• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah askep trauma urinaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah askep trauma urinaria"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada.

Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik.

Trauma sistem perkemihan bisa terjadi karena trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul sistem perkemihan lebih besar tingkat kejadiannya 80 – 90% dibandingkan dengan trauma tajam yang mencapai 10 – 20%. Biasanya cedera saluran kemih disertai dengan trauma pada struktur organ lain, kecuali cedera atrogenik yang umumnya merupakan cedera tunggal.

Melihat akibat yang ditimbulkan dari trauma urinaria, maka kami dari kelompok akan menjelaskan makalah laporan pendahuluan dan konsep asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem perkemihan sebagai penunjang kegiatan perkuliahan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud dengan trauma urinaria? b. Bagaimana tanda dan gejalanya?

c. Apa saja klasifikasi dari trauma urinaria? d. Bagaimana komplikasinya?

(2)

e. Bagaimana asuhan keperawtan pada trauma urinaria yang salah satunya trauma VU?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah gawat darurat 1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui definisi dari trauma urinaria

b. Mengetahui tanda dan gejala dari trauma urinaria c. Mengetahui klasifikasi trauma urinaria

d. Mengetahui komplikasi trauma urinaria

(3)

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI TRAUMA URINARIA

Trauma urinaria atau trauma pada saluran perkemihan merupakan adanya benturan pada saluran perkemihan (ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra). Pada laki-laki dapat pula mengenai scrotum, testis dan prostat.

Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).

Limbah metabolik harus disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang melalui saluran kemih, karena itu setiap cedera yang mempengaruhi proses tersebut bisa berakibat fatal. Mencegah kerusakan menetap pada saluran kemih dan mencegah kematian tergantung kepada diagnosis dan pengobatan yang tepat.

2.2 KLASIFIKASI TRAUMA URINARIA 2.2.1 Trauma Ginjal

(4)

Definisi Trauma Ginjal

Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.

Etiologi trauma ginjal :

a. Trauma tumpul ( tersering ).

Perkelahian, terjatuh, olah raga dengan kontak, kecelakaan lalu lintas.

b. Trauma tembus

Tembakan, ruda paksa tusukan, senjata tajam. c. Akselerasi / Deselerasi

Kecelakaan lalu lintas yang mengenai pedical ginjal. d. Tatrogenik

Biopsi ginjal, koliktomi. e. Ginjal patologis

Ginjal patologis lebih mudah terjadi trauma sehubungan dengan lemahnya pertahanan ginjal ( seperti : Ginjal polikistik, hidronefrosis, ginjal ektopik).

f. Trauma yang akibat ESWL (extracorporeal shock wave lithotripsy) suatu prosedur rutin untuk menghancurkan batu ginjal) bisa menyebabkan ditemukannya darah dalam air kemih yang sifatnya sementara, tidak terlalu jelas dan akan membaik dengan sendirinya, tanpa pengobatan khusus.

(5)

Klasifikasi Trauma Ginjal

Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle

a. Grade I Lesi meliputi :  Kontusi ginjal

 Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem pelviocalices

 Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang) 75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal

b. Grade II Lesi meliputi:

 Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine

 Sering terjadi hematom perinefron

Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal

c. Grade III Lesi meliputi:  Ginjal yang hancur

 Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal 5 % dari keseluruhan trauma ginjal

(6)

d. Grade IV Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:  Avulsi pada ureteropelvic junction

 Laserasi dari pelvis renal Patofisiologi Trauma Ginjal

Ginjal merupakan organ yang banyak mengandung urine dan darah yang terlindung oleh lapisan lemak, tulang rusuk dan otot abdomen. Karena benturan yang keras, maka benturan ini akan diteruskan kesemua tekanan hidrostatik dan capsula fibrosa parenkhim ginjal yang selanjutnya menyebabkan kerusakan.

Manifestasi klinis dari trauma ginjal meliputi

 Rasa sakit / nyeri daerah trauma ginjal bahkan sampai syok.  Hematuri.

 Hematom pada pinggang.  Teraba masa pada pinggang.  Nyeri tekan pada daerah trauma.

