• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Keju Lunak Probiotik dengan Bahan Koagulan Kalsium Klorida pada Konsentrasi yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Keju Lunak Probiotik dengan Bahan Koagulan Kalsium Klorida pada Konsentrasi yang Berbeda"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KEJU LUNAK PROBIOTIK DENGAN

BAHAN KOAGULAN KALSIUM KLORIDA

PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA

DWI ERNANINGSIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Keju Lunak Probiotik dengan Bahan Koagulan Kalsium Klorida pada Konsentrasi yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DWI ERNANINGSIH. Karakteristik Keju Lunak Probiotik dengan Bahan Koagulan Kalsium Klorida pada Konsentrasi yang Berbeda. Dibimbing oleh EPI TAUFIK dan ZAKIAH WULANDARI.

Keju adalah produk susu dengan renet sebagai enzim yang berfungsi sebagai bahan koagulan. Masalah yang dihadapi dari penggunakan renet adalah ketersediaan yang terbatas dan kehalalan yang belum terjamin. Kalsium klorida dapat digunakan sebagai bahan substitusi renet dalam proses koagulasi susu. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan garam kalsium klorida sebagai bahan koagulan dalam proses pembuatan keju dan mempelajari karakteristik keju yang dihasilkan dari bahan koagulan tersebut dengan penambahan bakteri probiotik. Konsentrasi kalsium klorida yang digunakan adalah 5%, 7.5% dan 10% dengan penambahan bakteri probiotik Lactobacillus acidophilus IIA-2B4 dan Bifidobacterium longum RRM-01. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dan jika menunjukkan perbedaan nyata data dianalisis dengan uji lanjut Tukey. Berdasarkan nilai MFFB dan jumlah bakteri asam laktat, keju yang dihasilkan masuk dalam kategori keju lunak dan juga dikategorikan sebagai pangan probiotik. Penambahan kalsium klorida pada konsentrasi yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diujikan (viskositas, rendemen, komposisi nutrien, pH dan TAT, jumlah bakteri asam laktat, S. aureus, koliform dan uji hedonik) bila dibandingkan dengan keju yang dikoagulasikan dengan renet sebagai kontrol positif, sedangkan waktu koagulasi dengan garam memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) bila dibanding dengan renet, tapi tidak berbeda antar garam kalsium. Sehingga penambahan kalsium klorida yang disarankan untuk pembuatan keju adalah 5%.

Kata kunci: kalsium klorida, karakteristik keju, keju, probiotik

ABSTRACT

DWI ERNANINGSIH. Characteristics of Probiotic Soft Cheese Coagulated with Calcium Chloride in Different Concentrations. Supervised by EPI TAUFIK and ZAKIAH WULANDARI.

(5)

detected. Based on the MFFB and population of lactic acid bacteria, the produced cheese can be categorized as a soft cheese and also categorized as a probiotic food. The addition of calcium cloride at different consentrations did not effect significantly on the tested variables (viscosity, yield, nutrient composition, pH and total titrable acid, population of lactic acid bacteria, S, aureus, coliform and hedonic test) when compared with cheese coagulated by rennet as positive control, whereas calcium salt coagulation time showed highly significant difference (P<0.1) when compared with rennet, but did not differ significantly between the calcium salts. Thus the suggested level of addition of calcium chloride for cheese making is 5%.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KARAKTERISTIK KEJU LUNAK PROBIOTIK DENGAN

BAHAN KOAGULAN KALSIUM KLORIDA

PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA

DWI ERNANINGSIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Karakteristik Keju Lunak Probiotik dengan Bahan Koagulan Kalsium Klorida pada Konsentrasi yang Berbeda

Nama : Dwi Ernaningsih NIM : D14090028

Disetujui oleh

Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi Pembimbing I

Zakiah Wulandari, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 adalah keju probiotik dengan judul Karakteristik Keju Lunak Probiotik dengan Bahan Koagulan Kalsium Klorida pada Konsentrasi yang Berbeda.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi selaku pembimbing I, Zakiah Wulandari, STP MSi selaku pembimbing II dan Dr Ir Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA (Almh) selaku dosen pembimbing akademik. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Dr Ir Afton Atabany Msi dan Dr Ir Asep Sudarman MRurSc selaku dosen penguji dan Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku panitia ujian sidang atas masukan dan saran yang diberikan. Disamping itu, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Devi Murtini, SPt dan Dwi Febriantini atas bantuan dan bimbingannya selama melakukan penelitian.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak, ibu, kakak, adik dan seluruh keluarga atas doa yang tak pernah putus, serta kepada teman-teman yang telah banyak membantu penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca lain.

