• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Kerja Disinfektan untuk Disinfeksi Botol Pengemas Yogurt berdasarkan Perbedaan Bahan Aktif dan Konsentrasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Kerja Disinfektan untuk Disinfeksi Botol Pengemas Yogurt berdasarkan Perbedaan Bahan Aktif dan Konsentrasi"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA

PEN

KERJA D

NGEMAS

BAH

FAK

IN

DISINFE

S YOGUR

HAN AKT

AMA

KULTAS

NSTITUT

EKTAN U

RT BERD

TIF DAN

ATULLOH

KEDOK

T PERTA

BOGO

2012

UNTUK D

DASARKA

N KONSE

H AFIFA

KTERAN

ANIAN BO

OR

2

DISINFEK

AN PERB

ENTRASI

H

HEWAN

OGOR

KSI BOT

BEDAAN

I

N

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Daya Kerja Disinfektan untuk Disinfeksi Botol Pengemas Yogurt berdasarkan Perbedaan Bahan Aktif dan Konsentrasi adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

(3)

Bottle reviewed by Different Active Ingredient and Concentration. Under guidance of HERWIN PISESTYANI.

The aim of this study was to observed efficiency of disinfectants which used for disinfection process of yogurt bottles reviewed by different active ingredient and concentration. There were two disinfectants with different consentration (group A1,A2,B1, and B2). Data were analyzed using SPSS 16.0. Group A2 had the best ability to kill Gram positive bacteria (p<0.05) and group B2 for Gram negative bacteria (p<0.05). Amonium quartener compounds, the active ingredient of group A had less activity to kill Gram negative bacteria than amphoteric surfaktan the ingredient of group B and also the consentration of Group A2 higher than A1 and B2 higher than B1. Short contact time was better for efficiency of disinfectants. Group B was group that had short contact time for Gram negative and positive bacteria.

(4)

Pengemas Yogurt berdasarkan Perbedaan Bahan Aktif dan Konsentrasi. Dibawah bimbingan HERWIN PISESTYANI.

Kontaminasi pada produk makanan dapat berasal dari lingkungan seperti udara, manusia, dan permukaan wadah produk (Taylor et al. 1999). Permukaan wadah produk merupakan rute yang paling penting untuk pengendalian kontaminasi sebagai dasar dari pelaksanaan program sanitasi. Disinfeksi terhadap wadah dan peralatan harus efektif, sehingga produk pangan bebas dari kontaminasi mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui daya kerja dari beberapa jenis disinfektan yang digunakan untuk disinfeksi botol pengemas yogurt ditinjau berdasarkan perbedaan bahan aktif dan konsentrasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui keberhasilan disinfeksi pada botol pengemas yang dilakukan oleh produsen yogurt berdasarkan perbedaan cara pemakaian.

Sampel yang diuji adalah dua jenis disinfektan komersial dari produsen yang berbeda dan dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan perbedaan konsentrasi (A1, A2, B1, dan B2). Pengujian yang dilakukan diantaranya ialah daya bunuh disinfektan terhadap pertumbuhan bakteri dengan metode kertas cakram dan lama waktu kontak disinfektan dengan metode pengenceran siap pakai. Sampel kedua berupa botol pengemas yang telah didisinfeksi oleh produsen yogurt menggunakan 2 jenis disinfektan dengan perbedaan cara pemakaian diuji menggunakan uji sanitasi botol pengemas dengan metode bilas dan spray. Hasil dari uji daya bunuh disinfektan terhadap pertumbuhan bakteri dianalisa menggunakan program SPSS 16.0 dengan uji ANOVA, sedangkan hasil lainnya diuji secara deskriptif.

Kelompok yang memiliki daya bunuh paling kuat terhadap bakteri Gram positif adalah A2 (p<0.05), sedangkan kelompok yang memiliki daya bunuh paling kuat terhadap bakteri Gram negatif adalah B2 (p<0.05). Kelompok A2 hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif, sedangkan kelompok B2 mampu menghambat pertumbuhan baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Hal tersebut dikaitkan dengan bahan aktif dari kelompok A yaitu kelompok amonium kuartener dan surfaktan nonionik. Amonium kuartener memiliki kemampuan membunuh bakteri Gram negatif lebih rendah dibandingkan dengan surfaktan amfoterik yang merupakan bahan aktif dari kelompok B. Hasil dari pengujian ini juga membuktikan bahwa konsentrasi yang lebih tinggi akan meningkatkan daya kerja disinfektan.

(5)

telah didisinfeksi dengan menggunakan cara pemakaian yang berbeda, yaitu bilas dan spray. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa botol yang tidak diberi perlakuan memiliki sejumlah mikroorganisme dan cendawan. Hal tersebut menunjukkan bahwa disinfeksi permukaan bagian dalam botol pengemas perlu dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme sebagai langkah untuk mencegah kontaminasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pada botol yang telah didisinfeksi, jumlah total mikroorganisme dan jumlah cendawan yang diperoleh meningkat. Hal tersebut dimungkinkan terjadi akibat kontaminasi yang berasal dari air, pekerja, dan udara. Higiene pekerja yang kurang baik serta kondisi udara yang kotor saat pengeringan botol dapat menjadi penyebab utama kontaminasi setelah disinfeksi.

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain, daya bunuh yang paling baik terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif adalah disinfektan dengan bahan aktif 5-15% surfaktan non-ionik dan <5% surfaktan amfoterik dengan konsentrasi 1:60 serta memiliki waktu kontak lebih singkat. Tingginya jumlah total mikroorganisme dan jumlah cendawan dari botol pengemas yang telah didisinfeksi terkait dengan metode aplikasi yang kurang benar dan higiene pekerja yang masih kurang.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

AMATULLOH AFIFAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

berdasarkan Perbedaan Bahan Aktif dan Konsentrasi Nama : Amatulloh Afifah

NIM : B04080186

Disetujui

drh. Herwin Pisestyani, M.Si Pembimbing

Diketahui

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, AP.Vet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(9)

segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah Daya Kerja Disinfektan untuk Disinfeksi Botol Pengemas Yogurt berdasarkan Perbedaan Bahan Aktif dan Konsentrasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan saran dan perbaikan selama penulisan skripsi ini, serta kepada drh. Isdoni, MBiomed dan drh. Dudung Abdullah, SM sebagai dosen penguji, yang telah memberikan saran dalam perbaikan penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf di laboratorium KESMAVET, yang telah banyak membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada kedua orangtua dan adik-adik tercinta, yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, dan kasih sayang, serta kepada drh. Adi Winarto selaku dosen pembimbing akademik, yang telah banyak membantu selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Nurul Aini Syarifa Harahap selaku sahabat di kampus IPB yang telah banyak memberikan bantuan selama proses penelitian hingga skripsi ini terselesaikan, kepada Rika, Dhia, Sri, Hasrat, Hamdanah, Nceng, Hastin, Gita, Nisa, yang telah memberikan banyak motivasi agar skripsi ini cepat terselesaikan, serta kepada seluruh rekan Avenzoar selaku rekan angkatan 45 di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bogor, Oktober 2012

(10)

Anwar, S.Pd dan ibu Mufliha. Penulis merupakan putri pertama dari enam bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Tangerang Selatan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

(11)

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan... 3

Manfaat... 3

TINJAUAN PUSTAKA Yogurt... 4

Kerusakan dan Penurunan Mutu Yogurt... 5

Pengemasan Yogurt... 6

Sanitasi Wadah Pengemas Yogurt... 7

Disinfektan... 8

Jenis-jenis Disinfektan dan Mekanisme Kerja... 10

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Kerja Disinfektan... 13

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 16

Alat dan Bahan... 16

Metode Penelitian... 16

Pengujian Daya Kerja Disinfektan... 17

Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri... 17

Lama Waktu Kontak Disinfektan... 18

Uji Keberhasilan Disinfeksi pada Botol Pengemas... 19

Analisa Data... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri... 21

Daya kerja Disinfektan berdasarkan Lama Waktu Kontak... 24

Keberhasilan Disinfeksi pada Botol Pengemas oleh Produsen Yogurt Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologik ... 26

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 30

Saran... 30

DAFTAR PUSTAKA... 31

(12)

1 Pemilihan disinfektan... 13 2 Daya bunuh 2 jenis disinfektan dengan 2 konsentrasi yang berbeda

terhadap pertumbuhan bakteri... 21 3 Daya kerja disinfektan dalam menghambat pertumbuhan bakteri

berdasarkan lama waktu kontak... 24 4 Keberhasilan disinfeksi botol pengemas yogurt berdasarkan jumlah

total mikroorganisme dan jumlah cendawan... 26

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(13)

1 Prosedur kerja daya bunuh disinfektan dengan metode kertas cakram. 18 2 Zona hambat disinfektan terhadap pertumbuhan bakteri... 22 3 Target potensial untuk biosida... 23 4 A. Tabung dengan adanya pertumbuhan bakteri, B. tidak tumbuh, C.

kontrol positif (kiri) dan kontrol negatif (kanan)... 25 5 Rataan jumlah total mikroorganisme berdasarkan perbedaan cara

pemakaian disinfektan... 27 6 Rataan jumlah total cendawan berdasarkan perbedaan cara

(14)

1 Daya bunuh 2 jenis disinfektan dengan 2 konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri...

35

2 Daya kerja disinfektan dalam menghambat pertumbuhan bakteri berdasarkan lama waktu kontak...

35

3 Jumlah total mikroorganisme dan jumlah cendawan... 35 4 Perhitungan statistik daya bunuh disinfektan terhadap pertumbuhan

bakteri menggunakan program SPSS 16.0... 36

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengertian yogurt dalam SNI No. 01-2981-2009 adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstruksi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2009). Susu yang merupakan bahan dasar yogurt adalah sumber makanan dengan kandungan gizi yang baik untuk manusia. Kandungan gizi pada susu tidak hanya baik untuk manusia, tetapi juga baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme di dalam susu dapat berasal dari individunya sendiri atau berasal dari kontaminasi lingkungan, peralatan, dan pekerja. Kontaminasi pada produk pangan dapat terjadi melalui berbagai cara, sehingga dibutuhkan penanganan yang khusus selama proses pengolahan untuk mengurangi atau mencegah kontaminasi.