Pemeriksaan laboratorium / diagnostic untuk trauma ginjal  Hematokrit menurun ( karena perdarahan ).

 HB menurun.

 Pemeriksaan IVP : Memperlihatkan suatu daerah berwarna abu-abu didaerah trauma karena hematom dan ekstravasi urine.

 Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasi urine pada sisi yang terkena.

 CT Scan : Untuk mendeteksi hematom retroperineal dan konfigurasi ginjal.

Diagnosa banding:

 Fraktur vertebra / iga dan hematom retroperineal.  Trauma traktus urogenitalis lain.

(7)

Penatalaksanaan:  Konservatif 1. Istirahat total. 2. Transfusi. 3. Obat-obat konservatif.  Operatif

1. Operasi untuk penjahitan suatu laserasi bila fungsi ginjal masih baik.

2. Nefrotomi.

Komplikasi

 Awal : Infeksi, perdarahan.

 Lanjut : Stenosis CuptureC dari arteri ginjal, hipertensi, hidronefrosis.

2.2.2 Trauma Ureter

Definisi

Sebagian besar trauma ureter (saluran dari ginjal yang menuju ke kandung kemih) terjadi selama pembedahan organ panggul atau perut, seperti histerektomi, reseksi kolon atau uteroskopi. Seringkali terjadi kebocoran air kemih dari luka yang terbentuk atau berkurangnya produksi air kemih. Trauma ureter jarang sekali terjadi karena struktunya fleksibel

(8)

Etiologi

 Operasi daerah punggung dan abdomen, dimana ureter terpotong.  Tindakan kateterisasi : ujung kateter menembus dinding ureter.  Pemasukan zat alkali terlalu kuat.

Manifestasi Klinis

 Anuria / oliguria berat setelah pembedahan didaerah pelvis dan abdomen.

 Nyeri daerah panggul.  Ekstravasase urine.

 Drainase urine melalui luka operasi.  Ileus terus menerus.

Pemeriksaan laboratorium / upture

 Tes fungsi ginjal : abnormal bila traumanya bilateral.  Urografi ekskresi : ekstravasase urine.

 Urografi retrogad : menentukan sifat dan tempat trauma.

Diagnosa banding

 Vesikovagina dan uretrovaginal.  Kausa CuptureC dan anuria pre renal.

Patofisiologi

Karena fungsi ureter sebagai saluran pengaliran urine dari ginjal ke vesika urinaria. Apabila terjadi trauma pada ureter, maka akan terjadi gangguan aliran atau terjadinya ekstravasase urine dan manifestasi klinis yang dihubungkan gangguan tersebut.

(9)

Komplikasi  Fistula ureter.

 Infeksi retroperitoneal.  Pyelonefritis.

 Obstruksi ureter karena stenosis.

Penatalaksanaan

 Terapi terbaik adalah pencegahan dimana perlunya pemasangan kateter sebelum dilakukan operasi pada daerah ginjal dan abdomen untuk identifikasi.

 Diusahakan untuk mempertahankan aliran urine dengan cara :

1. Uretro Neosistomi bila ureter masih cukup panjang, Ureter dapat ditanamkan ke buli-buli.

2. Uretro cutanostomi yaitu muara ureter dipindahkan ke kulit.

3. Uretro ileo sistostomi bila ureter pendek diganti dengan Ileal Lopp.  Terapi konservatif berupa analgetik dan CuptureCCC.

2.2.3 Trauma Vesika Urinaria Definisi

Trauma bledder atau trauma vesica urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti peritoritis dan sepsis.

Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong (arif muttaqin : 211)

Etiologi

(10)

 Trauma tembus.

 Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral Resection (TUR)

Patofiisiologi

Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan tekanan intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan Cupture intraperitoneal.

Manifestasi Klinis

 Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.  Hematuria.

 Ketidakmampuan untuk buang air kecil.  Regiditas otot.

 Ekstravasase urine.  Suhu tubuh meningkat.  Syok.

 Tanda-tanda peritonitis.

Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik  Hematokrit menurun.

 Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pinddah atau tertekan, menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria dapat pindah atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna radioaktif (senyawa kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray, disuntikkan ke dalam kandung kemih.

Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray untuk melihat kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi selama prosedur operasi biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.

(11)

Diagnosa banding

 Ruptur uretra atau ginjal. Komplikasi

 Urosepsis.

 Klien lemah akibat anemia.

Penatalaksanaan

 Atasi syok dan perdarahan.

 Istirahat baring sampai CuptureCC hilang.

 Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra peritoneal dilakukan operasi Cupture alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.

2.2.4 Trauma Uretra Definisi

Ruptur uretra bisa sebagian atau total, biasanya rupture terjadi pada pars membranesea. Dapat juga uretra pars pandibulum, trauma lebih sering dialami pria.

Etiologi

Umumnya disebabkan trauma langsung didaerah rupture dan pelvis.

Manifestasi Klinis  Perdarahan dari uretra.

 Hematom perineal, mungkin disebabkan trauma bulbus cavernosus.  Retensio urine akibat spasme M. Spinkter uretra eksternum.

 Bila buli-buli penuh terjadi ekstravasase sehingga terjadi nyeri berat dan keadaan umum memburuk.

(12)

Klasifikasi

 Trauma Grade I ( ringan )

Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, adanya perdarahan per uretra ( darah langsung keluar dari uretra.

 Trauma Grade II ( sedang )

Yang mengalami kerusakan adalah dinding uretra, bulbus cavernosus dan kemungkinan ada hematom tetapi tidak progresif.

 Trauma Grade III ( berat ).

Pada tingkat ini uretra mengalami rupture, bulbus cavernosus hancur dan vesika buck robek darah mengalir keluar, menjalar kebawah kulit, perdarahan mula-mula pada daerah peritoneum terus ke scrotum selanjutnya ke daerah unguinal suprapubik.

Pemeriksaan Diagnostic  Rectal Toucher

Bila Cupture terjadi di pars membranosa, maka prostat tidak akan teraba, sebaliknya akan teraba rupture berupa masa lunak dan kenyal.  Uretrogram

Untuk mengetahui lokasi rupture. Komplikasi

Penyembuhan luka dapat menyebabkan rupture ureter. Penatalaksanaan

 Konservatif berupa pemasangan DC beberapa hari disertai pemberian antibiotika.

 Jika kateter gagal dipasang, lakukan pembedahan ( operasi perineostomi ) untuk mengeluarkan bekuan darah, kemudian dipasang DC.

 Kontrol uretra dengan menggunakan Bougie untuk mengetahui ada tidaknya striktura.

(13)

2.2.5 Trauma Penis

Trauma pada penis yang sedang ereksi disebabkan oleh pembalut karet atau penyempit lain yang merobek jaringan kavernosa dan dapat menyebabkan necrosis. Kadang-kadang terjadi kerusakan jaringan penis pada kecelakaan rupture dalam hal ini mungkin diperlukan skin graf. 2.2.6 Trauma Scrotum

Trauma pada testis jarang terjadi. Nyeri hebat, muntah dan bahkan syok bila testis mengalami kontosio, laserasi / rupture total, mungkin diperlukan eksplorasi scrotum. Penyembuhan setelah trauma hebat biasanya disertai atropi testis.

2.2.7 Trauma Testis

Pada luka tembak, cedera ekstensif, luka compang-camping dan terdapat jaringan nekrosis serta cedera ikutan pada daerah sekitarnya. Pada rudapaksa tumpul, besarnya pembengkakan skrotum dan ekimosis bisa berbeda. Cedera akibat rudapaksa tajam segera setelah trauma biasanya penderita mengeluh sakit, mual, muntah, kadang sinkop. Terdapat tanda cairan atau darah di dalam skrotum. Ditemukan testis yang membesar dan nyeri.

(14)

BAB III

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA VESIKA URINARIA 3.1 DEFINISI TRAUMA VESIKA URINARIA

Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomic buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera.