(11)

DAFTAR ISI

1 Kandungan susu sapi segar 6

2 Populasi kultur starter keju 7

3 Viskositas keju 8

4 Waktu koagulasi keju 8

5 Rendemen keju 9

6 Kandungan nutrisi, KLBK dan MFFB keju 10

7 Nilai pH dan total asam tertitrasi (TAT) keju 11

8 Populasi bakteri asam laktat keju 12

(12)

10 Nilai rataan uji Hedonik keju 13

DAFTAR GAMBAR

1 Skema pembuatan keju probiotik dengan koagulan garam 3

2 Produk keju probiotik 7

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keju merupakan produk diversifikasi dengan bahan baku susu. Keju memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan susu sebagai bahan utama, yaitu kandungan gizi yang lebih tinggi, dapat dikonsumsi oleh masyarakat yang memiliki lactose intolerant, dan memiliki daya simpan yang lebih lama. Keju mengandung nutrisi susu yang tidak larut di dalam air, diantaranya protein kasein terkoagulasi, mineral-mineral koloid, lemak dan vitamin larut lemak (O’Brien dan

O’Connor 2004).

Salah satu masalah yang dihadapi oleh industri pembuatan keju adalah ketersedian bahan koagulan yang terbatas. Bahan koagulan yang umum digunakan adalah renet yang berasal dari lambung anak sapi. Sumber lain dari renet adalah renet babi, kambing maupun domba dan produk mikrobial. Selain ketersedian, masalah lain dalam penggunaan renet adalah kehalalannya. Oleh sebab itu, dibutuhkan bahan pengkoagulan lain yang lebih mudah didapat dan halal. Bahan koagulan yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah garam kalsium klorida.

Penambahan kalsium klorida (CaCl2) biasanya digunakan untuk membantu

kerja renet dalam mempercepat proses koagulasi dan pembentukan curd, dengan cara mengurangi waktu koagulasi renet dan meningkatkan laju pembentukan curd. Kombinasi antara penambahan garam kalsium dan proses pemanasan diharapkan mampu menggantikan penggunaan renet dalam pembuatan keju dan dapat menjadi salah satu cara yang dapat dikembangkan dalam pembuatan keju.

Nilai fungsional dari produk pangan termasuk keju, dapat ditingkatkan dengan penambahan bakteri probiotik. Probiotik menurut Schmidt et al. (2006) adalah sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya. Bakteri probiotik dalam produk pangan berperan menyeimbangkan mikroba di dalam usus dan menjaga kesehatan saluran pencernaan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan garam kalsium klorida sebagai bahan koagulan dalam proses pembuatan keju dan mempelajari karakteristik keju yang dihasilkan dari bahan koagulan tersebut dengan penambahan bakteri probiotik.

Ruang Lingkup Penelitian

(14)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan untuk pembuatan keju terdiri atas susu sapi segar dari Koperasi Wirausaha Indonesia (KWI), garam kalsium klorida, renet cair sapi komersial, kultur probiotik Lactobacillus acidophilus IIA-2B4 (LA) dan Bifidobacterium longum RRM-01 (BL). Bahan yang digunakan untuk analisis adalah akuades, Alkohol 70%, media de Man’s Rogosa sharp agar (MRSA) (Oxoid LTD, Inggris), de Man’s Rogosa sharp broth (MRSB) (Oxoid LTD, Inggris), Braid Parker agar (BPA) (DifcoTM, Amerika Serikat), violet red bile agar (VRBA) (Oxoid LTD, Inggris), buffer peptone water (BPW) (Oxoid LTD, Inggris), kalium telurit, kuning telur ayam dan NaOH 0.1 N.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan keju terdiri atas erlenmeyer, waterbath dan inkubator. Alat yang digunakan untuk analisis adalah vortex, laminar air flow, hotplate, magnetic stirrer, mikropipet beserta tipnya, hockey stick, cawan petri dan autoclave.

