• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Headway dan Kecepatan Bus (Studi Kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Headway dan Kecepatan Bus (Studi Kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

 

 

 

 

 

LILI SURYANI WIDIYASTUTI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

Pengoperasian Transjakarta pada Koridor 1). Dibimbing oleh AMRIL AMAN dan PRAPTO TRI SUPRIYO.

Bus Rapid Transit (BRT) merupakan salah satu solusi masalah transportasi di daerah urban dengan sistem transportasi massal yang canggih dan terjadwal dengan baik. Sistem transportasi massal tersebut menggunakan bus dengan infrastruktur jalan yang khusus. Pada karya ilmiah ini akan dibangun suatu model optimasi untuk menentukan headway dan kecepatan bus yang optimal guna meningkatkan pelayanan kualitas pengoperasian bus. Secara spesifik, fungsi tujuan pada model optimasi yang dibangun adalah meminimumkan rata-rata waktu tunggu penumpang. Model optimasi tersebut merupakan suatu model linear programming dan diselesaikan dengan menggunakan software LINGOversi 11.0. Hasil simulasi untuk kasus pengoperasian Transjakarta koridor 1 menunjukkan bahwa headway yang diperkecil dan kecepatan yang diperbesar akan mengurangi nilai rata-rata waktu tunggu penumpang. Sebaliknya, headway yang diperbesar dan kecepatan yang diperkecil menyebabkan terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu pada beberapa shelter.

Kata kunci : Headway, Kecepatan, Bus Rapid Transit, Linear Programming

(3)

Operation of Transjakarta at Corridor 1). Supervised by AMRIL AMAN and PRAPTO TRI SUPRIYO.

Bus Rapid Transit (BRT) is one of the solutions of the transportation problems in urban area, which has an advanced public transport and good scheduling. This public bus transportation system is using certain road infrastructure. This paper develops optimization model to determine an optimal headway and velocity of the buses in order to improve the service quality. The optimization model has an objective to minimize the average of passenger’s waiting time. The model has the form of linear programming and is solved using software LINGO version 11.0. The simulation results for the case of Transjakarta operation at corridor 1 show that when headway decreases and velocity increases, the average of passenger’s waiting time will decrease. On the contrary, headway increases and velocity decreases, it will cause increases in the number of waiting passengers on some shelters.

Keywords: Headway, Velocity, Bus Rapid Transit, Linear Programming

(4)

 

 

 

 

 

 

 

LILI SURYANI WIDIYASTUTI

 

 

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Matematika

 

 

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

NRP

:

G54070029

Menyetujui

Pembimbing I

Dr.Ir. Amril Aman, M.Sc.

NIP 19570330 198103 1 001

Pembimbing II

Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom.

NIP 19630715 199002 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen Matematika

Dr. Berlian Setiawaty, MS.

NIP 19650505 198903 2 004

 

 

 

 

Tanggal Lulus:

(6)

Muhammad SAW, teladan hidup dan inspirasi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi ini berjudul “Optimasi Headway dan Kecepatan Bus (Studi kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1)”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr.Ir. Amril Aman, M.Sc. selaku dosen pembimbing I, Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. selaku dosen pembimbing II, dan Dra. Farida Hanum, M.Si. selaku dosen penguji atas ilmu, bimbingan, motivasi dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini, 2. seluruh dosen Departemen Matematika, atas semua ilmu yang telah diberikan selama penulis

menyelesaikan perkuliahan,

3. Ibu Titi selaku bagian humas Transjakarta atas informasi dan data-data pengoperasian Transjakarta serta para petugas Transjakarta koridor 1 atas informasinya,

4. Ibu, Bapak, Kakak dan keluarga semua, terima kasih atas doa, motivasi dan kasih sayangnya sehingga senantiasa menguatkan langkah-langkah dalam belajar di kampus IPB,

5. Pak Yono, Pak Bono, Pak Asep, Mas Heri, Mas Deni, Bu Ade, dan Bu Susi atas bantuannya selama di kampus,

6. sahabat perjuangan Serambi Ruhiyah Mahasiswa FMIPA, Program Kakak Asuh (Pro KA) atas inspirasinya untuk selalu berkarya di lingkungan mahasiswa dan masyarakat serta rasa persaudaraan yang selama ini dibangun,

7. sahabat perjuangan bimbingan belajar SM@RT, atas inspirasinya mengabdi secara keprofesian dan kebersamaannya,

8. sahabat perjuangan satu bimbingan skripsi, atas semangat dan ilmunya,

9. sahabat Matematika angkatan 44, 43, 45, 46, dan 47 serta sahabat FMIPA lainnya atas semangat, motivasi dan persaudaraannya,

10. sahabat pondok pesantren Al Iffah, tempat belajar menggali motivasi kehidupan, 11. semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Riset Operasi Matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, Mei 2012

Lili Suryani Widiyastuti

(7)

Pada tahun 1995, penulis masuk sebagai siswa MI Muhammadiyah Karangtengah. Kemudian, tahun 2001 lulus MI dan melanjutkan ke SMPN 1 Banjarnegara serta lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 1 Banjarnegara dan pada tahun 2007 lulus dan melanjutkan ke IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pemrograman Linear pada tahun ajaran 2009/2010, asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011. Penulis juga aktif pada beberapa kegiatan kemahasiswaan, LDK Al Hurriyyah sebagai staf divisi Pembinaan Umat dan KAMMI IPB sebagai staf Biro Media Centre pada periode 2007/2008. Kemudian pada periode 2008/2009 dan 2009/2010, penulis aktif di Serambi Ruhiyah Mahasiswa FMIPA (SERUM G) sebagai sekretaris umum dan Program Kakak Asuh sebagai tim pembinaan. Sedangkan pada periode 2010/2011, penulis aktif di Program Kakak Asuh sebagai tim fund raising dan ponpes Al Iffah sebagai staf Menteri Kehumasan. Selain itu, penulis juga sempat menjadi pengajar Pengantar Matematika di Serum G Student Centre dan bimbingan belajar SM@RT dan menjadi pengajar Matematika SD, SMP, dan SMA baik privat maupun di BKB I’m Smart Bogor.

(8)

viii  

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

1.3 Manfaat ... 1

II LANDASAN TEORI ... 2

2.1 Urbanisasi dan Transportasi ... 2

2.1.1. Urbanisasi ... 2

2.1.2. Bus Rapid Transit ... 2

2.1.3. Penjadwalan BRT ... 2

2.2 Linear Programming ... 3

III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT ... 4

3.1 Pengoperasian BRT ... 4

3.2 Batasan Masalah BRT ... 4

3.3 Formulasi Masalah Pengoperasian BRT ... 5

IV IMPLEMENTASI MODEL MATEMATIKA PADA PENGOPERASIAN TRANSJAKARTA KORIDOR 1 ... 8

4.1 Deskripsi Masalah ... 8

4.2 Formulasi Masalah ... 10

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

5.1 Kesimpulan ... 17

5.2 Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 17

(9)

ix  

Halaman 1 Data jarak antar-shelter arah Blok M - Kota ... 9 2 Data jarak antar-shelter arah Kota - Blok M ... 9 3 Tingkat kedatangan penumpang pada peak hour (pagi, sore) arah Blok M - Kota dan

Kota - Blok M ... 9 4 Nilai yang diujikan pada simulasi model ... 10 5 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan nilai rata-rata waktu

tunggu arah Blok M - Kota pada saat peak hour pagi ... 12 6 Total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu arah Kota - Blok M pada saat peak hour pagi ... 13 7 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan nilai rata-rata waktu

tunggu arah Kota - Blok M pada saat peak hour pagi ... 14 8 Total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu arah Kota - Blok M pada saat peak hour pagi ... 14 9 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan nilai rata-rata waktu

tunggu arah Blok M - Kota pada saat peak hour sore ... 15 10 Total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu arah Blok M - Kota pada saat peak hour sore ... 15 11 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan nilai rata-rata waktu

tunggu arah Kota - Blok M pada saat peak hour sore ... 16 12 Total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu arah Kota - Blok M pada saat peak hour sore ... 16 13 Waktu tempuh antar-shelter arah Blok M - Kota ... 43 14 Waktu tempuh antar-shelter arah Kota - Blok M ... 43

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Sintaks dan hasil komputasi program LINGO versi 11.0 untuk masalah optimasi headway

dan kecepatan Bus(Studi kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1) ... 20 2 Waktu tempuh antar-shelter arah Blok M - Kota ... 43 3 Waktu tempuh antar-shelter arah Kota - Blok M ... 43

(10)

I

PENDAHULUAN

Pada bagian awal bab ini, akan dijelaskan latar belakang dan tujuan penelitian yang dilakukan. Sementara itu pada bagian akhir bab ini akan diperlihatkan manfaat penelitian ini bagi pengelola bus rapid transit.

1.1 Latar Belakang

Urbanisasi merupakan proses meningkatnya penduduk yang bermukim di daerah perkotaan (Rusli 1984, diacu dalam Ponto 1987). Urbanisasi menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk. Salah satu akibat dari kepadatan penduduk ini adalah masalah transportasi.