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, mengenai tata cara berproduksi yang baik. Salah satu kegiatan dari GMP adalah sanitasi dan higiene. Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima di dalam tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat penting dalam setiap proses penanganan pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya proses pengolahan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah terjadinya kontaminasi silang. Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci untuk pengendalian pertumbuhan mikroorganisme pada produk dan industri pengolahan makanan.

(16)

wadah produk merupakan rute yang paling penting untuk pengendalian kontaminasi sebagai dasar dari pelaksanaan program sanitasi. Disinfeksi terhadap wadah dan peralatan harus efektif, sehingga produk pangan bebas dari kontaminasi mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Proses untuk mengurangi kontaminasi dapat dilakukan dengan sanitasi. Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu pembersihan dan sanitasi. Pembersihan yaitu menghilangkan kotoran baik yang terlihat maupun tidak seperti sisa makanan, debu, dan tanah yang merupakan media bagi pertumbuhan mikroorganisme. Sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah makanan. Disinfeksi merupakan tahap akhir dalam program sanitasi yang bertujuan untuk menghilangkan residu dari produk dan benda asing, serta mengurangi jumlah mikroorganisme untuk menjamin keamanan dan kualitas bahan pangan (Taylor et al. 1999).

Sanitasi wadah dan alat-alat pengolahan ditujukan untuk membunuh sebagian besar atau semua mikrorganisme yang terdapat pada bagian permukaan. Dalam disinfeksi, jenis disinfektan, konsentrasi yang digunakan, suhu, dan metode yang diterapkan bervariasi tergantung dari jenis wadah dan alat-alat yang akan dibersihkan serta jenis mikroorganisme yang akan dibasmi. Sanitasi pada wadah pengemas produk pangan yang sering dilakukan diantaranya menggunakan air panas, uap panas, halogen (klorin atau iodin), turunan halogen, dan komponen amonium kuartener (Fardiaz dan Jenie 1989).

(17)

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui daya kerja dari beberapa jenis disinfektan yang digunakan untuk disinfeksi botol pengemas yogurt ditinjau berdasarkan perbedaan bahan aktif dan konsentrasi, serta mengetahui keberhasilan disinfeksi pada botol pengemas yang dilakukan oleh produsen yogurt berdasarkan perbedaan cara pemakaian.

Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui konsentrasi dan waktu kontak dari beberapa jenis disinfektan yang tepat untuk disinfeksi botol pengemas yogurt.

2. Mengetahui jenis disinfektan yang efektif untuk disinfeksi botol pengemas yogurt, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk memilih disinfektan sesuai kebutuhan atau tujuan yang ingin dicapai oleh pihak industri pangan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Yogurt

Yogurt adalah produk susu yang dihasilkan dari fermentasi susu. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat yang berperan memberikan sifat karakteristik tekstur dan rasa pada yogurt (Arican dan Andic 2011). Yogurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstruksi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2009).

Konsumsi yogurt oleh manusia dapat meningkatkan kesehatan karena memiliki nilai gizi yang tinggi terutama untuk kesehatan pencernaan (Oyeleke 2009). Konsumsi yogurt secara teratur dapat digunakan sebagi terapi dalam mengurangi keparahan sulit buang air besar (Sairanen et al. 2007; Hongisto et al.

2006). Produk ini dapat dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa, yaitu ketidakmampuan atau ketidakcukupan tubuh dalam mengabsorbsi laktosa (gula susu) akibat kekurangan enzim laktase. Proses pengolahan susu menjadi yogurt dapat menurunkan kadar laktosa sekitar 30%, sehingga jika dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa tidak akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang merugikan. Yogurt juga mampu menurunkan kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung, dan mencegah kanker saluran pencernaan (Winarno dan Fernandez 2007). Oleh sebab itu, pengolahan susu segar menjadi yogurt sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani maupun menunjang kesehatan.

Pada dasarnya pembuatan yogurt meliputi pemanasan susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi susu tersebut. Pengolahan yogurt dimulai dengan persiapan starter atau kultur, yaitu membiakkan kultur murni S. thermophilus dan

(19)

selama 3-6 jam sampai diperoleh keasaman yang diinginkan yaitu 0.85-0.95 persen (asam laktat) dengan nilai pH 4.4-4.5. Setelah itu produk didinginkan sampai suhu 5 °C (Winarno dan Fernandez 2007; Ray 2004).

Kerusakan dan Penurunan Mutu Yogurt

Yogurt merupakan produk pangan yang mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme (Montagna et al. 1998). Kontaminasi mikroorganisme pada yogurt dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan mutu yogurt. Kerusakan dan penurunan mutu yogurt biasanya disebabkan oleh kontaminasi silang dari udara pada ruang pengemasan, peralatan untuk pengisian, buah-buahan atau sirup yang ditambahkan dan kontaminasi wadah pengemas. Kerusakan yogurt umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme, khususnya adalah kapang dan khamir yang relaif tahan asam. Kontaminasi kapang dan khamir pada umumnya terkait dengan praktik higiene yang buruk selama proses pengemasan (Moreira et al. 2001).

Kondisi pertumbuhan seperti pH yang rendah, kadar kelembaban yang rendah, dan tingginya kadar garam tidak cocok untuk beberapa spesies bakteri. Mikroorganisme perusak seperti kapang dan khamir umumnya kurang sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang di dalam yogurt (Rahman et al. 1992). Khamir dapat menyebabkan beberapa kerusakan pada rasa, bau, dan tekstur. Perubahan tersebut terjadi akibat aktivitas metabolik yang tergantung pada degradasi laktosa atau senyawa dari hidrolisisnya, sekresi enzim lipolitik dan proteolitik, asimilasi garam organik, dan kemampuan untuk berkembang biak pada suhu rendah (5-10 °C) (Salomskiene dan Macioniene 2009).

(20)

biasanya disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Bacillus spp, Acetobacter

yang dapat menyebabkan pembusukan pada produk.

Pengemasan Yogurt

Kemasan merupakan bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak (BPOM 1996). Prinsip atau tujuan pengemasan produk makanan adalah untuk melindungi produk makanan dari pengaruh lingkungan dan kerusakan (Marsh dan Bugusu 2007). Fungsi utama kemasan adalah melindungi dan mencegah produk pangan dari kontaminasi (Robertson 2006). Fungsi ini melibatkan perpanjangan umur simpan, memelihara kualitas dan keamanan makanan, melindungi makanan dari pengaruh lingkungan seperti panas, cahaya, ada atau tidak adanya kelembaban, oksigen, tekanan, enzim, bau, mikroorganisme, serangga, kotoran dan partikel debu, gas, dan sebagainya (Brody

et al. 2008). Bahan kemasan yang biasa digunakan dalam pengemasan makanan termasuk pangan cair adalah kaca, logam seperti alumunium foil, kertas, plastik, dan lainnya.

Bahan pengemas yang digunakan dalam industri pangan harus dalam kondisi baik, agar dapat mempertahankan mutu makanan didalamnya serta melindungi makanan terhadap pengaruh luar seperti sinar, panas, kelembaban, kotoran, benturan, dan lain-lain. Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, membentuk atau menimbulkan racun, menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan, serta tidak berpengaruh atau menimbulkan reaksi dengan produk yang didalamnya. Bahan pengemas yang digunakan harus tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran. Sebelum digunakan, bahan pengemas perlu dipastikan kebersihan dan kondisinya dan jika perlu dibersihkan dan didisinfeksi apabila penggunaan kemasan harus dalam kondisi yang aseptik (bebas dari mikroorganisme).