Cedera kandung kemih disebabkan oleh trauma tumpul atau penetrasi. Kemungkinan cedera kandung kemih bervariasi menurut isi kandung kemih sehingga bila kandung kemih penuh akan lebih mungkin untuk menjadi luka daripada saat kosong .

Trauma kandung kemih adalah suatu keadaan dimana terjadinya ruda paksa pada area vesika urianaria baik saat vesika urinaria dalam keadaan penuh ataupun tidak.

Trauma bledder adalah rusaknya kandung kencing ( organ yang menampung uruin dari ginjal) atau uretra (saluran yang menghubungkan kandung kencing dengan dunia luar).

Trauma bledder atau vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan pelaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti peritoritis dan sepsis.

3.2 KLASIFIKASI

a. Rupture ekstaperitoneal kandung kemih.

Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul (89%-100%). Sebelumnya , mekanisme cidera diyakini dari perforasi langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat cidera kandung kemih secara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan fraktur.

(15)

Rupture kandung kemih intraperitoneal digambarka sebagai masuknya urine secara horizontal kedalam kompartemen kadung kemih.mekanisme cidera adalah peningkatan tingkat tekanan intravesikel secara tiba-tiba kekandung kemih yang penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu ditahan oleh kemampuan dinding kandung kemih sehingga terjadi perforasi dan urine masuk kedalam peritoneum.

c. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal.

Meknaisme cidera penetrasi memungkinkan cidera menembus kandung kemih seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka tusuk abdominal bawah. Hal itu akan menyebabkan intraperitoneal, ekstraperitoneal, cidera, atau gabungan kandung kemih.

3.3 ETIOLOGI

a. Kecelakaan lalu lintas/ kerja yang memnyebabkan patah tulang pelvis  Fraktur tulang panggul

 Ruptur kandung kemih  Ruda paksa tumpul

 Ruda paksa tajam akibat luka tusuk dan tembak

 Trauma pada tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli  Trauma tembus

 Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan oprasi trans uretral resection (TUR)

b. Fraktur tulang panggul yang menyebabkan konstio dan ruptur buli-buli dibedakan 2 macam, yaitu :

 Intra peritonial : peritenium yang menutupi bagian atas / latar belakasng dinding buli-buli robek sehingga urune langsung masuk kedalam rongga peritoneum.

 Ekstra peritenium : peritoneum utuh,yang dikeluarkan dari rapuutra tetap berada diluar. Akibat luka tusuk misal ujung pisau, peluru. c. Didapati perforasi buli-buli uruine keluar melalui dinding buli-buli terus

(16)

3.4 Patofisiologi

Bila buli-buli yang penuh dengan urune mengalami trauma,,maka akan terjadi peningkatan tekanan intra vesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli pecah keadaan ini dapat menyebabkan rutura intraperitonial.

Secara anatomik buli-buli atau bledder terletak didatlam rongga pelvis sehingga jarang mengalami cidera.Ruda paksa kandung kemih karena kecelakaan kerja dapat menyebabkan fragmen patah tulang pelvis sehingga mencederai buli-buli. Jika faktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih,tetapi hanya terjadi memar pada diding buli-buli dengan hematura tanpa ekstravasasi urin.Ruda paksa tumpul juga dapat menyebabkan ruptur buli-buli terutama bia kandung kemih penuh atau dapat kelainan patogenik seperti tuber colosis,tumor atau obtruksi sehingga rudapaksa kecil menyebabkan ruptur.

(17)

WOC Kandung Kemih Dx. Gangguan Mobilitas Fisik Dx. Gangguan Perfusi Jaringan Nyeri Tekan Supra Pubis Jejas Hematom Abdomen Ruptur Kontusio/buli – buli memar Patah Tulang Pelvis Trauma Tumpul Fraktur Tulang

Kecelakaan Trauma Tajam

Luka Tusuk Trauma Bladder Robekan Dinding Bladder Obstruksi Anemia Dx. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Tekanan Kandung Kemih

Nafas Cepat Dx. Gangguan

Sesak Nafas Darah menjadi Gangguan Keseimbangan Asam Basa Kateterisasi Refluk Urine ke Ginjal Dx. Gangguan Eliminasi Urin Kelainan pada Ginjal Dx. Resiko Infeksi Inkontinensia Cemas Syok

(18)

3.5 MANIFESTASI KLINIS

 Gejala utama adalah adanya darah dalam air kemih atau kesulitan untuk berkemih. Rasa sakit di area panggul dan perut bagian bawah. Sering buang air kecil atau sukar menahan keinginan berkemih (ini terjadi jika bagian terbawah kandung kemih mengalami cedera).

