• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI EKONOMI PENURUNAN

KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT BEROPERASINYA

TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG, DEPOK

ARIO BISMOKO SANDJOYO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2013

(4)

 

ABSTRAK

ARIO BISMOKO SANDJOYO. Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.

Meningkatnya jumlah penduduk memiliki dampak yang sangat nyata terhadap lingkungan. Sampah yang merupakan produk sisa dari kegiatan manusia dapat menjadi sebuah permasalahan yang menggangu kehidupan manusia. Berdirinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung, Depok merupakan sebuah upaya untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota Depok. Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan permintaan lahan pemukiman semakin meningkat, karena keterbatasan lahan pada akhirnya banyak wilayah yang seharusnya tidak diperuntukan untuk tempat tinggal tetapi dijadikan tempat tinggal oleh masyarakat. Wilayah sekitar TPAS Cipayung yang kini padat penduduk menimbulkan permasalahan ketika letak TPAS berdekatan dengan pemukiman. Eksternalitas negatif dirasakan oleh masyarakat akibat beroperasinya TPAS Cipayung. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan, polusi udara dan polusi air merupakan kerusakan lingkungan yang paling dirasakan oleh masyarakat sekitar TPAS Cipayung. Hasil penelitian ini menunjukan nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung dengan pendekatan meteode cost of illness dan replacement cost, melalui pendekatan tersebut didapatkan nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan di wilayah administratif Kelurahan Cipayung sebesar Rp 3.288.269.934 per tahun yang merupakan penjumlahan dari biaya pengganti air minum dan biaya kesehatan. Rincian dari nilai ekonomi penuruan kualitas lingkungan tersebut adalah biaya kesehata sebesar Rp 838.202.184 per tahun dan biaya pengganti pembelian air minum sebesar Rp 2.450.067.750 per tahun.

(5)

ABSTRACT

ARIO BISMOKO SANDJOYO. Estimation of The Economic Value of Environmental Degradation as A Result of The Operation Cipayung Landfill, Depok. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI and NUVA

The increasing number of residents has caused a significant impact on the environment. Garbage, as residual of human activity, may become a serious problem within human life. The establishment of Cipayung landfill was an effort to solve the problem of garbage in Depok City. Population growth also led to a growing demand for residential land, due to the limited land, many people build their home on the land that is not for habitation Currently, both of the population and Cipayung landfill are facing a new problem. It is considered that the location of landfill is too close to the residence and causing negative externalities to the population. The impact is perceived by the population due to the operation of Cipayung landfill. This led to a decline in the quality of environment, air pollution, and water pollution are the main environmental impact which perceived by the population around Cipayung landfill. The results of this research show the economic value of environmental degradation around Cipayung landfill with the approaximation methods of cost of illness and replacement cost, by the approximation methods above, it is estimated that the economic value of environmental degradation in administrative regions of Cipayung Village is worth Rp 3.288.269.934 per year which is the sum of the cost of illness which is worth Rp 838.202.184 per year and Rp 2.450.067.750 per year for replacement cost of the drinking water.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan  

       

     

ESTIMASI NILAI EKONOMI PENURUNAN

KUALITAS LINGKUNGAN AKIBAT BEROPERASINYA

TEMPAT PEMPROSESAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG, DEPOK

 

ARIO BISMOKO SANDJOYO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

 

Judul Skripsi : Estimasi Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan Akibat Beroperasinya Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung, Depok

Nama : Ario Bismoko Sandjoyo

NIM : H44070093

Disetujui oleh

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Nuva, SP. MSc Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah estimasi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat beroperasinya tempat pemprosesan akhir sampah Cipayung, Depok.

Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Ayahanda tercinta (Tugino Ponco Sanjoyo), Ibunda tercinta (Mandalawati), Kakak dan adikku tersayang (Sigit Yoga Sanjoyo, Reza Lazuardi Sanjoyo dan Bayu Mukti Sanjoyo), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis.

2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing utama skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Nuva, SP, MSc selaku dosen pembimbing kedua skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik

4. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen penguji utama dan Hastuti, SP, M.P, M.Si selaku dosen perwakilan departemen.

5. Ir. Sahat Simanjuntak, MSc, sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan selama penulis menjalani kuliah.

(12)

 

beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi.

7. Sahabat-sahabat terbaik Fariz, Suci, Bahroin, Ilham, Ardi, Ashari, Rida, Noby, Firman, Dhany, Nabe, Lidya, Dean, Aris, Maryam, Elisa, Ria, Fadli, Wirda atas segala bantuan, semangat dan motivasinya.

8. Keluarga Besar ESL 44 atas segala cerita, pengalaman, bantuan, semangat dan motivasinya.

9. Keluarga Besar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas pengalaman yang sangat berharga dan segala bantuan kawan-kawan sekalian.

10. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat

Bogor, Oktober 2013

(13)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah ... 7

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1 Karakteristik Masyarakat ... 17

3.1.2 Cost of Illness dan Replacement Cost ... 17

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 18

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 21

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 22

4.4 Metode Analisis Data ... 23

(14)

 

4.4.2 Analisis Nilai Kerugian Masyarakat dengan Pendekatan

Replacement Cost dan Cost of Illness ... ...24

4.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda ... 26

4.4.3.1Pengujian Parameter Regresi ... 27

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

5.1.1 Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung ... 29

5.1.2 Gambaran Kondisi Lahan Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung ... 33

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Lingkungan Sekitar Tempat Pengelolaan Akhir Sampah Cipayung Bedasarkan Penilaian Responden ... 38

6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kondisi Air ... 39

6.1.2 Penilaian Responden terhadap Kondisi Udara ... 40

6.1.3 Tingkat Gangguan Responden ... 42

6.1.4 Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung ... . 43

6.2 Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan ... 44

6.2.1 Estimasi Biaya Kesehatan Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung ... 45

6.2.2 Estimasi Biaya Pengganti Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung ... 47

(15)

6.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pengganti ... 49

VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 55

7.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

LAMPIRAN ... 59

(16)

 

DAFTAR TABEL

1. Matriks Metode Analisis Data ... 23

2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 ... 30

3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 ... 30

4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Cipayung Tahun 2012 ... 31

5. Karakteristik Responden ... 34

6. Perubahan Lingkungan yang Paling Dirasakan Responden ... 43

7. Daftar Penyakit yang Diderita Keluaga Responden dan Biaya Kesehatannya ... 46

8. Biaya Pengganti Pembelian Air Minum ... 48

9. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda terhadap Besarnya Biaya Pengganti ... 50

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva Eksternalitas Negatif ... 11

2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 20

3. Lokasi Penelitian ... 21

4. Peta TPAS Cipayung ... 32

5. Pembagian Zona TPAS Cipayung ... 32

6. Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan ... 38

7. Kondisi Air Berdasarkan Persepsi Masyarakat ... 39

8. Kondisi Udara Berdasarkan Persepsi Responden ... 41

9. Tingkat Ketergangguan Masyarakat Akibat TPAS Cipayung ... 42

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner ... 58 2. Rekap Data Hasil Hasil Wawancara Responden... 63 3. Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi Nilai Penurunan

(18)

 

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari interaksi dengan lingkungan. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan memiliki dampak terhadap lingkungan, baik yang bisa bersifat positif maupun negatif. Secara tidak langsung dampak tersebut juga akan mempengaruhi kehidupan manusia di masa yang akan datang. Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Sampah ditimbulkan dari sisa kegiatan manusia baik konsumsi maupun produksi. Kuantitas yang besar dan kualitas pengelolaan yang kurang baik merupakan penyebab dari permasalahan sampah.

Sampah dan pengelolaannya di negara berkembang termasuk Indonesia menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut (Suprihatin et al. 1999 dalam Utari 2006): 1) kandungan persentase bahan organik dalam sampah tergolong tinggi (50 - 75 persen); 2) pengumpulan ulang, daur ulang, serta pengelolaan sampah lainnya tidak efisien dan tidak terorganisasi secara aman; 3) kondisi sarana pelayanan umum yang rendah; 4) industri besar dan kecil tidak memberi kan perhatian yang cukup dalam pengelolaan sampah, sedangkan pemerintah sulit untuk membiayai pengelolaannya; dan 5) belum diterapkannya prinsip bahwa produsen barang harus mengelola sampahnya sendiri.