(21)

dapat dibuat menjadi lembaran, berbagai bentuk dan struktur, serta memiliki fleksibilitas desain yang cukup besar. Plastik secara kimiawi tahan, murah dan ringan dengan berbagai sifat fisik dan optik. Plastik juga mudah untuk dicetak dan dapat diintegrasikan ke dalam proses produksi tempat paket tersebut terbentuk, diisi, dan disegel di lini produksi yang sama. Kerugian utama dari plastik adalah permeabilitas terhadap cahaya, gas, uap, dan berat molekul rendah (Marsh dan Bugusu 2007). Perubahan bentuk yang dapat terjadi pada kemasan plastik adalah mengkerut atau menggembungnya botol akibat reaksi yang terjadi di dalamnya.

Permukaan yang kontak dengan bahan pangan harus lebih diperhatikan keamanannya, seperti:

a) Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis.

b) Cleaning compound dan sanitizing agent yang digunakan untuk membersihkan peralatan tersebut harus sesuai dengan makanan dan tidak beracun.

c) Peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dibersihkan dengan metode pembersihan yang efektif setelah produksi selesai. d) Sarung tangan dan seragam produksi yang kontak dengan bahan pangan harus

terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah terkelupas, bersih, dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi.

Sanitasi Wadah Pengemas Yogurt

Sanitasi adalah suatu tindakan yang dirancang untuk menghilangkan bakteri, jamur, ragi, dan (dalam beberapa kasus) kontaminasi virus (McLandsborough 2005). Kontaminasi mikroorganisme akan dihilangkan dalam tahap pembersihan. Beberapa mikroorganisme mungkin dapat tetap bertahan di permukaan sehingga dibutuhkan penggunaan disinfektan. Disinfeksi dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan selama periode antarproduksi (Holah 1995a). Menurut Taylor et al.

(22)

merupakan rute yang paling penting untuk pengendalian kontaminasi sebagai dasar dari pelaksanaan program sanitasi. Disinfeksi terhadap wadah dan alat-alat tersebut harus efektif sehingga bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat mengontaminasi produk pangan dan membahayakan kesehatan masyarakat.

Daya kerja disinfektan tergantung pada waktu kontak yang cukup dan konsentrasi yang tepat. Waktu disinfeksi tergantung pada metode yang digunakan, seperti perendaman ataupun semprot. Disinfeksi dengan perendaman merupakan metode yang paling populer, paling dapat diandalkan dan metode pilihan dibandingkan dengan penyemprotan karena menjamin lebih banyak kontak, tetapi memakan waktu yang lebih lama dan kemungkinan adanya distorsi (Sukhija et al.

2010; Hiraguchi et al. 2012).

Disinfektan

Disinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya (Fardiaz dan Jenie 1989). Disinfektan adalah suatu bahan, biasanya bahan kimia, yang membunuh bentuk-bentuk pertumbuhan tetapi tidak membunuh bentuk-bentuk-bentuk-bentuk spora dari mikroorganisme penyebab penyakit. Istilah ini biasanya diterapkan untuk senyawa-senyawa yang digunakan pada benda-benda mati (Russel dan Mcdonnell 1999). Disinfektan dapat bertindak pada mikroorganisme dalam dua cara berbeda: penghambatan pertumbuhan (bakteriostasis dan fungiostasis) atau tindakan mematikan (bakterisida, fungisida, dan efek membasmi virus). Umumnya, tujuan dari disinfeksi adalah efek mematikan dari penggunaan disinfektan (Maris 1995).

Berbagai jenis bahan kimia yang bersifat sebagai disinfektan maupun antiseptik dapat ditemukan di pasaran, akan tetapi tidak ada bahan kimia yang terbaik atau ideal untuk setiap penggunaan dan tujuan. Hal ini disebabkan oleh beragamnya kondisi dari bahan yang digunakan, perbedaan dalam cara kerja, dan banyaknya jenis-jenis sel mikroorganisme yang dihancurkan.

(23)

1. Toksisitas terhadap mikroorganisme. Persyaratan utama adalah kapasitas atau kemampuan senyawa untuk membunuh mikroorganisme. Bahan kimia harus mempunyai daya kerja dengan spektrum luas pada konsentrasi rendah. 2. Kelarutan. Disinfektan harus larut dalam air agar penggunaannya efektif. 3. Stabilitas. Perubahan disinfektan selama penyimpanan tidak menyebabkan

hilangnya daya germisidalnya.

4. Tidak beracun terhadap hewan maupun manusia. Idealnya bahan kimia harus sangat beracun terhadap mikroorganisme tetapi tidak terhadap manusia dan hewan.

5. Homogenitas. Bahan kimia murni umumnya seragam, tetapi campuran bahan kimia dapat kehilangan homogenitasnya.

6. Kemampuan untuk mencegah pencampuran dengan bahan organik. Banyak disinfektan mempunyai afinitas terhadap protein atau bahan organik tertentu lainnya.

7. Toksisitas terhadap mikroorganisme pada suhu kamar atau suhu tubuh. Tidak perlu meningkatkan suhu di luar suhu normal yang biasa ditemukan dalam lingkungan yang akan digunakan.

8. Kemampuan berpenetrasi. Aktivitas germisidalnya hanya terbatas pada bagian yang diterapkan, apabila disinfektan tidak dapat berpenetrasi melalui permukaaan.

9. Tidak korosif dan tidak menimbulkan warna. 10. Kemampuan menghilangkan bau.

11. Kemampuan sebagai suatu disinfektan yang juga bertindak sebagai deterjen (bahan pembersih) akan menyelesaikan dua tujuan dan kerja pembersihannya akan meningkatkan daya kerja dari disinfektan.

12. Ketersediaan. Disinfektan harus tersedia dalam jumlah yang besar dan dengan harga yang pantas.

Faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan-bahan disinfektan adalah (Fardiaz dan Jenie 1989):

(24)

2. Jenis mikroorganisme. Tidak semua disinfektan efektif terhadap semua jenis mikroorginsme, oleh karena itu, bahan kimia yang digunakan harus diketahui daya kerjanya terhadap jenis mikroorganisme yang akan dihancurkan.

3. Kondisi umum seperti pH, suhu, waktu, konsentrasi dan adanya bahan organik yang dapat mempengaruhi kecepatan dan efisiensi penghancuran mikroorganisme.

Jenis-jenis Disinfektan dan Mekanisme Kerja

Beberapa disinfektan yang biasa digunakan diantaranya adalah klorin, iodofor, peroksida fenol, klorheksidin, amonium kuartener, alkohol, dan aldehid (Kennedy et al. 2005).

1. Hipoklorit

Klorin sama halnya dengan iodin termasuk dalam kelompok halogen. Klorin dapat menghilangkan virus baik yang memiliki dan tidak memiliki amplop. Klorin juga efektif terhadap jamur, bakteri, dan ganggang, akan tetapi klorin tidak efektif terhadap spora. Klorin dapat menimbulkan korosi logam dan merusak kain. Klor dalam konsentrasi tinggi dapat mengganggu membran lendir, mata dan kulit. Bahan organik seperti kotoran dapat menonaktifkan disinfektan klorin. Oleh karena itu, permukaan harus dibersihkan sebelum menggunakan disinfektan klorin. Hasil maksimum didapatkan dengan melakukan kontak terhadap permukaan selama beberapa menit.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan kimia ini diantaranya ialah air yang digunakan untuk pengenceran harus memiliki pH antara 6-8. Daya kerjanya akan menurun apabila suhu aplikasi di bawah 65 °C. Penurunan suhu sampai 50 °C dapat menghilangkan daya kerja hingga setengahnya. Klorinasi air minum bagi ternak seharusnya tidak melebihi 6-10 ppm.

2. Iodin dan iodofor

(25)

harus diterapkan beberapa kali dengan tujuan untuk benar-benar mensterilkan. Iodin tinktur dapat sangat mengiritasi jaringan, bisa menodai kain dan menjadi korosif.

3. Alkohol

Alkohol biasanya digunakan untuk disinfektan topikal. Alkohol efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, serta virus beramplop. Alkohol tidak efektif melawan spora bakteri dan virus yang tidak memiliki amplop. Alkohol membutuhkan waktu untuk bekerja dan tidak dapat menembus bahan organik. Alkohol mengganggu jaringan dan mendenaturasi protein yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri pada luka terbuka, namun harga alkohol terlalu mahal.

4. Agen pengoksidasi

Peroksida seperti hidrogen peroksida sering digunakan untuk membersihkan luka. Daya kerja peroksida paling besar terhadap bakteri anaerob. Hidrogen peroksida bukan merupakan pembasmi virus dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Hidrogen peroksida berguna untuk membersihkan bagian bedah setelah penutupan, tetapi digunakan hanya sedikit untuk menghindari penetrasi jahitan yang akan menghambat penyembuhan.

Peroksida yang telah dicampur dan atau distabilkan dapat digunakan untuk disinfeksi permukaan peralatan. Peroksida yang stabil bisa dicampur dengan iodofor atau amonium kuartener. Beberapa produk efektif terhadap berbagai mikroorganisme patogen yang lebih luas termasuk virus beramplop dan tidak memiliki amplop, bakteri, jamur, dan spora bakteri.

