• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efikasi Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin A Pada Minyak Goreng Terhadap Status Vitamin A dan Faktor Imunitas pada Air Susu Ibu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efikasi Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin A Pada Minyak Goreng Terhadap Status Vitamin A dan Faktor Imunitas pada Air Susu Ibu"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI

SUPLEMENTASI DAN FORTIFIKASI VITAMIN A PADA

MINYAK GORENG TERHADAP STATUS VITAMIN A DAN

FAKTOR IMUNITAS AIR SUSU IBU

DEWI PERMAESIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Efikasi Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng terhadap Status Vitamin A dan Faktor Imunitas Air Susu Ibu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2009

(3)

ABSTRACT

DEWI PERMAESIH. Efficacy of Supplementation and Fortified Vitamin A Cooking Oil on Vitamin A Status and Immunity Factors in Breast Milk. Supervised by HARDINSYAH, BUDI SETIAWAN, and SHERRY ANN TANUMIHARDJO.

The efficacy of maternal postpartum intervention with Vitamin A Fortified Cooking Oil and Vitamin A capsules on breast milk retinol concentration and immunity factors were assessed based on a double-blind community trial. At 14-28 days postpartum women, were randomly assigned to receive either (1) Vitamin A capsule s 2 x 200 000 IU (DVAC) followed by daily Vitamin A Fortified Cooking Oil (VAFCO), (2) DVAC followed by daily Cooking Oil (CO), (3) Vitamin A placebo capsules (VAP) followed by daily VAFCO, or (4) VAP followed by daily CO for 80 days followed by a wash out period of 10 days. The mean changes in breast milk retinol (R) concentration, didehydroretinol (DR) concentraton, ratio DR:R, secretory IgA (sIgA) and lactoferrin among the groups were tested with ANOVA, ANCOVA and adjusted for age, parity, length of education, BMI, baseline breast milk retinol concentration, vitamin A, protein, fat and iron intake. Results showed that the demographics and nutritional status of subjects were not significantly different. At baseline, the mean of breast milk retino l, sIgA and lactoferrin concentration were not significantly different among the four groups. After intervention, the mean breast milk retinol concentration from all samples was decreased to 16,7 µg/dL. DVAC followed by VAFCO resulted in a higher breast milk retinol concentration (1,9 µg/dL) and that of DVAC followed by CO decreased (4,45 µg/dL). The VAP followed by VAFCO also decreased, (3,64 µg/dL) and VAP followed by daily CO decreased (4,58 µg/dL). The ratio DR: R increased, only in VAP followed by CO. Secretory IgA concentration showed increased from 2,11 ± 3,1 mg/ml to 3,46±4.17 mg/ml and lactoferrin showed decreased from 3,7±3,9 mg/ml to 1,5±1,6 mg/ml. This implied that the group with vitamin A capsules 2 x 200 000 IU (DVAC) followed by daily Vitamin A Fortified Cooking Oil (VAFCO) was more beneficial than the other groups.

(4)

RINGKASAN

DEWI PERMAESIH. Efikasi Fortifikasi Vitamin A pada minyak goreng terhadap Status Vitamin A dan Faktor Imunitas Air susu Ibu. Dibawah bimbingan HARDINSYAH, BUDI SETIAWAN, dan SHERRY ANN TANUMIHARDJO.

Kurang Vitamin A merupakan masalah gizi mikro yang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat termasuk ibu nifas. Kurang vitamin A yang terjadi pada ibu nifas dapat menurunkan kualitas dari Air Susu Ibu (ASI) yang diproduksi. Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji efikasi fortifikasi vitamin A pada minyak goreng dibandingkan suplementasi kapsul vitamin A terhadap status vitamin A dan faktor imunitas pada ASI.

Penelitian ini adalah efikasi studi, dengan desain ”experimental double blind trial” yang dilakukan di masyarakat pada 142 ibu nifas di wilayah kerja 4 puskesmas yaitu Puskemas Cikole, Puskesmas Pandeglang, Puskesmas Kadu Hejo dan Puskesmas Cimanuk di Kabupaten Pandeglang. Sampel mendapat perlakuan secara acak (random assignment) kedalam 4 perlakuan yaitu KAMA (diberi 2 kapsul Vitamin A 200 000 SI dan minyak goreng fortifikasi vitamin minyak A), KAMO (diberi 2 kapsul vitamin A 200 000 SI dan minyak goreng yang tidak difortifikasi vitamin A), KOMA (diberi kapsul vitamin A placebo dan minyak goreng yang difortifikasi vitamin A), KOMO (diberi kapsul vitamin A placebo dan minyak goreng yang tidak difortifikasi vitamin A). Bahan intervensi minyak dikemas dalam botol dan dalam vitamin A dalam bentuk kapsul dengan ukuran dan warna sama. Pemberian kapsul vitamin A diberikan selama 2 hari berturut-turut pada awal penelitian, sedangkan pemberian minyak goreng diberikan setiap minggu selama 80 hari. Indikator status vitamin A yang digunakan adalah retinol (R), didehydroretinol (Vitamin A2, DR), rasio DR:R, sekretori IgA (sIgA) dan lactoferrin.

Jumlah sampel yang mengalami drop-out 12 orang (8,4%) dengan alasan antara lain, pindah rumah, ASI sudah tidak keluar, suami tidak mengijinkan untuk terus ikut pemeriksaan dan bayi meninggal. Jumlah masing- masing sampel untuk setiap kelompok perlakuan berturut-turut 29 ibu nifas pada kelompok KAMA, 29 ibu nifas perlakuan KAMO, 28 ibu nifas perlakuan KOMA dan 28 ibu nifas pada perlakuan KOMO. Jumlah ini masih memenuhi persyaratan minimun sampel yang diperlukan untuk uji efikasi intervensi.

Rata-rata umur sampel adalah 28,7 tahun, dengan rata-rata ibu pernah melahirkan sebanyak 3,1 dan rata-rata lama pendidikan ibu adalah 7,48 tahun. Sebelum intervensi rata-rata berat badan (BB) seluruh sampel adalah 52,3 kg, rata-rata lingkar lengan atas sebesar 25,0 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 23,6 kg/m2. Perhitungan konsumsi makanan pada masa intervensi berjalan, mendapatkan konsumsi vitamin A rata-rata sebesar 503 RE. Asupan dari bahan makanan hewani pada seluruh kelompok adalah 93 RE. Asupan dari bahan makanan nabati mendapatkan nilai rata-rata sebesar 410 RE. Pemberian intervensi minyak goreng yang difortifikasi vitamin A pada 2 kelompok perlakuan dapat meningkatkan asupan vitamin A pada kedua kelompok tersebut.

(5)

goreng. Sebelum intervensi sebanyak 87% ibu berada pada kelompok kadar retinol ASI <30 µg/dL dengan nilai rata-rata sebesar 19,4±8,5 µg/dL. Selama intervensi 80 hari dan 10 hari periode wash out, pada keempat kelompok terjadi perubahan kadar retinol ASI. KAMA yaitu yang mendapat 2 jenis intervensi, kapsul vitamin A dosis tinggi dan minyak yang difortifikasi vitamin A mengalami kenaikan, dari kadar awal 18,9 µg/dL menjadi 20,8 µg/dL, sedangkan kelompok lainnya terjadi penurunan. KAMO menurun, dari 21,5 µg/dL menjadi 17 µg/dL, KOMA dari 19,1 µg/dL menjadi 15,5 µg/dL dan KOMO 18,8 µg/dL menjadi 13,5

µg/dL. Besar penurunan masing- masing -4,45 µg/dL, -3,64 µg/dL dan -4,58

µg/dL. Pemberian 2 kapsul vitamin A dosis tinggi dan minyak yang difortifikasi dapat meningkatkan cadangan vitamin A dalam hati yang ditunjukkan dengan turunnya nilai rasio DR: R dari 0,3 menjadi 0,2 pada perlakuan KAMA. Pada kelompok lain rasio DR: R meningkat, yang artinya cadangan vitamin A dalam hati menurun.

Pemberian intervensi meningkatkan kadar sekretori IgA, rata-rata sebelum intervensi sebesar 2,11 mg/ml menjadi 3.46 mg/ml, namun perlakuan tidak menghasillan perbedaan yang bermakna pada keempat kelompok (p>0,05). Kadar lactoferrin setelah intervensi mengalami penurunan sebesar rata-rata -2.17 mg/ml. Kadar lactoferrin yang mengalami penurunan tertinggi terjadi pada kelompok KOMO (-3.4 mg/ml), namun hasil analisis menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05)

Kesimpulannya, pemberian 2 kapsul vitamin A dan minyak goreng fortifikasi yang diberikan secara bersama-sama dapat meningkatkan kadar retinol ASI dan cadangan vitamin A dalam hati. Pemberian kapsul vitamin A saja atau konsumsi minyak goreng yang difortifikasi saja dapat meningkatkan kadar retinol ASI dibandingkan dengan plasebo.

(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan

b) Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB

(7)

EFIKASI

SUPLEMENTASI DAN FORTIFIKASI VITAMIN A PADA

MINYAK GORENG TERHADAP STATUS VITAMIN A DAN

FAKTOR IMUNITAS AIR SUSU IBU

DEWI PERMAESIH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : DR. Ir. Sri Anna Maliyati, MS

Drh M Rizal Martua Damanik, MS. Rep Sc., PhD.

