paru-paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau

menjadikan pasien tidak mampu dan memerlukan perawat untuk melakukan

perawatan higienis total.

3.3 Macam-Macam Tindakan Personal Higiene dan Manfaatnya

Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan

kesehatan diri seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang

dikatakan memiliki personal higiene baik apabila, orang tersebut dapat menjaga

kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan

gigi, kebersihan dan kerapihan pakaiannya, kebersihan mata, hidung, dan telinga,

(49)

Manfaat yang dapat diperoleh dari tindakan pemeliharaan personal higiene

yang dilakukan oleh perawat selama memberikan asuhan keperawatan dirumah

sakit antara lain, Potter & Perry (2005).

3.3.1 Memandikan di tempat tidur

Memandikan pasien adalah bagian perawatan higienis total. Mandi dapat

dikategorisasikan sebagai pembersihan atau teraupetik. Keluasan mandi pasien

dan metode yang digunakan untuk mandi berdasarkan pada kemampuan fisik

pasien dan kebutuhan tingkat higiene yang diperlukan. Mandi di tempat tidur

yang lengkap diperlukan bagi pasien dengan ketergantungan total dan

memerlukan perawatan higienis total.

Secara garis besar tujuan memandikan pasien diatas tempat tidur meliputi :

1. membersihkan kulit dan menghilangkan bau badan yang tidak sehat.

2. memberikan rasa nyaman dan relaksasi

3. merangsang sirkulasi darah pada kulit.

4. mencegah infeksi pada kulit.

5. mendidik pasien dalam kebersihan perorangan.

3.3.2 Perawatan Rambut

Penampilan dan kesejahteraan seseorang sering kali tergantung dari cara

penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan

mencegah pasien untuk memelihara perawatan rambut sehari- hari. Rambut

(50)

yang lengket atau larutan antiseptik pada rambut. Menyikat, menyisir, dan

bersampo adalah cara-cara dasar higienis untuk semua pasien. Pasien juga harus

diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan.

Pertumbuhan, distribusi, dan pola rambut dapat menjadi indikator status

kesehatan umum. Perubahan hormonal, stress emosional maupun fisik, penuaan,

infeksi, dan penyakit tertentu atau obat- obatan dapat mempengaruhi karateristik

rambut. Helai rambut adalah struktur yang tidak berdaya. Perubahan warna atau

kondisi terjadi akibat aktivitas hormonal dan peredaran nutrisi ke folikel.

Tujuan mencuci rambut pada pasien adalah :

1. memberikan perasaan senang dan segar pada pasien.

2. rambut tetap bersih, rapi dan terpellihara selama sakit.

3. merangsang sirkulasi darah dan kulit kepala.

4. membersihkan kutu dan ketombe.

3.3.3 Memelihara dan memotong kuku

Kuku sering kali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau,

dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat digabungkan selama mandi atau waktu

yang terpisah. Seringkali, orang tidak sadar akan masalah kuku sampai terasa

nyeri atau ketidaknyamanan. Masalah dihasilkan karena perawatan yang salah

atau kurang pada kaki dan tangan seperti menggigit kuku atau pemotongan yang

tidak tepat, dan pemaparan zat- zat kimia yang tajam. Ketidaknyamanan dapat

mengarah pada stres fisik dan emosional.

(51)

1. menjaga kebersihan tangan dan kaki.

2. mencegah timbulnya infeksi.

3. mencegah kaki berbau tidak sedap.

4. mengkaji/memonitor masalah- masalah pada kuku kaki dan tangan.

3.3.4 Membantu pasien memelihara kebersihan gigi dan mulut

Higiene mulut membantu mempertahakan status kesehatan mulut, gigi, gusi

dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel makanan, plak,

dan bakteri; memasase gusi; dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan

dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Flossing membantu lebih lanjut dalam

mengangkat plak dan tartar di antara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dan

infeksi. Higiene mulut yang lengkap memberikan rasa sehat dan selanjutnya

menstimulus nafsu makan.