Menurut Sun et al. (2008), pada daerah urbanisasi, transportasi umum mempunyai penjadwalan yang dikendalikan pada terminal bus. Transportasi umum sering datang pada halte pemberhentian secara tidak pasti, kualitas yang tidak stabil, dan daya tarik yang rendah. Saat ini, beberapa negara telah mengembangkan sistem transportasi baru di daerah urbanisasi untuk memenuhi kebutuhan transportasi umum yakni dengan mengoperasikan bus rapid transit.

Bus rapid transit (BRT) merupakan sistem transportasi canggih yang menggunakan alat transportasi bus dengan infrastruktur jalan yang khusus. BRT mampu mengakomodasi kebutuhan para penumpang mulai dari kalangan pelajar, pekerja maupun masyarakat umum.

Salah satu kendala dalam pengoperasian BRT ialah keterlambatan kedatangan bus yang menyebabkan penumpang harus menunggu datangnya bus sehingga terjadi peningkatan antrean penumpang pada shelter. Selain itu, keterlambatan kedatangan bus ini menyebabkan penumpukan penumpang di dalam bus karena kapasitas bus melebihi semestinya. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kualitas pelayanan kepada penumpang.

Oleh karena itu, penulis mengusulkan untuk membangun model matematika dalam meminimumkan rata-rata waktu tunggu penumpang dan peningkatan penumpang yang menunggu serta menghindari terjadinya penumpukan penumpang dalam bus. Dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan optimasi

headway (selisih waktu keberangkatan antarbus) pada titik awal keberangkatan dan optimasi kecepatan bus pada model matematika yang dibangun.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. membangun model matematika dari pengoperasian BRT dengan menghindari terjadinya penumpukan penumpang,

2. melakukan analisis headway dan kecepatan bus terhadap rata-rata waktu tunggu penumpang dan peningkatan penumpang yang menunggu pada shelter, 3. melakukan implementasi model

matematika tersebut pada permasalahan pengoperasian Transjakarta koridor 1 (Blok M - Kota) pada periode peak hour

(jam sibuk).

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah pengoptimalan headway

dan kecepatan bus dalam penjadwalan pengoperasian BRT sehingga dapat:

1. meminimumkan rata-rata waktu tunggu penumpang,

2. meminimumkan terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu pada suatu

shelter,

3. menghindari terjadinya penumpukan penumpang pada bus,

4. memberikan rekomendasi kebijakan pada penjadwalan pengoperasian Transjakarta koridor 1 (Blok M - Kota) pada periode

peak hour.

II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, akan dijelaskan beberapa metode yang digunakan dalam penelitian. Pertama akan dijelaskan tentang urbanisasi sebagai bagian dari penyebab dioperasikannya BRT. Kemudian, hal yang penting dari pengoperasian BRT adalah penjadwalan. Pada bagian terakhir akan dijelaskan linear

programming sebagai satu metode untuk menentukan solusi dari penjadwalan BRT.

2.1 Urbanisasi dan Transportasi

(11)

2.1.1 Urbanisasi

Menurut Rusli (1984), proses meningkatnya penduduk yang bermukim di daerah perkotaan disebut urbanisasi. Salah satu sebab meningkatnya jumlah penduduk perkotaan adalah adanya perpindahan atau migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.

(Rusli 1984 dalam Ponto 1987)

Menurut Rustiadi et al. (2005), proses urbanisasi ini mengakibatkan semakin besarnya proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Tingkat urbanisasi pada suatu wilayah atau negara dapat dinyatakan sebagai besarnya proporsi penduduk perkotaan wilayah atau negara tersebut.

(Rustiadi et al. 2005 dalam Agrissantika 2007) Secara umum, urbanisasi terjadi karena ketimpangan keruangan termasuk di dalamnya ketimpangan penduduk dan ekonomi. Selain itu, urbanisasi terjadi karena pertumbuhan penduduk alami di kota, berpindahnya penduduk dari desa ke kota, dan berkembangnya daerah tepian di kota. Urbanisasi menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk, sehingga menyebabkan berbagai permasalahan antara lain kesehatan lingkungan, masalah perumahan, masalah lapangan pekerjaan, transportasi, kriminalitas, dan kemacetan.

(Ningsih 2002)

2.1.2 Permasalahan dan Solusi Transportasi di Daerah Urbanisasi Permasalahan transportasi pada daerah urbanisasi merupakan masalah yang saling berhubungan dengan masalah yang lain. Hal ini dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) hal yaitu kemacetan, mobilitas, dan pengaruh lainnya. Kemacetan menyebabkan biaya yang meningkat bagi orang yang bepergian, inefisiensi waktu, kecelakaan, dan kebisingan. Selain itu, kemacetan juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan transportasi.

Salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang potensial di daerah urbanisasi adalah dengan layanan transit. Layanan transit ini banyak digunakan di kota-kota besar dengan mobilitas individu yang tinggi. Pada abad ke-19, banyak kota yang mengembangkan layanan transit sebagai bentuk solusi transportasi di daerah urbanisasi.

Dalam sebuah kajian beberapa tahun terakhir, salah satu layanan transit adalah bus sebagai bentuk mass transit (pengangkutan

massal) yang didukung dengan adanya jalan raya khusus. Upaya peningkatan kualitas bus transit adalah dengan adanya layanan tiket sampai dengan jalan khusus untuk bus.

(Black 1995)

2.1.3 Bus Rapid Transit (BRT)

Sistem BRT merupakan sistem transportasi publik yang dimaksudkan sebagai sistem transportasi menuju transportasi berkelanjutan. BRT merupakan moda angkutan yang berorientasi pada layanan pelanggan dengan mengombinasikan stasiun, kendaraan, perencanaan, dan elemen-elemen sistem transportasi yang canggih ke dalam sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik.

(ITDP 2007)

Sistem BRT secara umum meliputi: 1) menaikkan atau menurunkan penumpang dengan cepat; 2) menarik ongkos secara efisien; 3) pengadaan shelter yang nyaman; 4) penerapan teknologi bus bersih; 5) informasi penumpang; 6) mengintegrasikan moda angkutan; 7) melayani pelanggan dengan baik. Selain itu, beberapa keunggulan BRT antara lain: 1) terminal dan interchange; 2) kebersihan; 3) citra pemasaran modern; 4) informasi penumpang; 5) pengendali suhu; 6) integrasi moda; 7) integrasi dengan interaksi perjalanan utama.

Keterlambatan bus tiba di shelter BRT sering menjadi kendala karena adanya tundaan (delay) yang disebabkan oleh: tundaan karena kemacetan umum, tundaan akibat rambu-rambu lalu lintas, tundaan karena belok pindah jalur, dan tundaan karena naik turunnya penumpang.

(Mardiaman 2010)

Salah satu solusi untuk mengatasi keterlambatan bus di shelter BRT adalah dengan melakukan penjadwalan BRT. Penjadwalan BRT yang baik akan memenuhi kebutuhan penumpang, menghindari keterlambatan kedatangan bus, dan meminimumkan waktu tunggu penumpang.

2.1.4 Penjadwalan BRT

(12)

minimum, mereduksi jumlah bus pada waktu yang sama, meningkatkan kepercayaan, dan kenyamanan pada pelayanan bus. Ketiga prosedur tersebut adalah waktu keberangkatan bus yang seragam, waktu keberangkatan rata-rata pada waktu jumlah penumpang melonjak, dan waktu keberangkatan bus pada waktu jumlah penumpang tidak melebihi kapasitas bus.

(Ceder 2001 dalam Advani & Tiwari 2006)

2.2 Linear Programming

Linear programming (LP) merupakan metode penyelesaian masalah pengoptimuman dengan tujuan yang diinginkan terhadap kendala tertentu. Model LP meliputi pengoptimuman suatu fungsi linear terhadap kendala linear. LP terdiri atas tiga (3) komponen utama, yaitu:

a. variabel keputusan yang telah ditentukan, b. fungsi objektif, pengoptimumam yang

akan dibutuhkan baik maksimisasi maupun minimisasi,

c. kendala untuk menentukan solusi yang memenuhi.

(Taha 2007)

Bentuk standar dari LP didefinisikan sebagai berikut :

Definisi 1 (Bentuk Standar LP)

Suatu LP mempunyai be ndar sebagai b u

ntuk sta

Meminim ungsi objektif   erik t :

u terhadap

mkan f  

        

  a 1)

dengan  dan berupa vektor berukuran , 

vektor berukuran , sedangkan  berupa matriks berukuran  yang disebut juga sebagai matriks kendala.

     deng n     (

(Griva et al. 2009) Solusi Linear Programming

Dalam menyelesaikan suatu masalah LP, Dantzig (1947) mengembangkan sebuah algoritme yang dapat menghasilkan solusi optimum. Algoritme tersebut dikenal dengan algoritme simpleks. Hingga kini algoritme simpleks merupakan salah satu algoritme yang lazim digunakan untuk menyelesaikan masalah LP. Algoritme simpleks merupakan prosedur perhitungan yang berulang (iteratif) dimana setiap pengulangan (iterasi) berkaitan dengan satu pemecahan dasar (solusi basis).

Pada LP (1), vektor yang memenuhi kendala disebut sebagai solusi fisibel dari LP (1). Misalkan matriks    dapat

dinyatakan sebagai , dengan adalah matriks yang elemennya berupa koefisien variabel basis dan  merupakan matriks yang elemennya berupa koefisien variabel nonbas pada matriks kendala. Matriks u atriks basis LP (1).

is diseb t m

Jika vektor dapat dinyatakan sebagai

vektor, dengan adalah vektor i adalah vektor nonbasis,

dinyatakan sebagai: var abel basis dan

maka dapat

(2)

Karena adalah matriks taksingular, maka memiliki invers, sehingga dari (2) dapat dinyatakan sebagai :

(3)

Definisi 2 (Daerah Fisibel)

Daerah fisibel untuk LP adalah himpunan titik-titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada LP tersebut.

(Winston 2004)

Definisi 3 (Solusi Basis)

Solusi dari suatu LP disebut solusi basis jika:

1. solusi tersebut memenuhi kendala pada persamaan (1),

2. kolom-kolom dari matriks koefisien yang berpadanan dengan komponen tak nol adalah bebas linear.

(Griva et al. 2009)

D ol s)

Vektor  disebut solusi fisibel basis jika  merupakan solusi basis dan . 

efinisi 4 (S usi Fisibel Basi

  (Griva et al. 2009)

Definisi 5 (Solusi Optimal)

Untuk masalah maksimisasi, solusi optimal pada LP adalah suatu titik pada daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif paling besar, sedangkan untuk masalah minimisasi, solusi optimal adalah suatu titik pada daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil.

(Winston 2004)

Ilustrasi untuk solusi basis dan solusi fisibel basis dapat dilihat dalam contoh berikut: Contoh 1

Misalkan d berik n LPberikut :

(13)

,         (4)  d gan mengg k mat ks basis te diperoleh

dan  ,7, (5)

en una an ri rsebut

dari LP tersebut didapatkan: 2 1 1 0 0

1 2 0 1 0

0 0 1

A

⎛ ⎞

⎜ ⎟

= −

1 0

⎝ ⎠ 3

misalkan d pil

dan ,    2 7 b ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

Solusi (5) merupakan solusi basis karena solusi tersebut memenuhi kendala pada LP (4) dan kolom-kolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari (5) yaitu adalah bebas linear (kolom yang satu bukan merupakan kelipatan kolom yang lain). Solusi (5) juga merupakan solusi fisibel basis, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol.

i ih

maka matriks basis sebagai berikut: 1 0 0

0 1 0 0 0 1

B ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ =⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠

(Griva et al. 2009)

III DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH PENGOPERASIAN BRT

Bab ini akan membahas deskripsi dan batasan masalah pengoperasian BRT. Kemudian, dilanjutkan dengan formulasi matematika permasalahan tersebut.

3.1 Pengoperasian BRT

Pengelola BRT akan merencanakan penjadwalan pengoperasian bus guna memenuhi kebutuhan penumpang. Penjadwalan pengoperasian bus ditentukan dengan memperhatikan potensi penumpang pada periode tertentu. Penjadwalan pengoperasian bus pada periode peak hour

(jam sibuk) berbeda dengan jam biasa. Selain itu, penjadwalan pengoperasian bus juga memperhatikan hari aktif kerja atau hari libur. Penjadwalan pengoperasian bus ini akan menentukan banyaknya bus yang akan dioperasikan untuk periode waktu tertentu.

Dalam pengelolaan BRT, bus berangkat dari pool bus menuju koridor busway. Bus akan dikeluarkan satu per satu menuju koridor. Salah satu penjadwalan yang harus ditentukan oleh pengelola BRT adalah

headway dari titik awal keberangkatan.

Pengelola BRT akan menentukan kebijakan kecepatan bus yang beroperasi di koridor busway. Hal ini bertujuan untuk menghindari tabrakan antara dua bus dan menumpuknya bus pada shelter

pemberhentian. Kecepatan bus juga ditentukan dengan memperhatikan potensi penumpang sehingga penumpang tidak lama menunggu datangnya bus pada shelter

pemberhentian.

Koridor busway terdiri atas beberapa

shelter pemberhentian. Shelter telah dirancang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan potensi penumpang. Berdasarkan shelter yang telah dirancang maka dapat ditentukan jarak antar-shelter yang dapat ditempuh dalam waktu tertentu sesuai dengan kecepatan bus.

Bus yang dioperasikan mempunyai batasan kapasitas. Kapasitas penumpang terdiri atas penumpang yang duduk dan penumpang yang berdiri. Kenyamanan penumpang dapat dinilai dengan memperhatikan jumlah penumpang dalam bus yang tidak melebihi kapasitas maksimalnya sehingga tidak terjadi penumpukan penumpang. Bus akan melayani penumpang yang naik atau turun pada setiap shelter pemberhentian yang telah ditentukan. Pada setiap shelter, penumpang akan menunggu datangnya bus untuk shelter tujuan masing-masing. Bus mempunyai batasan kapasitas maksimal sehingga terdapat kemungkinan adanya penumpang yang tidak terbawa jika banyaknya penumpang yang harus dibawa melebihi kapasitas maksimal.

Penumpang yang menggunakan jasa BRT harus membayar tiket bus. Tiket bus dapat diperoleh di loket pada shelter yang telah ditentukan. Tiket bus dijual dengan harga tertentu dan digunakan satu kali perjalanan atau berlaku pada shelter transit yang telah dirancang oleh pengelola BRT.

Pengoperasian BRT didukung dengan adanya feeder bus (bus pengumpan). Bus ini akan mengantarkan penumpang menuju

shelter-shelter strategis BRT. Hal ini akan memudahkan para penumpang untuk menggunakan jasa BRT.

3.2 Batasan Masalah BRT

(14)

karena itu, penulis mengusulkan untuk melakukan analisis pengaruh headway dan kecepatan bus dalam meminimumkan rata-rata waktu tunggu penumpang dan peningkatan penumpang yang menunggu pada

shelter sehingga mampu meningkatkan pelayanan.

Analisis headway dan kecepatan bus ini akan memberikan kebijakan dalam menentukan penjadwalan pengoperasian bus.

Headway dan kecepatan bus berlaku untuk periode waktu tertentu.

Untuk membatasi permasalahan pengoperasian BRT digunakan beberapa asumsi antara lain:

1. adanya sterilisasi jalan sehingga melancarkan perjalanan bus,

2. tidak terjadi kecelakaan atau kerusakan pada bus yang dapat menghambat perjalanan,

3. tidak memperhatikan waktu pengisian bahan bakar,

4. tidak memperhatikan waktu berhenti pada lampu lalu lintas,

5. headway dari titik awal keberangkatan yang seragam dan tidak berubah,

6. kecepatan bus konstan dalam satuan km/menit sehingga waktu tempuh antar-

shelter dapat ditentukan dengan pasti, 7. tingkat kedatangan penumpang seragam

dan tidak berubah,

8. penumpang yang tidak terbawa oleh bus yang terakhir pada periode tersebut diabaikan dan dihitung untuk periode waktu selanjutnya,

9. lama berhentinya bus di setiap shelter

dalam satuan menit diketahui,

10. banyaknya bus yang dioperasikan diketahui.

3.3 Formulasi Masalah Pengoperasian BRT

Berdasarkan permasalahan pengoperasian BRT di lapangan, maka dapat dibangun model matematikanya. Bentuk formulasi masalah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Indeks dan Himpunan

i =1, ,…, j, j=1,2,..., , = shelter ke- , , , … , ,

= bus ke –i, i 2 , = shelter

ke-j

= himpunan bus, = himpunan shelter. b. Parameter

P

= headway awal (selisih waktu keberangkatan antarbus dari titik

awal keberangkatan)antara bus i-1 dan i dalam satuan menit,

arameter yang digunakan antara lain:

= kecepatan bus i dala satuan = lamanya bus berhenti pada suatu

shelter dalam satuan menit, m

= kapasitas maksimal bus , km/menit,

lj-1,j = jarak antara shelterj-1 dan j dalam satuan km,

rj,k = tingkat kedatangan penumpang dari shelterj ke k, ,

dalam satuan orang/menit,

= banyaknya shelter yang dilayani.

= banyaknya bus yang dioperasikan,

c. Variabel Keputusan

Variabel keputusannya antara lain:

= waktu tempuh bus i antara shelter j-1 dan j dalam satuan menit,

, = headway antara bus i-1 dan i pada

shelterj,

,

, = banyaknya penumpang yang turun dari bus i pada shelterj,

, = banyaknya penumpang yang naik bus i pada shelterj,

, = banyaknya penumpang di dalam bus i pada shelter j,

= tingkat kedatangan penumpang pada shelter j,

, = banyaknya penumpang yang naik bus i dari shelter j ke shelter k

dimana ,

, = banyaknya penumpang yang turun dari bus i pada shelter j

dari shelterk dimana , , = banyaknya penumpang yang

menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j,

, = banyaknya penumpang yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j ke shelter k dengan ,

, = banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j, = rata-rata waktu tunggu

penumpang dalam satuan menit.

3.3.4 Fungsi Objektif

Fungsi objektif dalam masalah ini adalah meminimumkan rata-rata waktu tunggu penumpang. Rata-rata waktu tunggu penumpang merupakan jumlah dari rata-rata waktu tunggu penumpang untuk setiap bus

(15)

diperoleh dari jumlah rata-rata waktu tunggu penumpang pada setiap shelter dibagi banyaknya shelter .

Waktu tunggu penumpang pada setiap

shelter diperoleh dari penjumlahan banyaknya penumpang yang datang pada

shelter yang dikalikan dengan setengah dari

headway antara bus -1 dan i pada shelter ,

dan banyaknya penumpang yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus

yang telah melewati shelter j ,

yang dikalikan dengan headway bus pada

shelter , kemudian dibagi dengan banyaknya penumpang yang naik bus pada

shelter , . Banyaknya penumpang yang datang pada shelter diperoleh dari tingkat kedatangan penumpang pada shelter dikalikan dengan headway antara bus dan i pada shelter , . Tingkat kedatangan penumpang pada shelter diperoleh dari penjum ahan tingkat kedatangan penumpang l dari shelter ke shelter yakni:

, ; ; ,

sehingga diperoleh fo model dari

fungsi obj riku

rmulasi

ektifnya adalah sebagai be t ini:

∑ ∑ , , , , . . 3.3.5 Kendala

Kendala pada pengoperasian BRT dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Kendala banyaknya penumpang pada bus

i pada shelter j

• Banyaknya penumpang pada bus i

pada setiap shelter j adalah banyaknya penumpang pada bus i

dari shelter j-1 ditambah dengan penumpang yang naik bus i pada

shelter j dikurangi dengan nu ng dari bus i

pe mpa yang turun p s

, ,

ada helterj.

, ,

; dengan ,

• Banyaknya penumpang yang naik bus i pada shelter j adalah jumlah dari penu pang yang naik bus i dari

el k.

m

sh ter j ke shelter

, ,

; ; ;

dengan banyaknya penumpang yang naik bus i pada shelter j ke shelter k

adalah banyaknya penumpang yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i-1 pada shelter j ke shelter k

ditambah tingkat kedatangan penumpang dari shelter j ke shelter k

ali engan a y antara bus dik kan d he dwa

i-1dan i pada shelter j.

, ,

; ;

• Banyaknya penumpang yang turun dari bus i pada shelter j adalah jumlah dari banyaknya penumpang yang turun dari bus i pada shelter j

ri

da shelter k.

, ,

; ; ;

dengan banyaknya penumpang yang turun dari bus dari bus i pada shelter j dari shelter k adalah banyaknya penumpang yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i-1 pada

shelter j dari shelter k ditambah tingkat kedatangan penumpang pada

shelter j dari shelter k dikalikan nga adwa us i-1dan i

de n he y antara b pada shelter j.

, ,

; ;

Kendala pertama (1) mendefinisikan semua penumpang dapat diangkut oleh bus yang melayani setiap shelter. Dalam proses pengangkutan penumpang, memungkinkan adanya penumpang yang tidak terangkut oleh bus karena kapasitas bus yang tidak memenuhi kebutuhan penumpang. Apabila kondisi ini terjadi, maka akan ada penumpang yang menunggu kedatangan bus selanjutnya pada shelter tersebut. Dalam menentukan penumpang yang menunggu, diawali dengan menentukan banyaknya penumpang bayangan yang menunggu pada setiap shelter yang dijelaskan pada kendala dua (2).

2. Kendala banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j

(16)

; banyaknya penumpang pada bus i pada

apasitas

shelter j dikurangi dengan k maksimal bus i.

, , ; ;

Apabila banyaknya penumpang yang naik bus i pada shelter j lebih besar dari

im ada

. kapasitas maks al bus i maka penumpang bayangan yang menunggu

, , ; ;

Sedangkan, jika banyaknya penumpang yang naik bus i pada shelter j lebih kecil atau sama dengan kapasitas maksimal bus

m angan

i aka tidak ada penumpang bay yang menunggu.

, , ; ;

Kendala dua (2) di atas digunakan untuk menentukan banyaknya jumlah penumpang yang menunggu. Hal ini dilakukan dengan mencari selisih banyaknya penumpang bayangan yang menunggu pada suatu shelter dengan

shelter sebelumnya yang akan dijelaskan pada kendala tiga (3). Hal ini dilakukan karena pada kendala pertama (1) didefinisikan semua penumpang dapat diangkut, padahal jika terdapat penumpang yang menunggu pada suatu

shelter berarti tidak terangkut oleh bus sehingga menjadi penumpang yang menunggu kedatangan bus selanjutnya pada shelter tersebut.

Sebaliknya, jika banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j kurang dari atau sama dengan banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada ma id a penumpang

shelter j-1 ka t ak ad n g .

, ,

ya g menung u ,

; ,

dengan banyaknya jumlah penumpang yang menunggu pada shelter j adalah jumlah dari banyaknya penumpang yang

en s k.

m unggu pada helter j ke shelter

, , ; ;

4. Kendala headway antara bus i-1 dan bus i

pada shelter j

Headway antara bus i-1 dan bus i

pada shelter 1 adalah headway awal tam g a u tempuh bus i

di bah den an w kt menuju shelter 1.

, , ;

Sedangkan, headway antarabus i-1 dan i

pada shelter j+1 adalah waktu tempuh

s i i sh h

n

bu dar elter j ke j+1 ditamba denga lamanya berhenti pada shelter j

, , , ; ,

dengan waktu tempuh bus i antara

shelter j-1 dan j adalah jarak antara

shelter j-1 dan shelter j dibagi dengan 3. Kendala penumpang yang menunggu

karena tidak terbawa oleh bus yang telah melewati shelter

Banyaknya penumpang yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus yang telah melewati shelter adalah banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus

i pada shelter j dikurangi dengan banyaknya penumpang bayangan yang

en a ti ak terbawa oleh bus m unggu karen d

. ,

i pada shelter j-1

, ,

; dengan ,

Apabila banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j lebih dari banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus

a da penumpang u

i pada shelter j-1 m ka a yang menungg .

, , ,

kecepatan bus i.

, , , ;

5. Kendala ketaknegatifan

Kendala yang memastikan bahwa:

• banyaknya penumpang dalam bus i

r atau sama g

pada shelter j lebih besa den an nol.

, , ;

• banyaknya penumpang yang naik bus ar atau sama g

i pada shelter j lebih bes den an nol.

, , ;

• banyaknya penumpang yang turun ri bus lebih besar da i pada shelter j

atau sama dengan nol.

(17)

IV IMPLEMENTASI MODEL MATEMATIKA PADA PENGOPERASIAN

TRANSJAKARTA KORIDOR 1

4.1 Deskripsi Masalah

Pengoperasian Transjakarta atau yang dikenal dengan busway dilaksanakan setiap hari. Pengoperasian busway berlangsung mulai pukul 05.00 WIB sampai pukul 23.10 WIB yang melayani suatu koridor atau gabungan koridor jika dibutuhkan. Pada koridor 1(Blok M - Kota), bus diberangkatkan dari shelter Blok M dan shelter Kota dengan ketentuan time table yang telah direncanakan. Setiap bus akan menaikkan atau menurunkan penumpang pada shelter yang telah ditentukan. Kecepatan bus maksimum selama beroperasi adalah 50 km/jam kecuali ditentukan lain oleh Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta.

Dalam kondisi tertentu untuk kepentingan layanan dengan mempertimbangkan kebutuhan terhadap sejumlah bus, pihak BLU Transjakarta dapat melakukan penambahan atau pengurangan bus yang dioperasikan, perpendekan atau perpanjangan rute atau hal lain jika dibutuhkan. Keberangkatan bus dari

pool untuk setiap gelombang diatur oleh petugas BLU Transjakarta dengan waktu atau jarak 2-3 menit antarbus. Keberangkatan bus

dari shelter awal pada setiap koridor diatur oleh pengendali BLU Transjakarta sesuai dengan jadwal yang ada. Selain itu, pengisian bahan bakar tidak dilakukan antara pukul 05.00-09.30 WIB dan antara pukul 16.00- 19.30 WIB.

Penelitian ini mengambil kasus pengoperasian Transjakarta untuk koridor 1 (Blok M - Kota) pada saat peak hour (jam sibuk) baik pagi maupun sore. Peak hour

pagi yakni pukul 06.00-08.30 WIB, sedangkan sore pukul 16.00-18.30 WIB. Pada koridor 1 terdapat 20 shelter yang menghubungkan Blok M dengan Kota.

Gambar 1 merepresentasikan Koridor 1 arah Blok M – Kota dan Gambar 2 merepresentasikan arah Kota - Blok M, kemudian dilakukan pengukuran jarak

antar-shelter menggunakan google earth yang dijelaskan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 3 merepresentasikan tingkat kedatangan penumpang arah Blok M - Kota dan arah Kota - Blok M. Bus yang dioperasikan masingmasing dari arah Blok M Kota dan Kota -Blok M adalah 31 bus single dengan kapasitas 85 orang.

(18)

Tabel 1 Data jarak shelter Blok M – Kota Tabel 2 Data jarak shelter Kota – Blok M

Shelter Jarak

(km) Shelter

Jarak (km)

Pool - Blok M 0 Pool – Kota 0

Blok M – Masjid Agung 1.39 Kota - Glodok 1.1 Masjid Agung - Bundaran Senayan 0.73 Glodok- Olimo 0.21 Bundaran Senayan - Gelora Bung Karno 1.55 Olimo - Mangga Besar 0.32 Gelora Bung Karno - Polda Metro Jaya 0.51 Mangga Besar - Sawah Besar 0.91 Polda Metro Jaya - Bendungan Hilir 0.8 Sawah Besar - Harmoni 0.63 Bendungan Hilir - Karet 0.45 Harmoni - Monas 1.1

Karet - Setia Budi 0.58 Monas - BI 0.73

Setia Budi - Dukuh Atas 1 0.44 BI - Sarinah 0.59 Dukuh Atas 1 - Tosari 0.44 Sarinah - Bundaran HI 0.63 Tosari - Bundaran HI 0.59 Bundaran HI - Tosari 0.59 Bundaran HI - Sarinah 0.63 Tosari - Dukuh Atas 1 0.44 Sarinah -BI 0.59 Dukuh Atas 1 - Setia Budi 0.44

BI- Monas 0.73 Setia Budi - Karet 0.58

Monas -Harmoni 1.1 Karet - Bendungan Hilir 0.45 Harmoni - Sawah Besar 0.63 Bendungan Hilir – Polda Metro Jaya 0.8 Sawah Besar - Mangga Besar 0.91 Polda Metro Jaya – GeloraBung Karno 0.51 Mangga Besar - Olimo 0.32 Gelora Bung Karno - Bundaran Senayan 1.55 Olimo - Glodok 0.21 Bundaran Senayan - Masjid Agung 0.73 Glodok - Kota 1.2 Masjid Agung - Blok M 1.23 Keterangan: Data diperoleh menggunakan Google Earth melalui koneksi internet

Tabel 3 Tingkat kedatangan penumpang pada peak hour (pagi, sore) Koridor 1

Shelter Asal - Shelter Tujuan Tingkat Kedatangan pada Peak Hour Pagi (06.00 - 08.30) Sore (16.00 - 18.30) Arah Blok M – Kota

Blok M – Masjid Agung 22.57778 26.377778 Masjid Agung - Bundaran Senayan 27.02222 33.0888 Bundaran Senayan - Gelora Bung Karno 30.24444 41.0444 Gelora Bung Karno - Polda Metro Jaya 31.6666 46.88888 Polda Metro Jaya - Bendungan Hilir 36.4666 52.555556 Bendungan Hilir - Karet 40.0222 55.26666

Karet - Setia Budi 43.04444 57.35556

Setia Budi - Dukuh Atas 1 46.0666 60.28888 Dukuh Atas 1- Tosari 53.35556 60.28888

Tosari - Bundaran HI 52.2888 58.82222

Bundaran HI - Sarinah 50.8666 58

Sarinah -BI 47.48888 59.2444

BI- Monas 45.88888 59.4666

Monas -Harmoni 43.75556 59.6666

Harmoni - Sawah Besar 43.0444 57.15556 Sawah Besar - Mangga Besar 33.2666 51.0888 Mangga Besar - Olimo 27.37778 42.91112

(19)

Lanjutan

Shelter Asal - Shelter Tujuan Tingkat Kedatangan Penumpang pada Saat Peak Hour Pagi (06.00-08.30) Sore (16.00-18.30)

Glodok - Kota 17.42222 28.04444

Arah Kota-Blok M

Kota – Glodok 28.6666 28.6666

Glodok – Olimo 34.35556 34.35556

Olimo - Mangga Besar 41.8 41.8

Mangga Besar - Sawah Besar 47.48888 47.48888

Sawah Besar - Harmoni 58.4222 58.4222

Harmoni – Monas 68.93334 68.93334

Monas – BI 67.84444 67.84444

BI - Sarinah 66.75556 66.75556

Sarinah - Bundaran HI 65.44444 65.44444 Bundaran HI - Tosari 62.37778 62.37778 Tosari - Dukuh Atas 1 59.31112 59.31112 Dukuh Atas 1- Setia Budi 64.11112 64.11112

Setia Budi - Karet 55.8 55.8

Karet - Bendungan Hilir 51.2 51.2

Bendungan Hilir - Polda Metro Jaya 42.6666 42.6666 Polda Metro Jaya - Gelora Bung Karno 34.35556 34.35556 Gelora Bung Karno - Bundaran Senayan 29.33334 29.33334 Bundaran Senayan - Masjid Agung 24.51112 24.51112

Masjid Agung - Blok M 19.66666 19.66666 Sumber : (Perdana 2009)

4.2 Formulasi Masalah

Berdasarkan permasalahan pengoperasian Transjakarta koridor 1 pada saat peak hour, baik pagi maupun sore, maka dapat disusun formulasi masalahnya sebagai berikut ini: a. Indeks dan Himpunan

Banyaknya bus yang dioperasikan adalah 31 bus pada setiap shelter awal pada setiap periode peak hour dengan shelter yang harus dilayani adalah 20.

i = bus ke –i, i=1,2,…,31,

j

= himpunan bus,

= shelter ke-j, j=1,2,...,20,

k = shelter ke-k, k=1,2,...,20, = himpunan shelter. b. Parameter

Berdasarkan data pada subbab 4.1 dan nilai yang diujikan yang tertera pada Tabel 4, maka dapat didefinisikan:

Tabel 4 Nilai yang diujikan pada simulasi model

Parameter Simulasi 1

Simulasi 2

Simulasi 3

Simulasi 4

Simulasi 5

Simulasi 6

Headway (menit) 1:00 1:00 1:20 1:20 2:00 2:00

Kecepatan(km/menit) 1 0.833 1 0.833 1 0.833

headway awal yang akan diujikan pada pengoperasian bus adalah 1 menit, 1 menit 20 detik, dan 2 menit sehingga = 1 menit, 1 menit 20 detik, atau 2 menit,

• setiap bus berhenti pada setiap

(20)

• kecepatan bus yang diujikan adalah 1 km/menit dan 0.833 km/menit sehingga = 1 km/menit dan 0.833 km/menit,

• bus yang dioperasikan dari shelter

awal pemberangkatan adalah bus

single dengan kapasitas 85 orang (30 orang duduk dan 55 orang berdiri) sehingga = 85,

• jarak antar-shelter dijelaskan pada Tabel 2 dan Tabel 3 untuk lj-1,j = jarak antara shelterj-1 dan j,

• tingkat kedatangan penumpang dijelaskan pada Tabel 3 untuk rj,k = tingkat kedatangan penumpang dari

shelterj ke shelterk , , • jumlah bus yang dioperasikan adalah

31 sehingga = 31,

• jumlah shelter yang dilayani adalah 20 sehingga = 20.

c. Fungsi Objektif

Berdasarkan parameter yang diujikan dapat diperoleh nilai fungsi objektif dalam meminimumkan rata-rata waktu tunggu penumpang. Rata-rata waktu tunggu penumpang merupakan jumlah dari rata-rata waktu tunggu penumpang untuk setiap bus

dibagi dengan banyaknya bus yakni . Rata-rata waktu tunggu penumpang untuk setiap bus diperoleh dari jumlah rata-rata waktu tunggu penumpang pada setiap shelter dibagi dengan banyaknya shelter yakni . Formulasi model fungsi bjektifnya dapat dituliskan sebagai berik

o ut: ∑ ∑ , , , ,

dengan diperoleh dari jumlah tingkat kedatangan penumpang dari shelter j ke

shelter k yang dapat dituliskan sebagai berikut:

, , ; .

d. Kendala

Kendala pada permasalahan pengoperasian Transjakarta pada saat peak hour baik pagi maupun sore dapat digambarkan sebagai berikut ini:

1. Kendala banyaknya penumpang pada bus i pada shelter j

• ny a p pan pada bus i j

ba akny enum g

e

pada setiap shelt r adalah

, , ,

, ,… , ; , , , … , ; dengan , ,

• banyaknya penumpang yang naik s adalah

bu i pada shelter j

, ,

; , , … , ;

, , … , ;

dengan banyaknya penumpang yang ik b da ke shelter k

na us i pa shelter j

adalah

, ,

, , … , ; , , … , ; ,

• banyaknya penumpang yang turun dari bus i pada shelter j dari shelter k

al ad ah , , ; , , … , ; , , … , ;

dengan banyaknya penumpang yang un pada el j dari shelter

tur bus i sh ter k adalah

, ,

, , … , ; , , … , ; .

.

2. Kendala banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j

Banyaknya penumpang bayangan g nu karena tidak terbawa

j h yan me nggu

s

oleh bus i pada helter adala

, ,

, , … , ; , , … , .

Apabila banyaknya penumpang yang naik bus i pada shelter j lebih besar dari

si bus i maka ada enunggu. kapasitas mak mal

penumpang bayangan yang m

, ,

, , … , ; , , … ,

Sedangkan, jika banyaknya penumpang yang naik bus i pada shelter j lebih kecil atau sama dengan kapasitas maksimal bus m i pang bayangan

i aka t dak ada penum yang menunggu.

, ,

(21)

3. Kendala penumpang yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus pada

shelter

Banyaknya penumpang yang en tidak terbawa oleh bus m unggu karena

a alah pada shelter d

,

, ,… , ; , , , , … , ; dengan , .

Apabila banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j lebih dari banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus

a da penumpang

i pada shelter j-1 m ka a yang menunggu.

, , ,

, , … , ; , , … ,

Sebaliknya, jika banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada shelter j kurang dari atau sama dengan banyaknya penumpang bayangan yang menunggu karena tidak terbawa oleh bus i pada ma id a penumpang

shelter j-1 ka t ak ad , yang menunggu.

, , ,

, , … , ; , , … , ;

dengan banyaknya jumlah penumpang yang menunggu pada shelter j adalah

, , ,

, , … , ; , , … , .

4. Kendala headway antara bus i-1 dan i

pada shelter j

Headway t ra bus i d

shelter 1 adalah

, , ; , , … , ;

an a -1 an i pada

d d anta

a

an hea way ra bus i-1 dan i pada

shelter j+1 ad lah 

, ,  

, , … , ; , , … ,

dengan waktu tempuh bus i antara

s elth er j-1 d n a shelter j adalah , , ; , . . , ; , , . . ,

5. Kendala ketaknegatifan

Kendala yang memastikan bahwa:

• banyaknya penumpang pada bus i

ad elter j h a

p a sh lebi bes r atau sama dengan nol.

, ; , , … , ; , , … ,

• banyaknya penumpang yang naik bus

g

i pada shelter j lebih besar atau sama den an nol.

, ; , , … , ; , , … ,

• banyaknya penumpang yang turun ri bu

a

da s i pada shelter j lebih besar sam atau dengan nol.

, ; , , … , ; , , … ,

V HASIL DAN PEMBAHASAN

Data pada Subbab 4.1 dan nilai parameter yang diujikan tertera pada Tabel 4, kemudian diproses secara komputasi menggunakan salah satu perangkat lunak pengoptimuman yakni LINGO versi 11.0 dengan sintaks pengoptimuman yang dijelaskan dalam Lampiran 1. Berdasarkan kecepatan bus yang diujikan maka dapat diperoleh waktu tempuh antar-shelter pada Tabel 13 dan Tabel 14 yang tertera dalam Lampiran 2. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan LINGO versi 11.0, diperoleh

hasil pada koridor 1 arah Blok M - Kota dan sebaliknya pada saat peak hour baik pagi (06.00-08.30 WIB) maupun sore (16.00-18.30 WIB) sebagai berikut:

a. Hasil Simulasi Blok M - Kota pada Saat Peak Hour Pagi

Dari hasil simulasi Blok M - Kota pada saat peak hour pagi diperoleh hasil rata-rata waktu tunggu seperti yang dijelaskan pada Tabel 5 sesuai Hasil Program 1.1a sampai Hasil Program 1.1f pada Lampiran 1.

Tabel 5 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan rata-rata waktu tunggu arah Blok M – Kota pada saat peak hour pagi

Parameter Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6

Headway(menit) 1:00 1:00 1:20 1:20 2:00 2:00

Kecepatan (km/menit) 1 0.833 1 0.833 1 0.833

(22)

Dari hasil simulasi Blok M – Kota pada saat peak hour pagi terlihat bahwa dengan kecepatan 1 km/menit dan headway 1 menit diperoleh rata-rata waktu tunggu sebesar 0.595 menit, 0.5% lebih baik dibandingkan dengan headway 1 menit 20 detik dengan rata-rata waktu tunggunya 0.6 menit, dan 2.1% lebih baik dibandingkan dengan

headway 2 menit. Perbandingan ini juga dilakukan untuk simulasi dengan kecepatan 0.833 km/menit. Pengaruh headway

menunjukkan bahwa dengan headway yang diperkecil akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik.

Dengan headway 1 menit dan kecepatan 1 km/menit diperoleh rata-rata waktu tunggu 0.595 menit, 6.6% lebih baik dibandingkan dengan kecepatan 0.833 km/menit dengan rata-rata waktu tunggunya 0.661 menit. Perbandingan ini juga dilakukan untuk simulasi dengan headway 1 menit 20 detik dan 2 menit. Pengaruh kecepatan menunjukkan bahwa dengan kecepatan yang diperbesar akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik. Selanjutnya, pada Tabel 6 akan ditunjukkan total jumlah penumpang yang diangkut pada setiap hasil simulasi dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu.

Tabel 6 Total jumlah penumpang dan shelter tempat peningkatan penumpang yang menunggu arah Blok M – Kota pada saat peak hour pagi

Simulasi Headway (menit)

Kecepatan (km/menit)

Total jumlah penumpang

Shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu

1 1:00 1 26219.05 tidak ada

2 1:00 0.833 29176.43 tidak ada

3 1:20 1 26359.03 tidak ada

4 1:20 0.833 29316.41 tidak ada

5 2:00 1 26918.96 tidak ada

6 2:00 0.833 29876.34 tidak ada

Tabel 6 menunjukkan total jumlah penumpang dan shelter terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu sesuai dengan Hasil Program 1.1a sampai Hasil Program 1.1f pada Lampiran 1. Total jumlah penumpang merupakan jumlah penumpang yang diangkut oleh setiap bus yang melayani setiap shelter.

Berdasarkan Tabel 6, parameter headway

yang diujikan menunjukkan bahwa dengan kecepatan 1 km/menit, total jumlah penumpang yang terangkut pada simulasi 1 adalah 26219.05 orang, simulasi 3 adalah 29176.43 orang, dan simulasi 5 adalah 26918.96 orang, begitu pula untuk kecepatan 0.833 km/menit sesuai hasil simulasi 2, 4, dan 6. Oleh karena itu, headway yang diperbesar akan meningkatkan total jumlah penumpang yang diangkut.

Selain itu, terlihat juga parameter kecepatan yang diujikan menunjukkan bahwa dengan headway 1 menit, simulasi 1

menunjukkan total jumlah penumpang yang diangkut adalah 26219.05 orang, simulasi 2 adalah 29176.43 orang, begitu pula untuk

headway 1 menit 20 detik dan 2 menit seperti yang dijelaskan pada Tabel 6. Oleh karena itu, kecepatan yang diperkecil akan meningkatkan total jumlah penumpang yang diangkut. Pada kasus ini, untuk setiap simulasi yang diujikan tidak terjadi peningkatan penumpang yang menunggu pada setiap shelter artinya semua penumpang dapat diangkut oleh bus atau nilai untuk setiap Sij=0.

b. Hasil Simulasi Arah Kota - Blok M pada Saat Peak Hour Pagi

(23)

Tabel 7 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan rata-rata waktu tunggu arah Kota - Blok M pada saat peak hour pagi

Hasil Perbandingan Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6

Headway (menit) 1:00 1:00 1:20 1:20 2:00 2:00

Kecepatan(km/menit) 1 0.833 1 0.833 1 0.833

Rata-rata waktu tunggu(menit) 0.615 0.706 0.620 0.711 0.641 0.732

Dari hasil simulasi Kota – Blok M pada saat peak hour pagi terlihat bahwa dengan kecepatan 1 km/menit dan headway 1 menit diperoleh rata-rata waktu tunggu sebesar 0.615 menit, 0.5% lebih baik dibandingkan dengan headway 1 menit 20 detik dengan rata-rata waktu tunggunya 0.620 menit, dan 2.6% lebih baik dibandingkan dengan

headway 2 menit. Perbandingan ini juga dilakukan untuk simulasi dengan kecepatan 0.833 km/menit. Pengaruh headway

menunjukkan bahwa dengan headway yang diperkecil akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik.

Dengan headway 1 menit dan kecepatan 1 km/menit diperoleh rata-rata waktu tunggu 0.615 menit, 9.1% lebih baik dibandingkan dengan kecepatan 0.833 km/menit. Perbandingan ini juga dilakukan untu simulasi dengan headway 1 menit 20 detik dan 2 menit. Pengaruh kecepatan menunjukkan bahwa dengan kecepatan yang diperbesar akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik. Selanjutnya, pada Tabel 8 akan ditunjukkan total jumlah penumpang yang diangkut pada setiap hasil simulasi dan shelter

tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu.

Tabel 8 Total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu arah Kota – Blok M pada saat peak hour pagi

Simulasi Headway (menit)

Kecepatan (km/menit)

Total jumlah penumpang

Shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu

1 1:00 1 43330.88 7

2 1:00 0.833 56896.33 5,7

3 1:20 1 43508.61 7

4 1:20 0.833 57074.06 5,7

5 2:00 1 44219.55 7

6 2:00 0.833 57784.99 5,7

Tabel 8 menunjukkan total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu sesuai dengan Hasil Program 2.1a sampai Hasil Program 2.1f pada Lampiran 1.