5. Fenol

(26)

Virus tidak memiliki amplop termasuk bluetongue, Papilloma, Parvo dan Rotavirus. Bakteri umum pembentuk spora mencakup semua Clostridium

sp.

Fenol dapat mempertahankan aktivitasnya di dalam material organik, oleh karena itu bahan ini lebih berguna untuk merendam kaki dan daerah yang terdapat banyak bahan organik. Fenolik disinfektan (termasuk kresol dan minyak pinus) umumnya aman, tetapi dapat menyebabkan iritasi pada kulit yang terpapar.

6. Amonium kuartener

Amonium kuartener merupakan disinfektan yang efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, dan virus beramplop. Amonium kuartener tidak efektif melawan virus yang tidak beramplop, jamur dan spora bakteri. Senyawa ini dapat mengikat bahan organik termasuk sabun sehingga area yang akan didisinfeksi harus dibersihkan dan dibilas agar bebas dari sabun. Senyawa Amonium kuartener umumnya memiliki toksisitas yang rendah, tetapi dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan iritasi.

7. Aldehid

Aldehid memiliki spektrum yang luas sebagai pembunuh mikroorganisme. Glutaraldehid adalah bakterisida, pembasmi virus, fungisida, sporisida, dan parasitisida. Formaldehid sangat ampuh sebagai desinfektan, tetapi sangat beracun bagi manusia dan hewan. Penggunaannya hanya sebagai pilihan terakhir dan harus di bawah pengawasan, serta pengaturan ventilasi yang baik. Formaldehid menunjukkan efektivitasnya terhadap kriptosporidiosis.

(27)

Tabel 1 Pemilihan disinfektan (Kennedy et al. 2005) Komponen Klorin 0.01-5% Iodin iodofor 0.5-5% Klor-heksidin 0.05-0.5% Alkohol 70-95% Pengoksi-dasi 0.2-3% Fenol 0.2-3% Amonium kuartener 0.1-2% Aldehid 1-2%

Bakterisida Baik Baik Sangat baik

Baik Baik Baik Baik Sangat

baik Virusida Sangat

baik

Baik Sangat baik

Baik Baik Cukup Cukup Sangat

baik Virus

beramplop

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

Virus tidak berampolp

Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya

Spora bakteri Cukup Cukup Lemah Cukup Cukup baik

Lemah Lemah Baik

Fungisida Baik Baik Cukup Cukup Cukup Baik Cukup Baik

Protozoa Cukup Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Cukup

(ammonia)

Baik

Efektivitas dalam bahan organik

Lemah Cukup Cukup Cukup Lemah Baik Lemah Baik

Penghambatan oleh sabun

Tidak Ya dan tidak

Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak

Efektivitas di air berkapur

Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Ya

Waktu kontak (menit)

5-30 10-30 5-10 10-30 10-30 10-30 10-30 10-600

Aktvitas residu

Lemah Lemah Baik Cukup Lemah Lemah Cukup Cukup

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Daya Kerja Disinfektan Faktor-faktor yang mempengaruhi daya kerja disinfektan, diantaranya ialah jenis mikroorganisme yang mengontaminasi, derajat kontaminasi, jumlah protein yang terdapat pada material (protein dapat menyerap dan membuat bahan kimia menjadi tidak aktif), aktifitas dalam bahan organik, tipe dari bahan kimia (penting untuk mengetahui mekanisme kerja dalam memilih disinfektan yang tepat), konsentrasi dan kuantitas dari bahan kimia, waktu kontak dan suhu, aktivitas residu, serta dampak terhadap serat dan bahan metal, suhu pemakaian, pH, dan interaksinya dengan bahan lain, toksisitas terhadap lingkungan dan keamanan terhadap hewan serta harga (Kennedy et al. 2005; Rutala et al.2008).

(28)

disinfektan sehingga disinfektan kehilangan potensi biosidanya (terutama berlaku untuk biosida oksidatif). Tanah yang mengandung mikroorganisme dapat bertahan dalam celah peralatan, sehingga disinfektan tidak dapat menembus dan membunuh mikroorganisme. Dengan cara yang kurang reaktif, bahan organik membentuk penghalang yang dapat melindungi mikroorganisme dari efek disinfektan. Oleh karena itu, penting untuk menghilangkan atau membersihkan semua tanah selama tahap pembersihan dan menghilangkan semua residu kimia melalui pembilasan secara menyeluruh sebelum melaksanakan disinfeksi. Campuran zat lainnya (misalnya bahan kimia pembersih) dapat bereaksi secara kimia dengan disinfektan dan menghancurkan sifat antimikroba serta menonaktifkan senyawa kationik kuaterner amonium.

Daya kerja disinfektan dipengaruhi oleh pH dari air yang digunakan untuk pengenceran, dan hanya air dalam kisaran pH yang ditentukan oleh pabrik yang harus digunakan. Sebagai contoh, klorin berdisosiasi dalam air untuk membentuk HOC1 dan ion OCI. Pada pH 3-7.5, klorin hadir sebagai 'klorin bebas' HOC1 yang merupakan biosida kuat. Namun, pada air dengan pH di atas 7.5 mayoritas klorin hadir sebagai ion OC1, yang memiliki sekitar 1% dari tindakan biosidal dari HOC1. Diklorinasi basa deterjen tidak dapat dianggap biosida apabila hanya berisi klorin saja.

Waktu kontak merupakan titik kritis dalam disinfeksi, dan sebagian besar disinfektan membutuhkan setidaknya lima menit untuk mengurangi populasi bakteri dalam suspensi. Lima menit biasanya dipilih sebagai wakil dari waktu untuk disinfektan yang paling representatif, meskipun beberapa biosida (termasuk amfoterik dan senyawa amonium kuartener) melampirkan pada kemasan untuk memperpanjang waktu kontak, dan diklaim oleh produsen sebagai waktu kontak yang optimal. Saat mikroorganisme dikaitkan dengan produk makanan, produsen makanan dapat melakukan disinfeksi dengan meningkatkan waktu kontak melalui perendaman atau dosis bertingkat (Russel dan McDonnel 1999).

(29)
(30)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah tabung reaksi dan rak, cawan Petri, pipet volumetrik 0.1 dan 1ml, pinset, gelas ukur, bunsen, Vortex, kertas cakram dengan diameter 6 mm, dan inkubator.

Bahan yang digunakan adalah Buffered Peptone Water (Pronadisa Cat. 1402.00) 0.1%, Plate Count Agar (Acumedia 7157A), Saboroud Dextrose Agar

(Himedia M063-500G), Nutrien Agar (Oxoid CM0003), Nutrien Broth (Pronadisa Cat.1216.00), akuades steril, dan alkohol 70%.

Bakteri uji yang digunakan adalah S. aureus American Type Culture Collection (ATCC) 25923 yang mewakili bakteri Gram positif, sedangkan E. coli

ATCC 25922 yang mewakili bakteri Gram negatif.

Metode Penelitian Sampel

Sampel yang diuji adalah dua jenis disinfektan komersial dari produsen yang berbeda. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan perbedaan konsentrasi, yaitu:

A1 = Disinfektan dengan bahan aktif 2-aminoetanol 1-5%, C12-15 alkoholetoksilat 1-5%, alkil dimetil benzil amonium klorida 1-5%, 1,3 propanediamin, dan 2,2’ oksibisetanol dengan konsentrasi 0.4%

(31)

B1 = Disinfektan dengan bahan aktif 5-15% surfaktan non-ionik dan <5% surfaktan amfoterik dengan konsentrasi 1:80

B2 = Disinfektan dengan bahan aktif 5-15% surfaktan non-ionik dan <5% surfaktan amfoterik dengan konsentrasi 1:60

C = Kontrol atau air

Sampel kedua berupa botol pengemas yang telah didisinfeksi oleh produsen yogurt menggunakan dua jenis disinfektan dengan perbedaan cara pemakaian (bilas dan spray).

Kerangka Penelitian Bahan Aktif

Disinfektan

Konsentrasi

             

 

Pengujian

Pengujian Daya Kerja Disinfektan Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri

Pengujian untuk mengetahui daya bunuh disinfektan terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan menggunakan metode kertas cakram (Fardiaz dan Jenie 1989). Nutrien agar (7 ml) dalam tabung-tabung reaksi dicairkan dalam penangas air dan didinginkan hingga suhu 50 °C. Media agar tersebut diinokulasi dengan satu ose

A

B

1

2

Daya Hambat

Waktu Kontak

Aplikasi Daya Hambat

Waktu Kontak

(32)

kultur cair S. aureus (Gram positif) atau E. coli (Gram negatif) kemudian dituang ke dalam cawan Petri steril lalu dibiarkan hingga media memadat.

[image:32.595.108.486.69.709.2]

Dua kertas cakram dimasukkan ke dalam disinfektan menggunakan pipet steril dan ditiriskan. Cakram diletakkan di atas media agar yang mengandung mikroorganisme, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk di sekeliling kertas cakram. Diameter zona hambat diukur dari tepi kertas hingga tepi pertumbuhan dan dilakukan dari bagian bawah media agar, bukan dari permukaan media.