(9)
(10)

Judul Disertasi : Efikasi Suplementasi dan Fortifikasi Vitamin A Pada Minyak Goreng Terhadap Status Vitamin A dan Faktor Imunitas pada Air Susu Ibu

Nama : Dewi Permaesih NIM : I061060061

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Ketua

Dr. Ir. Bud i Setiawan, MS Sherry Ann Tanumihardjo, MSc, PhD

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga

Drh M. Rizal M Damanik, M.Rep.Sc., PhD Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karuniaNya, sehingga disertasi dengan judul “Efikasi Suplementasi Fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng terhadap Status Vitamin A dan Faktor Imunitas pada Air Susu Ibu” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Semua ini dapat terjadi karena ijin dan ridho Allah SWT semata. Sebagai hamba Allah SWT yang mempunyai banyak keterbatasan, terlebih dahulu mohon dimaafkan apabila dalam penyampaian ucapan terimakasih ini ada nama yang terlewatkan. Tidak ada maksud mengecilkan arti seseorang, namun kealfaan jugalah penyebabnya. InsyaAllah pahala akan dilimpahkan Allah SWT.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Hardinsyah MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya, Dr. Ir Budi Setiawan, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan sabar dan tekun memberi dorongan dan pengarahan. Kepada Sherry A. Tanumihardjo, MSc, PhD selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahan serta masukannya sehingga penulisan disertasi ini dapat menjadi lebih baik. Thanks for the time we shared. It is a great honor for me that she was willing to adopt me as his student despite numerous students she has had.

Ucapan terimakasih disampaikan pada Dr. Susilowati Herman, MSc yang telah memberi kesempatan belajar dan kesempatan kami untuk terlibat dalam penelitian dan penggunaan data penelitian. Kepada Ir. Yuniar Rosmalina, MSc sebagai ketua pelaksana dalam penelitian beserta tim pelaksana penelitian, M. Saidin, SKM, MSi, Emma Suhaedah, Henny, Rosita, Yetti, Suzi, Enok Srigati, Komar, Eddy, Asep, Tri, Tyas dan almarhum Yanti terimakasih atas segala bantuan, kerja keras dan kerjasama teman-teman amatlah berguna. Kepada Dr. Sunarno Ranu Widjojo, MPH selaku Ka Puslitbang Gizi dan Makanan yang tela h memberi kesempatan belajar dan membantu menyediakan dana penelitian. Kepada Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Dep. Kes. Yang telah memberi dana pendidikan terimakasih atas segala bantuannya.

(12)

untuk dapat melanjutkan pendidikan di IPB ini. Teman-teman semasa mengikuti kuliah, Dr Fitrah Ernawati, Ir Diah Mulyawati,MKes Ibu Ellis Endang. N. MSi, Suparman, MSc, Dr. Nurdin dan Andi Nurlinda, MKes. Terimakasih atas segala dukungan dan bantuan serta kesabarannya selama masa kita bersama.

Kemampuan unt uk dapat melaksanakan penelitian, menulis disertasi ini tidak lepas dari pengalaman pengalaman yang didapat saat membantu melaksanakan berbagai penelitian Terimakasih kepada Prof. Dr. Muhilal, Prof Dr. Darwin Karyadi serta para peneliti senior di Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor yang telah memberi banyak pengalaman, juga kepada bapak Dr. Arum Atmawikarta MPH.

Kepada PT Bina Karya Prima yang membantu menyediakan minyak yang difortifikasi, Kepala Perkebunan Sawit yang memberi kesempatan untuk melihat proses pengolahan minyak sawit, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang beserta jajarannya, Kepala Puskesmas Cikole, Pandeglang, Kadu Hejo dan Cimanuk beserta bidan-bidan yang terlibat juga kepada ibu- ibu sampel yang telah rela memberikan Air Susunya untuk diperiksa, terimakasih atas segala bantuan dan kerjasamanya.

Kepada Prof Dr.Ir Faisal Anwar atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada saat kolokium dan Dr. Sri Anna Marliyati,MS. yang telah berkenan menjadi penguji saat prakualifikasi lisan dan pada ujian tertutup dilaksanakan, juga kepada Dr Rizal M. Damanik, MS Rep Sc., PhD. yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi saat ujian tertutup dan Dr. Ir. Titik Sunarti yang telah berkenan memimpin sidang pada saat ujian tertutup, kepada Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS dan Dr Arum Atmawikarta, MPH yang berkenan menjadi penguji luar komisi saat ujian terbuka terimakasih atas kesediaannya.

Kepada Dekan dan wakil dekan Fakultas Ekologi Manusia beserta seluruh dosen pengajar yang telah memberikan ilmu selama kami mengikuti masa perkuliahan, juga kepada seluruh karyawan yang memberikan layanan akademik, terimakasih atas segala bimbingan dan bantuannya.

(13)

Sarjana ini dengan memberi dukungan dan penyediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk penulisan disertasi ini.

Kepada Mamah dan Apa, yang tidak pernah putus mendoakan dan memberi dukungan, kedua almarhum bapak ibu mertua, kepada kakak-kakak dan adik-adik beserta keluarganya yang selalu memberikan dukungan baik materil maupun moril hatur nuhun pidua sareng sagala bantosana.

Kepada suami tersayang H. Usman Nurhaman yang dengan segala keridhoannya membimbing dan mendoakan, ananda H. A. Luthfi Pratama dan istri Triane Karunia Dewi, ananda A. Malik Issyaiedfitra, ananda A. Muttaqien Trisyarahman dan ananda A. Arrofi Chatramanderaj yang selalu ibu cintai terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini.

Semoga Allah SWT berkenan membalas semua amal kebaikan dengan pahala yang setimpal. Mohon dimaafkan lahir dan batin atas segala kekurangan.

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 September 1957 sebagai anak ketiga dari pasangan H. Permedi dan H. Soekaesih Idris. Pendidikan sarjana muda gizi ditempuh di Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI, Jakarta, lulus pada tahun 1980. Pada tahun 1986 penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat Sumberdaya Keluarga pada program sarjana dan menamatkan pada tahun 1988. Pada tahun 1995, penulis diterima di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, diselesaikan pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai Peneliti Madya di Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Bogor sejak tahun 1980. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah gizi manusia.

Sebagai peneliti telah menulis berbagai artikel sebagai penulis utama maupun penulis selanjutnya pada journal yang terbit didalam negeri dan sebagai penulis selanjutnya pada journal yang terbit diluar negeri.

Selama mengikuti program S3, penulis: menulis artikel dengan judul Kadar sekretori IgA dan lactoferrin Air Susu Ibu pada Journal Gizi Indonesia volume 32 (2) 2009. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis. Karya tulis lain yang dihasilkan selama mengikuti kuliah dan sebagai penulis pertama adalah :

- Dewi Permaesih dan Yuniar Rosmalina, 2000. Kandungan Vitamin A ASI ibu nifas di Kabupaten Serang. Penelitian Gizi dan Makanan volume 31 no 1 Juni. - Dewi Permaesih, 2008. Penilaian status vitamin A secara biokimia. Gizi

(15)
(16)

DAFTAR ISI

Masalah, Penyebab dan Konsekuensi Kurang Vitamin A pada Ibu Nifas dan Bayi

7

Ibu Nifas dan Kebutuhan Vitamin A 8

Penyebab Rendahnya Status Vitamin A Pada Ibu Nifas dan Bayi 9

Sumber, Peran dan Metabolisme Vitamin A 10

Sumber dan Asupan Vitamin A 10

Peran Vitamin A 11

Metabolisme Vitamin A 12

Penilaian status vitamin A 15

Program Perbaikan Status Vitamin A 21

Peningkatan Konsumsi Makanan sumber Vitamin A 21

Suplementasi Vitamin A 22

Fortifikasi Vitamin A 23

Pengaruh Pemberian Vitamin A pada Retinol ASI 26 Pengaruh Pemberian Vitamin A pada Faktor Imunitas ASI 27

Air Susu Ibu (ASI) 29

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 40

Cara Penentuan Sampel 41

Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 42

Bahan Intervensi dan Pendistribusian 46

Pelaksanaan Intervensi 47

(17)

Jenis Data 48

Cara Pengumpulan Data 49

Pengendalian Kualitas Data 50

Pengolahan dan Analisis Data 51

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pengumpulan Data 54

Karakteristik sampel 55

Status Gizi Antropometri 57

Hasil Pemeriksaan Klinis 59

Gambaran Konsumsi Minyak Selama Masa Pelakuan 60

Asupan Energi dan Zat Gizi 62

Asupan Vitamin A 64

Status Vitamin A 67

Kadar Retinol (R) ASI 68

Kadar Didehydroretinol (DR) ASI 76

Rasio Didehydroretinol (DR) dibandingkan Retinol (R) DR:R 78

Faktor Imunitas dalam ASI 80

Kadar Sekretori IgA (sIgA) ASI 80

Kadar Lactoferrin ASI 84

KESIMPULAN DAN SARAN 90

DAFTAR PUSTAKA 92

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Klasifikasi Xerophthalmia 8

2 Suplementasi vitamin A dosis tinggi pada populasi yang mengalami defisiensi

23 3 Dampak pemberian vitamin A pada ibu nifas terhadap status

vitamin A dan fungsi kesehatan pada ibu dan bayi

26 4 Komponen antimokrobial dan perkembangan imun pada Air

Susu Ibu

31

5 Rancangan kelompok perlakuan 43

6 Jenis dan cara pengumpulan data 48

7 Karakteristik sampel menurut perlakuan 55

8 Karakteristik sosial ekonomi sampel menurut perlakuan 56 9 Sebaran sampel dan rata-rata berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas dan indeks massa tubuh sampel menurut kelompok sebelum dan sesudah perlakuan