 Umumnya fraktyur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat sehingga jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai shok  Pada abdomen ,bagian bawah tampak jelas atau hematom dan terdapat

nyeri tekan pada daerah supra publik ditempat hematom

 Pada ruptur buli-buli intraperitonial urine yang seriong masuk kerongga peritonial sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan rangsangan peritonial.

 Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infitrat urine dirongga peritonial yang sering menyebabkan septisema.

 Nyeri supra publik baaik publik maupun saat palpasi  Hematura

 Ketidakmapuan buang air dkesil  Ekstravasase urine

 Suhu tubuh meningkat  Syok

 Tanda-tanda peritonitis

3.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Hematokrit menurun

2. Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine vesika urinaria dapat pindah atau tertekan yaitu suatu prosedur di mana pewarna radioaktif (senyawa kontras) yang dapat dilihat dengan X-ray, disuntikkan ke dalam kandung kemih.

(19)

3. Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan CT scan atau X-ray untuk melihat kebocoran. Sementara untuk luka kandung kemih yang terjadi selama prosedur operasi biasanya diketahui tepat pada waktunya sehingga rangkaian tes tersebut tidak perlu dilakukan.

3.7 KOMPLIKASI 1. Urosepsis

2. Klien lemah akibat anemia 3.8 PENATALAKSANAAN

a. Atasi syok dan perdarahan.

b. Istirahat baring sampai hematuri hilang.

c. Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan laparatomi.

d. Robekan kecil (laserasi) bisa diatasi dengan memasukkan kateter ke dalam uretra untuk mengeluarkan air kemih selama 7-10 hari dan kandung kemih akan membaik dengan sendirinya.

e. Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan untuk menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki setiap robekan. Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung kemih dengan menggunakan 2 kateter, 1 terpasang melalui uretra (kateter trans-uretra) dan yang lainnya terpasang langsung ke dalam kandung kemih melalui perut bagian bawah (kateter suprapubik).Kateter tersebut dipasang selama 7-10 hari atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang sempurna.

(20)

BAB IV

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA VESIKA URINARIA

4.1 CONTOH KASUS

Tn.S datang ke RSUD Jombang mengeluh sakit di daerah bawah perut setelah terjatuh dari motor. Klien memegangi perutnya, terdapat jejas di bagian perut bawah. Dari hasil pemeriksaan urine terdapat hematuria, TD: 100/80 mmHg , RR 25 x/menit, S: 36,5 C, N: 62 x/menit, HB : 6,5 gram/dl 4.2 PENGKAJIAN

Biodata

Nama : Tn.S Umur : 45 th Jenis kelamin : laki-laki Agama : Islam Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia Pendidikan : SD

Bahasa : Indonesia Alamat : Jombang

Tgl masuk RS : Senin, 24 April 2014 Tgl pengkajian: Senin, 24 april 2014 No. Register :1234

Diagnosa medis : Trauma Vesika Urinaria  Keluhan Utama

Px mengeluh nyeri pada perut bagian bawah  Riwayat Penyakit Sekarang

Pada hari senin tanggal 24 apri 2014 Px hendak ke pasar dengan mengendarai sepeda motor , namun karena menghindari kucing yang menyebrang jalan Tn S mengerem mendadak sehingga terjatuh dari sepeda motor (kecelakaan tunggal) perut bagian bawah klien terbentur pembatas jalan. Sehingga klien dibawa ke RSUD Ploso.