Gambar 1 Prosedur kerja daya bunuh disinfektan dengan metode kertas cakram.

Lama Waktu Kontak Disinfektan

Pengujian untuk mengetahui lama waktu kontak disinfektan dapat dilakukan dengan menggunakan uji pengenceran siap pakai (Fardiaz dan Jenie 1989). Kultur

Nutrien Agar (50 °C) Inokulasi bakteri (1 ose bakteri Gram negatif atau Gram positif)

Rendam kertas cakram ke dalam disinfektan (tiriskan)

Tuang ke dalam cawan Petri (biarkan memadat)

Letakkan kertas cakram di atas media

Inkubasi 37 °C selama 24 jam

(33)

S. aureus (Gram positif) dalam nutrien broth dituang ke dalam tabung berisi sejumlah batang-batang gelas steril. Kultur E. coli (Gram negatif) berumur 48 jam dimasukkan ke dalam tabung yang berisi sejumlah batang-batang gelas steril. Kultur bakteri dalam tabung kemudian dibuang dan batang-batang gelas steril diletakkan dalam cawan Petri yang terpisah dan dibiarkan mengering.

Satu batang gelas dimasukkan ke dalam tabung berisi disinfektan menggunakan pinset steril. Batang gelas dibiarkan dalam tabung disinfektan selama waktu kontak 1, 5, 10, 30, dan 60 menit. Setiap tabung diberi label waktu kontak sesuai dengan disinfektan yang digunakan agar tercatat dengan baik.

Larutan disinfektan dibuang pada akhir waktu kontak dengan membakar mulut tabung kemudian dengan hati-hati disinfektan dituang ke dalam sink (bak pencuci) tanpa membuang batang gelas. Batang gelas dimasukkan ke dalam tabung berisi akuades steril selama satu menit lalu dimasukkan ke dalam nutrien broth dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C.

Pengamatan hasil uji dilakukan dengan melihat pertumbuhan bakteri pada nutrien broth. Interpretasi hasil:

+ = Keruh, adanya pertumbuhan - = Jernih, tidak adanya pertumbuhan

Uji Keberhasilan Disinfeksi pada Botol Pengemas

Keberhasilan disinfeksi pada botol pengemas diuji dengan metode bilas (Fardiaz dan Jenie 1989). Larutan BPW 0.1% sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam botol yang telah didisinfeksi, ditutup rapat, dihomogenkan 10-12 kali, dan botol diputar-putar secara horizontal sebanyak 25 kali. Sebanyak 1.0 ml dan 0.1 ml suspensi tersebut dimasukkan ke dalam cawan Petri kemudian media PCA atau media SDA dituangkan dan dibiarkan memadat.

Hasil yang diamati dari uji ini adalah:

1. Jumlah kapang dan khamir, yaitu jumlah koloni yang tumbuh pada media SDA.

(34)

Jumlah koloni yang tumbuh pada kedua medium tersebut dihitung dan dinyatakan dalam jumlah koloni per wadah botol dengan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah koloni per wadah botol = Jumlah koloni dalam 1 ml × 20 ml

Atau

= Jumlah koloni dalam 0.1 ml×10×20 ml

Analisa data

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan Bakteri

Konsentrasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap daya kerja dari disinfektan. Disinfektan yang berperan sebagai pembunuh bakteri atau bakterisida dapat berubah menjadi bahan yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri atau bakteriostatik apabila konsentrasinya berkurang (Olowe et al. 2004). Dari hasil pengujian ini, dapat diketahui kemampuan disinfektan dalam menghambat pertumbuhan bakteri yang telah dibiakkan pada media agar berdasarkan diameter zona hambat, yaitu daerah bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram. Semakin besar zona hambat, maka semakin tinggi daya kerja dari bahan kimia tersebut bekerja sebagai disinfektan.

Pengujian dengan metode kertas cakram menggunakan dua jenis bakteri, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penggunaan kedua jenis bakteri tersebut untuk mengetahui daya bunuh disinfektan terhadap bakteri dari salah satu golongan Gram positif atau negatif saja, atau keduanya. Jenis mikroorganisme yang biasa tumbuh pada suatu media merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih disinfektan, karena masing-masing mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap satu bahan kimia (Fardiaz dan Jenie 1989). Daya bunuh disinfektan terhadap pertumbuhan mikroorganisme disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Daya bunuh 2 jenis disinfektan dengan 2 konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri

Kelompok Perlakuan Rataan dan simpangan baku diameter zona bening (cm)

Gram positif Gram negatif

A1 1.37±0.19b 0a

A2 2.06±1.02c 0a

B1 1.71±0.12b 0.79±0.14b

B2 1.49±0.24b 1.18±0.08c

C 0a 0a

(36)
[image:36.595.108.506.71.821.2]

Pada golongan bakteri Gram positif terlihat bahwa kelompok A2 memiliki rataan diameter zona hambat paling besar (2.06±1.02 cm) dan berbeda nyata (p<0.05) diantara kelompok lainnya. Kelompok B2 memiliki memiliki rataan zona hambat yang paling tinggi dan berbeda nyata (p<0.05) untuk golongan bakteri Gram negatif sebesar 1.18±0.08 cm. Hasil tersebut menunjukkan daya bunuh paling kuat untuk bakteri Gram positif adalah disinfektan kelompok A2, sedangkan kelompok B2 untuk bakteri Gram negatif. Perbedaan daya bunuh ini dipengaruhi oleh perbedaan bahan kimia dan konsentrasi dari masing-masing disinfektan.

Gambar 2 Zona hambat disinfektan terhadap pertumbuhan bakteri (dokumentasi pribadi).

Konsentrasi memiliki peran penting dalam menentukan daya kerja suatu disinfektan (Holah 1995a; Ray dan Bhunia 2008). Kelompok A2 dengan konsentrasi yang lebih tinggi memilki zona hambat lebih besar dibandingkan A1. Hal tersebut menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan daya kerjanya dalam membunuh bakteri. Kemampuan kelompok B2 dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok B1. Hasil ini juga membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi akan meningkatkan daya kerja dari disinfektan.

(37)

seperti alkil dimetil benzil klorida, yang masuk ke dalam kelompok amonium kuartener dan bahan lainnya yang termasuk golongan surfaktan nonionik. Amonium kuartener dapat membunuh kedua jenis bakteri, namun lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (Ray 2004; Dvorak 2008). Kelompok amonium kuartener bekerja membunuh bakteri dengan cara berikatan dengan fosfolipid dan protein pada membran sel sehingga mengganggu permabilitas sel. Pada bakteri Gram negatif dan Gram positif, amonium kuartener akan berikatan dengan protein membran sehingga dapat masuk dan merusak sel, akan tetapi bahan ini menimbulkan dampak yang kurang terhadap bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan pada membran sel bakteri Gram negatif terdapat lipoprotein dan lipopolisakarida. Selain itu, bakteri Gram negatif seperti P. aeruginosa memiliki komponen fosfolipid yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan resistensi terhadap amonium kuartener (Maris 1995).

Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif ditunjukkan oleh kelompok B1 dan B2. Kemampuan Kelompok ini dalam menghambat pertumbuhan Bakteri Gram positif dan negatif disebabkan surfaktan amfoterik sebagai bahan aktif dari kelompok B1 dan B2 mampu menghambat

Dinding sel

(Peptidoglikan dan LPS)

Sitoplasma Dinding sel (peptidoglikan)

Membran sitoplasma Membran luar

[image:37.595.113.507.383.618.2]

Pori

Gambar 3 Target potensial untuk biosida (Denyer dan Stewart 1998). Reaksi anabolik

dan metabolik, asam nukleat

Integritas terstruktur, gerbang respirasi, dan transportasi

(38)

pertumbuhan bakteri Gram negatif lebih baik dari amonium kuartener (Holah 1995b). Komponen asam amino pada surfaktan dapat menembus dinding sel dan membran sitoplasma sehingga merusak sel.

Daya Kerja Disinfektan berdasarkan Lama Waktu Kontak

Uji pengenceran siap pakai bertujuan untuk melihat lamanya waktu kontak yang efektif bagi disinfektan dengan konsentrasi tertentu untuk membunuh mikroorganisme. Mikroorganisme yang dipakai dalam uji ini adalah bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penggunaan dua jenis bakteri dalam pengujian ini untuk mengetahui daya kerja disinfektan terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif dengan waktu kontak yang berbeda. Daya kerja disinfektan berdasarkan lama waktu kontak disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Daya kerja disinfektan dalam menghambat pertumbuhan bakteri berdasarkan lama waktu kontak

Kelompok perlakuan

Pertumbuhan waktu kontak (menit) Gram positif Gram negatif

1 5 10 30 60 1 5 10 30 60

A1 + + + + + + + + + +

A2 + + +/- +/- +/- + + + + +

B1 - - -

B2 - - -

C - - -

Keterangan: + = tumbuh; - = tidak tumbuh; +/- = ragu-ragu

Tabel 3 menunjukkan kelompok B1 dan B2 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif dari menit pertama hingga menit ke 60. Hal ini berbeda dengan kelompok A1 dan A2 yang tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif hingga menit ke 60. Ketidakmampuan kelompok A1 dan A2 dalam membunuh bakteri disebabkan daya kerja dari amonium kuartener tidak bergantung pada waktu kontak tetapi bergantung pada konsentrasi (Chaidez et al. 2007). Amonium kuartener dalam konsentrasi tinggi dapat bertindak sebagai bakterisida, akan tetapi dalam konsentrasi rendah hanya akan bertindak sebagai bakteriostatik (Ray 2004).