58

10 Sebaran sampel menurut status kesehatan sebelum dan sesudah perlakuan

59 11 Rata-rata konsumsi minyak goreng selama masa perlakuan

menurut kelompok

61 12 Rata-rata asupan energi dan zat gizi lainnya menurut kelompok

perlakuan

63 13 Rata-rata asupan vitamin A dan tingkat kecukupannya menurut

kelompok perlakuan

65 14 Rata-rata kadar retinol ASI menurut kelompok perlakuan

sebelum dan sesudah suplementasi

71 15 Model regresi logistik pada status vitamin A 72 16 Rata-rata kadar retinol ASI menurut kategori kadar retinol

ASI-WHO pada kelompok awal dan akhir perlakuan

73 17 Distribusi responden menurut batasan kadar retinol ASI-WHO

dan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah

75 18 Rata-rata kadar 3,4-didehydroretinol pada awal dan akhir

penelitian menurut kelompok

77 19 Rata-rata rasio DR:R pada awal dan akhir penelitian menurut

kelompok

78 20 Kadar sekretori IgA pada awal dan akhir penelitian menurut

kelompok

81 21 Pengaruh perlakuan dan tingkat paritas terhadap sekretori IgA 83 22 Kadar lactoferrin pada awal dan akhir penelitian menurut

kelompok

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur Vitamin A 13

2 Metabolisme Vitamin A 15

3 Faktor-faktor yang mempengaruhi status vitamin A Ibu 27 4 Alur pemberian secara oral DRA pada ASI dan serum pada

model menyusui

36

5 Kerangka pemikiran 38

6 Alur pelaksanaan penelitian 45

7 Perbedaan konsumsi minyak goreng sebelum dan saat intervensi 61 8 Asupan vitamin A antar kelompok dibandingkan dengan AKG 65 9 Kadar retinol ASI pada awal dan akhir menurut kelompok

dibandingkan dengan kadar normal menurut WHO

68 10 Kadar didehydroretinol ASI pada awal dan akhir menurut

kelompok perlakuan

76 11 Rasio DR:R pada awal dan akhir menurut kelompok perlakuan 79 12 Kadar sekretori IgA pada awal dan akhir menurut kelompok

perlakuan

82 13 Kadar lactoferrin pada awal dan akhir menurut kelompok

perlakuan

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman 1 Ethical Clearance dari Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan

100 2 Naskah penjelasan penelitian “Efikasi minyak goreng yang

difortifikasi vitamin A dibandingkan suplementasi kapsul vitamin A terhadap retinol dan faktor imunitas pada ASI”

101

3 Surat Persetujuan untuk Pemeriksaan 102

4 Cara perhitungan penambahan vitamin A pada minyak 103

5 Formulir pengumpulan data 104

6 Uji normalitas dan uji homogenitas transformasi konsumsi vitamin A

114 7 Uji normalitas, uji homogenitas dan ANOVA kadar Retinol ASI

awal

115

8 Uji ANOVA kadar retinol ASI akhir 116

9 Uji ANCOVA dan estimasi kadar retinol ASI akhir 117 10 Uji Kruskall Wallis Kadar didehydroretinol awal 118 11 Uji ANCOVA dan estimasi kadar didehydroretinol ASI akhir 119

12 Uji ANOVA rasio DR:R akhir 121

(21)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Defisiensi vitamin A berhubungan erat dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada bayi (Sommer et al. 1987). Status vitamin A pada kebanyakan bayi yang baru dilahirkan adalah marginal dan ibu nifas tidak mendapatkan asupan vitamin A yang cukup karena itu berisiko untuk mengalami kurang vitamin A. Wanita yang menyusui memiliki resiko kekurangan vitamin A dikarenakan sejumlah vitamin A dikeluarkan kedalam Air Susu Ibu (ASI). Asupan vitamin A yang tidak memadai untuk menggantikan vitamin A yang disekresi dan ditransfer kepada bayi melalui ASI akan menurunkan cadangan vitamin A pada ibu, sehingga ibu akan mengalami deplesi dan ASI yang dihasilkan berkurang kualitas vitamin A-nya (Haskell dan Brown, 1999)

ASI merupakan sumber asupan gizi utama bagi bayi. Hasil penelitian Dijkhuizen et al. (2001) di pedesaan Kabupaten Bogor menemukan kandungan vitamin A dalam ASI sebesar 11,1 µg/dL, sedangkan Permaesih (2005) di Serang menemukan sebesar 16,5 µg/dL. Nilai ini di bawah nilai normal ASI menurut WHO yaitu sebesar 30 µg/dL. Disisi lain, hasil penelitian yang dilakukan oleh Schmidt et al. (2000) mendapatkan kadar serum retinol bayi dari ibu yang saat hamil hanya mendapat suplementasi zat besi sebesar 15,4 µg/dL, lebih rendah dari batas yang ditentukan oleh WHO yaitu sebesar 20 µg/dL untuk serum retinol.

(22)

pencernaan, hormon-hormon dan modulator pertumbuhan. Pada situasi tertentu ASI mungkin juga mengandung komponen-komponen yang berbahaya seperti polutan, obat-obatan, alergen dan berbagai virus. ASI mempunyai komposisi yang unik, yang berbeda pada setiap orang, dalam kandungan dan konsentrasinya (Prentice 1996).

Hal yang menarik dari ASI selain sebagai sumber zat gizi adalah kemampuan ASI untuk membunuh bakteria. Setiap sendok teh (sekitar 5 gram) ASI mengandung campuran kompleks lebih dari 3 jutaan germ sel-sel pembunuh yang secara bersama-sama dengan cytokines, lactoferrin, lisozyme dan mucins membantu menurunkan infeksi pada bayi baru lahir dan infeksi bayi. Immunoglobulin utama pada ASI adalah sekretori IgA (sIgA) (Abdulla et al. 2005; Araujo et al. 2005; Newman 2000).

Menurut beberapa peneliti, pada saat menyusui tubuh ibu mampu menghasilkan ASI yang cukup mengandung zat- zat gizi esensial walaupun pada saat itu tubuh ibu sedang mengalami kekurangan (Abdulla et al. 2005), namun beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang erat antara asupan makanan ibu menyusui dengan kandungan vitamin A ASI (Roy et al. 1997; Bhaskaram dan Balakrishna 1998; Rice et al. 1999; Stoltzfus et al. 1999). Peningkatan status vitamin A pada ibu menyusui maupun balita diketahui memberi pengaruh menguntungkan terhadap morbiditas dan mortalitas (Roy et al. 1997; Bhaskaram dan Balakrishna 1998; Rice et al. 1999; Stoltzfus et al. 1999).

Vitamin A berperan penting dalam menjaga integritas dari epithelia. Defisiensi vitamin A berhubungan dengan hambatan patologi antara lain dalam jaringan epithelia (Villamor dan Wafaei 2005). Menurut Semba (2002), defisiens i vitamin A menga nggu pengeluaran sIgA spesifik antigen karena menurunnya jumlahnya. Hanson (1998) melaporkan sIgA berperan sebagai “intestinal paint” sedangkan faktor lain seperti lactoferrin berpartisipasi sebagai faktor pertahanan. Komponen ini merupakan proteksi pasif pada bayi dan mestimulasi perkembangan sistim imunitas bayi.

(23)

penelitian Permaesih et al. (2005) menunjukkan kadar retinol ASI pada awal penelitian sebesar 16,5 µg/dL setelah 30 hari pemberian 2 kapsul vitamin A kembali mendekati nilai tersebut. Belum diketahui pengaruh pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi 2 x 200 000 SI dibandingkan dengan asupan vitamin A setiap hari. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan yang ditimbulkan pada upaya- upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI.

WHO merekomendasikan untuk meningkatkan status vitamin A melalui perbaikan asupan makanan sehari- hari baik dari fortifikasi maupun suplementasi pada semua anak sejak umur 6 bulan. Untuk anak dibawah umur 6 bulan direkomendasikan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas sesaat setelah ibu melahirkan (post partum) (WHO/UNICEF/IVACG 1997). International Vitamin A Consultative Group (IVACG) meeting di Vietnam (2002) merekomendasikan pemberian vitamin A dengan dosis 400 000 SI dalam bentuk 2 kapsul 200 000 SI. Menurut Rice et al. (2007) rekomendasi ini didasarkan pada penelitian-penelitian yang menunjukkan keuntungan-keuntungan yang terbatas dari pemberian vitamin A sebesar 200 000 SI atau 300 000 SI setelah melahirkan. Pemerintah Indonesia telah merintis program pemberian 2 x 200 000 SI sejak tahun 2005. Program suplementasi merupakan program jangka pendek yang tinggi biaya dan ketersediaannya tergantung pada industri farmasi.

Strategi mengatasi masalah kurang vitamin A yang dilakukan melalui program Fortifikasi Vitamin A merupakan strategi jangka panjang sehingga diharapkan mampu mempertahankan kebutuhan vitamin A tubuh secara berkesinambungan. Menurut Hardinsyah (2002), minyak goreng merupakan salah satu pangan pembawa yang dapat dipilih untuk program fortifikasi karena dikonsumsi secara luas oleh masyarakat dan diproduksi oleh sedikitnya industri (terutama minyak sawit) dengan skala besar. Selain itu, menurut Hardinsyah (2002) berdasarkan data SUSENAS 1999, sekitar 90% keluarga Indonesia mengkonsumsi minyak goreng setiap minggu rata-rata 21 g/kap/hari. Selain itu telah dikembangkan teknologi fortifikasi vitamin A pada minyak goreng.

(24)

suplementasi kapsul vitamin A saja dan minyak goreng yang difortifikasi saja terhadap status vitamin A dan faktor imunitas (lactoferrin dan sIgA) dalam ASI dibandingkan dengan plasebo. Pemberian minyak goreng pada ibu nifas dan keluarganya dilakukan selama 80 hari.