(21)

Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya  Riwayat Penyakit Keluarga

Klien tidak memiliki keluarga yang memiliki penyakit menurun  Data Subyektife

a. Klien mengeluh pada nyeri pada perutbagian bawah (bledeer) yang terkena

b. Klien mengatakan kencingnya bercampur darah

c. Klien mengatakan ada memar pada abdomen bawah setelah dia terjatuh

Data obyektif a. Nyeri pada daerah trauma b. Hematuri

c. HT menurun d. HB menurun

e. Pada pemeriksaan BNO :Memperlihatkan suatu daerah yang berwarna abu-abu di daerah trauma dan memperlihatkan ekstravasase urine f. Urogram ekskresi : Memperlihatkan gangguan fungsi / ekstravasasi

urine pada sisi yang terkena.

g. CT Scan : Memperlihatkan adanya hematom retropenial dan konfigurasi ginjal.

4.3 PEMERIKSAAN FISIK  Pemeriksaan ABC

A (Air Way)

 Tidak ada gangguan jalan nafas  Tidak ada suara tambahan  Tidak ada jejas di daerah dada B (Beathing)

 Peningkatan frekuensi nafas  Nafas dangkal

 Distress pernafasan

 Menggunakan otot-otot pernafasan C (Cirkulasi)

 TD menurun

 Nadi perifer teraba lemah  Terjadi hematuri

(22)

a. Kepala

Bentuk kepala simetris, kulit kepala cukup bersih, posisi kepala tegak dapat digelengkan ke kiri / kekanan, tidak terdapat luka jahitan.

b. Rambut

Bentuk rambut lurus, berwarna hitam, kebersihan cukup baik. c. Mata (Penglihatan)

Terlihat bersih (tidak ada kotoran), struktur mata simetris, fungsi penglihatan baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, klien tidak memakai alat bantu penglihatan / kacamata.

d. Hidung (Penciuman)

Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada perdarahan, polip dan tidak ada peradangan, terlihat bersih (tidak ada benda asing atau secret serta kotoran yang menempel

e. Telinga (Pendengaran)

Bentuk dan posisi simetris, fungsi pendengaran baik, tidak terdapat luka danj klien tidak mengguanakan alat bantu pendengaran

f. Mulut dan Gigi

Mukosa bibir agak kering, lidah tampak bersih, jumlah gigi lengkap, kebersihan gigi cukup baik, tidak tercium bau mulut, fungsi pengecapan baik (dapat membedakan rasa) tidak ada masalah dalam menelan tapi klien cuma kurang nafsu makan. g. Leher

Terlihat bersih(tidak terdapat kotoran dilipatan kulit), tidak terdapat pembesaran getah bening maupun kelenjar tiroid, dan tidak ada keterbatasan gerak pada leher.

h. Thorax (Fungsi Pernafasan)

Bentuk simetris, frekuensi nafas 24 x/menit, tidak terlihat sesak nafas / tidak menggunakan alat bantu pernafasan, dada teraba datar

(23)

dan tidak ada nyeri tekan dan tidak terdengar bunyi nafas tambahan ronchi dan wheezing.

i. Abdomen

Inspeksi : bentuk simetris, tampak kebiruan pada perut bagian bawah.

Auskultasi : bising usus normal 8x/m

Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah. j. Reproduksi

Klien berjenis kelamin laki-laki, terpasang kateter dan keluar darah saat BAK melalui kateter.

k. Ekstremitas

 Atas : Ekstremitas atas sebelah kanan terpasang infus RL 20 tetes/menit dan ekstremitas atas sebelah kiri dan kanan terdapat luka lecet.

 Bawah : Ekstremitas bawah terdapat luka lecet pada kedua lutut dan nyeri apabila digerakkan.

l. Integument

Turgor kulit baik kembali kurang dari 2 detik, warna kulit sawo matang, suhu 36,5 ºC, dan terdapat hematume serta lesi.

4.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko infeksi berhubungan dengan kateterisasi 2. Cemas berhubungan dengan syok hipovolemik

3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan trauma bleder.

4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penekanan kandung kemih

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan robekan dinding bleder. 6. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan dispneu.