(39)

membunuh bakteri, baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif dalam waktu kontak yang singkat. Waktu kontak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya kerja dan efisiensi disinfektan. Semakin cepat waktu kontak yang dibutuhkan oleh disinfektan untuk membunuh bakteri, maka semakin efektif disinfektan tersebut. Waktu kontak yang singkat juga akan meningkatkan efisiensi dari penggunaan disinfektan tersebut (Holah 1995a). Kemampuan kelompok B dalam membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif sejalan dengan hasil yang diperoleh pada pengujian daya bunuh bakteri menggunakan metode cakram.

Gambar 4 A.Tabung dengan adanya pertumbuhan bakteri, B. tidak tumbuh, C. kontrol positif (kiri) dan kontrol negatif (kanan) (dokumentasi pribadi).

Waktu kontak dapat dipersingkat dengan meningkatkan konsentrasi, akan tetapi peningkatan konsentrasi dapat meningkatkan biaya produksi. Hal tersebut dikarenakan dengan meningkatnya konsentrasi yang digunakan, maka dimungkinkan akan semakin banyak jumlah atau volume disinfektan yang dibutuhkan.

(40)

Keberhasilan Disinfeksi Botol Pengemas oleh Produsen Yogurt Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologik

Kemasan memiliki peranan penting dalam industri pangan. Hal ini disebabkan kemasan berfungsi untuk melindungi produk pangan dari kerusakan pada saat penjualan dan penyimpanan. Bahan pengemas yang digunakan dalam industri pangan harus dalam kondisi baik, agar dapat mempertahankan mutu makanan didalamnya serta melindungi makanan terhadap pengaruh luar seperti sinar, panas, kelembaban, kotoran, benturan, dan lain-lain. Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, membentuk/menimbulkan racun, atau menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan, serta tidak berpengaruh atau menimbulkan reaksi dengan produk yang didalamnya. Bahan pengemas yang digunakan harus tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran. Sebelum digunakan, bahan pengemas perlu dipastikan kebersihan dan kondisinya dan jika perlu dibersihkan dan didisinfeksi apabila penggunaan kemasan harus dalam kondisi yang aseptik.

Keberhasilan disinfeksi pada botol pengemas menggunakan disinfektan ditentukan juga oleh cara pemakaian dan pekerja yang melakukan disinfeksi. Disinfeksi bertujuan untuk mengurangi atau menurunkan tingkat kontaminasi mikroorganisme pada produk pangan. Oleh karena itu, keberhasilan disinfeksi dapat ditinjau dari jumlah total mikroorganisme dan jumlah cendawan pada botol pengemas. Jumlah koloni yang tumbuh pada masing-masing media dapat dilihat pada Tabel 4, Gambar 5, dan Gambar 6.

Tabel 4 Keberhasilan disinfeksi botol pengemas yogurt berdasarkan jumlah total mikroorganisme dan jumlah cendawan

Kelompok perlakuan

Rataan jumlah total mikroorganisme ± simpangan baku (cfu/ml)

Rataan jumlah cendawan ± simpangan baku (cfu/ml)

Bilas Spray Bilas Spray

A1 7.5×104±1.2×105 1.5×105±2.1×105 2.1×105±2.8×105 2.7×105±6.4×104

A2 2.1×104±2.6×104 1.7×104±1.6×104 1.9×104±3.2×103 2.2×103±1.4×103

B1 6.3×104±8.5×104 9.2×104±7.6×104 2.8×105±3.9×105 2.4×105±1.0×104

B2 1.2×105±1.6×105 7.1×104±1.4×105 1.2×105±1.3×105 2.1×105±1.0×104

(41)
[image:41.595.99.509.70.817.2]

Gambar 5 Rataan jumlah total mikroorganisme berdasarkan perbedaan cara pemakaian disinfektan.

Gambar 6 Rataan jumlah cendawan berdasarkan perbedaan cara pemakaian disinfektan.

Hasil pada Tabel 4, Gambar 5, dan Gambar 6 menunjukkan bahwa botol pengemas yogurt yang tidak dilakukan disinfeksi mengandung sejumlah koloni mikroorganisme dan cendawan yang dapat mengontaminasi produk. Hal tersebut menunjukkan pentingnya disinfeksi dalam rangka mengurangi atau

2.3x103 7.5x104 2.1x104 6.3x104 1.2x105 1.5x105 1.7x104 9.2x104 7.1x104 7.9x103 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

A1 A2 B1 B2 C

jumlah total mikroorganisme (cfu/ml) kelompok disinfektan Bilas Spray kontrol 2.1x105 1.9x104 2.8x105 1.2x104 2.7x105 2.2x103 2.4x105 2.1x105 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

A1 A2 B1 B2 C

(42)

menghilangkan mikroorganisme sehingga dapat menurunkan tingkat kontaminasi terhadap produk. Spray dan perendaman merupakan cara pemakaian disinfektan yang umum digunakan. Menurut Sukhija et al. (2010) dan Hiraguchi et al. (2012), cara pemakaian dengan perendaman lebih efektif dibandingkan dengan spray karena menjamin lebih banyak kontak dengan permukaan wadah sehingga kontak dengan mikroorganisme juga lebih banyak, akan tetapi perendaman memakan waktu yang lebih lama.

Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah koloni yang terbentuk pada semua botol yang telah didisinfeksi ternyata lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol atau blanko. Blanko merupakan botol yang tidak diberikan perlakuan apa pun. Banyaknya jumlah koloni yang terbentuk dimungkinkan akibat cara pencucian yang tidak baik dan benar sehingga terjadi kontaminasi pada saat disinfeksi maupun sesudahnya. Kontaminasi setelah disinfeksi diduga berasal dari udara, air, dan pekerja. Kontaminasi melalui udara dimungkinkan terjadi saat proses pengeringan setelah pencucian dengan disinfektan. Higiene pekerja yang kurang baik seperti tidak mencuci tangan menggunakan sabun ataupun tidak menggunakan sarung tangan sebelum melakukan disinfeksi botol pengemas juga diduga sebagai penyebab kontaminasi. Hasil ini menunjukkan kegagalan dari disinfeksi yang dilakukan oleh produsen yogurt karena tujuan yang diinginkan dari proses ini tidak tercapai.

Amonium kuartener dan surfaktan amfoterik memiliki kemampuan yang sama sebagai fungisida (Holah 1995b), akan tetapi daya kerjanya berbeda terhadap bakteri. Surfaktan amfoterik memiliki daya kerja yang lebih baik terhadap bakteri Gram negatif dilihat dari hasil pengujian daya bunuh dan waktu kontak. Tingkat kontaminasi kapang dan khamir dapat diturunkan dengan melakukan disinfeksi menggunakan disinfektan yang memiliki daya kerja yang baik sebagai fungisida.

(43)
(44)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Daya bunuh yang paling baik terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif adalah disinfektan dengan bahan aktif 5-15% surfaktan nonionik dan <5% surfaktan amfoterik dengan konsentrasi 1:60

2. Disinfektan dengan bahan aktif 5-15% surfaktan nonionik dan <5% surfaktan amfoterik adalah yang paling baik berdasarkan lama waktu kontak.

3. Tingginya jumlah total mikroorganisme dan jumlah cendawan dalam botol pengemas yang telah didisinfeksi terkait dengan metode aplikasi yang kurang benar dan higiene pekerja yang masih kurang.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain ialah:

1. Pekerja perlu meningkatkan higiene personal dan memakai sarung tangan sebelum melakukan disinfeksi botol pengemas yogurt agar tidak terjadi kontaminasi setelah disinfeksi.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Arican A, Andic S. 2011. Survival of E. coli O157:H7 in yoghurt incubated until two different pH value and stored at 4 °C. Kafkas Univ Vet Fak Derg 17 (4): 537-542.

[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tentang Pangan. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Brody AL, Bugusu B, Han JH,Sand CK, McHugh TH. 2008. Innovative food packaging solutions. J Food Sci 78(3): 8107-8114.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Yogurt. SNI 2981: 2009.

Chaidez C, Lopez J, Campo NC. 2007. Quaternary amonium compounds: an alternative disinfection method for fresh produce wash water. J Water and Health 5(2): 329-333.

Denyer SP, Stewart GSAB. 1998. Mechanism of action of disinfectants. Int. Biodeterioration and Biodegradation 41(1-4): 261-268.