Perumusan Masalah

Masalah Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Vitamin A esensial untuk fungsi normal kekebalan, pertumbuhan, pemeliharaan permukaan mukosa dan hematopoesis (Semba 1998). Di beberapa negara sedang berkembang, kekurangan vitamin A banyak terjadi dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi, anak-anak dan ibu hamil (West et al. 2001). Ada hubungan yang kuat antara KVA dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, status vitamin A mungkin berpengaruh pada tingginya angka kejadian penyakit seperti diare, disentri, campak dan infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) akut (Sommer et al. 1987).

Anak atau bayi menjadi KVA disebabkan oleh 2 penyebab utama yaitu: 1) ibu menderita defisiensi vitamin A dan menghasilkan ASI yang rendah kadar vitamin A, dan 2) mengkonsumsi makanan yang rendah kandungan vitamin A (Miller et al. 2002). Kajian Dijkhuizen et al. (2001) di Kabupaten Bogor, menemukan kandungan vitamin A dalam ASI sebesar 11,1 µg/dL, nilai ini di bawah nilai normal menurut WHO yaitu sebesar 30 µg/dL.

Saat ini pemerintah telah merintis program pemberian 2 kapsul vitamin A dosis 200.000 SI pada ibu nifas segera setelah melahirkan dan hari berikutnya. Selain itu juga sedang dirintis program fortifikasi vitamin A pada minyak goreng. Beberapa masalah penting yang berkaitan dengan suplementasi vitamin A pada ibu nifas sebagai berikut :

(25)

2. Apakah pemberian vitamin A berupa kapsul vitamin A dosis tinggi maupun di fortifikasikan pada minyak goreng bagi ibu nifas akan meningkatkan status vitamin A ASI lebih baik dibandingkan dengan kelompok plasebo?

3. Apakah pemberian vitamin A berupa kapsul vitamin A dosis tinggi maupun di fortifikasikan pada minyak goreng bagi ibu nifas akan meningkatkan kadar sIgA dan kadar lactoferrin dalam ASI lebih baik dibandingkan dengan kelompok plasebo?

4. Bagaimana pengaruh fortifikasi vitamin A pada minyak goreng terhadap status vitamin A ASI, kadar sIgA dan kadar lactoferrin.

Tujuan

Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menilai efikasi suplementasi dan fortifikasi vitamin A pada minyak goreng terhadap status vitamin A ASI dan faktor imunitas dalam ASI.

Tujuan khusus

1. Menganalisis asupan vitamin A dari makanan dan tingkat penyerapan vitamin A dalam makanan berminyak.

2. Menganalisis status vitamin A ASI ibu sebelum dan sesudah intervensi. 3. Menganalisis faktor imunitas ASI sebelum dan sesudah intervensi.

4. Menganalisis efikasi fortifikasi vitamin A dibanding kapsul vitamin A terhadap status vitamin A ASI.

5. Menganalisis efikasi fortifikasi vitamin A dibanding kapsul vitamin A terhadap faktor imunitas (sIgA dan lactoferrin).

Manfaat

(26)

Hipotesis

Berdasarkan pengelompokan diatas maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. H1 : Pengaruh pemberian 2 kapsul vitamin A dilanjutkan minyak goreng yang difortifikasi vitamin A terhadap kadar retinol ASI lebih baik dibandingkan dengan pemberian 2 kapsul vitamin A saja.

2. H1 : Pengaruh pemberian 2 kapsul vitamin A dilanjutkan minyak goreng yang difortifikasi vitamin A terhadap kadar retinol ASI lebih baik dibandingkan dengan pemberian minyak goreng yang difortifikasi vitamin A saja.

3. H1 : Pengaruh pemberian 2 kapsul vitamin A dilanjutkan minyak goreng yang difortifikasi vitamin A terhadap kadar retinol ASI lebih baik dibandingkan dengan plasebo.

4. H1 : Pengaruh pemberian 2 kapsul vitamin A terhadap kadar retinol ASI lebih baik dibandingkan dengan plasebo.

5. H1 : Pengaruh pemberian minyak goreng yang difortifikasi vitamin A terhadap kadar retinol ASI lebih baik dibandingkan dengan plasebo. 6. H1 : Pengaruh pemberian 2 kapsul vitamin A dilanjutkan minyak goreng

yang difortifikasi vitamin A terhadap lactoferrin dan sekretori IgA pada ASI lebih baik dibandingkan dengan pemberian kapsul vitamin A saja. 7. H1 : Pengaruh pemberian 2 kapsul vitamin A dilanjutkan minyak goreng

yang difortifikasi vitamin A terhadap lactoferrin dan sekretori IgA pada ASI lebih baik dibandingkan dengan pemberian minyak goreng yang difortifikasi vitamin A saja.

8. H1 : Pengaruh pemberian kapsul vitamin A dan minyak goreng yang difortifikasi vitamin A terhadap lactoferrin dan sekretori IgA pada ASI lebih baik dibandingkan dengan plasebo.

9. H1 : Pengaruh pemberian kapsul vitamin A terhadap lactoferrin dan sekretori IgA pada ASI lebih baik dibandingkan dengan plasebo.

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Masalah, Konsekuensi dan Penyebab Kurang Vitamin A pada Ibu Nifas dan Bayi

Masalah kurang vitamin A (KVA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang. Kurang vitamin A menyebabkan risiko kebutaan pada anak-anak dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada penderita infeksi berat. Ibu- ibu pada masa hamil dan menyusui meningkat risiko untuk menderita KVA (Underwood 1996).

Kekurangan vitamin A ditandai dalam berbagai kondisi sebagai tanda awal dari defisiensi vitamin A pada manusia termasuk diantaranya gagal tumbuh, kehilangan nafsu makan dan menurunnya respon imun sehingga rentan terhadap infeksi. Buta senja yang ditunjukkan menurunnya kemampuan untuk penyesuaian dengan gelap, yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan waktu yang diperlukan untuk beradaptasi penglihatan dalam cahaya yang suram. Kondisi ini berkembang saat cadangan vitamin A dalam hati kurang. Selanjutnya terjadi gangguan ocular seperti conjunctival xerosis, Bitot’s spot, keratomalacia dan xerophthalmia (Gibson 2005).

(28)

kondisi ini adalah buta senja (XN) hingga ulkus kornea dan keratomalacia (X3) (Sommer dan Davidson 2002) secara singkat disajikan dalam Tabel 1 berikut :

Tabel 1 Klasifikasi Xerophthalmia

Klasifikasi Penjabaran

XN Buta senja

X1A Conjuctival xerosis X1b Bitot’s spots

X2 Corneal xerosis

X3A Corneal ulceration/keratomalacia (terjadi pada sepertiga bagian area kornea)

X3B Corneal ulceration/keratomalacia (terjadi pada sepertiga atau lebih bagian area kornea)

XS Corneal Scar (dari X3) XF Xerophthalmic fundus

Kurang vitamin A pada ibu nifas berpengaruh pada bayi yang disusuinya. Pada bayi yang disusui dengan kandungan vitamin A dalam ASI rendah berisiko untuk mengalami Kurang Vitamin A dan rentan terhadap penyakit infeksi dan diare. Terdapat hubungan antara kurang vitamin A dan peningkatan kejadian morbiditas diare dan mortalitas pada anak (Sommer et al. 1995). Keadaan ini tentunya akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak.

Ibu Nifas dan Kebutuhan Vitamin A

(29)

vitamin A yang rendah menyebabkan rendahnya vitamin A dalam ASI. Kebutuhan dapat dipenuhi melalui asupan makanan yang tinggi vitamin A atau melalui fortifikasi makanan. Asupan vitamin A yang cukup diperlukan sejak masa kehamilan, diharapkan ibu mempunyai cadangan vitamin A yang cukup pada saat melahirkan, sehingga menghasilkan ASI yang cukup vitamin A. Pemberian vitamin A dosis tinggi segera setelah melahirkan juga dapat meningkatkan konsentrasi vitamin A dalam ASI.

Asupan vitamin A yang berlebihan dapat menimbulkan pengaruh toksisitas yang berpengaruh pada kesehatan. Keracunan berhubungan dengan penyalahgunaan suplementasi vitamin A dan asupan makanan yang mengandung vitamin A yang amat tinggi. Asupan vitamin A sebesar 25 000-50 000 SI/hari dalam waktu beberapa bulan atau lebih dapat mengakibatkan toksisitas yang menimbulkan berbagai akibat, demikian pula dengan penggunaan obat-obatan (Hatchcock 1990).

Penyebab Rendahnya Status Vitamin A Pada Ibu Nifas dan Bayi

Ibu- ibu di Indonesia seperti halnya dinegara berkembang umumnya menderita kurang vitamin A disebabkan oleh dua alasan utama yaitu: asupan makanan yang rendah vitamin A dan tingginya angka kelahiran yang disertai dengan lamanya menyusui bayi (Miller et al. 2002). Rendahnya asupan vitamin A sudah dialami sejak dari masa sebelum kehamilan, yang berlanjut pada masa kehamilan dimana kebutuhan juga semakin meningkat dan tidak disertai dengan peningkatan asupan makanan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Permaesih (2005) menunjukkan asupan vitamin A yang berasal dari bahan makanan hewani maupun sayuran dan buah-buahan pada ibu nifas masih belum mencukupi yaitu baru sekitar 60% dari kebutuhan yang dianjurkan. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi status vitamin A pada darah maupun ASI.