Prosedur

Uji Kualitas Susu Sapi Segar (BSN 1998). Uji kualitas yang dilakukan meliputi pengukuran berat jenis, pengukuran pH, uji protein dengan metode titrasi formol, kadar lemak dengan metode Gerber, perhitungan bahan kering tanpa lemak (BKTL) dengan rumus Fleischmann, perhitungan total bakteri, bakteri Staphylococcus aureus dan koliform.

Uji Kemurnian dan Perhitungan Populasi Kultur Bakteri. Uji yang dilakukan untuk mengetahui kemurnian kultur starter terdiri atas uji pewarnaan Gram

(Pelсzar dan Chan 2005) dan uji katalase. Perhitungan populasi kultur bakteri

dilakukan dengan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) (2001).

(15)

3

Pembuatan Keju Lunak (Modifikasi Phianmongkhol dan Wirjantoro 2012).

Tahap pembuatan keju dengan menggunakan starter probiotik mengikuti diagram pada Gambar 1. Susu segar dipasteurisasi pada suhu 72-75 oC selama 15 detik. Tahap selanjutnya adalah penambahan 4% larutan kalsium klorida dengan konsentrasi 5%, 7.5% dan 10%. Susu kemudian dipanaskan sampai tejadi koagulasi. Pemotongan atau pencacahan curd yang sudah terbentuk dilakukan menggunakan pisau dengan ukuran pemotongan ± 1 cm3. Pemisahan dan penyaringan cairan whey dan curd dengan menggunakan kain saring. Keju kemudian ditambah 5% kultur yang terdiri atas kultur bakteri LA dan BL yang sudah diinokulasikan ke dalam susu. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 oC selama 18 jam.

Gambar 1 Skema pembuatan keju lunak probiotik dengan koagulan garam Sumber: Modifikasi Phianmongkhol dan Wirjantoro (2012) yang dimodifikasi

Uji Karakteristik Fisik Keju. Karakterisitik fisik keju yang diuji meliputi waktu koagulasi awal dan akhir, viskositas serta rendemen keju. Waktu koagulasi dihitung dari selisih waktu terjadinya koagulasi yang ditandai dengan munculnya gumpalan saat susu diangkat dengan menggunakan sudip (t1) dengan waktu awal

Didinginkan sampai suhu 45 oC

Curd dipotong ± 1 cm3

Penyaringan curd dengan menggunakan kain saring

Inokulasi dengan 5% kultur bakteri, yang terdiri dari bakteri 2.5% kultur LA dan 2.5% kultur

BL

Inkubasi pada suhu 37 oC selama 18 jam

Ditambahkan 4% garam kalsium klorida dengan konsentrasi 5%, 7.5% dan

10%. Susu dipasteurisasi pada suhu 72-75 oC selama 15 detik

(16)

4

penambahan bahan koagulan (to) (Klandar et al. 2007), rendemen keju (b/b) dan

viskositas dengan menggunakan viskotester.

Uji Karakteristik Kimia Keju. Uji kimia keju dilakukan dengan analisa proksimat yang meliputi uji kadar air, abu, lemak protein dan karbohidrat (AOAC 2005). Uji lain yang dilakukan adalah uji pH (AOAC 2005) dan total asam tertitrasi (TAT) (Apriyantono et al. 1989). Hasil analisis kadar air dan lemak kemudian digunakan untuk menentukan moisture free-fat-basis (MFFB) dan kadar lemak dalam bahan kering (KLBK) dengan rumus yang mengacu pada CAC (1978) sebagai berikut:

Uji Organoleptik Keju (Rahayu dan Nurosiyah 2008). Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Sampel disajikan di atas piring porselen dengan ukuran dan warna yang seragam. Panelis terdiri dari 30 orang panelis tidak terlatih. Sampel terdiri atas tiga jenis keju probiotik yang dihasilkan pada penelitian ini dan satu keju yang terbuat dari bahan koagulan renet. Setiap sampel diberi kode tiga digit angka acak dan kode yang diberikan berbeda untuk setiap sampel.

Kopi bubuk disediakan sebagai penetral setelah melakukan evaluasi sensori untuk atribut aroma, serta segelas air minum sebagai penetral setelah melakukan evaluasi sensori atribut rasa. Panelis deminta untuk menentukan tingkat kesukaan pada setiap sampel keju dengan tidak membandingkan antara sampel.