(19)

kali menjadi penyebab distorsi dengan masyarakat setempat; 6) pengelolaan

sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan; 7) kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan

produk sampingan dari sampah sehingga menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di TPA.

Permasalahan sampah seringkali terjadi di kota-kota besar di Indonesia, pesatnya pembangunan serta bertambahnya jumlah penduduk diduga menjadi penyebab timbulnya permasalahan tentang sampah. Berdasarkan penelitian Pramono (2009) disebutkan bahwa timbulan sampah sebesar 80.235,87 ton/hari dari 384 kota di Indonesia hanya 4,2 persen yang tertangani (dibuang dan diangkut) di TPA. Selebihnya antara lain 37,6 persen dibakar, 4,9 persen dibuang ke sungai dan tidak tertangani sebesar 53,3 persen

Kota Depok sebagai salah satu kota yang menjadi penyangga ibu kota dengan jumlah penduduk mencapai 1.813.612 jiwa (BPS Kota Depok. 2011) juga memiliki permasalahan mengenai timbulan sampah. Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok (2011) setiap hari timbulan sampah yang dihasilkan di Kota Depok mencapai 4897 m3. Sampah ini dibuang ke Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung luas nya sekitar 11,2 hektar yang merupakan satu-satunya TPAS di Kota Depok. Setiap harinya jumlah sampah yang dapat diangkut sebesar 1.140 m3 dengan menggunakan 57 truk masing-masing bermuatan 10 m3. Setiap truk beroperasi sebanyak dua putaran setiap harinya.

(20)

 

secara swadaya oleh masyarakat Kota Depok. Sampah yang menumpuk di TPAS Cipayung dan belum diolah karena keterbatasan UPS. Hal ini menyebabkan timbunan sampah yang menggunung hingga ketinggiannya mencapai 15- 35 m di TPAS Cipayung.

Penelitian ini difokuskan untuk membahas dampak negatif dan penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung. Selain itu penelitian ini juga akan mendeskripsikan kondisi lingkungan pemukiman disekitar TPAS Cipayung berdasarkan persepsi masyarakat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan yang terjadi di sekitar TPAS Cipayung.

1.2 Perumusan Masalah

Pertambahan jumlah penduduk di Kota Depok membuat timbulan sampah terus meningkat. Semakin banyak kegiatan manusia seiring semakin pesatnya pembangunan juga menjadi penyebab semakin meningkatnya timbulan sampah. Meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan tidak diiringi dengan pengelolaan sampah yang memadai. Sistem pengelolaan sampah yang masih konvensional membuat timbunan sampah semakin menggunung di lokasi TPAS.

Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan semakin terbatasnya lahan pemukiman di Kota Depok. Kondisi ini menyebabkan banyak warga yang terpaksa memilih tinggal di lingkungan yang tidak layak. Lokasi sekitar TPAS Cipayung yang tidak tepat untuk pemukiman terpaksa dijadikan pemukiman karena keterbatasan lahan, sehingga kualitas hidup masyarakat sekitar TPAS semakin memburuk.

(21)

masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung atau pengepul barang bekas, TPAS Cipayung mampu memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Akan tetapi di sisi lain dampak negatif yang ditimbulkan akibat keberadaan TPAS Cipayung juga tidak sedikit. Penurunan kualitas lingkungan menjadi masalah utama yang dialami masyarakat akibat keberadaan TPAS Cipayung.

Penurunan kualitas yang dialami masyarakat sekitar TPAS Cipayung antara lain pencemaran air tanah, pencemaran tanah, pencemaran udara dan perusakan pemandangan. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya tingkat kesehatan pada masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah dapat menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan, kesehatan dan keamanan, serta pencemaran. Secara spesifik disebutkan bahwa gangguan tersebut meliputi : 1) pencemaran udara dan bau yang tidak sedap; 2) sampah bertumpuk-tumpuk berpotensi menimbulkan kondisi physicochemis yang dapat mengakibatkan kenaikan suhu dan perubahan pH tanah; 3) kekurangan oksigen pada daerah pembuangan sampah; 4) gas-gas yang dihasilkan selama dekomposisi sampah dapat membahayakan kesehatan, bahkan kadang-kadang beracun dan mematikan; 5) penularan penyakit yang ditimbulkan oleh sampah; dan 6) secara estetika, pemandangan yang tidak indah untuk dinikmati. 

Eksternalitas akibat timbulan sampah dan beroperasinya TPAS Cipayung dirasakan oleh masyarakat sekitar TPAS. Beberapa masyarakat merasakan dampak positif antara lain dengan bertambahnya sumber penghasilan dari sampah yang masih bisa dimanfaatkan untuk dijual dan bekerja sebagai karyawan di TPAS, namun tidak sedikit yang merasakan eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif yang terjadi antara lain semakin sulitnya masyarakat sekitar untuk mengakses air bersih untuk keperluan konsumsi mereka serta gangguan kesehatan. Kerugian tersebut terus dirasakan oleh masyarakat sekitar dengan beroperasinya TPAS Cipayung.

(22)

 

masyarakat yang tinggal disekitar TPAS. Selain itu, dampak lingkungan juga perlu dianalisa agar diketahui sejauh mana TPAS Cipayung berkontribusi dalam perbaikan lingkungan hidup di Kota Depok. Kedua elemen tersebut sangat penting mengingat kegiatan manusia perlu mempertimbangkan aspek ekonomi dan lingkungannya.

Penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan di TPAS Cipayung perlu diamati lebih dalam. Pencemaran air, tanah, udara dan pemandangan yang tidak indah merupakan bagian dari penurunan kualitas lingkungan akibat kegiatan di TPAS Cipayung. Akibatnya masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra untuk mengganti kebutuhan sumberdaya yang tercemar dan biaya kesehatan untuk memperbaiki kualitas kesehatan yang semakin menurun.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka beberapa aspek yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan di sekitar TPAS Cipayung ?

2. Berapakah besar nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi biaya pengganti pembelian air minum di sekitar TPAS Cipayung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah mengkaji eksternalitas yang terjadi akibat keberadaan TPAS Cipayung. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagi berikut:

1. Menginterpretasikan persepsi masyarakat mengenai kondisi lingkungan pemukiman di sekitar TPAS Cipayung.

2. Mengestimasi nilai ekonomi dari penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung.

(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah daerah dalam pembuatan kebijakan yang bertujuan untuk

kesejahteraan rakyat khususnya dalam pengelolaan sampah.

2. Bagi akademisi, menjadi referensi dalam mengkaji nilai penurunan kualitas lingkungan

3. Bagi peneliti, berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kelengkapan penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wilayah penelitian yang berlokasi di sekitar TPAS Cipayung, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok dengan radius tidak lebih satu kilometer dari TPAS Cipayung. Batasan penghitungan estimasi nilai penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung menggunakan metode cost of illness dan

(24)

 

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990) dalam (Sulistyorini, 2005). Kastaman dan Kramadibrata (2007) mendefinisikan sampah (waste) adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa buangan domestik (rumahtangga) maupun buangan pabrik sebagai sisa proses industri. Ditinjau dari segi sosial ekonomis sampah sudah tidak memiliki harga serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan pelestarian alam (Hadiwiyoto, 1983). Sampah yang berasal dari daerah pemukiman umumnya merupakan sampah organik yang cepat lapuk (garbage), yaitu sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis kertas, daun, dan air larutan deterjen bekas cucian. Sampah industri umumnya merupakan sampah organik yang lambat lapuk (rubish), misalnya limbah pabrik berupa kertas karton, ampas, limbah sisa gergajian dan serpihan kayu, serbuk besi dan logam lainnya, karton, plastik, kaca, mika, dan sebagainya. Secara kimiawi, sampah-sampah tersebut dibedakan sebagai sampah organik dan sampah anorganik

.

2.1.1 Penggolongan Sampah

Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum (1986) dalam Kastaman dan Kramadibrata (2007) sampah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

1. Sampah basah (garbage), yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah. Sampah yang termasuk jenis sampah ini adalah sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dedaunan.