Berdasarkan Tabel 8, parameter headway

yang diujikan menunjukkan bahwa dengan kecepatan 1 km/menit, total jumlah penumpang yang terangkut pada simulasi 1 adalah 26219.05 orang, simulasi 3 adalah 29176.43, dan simulasi 5 adalah 26918.96 orang, begitu pula untuk kecepatan 0.833 km/menit sesuai hasil simulasi 2,4, dan 6. Oleh karena itu, headway yang diperbesar akan meningkatkan total jumlah penumpang yang diangkut.

(24)

c. Hasil Simulasi Arah Blok M - Kota pada Saat Peak Hour Sore

Hasil simulasi Blok M - Kota pada saat peak hour sore diperoleh hasil seperti

yang digambarkan pada Tabel 9 sesuai Hasil Program 3.1a sampai Hasil Program 3.1f pada Lampiran 1.

Tabel 9 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan rata-rata waktu tunggu arah Blok M - Kota pada saat peak hour sore

Parameter Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6

Headway (menit) 1:00 1:00 1:20 1:20 2:00 2:00

Kecepatan (km/menit) 1 0.833 1 0.833 1 0.833

Rata-rata waktu tunggu (menit) 0.642 0.732 0.647 0.738 0.668 0.759

Dari hasil simulasi Blok M - Kota pada saat peak hour sore terlihat bahwa dengan kecepatan 1 km/menit dan headway 1 menit diperoleh rata-rata waktu tunggu sebesar 0.642 menit, 0.5% lebih baik dibandingkan dengan headway 1 menit 20 detik dengan rata-rata waktu tunggunya 0.647 menit, dan 2.6% lebih baik dibandingkan dengan

headway 2 menit. Perbandingan ini juga dilakukan untuk simulasi dengan kecepatan 0.833 km/menit. Pengaruh headway

menunjukkan bahwa dengan headway yang diperkecil akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik.

Dengan headway 1 menit dan kecepatan 1 km/menit diperoleh rata-rata waktu tunggu 0.642 menit, 9% lebih baik dibandingkan dengan kecepatan 0.833 km/menit. Perbandingan ini juga dilakukan untuk simulasi dengan headway 1 menit 20 detik dan 2 menit. Pengaruh kecepatan menunjukkan bahwa dengan kecepatan yang diperbesar akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik. Selanjutnya, pada Tabel 10 akan ditunjukkan total jumlah penumpang yang diangkut pada setiap hasil simulasi dan shelter terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu.

Tabel 10 Total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu arah Blok M - Kota pada saat peak hour sore

Simulasi Headway (menit)

Kecepatan (km/menit)

Total jumlah penumpang

Shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu

1 1:00 1 42911.76 4,15

2 1:00 0.833 59494.50 4,15

3 1:20 1 43075.30 4,15

4 1:20 0.833 59658.04 4,15

5 2:00 1 43729.47 4,15

6 2:00 0.833 60312.21 4,15

Tabel 10 menunjukkan total jumlah penumpang dan shelter terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu sesuai dengan Hasil Program 3.1a sampai Hasil Program 3.1f pada Lampiran 1.

Berdasarkan Tabel 10, parameter headway

yang diujikan menunjukkan bahwa dengan kecepatan 1 km/menit, total jumlah penumpang yang terangkut pada simulasi 1 adalah 42911.76 orang, simulasi 3 adalah 43075.30, dan simulasi 5 adalah 43729.47 orang, begitu pula untuk kecepatan 0.833 km/menit sesuai hasil simulasi 2,4, dan 6. Oleh karena itu, headway yang diperbesar

akan meningkatkan total jumlah penumpang yang diangkut.

Selain itu, terlihat juga parameter kecepatan yang diujikan menunjukkan bahwa dengan headway 1 menit, pada simulasi 1 menunjukkan total jumlah penumpang yang diangkut adalah 42911.76 orang, simulasi 2 adalah 59494.50 orang, begitu pula untuk

(25)

total jumlah penumpang yang diangkut dan total jumlah penumpang yang menunggu pada

shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu.

d. Hasil Simulasi Arah Kota – Blok M pada Saat Peak Hour Sore

Hasil simulasi Kota – Blok M pada saat

peak hour sore diperoleh hasil seperti yang digambarkan pada Tabel 11 sesuai Hasil Program 4.1a sampai Hasil Program 4.1f pada Lampiran 1.

Tabel 11 Hasil optimasi headway dan kecepatan bus dalam menentukan rata-rata waktu tunggu arah Kota - Blok M pada saat peak hour sore

Hasil Perbandingan Simulasi 1 Simulasi 2 Simulasi 3 Simulasi 4 Simulasi 5 Simulasi 6

Headway(menit) 1:00 1:00 1:20 1:20 2:00 2:00

Kecepatan(km/menit) 1 0.833 1 0.833 1 0.833

Rata-rata waktu tunggu(menit) 0.615 0.706 0.620 0.711 0.641 0.732

Dari hasil simulasi Kota – Blok M pada saat peak hour sore terlihat bahwa dengan kecepatan 1 km/menit dan headway 1 menit diperoleh rata-rata waktu tunggu sebesar 0.615 menit, 0.5% lebih baik dibandingkan dengan headway 1 menit 20 detik dengan rata-rata waktu tunggunya 0.620 menit, dan 2.6% lebih baik dibandingkan dengan

headway 2 menit. Perbandingan ini juga dilakukan untuk simulasi dengan kecepatan 0.833 km/menit. Pengaruh headway

menunjukkan bahwa dengan headway yang diperkecil akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik.

Dengan headway 1 menit dan kecepatan 1 km/menit diperoleh rata-rata waktu tunggu 0.615 menit, 9.1% lebih baik dibandingkan dengan kecepatan 0.833 km/menit. Perbandingan ini juga dilakukan untu simulasi dengan headway 1 menit 20 detik dan 2 menit. Pengaruh kecepatan menunjukkan bahwa dengan kecepatan yang diperbesar akan diperoleh rata-rata waktu tunggu yang lebih baik. Selanjutnya, pada Tabel 12 akan ditunjukkan total jumlah penumpang yang diangkut pada setiap hasil simulasi dan shelter

tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu.

Tabel 12 Total jumlah penumpang dan shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu arah Kota-Blok M pada saat peak hour sore

Simulasi Headway (menit)

Kecepatan (km/menit)

Total jumlah penumpang

Shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang

menunggu

1 1:00 1 43330.88 7

2 1:00 0.833 56896.33 5,7

3 1:20 1 43508.61 7

4 1:20 0.833 57074.06 5,7

5 2:00 1 44219.55 7

6 2:00 0.833 57784.99 5,7

Tabel 12 menunjukkan total jumlah penumpang dan shelter terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu sesuai dengan Hasil Program 4.1a sampai Hasil Program 4.1f pada Lampiran 1.

Berdasarkan Tabel 12, parameter headway

yang diujikan menunjukkan bahwa dengan kecepatan 1 km/menit, total jumlah penumpang yang terangkut pada simulasi 1 adalah 43330.88 orang, simulasi 3 adalah 43508.61, dan simulasi 5 adalah 44219.55

orang, begitu pula untuk kecepatan 0.833 km/menit sesuai hasil simulasi 2,4, dan 6. Oleh karena itu, headway yang diperbesar akan meningkatkan total jumlah penumpang yang diangkut.

(26)

pada shelter (7) Monas, simulasi 2 adalah 43508.61 orang dan terjadi peningkatan penumpang yang menunggu pada shelter (5) Sawah Besar dan (7) Monas, begitu pula untuk headway 1 menit 20 detik dan 2 menit seperti yang dijelaskan pada Tabel 12. Oleh

karena itu, kecepatan yang diperkecil akan meningkatkan total jumlah penumpang yang diangkut dan total jumlah penumpang yang menunggu pada shelter tempat terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu.

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model matematika pengoperasian BRT merupakan linear programming (LP). Selain itu, berdasarkan studi kasus pada pengoperasian Transjakarta Koridor 1 dapat disimpulkan juga bahwa: 1. headway dan kecepatan bus berpengaruh

terhadap rata-rata waktu tunggu,

2. semakin besar kecepatan bus maka rata-rata waktu tunggu semakin kecil, dan sebaliknya; sedangkan, nilai headway

yang diperkecil akan mengurangi rata-rata waktu tunggu,

3. headway yang diperbesar dan kecepatan yang diperkecil menyebabkan waktu beroperasi lebih lama sehingga penumpang yang diangkut semakin banyak dan menyebabkan terjadinya peningkatan penumpang yang menunggu pada beberapa shelter,

4. kecepatan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan headway dalam meminimumkan rata-rata waktu tunggu, 5. semakin tinggi tingkat kedatangan pada

suatu shelter maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya peningkatan

penumpang yang menunggu pada suatu

shelter,

6. berdasarkan simulasi, untuk setiap parameter yang diujikan tidak terjadi peningkatan penumpang yang menunggu pada beberapa shelter pada pengoperasian Transjakarta Blok M - Kota pada pagi hari sedangkan untuk kasus yang lain terjadi peningkatan penumpang yang menunggu pada beberapa shelter.