Uji Mikrobiologis Keju. Uji mikrobiologis keju dilakukan untuk menentukan jumlah populasi bakteri asam laktat (BAL) yang ada di dalam keju. Bakteri yang digunakan merupakan bakteri probiotik sehingga diasumsikan bahwa populasi BAL dalam keju mencerminkan jumlah bakteri probiotik dalam keju. Selain itu, dilakukan pegujian untuk mengetahui jumlah bakteri Staphylococcus aureus dan kolifom.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan penambahan kalsium klorida (0% (renet), 5%, 7.5% dan 10%) dan tiga kelompok berdasarkan waktu perlakuan. Model matematika yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan Steel dan Torrie (1995) adalah:

Yij = µ +τi +ßj+ ij

Keterangan:

Yij = hasil pengamatan parameter yang mendapat perlakuan ke-i dari

kelompok ke-j.

µ = nilai rataan umum.

τi = pengaruh pemberian koagulan ke-i.

ßj = Pengaruh kelompok ke-j

(17)

5

15%).

J = kelompok ke-j (1,2 dan 3).

ij = galat percobaan.

Analisis Data

(18)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Susu Sapi

Susu sapi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keju adalah susu segar dari bangsa Friesian Holstein (FH). Kualitas susu diuji secara kimia dan hasil yang diperoleh dibandingkan dengan SNI. Kualitas susu sapi segar ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kualitas susu sapi segar

Karakteristik Hasil pengujian* SNI Susu**

Berat Jenis pada Suhu 27.5 oC (kg L-1) 1.026 Minimum 1.027

Sumber: * Hasil analisis Laboratorium Ilmu Produksi Ternal Perah dan Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2013)

** SNI 3141.1:2011

Hasil pengujian secara kimia menunjukkan bahwa berat jenis susu pada suhu 27.5 oC adalah 1.026 kg L-1, nilai ini lebih rendah dari standar. Berat jenis susu ditentukan oleh total padatan terutama lemak dan protein. Susu dengan kandungan lemak yang lebih tinggi akan memiliki berat jenis yang lebih rendah, sedangkan susu yang memiliki kandungan protein tinggi akan memiliki berat jenis yang lebih tinggi (Geantaresa dan Supriyati 2010).

Kandungan protein dari susu yang digunakan lebih rendah dari standar. Protein susu terutama kasein sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan keju. Kelly (2007) menyatakan bahwa kasein berperan dalam proses pembentukan gel yang merupakan struktur utama dalam keju dan membentuk tekstur serta flavor keju melalui proses proteolisis selama pemeraman.

Nilai pH susu sangat menentukan dalam proses koagulasi susu. Susu sapi pada kondisi normal memiliki kisaran pH 6.3-6.8. Susu sapi yang digunakan memiliki nilai pH sebesar 6.3, nilai tersebut masih dalam kisaran standar. Nilai pH pada susu dapat berubah akibat adanya aktivitas mikroorganisme yang ada dalam susu, bila pH lebih tinggi dari kisaran tersebut biasanya hal ini dianggap sebagai tanda adanya mastitis pada sapi (Bukle et al. 2007).

(19)

7

Karakteristik Kultur Starter Keju

Kultur starter yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas LA dan BL. Pemeriksaan kemurnian kultur berguna untuk mengetahui morfologi bentuk, jenis Gram dan sifat katalase, sehingga kemurnian bakteri terjamin. Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa LA dan BLtermasuk bakteri Gram positif. Bakteri ini mampu mempertahankan warna kristal violet setelah ditetesi etanol. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ray (2004), Hadadji dan Bensoltane (2006) yang menyatakan bahwa bakteri L. acidophilus dan B. longum termasuk dalam bakteri Gram positif.

Hasil uji katalase menunjukkan bahwa bakteri yang digunakan bersifat katalase negatif dengan morfologi yang sesuai dengan Ray (2004), Wahyudi dan Samsundari (2008) yaitu, bakteri L. acidophilus berbentuk batang tunggal dan rantai pendek, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora, dan berkatalase negatif, sedangkan bakteri B. longum memiliki bentuk batang, katalase negatif dan tidak berspora.