(30)

Bayi menderita kurang vitamin A disebabkan oleh 2 hal, yaitu: 1) ibu menyusui menderita kekurangan, sehingga kandungan vitamin A dala m ASI nya rendah dan 2) mereka mendapat makanan tambahan yang kandungan vitamin A nya rendah. Hal lain yang juga berpengaruh adalah bayi sering menderita sakit, kehilangan nafsu makan, ketidakmampuan mengabsorpsi dan peningkatan kebutuhan akan menyebabkan penurunan status vitamin A (Miller et al. 2002).

Sumber, Peran, Metabolisme dan Perhitungan Asupan Vitamin A

Sumber Vitamin A

Vitamin A tersedia secara alami maupun dalam bentuk sintetis. Secara alami dalam bahan makanan berupa preformed vitamin A yang berasal dari bahan makanan hewani atau provitamin A karotenoids yang berasal dari sayuran dan buah-buahan. Bahan makanan hewani yang kaya akan vitamin A yaitu merah telur, hati, keju, susu dan lemak hati ikan cod. Di banyak negara berkembang asupan provitamin A karotenoids seringkali merupakan sumber utama. Kandungan terbesar dari provitamin A karotenoid adalah a-karoten dan β-karoten yang ditemukan pada bahan makanan seperti sayuran hijau tua, wortel, ubi merah, mangga, pepaya dan β-cryptoxanthin pada jeruk dan asam (Semba 2002). Buah-buahan yang berwarna kuning juga kaya akan vitamin A. Kandungan vitamin A dan karoten dalam makanan akan sangat bervariasi. Variasi yang terjadi disebabkan antara lain oleh bibit dari tanaman, lingkungan dimana tanaman itu tumbuh dan juga bagaimana proses penanganan pasca panen dan penyimpanannya. Minyak sawit yang berwarna merah mengandung banyak karoten, namun dalam proses produksi minyak goreng karoten umumnya dibuang mengalami banyak penurunan. Untuk bayi sumber utama vitamin A berasal dari ASI.

(31)

Peran Vitamin A

Vitamin A merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh, berperan dalam berbagai aktifitas dalam tubuh. Fungsi vitamin A antara lain untuk penglihatan terutama pada malam hari, meningkatkan respon imun, membantu pertumbuhan tulang, meningkatkan kesuburan dan juga berperan pada proses embriogenesus. Menurut Bender (2003), ada 4 fungsi metabolisme dari vitamin A yaitu 1) sebagai kelompok prosthetic dari pigment penglihatan, 2) sebagai modulator inti pada ekspresi gen, 3) sebagai pembawa mannosyil dalam sintesa dari hydrophobic glyco-protein; dan 4) dalam retinoylation dari protein. Penelitian menunjukkan bahwa kekurangan vitamin A menyebabkan lebih sensitif pada rotavirus dan ada gangguan pada pertumbuhan. Untuk bayi vitamin A berperan terutama untuk pertumbuhan dengan sumber utamanya adalah ASI.

(32)

Semba (2002) juga menjelaskan bahwa kekurangan vitamin A menyebabkan kegagalan fungsi mukosa mela lui beberapa mekanisme yaitu: 1) kehilangan silia pada saluran pernafasan; 2) kehilangan mikrovilli dalam saluran pencernaan; 3) kehilangan mucin dan sel goblet dalam saluran penafasan, pencernaan dan genitaurinary; 4) metaplasia squamous dengan abnormal keratinisasi dalam saluran penafasan dan genitaurinary; 5) perubahan pada antigen spesifik konsentrasi sekresi immunoglobulin A; 6) kegagalan pada mukosa berhubungan dengan fungsi sel imunitas; dan 7) penurunan integritas pada usus (gut).

Metabolisme Vitamin A

Vitamin A adalah terminologi generik yang merujuk pada komponen dengan aktifitas biologi dari retinol. Termasuk didalamnya provitamin A karoten, yang terdiri dari β-karoten, α-karoten dan β-cryptoxanthin, yang tersedia dalam bahan makanan yang berasal dari sayuran hijau, orange atau kuning dan beberapa buah-buahan. Selain itu juga terdapat bentuk preformed vitamin A, retinyl esters dan retinol yang terdapat dalam bahan makanan hewani seperti hati, daging, telur, susu beserta produk olahannya (Zempleni et al. 2006).

Vitamin A adalah senyawa organik komplek yang dibutuhkan oleh tubuh dala m jumlah relatif kecil tetapi sangat penting untuk pertumbuhan dan menjaga kesehatan. Tubuh tidak dapat mensintesanya karena itu harus diperoleh dari asupan makanan. Bentuk generik dari semua retinoid secara qualitatif menggambarkan aktifitas biologi dari semua trans retinol. Beberapa karotenoid mempunyai aktifitas provitamin A. Untuk itu, β-karoten mempunyai aktifitas biologi paling tinggi dan tersebar luas pada produksi tanaman. Beberapa struktur kimia vitamin A disajikan pada Gambar 1.

(33)

retinol; dan 4) ß-karoten yang ditemukan pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan, dalam pencernaan dapat diubah menjadi 2 molekul retinal, konversi ini tidak efisien. Aktifitas vitamin A dari ß-karoten hanya seperenam dari retinol (Lippincot 1995). Menurut Zempleni et al. 2006, sejumlah kecil bentuk vitamin A mungkin ada dalam makanan yang kita konsumsi, seperti misalnya vitamin A2 (3,4-didehydroretinol) yang ditemukan pada minyak ikan air segar dan tersedia sebagai cadangan pigmen penglihatan pada spesies ini.

Gambar 1 Struktur vitamin A (Bender 2002)

Penyerapan makanan yang mengandung vitamin A adalah dengan cara diemulsi dengan cairan empedu dan lemak dalam usus halus. Retinol diesterifikasi dalam mukosa intestinal, diikat kedalam chylomicra dan dibawa kesaluran darah melalui sirkulasi limpa. Sekitar 90% dari vitamin A dalam tubuh disimpan dalam hati dalam bentuk retinyl esters. Hati mempunyai kemampuan untuk menyimpan vitamin A yang cukup untuk beberapa bulan. Kapasitas penyimpanan pada orang dewasa lebih besar dibanding dengan anak-anak. Retinol keluar dari hati bersama-sama dengan plasma RBP dan transthyretin (TTR) (Semba 2002).

Preformed vitamin A ditemukan pada hewan dan sejumlah kecil bakteri. Sejumlah pigment karoten dalam tumbuhan dapat dipecah secara oksidasi dan

C H3

C H2O H

C H3 C H3

C H3 C H3

r e t i n o l

C H3

C O O H

C H3 C H3

C H3 C H3

r e t i n a l d e h y d e

a l l -t r a n s- r e t i n o i c a c i d

C H3

C H O

C H3 C H3

(34)

menghasilkan retinol. Karoten merupakan sumber paling penting dari provitamin A karotenoids. Kedua bentuk retinol secara akut dan kronik dapat menjadi toksik bila berlebihan, sedangkan karoten tidak, karena kapasitas untuk diubah menjadi retinol terbatas (Bender 2003).

Penelitian yang dilakukan Ribaya-Mercado et al. (2007) menunjukkan bahwa karoten yang berasal dari sayuran hijau dan buah-buahan berwarna yang dikonsumsi dengan sedikit lemak akan menaikkan kadar serum karoten dan total cadangan vitamin A. Hal ini dapat meningkatkan cadangan vitamin A dalam hati dari konsentrasi rendah menjadi normal.

Karotenoid yang ada akan diabsorbsi oleh sel-sel mukosa duodenal dengan mekanisme infusi pasif. Banyak faktor yang membatasi absorpsi karoten. Salah satu faktor pembatas ketersediaan karoten pada sumber bahan makanan yang paling penting adalah pelepasan dari bentuk matriks phisik yang akan diserap dan dipecah dalam bagian terbesar lemak. Efisiensi pelepasan karoten akan dipengaruhi antara lain oleh faktor karakter dari karoten dalam makanan, ukuran partikel yang akan dipengaruhi proses pengunyahan, aktifitas dari lambung dan efisiensi dari enzym-enzym pencernaan. Kandungan karoten pada chromoplast dan chloroplast dari bahan makanan yang berasal dari makanan juga dipengaruhi oleh protein. Proses pemasakan sebelum makanan dikonsumsi juga membantu meningkatkan bioavailabilitas dari pigmen karoten dari beberapa bahan makanan (Parker 1996).

(35)

Ikatan bergabung pada receptor spesifik pada permukaan dari sel jaringan peripheral, memungkinkan untuk masuknya retinol.