6.2 Saran

1. Saran untuk karya ilmiah selanjutnya ialah perlu dikembangkan model matematika yang lebih relevan dengan kondisi di lapangan, antara lain optimasi kapasitas bus yang tidak seragam,

headway bus yang tidak seragam, dan pemberhentian pada shelter yang tidak seragam,

2. berdasarkan simulasi di atas, dapat dibuat sebuah keputusan dalam pengiriman bus pada pengoperasian Transjakarta secara langsung ke shelter yang terjadi peningkatan penumpang yang menunggu dengan mengabaikan shelter-shelter

sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Advani M, Tiwari G. 2006. Review of

capacity improvement strategies for bus transit service. Indian Journal of Transport Management, October-December 2006: 363-391.

Agrissantika T. 2007. Model dinamika spasial ruang terbangun dan ruang terbuka hijau (Studi Kasus Kawasan Jabodetabek) [Skripsi]. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Black A. 1995. Urban Mass Transportation Planning. McGraw-Hill: New York.

Griva I, Nash SG, dan Sofer A. 2009. Linear and Nonlinear Programming. Philadelphia: Siam.

[ITDP] Institute for Transportation and Development Policy. 2007. Bus Rapid Transit Guide Planning.

(27)

Ningsih S. 2002. Urbanisasi dan kaitannya dengan hukum dan kependudukan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345 6789/1568/1/fh-Ningsih.pdf. [22 Des 2011]

Perdana A. 2009. Evaluasi kinerja transjakarta busway koridor 1 rute (Blok M-Kota) [Skripsi]. Institut Teknologi Surabaya.

Ponto M. 1987. Urbanisasi dan sektor informal (Studi Kasus Kotamadya Manado Propinsi Sulawesi Utara) [Tesis]. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Sun C, Zhou W, dan Wang Y. 2008. Scheduling combination and headway optimization of bus rapid transit. Journal of Transportation Systems Engineering and Information Technology. 8(5): 61-67. Taha HA. 2007. Operations Research: An

Introduction Eighth Edition. Prentice Hall: New Jersey.

Winston WL. 2004. Operations Research:

(28)
(29)

Lampiran 1.

Sintaks dan hasil komputasi program pada LINGO versi 11.0 untuk masalah optimasi

headway dan kecepatan Bus(Studi kasus: Pengoperasian Transjakarta Koridor 1)

a. Simulasi Arah Blok M - Kota pada Saat Peak Hour Pagi

Program 1.1a (Blok M – Kota, peak hour pagi, headway=1 menit, kecepatan=1 km/menit)

MODEL:

!Pada koridor 1 pada periode 06.00-08.30 (Peak Hour pagi) dengan busway 31,

20 shelter (arah Blok M-Kota), headway = 1 menit, dan kecepatan= 1 km/menit;

SETS:

Busway/1..31/:waittime;

Shelter1/1..20/:jarak,ting_keds;!1=shelter 1 , ..., 5=shelter 5,

dst;

Shelter2/1..20/;!1=shelter 1 , ..., 5=shelter 5, dst;

Links1(Busway,Shelter1):capacity,naik,turun,headway,time,tunggu,tu nggu1,tunggu2,tunggu3,tungguu,x;

Links2(Shelter1,Shelter2):ting_ked; Links3(Busway,Shelter1,Shelter2):asal; ENDSETS

Data:

dayatampung=85; kecepatan=1;

jarak=@Ole('koridor1.xls','jarak');

T=0.5;

waktu_datang=1;

ting_ked=@Ole('koridor1.xls','ting_ked');

@Ole('hasilkoridor1.1.xls','capacity1','naik2','turun1','tunggu1',

'headway1')=capacity,naik,turun,tungguu,headway;

END DATA

*syntax model

!Objective Function;

!Rata2 waktu tunggu penumpang;

Min=@Sum(Busway(i):waittime(i))/31;

@For(Busway(i):waittime(i)=@Sum(Links1(i,j)|j#LE#19:x(i,j))/y);

@For(Links1(i,j)|i#EQ#1#AND#j#LE#19:x(i,j)=((ting_keds(j)*(headway

(i,j)^2)/2) )/(naik(i,j)));

@For(Links1(i,j)|i#LE#29#AND#j#LE#19:x(i+1,j)=((ting_keds(j)*(head

way(i,j)^2)/2)

+tungguu(i,j)*headway(i+1,j))/(naik(i+1,j)+tungguu(i,j)));

@For(Links1(i,j)|j#LE#19:x(31,j)=(ting_keds(j)*(headway(31,j)^2)/2

)/(naik(31,j)));

y=19;

w=@Sum(Links1(i,j):naik(i,j))+@Sum(Links1(i,j)|i#LE#30:tungguu(i,j

));

(30)

!KENDALA 1

Kendala tingkat kedatangan pada setiap shelter;

@For(Shelter1(j):ting_keds(j)=@Sum(Links2(j,k):ting_ked(j,k)));

!Kendala demand pada setiap shelter untuk setiap bus;

@For(Busway(i):@For(Shelter1(j):@For(Shelter2(k):asal(1,j,k)=@Sum(

Shelter1(j):ting_ked(j,k))*headway(1,j))));

@For(Busway(i)|i#LE#30:@For(Shelter1(j):@For(Shelter2(k):asal(i+1,

j,k)=@Sum(Shelter1(j):ting_ked(j,k))*headway(i+1,j))));

!Kendala penumpang yang naik bus i pada setiap shelter j;

@For(Links1(i,j):naik(i,j)=@Sum(Links3(i,j,k):asal(i,j,k)));

!Kendala penumpang yang turun dari i pada shelter j;

@For(Links1(i,j):turun(i,j)=@Sum(Links3(i,j,k):asal(i,k,j)));

!Kendala penumpang yang naik bus 1 pada shelter 1 ;

@For(Links1(i,j)|j#EQ#1:capacity(i,j)=naik(i,j)-turun(i,j));

!Kendala penumpang yang naik bus 1 pada shelter 2,...,N;

@For(Links1(i,j)|j#LE#19:capacity(i,j+1)=capacity(i,j)+naik(i,j+1)

-turun(i,j+1));

!KENDALA 2,

Kendala penumpang yang menunggu;

@For(Links1(i,j):tunggu1(i,j)=capacity(i,j)-dayatampung);

!<<kendala pemilihan penumpang yang menunggu, jika tunggu1(i,j)>0 maka ada yang penumpang yang menunggu

sedangkan jika tunggu1(i,j)<0 maka tidak ada penumpang yang menunggu);

@For(Links1(i,j):tunggu2(i,j)=@If(tunggu1#GT#0,tunggu1(i,j),0));

!KENDALA 3,

<<mencari jumlah penumpang yang menunggu>>;

@For(Links1(i,j):tunggu3(i,1)=tunggu2(i,1));

@For

(Links1(i,j)|j#LE#19:tunggu3(i,j+1)=tunggu2(i,j+1)-tunggu2(i,j));

@For(Links1(i,j):tunggu(i,j)=@If(tunggu3#GT#0,tunggu3(i,j),0));

@For(Links1(i,j)|i#EQ#1:tungguu(i,j)=tunggu(i,j));

@For(Links1(i,j)|i#LE#30:tungguu(i+1,j)=tunggu(i+1,j)+tungguu(i,j)

);

!KENDALA 4,

kendala waktu tempuh antar shelter;

@For(Links1(i,j):time(i,j)=jarak(j)/kecepatan);

!Kendala headway untuk setiap busway pada setiap shelter;

Gambar

Gambar 1 merepresentasikan Koridor 1
Tabel 1 Data jarak shelter Blok M – Kota                            Tabel 2  Data jarak
Tabel 4 Nilai yang diujikan pada simulasi model
Tabel 5 Hasil optimasi  headway dan  kecepatan bus   dalam   menentukan  rata-rata  waktu  tunggu  arah  Blok M – Kota pada saat peak hour pagi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak negatif pemilihan Kepala Daerah terhadap hubungan kekerabatan keluarga di Kecamatan Kabaena Timur Kabupaten Bombana menimbulkan terjadinya Terjadinya pemaksaan

Hubungan paritas dengan kejadian ruptur perineum pada ibu bersalin spontan di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta dengan uji statistik Kendall-Tau diperoleh p-value =0,001&lt; 0,05

Melalui tercapainya sarana belajar yang memadai lingkungan tempat tinggal terutama keluarga, prestasi belajar siswa dan latar belakang pendidikan formal orang tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode Constructive Controversy (CC) dapat meningkatkan keaktifan siswa (dari 77,50% pada siklus I menjadi 77,71% pada siklus

Untuk memusatkan pengkajian, penelitian ini mengajukan rumusan masalah tentang bagaimana proses pemrograman ( programming ) Simpang5 TV dalam mengemas Ngaji Bareng

Jumlah rumput laut yang paling sedikit dimakan adalah pada salinitas 36 ppt (perlakuan E), hal ini diduga kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk

Keempat, penguatan konsolidasi dan koordinasi Presiden dengan pemerintah pusat dengan daerah, mulai dari provinsi hingga tingkat RT serta dengan Forum Komunikasi

Fokus bahasan majalah Chip Foto Video ini adalah lebih kepada perlengkapan kamera dengan basis teknologi digital seperti rubrik - rubrik fotografi