Tanggung jawab perawat pada higiene mulut adalah pemeliharaan dan

pencegahan. Hal ini penting khusus jika pasien hendak menerima radiasi atau

kemoterapi sebagai bagian dari pengobatan medis. Perawat membantu pasien

untuk mempertahankan higiene mulut yang baik dengan mengajarkan teknik yang

benar atau dengan menampilkan higiene secara aktual pada pasien lemah atau

cacat.

Tujuan dari pemeliharaan gigi dan mulut meliput i :

1. Supaya mulut dan gigi tetap bersih dan tidak bau.

2. Mencegah infeksi pada mulut, kerusakan gigi, bibir dan lidah pecah-pecah

(52)

3. Memberikan perasaan senang dan segar pada pasien.

4. Membantu merangsang nafsu makan.

5. Mendidik pasien dalam kebersihan perorangan.

3.3.5 Membantu menggantikan pakaian dan kain tenun

Adalah suatu tindakan membantu pasien menggantikan pakaian karena pasien

tidak mampu melakukan sendiri.

Tujuan membantu menggantikan pakaian meliputi :

1. Memberikan perasaan senang dan nyaman bagi pasien.

2. Memberikan rasa percaya diri.

3. Mencegah terjadinya dekubitus.

(53)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujauan untuk mengidentifikasi tingkat

kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh

perawat di rumah sakit H. Adam Malik Medan. Pada penelitian ini tingkat kepuasan

dapat diukur dengan beberapa kriteria yaitu : sangat memuaskan, memuaskan, tidak

memuaskan, sangat tidak memuaskan (Gerson, 2004).

Skema 1 : Kerangka konseptual penelitian tingkat kepuasan pasien immobilisasi tentang pelaksanaan pemenuhan personal higiene oleh perawat.

Pasien immobilisasi yang Pemenuhan Tingkat Kepuasan Pasien

dirawat di ruang rawat personal higiene - Sangat memuaskan

inap RS Adam Malik oleh perawat - Memuaskan

- Tidak memuaskan

- Sangat tidak

memuaskan

Keterangan :

: tidak diteliti

(54)
(55)
(56)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif merupakan penelitian yang di dalamnya tidak ada analisa hubungan antar

variabel, tidak ada variabel bebas dan terikat, bersifat umum yang membutuhkan

jawaban di mana, kapan, berapa banyak, siapa, dan analisa statistik yang digunakan

adalah deskriptif (Hidayat, 2003), dan pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan

untuk mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien imobilisasi tentang pelaksanaan

pemenuhan personal higiene yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiono, 2004 dalam Hidayat, 2003). Populasi yang diambil pada

penelitian ini adalah semua pasien immobilisasi yang sedang menjalani perawatan di

ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan wakil dari populasi

(Machfoedz, 2005). Arikunto (2006) mengatakan jika jumlah populasi lebih besar

dari 100, sampel yang diambil adalah sebesar 10-15 % atau 20-25 %. Maka, jumlah

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi yaitu 10% dari

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik responden di ruangan Rindu A dan B
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi pelaksanaan personal hygiene  yang dilakukan oleh perawat di ruangan Rindu A dan B RSUP H

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan masyarakat mengenai informasi citra hasil deteksi sinar-X pun semakin meningkat, hal ini ditandai dengan tidak sedikitnya citra-citra hasil deteksi sinar-X dari

[r]

Sebelum melaksanakan proses tindakan penggunaan model buzz grup pada mata pelajaran IPA materi bagian-bagian akar pada tumbuhan di kelas IV SD Negeri Urang Agung

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah terdapat penaruh secara parsial independensi terhadap tingkat materialitas ditunjukan oleh nilai signifikansi sebesar 0,000

Bentuk sosialisasi primer oleh keluarga inti prosesi tradisi Naik Ayun Keluarga besar menginformasikan kepada keluarga inti untuk mempersiapkan untuk peralatan naik

Sony Kurniawan 091 BANYUWANGI... SHOHIBUL FARIZ

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) bentuk kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang meliputi kesalahan ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf;

Penelitian ini adalah tentang analisis bentuk pembuka dan penutup karangan pada surat kabar Xun Bao yang bertujuan untuk mengetahui dan menentukan bentuk