Penilaian Status Vitamin A

Penentuan status vitamin A penting untuk melihat kadar vitamin A dalam tubuh seseorang. Sebagian besar vitamin A dalam tubuh disimpan dalam bentuk retinyl ester didalam hati. Karena itu pengukuran cadangan vitamin A dalam hati merupakan indeks terbaik untuk mengetahui status vitamin A, namun pengukuran dengan cara biopsi tidak mungkin dilakukan pada penelitian di lapangan. Sebagai gantinya, total serum vitamin A atau yang lebih baru lagi konsentrasi serum retino l lebih sering digunakan. Serum atau plasma hanya mengandung sekitar 1% dari total cadangan vitamin A dan konsentrasi tidak menggambarkan cadangan

Gambar 2 Metabolisme vitamin A (dimodifikasi dari Lippincot 1995) Semua trans retinol Retinol-RBP

(36)

tubuh hingga terjadinya kekurangan yang berat atau kelebihan yang tinggi. Konsekuensinya yang paling baik adalah untuk menentukan status vitamin A selain kadar serum retinol juga menggunakan test biokimia dan fungsi physiologi lainnya (Gibson 2005). Beberapa cara penentuan status vitamin A disajikan berikut ini:

Serum Retinol

Kadar serum retinol menggambarkan status vitamin A hanya ketika cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam tingkat berat (<0.07 µmol/g hati) atau berlebihan sekali (> 1.05 µmol/g hati). Bila konsentrasi cadangan vitamin A dalam hati berada dalam batas ini, tidak menggambarkan total cadangan tubuh, menggambarkan konsenstrasi status vitamin A perseorangan terutama ketika cadangan vitamin A tubuh terbatas, karena konsentrasi serum retinol terkontrol secara homeostasis dan tidak akan turun hingga cadangan tubuh benar-benar menurun. Konsentrasi serum retinol juga dipengaruhi oleh faktor– faktor yang mempengaruhi pengeluaran holo-RBP. Faktor yang berpengaruh pada kadar serum retinol antara lain umur, jenis kelamin dan ras. Diperlukan kriteria khusus umur untuk menginterpretasikan kadar serum retinol. Faktor lain adalah asupan lemak yang rendah dalam makanan, misalnya asupan <5-10 g/hari, akan mengganggu absorpsi dari provitamin A karoten dan pada jangka panjang menurunkan konsentrasi plasma retinol. Selain dari asupan lemak faktor gizi lainnya adalah defisiensi zat gizi lain. Kurang energi protein menurunkan apo-RBP, kurang zinc menurunkan kadar retinol karena perannya dalam sintesa hepatik atau sekresi RBP. Penyakit mungkin berpengaruh pada kadar serum retinol, penyakit ginjal kronis meningkatkan konsentrasi retinol, sedangkan penyakit hati menurunkan kadar serum retinol. Penyakit infeksi termasuk HIV, campak, infeksi parasit berhubungan dengan rendahnya kadar serum retinol (Gibson 2005). Namun demikian serum retinol merupakan indikator yang sering digunakan untuk penentuan tingkat kurang vitamin A pada populasi karena banyak laboratorium yang mampu menganalisanya dan ini merupakan indikator biokimia status vitamin A yang terbaik (Saskia dan Dary 2002; Gibson 2005).

(37)

sederhana dan lebih murah, namun kurang akurat, karena itu HPLC lebih sering digunakan. Beberapa metode tersedia untuk analisa total serum vitamin A atau retinol, hanya HPLC dapat membedakan retinol dari retinyl ester, sedangkan metode lain mengukur total serum vitamin A (Saskia dan Dary 2002; Gibson 2005).

Serum Retinol Binding Protein (RBP)

RBP adalah protein transport spesifik vitamin A, dinamakan holo-RBP ketika berikatan dengan retinol, sedangkan bila tidak ada ikatan dinamakan apo-RBP. Bila cadangan hati menurun, yang timbul pada tingkat akhir defisiensi vitamin A, RBP berakumulasi dalam hati menjadi apo-RBP dan kadar serum retinol dan RBP menurun (Gibson 2005).

(38)

mungkin mempengaruhi ikatan RBP pada retinol. Faktor tersebut adalah kurang energi protein, penyakit hati, gagal ginjal kronik. Untuk melihat faktor konfounding ini digunakan perhitungan rasio serum RBP dan transthyretin. Trans thyretin tidak terpengaruh oleh status vitamin A, namun seperti halnya RBP dan serum retinol, menurun ketika terjadi infeksi dan adanya luka (Gibson 2005). Serum Retinyl Ester

Pada orang yang sehat, kandungan retinyl ester kurang dari 5% dari total vitamin A pada serum orang berpuasa. Pada kondisi kapasitas penyimpanan vitamin A berlebih, misalnya setelah mengkonsumsi vitamin A dalam jumlah besar (Hypervitaminosis) atau pada penyakit hati, vitamin A dalam sirkulasi darah berupa retinyl ester dan kemudian meningkatkan kadar retinyl ester dari darah yang diperiksa. Batas untuk menggambarkan hypervitaminosis adalah bila retinyl ester >10% dari total vitamin A. Untuk menentukan kadar retinyl ester diperlukan darah saat berpuasa karena konsentrasi retinyl ester naik setelah mengkonsumsi vitamin A. Pengukuran konsentrasi retinyl ester dalam serum yang paling baik adalah dengan fase normal dari HPLC, saat dimana kadar rendah serum puasa dapat diukur bersamaan dengan kadar serum retinol (Gibson 2005).

Serum karotenoids

Komponen utama dari serum karotenoids adalah β-karoten, lycopene dan beberapa karotenoid lainnya. Diketahui beberapa faktor non gizi berpengaruh pada konsentrasi serum karotenoid, faktor tersebut adalah umur, jenis kelamin, asupan alkohol, status physiologi, Indeks massa tubuh dan mus im. Merokok juga mungkin mempengaruhi hubungan antara asupan β-karoten dan kadar serum

β-karoten (Gibson 2005).

Conjunctival Impression Cytology(CIC)

(39)

sel dan spot mucin. Epitel sel yang membesar mulai berpisah dari lapisan; dan 3) Abnormal : tidak ada sel goblet atau mucin spot. Ditandai dengan pembesaran sel epitel (ICEPO). CIC dapar mendeteksi beberapa perubahan karakteristik physiologi awal dari kurang vitamin A (Gibson 2005).

Stable Isotope Methods dan Cadangan Total Vitamin A

Prosedur isotope dilution hanyalah metode yang mengukur secara kuantitatif cadangan vitamin A dalam hati. Yang dilakukan adalah memberi secara oral tetradeuterated vitamin A. Dose isotop memungkinkan untuk seimbang dengan cadangan vitamin A dalam tubuh, kemudian dilakukan pengambilan darah dan rasio dari komponen deuterated dan non-deuterated diukur dengan spektrophotometri (Gibson 2005).

Konsentrasi vitamin A dalam hati dipertimbangkan sebagai indikator yang terbaik untuk indikator status vitamin A tubuh. Bagaimanapun melakukan biopsi langsung pada hati untuk penentuan status vitamin A adalah metode yang tidak mungkin dilakukan pada orang yang sehat. Metode penentuan secara tidak langsung yang seringkali dilakukan adalah konsentrasi serum retinol dan relative dose respone. Namun bagaimanapun tehnik ini tidak mampu menyediakan estimasi kuantitatif cadangan vitamin A dan tidak dapat digunakan untuk status vitamin A perseorangan. Tehnik larutan isotop untuk pendugaan estimasi kuantitatif cadangan vitamin A telah divalidasi pada hewan percobaan dengan menggunakan radiolabeled vitamin A yang disuntikan secara intravenous atau diminunkan. Technic deuterated-retinol-dilution (DRD) yang telah diperkenalkan adalah suatu metode secara tidak langsung untuk menduga secara kuantitatif cadangan vitamin A dalam hati manusia. Secara singkat Tehnik DRD melakukan pemberian dengan cara diminumkan stable isotope-labeled vitamin A ([l0,19,19,19-2H]retinyl acetate, atau [2H4]retinyl acetate) pada seseorang, dan

(40)

Relative Dose Respone (RDR)

Konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikator yang terbaik untuk indikator status vitamin A tubuh, namun melakukan biopsi langsung pada orang sehat untuk penentuan vitamin A adalah hal yang tidak mungkin dilakukan. Metode RDR dapat digunakan untuk menduga cadangan vitamin A dalam hati karena itu dapat mengidentifikasi seseorang dengan defisiensi vitamin A marginal. Tes ini didasarkan pada observasi bahwa selama terjadi kekurangan vitamin A, cadangan dalam hati menurun, RBP berakumulasi dalam hati sebagai apo-RBP. Setelah pemberian vitamin A test dose, sebagian vitamin A mengikat kelebihan apo-RBP dalam hati. Kemudian keluar sebagai holo-RBP (RBP berikatan dengan retinol) ke dalam aliran darah. Konsekuensinya pada orang yang mengalami kurang vitamin A menjadi lebih cepat terjadi peningkatan serum retinol setelah pemberian vitamin A test dose dibandingkan dengan orang yang mempunyai cadangan vitamin A normal dimana peningkatannya hanya sedikit atau malah tidak ada (Gibson 2005). Uji RDR yang dikembangkan oleh Underwood et al. telah dibuktikan sebagai indikator yang baik untuk menentukan status vitamin A. Setelah diberi vitamin A yang dilarutkan dalam minyak, konsentrasi dari retinol plasma (R) meningkat setelah lima jam pada tingkat yang paling tinggi pada anak yang mempunyai status vitamin A kurang atau marginal dibandingkan dengan mereka yang status vitamin A nya cukup. Prosedur ini telah divalidasi dengan menghitung nilai persentase RDR pada cadangan vitamin A dalam hati yang ditentukan dengan biopsi. Kelemahan utama dari penggunaan prosedur ini dalam penggunaan di lapangan adalah memerlukan pengambilan darah dua kali, dengan interval waktu 5 jam.

Modified Relative Dose Respone (MRDR)

(41)

konsentrasi serum retinol saja dan hasil secara statistik lebih kuat dan lebih baik dalam menjelaskan penjelasan status vitamin A pada populasi.

MRDR tes hanya memerlukan satu pengambilan darah sebagai ganti dari pemberian retinyl acetate, digunakan pemberian sejumlah kecil didehydroretinyl acetate. Setelah tiga hingga delapan jam pemberian didehydroretinyl acetate sebagai test dose, rasio dari didehydroretinol (DR) terhadap retinol (R) dalam plasma secara proporsional merupakan kebalikan terhadap cadangan vitamin A dalam hati yang berada pada batas kekurangan dan marginal (kurang dari 0,07 micromol/g hati). Penentuan dengan MRDR telah divalidasi pertama kali pada tikus dan manusia dan yang terbaru telah diaplikasikan pada anak prasekolah di Amerika Serikat dan Jawa Barat Indonesia. MRDR hanya memerlukan satu pengambilan darah namun untuk analisa diperlukan alat High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (UNU 1991). Menurut Rice (2000), MRDR rasio memberi gambaran status vitamin lebih baik dibandingkan dengan serum retinol.