Dvorak G. 2008. Desinfection 101. Ames: Center of Security and Public Health, IOWA State University.

Fardiaz S, Jenie BSL. 1989. Uji Sanitasi Dalam Industri Pangan. Ed ke-2.Bogor: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Unibersitan Pangan Dan Gizi Institu Pertanian Bogor hlm 10-72.

Hiraguchi H, Kaketani M, Hirose H, Yoneyama T. 2012. Effect of immersion disinfection of alginate impressions in sodium hypochlorite solution on the dimensional changes of stone models. Dental Materials J 31 (2): 280-286.

Holah JT. 1995a. Desinfection of food production areas. Rev Sci Tech Off Int Epiz 14(2): 343-363.

Holah JT. 1995b. Special needs for disinfectants in food handling establishments.

Rev Sci Tech Off Int Epiz 14(1): 95-104.

Hongisto SM, Paajanen L, Saxelin M, Korpela R. 2006. A combination of fibre rich rye bread and yoghurt containing Lactobacillus GG improves bowel function in women with self-reported constipation. Euro J Clin Nutr 60: 319-324.

(46)

Maris P. 1995. Modes of action of disinfectants. Rev Sci Tech Off Int Epiz 14(1): 47-55.

Marsh K, Bugusu B. 2007. Food packaging—roles, materials, and environmental issues. J Food Sci 72: 39-55.

McLandsborough LA. 2005. Food Microbiology Laboratory. New york: CRC Pr.

Montagna MT, Errol R, Sanapo S, Caggiano G, Bagordo F, Donno A. 1998. J Prevent Med Hyg 39: 68-70.

Moreira SR, Schwan RF, Carvalho EP, Wheals AE. 2001. Brazilian J Microbiol

32: 117-122.

Olowe OA, Olayemi AB, Eniola KIT, Adeyeba OA. 2004. Anti bacterial activity of some disinfectants regulary used in hospital. African J Clin and Experiment Microbiol. 5(1):126-130.

Oyeleke SB. 2009. Microbial assessment of some commercially prepared yoghurt retailed in Minna, Niger State. African J Clin and Experiment Microbiol

3(5): 245-248.

Rahman AS, Fardiaz WP, Rahayu, Suliantari, Nurwitri CC. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Ray B. 2004. Fundamental Food Microbiology. Ed ke-3. New York: CRC Pr.

Ray B, Bhunia A. 2008. Fundamental Food Microbiology. Ed ke-4.United State of America: CRC Pr.

Robertson G. 2006. Food Packaging Principles and Practices. Ed ke-2. Boca Raton, Fla: Taylor & Francis.

Russel DA, Mcdonnell G. 1999. Antiseptics and disinfectants: activity, action, and resistance. Clin Microbiol Rev 12(1): 147-179.

Rutala WA, Weber DJ, Weinstein RA, Siegel JD, Pearson ML, Chinn RYW, Maria AD, Lee JT, Scheckler WE, Stover BA, Undewood MA. 2008.

Guideline for Disinfection and Sterilization in Health Care Facilities. United State of America: Departement of Health and Human Services.

(47)

Salomskiene J, Macioniene I. 2009. The influence of contamination yoghurt, quark, and semi-hard cheese by yeast on their sensory properties. Vet Med Zoo 48(70): 72-76.

Sugiarto. 1997. Proses pembuatan dan penyimpanan yoghurt yang baik.

Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1: 62-69.

Sukhija U, Rathee M, Kukreja N, Khidria S, Singh V, Palaskar J. 2010. Efficacy of various disinfectants on dental impression materials. In J of Dent Scie. 9(1).

Taylor JH, Rogers SJ, Holah JT. 1999. A comparison of the bactericidal efficacy of 18 disinfectants used in the food industry againts Eschrchia coli O157:H7 and Pseudomonas aeruginosa at 10 and 20 °C. J Appl Microbiol 87: 718-725.

(48)
(49)
[image:49.595.97.500.85.794.2]

Tabel 1 Daya bunuh 2 jenis disinfektan dengan 2 konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri

Kelompok perlakuan

Zona Penghambatan (cm)

Gram positif Gram negatif

A1 1.49 1.62 0 0

A1 1.54 3.60 0 0

A2 1.41 1.50 0 0

A2 1.11 1.48 0 0

B1 1.88 1.60 0.66 0.71

B1 1.67 1.69 0.99 0.83

B2 1.59 1.79 1.30 1.13

B2 1.26 1.32 1.13 1.17

C 0 0 0 0

Tabel 2 Daya kerja disinfektan dalam menghambat pertumbuhan bakteri berdasarkan lama waktu kontak

Kelompok perlakuan

Pertumbuhan waktu kontak (menit)

Gram positif

Pertumbuhan waktu kontak (menit)

Gram negatif

1 5 10 30 60 1 5 10 30 60

A1 + + - - + + + + + +

A1 + + + + + + + + + +

A2 + + + + + + + + + +

A2 + + + + + + + + + +

B1 - - - - - -

B1 - - - - - -

B2 - - - - - -

B2 - - - - - -

C - - - - - -

Keterangan: + = tumbuh; - = tidak tumbuh

Tabel 3 Jumlah total mikroorganisme dan jumlah cendawan

Kelompok perlakuan Unit koloni per cm

2

(PCA) Unit koloni per cm

2

(SDA) 0.1 mL 1 mL 0.1mL

Spray A1 488 x 4 268 x 8 285 x 4

Spray A1 408 399 x 4

Bilas A1 5 196 22

Bilas A1 306 x 4 555 x 4 250 x 8

B2 386 x 4 259 x 4

B2 147 206 x 4 122

Spray B2 77 143 x 4 345 x 4

(50)

Spray A2 205 131 x 4 16

Spray A2 84 117 6

Bilas A2 300 149 x 4 107

Bilas A2 34 245 84

Spray B1 177 x 4 230 x 4 330 x 4

Spray B1 215 x 4 229 x 8 272 x 4

Bilas B1 235 x 4 271 x 8 350 x 8

Bilas B1 78 258 31

C 36 70 145

C 104 113 80

4. Perhitungan statistik Daya Bunuh Disinfektan terhadap Pertumbuhan

Bakteri menggunakan software SPSS

Interaksi

Homogeneous Subsets

VAR00002 Duncan

VAR0000

1 N

Subset

1 2 3 4

C 4 .0000

Gram-A1 4 .0000 Gram-A2 4 .0000

Gram-B1 4 .7975

Gram-B2 4 1.1825 1.1825

Gram+A1 4 1.3750

Gram+B2 4 1.4900

Gram+B1 4 1.7100 1.7100

Gram+A2 4 2.0625

Sig. 1.000 .146 .070 .182

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = .132.

(51)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengertian yogurt dalam SNI No. 01-2981-2009 adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstruksi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2009). Susu yang merupakan bahan dasar yogurt adalah sumber makanan dengan kandungan gizi yang baik untuk manusia. Kandungan gizi pada susu tidak hanya baik untuk manusia, tetapi juga baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Keberadaan mikroorganisme di dalam susu dapat berasal dari individunya sendiri atau berasal dari kontaminasi lingkungan, peralatan, dan pekerja. Kontaminasi pada produk pangan dapat terjadi melalui berbagai cara, sehingga dibutuhkan penanganan yang khusus selama proses pengolahan untuk mengurangi atau mencegah kontaminasi.

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman bagi industri pangan, mengenai tata cara berproduksi yang baik. Salah satu kegiatan dari GMP adalah sanitasi dan higiene. Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima di dalam tempat produksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air. Hal-hal tersebut merupakan aspek yang sangat penting dalam setiap proses penanganan pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya proses pengolahan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta mencegah terjadinya kontaminasi silang. Program higiene dan sanitasi yang efektif merupakan kunci untuk pengendalian pertumbuhan mikroorganisme pada produk dan industri pengolahan makanan.

(52)

wadah produk merupakan rute yang paling penting untuk pengendalian kontaminasi sebagai dasar dari pelaksanaan program sanitasi. Disinfeksi terhadap wadah dan peralatan harus efektif, sehingga produk pangan bebas dari kontaminasi mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Proses untuk mengurangi kontaminasi dapat dilakukan dengan sanitasi. Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu pembersihan dan sanitasi. Pembersihan yaitu menghilangkan kotoran baik yang terlihat maupun tidak seperti sisa makanan, debu, dan tanah yang merupakan media bagi pertumbuhan mikroorganisme. Sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah makanan. Disinfeksi merupakan tahap akhir dalam program sanitasi yang bertujuan untuk menghilangkan residu dari produk dan benda asing, serta mengurangi jumlah mikroorganisme untuk menjamin keamanan dan kualitas bahan pangan (Taylor et al. 1999).