(24)

4.5 INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil (NOC)

Intervensi (NIC) 1. Resiko infeksi berhubungan

dengan kateterisasi Definisi :

mengalami peningkatan resiko terserang organism patogenik.

Factor-faktor resiko:  Penyakit kronis

a.Diabetes b.melitus  Pengetahuan yang tidak

cukup untuk menghindari pemanjanan pathogen  Pertahankan tubuh

primer yang adekuat Gangguan peristalsis Kerusakan integritas kulit Perubahan seksresi pH Penurunan kerja siliaris Pecah ketuban dini Pecah letuban lama Merokok

Status cairan tubuh Trauma jaringan  Ketidakadekuatan

pertahanan sekunder  Vaksinasi tidak adekuat  Pemajanan terhadap pathogen lingkungan NOC:  Immune status  Knowledge : infection control  Risk control Kriteria hasil :

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Mendeskripsikan proses penularan penyakit,factor yang memprngaruhi penularan serta penatalaksanaannya  Menunjukan kemampuan

untuk mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas normal

 Menunjukan perilaku hidup sehat NIC:  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain  Pertahankan teknik isolasi  Batasi pengunjung bila perlu  Instrusikan pada pengunjung untuk cuci tangan dan setelah

berkunjung meninggalkan pasien

 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local  Monitor hitung granulosit,WBC  Monitor kerentanan terhadap infeksi  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

(25)

meningkat  Prosedur invasive Malnutrisi  Ajarkan cara menghindari infeksi  Laporkan kecurigaan infeksi  Laporkan kultur positif. 2. Cemas berhubungan

dengan syok hipovolemik Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan

status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang pengetahuan dan

hospitalisasi DO/DS: - Insomnia

- Kontak mata kurang - Kurang istirahat

- Berfokus pada diri sendiri - Iritabilitas

- Takut - Nyeri perut

- Penurunan TD dan denyut

NOC:

- Kontrol kecemasan - Koping

Setelah dilakukan asuhan selama klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:  Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

 Vital sign dalam batas Normal

 Postur tubuh, ekspresi

NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)  Gunakan pendekatan yang menenangkan  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut  Berikan informasi faktual mengenai

(26)

nadi

- Diare, mual, kelelahan - Gangguan tidur - Gemetar

- Anoreksia, mulut kering - Peningkatan TD, denyut nadi, RR - Kesulitan bernafas - Bingung - Bloking dalam pembicaraan - Sulit berkonsentrasi

dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan diagnosis, tindakan prognosis  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi  Dengarkan dengan penuh perhatian  Identifikasi tingkat kecemasan  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi  Kelola pemberian obat anti cemas 3. Gangguan eliminasi urine NOC: NIC:

(27)

berhubungan dengan trauma bleder. Pengawasan urin Kriteria hasil  Mengatakan keinginan untuk BAK

 Menentukan pola BAK  Mengatakan dapat BAK

dengan teratur

 Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet

 Bebas dri kebocoran urin sebelum BAK Perawatan retensi urin  Mengatakan keinginan untuk BAK  Menentukan pola BAK  Mengatakan dapat BAK dengan teratur  Waktu yang adekuat antara keingian BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet  Bebas dari kebocoran urin sebelum dengan BAK  Mampu memulai dan mengakhir aliran BAK  Mengesakan kandung kemih secara komplet

(28)

dispneu

Definisi : inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi. Batasan Karakteristik :  Perubahan kedalaman pernafasan.  Perubahan ekskursi dada.

 Mengambil posisi tiga titik.  Bradipneu.  Penurunan tekanan ekspirasi.  Penurunan ventilasi semenit.  Penurunan kapasitas vital.  Dipneu.  Peningkatan diameter anterior-posterior.  Pernafasan cuping hidung.  Ortopneu.  Fase ekspirasi memenjang.  Pernafasan bibir.  Takipneu.  Penggunaan otot aksesorius untuk  Respiratory status : Ventilation.

 Respiratory status : Airway patency.

 Vital sign status . Kriteria Hasil :

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dypsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips).

 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).

 Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan).