Program Perbaikan Status Vitamin A

Prinsip dasar pencegahan dan penanggulangan KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh dan perbaikan kesehatan masyarakat secara umum. Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh dapat ditempuh melalui berbagai upaya antara lain dengan cara peningkatan konsumsi makanan sumber vitamin A, pemberian suplementasi vitamin A dan fortifikasi vitamin A pada bahan makanan.

Peningkatan Konsumsi Makanan Sumber Vitamin A

(42)

pekarangan. Faktor ekonomi salah satu penyebab ketidak mampuan untuk membeli bahan dan mengkonsumsi sumber vitamin A yang berasal dari pengan hewani. Faktor lain adalah tabu yang berlaku dibeberapa daerah, seperti misalnya ibu nifas dilarang untuk mengkonsumsi telur yang sebenarnya banyak mengandung vitamin A.

Penelitian yang dilakukan oleh Jaarsveld et al. (2005) menunjukkan, pemberian ubi merah yang mengandung banyak β-karoten dapat meningkatkan cadangan vitamin A dalam hati, demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Lieshout et al. (2001) yang memberikan labu merah pada anak sekolah. Hasil sama ditunjukkan penelitian yang dilakukan oleh Haskell et al. (2004) dengan pemberian ubi maupun bayam setiap hari. Sedangkan menurut de Pee et al. (1998) buah-buahan lebih efektif dibandingkan dengan sayuran hijau. Namun pada kenyataannya sulit untuk dapat mengkonsumsi bahan makanan sehari- hari yang cuk up mengandung vitamin A. Menurut Lieshout (2001) karoten dalam sayuran dan buah-buahan berada dalam matriks sehingga sulit diserap. Kadar 26 mikrogram karoten pada sayuran setara dengan 1 mikrogram retinol, sedangkan 11 mikrogram karoten buah-buahan setara dengan 1 mikrogram retinol, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari perlu mengkonsumsi sayuran dalam jumlah banyak.

Peningkatan konsumsi makanan sumber vitamin A harus disertai dengan peningkatan kesehatan masyarakat, karena infeksi cacing yang diderita akan menghambat absorpsi vitamin A yang dikonsumsi de Pee et al. (1998). Upaya ini memerlukan jangka waktu yang panjang, namun harus dilakukan agar tidak tergantung pada suplementasi maupun fortifikasi.

Suplementasi Vitamin A

Selain dari konsumsi bahan pangan sumber vitamin A, upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin A adalah dengan cara suplementasi kapsul vitamin A.

(43)

merah dengan kandungan 200 000 untuk balita dan ibu nifas. Target sasaran pada program ini terutama ditujukan pada golongan rawan, seperti bayi, anak-anak dan ibu nifas dan dilakukan sesuai dengan jadwal, sehingga diperlukan cara untuk melakukan pendistribusiannya. Program suplementasi vitamin A yang dianjurkan tertera pada Tabel 2. Di Indonesia, program suplementasi vitamin A sudah rutin dijalankan, pada anak 12 bulan lebih dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus sehingga dinamakan bulan vitamin A, sedangkan untuk sasaran bayi dan ibu nifas disesuaikan dengan kondisinya.

Tabel 2 Suplementasi vitamin A dosis tinggi pada populasi yang mengalami defisiensi

Populasi Jumlah vitamin A yang

diberikan Waktu pemberian Ibu Nifas 400 000 SI dengan dua dosis

200 000 SI setidaknya berturutan

Segera setelah melahirkan dan tidak lebih dari 6 minggu

Dan/atau 10 000 SI setiap hari atau 25 000 SI setiap minggu

Selama 6 minggu pertama Sumber : IVACG, 2002

Fortifikasi Vitamin A

Fortifikasi vitamin A adalah penambahan zat gizi mikro vitamin A ke dalam bahan pangan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan mutu asupan vitamin A yang, ditambahkan dalam rangka memperbaiki atatus zat gizi mikro dari masyarakat yang mengkonsumsinya.

(44)

pada kondisi ekstrim seperti pemasakan, pemrosesan, pengangkutan dan penyimpanan dan harga hasil setelah difortifikasi tidak berubah secara berarti. Vitamin A yang digunakan adalah retinol asetat dan retinol palmitat dengan basis minyak (Dary dan Mora 2002).

Minyak adalah wahana yang ideal bagi vitamin A yang merupakan vitamin larut lemak. Metode untuk memurnikan minyak sayur telah secara umum disepakati, mudah dan murah untuk diterapkan. Lebih lanjut, minyak berfungsi untuk menstabilkan retinol dan menghambat oksidasi vitamin. Minyak nabati dapat dipakai sebagai alternatif bahan pangan yang dapat difortifikasi antara lain karena minyak nabati diproduksi secara terpusat dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan yang berpeluang digunakan sebagai wahana fortifikasi. Beberapa pertimbangan yang membuat fortifikasi vitamin A dilakukan pada minyak goreng, antara lain minyak goreng digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia dan merupakan pelarut vitamin A yang baik sehingga fortifikasi mudah dilakukan. Selain itu fortifikasi vitamin A tidak menyebabkan perubahan citarasa dan warna pada minyak goreng. Fortifikasi ini diharapkan dapat mengurangi beban pemerintah dalam menanggulangi masalah kurang vitamin A.

Secara umum fortifikasi vitamin A pada minyak goreng dapat dan telah banyak dilakukan. Dalam skala besar komersial fortifikasi vitamin A pada minyak goreng telah dilaksanakan di berbagai negara seperti Chili, India, dan Belanda. Dosis fortifikasi yang dilakukan pada umumnya adalah sekitar 25 IU/g minyak goreng sebagaimana yang direkomendasikan oleh "Manila Forum". Dosis fortifikasi minyak goreng di Pakistan telah diatur dalam suatu regulasi, yaitu 33 IU/g minyak. Sedangkan di India, fortifikasi pada vanaspati dilakukan dengan dosis 20 IU/g minyak (Bagriansky dan Ranum 1998 dalam Rachmalina 2005).

(45)

Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri setelah melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (refine, bleached and deodorized palm oil). Disamping itu minyak sawit dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD olein). RBD olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD stearin dipergunakan untuk margarin dan shortening (Anonim, 2008).

Menurut Faisal (2002), minyak sawit yang biasa digunakan sebagai minyak goreng mengandung kompone n aktif, yaitu kandungan β-karoten atau provitamin A dan vitamin E untuk menurunkan kolesterol dan menghambat penuaan. Minyak sawit mengandung komponen aktif yang sangat berguna bagi kesehatan dari bayi sampai orang dewasa. Secara alami minyak sawit merupakan sumber asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA = Monounsaturated Fatty Acid) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA = Polyunsaturated Fatty Acid). Selain itu, kandungan zat gizi mikro dalam minyak sawit sangat beragam jenisnya, yang berguna untuk tubuh dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal. Zat gizi mikro itu dikenal sebagai komponen aktif seperti karotenoid provitamin A (β -karoten), karotenoid non provitamin A, tokoferol dan tokotrienol, asam lemak esensial (Linoleat dan Linolenat) dan fitosferol.

Pengaruh Pemberian Vitamin A pada Retinol ASI

Peningkatan kadar vitamin A dalam tubuh dapat dilakukan dengan berbagai cara. Selain peningkatan konsumsi sumber vitamin A pada makanan sehari- hari juga dapat dilakukan dengan pemberian suplementasi. Pemberian suplementasi yang sudah dijalankan adalah dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.

(46)

Tabel 3 Dampak pemberian vitamin A pada ibu nifas terhadap status

100 pasang ibu dan bayi 200 000 SI vitamin A atau plasebo diberikan 24 jam setelah melahirkan.

3 bulan Retinol ASI lebih tinggi pada hari 45

200 000 SI, Bangladesh, Rice et al.1999

222 pasang ibu dan bayi 200 000 SI diberikan pada 1-3 minggu melahirkan minggu 1-3 hingga 9 bulan

9 bulan Pada bulan 3

109 pasang ibu dan bayi 200 000 SI vitamin A atau

191 pasang ibu dan bayi 300 000 SI vitamin A diberikan 3 hari setelah melahirkan

Ibu tidak diberi apa-apa

10,5 bulan Retinol ASI meningkat hingga

153 pasang ibu dan bayi 300 000 SI vitamin A atau

(47)

Rice et al. 1999 di Banglasdesh dan Stolzfus et al. 1993 di Indonesia). Kajian Muhilal dan Permaesih (1985) memberikan vitamin A tersebut pada ibu dengan bayi umur 1- 5 bulan.

Beragam hasil kajian menunjukkan adanya pengaruh pada kandungan retinol dalam ASI, tingkat morbiditas, pertumbuhan. Beberapa dari penelitian dengan pemberian 200 000 SI - 400 000 SI yang mengukur kadar retinol ASI seperti tersaji pada Tabel 3. Penelitian tersebut menunjukkan pemberian vitamin A pada ibu menyusui dapat meningkatkan retinol ASI hingga rentang waktu 3 bulan hingga 10,5 bulan perlakuan.

Peningkatan retinol ASI dipengaruhi beberapa hal dan berpengaruh pada kesehatan ibu maupun status vitamin A bayi. Berdasarkan kerangka konsep dari Rice et al (2007) yang kemudian dimodifikasi secara umum dapat dijelaskan dengan kerangka konsep pada Gambar 3.

Suplementasi vitamin A 200 000 SI – 400 000 SI

Suplementasi harian Asupan vitamin A Selama masa hamil dari makanan

STATUS VITAMIN A IBU

Dampak pada kesehatan Ibu Kandungan retinol ASI

Status vitamin A bayi

Gambar 3 Faktor- faktor yang mempengaruhi status vitamin A ibu (Modifikasi dari Rice 2007)

Pengaruh Pemberian Vitamin A pada Faktor Imunitas ASI

(48)

merupakan fundamen dasar untuk pemeliharan int egritas sel epitel (Villamor 2005). Kaitan vitamin A untuk menurunkan mortalitas karena mempengaruhi sistim kekebalan, yang secara bersamaan akan menurunkan tingkat keparahan penyakit dan meningkatkan daya tahan tubuh (Calder 2002). Secara ringkas, kurang vitamin A akan menyebabkan berbagai ketidakno rmalan dalam sistim imunitas bawaan maupun didapat yang melibatkan differensiasi sel, hematopoiesis, jumlah darah dan sel organ limpoid serta kemampuan organisma untuk me respon serangan dari patogen. Perubahan dapat terjadi pada sel imunitas non spesifik seperti lactoferrin maupun imunitas humoral seperti sekresi IgA. Imunitas non spesifik dan spesifik bekerja sama dalam memberikan respon imun. Imunitas non spesifk yang kurang optimal akan memudahkan patogen masuk ke dalam tubuh. Patogen yang masuk akan di fagositosis oleh makrofag dan selanjutnya akan dipresentasikan ke sel T selanjutnya berpengaruh terhadap produksi cytokin dan antibodi. Apabila pertahanan non spesifik baik maka patogen tidak mudah masuk. Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang berperan di dalam mukosa sel dimana mukosa sel tersebut adalah salah satu bagian pertahanan tubuh terdepan. Respon imun yang timbul seringkali tidak seimbang atau ketidak teraturan dalam produksi dari cytokin, peningkatan dalam sel proliferasi dan interaksi sel-sel. Umumnya ketidakseimbangan ini dapat dipulihkan dengan pemberian vitamin A (Zempleni et al. 2006)

Dalam sistim imunitas, sIgA merupakan bagian dari komponen sistim imun spesifik humoral. Yang berperan dalam sistim ini adalah limfosit B atau sel B. Sel B akan teraktifasi bila ada rangsangan dari luar dengan berproliferasi dan berdiferensiasi dengan membentuk antibodi (Baratawidjaja dan Rengganis 2006). Menurut Semba (2002) kurang vitamin A akan mengganggu pengeluaran sIgA. Lactoferrin merupakan bagian dari komponen sistim imun non spesifik yang ditemukan pada ASI mempunyai sifat antimikrobial terhadap E.coli dan stafilokok (Baratawidjaja dan Rengganis 2006).

(49)

Komponen dalam ASI ini menyediakan perlindungan pasif untuk bayi dan menstimulasi perkembangan sistim imunitasnya.

Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu merupakan sumber utama makanan bayi karena didalamnya terkandung berbagai macam zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi yang baru dilahirkan. ASI adalah makanan yang paling alami dan aman untuk dikonsumsi oleh bayi. Didalamnya terkandung bahan-bahan untuk metabolisme seperti protein, lemak, karbohidrat dan air serta bahan-bahan ubtuk tumbuh kembang jaringan, seperti asam lemak, asam amino, mineral- mineral, vitamin-vitamin, enzym-enzym dan sel-sel hidup dan juga sudah diketahui dan tidak perlu diragukan menguntungkan dari segi gizi, imunologi, physiologi dan juga secara ekonomi. ASI merupakan spesies komplek- cairan biologi spesifik yang dapat memenuhi kebutuhan gizi maupun imunologi. Sistim kekebalan bayi yang belum matang didukung oleh kekebalan pasif yang diberikan oleh ibu melalui ASI. Volume dan Komposisi Zat Gizi ASI

(50)

Variasi komponen zat gizi yang ditemukan pada ASI tergantung dari masa menyusui, waktu menyusui, periode menyusui, status gizi ibu, umur ibu dan umur bayi, rutinitas menyusui, paritas dan karakteristik lainnya seperti perbedaan wilayah, musim dan makanan ibu (Prentice 1996; Nascimento et al. 2002).

Masa menyusui dapat dibagi dalam empat phase yang berbeda dalam komposisi dan volume produksi ASI yaitu : colostral, transitional, mature, dan involutional. Colostrum yang keluar pada tiga hingga lima hari pertama setelah melahirkan, transitional hingga akhir minggu kedua, mature selama masa menyusui penuh dan involutional pada masa akhir menyusui. Kolostrum kaya akan sekretori IgA, lactoferrin, vitamin A dan sodium dibandingkan dengan mature milk (Prentice 1996).

Air Susu Ibu mengandung cukup berbagai zat gizi yang diperlukan, walaupun ibu tidak mendapat zat gizi yang cukup. Umumnya ASI yang ’mature’ mengandung sekitar 7 g/dL karbohidrat dalam bentuk laktose (5,5-6,0 g/dL), sekitar 0.9 g/dL protein serta vitamin dan mineral. Selain sebagai sumber gizi, juga mengandung berbagai zat lainnya yang bersifat memberi perlindungan pada infeksi (Abdulla et al. 2005). Komposisi ASI terdiri dari 80% air dengan osmolaritas sama dengan plasma. Kandungan protein pada ASI lebih rendah dari mamalia lainnya yaitu sekitar 0,8 hingga 0,9 g/dl. Lemak yang merupakan komponen utama berkisar antara 3-4 g/dl. Karbohidrat utama pada ASI adalah laktosa dengan konsentrasi sekitar 7 g/dl. ASI setidaknya mengandung 80 oligosakarida yang berbeda, yang banyak diketahui adalah fructo-oligosaccharides (FOS) dan galacto-oligosaccharides (GOS) (Niers 2007). Kandungan mineral sepertiga lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi. Total kandungan mineral ASI umumnya tetap. Semua vitamin larut air dapat ditemukan pada ASI (Nascimento et al. 2002).

(51)

besi adalah bakteriostatis pada beberapa organisma dan berperan sebagai protein menghasilkan asam amino untuk penyerapan dan pencernaan (Prentice 1996). Faktor Imunitas ASI

Sistim imunitas yang normal sangat penting untuk tubuh manusia. Air Susu Ibu, seperti halnya susu mamalia lainnya, adalah khusus disiapkan untuk memenuhi mahluk yang baru dilahirkan. Sebelum dilahirkan ibu memberikan berbagai zat gizi dan komponen-komponen bioaktif melalui placenta, setelah dilahirkan, substansi-substansi ini disalurkan melalui kolostrum dan susu.

Perkembangan terkini menunjukkan bahwa adanya beragam campuran komponen bioaktif di dalam ASI dapat mempengaruhi status imunitas bayi dengan tidak hanya memberikan perlindungan tetapi juga memfasilitasi proses perkembangan, toleransi dan respon anti demam yang sesuai. ASI merupakan alat komunikasi antara sistem imun ibu dengan bayinya, yaitu sebuah sistem yang dapat secara aktif mengarahkan dan mendidik sistem imun, metabolisme dan mikroflora di dalam tubuh bayi, disamping juga bermakna perlindungan dari beragam pathogen ASI mengandung berbagai komponen imunologi substansi antimikrobial, selain itu juga mengandung sistim immunitas sendiri dan faktor larutan dan selular yang luas, yang memfasilitasi perkembanga n dan pematang sistim imun pada bayi. Beberapa komponen tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komponen anti- mikrobial dan perkembangan immun pada ASI Komponen anti- mikrobial Komponen perkembangan Immun

- Immunoglobulins : sIgA, sIgG, sIgM

- Lactoferrin, lactoferricin B dan H - Lyzozyme Sumber : Chirico et al, 2008

Gambar

Gambar 1 Struktur vitamin A (Bender 2002)
Gambar 2  Metabolisme vitamin A (dimodifikasi dari Lippincot 1995)
Tabel 2 Suplementasi vitamin A dosis tinggi pada populasi yang mengalami defisiensi
Tabel 3 Dampak pemberian vitamin A pada ibu nifas terhadap status                   vitamin A dan fungsi kesehatan pada ibu dan bayi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan gaya yang dialami segmen tubuh pada aktivitas pengambilan wajan adalah sebagai berikut:.. i.Penurunan komponen gaya FM pada tangan kiri

Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) ini dilakukan pada forum KKG dabin Putra Serang IV, Kecamatan Wonosegoro-Boyolali tahun pelajaran 2014/2015. Pelaksanaan

27 Untuk membuat lubang pin, maka pilih permukaan yang ditunjukkan tanda panah, kemudian klik Sketch. 28 Buat sketch

Bagi siswa, meningkatkan wawasan tentang hubungan kompetensi soft skill ditinjau dari Pengetahuan Kepemimpinan dari Hasil Latihan Dasar Kepemimpinan dan

Energi aliran yang diberikan pompa adalah sebagai input energi sistem propulsi water jet yang kemudian akan terjadi kenaikan momentum aliran pada nossel karena adanya

Dolok Lubis dalam tulisan mereka yang berjudul Identitas Fungsi Ruko Kesawan, di mana kawasan Kesawan yang merupakan kawasan perdagangan yang sarat akan nilai sejarah

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pengujian hipotesis tentang Efektivitas Metode SQ4R dalam Pembelajaran Memahami Teks Feature Siswa kelas VII SMP Negeri 1 Sidikalang

dan berbatasan dengan kabupaten Lampung barat yang seperti kita ketahui bahwa daerah Kabupaten Lampungh barat adalah dataran tinggi sehinga udara di Kabupaten