Sanitasi wadah dan alat-alat pengolahan ditujukan untuk membunuh sebagian besar atau semua mikrorganisme yang terdapat pada bagian permukaan. Dalam disinfeksi, jenis disinfektan, konsentrasi yang digunakan, suhu, dan metode yang diterapkan bervariasi tergantung dari jenis wadah dan alat-alat yang akan dibersihkan serta jenis mikroorganisme yang akan dibasmi. Sanitasi pada wadah pengemas produk pangan yang sering dilakukan diantaranya menggunakan air panas, uap panas, halogen (klorin atau iodin), turunan halogen, dan komponen amonium kuartener (Fardiaz dan Jenie 1989).

(53)

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui daya kerja dari beberapa jenis disinfektan yang digunakan untuk disinfeksi botol pengemas yogurt ditinjau berdasarkan perbedaan bahan aktif dan konsentrasi, serta mengetahui keberhasilan disinfeksi pada botol pengemas yang dilakukan oleh produsen yogurt berdasarkan perbedaan cara pemakaian.

Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui konsentrasi dan waktu kontak dari beberapa jenis disinfektan yang tepat untuk disinfeksi botol pengemas yogurt.

2. Mengetahui jenis disinfektan yang efektif untuk disinfeksi botol pengemas yogurt, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk memilih disinfektan sesuai kebutuhan atau tujuan yang ingin dicapai oleh pihak industri pangan.

(54)

TINJAUAN PUSTAKA

Yogurt

Yogurt adalah produk susu yang dihasilkan dari fermentasi susu. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat yang berperan memberikan sifat karakteristik tekstur dan rasa pada yogurt (Arican dan Andic 2011). Yogurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstruksi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2009).

Konsumsi yogurt oleh manusia dapat meningkatkan kesehatan karena memiliki nilai gizi yang tinggi terutama untuk kesehatan pencernaan (Oyeleke 2009). Konsumsi yogurt secara teratur dapat digunakan sebagi terapi dalam mengurangi keparahan sulit buang air besar (Sairanen et al. 2007; Hongisto et al.

2006). Produk ini dapat dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa, yaitu ketidakmampuan atau ketidakcukupan tubuh dalam mengabsorbsi laktosa (gula susu) akibat kekurangan enzim laktase. Proses pengolahan susu menjadi yogurt dapat menurunkan kadar laktosa sekitar 30%, sehingga jika dikonsumsi oleh penderita intoleransi laktosa tidak akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang merugikan. Yogurt juga mampu menurunkan kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung, dan mencegah kanker saluran pencernaan (Winarno dan Fernandez 2007). Oleh sebab itu, pengolahan susu segar menjadi yogurt sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani maupun menunjang kesehatan.

Pada dasarnya pembuatan yogurt meliputi pemanasan susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi susu tersebut. Pengolahan yogurt dimulai dengan persiapan starter atau kultur, yaitu membiakkan kultur murni S. thermophilus dan

(55)

selama 3-6 jam sampai diperoleh keasaman yang diinginkan yaitu 0.85-0.95 persen (asam laktat) dengan nilai pH 4.4-4.5. Setelah itu produk didinginkan sampai suhu 5 °C (Winarno dan Fernandez 2007; Ray 2004).

Kerusakan dan Penurunan Mutu Yogurt

Yogurt merupakan produk pangan yang mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme (Montagna et al. 1998). Kontaminasi mikroorganisme pada yogurt dapat menyebabkan kerusakan dan penurunan mutu yogurt. Kerusakan dan penurunan mutu yogurt biasanya disebabkan oleh kontaminasi silang dari udara pada ruang pengemasan, peralatan untuk pengisian, buah-buahan atau sirup yang ditambahkan dan kontaminasi wadah pengemas. Kerusakan yogurt umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme, khususnya adalah kapang dan khamir yang relaif tahan asam. Kontaminasi kapang dan khamir pada umumnya terkait dengan praktik higiene yang buruk selama proses pengemasan (Moreira et al. 2001).

Kondisi pertumbuhan seperti pH yang rendah, kadar kelembaban yang rendah, dan tingginya kadar garam tidak cocok untuk beberapa spesies bakteri. Mikroorganisme perusak seperti kapang dan khamir umumnya kurang sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan sehingga masih mungkin tumbuh dan berkembang di dalam yogurt (Rahman et al. 1992). Khamir dapat menyebabkan beberapa kerusakan pada rasa, bau, dan tekstur. Perubahan tersebut terjadi akibat aktivitas metabolik yang tergantung pada degradasi laktosa atau senyawa dari hidrolisisnya, sekresi enzim lipolitik dan proteolitik, asimilasi garam organik, dan kemampuan untuk berkembang biak pada suhu rendah (5-10 °C) (Salomskiene dan Macioniene 2009).

(56)

biasanya disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Bacillus spp, Acetobacter

yang dapat menyebabkan pembusukan pada produk.

Pengemasan Yogurt

Kemasan merupakan bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak (BPOM 1996). Prinsip atau tujuan pengemasan produk makanan adalah untuk melindungi produk makanan dari pengaruh lingkungan dan kerusakan (Marsh dan Bugusu 2007). Fungsi utama kemasan adalah melindungi dan mencegah produk pangan dari kontaminasi (Robertson 2006). Fungsi ini melibatkan perpanjangan umur simpan, memelihara kualitas dan keamanan makanan, melindungi makanan dari pengaruh lingkungan seperti panas, cahaya, ada atau tidak adanya kelembaban, oksigen, tekanan, enzim, bau, mikroorganisme, serangga, kotoran dan partikel debu, gas, dan sebagainya (Brody

et al. 2008). Bahan kemasan yang biasa digunakan dalam pengemasan makanan termasuk pangan cair adalah kaca, logam seperti alumunium foil, kertas, plastik, dan lainnya.

Bahan pengemas yang digunakan dalam industri pangan harus dalam kondisi baik, agar dapat mempertahankan mutu makanan didalamnya serta melindungi makanan terhadap pengaruh luar seperti sinar, panas, kelembaban, kotoran, benturan, dan lain-lain. Bahan pengemas yang digunakan tidak boleh beracun, membentuk atau menimbulkan racun, menimbulkan penyimpangan yang membahayakan kesehatan, serta tidak berpengaruh atau menimbulkan reaksi dengan produk yang didalamnya. Bahan pengemas yang digunakan harus tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan dan peredaran. Sebelum digunakan, bahan pengemas perlu dipastikan kebersihan dan kondisinya dan jika perlu dibersihkan dan didisinfeksi apabila penggunaan kemasan harus dalam kondisi yang aseptik (bebas dari mikroorganisme).

(57)

dapat dibuat menjadi lembaran, berbagai bentuk dan struktur, serta memiliki fleksibilitas desain yang cukup besar. Plastik secara kimiawi tahan, murah dan ringan dengan berbagai sifat fisik dan optik. Plastik juga mudah untuk dicetak dan dapat diintegrasikan ke dalam proses produksi tempat paket tersebut terbentuk, diisi, dan disegel di lini produksi yang sama. Kerugian utama dari plastik adalah permeabilitas terhadap cahaya, gas, uap, dan berat molekul rendah (Marsh dan Bugusu 2007). Perubahan bentuk yang dapat terjadi pada kemasan plastik adalah mengkerut atau menggembungnya botol akibat reaksi yang terjadi di dalamnya.

Permukaan yang kontak dengan bahan pangan harus lebih diperhatikan keamanannya, seperti:

a) Semua peralatan dan perlengkapan ya

Gambar

Tabel 1 Pemilihan disinfektan (Kennedy et al. 2005)
Gambar 1 Prosedur kerja daya bunuh disinfektan dengan metode kertas cakram.
Gambar 2 Zona hambat disinfektan terhadap pertumbuhan bakteri (dokumentasi
Gambar 3 Target potensial untuk biosida (Denyer dan Stewart 1998).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hall (1980), pada proses pengeringan komoditas pertanian terjadi dua proses dasar yaitu pindah panas untuk menguapkan cairan bahan dan pindah massa akibat adanya

Berdasarkan fenomena diatas bahwa pelanggan yang merasa puas maka akan memiliki loyalitas yang tinggi dengan produk yang digunakan, dalam hal ini pelanggan merasa dimudahkan

Berdasarkan hasil analisa SWOT pada tabel 1 di atas dan strategi bisnis yang akan dicapai, maka peneliti memfokuskan penelitian ini untuk meng- ukur kondisi saat ini

Pengungkapan risiko utang Pemerintah dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai perkembangan risiko dalam kurun waktu lima tahun dan proyeksi risiko utang pada

Hasil triangulasi data yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian ini menunjukan bahwa keterlibatan gereja sebagai bentuk rasa kewajibanya terhadap pembinaan moral anak-anak

Hasil pengamatan singkat yang penulis lakukan di beberapa Sekolah Dasar di Kecamatan Klirong mengenai peran guru penjasorkes melalui usaha kesehatan sekolah dikatakan belum

Jika setelah pengukuran poligon tersebut ada pengukuran titik kontrol horisontal yang lebih teliti, misalnya dengan GPS Geodetic, di titik BM.1 dan Titik-1, maka nilai azimuth

Jika faktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih,tetapi hanya terjadi memar pada diding buli-buli dengan hematura tanpa ekstravasasi