(25)

a. Sampah kering logam, misalnya kaleng, pipa besi tua, mur, baud, seng, dan segala jenis logam yang sydah usang.

b. Sampah kering non logam, yang terdiri atas: 1) sampah kering mudah terbakar (Combustible Rubbish), misalnya: kertas, karton, kayu, kain bekas, kulit, kain-kain usang; 2) sampah kering sulit terbakar (Non Combustible Rubbish), misalnya: pecahan gelas, botol, kaca.

3. Sampah lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikel-partikel kecil dan memiliki sifat mudah beterbangan serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan mata. Sampah tersebut terdiri atas:

a. Debu, yaitu pertikel-partikel kecil yang berasal dari proses mekanis, misalnya serbuk dari penggergajian kayu, debu asbes dari pabrik pipa atau atap asbes, debu dari pabrik tenun, debu dari pabrik semen, dll. b. Abu, yaitu partikel-partikel yang berasal dari proses pembakaran,

misalnya abu kayu atau abu sekam, abu dari hasil pembakaran sampah (incenerator).

2.1.2 Pengelolaan Sampah

(26)

 

Soma (2010) memaparkan bahwa pengelolaan sampah adalah sebuah upaya komprehensif menangani sampah-sampah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, dikelompokkan menjadi enam elemen terpisah yaitu: Pertama, pengendalian bangkitan (control of generation). Kedua, penyimpanan (storage). Ketiga, pengumpulan (collection). Keempat, pemindahan, dan pengangkutan

(transfer and transport). Kelima, pemrosesan (processing), dan keenam, yaitu pembuangan (disposal).

Menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007), pada umumnya pengelolaan sampah di perkotaan terdiri atas beberapa tahapan proses, antara lain: 1) pewadahan di tempat timbulan; 2) pengumpulan dari wadah tempat timbulan ke tempat pemindahan (tempat pembuangan sementara); 3) pemindahan dari wadahnya di alat pengangkut; 4) pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke tempat pengolahan; 5) pengolahan sampah untuk dimanfaatkan; 6) pembuangan akhir.

2.2 Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Menurut Suryanto (1988) dalam Yudiyanto (2007), pembuangan akhir sampah adalah suatu upaya untuk memusnahkan sampah di tempat tertentu yang disebut TPA. Beberapa metode pengolahan sampah dalam pembuangan akhir di TPA, yaitu:

1. Open Dumping

Metode ini merupakan cara pembuangan akhir yang sederhana karena sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa perlakuan khusus.

2. Controlled Landfill

(27)

3. Sanitary Landfill

Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan kembali, di atas lapisan tanah penutup tadi dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya berselang-seling antara lapisan tanah dan sampah.

2.3 Eksternalitas

Pada kegiatan perekonomian yang dilakukan pelaku ekonomi memiliki dampak bagi pihak lain. Dampak yang secara langsung atau tidak langsung dirasakan oleh salah satu pihak atau kelompok akibat dari kegiatan yang dilakukan pihak lain hal tersebut disebut eksternalitas. Secara garis besar eksternalitas dapat dibagi menjadi dua macam yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif.

Eksternalitas positif terjadi apabila pihak yang merasakan dampak mendapat keuntungan dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa mengganggu pihak yang melakukan kegiatan tersebut. Ekternalitas negatif terjadi apabila pihak yang merasakan dampak mengalami kerugian dari kegiatan yang dilakukan pihak lain.

(28)

 

Salah satu contoh eksternalitas yang sering terjadi adalah eksternalitas produksi negatif. Hal ini terjadi apabila produsen melakukan kegiatan produksi dan memberikan dampak negatif kepada pihak yang lain seperti pencemaran limbah atau kerusakan lingkungan.

Gambar 1 menjelaskan bagaimana ekternalitas negatif terjadi. Kurva permintaan menunjukkan Marginal Social Benefit (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi pada tingkat produksi sebesar 0Q1 dengan harga di P1, dimana pada saat MSC=MSB. Apabila pengusaha tidak memperhitungkan biaya eksternalitas dalam menentukan harga dan jumlah output yang dihasilkan, maka pengusaha menetapkan tingkat produksi sebesar 0Q2 dengan harga di P2, yaitu di mana kurva permintaan MSB memotong kurva PMC, sehingga tampak bahwa jumlah yang diproduksi terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum. Apabila dalam melakukan kegiatan produksi timbul suatu eksternalitas negatif, maka MEC>0 sedangkan MEB=0, berarti PMC<MSC dan MSC=PMC+MEC>MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisiensi produksi ditinjau dari seluruh masyarakat mencapai optimum.

Sumber : Mangkoesoebroto (1993)

Gambar 1. Kurva Eksternalitas Produksi Negatif P2

P1

Jumlah Produksi (Timbulan Sampah)

(29)

dimana:

MSC = Marginal Sosial Cost

MSB = Marginal Sosial Benefits

PMC = Private Marginal Cost

MEC = Marginal External Cost

MEB = Marginal External Benefits

2.4 Dampak Lingkungan

Menurut Soemarno (2007), dampak lingkungan adalah perubahan lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan. Perubahan mendasar ini meliputi tiga kelompok besar, yaitu: 1) perubahan akibat suatu kegiatan yang (secara kumulatif) menghilangkan identitas rona lingkungan awal secara nyata; 2) perubahan akibat suatu kegiatan yang menimbulkan ekses nyata pada kegiatan lain di sekitarnya; dan 3) perubahan akibat suatu kegiatan yang menyebabkan suatu rencana tata ruang Sumber Daya Alam (SDA) tidak dapat dilaksanakan secara konsisten lagi.

Sedangkan cara penentuan dampak lingkungan adalah: 1) berdasarkan pengalaman empiris profesional (expert judgement); 2) perubahan dibandingkan dengan baku mutu lingkungan; 3) perubahan dibandingkan dengan sistem nilai, fasilitas, pelayanan sosial dan sumberdaya yang diperlukan.

(30)

 

2.5 Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan

Penilaian nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan pada masyarakat dapat dilakukan dengan pendekatan Averting Behaviour Method (ABM). ABM menggambarkan pengeluaran yang dibuat atau dikeluarkan masyarakat dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi dampak negatif degradasi lingkungan. Metode ini menggunakan biaya dari pembelian barang (produk) tertentu untuk menilai kualitas lingkungan. Secara umum, metode ini sangat sesuai diaplikasikan untuk kasus-kasus dimana pencegahan kerusakan atau pengeluaran untuk barang-barang pengganti benar-benar ada atau benar-benar akan dibuat (Jones, et al. 2000). 

Averting behaviour method dimulai dengan gagasan bahwa orang mencoba untuk melindungi diri mereka sendiri ketika menghadapi risiko lingkungan. Sebagai contoh, dampak ekonomi negatif tidak aman mengkonsumsi air minum, perubahan kesejahteraan, biaya pengobatan, kehilangan pendapatan, kehilangan produksi, kehilangan waktu senggang dan pengeluaran medis. Studi perilaku

averting dimulai dengan asumsi bahwa orang membuat pilihan untuk memaksimalkan tingkat kesejahteraan ketika dihadapkan dengan risiko kesehatan (Whitehead, 2005).

Jones, et al. (2000) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe ABM, yaitu: a. Damage Cost Avoided atau Preventive Expenditure

Metode damage cost avoided mengestimasi nilai ekonomi berdasarkan biaya yang dihasilkan akibat hilangnya jasa lingkungan. Pendekatan ini menggunakan nilai properti yang dilindungi atau biaya dari tindakan yang diambil untuk mencegah kerusakan sebagai sebuah ukuran dari manfaat yang disediakan

ekosistem (lingkungan). Pendekatan ini secara khusus sangat bermanfaat dalam

penilaian ekosistem yang menyediakan suatu bentuk perlindungan alami. Tahapan

pelaksanaan damage cost avoided method: 1) mengenali jasa perlindungan yang

disediakan dan menaksir area proteksi yang akan berubah sesuai skenario kehilangan

ekosistem tertentu; mencakup informasi mengenai kemungkinan peristiwa kerusakan

(31)

2) mengenali infrastruktur, properti dan populasi manusia yang akan terkena dampak

perubahan proteksi menjelaskan batasan dampak yang tidak akan dianalisa;

3) mengestimasi skala tambahan kerusakan di bawah skenario kehilangan ekosistem;

4) mengestimasi biaya kerusakan tersebut dengan menggunakan informasi dari nilai

aset yang mempunyai resiko.

b. Replacement Cost

Replacement cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan sebagai biaya penggantian jasa tersebut dengan barang dan jasa alternatif buatan. Metode ini menggambarkan jasa lingkungan yang bisa ditiru dengan menggunakan teknologi. Pada dasarnya, dalam metode ini diasumsikan bahwa sejumlah uang yang dikeluarkan masyarakat untuk mengganti aset (jasa) lingkungan secara umum sama dengan manfaat yang hilang dari jasa yang tersedia untuk masyarakat.

c. Substitute Cost

Substitute cost adalah metode yang mengestimasi nilai jasa lingkungan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk mensubsitusi barang dan jasa yang hilang akibat kerusakan lingkungan, dapat dengan menggunakan teknologi. Barang dan jasa yang digunakan untuk mensubsitusi sebaiknya harus sama atau lebih baik dari kondisi yang ada.

Averting Behavior Methods memiliki beberapa kelebihan sebagai metode dalam penilaian kerusakan (Aravossis dan Karydis, 2004), antara lain:

1) Data yang dibutuhkan relatif sederhana.

2) Estimasi nilai menggunakan data pengeluaran aktual.

Selain kelebihan diatas, ABM memiliki permasalahan dan keterbatasan sebagai berikut (Hadley, et al., 2011):

1) Metode ini bukan metode yang sering digunakan.

(32)

 

3) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana rumah tangga menghabiskan uang untuk mengimbangi penurunan kualitas lingkungan.

4) Penggunaan metode ini terbatas pada kasus-kasus dimana mereka yang terkena dampak langsung, bertindak mengurangi permasalahan kualitas lingkungan. 5) Sulit mendapatkan data yang sesuai.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berhubungan dengan estimasi nilai kerugian masyarakat atau nilai penurunan kualitas lingkungan pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Bujagunasti (2009) melakukan penelitian mengenai estimasi manfaat dan kerugian akibat keberadaan tempat pembuangan akhir (studi kasus di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi). Hasil studi tersebut menginformasikan bahwa nilai manfaat yang didapat akibat keberadaan TPA Bantar Gebang adalah sebesar Rp 183.547.000 nilai tersebut didapatkan dengan mengkalkulasi jumlah pendapatan yang didapat oleh masyarakat yang bekerja di TPA Bantar Gebang. Nilai kerugian yang didapatkan dengan pendekatan replacement cost dan cost of illness adalah sebesar Rp 13.385.300. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan manfaat bersih dari keberadaan TPA Bantar Gebang sebesar Rp 170.161.700 per tahun.

Hifdziyah (2011) melakukan penelitian tentang analisis penurunan kualitas lingkungan di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dari hasil penilitian didapatkan hasil perhitungan menggunakan metode cost of illness dan replacement cost menunjukkan bahwa penurunan kualitas lingkungan untuk biaya kesehatan sebesar Rp 15.019.248.000 per tahun, sedangkan biaya pengganti air minum sebesar Rp 1.230.828.000 per tahun. Total nilai penurunan kualitas lingkungan adalah sebesar Rp 16.250.076.000 per tahun. Nilai ini merupakan biaya kerugian yang dirasakan masyarakat dalam satu tahun terakhir.

(33)
(34)

 

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Tahap awal penelitian adalah menentukan karakteristik responden, guna mengetahui interaksi masyarakat dengan lingkungan disekitarnya. Pendekatan analisis deskriptif dan wawancara secara langsung merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui karakteristik responden. Setelah karakteristik responden diketahui maka mulailah estimasi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan dilakukan dengan pendekatan metode replacement cost dan cost of illness. Metode yang digunakan dapat menggambarkan berapa besar kerugian yang dialami masyarakat dengan biaya tambahan yang dikeluarkannya.

3.1.1 Cost of Illness dan Replacement Cost

Cost of illness dan replacement cost adalah metode yang dapat digunakan untuk estimasi nilai kerugian akibat sebuah kegiatan ekonomi yang dijalankan. Pengukuran nilai dapat dilakukan dengan mencari berapa besar biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengganti kebutuhan mereka setelah terkena dampak dari kegiatan ekonomi dengan biaya alternatif maupun biaya pengganti.

Menuk rut Champ et al. (2003), metode biaya kesehatan tidak mengestimasi surplus konsumen atau harga marjinal. Metode biaya kesehatan secara sederhana berusaha untuk mengukur biaya kesehatan secara penuh, termasuk biaya perawatan. Biaya kesehatan terdiri dari dua macam.: medical cost

dan non medical cost. Biaya yang termasuk medical cost adalah biaya perawatan medis sedangkan biaya yang termasuk non medical cost adalah biaya perjalanan pasien dan akomodasi sampai mendapat pengobatan.

(35)

juga cukup transparan dan dapat menjadi dasar penentuan keputusan untuk memasuki suatu pasar. Sedangkan kekurangannya adalah metode ini terkesan subjektif karena nilai saat ini sulit untuk ditentukan, metode ini juga membutuhkan penghitungan yang akurat, mengabaikan sifat keoptimalan dan memungkinkan terjadinya overestimate dari suatu asset yang dinilai.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kota Depok merupakan salah satu kota yang memiliki permasalahan tentang sampah. Sumber penghasil sampah di Depok bermacam-macam mulai dari rumah tangga, industri dan fasilitas umum seperti pasar, rumah sakit, terminal dan sumber sampah lainnya.

TPAS Cipayung menjadi andalan dalam pengumpulan serta pengelolaan sampah, namun jumlah lahan yang terbatas serta sarana dan prasarana yang minim menjadi masalah tersendiri dalam pengolahan sampah di Kota Depok. Belum lagi jumlah penduduk Kota Depok semakin bertambah yang menyebabkan jumlah sampah yang dihasilkan juga semakin banyak. Hal itu mengakibatkan terjadi penumpukan yang tidak wajar di TPAS Cipayung yang dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

Masalah lain yang timbul di kota besar akibat dari melonjaknya jumlah penduduk adalah masalah ketersediaan lahan pemukiman. Karena semakin terbatasnya lahan pemukiman membuat masyarakat sering tidak peduli akan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang kurang layak pun kadang terpaksa dipilih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, seperti pemukiman disekitar TPAS Cipayung.

Penelitian ini mendeskripsikan kondisi lingkungan di sekitar TPAS Cipayung berdasarkan penilaian responden dengan menggunakan analisis deskriptif, mengestimasi besarnya nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan akibat keberadaan TPAS Cipayung dengan metode cost of illness dan

(36)

 

(37)

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional Pertambahan Jumlah

(38)

 

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RT 04 RW 06, RT 02 RW 07, dan RT 05 RW 07 Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok yang berlokasi tepat berdampingan dengan sekitar TPAS Cipayung. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan lokasi TPAS Cipayung berdekatan dengan pemukiman warga dan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2013. Gambar 3 menunjukkan lokasi pengambilan data responden.

Sumber: UPT TPAS Cipayung (2012)

Gambar 3. Lokasi Penelitian

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui wawancara dengan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar TPAS Cipayung dan berpedoman

Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian

(39)

dengan kuesioner yang telah dibuat sebelumnya. Data primer yang digunakan meliputi karakteristik responden dan respon responden mengenai seberapa besar kerugian yang dialami dengan pendekatan replacement cost dan cost of illness. Data sekunder diperoleh dari laporan perusahaan, laporan penelitian, instansi terkait seperti Kantor kelurahan Cipayung dan Unit Pelaksana Teknis TPAS Cipayung, serta data lainnya yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

(40)

 

4.4 Metode Analisis Data

Data penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengkaji karakteristik sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Cipayung. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan replacement cost dan cost of illness dan regresi linier berganda. Pengolahan dan analisis data mengunakan komputer dengan bantuan program

Microsoft Office Excel dan SPSS 17. Pada Tabel 1 ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini.

Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data

1 Menganalisis persepsi

masyarakat mengenai

2 Mengestimasi nilai

ekonomi penurunan

(41)

4.4.1 Analisis Deskriptif Kualitatif Kondisi Lingkungan di Sekitar TPAS

Cipayung

Analisis kondisi lingkungan di sekitar TPAS Cipayung dengan pendekatan analisis deskriptif kualitas lingkungan bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan di pemukiman sekitar TPAS Cipayung. Hasil dari analisis tersebut dapat menjelaskan sejauh mana dampak negatif dari beroperasinya TPAS Cipayung.

Kondisi kualitas lingkungan dapat dilihat dari pencemaran yang terjadi antara lain pencemaran air dan udara. Pencemaran air dapat diketahui terjadi atau tidak dengan melihat kondisi air. Kondisi kualitas air dapat dilihat dari wujud fisik air yang tersedia dan melihat kandungan apa saja yang ada di dalamnya sehingga dapat ditentukan air tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak. Begitu pula dengan kualitas udara bisa dilihat dari kandungan yang terkandung dalam udara masih layak atau tidak untuk dihirup.

4.4.2 Analisis Nilai Ekonomi Penurunan Kualitas Lingkungan dengan Pendekatan Replacement Cost dan Cost of Illness

Nilai ekonomi penuruan kualitas lingkungan didapat dari hasil wawancara dengan responden dengan pendekatan replacement cost dan cost of illness yang merujuk pada biaya yang dikeluarkan masyarakat akibat dari perubahan lingkungan yang terjadi. Nilai rata-rata untuk masing-masing pendekatan didapat dari nilai keseleruhuan dari masing-masing pendekatan dibagi jumlah responden.

Data yang didapat dengan pendekatan replacement cost kemudian ditabulasi dengan beberapa komponen biaya pengganti. Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan didapat dari nilai rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk mengganti sumberdaya yang hilang dibagi jumlah responden yang menegeluarkan biaya pengganti. Cara untuk menghitung rata-rata biaya pengganti digunakan persamaan sebagai berikut :

 

(42)

 

dimana:

RBP = Rata-rata Biaya Pengganti (Rp) BPi = Biaya Pengganti Responden i (Rp) n = Jumlah Responden

i = Responden ke-i (1,2,3……,n)

Nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan yang hilang dari biaya kesehatan dapat diketahui dengan menghitung jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang terjadi akibat kerusakan lingkungan sekitar. Data yang didapat kemudian ditabulasi dalam tabel dan kemudian untuk memperoleh biaya rata-ratanya didapatkan dari total uang yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit dibagi jumlah responden yang mengeluarkan biaya kesehatan. Cara untuk menghitung rata-rata biaya kesehatan tersebut maka digunakan persamaan sebagai berikut :

... (2) dimana :

RBK = Rata-rata Biaya Kesehatan (Rp) BKi = Biaya Kesehatan Responden i (Rp) n = Jumlah Responden

i = Responden ke-i (1,2,3……,n)

Nilai rata-rata total penurunan kualitas lingkungan rata-rata didapat dari rata-rata biaya pengganti dijumlahkan dengan rata-rata biaya kesehatan dengan persamaan : 

        ...(3) atau

RPKL = RBP + RBK ...(4) dimana :

RPKL = Rata-rata Penurunan Kualitas Lingkungan (Rp) RBP = Rata-rata Biaya Pengganti (Rp)

(43)

BPi = Biaya Pengganti Responden i (Rp) BKi = Biaya Kesehatan Responden i (Rp)

n = Jumlah Responden

i = Responden ke-i (1,2,3……,n)

4.4.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Model regresi berganda adalah model regresi yang terdiri lebih dari satu variabel bebas. Terdapat hubungan antara variabel bebas dan terikat dalam regresi linier berganda. Sifat-sifat OLS (Ordinary Least Square) adalah: (1) penaksiran OLS tidak bias, (2) penaksiran OLS mempunyai varian yang minimum, (3) konsisten, (4) efisien, dan (5) linier. Analisis regresi berganda digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai suatu parameter atau variabel penjelas yang diamati (Gujarati, 2003).

Fungsi regresi berganda dituliskan sebagai berikut :

Y = β1 + β2 X1 + β3 X2 + β4 X3 + β5 X4 + β6 X5 + β7 X6 + β3 D7+ εi ... (5)

dimana:

Y = Biaya Pengganti (Rp)

i = Nomor pengamatan dari 1 sampai N (populasi) / n (sample)

Xki = Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk

X1 = Tingkat pendidikan (tahun)

X2 = Tingkat pendapatan (rupiah/bulan)

X3 = Jumlah konsumsi air (liter)

X4 = Lama tinggal (tahun)

X5 = Jarak tempat tinggal (meter)

X6 = Jumlah tanggungan keluarga (orang)

X7 = Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Lingkungan

D7 = Status Lahan 

β1 = Intersep

(44)

 

Variabel yang diduga berbanding lurus dengan biaya pengganti adalah variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah konsumsi air, lama tinggal, dan jumlah tanggungan. Tingginya tingkat pendidikan seseorang maka orang tersebut memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai eksternalitas yang ditimbulkan dari aktivitas TPAS.

Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak dari akitivitas TPAS. Semakin banyak jumlah tanggungan seseorang, maka semakin tinggi persepsi biaya pengganti. Lama tinggal diduga menjadi variabel yang berpengaruh positif. Semakin lama seseorang tinggal di lokasi tersebut maka persepsi nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan juga semakin tinggi.

Tingkat pendapatan berpengaruh terhadap kosumsi yang dikeluarkan, semakin tinggi tingkat pendapatan maka anggaran belanja konsumsi juga semakin tinggi antara lain untuk biaya pengobatan dan konsumsi air minum. Begitu juga dengan jumlah konsumsi air minum yang semakin banyak akan menambah biaya pengganti sehingga kedua variabel tersebut diduga berpengaruh positif.

Variabel jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif terhadap nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan. Jarak tempat tinggal diduga berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal responden dengan lokasi TPAS, semakin banyak pula dampak yang dirasakan oleh responden sehingga nilai ekonomi penurunan kualitas lingkungan semakin tinggi dibandingkan dengan yang lokasi tempat tinggalnya jauh. Persepsi responden terhadap kualiitas lingkungan diduga berpengaruh negatif, semakin tinggi persepsi responden terhadap kualitas lingkungan maka nilai biaya pengganti diduga semakin rendah

4.4.3.1 Pengujian Parameter

Pengujian terhadap model dapat dilakukan secara statistik dengan beberapa macam cara uji antara lain :

1. Uji Keandalan

(45)

2. Uji Terhadap Kolinear Ganda

Model dengan banyak peubah sering terjadi masalah multikolinier yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah tersebut dapat dilihat langsung melalui hasil olahan komputer, dimana apabila Varian Inflation Factor (VIF) < 10 tidak ada masalah multikolinier.

3. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan kuadrat terkecil adalah

homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas. Masalah

heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji glejser. Uji tersebut dilakukan dengan meregresikan variable-variable bebas terhadap nilai absolut residualnya (Gujarati, 2003). Residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai prediksi; dan absolut adalah nilai mutlaknya. Heteroskedastisitas

tidak terjadi apabila hasil dari uji glejser nilai siginifikannya lebih besar dari α (5%).

4. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Penerapan uji ini adalah bahwa jika signifikasi dibawah 5 % berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut tidak normal.

5. Uji Autokorelasi

(46)

 

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Cipayung terletak di Kecamatan Cipayung Kota Depok. Kelurahan ini terdiri dari 11 Rukun Warga (RW) dan 67 Rukun Tetangga (RT). Secara administratif, Kelurahan Cipayung berbatasan dengan wilayah Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Cipayung Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ratu Jaya. Secara geografis Kelurahan Cipayung memiliki ketinggian 110 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu rata-rata harian Kelurahan

Cipayung sekitar 30 ºC .

Sarana pendidikan yang terdapat di Kelurahan Cipayung yaitu sepuluh Taman Kanak-kanak (TK) / Taman Pendidikan AL-Quran (TPA) / Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), tujuh Sekolah Dasar (SD), lima Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), tiga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan dua tempat kursus. Selain itu, terdapat sarana kesehatan yang terdiri dari satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), empat Poliklinik, dan 14 Posyandu. Terdapat juga sarana peribadatan yang berupa masjid sebanyak delapan unit dan mushola sebanyak 18 unit serta 12 majelis ta’lim.

(47)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Cipayung Tahun 2012

Kelompok Umur (tahun)

Jenis Kelamin (orang) Jumlah

(orang)

Jumlah 10867 9911 20.788 100

Sumber: Kelurahan Cipayung (2012)

Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cipayung yang tergolong masih rendah didominasi lulusan Sekolah Dasar (SD) sebesar 39,97 %. Hal ini menyebabkan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kualitas lingkungan yang baik. Tingkat pendidikan masyarakat Cipayung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir di Kelurahan Cipayung Tahun 2012

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Sekolah Dasar 5510 39,97

Sekolah Menengah Pertama 3358 24,37

Sekolah Menengah Atas 4692 34,03

Perguruan Tinggi 225 1,63

Jumlah 13785 100

Sumber: Kelurahan Cipayung (2012)

(48)

 

oleh buruh harian lepas sebanyak 2147 atau 35,10% yang dijabarkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir di Kelurahan Cipayung Tahun 2012

Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 240 3,92

Wiraswasta 1548 25,31

Pengrajin Industri Kecil 268 4,38

Buruh Harian Lepas 2147 35,10

Pedagang 409 6,69

Sumber: Kelurahan Cipayung (2012)

5.1.1 Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung

Tempat Pemprosesan Akhir Sampah (TPAS) Cipayung berlokasi di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. TPAS Cipayung ini dibangun pada tahun 1987 dengan bantuan dari Asia Development Bank (ADB) berupa Program LOAN No. 1511-INO: Metro Botabek Urban Development Sector Project (Metro Botabek UDSP) dengan Luas Areal TPAS Cipayung yaitu 11,2 ha.

(49)

Sumber: UPT TPAS Cipayung (2012)

Gambar 4. Peta Wilayah TPAS Cipayung

Luas lahan TPAS Cipayung yang sebesar 11,2 ha sekitar 5,1 ha dimanfaatkan sebagai area landfill yang terdiri dari Zona A seluas 2,1 ha, Zona B seluas 2,4 ha, dan Kolam C seluas 0,6 ha. Saat ini Kolam C sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan Zona B merupakan zona yang paling aktif digunakan dengan tumpukan sampah mencapai 30 meter. Pada Gambar 5 digambarkan pembagian lokasi Zona dari TPAS Cipayung.

Sumber: UPT TPAS Cipayung (2012)

Gambar 5. Pembagian Zona TPAS Cipayung

Zona C 

Zona B 

(50)

 

Pengelolaan TPAS Cipayung dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) TPAS Cipayung dibawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok. Pengelolaan sampah di TPAS Cipayung menggunakan metode controll landfill, dengan indikator sebagai berikut: 1) pengurangan sampah dengan memperoses dahulu sampah atau residu; 2) penanganan ssampah dengan ditempatkan pada tempat yang telah dipersiapkan khusus. Tempat yang digunakan untuk menampung sampah merupakan kolam yang terdiri dari beberapa bagian anatara lain: Lapisan barrier pembatas (geomembran), saluran pembuangan gas methana, saluran pembuangan air limbah (leachet), dan penutupan sampah dengan tanah. Guna mengurangi dampak lingkungan akibat tumpukan sampah, dilakukan penutupan sampah oleh tanah (cover soil) secara periodik selama dua bulan dalam satu tahun. Setiap hari diduga 340-400 ton sampah masuk ke TPAS Cipayung dengan sumber terbesar dari sampah domestik sebesar 62% selanjutnya sampah pasar 21% dan sampah lainnya sebesar 17%. Jumlah sampah yang masuk terus menambah gunungan sampah yang saat ini tingginya sudah mencapai 30 meter. Saat ini untuk akses menuju TPAS Cipayung sudah terdapat jalan khusus yang digunakan sejak tahun 2008.

5.1.2 Gambaran Peruntukan Lahan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cipayung

(51)

salah satu kecamatan di Kota Depok yang diunggulkan pada sektor pertanian. Sementara itu Kelurahan Cipayung berada di bawah pemerintahan Kecamatan Cipayung.

Sebagian lahan Kelurahan Cipayung sebesar 11,2 ha digunakan sebagai lahan TPAS Cipayung. Penggunaan lahan sebagai TPAS Cipayung ini yang menjadi permasalahan di Kelurahan Cipayung. Keberadaan TPAS Cipayung tersebut mengganggu penduduk di Kelurahan Cipayung. Hal tersebut terjadi karena TPAS Cipayung menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di sekitar TPAS Cipayung.

5.2 Karakteristik Responden Masyarakat

Karakteristik umum responden di Kelurahan Cipayung diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 35 warga masyarakat. Karakteristik umum responden ini dinilai dari beberapa variabel meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan formal yang pernah ditempuh, jumlah tanggungan, kategori penduduk, lama tinggal di sekitar TPAS Cipayung, waktu tinggal, dan status lahan. Tabel 5 menjelaskan tentang karakteristik responden.

Tabel 5. Karakteristik Responden Masyarakat di Kelurahan Cipayung, Depok

Krakteristik Responden Jumlah (Orang) Persentase (%)

(52)

 

Krakteristik Responden Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pendidikan

Sumber: Data Primer diolah (2013)

5.2.1 Jenis Kelamin

Hasil pengambilan responden menunjukan responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan responden berjenis kelamin perempuan. Responden laki-laki sebanyak 85,71 persen, sedangkan responden perempuan sebanyak 14,29 persen. Banyaknya responden laki-laki karena umumnya kepala keluarga lebih mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

5.2.2 Usia

(53)

usia produktif disebabkan karena sebagian responden merupakan kepala keluarga. Responden yang berusia lebih dari 50-59 tahun sebesar 17,14 persen, sedangkan responden yang kurang dari 30 tahun sebesar 8,33 persen dan yang berusia lebih dari 60 tahun sebesar 20%

5.2.3 Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan responden mayoritas adalah 4 orang, yakni sebanyak 31,43 persen. Responden yang memiliki jumlah tanggungan sebanyak 2 orang sebesar 25.7 persen, dan yang memiliki tannggungan 3 orang sebanyak 17,14 persen. Sementara itu 22,86 persen responden memiliki jumlah tanggungan 5 orang atau lebih. Jumlah tanggungan yang dimaksudkan disini mencakup keluarga inti (suami/istri dan anak) serta tambahan tanggungan bukan keluarga inti yang tinggal di rumah responden.

5.2.4 Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan responden cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh responden yang sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak 31,42 persen. Sementara yang berpendidikan SD dan SMP masing-masing hanya 14,29 persen dan 17.14 persen, sedangkan yang berpendidikan sarjana hanya 17,14 persen.

5.2.5 Jenis Pekerjaan

Terdapat beragam jenis pekerjaan yang dilakukan responden di tempat penelitian. Sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta sebesar 42, 86 persen. Selain itu terdapat pula responden yang bekerja disektor lainnya seperti yang dijelaskan pada Tabel 5.

5.2.6 Tingkat Pendapatan

(54)

 

Minimum Regional yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp 2.042.000. Responden yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 2.000.00 sebesar 37,14 persen.

5.2.7 Lama Tinggal

Pada umumnya responden merupkan penduduk lama yang sudah puluhan tahun tinggal di Kelurahan Cipayung, dari hasil penelitian diketahui mayoritas responden telah menetap lebih dari 15 tahun di Cipayung sebesar 57,14 persen. Selain itu 25, 71 persen responden sudah menetap di Kelurahan Cipayung selama 11-15 Tahun, sedangkan yang sudah menetap selama 5-10 tahun adalah 11,43 persen dan sisanya sebesar 5,71 persen tinggal di Kelurahan Cipayung selama kurang dari 5 tahun.

5.2.8 Status Lahan

(55)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Deskripsi Lingkungan Pemukiman Sekitar Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung Berdasarkan Penilaian Responden

Lingkungan merupakan bagian penting dalam hidup manusia, lingkungan adalah bagian dari ekosistem tempat dimana manusia hidup. Lingkungan mampu menunjang kehidupan manusia. Saat kualitas lingkungan baik, maka kehidupan manusia cenderung juga akan baik, begitu juga sebaliknya.

Hasil penelitian terhadap 35 responden menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kualitas lingkungan disekitas TPAS Cipayung berbeda-beda. Perbandingan persentase responden terhadap kualitas lingkungan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Persepsi Masyarakat terhadap Kualitas Lingkungan

(56)

 

menentukan kualitas lingkungan melalui persepsi masyarakat adalah kualitas udara dan kualitas air serta akses untuk mendapatkan air bersih. Responden yang memilih kualitas lingkungan buruk adalah mereka yang merasakan udara yang kotor serta bau tidak sedap dari TPAS Cipayung dan juga kesulitan mendapatkan air bersih dikarenakan air yang mereka dapat akses tidak cukup berkualitas untuk dikonsumsi

.

6.1.1 Penilaian Responden terhadap Kondisi Air

Ketersediaan air bersih di suatu tempat tinggal dapat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan penghuninya. Selain air sebagai konsumsi tubuh (air minum), air juga digunakan sebagai sarana kebersihan tubuh dan barang. Apabila kualitas air rendah maka tingkat kesehatan penghuninya dapat menurun. Walaupun tidak dikonsumsi, air dengan kualitas rendah dapat menimbulkan penyakit, misalnya penyakit kulit maupun penyakit yang diakibatkan barang-barang yang tidak bersih setelah dicuci dengan air yang berkualitas rendah.

Penilaian responden terhadap kualitas air di lingkungan sekitar TPAS Cipayung sebagian besar bermasalah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase penilaian kondisi air tercemar sebesar 97,14 persen dan kondisi air tidak tercemar sebesar 2,86 persen. Persentase penilaian kondisi air dapat dilihat pada Gambar 7.

(57)

Kondisi ini terjadi karena memang kualitas air di sekitar TPAS Cipayung tidak layak konsumsi, sebagain wilayah airnya berwarna hitam dan berbau. Berbagai macam penelitian yang dilakukan di sekitar TPAS Cipayung melaporkan bahwa kondisi air disekitar TPAS Cipayung tidak layak konsumsi. Apabila dikaji kondisi air untuk tempat tinggal yang sangat dekat (kurang dari 500 m) dengan TPAS Cipayung dapat dikatakan bahwa kondisi air sangat buruk, karena mengalami pencemaran air yang ditunjukkan dengan air yang berbau dan berwarna sehingga air tanah di daerah tersebut tidak dapat dikonsumsi, bahkan untuk digunakan keperluan non-konsumsi air tersebut dapat mengganggu kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan (2006), hasil penelitiannya tentang kualitas air di TPA Galuga Kecamatan Cibungbulang menunjukkan bahwa IKA (Indeks Kualitas Air) pada jarak 400 m, 600 m dan 700 m dari TPA tergolong buruk dengan kisaran indeks 41,03 – 48,36. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas air di sekitar TPA memiliki kualitas buruk.

Implikasi dari kondisi air yang tercemar terhadap sektor ekonomi keluarga menyebabkan pengeluaran menjadi bertambah. Disebabkan kondisi air yang tidak layak dikonsumsi maka masyarakat yang tinggal sangat dekat dengan TPAS membeli air kemasan untuk dikonsumsi.

6.1.2 Penilaian Responden terhadap Kondisi Udara

Kondisi udara juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal disuatu tempat. Semakin baik kualitas udara, potensi terserang peyakit semakin rendah. Selain mengganggu kesehatan pencemaran udara juga mengganggu kenyamanan masyarakat yang tinggal di tempat tersebut.

(58)

 

TPAS Cipayung telah tercemar, persentase pencemaran udara dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Kondisi Udara Berdasarkan Persepsi Responden

Hal ini terjadi karena masyarakat disekitar TPAS Cipayung seluruhnya

merasakan bau tidak sedap yang dihasilkan dari timbunan sampah di TPAS

Cipayung. Timbunan sampah yang sangat banyak sehingga menyebabkan

terjadinya pembusukan. Bau tak sedap akhirnya tercium sampai radius satu

kilometer. Kondisi ini akan semakin parah apabila hujan turun, yang meyebabkan

sampah menjadi basah dan proses pembusukan sampah semakin cepat.

Kondisi ini dibuktikan dengan hasil penelitian Kusuma (2012) tentang

kualitas udara disekitar TPAS Cipayung. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa

adanya konsentrasi jamur dan mikroba pada tiga lokasi sampling udara yang

didapat dari lokasi sekitar TPAS Cipayung. Konsentrasi jamur bervariasi antara

848 CFU/m3 sampai 4099 CFU/m3, kondisi ini melebihi standar maksimum

adanya konsentrasi jamur pada udara yaitu sekitar 930 CFU/m3 . Sedangkan

untuk hasil uji kualitas udara terhadap konsentrasi bakteri bervariasi antara 890

CFU/m3 sampai 14276 CFU/m3. Pada beberapa lokasi sampling konsentrasi

bakteri berada jauh diatas standar maksimum yaitu 1500 CFU/m3. Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa kondisi udara TPAS Cipayung dalam kondisi yang tidak

(59)

6.1.3 Tingkat Gangguan yang Dirasakan Responden

Keberadaan TPAS dapat mengganggu lingkungan sekitar baik bagi

manusia maupun makhluk hidup lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar responden merasa terganggu dengan keberadaan TPAS Cipayung

sebesar 57,14 persen. Sedangkan responden yang merasa sangat terganggu dengan

keberadaan TPAS Cipayung sebesar 5,71 persen dan 37,14 persen lain lainnya

merasa biasa saja.. Persentase tingkat gangguan yang dirasakan responden akibat

keberadaan TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Tingkat Ketergangguan Masyarakat Akibat TPAS Cipayung

Masyarakat merasa terganggu karena kualitas lingkungan yang semakin

buruk karena beroperasinya TPAS Cipayung, terlebih saat dahulu sebelum tahun

2008 truk pengangkut sampah melewati jalanan pemukiman warga, tapi sekarang

pihak TPAS telah membuat jalan lain yang tidak melalui pemukiman warga

sehingga sebagian warga sudah merasa biasa saja dan toleran dengan kondisi yang

(60)

 

6.1.4 Penilaian Responden terhadap Pengelolaan Sampah di Tempat Pemprosesan Akhir Sampah Cipayung

Pengelolaan TPAS dengan baik akan dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap pengelolaan sampah di TPAS Cipayung sebagian besar menilai tidak baik sebesar 71,43 persen. Sementara itu responden yang menilai pengelolaan TPAS Cipayung sangat tidak baik sebesar 8,57 persen, sedangkan responden yang menilai pengelolaan di TPAS Cipayung cukup baik sebesar 11, 43 persen dan 8,57 persen lainnya menilai pengelolaan sampah di TPAS Cipayung sudah baik. Persentase penilaian responden terhadap pengelolaan TPAS Cipayung dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 10. Pengelolaan TPAS Berdasarkan Persepsi Responden

(61)

dikarenakan sampah tetap dibiarkan menumpuk dan hanya diberikan sedikit penanganan berupa ditaburkan tanah untuk mengurangi proses pembusukan. Selain itu TPAS Cipayung juga menetapkan proses pengomposan sebagai upaya pengurangan dampak negatif dari timbunan sampah, akan tetapi belum optimalnya pengkomposan menyebabkan upaya ini tidak signifikan dalam pengurangan dampak negatif dari timbunan sampah yang ada.

Dampak negatif tersebut menyebabakan terjadinya perubahan kualitas lingkungan yang diraskan masyarakat, berikut ini adalah perubahan kualitas lingkungan yang paling diraskan oleh masyarakat. Tabel 6 menjelaskan perubahan kualitas lingkungan yang paling dirasakan oleh masyarakat.

Tabel 6. Perubahan Kualitas Lingkungan yang Paling Dirasakan Masyarakat Penurunan Kualitas Lingkungan Jumlah (orang) Persentase (%) Kesulitan mendapat air bersih 5 14,29 Penurunan kualitas kesehatan 4 11, 43 Pencemaran udara dan bau tidak sedap 26 74,29

Total 35 100

Sumber: Data Primer diolah (2013)

Hasil penelitian menunjukkan dampak negatif yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah pencemaran udara dan bau tidak sedap. Sebanyak 74,29% masyarakat merasakan dampak tersebut. Hal ini terjadi karena kualitas udara di sekitar TPAS Cipayung menjadi semakin buruk karena tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik.

6.2 Estimasi Nilai Penurunan Kualitas Lingkungan

(62)

 

Pencemaran menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang dapat meningkatkan biaya masyarakat lingkungan tersebut.

Nilai penurunan kualitas lingkungan di sekutar TPAS Cipayung di estimasi dengan dua metode yaitu biaya kesehatan (cost of illness) dan biaya pengganti (replacement cost.) Biaya pengganti yang dikeluarkan masyarakat cenderung digunakan untuk membeli air minum dalam kemasan atau air mineral

refill. Hal ini dikarenakan kondisi air disekitar TPAS Cipayung tidak layak konsumsi. Biaya kesehatan dikeluarkan masyarakat untuk keperluan berobat karena sakit yang diakibatkan penuruan kualitas lingkungan disekitar TPAS Cipayung.

6.2.1 Estimasi Biaya Kesehatan Masyarakat Akibat Beroperasinya TPAS Cipayung

Penurunan kualitas lingkungan menyebabkan penurunan kualtas kesehatan di sekitar TPAS Cipayung yang menyebabkan beberapa penduduk terserang penyakit dan harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan. Buruknya kualitas air dan udara yang merupakan komponen lingkungan yang sangat vital menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Adapun sepuluh penyakit terbesar di Kelurahan Cipayung pada tahun 2003 adalah ISPA, Penyakit Kulit, Febris, Gangguan Gigi,

Gastiris, Diare, Hipertensi, Conjunctivis, Sakit Kepala, Myligia (Kelurahan Cipayung, 2003).

Biaya kesehatan dihitung per keluarga yang didapatkan dari biaya dokter atau tenaga medis lainnya serta biaya membeli obat. Pada penelitian ini yang sering terkena penyakit adalah keluarga dari responden khususnya anak, hal ini menyebabkan kepala keluarga atau pencari nafkah tidak kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja karena sakit, dan apabila kepala keluarga menderita sakit maka cenderung akan tetap melakukan kerja karena penyakit yang dianggap belum terlalu parah sehingga menghalanginya untuk bekerja.

(63)

dua penderita penyakit dalam satu keluarga. Jadi total dari 11 responden yang menderita sakit terdapat 13 kasus. Dari 13 kasus tersebut hanya sembilan kasus atau 11 responden yang mengeluarkan biaya kesehatan, sedangkan dua responden atau empat kasus lainnya medapat pelayanan kesehatan gratis. Berikut daftar penyakit yang diderita keluarga responden.

Tabel 7. Daftar Penyakit yang Diderita Keluarga Responden dan Biaya Kesehatannya

Nama Penyakit

Jumlah Penderita (orang)

Total Biaya Pengobatan /bulan (Rp/bulan)

Pernapasan (ISPA) 4 29.000

Penyakit Kulit 7 117.000

Diare 2 10.000

Total 13 156.000

Sumber: Data Primer diolah (2013)

Berdasarakan hasil pembahasan tentang kualitas udara di sekitar TPAS Cipayung ditemukan konsentrasi jamur dan bakteri yang melebihi batas wajar, hal ini diduga menjadi penyebab penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Menurut Insani dan Swesty (2007) dari hasil wawancara dengan Dr. Sri Sudarwati, Sp.A menjelaskan penyebab terjadinya ISPA ada tiga macam, yaitu: 1) virus, umumnya virus Respiratory Syncitial Virus (RSV), rhinovins, corongvirus, influenza virus dan parainfluenza virus; 2) bakteri, umumnya bankteri penyebab ISPA adalah Streptococcus pnuemoniae selain itu bisa juga oleh Haemophillus type B; 3) jamur, namun ISPA karena jamur lebuh jarang ditemukan.

Pada Tabel 7 terdapat biaya pengobatan yang dikeluarkan masyarakat dari responden yang ada. Biaya pengobatan cenderung murah karena letak lokasi yang dekat dengan puskemas walaupun ada beberapa warga yang berobat ke klinik dokter. Pada beberapa kasus warga melakuakan pengobatan secara gratis di kantor UPT TPAS yang merupakan program CSR dari pihak UPT TPAS Cipayung, pengobatan gratis tersebut dilaksanakan setiap hari Rabu pada setiap minggunya.

(64)

 

BK = RBK x jumlah kepala keluarga = x jumlah kepala keluarga = x 4797

= Rp 68.030.182

Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan nilai bahwa biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat Cipayung secara total adalah Rp 68.030.182 perbulan atau Rp 816.362.184 per tahun .

Sebagai wujud tanggung jawab dari pihak UPT TPAS Cipayung kepada masyarakat, setiap hari Rabu diadakan pengobatan gratis di kantor UPT TPAS Cipayung. Pengobatan gratis dilaksanakan TPAS Cipayung bekerjasama dengan UPT Puskesmas Cipayung. Setiap pekan jumlah pasien yang datang sekitar 20-50 pasien yang dilayani oleh dua orang dokter dan tiga orang tenaga medis dari Puskesmas Cipayung. Pada program ini setiap pekan UPT TPAS Cipayung harus mengeluarkan dana minimal Rp 350.000 untuk honor dokter dan tenaga medis dan membayarkan retribusi kesehatan ke pihak Puskesmas sebesar Rp 2.000 per pasien yang datang pada pengobatan gratis tersebut. Secara total UPT TPAS Cipayung mengeluarkan biaya rata-rata sebesar Rp 420.000 per pekan dengan rincian Rp 350.000 utnuk honor dokter dan tenaga medis dan Rp 70.000 untuk retribusi pasien yang jumlahnya rata-rata 35 orang per pekan. Untuk itu selama satu tahun UPT TPAS Cipayung mengeluarkan biaya sebesar Rp 21.840.000 untuk mengadakan program kesehatan gratis.

Nilai total biaya kesehatan yang didapat dari penjumlahan biaya kesehatan yang dikeluarkan masyarakat dan biaya yang dikeluarkan UPT TPAS Cipayung selama satu tahun adalah:

Biaya Kesehatan = Biaya Kesehatan Masyarakat + Biaya Pengobatan Gratis = Rp 816.362.184 + Rp 21.840.000

Gambar

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 3 menunjukkan lokasi pengambilan data responden.
Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data
Tabel 2.  Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan     Cipayung Tahun 2012
+6

Referensi

Dokumen terkait

Nilai rata-rata kadar lemak kerupuk ikan yang dikeringkan dengan alat pengering efek rumah kaca (ERK) dengan penambahan exhaust fan disajikan pada Gambar 6.. Grafik

Perhitungan gaya gempa analisis pushover dengan menggunakan bracing V memiliki cara dan tahapan- tahapan yang sama dengan perhitungan gempa analisa pushover tanpa

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk koreografi tari Tayub Encling di Subang dalam acara hajatan khitanan, tarian yang bertemakan kesuburan ini masih diyakini

sebagai penguji sekaligus Ketua Jurusan Fisika dan Pengajaran IPA yang telah banyak membantu selama penulis mengikuti studi dan menyelesaikan penulisan tesis ini.. Dr.Ida

Hasil Analisis Two Sample z-test Perbedaan Produkstivitas Rata-rata Petani Sempit dengan Produktivitas Rata-rata Petani Luas Kopi Rakyat Robusta di Kecamatan

adalah menjadikan elemen vernakular sebagai identitas pada tata ruang kawasan, melalui penerapan teori regionalisme kritis. Lokasi penelitian berada di Desa

menggunakan pendekatan kajian Sosiologi Sastra dalam menemukan unsur poskolonial GDODP QRYHO ³0DWDKDUL 7HUELW GL 8WDUD´ NDU\D 'HDQ -RH .DODOR 0HQXUXW :HOOHN GDQ Warren, dalam (Pua

[r]