Airway Management :  Buka jalan nafas

gunakan teknik chin lift atau jaw thrustbila perlu.  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.  Pasang mayo bila perlu.  Lakukan fisioterapi dada jika perlu.  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.  Lakukan suction pada mayo.  Berikan

(29)

bernafas.

Faktor yang berhubungan :  Ansietas.  Posisi tubuh.  Deformitas tulang.  Deformitas dinding dada.  Keletihan.  Hiperventilasi.  Sindrom hipoventilasi.  Gangguan muskuloskeletal.  Kerusakan neurologis.  Imaturitas neurologis.  Disfungsi neuromuskular.  Obesitas.  Nyeri.  Keletihan otot pernafasan cedera medula spinalis. bronkodilator bila perlu.  Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab.  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.  Monitor respirasi dan status O2. Oxygen Theraphy  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea.  Pertahankan

jalan nafas yang paten.  Atur peralatan oksigenasi.  Monitor aliran oksigen.  Pertahankan posisi pasien.  Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.

(30)

 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi. Vital sign Monitoring  Monitor TD,suhu, dan RR.  Catat adanya fluktuasi tekanan darah.  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri.  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan.  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas.  Monitor kualitas dari nadi.  Monitor frekuensi dan irama

(31)

pernafasan.  Monitor suara paru.  Monitor pola pernafasan abnormal.  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.  Monitor sianosis perifer.  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.

(32)

4.6 IMPLEMENTASI

 Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga pasien untuk mempermudah proses keperawatan

 Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien tentang penyakitnya  Melakukan pengkajian pada pasien untuk mengetahui tindakan selanjutnya  Mengobservasi TTV

 Mengkaji pasien

4.7 Evaluasi

S : Px mengatakan masih terasa nyeri pada perut bagian bawah O: TD: 110/90 mmHg, N: 65 x/meit, S: 36.5, RR: 20 x/menit A: Masalah teratasi sebagian

(33)

BAB V PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Trauma pada system perkemihan adalah kejadian dimana saluran kemih mengalami gangguan bukan karena pengaruh dari dalam tubuh tetapi adanya gangguan dari luar. Saluran kemih (termasuk ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra) dapat mengalami trauma karena luka tembus (tusuk), trauma tumpul, terapi penyinaran maupun pembedahan. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah terdapatnya darah di urin (hematuria), berkurangnya proses berkemih dan nyeri. Beberapa trauma dapat menyebabkan nyeri tumpul, pembengkakan, memar, dan jika cukup berat, dapat menurunkan tekanan darah (syok).

Jika kita membicarakan mengenai system perkemihan, di dalamnya terdapat beberapa organ yang kemungkinan dapat terkena trauma. Diantaranya adlah ginjal, ureter. Kandung kemih, dan uretra.

5.2 SARAN

a. Saran kepada pendidikan: Diharapkan kepada pendidik supaya memperlengkapi perpustakaan terutama buku buku yang membahas tentang penyakit system perkemihan agar mempermudah proses belajar dan mengajar.

b. Saran kepada mahasiswa: Diharapkan kepada mahasiswa untuk bisa memahami isi makalah ini.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius, FKUI

Soeparman.1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI, Jakarta. http://id.scribd.com/doc/81798526/Askep-Trauma-Ginjal http://www.slideshare.net/nufrz/dradam-trauma-urologi-dan-pelvis-as http://caramengecilkanpaha.com/tips-menurunkan-kolesterol/ http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/penyakit-ginjal-dan-saluran-kemih/trauma-saluran-kemih.html http://www.scribd.com/doc/40369056/Asuhan-Kekperawatan-Klien-Dengban-Trauma-Sistem-Perkemihan

Referensi

Dokumen terkait

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini

Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang

Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu

Terapi kateter Terapi kateter dapat digunakan untuk dekompresi kandung kemih pada pasien dengan retensi urin akut atau dapat digunakan untuk dekompresi kandung kemih

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung

Sisa urin dlm kandung kemih yg meningkat tersebut mengakibatkan distensii yg berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, kondisi ini mengakibatkan penurunan

Chystitis juga merupakan inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra, dimana ada aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung