• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis sikap konsumen terhadap kecap lokal majalengka Jawa Barat (Studi Kasus: segi tiga dan maja menjangan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis sikap konsumen terhadap kecap lokal majalengka Jawa Barat (Studi Kasus: segi tiga dan maja menjangan)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SIKAP KONSUMEN TERHADAP KECAP LOKAL

MAJALENGKA JAWA BARAT

(Studi Kasus: Segi Tiga dan Maja Menjangan)

SKRIPSI

IVO ROSITA H34080144

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

IVO ROSITA. Analisis Sikap Konsumen terhadap Kecap Lokal Majalengka Jawa Barat (Studi Kasus: Segi Tiga dan Maja Menjangan). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YANTI NURAENI MUFLIKH).

Segi Tiga dan Maja Menjangan merupakan merek-merek kecap yang menjadi trendmark/ciri khas Majalengka yang hingga kini masih terus bertahan. Dengan semakin banyaknya merek-merek kecap nasional yang bersaing di pasar lokal Majalengka dan terdapat salah satu kecap nasional yaitu kecap Bango yang memiliki penjualan paling tinggi di Kecamatan Majalengka, perlu bagi Perusahaan Segi Tiga dan CV Maja Menjangan menjaga dan meningkatkan keunggulan produk untuk membedakan dengan produk kecap lainnya, sehingga dapat lebih menarik perhatian konsumen. Tingginya penjualan kecap Bango di Kecamatan Majalengka menunjukkan tingginya minat konsumen tehadap kecap Bango, sehingga dalam jangka panjang dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan minat konsumen terhadap kecap lokal. Keunikan produk kecap dapat dicapai melalui pemaparan atribut kecap yang dimilikinya, seperti rasa, kekentalan, kemasan, ukuran/volume, dan lainnya, sehingga perlu bagi Segi Tiga dan CV Maja Menjangan untuk mengetahui sikap konsumen terhadap produk kecap mereka.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap kecap manis yang paling sering dikonsumsi (2) Menganalisis sikap konsumen terhadap kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango (3) Mengidentifikasi implikasi penelitian terhadap strategi pemasaran Segi Tiga dan Maja Menjangan di Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Penelitian dilakukan pada bulan Juli – Oktober 2012. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh berasal dari kuesioner yang diisi oleh responden. Data sekunder yang digunakan berasal dari BPS (Badan Pusat Statistik), Kementrian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Majalengka, Kecamatan Majalengka, Perusahaan Kecap Segi Tiga dan CV Maja Menjangan, dan desk-top research (browsing

internet). Metode pengambilan responden adalah convenience sampling.

Karakteristik konsumen diidentifikasi berdasarkan kelompok usia, jenis pekerjaan, pendapatan keluarga, pendidikan, dan jumlah anggota keluarga. Proses pengambilan keputusan pembelian konsumen diidentifikasi menggunakan metode deskriptif. Penilaian sikap konsumen dianalisis menggunakan Model Sikap Multiatribut Fishbein.

(3)

dengan ukuran 600 ml dan 620 ml. Jenis keputusan pembelian yang digunakan responden adalah merencanakan membeli dari rumah karena persediaan telah habis dengan memperoleh persentase sebesar 82 persen. Responden memilih mengkonsumsi suatu merek kecap karena rasa khas yang dimiliki kecap tersebut dengan memperoleh persentase sebesar 72 persen.

Hasil analisis sikap diperoleh bahwa responden menyukai kecap Segi Tiga dan Maja Menjangan dengan masing-masing memperoleh total nilai sikap sebesar 57,75 dan 36,75. Responden menilai baik terhadap seluruh atribut yang dimiliki kedua kecap tersebut. Namun, jika dibandingkan dengan merek kecap nasional responden lebih menyukai kecap Bango dengan memperoleh total nilai sikap sebesar 81,99 karena secara keseluruhan atribut kecap Bango dinilai lebih baik dibandingkan dengan atribut yang dimiliki kecap Segi Tiga dan Maja Menjangan. Responden menilai bahwa secara keseluruhan atribut yang dimiliki Bango lebih baik dari atribut yang dimiliki Segi Tiga dan Maja Menjangan. Hal tersebut harus menjadi perhatian bagi produsen kecap lokal.

(4)

ANALISIS SIKAP KONSUMEN TERHADAP KECAP LOKAL

MAJALENGKA JAWA BARAT

(Studi Kasus: Segi Tiga dan Maja Menjangan)

IVO ROSITA H34080144

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Sikap Konsumen Terhadap Kecap Lokal Majalengka Jawa Barat (Studi Kasus: Segi Tiga dan Maja Menjangan)

Nama : Ivo Rosita

NIM : H34080144

Disetujui, Pembimbing

Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M.Agribuss

NIP. 19800626 200501 2 004

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Sikap Konsumen Terhadap Kecap Lokal Majalengka Jawa Barat (Studi Kasus: Segi Tiga dan Maja Menjangan)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 29 September 1990. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sugrimat dan Ibunda Ikah Rokasih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Tonjong 1 Majalengka pada tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 2 Majalengka. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Sukahaji diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Saringan Negara Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Sikap Konsumen Terhadap Kecap Lokal Majalengka Jawa Barat (Studi Kasus: Segi Tiga dan Maja Menjangan)”. Penelitian ini bertujuan menjelaskan proses pengambilan keputusan dan menganalisis sikap konsumen terhadap ketiga merek kecap, yaitu Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango sebagai salah satu kecap nasional. Selain itu, memberikan alternatif strategi bauran pemasaran bagi pihak perusahaan Segi Tiga dan CV Maja Menjangan.

Sangat disadari dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis. Namun demikian, diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Suprehatin, SP, MAB selaku dosen pembimbing skripsi atas bantuan, bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran, serta dorongan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini

2. Yanti Nuraeni Muflikh, SP. M.Agribuss selaku dosen pembimbing skripsi atas bantuan, bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran, serta dorongan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 3. Tintin Sarianti, SP selaku penguji utama yang telah memberikan masukan

untuk perbaikan skripsi.

4. Rahmat Yanuar, SP. Msi selaku penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi.

5. Bapak, Mamah, Kakak, dan Adik-adikku serta seluruh keluarga tersayang yang selalu memberikan doa, perhatian, dukungan baik moral maupun materil. 6. Pihak perusahaan Segi Tiga dan CV Maja Menjangan yang telah memberikan

izin untuk melakukan penelitian terhadap produknya dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

7. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah membantu dan memperlancar proses penelitian.

8. Teman-teman AGB yang telah memberikan bantuannya dan selalu memberikan dorongan semangat, Yuki Masiliana, Tia Oktaviana, Fatma Sari Ode, Trisna Damayanti, Ridhi Sumarna, Nadia Nurul Akmala, dan Yulinda. 9. Nurul Kurniati dan Rian Hardiana yang tetap menjaga komunikasi antara kita

dan selalu memberikan dorongan semangat. Terima kasih atas kebersamaan selama ini.

10.Rekan-rekan satu bimbingan Rian “Jagal”, Frandy, Gena, Linda “Ladon”, dan Diki More atas bantuan dan dorongan semangat yang diberikan.

(10)

DAFTAR ISI

2.1. Perkembangan Kecap di Kecamatan Majalengka ... 11

2.2. Penelitian Terdahulu ... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1. Perilaku Konsumen ... 17

3.1.2. Pengetahuan Atribut Produk ... 18

3.1.3. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ... 19

3.1.4. Preferensi Konsumen ... 23

5.2.3 Proses Pembuatan Kecap Kedelai Maja Menjangan dan Segi Tiga ... 48

5.3. Penyaringan Responden (Screening) ... 52

5.4. Karakteristik Responden ... 52

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

(11)

6.2. Hasil Evaluasi Rasa terhadap Merek Kecap Segi Tiga,

Maja Menjangan, dan Bango ... 70

6.3. Sikap Konsumen terhadap Kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango ... 75

6.4. Strategi Pemasaran Segi Tiga dan Maja Menjangan .... 99

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

7.1. Kesimpulan ... 105

7.2. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Konsumsi Jenis bumbu-Bumbuan dari Tahun

2007-2011 ... 2 2. Jumlah Tenaga Kerja dari Tahun 2006-2010 ... 3 3. Jenis Kemasan dan Ukuran serta Harga Kecap Manis di

Kecamatan Majalengka Tahun 2012 ... 6 4. Penjualan Kecap Manis di Perusahaan Ritel di Kecamatan

Majalengka Berdasarkan piecies dari Tahun 2008-2012 ... 7 5. Nilai Maksimum dan Minimum Sikap (Ao) terhadap Atribut

Produk Kecap ... 40 6. Produk Kecap Segi Tiga Berdasarkan Rasa dan Ukuran Nilai 47 7. Hasil Penyaringan (Screening) Responden ... 52 8. Karakteristik Responden Kecap Manis dengan Merek Kecap

yang Dikonsumsi ... 53 9. Sebaran Responden yang Berniat Akan/Tidak Akan

Mengkonsumsi Kecap Segi Tiga Berdasarkan Pendapatan .... 72 10. Sebaran Responden yang Berniat Akan/Tidak Akan

Mengkonsumsi Kecap Maja Menjangan Berdasarkan

Pendapatan ... 73 11. Sebaran Responden yang Berniat Akan/Tidak Akan

Mengkonsumsi Kecap Bango Berdasarkan Pendapatan ... 75 12. Evaluasi Tingkat Kepentingan (ei) Atribut Produk Kecap ... 77 13. Frekuensi Skor Tingkat Kepercayaan (bi) Atribut Produk

Kecap Manis Merek Segi Tiga, Maja Menjangan, dan

Bango ... 78 14. Hasil Analisis Sikap Multiatribut Fishbein untuk Produk

Kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango ... 87 15. Hasil Analisis Sikap Multiatribut Fishbein terhadap

Masing-Masing Atribut Merek Kecap Segi Tiga, Maja Menjangan,

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perkembangan Nilai Produksi (ribuan rupiah) Industri Besar dan Sedang di Indonesia ... 6. Diagram Sebaran Motivasi dan Manfaat Responden dalam

Pembelian Produk Kecap Manis ...

57 7. Diagram Sebaran Sumber Informasi ...

59 8. Diagram Pie Atribut yang Dipertimbangkan dalam Pembelian

Produk Kecap ...

60 9. Diagram Pie Atribut Pertimbangan Merek ...

61 10. Diagram Pie Orang yang Mempengaruhi dalam Pembelian

Kecap ...

62 11. Diagram Pie Kecap yang Sekarang Dikonsumsi responden ...

63 12. Diagram Pie Kecap yang Paling Sering Dikonsumsi

Responden ...

64 13. Diagram Pie Tempat Pembelian Kecap ...

65 14. Diagram Pie Cara Memutuskan Pembelian Kecap ...

65 15. Diagram Pie Jika Kecap Tidak Tersedia di Tempat Biasa

Membeli ...

66 16. Diagram Pie Frekuensi Pembelian Kecap ...

67 17. Diagram Pie Sebaran Ukuran Kecap yang Dibeli Responden ..

67 18. Diagram Pie Atribut Kepuasan Responden dalam

Mengkonsumsi Kecap Manis ...

68 19. Diagram Pie Toleransi Harga ...

69 20. Pie Sikap Responden Jika Harga Kecap Naik di atas Harga

yang Ditoleransi ...

69 21. Diagram Pie Kendala dalam Pembelian Produk Kecap ...

70 22. Diagram Pie Niat Mengkonsumsi Kecap Segi Tiga ...

71 23. Diagram Pie Niat Mengkonsumsi Kecap Maja Menjangan ...

73 24. Diagram Pie Niat Mengkonsumsi Kecap Bango ...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(15)

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agroindustri merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi penting bagi perekonomian nasional, yaitu pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan perolehan Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian Perindustrian tahun 2011, pada tahun 2006 dan 2009 sektor agroindustri mengalami pertumbuhan dalam penyerapan tenaga kerja. Tahun 2006 sektor agroindustri menyerap tenaga kerja sebesar 14,23 persen. Pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja mengalami kenaikkan menjadi sebesar 15,29 persen.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian Perindustrian 2011 untuk kontribusi sektoral terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun 2004-2010 sektor pertanian rata-rata berkontribusi terhadap PDB sebesar 13,99 persen, sektor agroindustri rata-rata berkontribusi terhadap PDB sebesar 12,59 persen, sektor non-agroindustri rata-rata berkontribusi terhadap PDB sebesar 12,13 persen, sektor industri migas rata-rata berkontribusi terhadap PDB sebesar 2,47 persen, dan sektor lainnya berkontribusi terhadap PDB sebesar 58,82 persen. Berdasarkan data tersebut kontribusi sektor agroindustri terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan sektor nonagroindustri. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa sektor agrioindustri memiliki peranan cukup penting dalam kontribusi produk domestik bruto.

Industri kecap merupakan salah satu industri yang melakukan kegiatan usaha pada bidang agroindustri. Industri kecap memanfaatkan hasil pertanian yaitu kedelai sebagai bahan baku untuk diolah menjadi saus kecap kental berwarna hitam. Pada sistem agribisnis, industri kecap merupakan subsistem hilir agribisnis yang memproses dan mentransformasikan bahan hasil pertanian (kedelai) menjadi barang jadi yang dapat langsung dikonsumsi (kecap).

(16)

2 Tabel 1 menunjukkan nilai konsumsi jenis bumbu-bumbuan dari tahun 2007-2011. Pada tahun 2007 kecap (140 ml) menunjukkan nilai konsumsi paling tinggi diantara bumbu-bumbu lainnya seperti saus tomat, garam, kemiri, dan merica dengan nilai konsumsi sebesar 186. Pada tahun berikutnya nilai konsumsi kecap menurun menjadi 112, namun pada tahun 2010 nilai konsumsi kecap kembali meningkat menjadi sebesar 122 meskipun nilai produksi kecap mengalami penurunan (Tabel 3).

Tabel 1. Nilai Konsumsi Jenis Bumbu-Bumbuan dari Tahun 2007-2011

Jenis

Bumbu-Bumbuan

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Kecap (140 ml) 186 112 112 122 118

Saus tomat (140 ml) 37 22 168 194 220

Garam (ons) 90 187 99 120 126

Kemiri (ons) 75 84 76 88 108

Merica (ons) 74 89 79 88 111

Sumber: Diolah. BPS (2012)

(17)

3

Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja dari Tahun 2006-2010 Jenis

(18)

4 Meskipun nilai produksi kecap menunjukkan penurunan, namun banyak merek-merek kecap di Indonesia yang memenuhi pasar dengan skala nasional. Berikut beberapa nama merek kecap nasional yang ada di Indonesia, diantaranya Bango (Unilever), ABC (Heinz ABC), Sedap (Wings Food), Indofood (Indofood), Nasional (Sari Sedap Indonesia).

Kabupaten Majalengka dikenal dengan kecapnya.1 Kecap asli Majalengka dikenal dengan kekentalan dan cita rasa kedelai yang khas. 2 Kabupaten Majalengka adalah daerah yang memiliki lebih dari 30 produsen kecap baik yang berskala kecil maupun sedang, baik yang sudah memiliki merek ataupun tidak (daftar nama industri selengkapnya pada Lampiran 1). Daerah produksi kecap tersebar di 12 daerah di Kabupaten Majalengka. Diantara 12 daerah terdapat daerah sentra produksi kecap yaitu salah satunya Kecamatan Majalengka.

Kecamatan Majalengka dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi kecap di Kabupaten Majalengka selain Kecamatan Kadipaten. Di Kecamatan Majalengka terdapat sekitar empat industri kecap yang masih aktif berproduksi, diantaranya Perusahaan Segi Tiga, CV Maja Menjangan, Ban Bersayap, dan Tjun Teng. Berdasarkan hasil penelitian Susanti (2010) pada dekade 1970-an sampai awal tahun 1990-an industri kecap Majalengka pernah menjadi market leader

karena pemasarannya telah berhasil mencapai ke luar daerah Majalengka, seperti Bandung, Cirebon, dan Indramayu. Terdapat dua merek yang sangat melegenda di Majalengka karena usianya sudah puluhan tahun dan diproduksi secara tradisional, yaitu Segi Tiga dan Maja Menjangan.3

Segi Tiga bukan produsen kecap pertama yang muncul di Majalengka, namun Segi Tiga mampu bersaing dengan kecap lokal lainnya. Terbukti dengan sampai saat ini Segi Tiga masih berdiri di Majalengka. Segi Tiga sudah memiliki

brand di mata konsumen Majalengka. Segi Tiga merupakan perusahaan keluarga yang turun temurun yang harus dipertahankan. Produsen Segi Tiga menyatakan bahwa dalam pembuatan kecapnya tidak menggunakan pengawet, tanpa pewarna,

1,2Hartana, “Menembus Kota Angin Majalengka”, Kompas, diakses dari

http://travel.kompas.comMenembus.Kota.Angin.Majalengka, pada tanggal 25 Februari 2013.

3Wardani, “Kecap Legendaris dari Majalengka”, Tribunnews, diakses dari

(19)

5 tanpa pengental, dan tanpa pengharum. Hal tersebut menjadi keunggulan yang dimiliki yang menjadi pembeda dengan merek kecap lain. Segi Tiga memiliki mimpi yaitu dapat menjadi suatu perusahaan yang profesional, dari industri kecil menjadi industri berskala menengah, kemudian berskala besar yang dapat sejajar dengan industri kecap berskala besar yang telah ada di Indonesia, contohnya Bango.

Maja Menjangan adalah produsen kecap pertama yang ada di Majalengka yang telah berdiri sejak tahun 1940, sehingga Maja Menjangan sudah memiliki

brand di mata konsumen Majalengka. Kecap Maja Menjangan menjadi trendmark

Majalengka. Kecap Maja Menjangan merupakan kecap yang diwariskan secara turun temurun yang harus dipertahankan dari generasi ke generasi. Maja Menjangan masih bertahan sampai sekarang meskipun banyak produk kecap nasional yang bermunculan dan jumlah konsumen yang berminat terhadap Maja Menjangan cenderung berkurang. Dalam keadaan tersebut Maja Menjangan tetap bertahan karena terdapat konsumen yang masih mengkonsumsi kecap Maja Menjangan. Dalam proses pembuatan kecap Maja Menjangan tidak mengunakan bumbu penyedap, hanya menggunakan gula dan mengandalkan proses fermentasi. Hal tersebut menjadi keunggulan kecap Maja Menjangan.

Pasar kecap di Kecamatan Majalengka telah dimasuki oleh berbagai merek kecap lokal. Hal tersebut terlihat di warung-warung ataupun toko-toko yang menjual berbagai merek kecap, seperti merek Segi Tiga, Maja Menjangan, Ban Bersayap, Tjun Teng, Cap Potret Matahari, Ikan Mas Koki, Ayam Jago, Cap Sate, dan lainnya. Tidak hanya dipenuhi oleh produk kecap lokal, tetapi juga dipenuhi oleh berbagai merek kecap nasional, seperti kecap Bango, ABC, Sedap, Indofood, dan lainnya.

(20)

6 atribut kecap yang dimilikinya, seperti rasa, kekentalan, kemasan, ukuran/volume, dan lainnya.

Pemahaman terhadap suatu produk kecap dapat dilakukan melalui identifikasi sikap konsumen terhadap atribut yang melekat pada produk kecap. Hal tersebut dapat dilakukan melalui penelitian terhadap perilaku konsumen dengan mengetahui proses keputusan pembelian konsumen. Proses pengambilan keputusan pembelian konsumen dapat membentuk sikap konsumen terhadap kecap. Atribut yang melekat pada produk kecap dapat mempengaruhi sikap pembelian konsumen terhadap produk kecap. Sikap konsumen dapat berupa suka atau tidak suka terhadap suatu produk kecap. Melalui hasil tersebut perusahaan dapat membuat penilaian dan strategi berdasarkan informasi yang lebih banyak mengenai potensi produk kecap.

1.2. Perumusan Masalah

Kecap lokal maupun kecap nasional menawarkan harga yang berbeda untuk masing-masing setiap produknya. Segi Tiga dan Maja Menjangan merupakan merek kecap lokal, dan Bango merupakan merek kecap nasional yang menawarkan harga yang berbeda untuk masing-masing produknya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 yang menunjukkan berbagai jenis kemasan, ukuran, dan harga ketiga merek produk kecap tersebut di Kecamatan Majalengka.

Tabel 3. Jenis Kemasan dan Ukuran serta Harga Kecap Manis di Kecamatan Majalengka Tahun 2012

Jenis Kemasan

Segi Tiga Maja Menjangan Bango

Ukuran Sumber: Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Salah Satu Toko di Kecamatan Majalengka (2012)4

4

(21)

7 Tabel 4 menunjukkan bahwa harga kecap Segi Tiga dan Maja Menjangan memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan kecap Bango. Harga antara kecap lokal, yaitu Segi Tiga dan Maja Menjangan dengan kecap nasional, yaitu Bango memiliki selisih harga. Seperti pada ukuran kecap 140 ml untuk kecap Segi Tiga dan Maja Menjangan masing-masing memiliki harga Rp5.000 dan Rp4.800, sedangkan kecap Bango yang berukuran 135 ml memiliki harga Rp6.000. Selisih harga antara kecap Segi Tiga dan Bango sebesar Rp1.000. Selisih harga antara kecap Maja Menjangan dengan Bango sebesar Rp1.200. Kecap Bango yang memiliki ukuran kecap yang lebih sedikit dari kecap Segi Tiga dan Maja Menjangan memiliki harga yang lebih tinggi dari kedua kecap lokal tersebut.

Meskipun kecap Segi Tiga dan Maja Menjangan memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga kecap Bango, namun kecap Bango memiliki volume penjualan paling tinggi di Kecamatan Majalengka. Tabel 4 menunjukkan volume penjualan merek kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango di perusahaan ritel di Kecamatan Majalengka dari tahun 2008 sampai dengan 2012. Kecap Bango memiliki volume penjualan paling tinggi diantara merek kecap lokal Majalengka, yaitu Segi Tiga dan Maja Menjangan. Volume penjualan kecap Bango mengalami kenaikkan setiap tahunnya.

Tabel 4. Penjualan Kecap Manis di Perusahaan Ritel di Kecamatan Majalengka Berdasarkan piecies dari Tahun 2008-2012

Merek Kecap Tahun

2008 2009 2010 2011*) 2012**)

Segi Tiga (pcs) 1.646 1.251 1.561 426 1.763

Maja Menjangan (pcs) 987 1.227 1.480 414 1.158

Bango (pcs) 28.644 31.630 32.879 13.364 49.514

ABC (pcs) 8.736 9.726 7.288 6.541 16.824

Sedap (pcs) 1.849 3.920 4.240 2.027 10.876

(22)

8 Kecap Segi Tiga memiliki volume penjualan yang berfluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2009 kecap Segi Tiga mengalami penurunan penjualan sebesar 395 piecies, sedangkan tahun selanjutnya menunjukkan peningkatan penjualan. Pada tahun 2012 mengalami peningkatan penjualan kembali dengan memperoleh volume penjualan sebesar 1763 piecies.

Kecap Maja Menjangan pun memiliki volume penjualan yang berfluktuasi juga setiap tahunnya. Pada tahun 2009 dan 2010 kecap Maja Menjangan mengalami peningkatan penjualan dengan masing-masing memperoleh nilai penjualan sebesar 1227 dan 1480 piecies. Pada tahun 2012 Maja Menjangan mengalami peningkatan penjualan kembali dengan memperoleh volume penjualan sebesar 1158 piecies. Nilai penjualan kecap pada tahun 2012 data yang di dapat hanya sampai dengan bulan Agustus, tetapi pada tahun tersebut menunjukkan adanya kenaikkan penjualan untuk semua merek kecap.

Volume penjualan kecap Bango yang tinggi di Majalengka tidak hanya dilihat dari salah satu toko serba ada, tetapi juga dapat diketahui dari setiap warung ataupun toko yang ada di Majalengka. Meskipun tidak terdapat data secara rinci dari tahun ke tahun, tingkat penjualan kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango dapat diketahui melalui wawancara. Wawancara dilakukan pada bulan Agustus 2012 kepada 2 toko, yaitu Toko 80, dan Toko Uken. Hasil wawancara yang didapat dari kedua toko tersebut adalah kedua toko tersebut menyatakan bahwa diantara ketiga merek kecap manis, yaitu Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango ternyata kecap Bango memiliki tingkat penjualan yang paling tinggi dibandingkan dengan kecap Segi Tiga, Maja Menjangan untuk tahun 2012.

Dilakukannya perbandingan dengan Bango, karena Bango merupakan kecap nasional yang diduga paling diminati oleh konsumen diantara kecap nasional lainnya. Hal tersebut terbukti pada volume penjualan kecap Bango yang tinggi. Tingginya minat konsumen terhadap kecap Bango ditakutkan akan berdampak pada penurunan minat konsumen terhadap kecap lokal, yaitu Segi Tiga dan Maja Menjangan yang merupakan brand Majalengka.

(23)

9 terhadap merek kecap. Disamping itu, proses pembelian konsumen terhadap produk kecap dapat membentuk sikap konsumen terhadap produk kecap tersebut, karena proses pengambilan keputusan pembelian konsumen merupakan pengalaman langsung antara konsumen dengan suatu produk kecap. Konsumen memiliki kayakinan yang jauh lebih kuat mengenai sikap produk responden bila didasarkan pada pemakaian aktual dibandingkan bila didasarkan pada iklan saja (Engel et al 1994).

Proses pengambilan keputusan pembelian dan Pengukuran sikap konsumen sangat penting bagi pemasar. Pemasar dapat mengidentifikasi segmen manfaat, mengembangkan produk baru dan memformulasikan serta melakukan evaluasi strategi pemasaran. Dengan kata lain pemasar dapat membuat strategi bauran pemasaran yang tepat bagi produknya.

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya:

1. Bagaimana proses pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap kecap manis yang paling sering dikonsumsi di Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Jawa Barat?

2. Bagaimana sikap konsumen terhadap kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango di Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Jawa Barat? 3. Bagaimana implikasi hasil penelitian terhadap strategi pemasaran Segi

Tiga dan Maja Menjangan di Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Jawa Barat?

1.3. Tujuan

1. Mengidentifikasi proses pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap kecap manis yang paling sering dikonsumsi di Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Jawa Barat.

2. Menganalisis sikap konsumen terhadap kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango di Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka Jawa Barat. 3. Menyusun strategi pemasaran Segi Tiga dan Maja Menjangan sebagai

(24)

10

1.4. Manfaat

1. Bagi penulis, dapat mengetahui proses pengambilan keputusan pembelian dan sikap konsumen terhadap kecap lokal Majalengka (Segi Tiga dan CV Maja Menjangan) dan kecap skala nasional (Bango).

2. Bagi pihak institusi pendidikan dan pihak berkepentingan yang melaksanakan studi pada permasalahan yang sama dapat sebagai bahan informasi dan pengetahuan serta studi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya.

3. Dapat menjadi masukan bagi industri kecap lokal Majalengka khususnya Segi Tiga dan CV Maja Menjangan dalam mengembangkan usaha kecapnya.

1.5. Ruang Lingkup

(25)

11

II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Perkembangan Kecap di Kecamatan Majalengka

Kecap pertama kali diperkenalkan di Majalengka oleh keluarga Tjukeng sejak awal abad ke-20. Pada saat itu kecap Majalengka sangat disukai oleh konsumen bangsa Belanda yang menetap di daerah tersebut. Melihat peluang tersebut para pekerja membuka perusahaan kecap dengan mengikuti ramuan Keluarga Tjukeng, sehingga mulai bermunculan pabrik-pabrik kecap. Seperti kecap CV Maja Menjangan, pemilik dari kecap tersebut adalah Bapak Sa‟ad yang dahulunya merupakan pekerja di pabrik kecap dari Keluarga Tjukeng. CV Maja Menjangan berdiri tahun 1940 di kelurahan Majalengka wetan.

Pada masa itu perusahaan kecap di Majalengka masih sangat sedikit, sehingga tidak ada persaingan dalam industri kecap. Pada tahun 1958 berdiri perusahaan yang memproduksi kecap Segi Tiga di kelurahan Tonjong. Pada tahun 1960-an mulai berdiri pabrik-pabrik kecap yang menyebar di Majalengka. Warga sekitar melihat bahwa usaha kecap memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan, sehingga warga tertarik untuk melakukan usaha kecap. Hal ini terjadi pada Bapak Tjian Tjuan Teng yang membuka usaha kecap Tjuan Teng pada tahun 1964 di kelurahan Majalengka Wetan.

Keberadaan industri kecap yang berskala kecil dan sedang di Majalengka dapat memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat sekitar. Industri kecap membuka lapangan pekerjaan yang cukup besar, sehingga dapat menyerap tenaga kerja baik laki-laki maupun perempuan dalam jumlah yang cukup banyak karena dalam proses pembuatan kecap menggunakan alat yang tradisional. Bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian bekerja di industri kecap merupakan mata pencaharian utama yang dapat membantu perekonomian keluarga. Sedangkan bagi masyarakat yang memiliki lahan pertanian bekerja di industri kecap merupakan pekerjaan sampingan yang dapat menambah penghasilan responden.

Pada tahun 1970 kecap Majalengka mengalami peningkatan permintaan. Bahkan pada tahun 1970 sampai awal tahun 1990-an kecap Majalengka menjadi

(26)

12 Pada pertengahan tahun 1990 sampai dengan tahun 2005 industri kecap Majalengka mengalami penurunan baik dari jumlah produksi maupun daerah pemasaran. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beredarnya produk kecap nasional yang produknya hampir bisa dijumpai di setiap toko, sehingga permintaan kecap Majalengka mengalami penurunan. Akan tetapi dengan kondisi yang penuh persaingan para pengusaha tetap bertahan dalam keadaan tersebut, karena bagi responden indistri kecap merupakan industri turun-temurun yang harus dipertahankan untuk generasi selanjutnya dan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada industri kecap.

2. 2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai kecap sudah banyak dilakukan dengan pembahasan dengan berbagai topik, seperti analisis warna kecap (Marianti 1997), optimalisasi portofolio produk kecap (Suradi 2003), pengendalian persediaan bahan baku kecap (Kurniawan 2002), optimalisasi risiko pemasaran portofolio produk kecap (Yuspida 2000).

Penelitian terkait dengan topik preferensi konsumen tentang kecap sudah ada yang melakukannya, seperti yang dilakukan oleh Ramdhan (2002). Penelitian ini menganalisis preferensi konsumen kecap Segi Tiga, hubungan usia dengan atribut kecap Segi Tiga seperti rasa, aroma, tekstur, dan kemasan. Penelitian ini juga menganalisis hubungan jenis perkerjaan dengan tempat pembelian kecap seperti pabrik dan pasar.

Dalam penelitian tersebut digunakan alat analisis konjoin. Konjoin adalah teknik untuk menentukan nilai penting relatif dari atribut dan level atribut pada suatu produk (Malhotra 1999 dalam skripsi Ramdhan 2002). Digunakan pula chi-square untuk mengetahui hubungan antar variabel yang berkaitan dengan preferensi konsumen. Hasil pengujian kebebasan (chi-square) terhadap tabel kontingensi akan diperoleh nilai kontingensi. Nilai tersebut akan menunjukkan korelasi antara dua faktor dan hasil tersebut dapat dipakai dalam pengujian hipotesis dan pengambilan kesimpulan dari data yang ada.

(27)

13 konjoin atribut yang memiliki peranan paling penting terhadap preferensi konsumen adalah aroma dengan persentase nilai penting relatif (NPR) sebesar 56,66 persen. Atribut penting selanjutnya adalah rasa dan volume kemasan. Berdasarkan nilai kegunaannya taraf yang paling penting adalah aroma kedelai, rasa manis sedang, kekentalan sedang, dan kemasan botol kecil 250 ml. Pengujian hipotesis menghasilkan bahwa usia tidak berpengaruh terhadap rasa, aroma, tekstur, dan kemasan kecap. Sedangkan untuk jenis pekerjaan berpengaruh terhadap tempat pembelian kecap untuk pabrik dan pasar. Penelitian ini memiliki saran untuk perusahaan Segi Tiga, yaitu perlu diferensiasi produk pada rasa, aroma, kekentalan, dan kemasan agar dapat menjangkau pasar yang lebih luas.

Penelitian tentang perilaku konsumen khususnya preferensi konsumen pun sudah banyak yang melakukannya dengan berbagai objek penelitian, seperti meneliti teh dalam kemasan (Adityo 2006), telur (Amelia 2008), seafood (Novrita 2006), bakery (Setyawan 2006), wortel organik (Damayanti 2009).

Dalam menganalisis preferensi konsumen beberapa peneliti menggunakan metode Fishbein (Aditya 2006, Amelia 2008, dan Setyawan 2006) dan konjoin (Novrita 2006 dan Damayanti 2009). Metode fishbein digunakan untuk menunjukan hubungan diantara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan sikap terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk (Engel, Blackwell dan Miniard 1994). Dianalisis masing-masing komponen evaluasi yang berhubungan dengan setiap atribut (ei) dan komponen kepercayaan konsumen terhadap atribut produk (bi). Atribut yang digunakan tergantung dari penting atau tidaknya atribut tersebut untuk diberikan penilaian menurut konsumen dan tergantung pada kebutuhan penelitian.

Dari beberapa penelitian yang menggunakan alat analisis Fishbein

(28)

14 kemudian dibagi 5 yang merupakan skala interval atau skala penilaian. Skala penilaian berupa sangat baik, baik, biasa, buruk, dan sangat buruk.

Terdapat beberapa peneliti yang menghasilkan rentang skala berbeda namun interpretasinya sama yaitu baik. Seperti pada penelitian Adityo (2006) memiliki rentang skala 43,1-14,4 yang menginterpretasikan bahwa sikap konsumen terhadap atribut produk adalah baik. Hal ini karena peneliti menggunakan nilai tertinggi 27 untuk responden yang memberikan nilai +3 dan nilai terendah -24 untuk responden yang memilih nilai -3 untuk setiap atribut sehingga menggunakan 7 skala penilaian. Dan terdapat pula peneliti yang menggunakan nilai kepentingan atribut berkisar -2 hingga +2 dengan 5 skala penilaian, yaitu penelitian Setyawan (2006). Rata-rata dari penelitian tersebut menghasilkan bahwa objek yang diteliti memiliki interpretasi baik. Adanya perbedaan penggunaan skala interval pada setiap penelitian tergantung dari kebutuhan penelitian, seperti masalah yang dirumuskan dan tujuan penelitian serta keinginan peneliti, sehingga mendapatkan hasil penelitian yang akurat dan sesuai keinginan peneliti.

Setiap penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai atribut yang dianggap paling baik oleh konsumen dapat menghasilkan nilai yang berbeda-beda, seperti pada hasil penelitian Damayanti (2009) yang menunjukkan bahwa hal yang paling dianggap penting dalam memilih atribut wortel organik adalah harga yang memperoleh nilai sebesar 30,16 persen, label atau sertifikasi memiliki nilai 29,03 persen, ukuran memiliki nilai 24,86 persen, dan ketersediaan memiliki nilai 15,95 persen. Dan dari hasil analisis konjoin dapat diketahui pula bahwa responden menyukai wortel organik yang memiliki harga murah, terdapat label, ukuran yang besar, dan ketersediaan yang banyak.

(29)

15 (20,6 persen), renyah (11,4 persen), rasa (9,8 persen), dan saji (8,8 persen). pada seafood cumi-cumi urutan atribut yang paling penting diperhatikan adalah ukuran (37,7 persen), porsi (25,4 persen), rasa (14,3 persen), saji (11,7 persen), dan renyah (10,9 persen).

Responden lebih menyukai seafood ikan tenggiri yang memiliki kerenyahan sedang, porsi sedikit, rasa pedas, penyajian dengan biskuit, dan bentuk nugget tidak persegi dan bulat. Untuk seafood udang responden lebih menyukai seafood udang yang renyah, porsi sedang, rasa tidak pedas, dan penyajian menggunakan biskuit. Dan untuk seafood cumi-cumi responden lebih menyukai seafood cumi yang renyah, porsi sedang, rasa tidak pedas dengan ukuran daging cumi besar, dan penyajian dengan biskuit.

(30)
(31)

17

III KERANGKA PEMIKIRAN

3. 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berupa teori-teori relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan serta penyusunan instrumen penelitian (Alma 2007). Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya, perilaku konsumen, pengetahuan atribut produk, proses pengambilan keputusan konsumen, preferensi, sikap konsumen, dan strategi pemasaran.

3. 1. 1. Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Definisi lain tentang perilaku konsumen, yaitu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut (Engel, Blackwell, dan Miniard 1993 dalam

Sumarwan 2004).

Berdasarkan penjelasan Sumarwan (2004) perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan kegiatan mengevalusi. Studi perilaku konsumen terkait dengan apa yang dibeli konsumen, mengapa konsumen membelinya, kapan responden membelinya, dimana responden membelinya, berapa sering responden membelinya, dan berapa sering responden menggunakannya (Sumarwan 2004).

(32)

18 memperkirakan kecenderungan konsumen untuk bereaksi terhadap informasi yang diterimanya (Sumarwan 2004).

3. 1. 2. Pengetahuan Atribut Produk

Seorang konsumen akan melihat suatu produk berdasarkan kepada karakteristik atau ciri atau atribut dari suatu produk. konsumen memiliki pengetahuan yang berbeda mengenai suatu produk, maka seorang konsumen memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyebutkan karakteristik atau atribut dari produk tersebut.

Sebagian konsumen mungkin memiliki informasi yang lengkap mengenai suatu produk, sehingga mampu mendeskripsikan secara terperinci sebagai atribut dari produk tersebut. Para pemasar perlu memahami apa yang diketahui konsumen, atribut apa saja yang dikenal dari suatu produk, atribut mana yang dianggap penting oleh konsumen. Pengetahuan mengenai atribut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Pengetahuan yang lebih banyak mengenai atribut suatu produk akan memudahkan konsumen untuk memilih produk yang akan dibelinya.

Atribut suatu produk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk, misalnya ukuran. Atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen (Sumarwan 2004).

(33)

19 secara seragam berkualitas tinggi yang memungkinkan para konsumen merasakan diri responden sebagai alasan keberhasilan.

Berdasarkan Engel (1994) dalam penelitian terdahulu (Diah 2009) atribut produk terdiri dari tiga tipe, yaitu (1) ciri-ciri atau rupa (features), dapat berupa ukuran, tampilan, harga, servis atau jasa, komposisi, nilai estetika, warna dan lain-lain, (2) manfaat (benefit), dapat berupa kegunaan atau kesenangan yang berhubungan dengan panca indera, dapat juga manfaat yang tak terwujud seperti kesehatan dan penghematan waktu, (3) fungsi (fungtion), atribut ini jarang digunakan dan lebih sering diperlakukan sebagai ciri-ciri atau manfaat.

Penelitian terdahulu (Diah 2009) untuk menganalisis sikap konsumen terhadap minuman susu fermentasi membagi jenis atribut ke dalam dua faktor atribut, yaitu faktor fisik produk dan faktor bauran pemasaran. Atribut faktor fisik yang digunakan dalam penelitiannya diantaranya rasa, warna, kekentalan minuman, ukuran saji/volume, komposisi, desain kemasan, efek samping, pilihan rasa, kondisi tubuh pasca konsumsi, kejelasan tanggal kadaluarsa, kejelasan izin Depkes, dan kebersihan produk. Atribut yang menjadi faktor bauran pemasaran diantaranya harga, merek, ketersediaan, iklan, dan promosi.

3. 1. 3. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian

Dalam proses pengambilan keputusan pembelian konsumen terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh konsumen ketika konsumen tersebut akan melakukan pembelian terhadap suatu produk. Semua tahapan akan dilakukan oleh konsumen ketika konsumen menghadapi situasi membeli yang kompleks dan baru. Terdapat lima tahapan, yaitu mengenali kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Tahapan-tahapan tersebut disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Alur Proses Keputusan Pembeli Sumber: Kotler dan Amstrong 2006

Semua tahapan tersebut tidak mutlak harus dilakukan oleh konsumen yang menghadapi situasi kegiatan rutin. Konsumen dalam situasi seperti itu dapat

(34)

20 melewati beberapa tahapan yang tidak perlu dilakukan. Hal ini tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku responden, seperti faktor-faktor perbedaan individu, pengaruh lingkungan, proses psikologis, dan strategi pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan (J Setiadi 2008).

Pada pemecahan masalah rutin konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya. Konsumen juga telah memiliki standar untuk mengevaluasi merek. Konsumen seringkali hanya mereview yang telah diketahuinya. Konsumen hanya membutuhkan informasi yang sedikit. Pada pemecahan masalah rutin biasanya konsumen hanya melewati dua tahapan, yaitu pengenalan kebutuhan dan pembelian (Sumarwan 2004).

3. 1. 3. 1. Pengenalan Kebutuhan

Tahap pengenalan kebutuhan merupakan tahapan yang tidak mungkin dilewati oleh konsumen, karena pada tahapan ini konsumen mulai menyadari sesuatu yang dibutuhkan untuk dikonsumsi. Pada tahap ini konsumen menyadari adanya kebutuhan terhadap suatu produk karena terdapat perbedaan antara kondisi yang sebenarnya dengan kondisi yang diinginkan. Kebutuhan dipicu oleh rangsangan internal dan eksternal. Rangsangan internal merupakan salah satu kebutuhan normal seseorang (haus, lapar) yang timbul pada tingkat yang cukup tinggi sehingga menjadi dorongan. Rangsangan eksternal merupakan pengenalan kebutuhan yang timbul dari luar, seperti seseorang yang melihat roti yang baru selesai dibakar di toko roti dapat merangsang rasa laparnya. Dari adanya pengenalan masalah ini maka akan timbul dorongan seseorang untuk mencari informasi terhadap sesuatu yang diminatinya.

3. 1. 2. 2. Pencarian Informasi

J Setiadi (2008) menyebutkan bahwa terdapat beberapa sumber informasi yang dijadikan oleh konsumen sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan pembelian. Sumber-sumber informasi tersebut, diantaranya:

a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b. Sumber komersil: iklan, tenaga penjualan, penyalur, kemasan, dan pameran.

(35)

21 d. Sumber pengalaman: pernah menangani, menguji, menggunakan produk.

Setiap sumber informasi memiliki fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Seperti informasi komersial, yang umumnya memiliki fungsi memberitahu, sedangkan sumber pribadi berfungsi sebagai evaluasi dan atau legitimasi.

Dalam tahap pencarian informasi terdapat dua tingkat pencarian informasi, yaitu sedang-sedang saja yang disebut perhatian yang meningkat, dan aktif. Pencarian informasi secara aktif mendorong seseorang mencari informasi terhadap yang diminatinya secara luas dan dalam, seperti mencari bahan-bahan bacaan, dan menelpon teman-temannya. Aktivitas pencarian akan meningkat bersamaan dengan konsumen berpindah dari situasi pemecahan masalah yang terbatas ke ekstensif.

Pencarian informasi dalam keputusan pembelian konsumen berasal dari pencarian internal dan eksternal. Pencarian internal merupakan pencarian informasi melalui ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan yang tersimpan di dalam jangka panjang dan terjadi setelah adanya pengenalan kebutuhan. Pencarian eksternal dilakukan jika pencarian internal tidak mencukupi informasi yang di dapat, sehingga konsumen memutuskan mencari tambahan informasi dari lingkungan.

3. 1. 3. 3. Evaluasi Alternatif

Dalam evaluasi alternatif terdapat beberapa proses evaluasi keputusan yang perlu dilakukan. J Setiadi (2008) menyebutkan bahwa model dari proses evaluasi konsumen bersifat kognitif, konsumen dipandang sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional. Dibawah ini beberapa komponen proses evaluasi alternatif konsumen terhadap keputusan pembelian, diantaranya:

1. Memutuskan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai alternatif-alternatif.

2. Memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan. 3. Menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan.

(36)

22 Evaluasi alternatif adalah proses suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Kriteria evaluasi merupakan dimensi atau atribut yang digunakan oleh konsumen, seperti harga, nama merek, negara asal, garansi, ataupun kriteria yang bersifat hedonic (prestise, status). Faktor yang mempengaruhi penentuan kriteria evaluasi selama pengambilan keputusan konsumen, yaitu pengaruh situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan, dan pengalaman (Engel et al 1995).

Tahap selanjutnya setelah kriteria evaluasi adalah memutuskan dan menilai alternatif yang dipertimbangkan. Penentuan alternatif terkadang bergantung pada kemampuan konsumen untuk mengingat informasi-informasi yang bertahan dalam ingatannya. Prosedur yang diperlukan untuk membuat pilihan terakhir disebut kaidah keputusan yang menggambarkan strategi yang digunakan konsumen untuk mengadakan seleksi alternatif-alternatif pilihan (Engel et al 1995).

Evaluasi alternatif merupakan bagaimana konsumen memproses informasi untuk sampai pada pilihan merek. Konsumen tidak menggunakan proses evaluasi yang sederhana dan tunggal dalam semua situasi pembelian. Cara konsumen mengevaluasi alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan situasi pembelian tertentu. Konsumen menggunakan kalkulasi yang cermat dan pemikiran yang logis. Pada waktu yang lain, konsumen hanya sedikit melakukan evaluasi atau bahkan tidak mengevaluasi, sebagai gantinya responden membeli berdasarkan dorongan dan bergantung pada intuisi. Konsumen juga membuat keputusan pembelian sendiri, kadang-kadang responden meminta nasihat pembelian dari teman, pemandu konsumen, atau wiraniaga (Kotler dan Amstrong 2006).

3. 1. 3. 4. Keputusan Pembelian

Terdapat dua faktor yang memengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli, yaitu sikap orang lain dan keadaan yang tidak terduga.

1. Sikap orang

(37)

23 2. Situasi yang tidak diantisipasi/situasional yang tidak diharapkan

Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun kejadian yang tidak terduga bisa mengubah niat pembelian. Faktor ini dapat mengubah rencana pembelian suatu produk oleh konsumen.

Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu. Terdapat tiga keputusan yang harus diambil konsumen, yaitu kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana membayar (Engel et al 1995).

3. 1. 3. 5. Perilaku Pasca Pembelian/Evaluasi Pasca Pembelian

Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen ditentukan oleh hubungan antara ekspektasi konsumen dan kinerja anggapan produk. Jika produk tidak memenuhi ekspektasi, maka konsumen kecewa. Sebaliknya, jika produk memenuhi ekspektasi, maka konsumen puas. Dan jika produk melebihi ekspektasi, maka konsumen sangat puas. Semakin besar kesenjangan antara ekspektasi dan kinerja, semakin besar pula ketidakpuasan konsumen (Kotler dan Amstrong 2006).

3.1. 4. Preferensi Konsumen

Preferensi konsumen merupakan salah satu faktor yang merupakan bagian dari perilaku konsumen. Preferensi terbentuk dari persepsi terhadap suatu produk. Preferensi konsumen merupakan derajat suka atau tidak suka seseorang terhadap suatu jenis produk. Preferensi berhubungan dengan harapan konsumen terhadap suatu produk yang disukaianya. Harapan mempunyai peranan yang besar menentukan kualitas produk dan kepuasan pelanggan (Tjipto 2002).

3. 1. 5. Sikap Konsumen

(38)

24

3. 1. 5. 1. Kepercayaan-Sikap dan Perilaku

Teori-teori sikap mengemukakan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku konsumen terhadap produk tersebut. Sikap (attitude) konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belief) dan perilaku (behavior) (Sumarwan 2004). Pembentukan sikap konsumen (consumer attitude formation) seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayaan, sikap, dan perilaku (Mowen dan Minor 1998). Hubungan tersebut juga terkait dengan konsep atribut produk. Atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk. Konsumen biasanya memiliki kepercayaan terhadap atribut suatu produk. Kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsumen mengenai suatu objek, atributnya, dan manfaatnya.

3. 1. 5. 2. Definisi Sikap

Sikap diartikan sebagai evaluasi dari seseorang. Menurut Engel, et al

(39)

25

3. 1. 5. 3. Model Tiga komponen (Tricomponent Model)

Solomon (2006) menyebutkan bahwa Tricomponent model sebagai Model Sikap ABC. A menyatakan sikap (affect), B adalah perilaku (behavior), C adalah kepercayaan (cognitive). Sikap menyatakan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap. Perilaku adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu. Kognitif adalah kepercayaan seseorang terhadap objek sikap. Model ABC menganggap bahwa efek, kognitif, dan perilaku adalah berhubungan satu sama lain.

3. 1. 5. 4. Fungsi Sikap

Daniel Katz (1960) dalam Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa sikap memiliki empat fungsi, yaitu fungsi utilitarian, mempertahankan ego, ekspresi nilai, dan fungsi pengetahuan. Fungsi utilitarian menggambarkan alasan konsumen membeli suatu produk karena ingin memperoleh manfaatnya. Manfaat produk yang menyebabkan seseorang menyukai produk tersebut. Sikap yang memiliki fungsi memertahankan ego adalah untuk melindungi seseorang (citra diri-self image) dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dirinya dan mengatasi ancaman dari luar.

Fungsi ekspresi nilai dari sikap yaitu untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan identitas sosial dari seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seorang konsumen. Fungsi yang terakhir dari sikap adalah fungsi pengetahuan. Keingintahuan adalah salah satu karakter konsumen yang penting yang selalu ingin tahu banyak hal. Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut. Karena itu sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk.

3. 1. 5. 5. Model Sikap Multiatribut Fishbein

(40)

26

model. Model sikap multiatribut menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sikap (produk atau merek) sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi (Sumarwan 2004).

Model “the attitude-toward-object” digunakan untuk mengukur sikap

konsumen terhadap berbagai merek produk dan jasa yang menjelaskan bahwa sikap seorang konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Dalam penelitian ini Model Sikap Multiatribut Fishbein yang digunakan mengacu pada buku Ujang Sumarwan (2004). Terdapat dua hal yang menentukan sikap konsumen terhadap suatu objek yang digambarkan oleh salience of attributes, yaitu kepercayaan (bi) terhadap atribut yang dimiliki objek dan evaluasi (ei) pentingnya atibut dari produk tersebut (Sumarwan 2004). Berikut merupakan rumus dari Model Sikap Multiatribut Fishbein.

� = ��.��

�=1

(41)

27

3. 1. 6. Strategi Pemasaran

Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep utama dalam pemasaran modern. Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Bauran pemasaran terdiri dari empat kelompok variabel, yaitu produk, harga, tempat, dan promosi.

3. 1. 6. 1. Produk

Produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran (Kotler, Armstrong 2008). Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan berupa barang fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi, dan ide. Produk memiliki manfaat tangible

maupun intangible yang dapat memuaskan pelanggan (Tjiptono 2008).

Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas „sesuatu‟ yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetisi dam kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Konsep produk total meliputi barang kemasan, merek, label, pelayanan, dan jaminan (Tjiptono 2008).

3. 1. 6. 2. Harga

Harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk (Kotler, Armstrong 2008). Harga merupakan unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan dan bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat

(42)

28 meningkatnya manfaat yang dirasakan. Harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan konsumen, yaitu peranan alokasi dan informasi (Tjiptono 2008).

Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu konsumen untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam „mendidik‟ konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas.

3. 1. 6. 3. Tempat

Tempat atau distribusi dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saar dibutuhkan). Proses distribusi merupakan aktivitas pemasaran yang mampu memperlancar arus saluran pemasaran (marketing channel flow) secara fisik dan non-fisik dan mampu menciptakan nilai tambah produk melalui fungsi-fungsi pemasaran yang dapat merealisasikan kegunaan/utilitas bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan.

3. 1. 6. 4. Promosi

Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Pada hakikatnya promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/membujuk, dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Promosi dilakukan dengan tujuan menginformasikan, membujuk pelanggan sasaran, dan mengingatkan.

(43)

29

3. 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Berbagai merek kecap yang tersedia di Majalengka sangatlah beragam, mulai dari merek kecap lokal Majalengka maupun merek kecap nasional. Berbagai merek kecap lokal Majalengka maupun kecap nasional hampir memenuhi rak di warung-warung ataupun toko-toko. Hal tersebut terbukti dari salah satu toko di Majalengka menyediakan berbagai merek kecap lokal Majalengka dan nasional seperti kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, Tjun Teng, Ban Bersayap untuk merek-merek kecap lokal. Kecap Bango dan Indofood untuk merek kecap nasional.

Gambar 3. Berbagai merek kecap lokal dan nasional di salah satu toko di Majalengka

(44)

30 konsumen khususnya terhadap ketiga merek produk kecap, yaitu Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango. Proses pengambilan keputusan pembelian merupakan kegiatan pengalaman langsung konsumen dengan suatu produk. Pengalaman langsung konsumen dapat dilihat dari pemahaman tentang perilaku konsumen.

Pemahaman tentang perilaku konsumen dilakukan melalui pemahaman proses keputusan pembelian konsumen, karena perilaku konsumen menurut Engel, Blackwell, Miniard (1994) adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatakan, mengkonsumsi, menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut. Semua itu merupakan kegiatan dalam proses pengambilan keputusan pembelian konsumen. Dalam proses keputusan pembelian dilakukan lima tahapan, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian, dan yang terakhir adalah evaluasi pasca pembelian.

Pengalaman langsung dari proses pengambilan keputusan pembelian tersebut dapat membentuk sikap konsumen (Engel, Blackwell, Miniard 1994). Analisis sikap konsumen perlu dilakukan untuk mengetahui suka atau tidak suka konsumen terhadap ketiga merek produk kecap tersebut dari segi atribut yang dimilki.

Untuk memahami proses keputusan pembelian dan sikap konsumen digunakan digunakan 17 atribut yang terdiri dari rasa khas kecap, rasa manis kecap, keberagaman kemasan, keberagaman ukuran, warna hitam kecap, kekentalan kecap, komposisi bahan, kemasan, label halal, tanggal kadaluarsa, izin Depkes RI, harga, merek, aroma kecap, kemudahan, media promosi, dan frekuensi promosi.

(45)

31

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

 Beragamnya ketersediaan merek kecap di Majalengka mulai dari kecap lokal maupun kecap nasional

 Segi Tiga dan Maja Menjangan memiliki harga kecap yang lebih rendah dibandingkan dengan kecap Bango, namun kecap Bango memiliki volume penjualan kecap yang lebih tinggi dari kecap Segi Tiga dan Maja Menjangan

Proses Pengambilan Keputusan:

 Pengenalan Kebutuhan

 Pencarian Informasi

 Evaluasi Alternatif

 Proses Pembelian

 Evaluasi Pascapembelian

Sikap Konsumen terhadap atribut-atribut kecap, diantaranya

rasa khas kecap, rasa manis kecap, keberagaman kemasan,

keberagaman ukuran, warna hitam kecap, kekentalan kecap, komposisi bahan, kemasan, label

halal, tanggalkadaluarsa, izin Depkes RI, harga, merek, aroma

kecap, kemudahan, media promosi, dan frekuensi promosi. Pemahaman produsen kecap lokal

terhadap perilaku konsumen kecap

Analisis sikap konsumen kecap terhadap kecap Segi Tiga, CV Maja Menjangan, dan Bango

(46)

32

IV METODE PENELITIAN

4. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada merek produk kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango di Kecamatan Majalengka. Kecamatan Majalengka dipilih secara sengaja (purposive). Kecamatan Majalengka merupakan daerah penghasil kecap dengan memiliki empat industri kecap yang sudah memiliki brand dan masih aktif beroperasi sampai sekarang. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Juli - Oktober 2012. Lamanya waktu pengambilan data dikarenakan adanya penambahan data yang harus diambil. Sebelumnya, penelitian ini hanya mengambil dua merek kecap, yaitu Segi Tiga dan Bango dengan topik preferensi konsumen. Namun, berdasarkan data permasalahan awal (data penjualan) mengarah pada satu merek kecap lokal lagi yang harus diteliti, yaitu Maja Menjangan. Sehingga akhirnya dalam penelitian ini diambil tiga merek kecap, yaitu Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango dengan topik Sikap konsumen.

4.2. Metode Pengambilan Sampel

Penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik nonprobability sampling. Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik nonprobability sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya untuk tujuan tertentu (Alma 2007).

(47)

33 ke dalam teknik nonprobability sampling. Dalam metode ini sampel yang diambil berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah konsumen yang pernah mengkonsumsi produk kecap manis.

Konsumen yang pernah mengkonsumsi produk kecap manis adalah ditujukan untuk anggota keluarga. Namun anggota keluarga yang diambil untuk menjadi responden diambil lebih spesifik pada ibu rumah tangga. Hal tersebut digunakan karena peneliti mengasumsikan bahwa keputusan dalam pembelian suatu produk termasuk kecap sebagian besar dilakukan oleh ibu rumah tangga. Istri merupakan figur yang sangat penting dan dominan diantara anggota keluarga lain. Istri telah mengambil keputusan berulang kali dalam membeli suatu produk dan jasa. Istri memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek yang dibeli untuk dirinya dan anggota keluarganya (Sumarwan 2004). Jumlah responden yang diambil adalah 50 orang sebagai sampel. Jumlah sampel yang diambil sudah memenuhi ukuran sampel yang layak dalam penelitian (Alma 2007).

4.3. Jenis, Sumber, dan Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data asli (diperoleh dari sumber pertama) yang dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian secara khusus. Data primer yang diperoleh berasal dari kuesioner yang diisi oleh responden. Data sekunder merupakan data yang telah tersedia karena dikumpulkan oleh pihak lain (Istijanto 2005). Data sekunder yang digunakan berasal dari BPS (Badan Pusat Statistik), Kementrian Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Majalengka, Kecamatan Majalengka, Perusahaan Kecap Segi Tiga dan CV Maja Menjangan, dan browsing internet.

(48)

34 responden cukup menjawab singkat dengan memilih atlernatif jawaban yang telah disediakan. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak menyediakan alternatif jawaban untuk dipilih, sehingga responden dapat menjawab dengan pendapat yang lebih bebas sesuai pilihan/pendapat responden. Pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang memberikan dua jawaban yakni terdapat pilihan dan yang tidak memiliki pilihan.

Dalam bagian mengisi kuesioner terhadap merek kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango dilakukan tes rasa kepada responden dengan menutup nama merek yang sedang diuji. Peneliti mengasumsikan bahwa tidak semua responden pernah mengkonsumsi ketiga merek kecap tersebut, sehingga dilakukan pengujian tes rasa untuk masing-masing merek kecap kepada responden. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh penilaian yang lebih objektif terhadap atribut terutama rasa dari merek-merek yang diteliti.

Responden akan mengecap rasa dari masing-masing merek kecap (Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango). Kemudian responden akan menilai apakah responden akan mengkonsumsi kecap tersebut atau tidak. Jika responden menyukai rasa dari ketiga merek kecap tersebut, maka responden berniat akan mengkonsumsinya. Hal tersebut menunjukkan adanya kepuasan resonden terhadap atribut rasa yang dimiliki ketiga merek kecap karena memiliki rasa yang sesuai dengan responden. Jika responden tidak menyukai rasa dari ketiga merek kecap tersebut, maka responden berniat tidak akan mengkonsumsinya. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakpuasan responden terhadap atribut rasa yang dimiliki ketiga merek kecap karena tidak sesuai dengan selera responden. Untuk bagian menilai sikap konsumen, responden tidak hanya menilai dari segi rasa saja melainkan dari seluruh atribut yang dimiliki oleh masing-masing merek kecap. Dari hasil tersebut akan terlihat kecap mana yang paling disukai oleh responden karena telah memenuhi selera responden.

4. 4. Metode Pengolahan Data

(49)

35 sedangkan analisis Multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui sikap konsumen terhadap atribut kecap Segi Tiga, Maja Menjangan, dan Bango.

4. 4. 1. Metode Deskriptif

Metode deskriptif bertujuan menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. Metode deskriptif ini hanya mengumpulkan fakta dan menguraikannya secara menyeluruh dan teliti sesuai dengan persoalan yang akan dipecahkan (Umar 2005). Dalam penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan variabel demografis dan proses pengambilan keputusan. Data yang diperoleh untuk karakteristik responden dan proses pengambilan keputusan dimasukkan ke dalam diagram pie. Karakteristik responden dalam penelitian ini mencakup usia, jenis keluarga, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan pendapatan.

Pada proses pengambilan keputusan pembelian terdapat lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi pasca pembelian. Pada tahap masing-masing tahapan terdapat poin-poin pertanyaan. Pada tahap pengenalan kebutuhan konsumen menyadari adanya kebutuhan terhadap suatu produk karena terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Pada pengenalan kebutuhan terdapat dua poin pertanyaan, yaitu seputar motivasi dan manfaat. Tahap pencarian informasi merupakan tahap kedua setelah tahap pengenalan kebutuhan. Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Terdapat dua poin pertanyaan pada tahap ini, yaitu seputar sumber informasi dan media informasi yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian produk kecap. Tahap ketiga pada proses keputusan konsumen adalah evaluasi alternatif. Pada tahap evaluasi alternatif terdapat pertanyaan seputar atribut yang menjadi pertimbangan dalam pembelian produk kecap.

(50)

36 kecap, produk kecap yang sering dikonsumsi, alasan mengkonsumsi kecap tersebut, tempat pembelian, jenis pembelian, sikap konsumen jika kecap yang biasa dibeli tidak ada di tempat perbenjaan, frekuensi pembelian, ukuran kecap yang dibeli, dan kendala pembelian. Tahap kelima adalah evaluasi pasca pembelian. Konsumen tidak akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Pada tahap evaluasi pasca pembelian terdapat tiga poin pertanyaan, diantaranya atribut yang menjadi kepuasan dalam mengkonsumsi kecap, toleransi terhadap kenaikkan harga, dan sikap konsumen jika harga naik diatas harga yang ditoleransi. Seluruh poin pertanyaan tersebut didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen.

4. 4. 2. Model Sikap Multiatribut Fishbein

Model Sikap Multiatribut Fishbein digunakan untuk menganalisis sikap responden terhadap atribut produk. Model ini menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek atau produk atau merek sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi. Secara simbolis Model Sikap Multiatribut Fishbein dirumuskan sebagai berikut.

� = ��.��

�=1

Keterangan:

Ao = sikap terhadap objek

bi = kekuatan kepercayaan bahwa objek memiliki atribut i ei = evaluasi mengenai atribut i

n = jumlah atribut yang menonjol i = atribut yang ke-i (1, 2, 3, ..., n)

Gambar

Tabel 1 menunjukkan nilai konsumsi jenis bumbu-bumbuan dari tahun
Tabel 2.  Jumlah Tenaga Kerja dari Tahun 2006-2010
Tabel 3.  Jenis Kemasan dan Ukuran serta Harga Kecap Manis di Kecamatan Majalengka Tahun 2012
Tabel 4.  Penjualan Kecap Manis di Perusahaan Ritel di Kecamatan Majalengka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh staf tata usaha dan non-edukatif Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata: Mbak Ike, Mbak Tatik, Mas Inang, Mas Gandhi dan Mas Supriyadi yang telah

Strategi branding yang dilakukan pada kegiatan PKMS ini berupa penambahan variasi produk berupa permen karamel Gulo Puan (Puan Candy), pembuatan logo, pembuatan label

Penghalusan butir ikut berperan dalam menurunkan laju korosi karena butir yang semakin halus akan menyebabkan semakin panjangnya batas butir yang terbentuk dan

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA PELABUHAN

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Mantauv (2013) yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara nilai nasabah terhadap loyalitas

49 Table 4.14 Hasil Penilaian Risiko Berdasarkan Pengendalian Sumber Bahaya Pada Proses Penerimaan Barang di PT.. 50 Table 4.15 Hasil Penilaian Risiko Lanjutan Berdasarkan

Pyok, (3) mendeskripsikan relevansinya nilai pendidikan karakter sebagai materi ajar di SMA. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data yang terdapat dalam

Tabel 2 menunjukkan bahwa penerimaan keseluruhan panelis tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol (100% terigu dan 0% tepung keladi) pada penggunaan tepung keladi