LAdan BLadalah bakteri yang umum dikenal sebagai probiotik. Populasi awal bakteri yang digunakan sebagai kultur starter keju ditunjukkan pada Tabel 2. Populasi kultur starter keju diharapkan mampu bertahan pada produk sehingga produk yang digunakan dapat dikategorikan sebagai pangan probiotik. Menurut Shah (2007), jumlah minimal bakteri dalam produk pangan probiotik adalah sebesar 106 cfu g-1, dan jumlah yang harus dikonsumsi setiap hari sekitar 108 cfu g-1 dengan tujuan untuk mengimbangi kemungkinan penurunan jumlah bakteri probiotik pada saat berada dalam saluran pencernaan.

Tabel 2 Populasi kultur starter keju Bakteri Populasi (log cfu mL-1)

LA 7.94

BL 7.85

Karakteristik Fisik Keju

Viskositas

Proses koagulasi pada susu menyebabkan terjadi perubahan sifat fisik yang disebut dengan gelasi. Gel susu terbentuk karena adanya agregasi dari kasein susu. Produk keju dengan bahan koagulan renet maupun garam kalsium klorida ditunjukkan pada Gambar 2.

(a) (b) (c) (d)

(20)

8

Hasil pengukuran viskositas produk keju ditunjukkan pada Tabel 3. Viskositas atau kekentalan adalah suatu hambatan yang menahan zat cair secara molekuler yang disebabkan oleh gerakan acak molekul zat cair tersebut (Susanto dan Yuwono 2001).

Hasil pengukuran viskositas menunjukkan bahwa penambahan bahan koagulan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap viskositas produk. Viskositas dari keju yang dihasilkan cukup tinggi (516.67-533.33 dPa.s) bila dibandingkan dengan susu maupun produk olahan susu lain seperti yoghurt. Proses koagulasi baik dengan menggunakan renet maupun garam kalsium akan menyebabkan terbentuknya matriks kasein. Penambahan koagulan yang berbeda diduga tidak meningkatkan ukuran agregat kasein misel, sehingga viskositas relatif sama. Menurut Manab (2008) peningkatan interaksi kasein-kasein dan meningkatnya ukuran agregat akan meningkatkan viskositas.

Waktu Koagulasi

Waktu koagulasi yang diamati meliputi koagulasi awal dan akhir. Waktu koagulasi awal merupakan selisih antara waktu terjadinya penggumpalan pertama dengan waktu penambahan bahan koagulan, sedangkan koagulasi akhir diperoleh dari waktu penambahan koagulan sampai terbentuk curd sempurna. Hasil pengujian waktu koagulasi keju ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Waktu koagulasi keju

Perlakuan Koagulasi Awal (to)(menit) Koagulasi akhir (ta) (menit)1

0 % 1.33±0.58 5.67±1.15B yang sangat nyata (P<0.01) dengan uji Tukey

Penambahan kalsium menyebabkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) terhadap waktu koagulasi dibanding dengan renet, tapi tidak berbeda nyata antar kalsium klorida. Waktu koagulasi dengan menggunakan bahan koagulan renet berlangsung cepat disebabkan kondisi pH dan suhu optimum renet tercapai. Proses koagulasi renet dilakukan pada pH 6 dengan suhu 40 oC. Menurut Winarno (2010), suhu optimum agar terbentuk gel yang baik pada penambahan renet adalah 40 oC dengan pH 5.5-7.0 (Muchtadi et al. 1989).

(21)

9 bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi (Lehninger 1995). Kerja renet yaitu

memotong ikatan peptida antara phenil (105) dan metionin (106) dalam κ-kasein

dan menghasilkan para-kappa-kasein yang memiliki bagian hidrofobik. Misel-misel ini dapat bergabung disebabkan oleh interaksi bagian-bagian hidrofobik pada para-kappa-kasein (Geantaresa dan Supriyati 2010). Enzim juga sangat aktif walaupun konsentrasinya sangat rendah, sangat selektif dan bekerja pada kondisi yang ramah (tanpa temperatur dan tekanan tinggi). Hal inilah yang menyebabkan reaksi yang dikatalis secara enzimatik lebih efisien dibanding reaksi yang dikatalis oleh katalis kimia. Hasil penelitian Muchtadi dan Wardhani (1996) menunjukkan renet yang berasal dari sapi mampu mengkoagulasikan susu dengan waktu koagulai 4.7 menit.

Waktu kaogulasi antar kalsium klorida tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan adanya waktu yang dibutuhkan untuk mendenaturasi protein dalam susu. Menurut Zayas (1997) pada proses pembentukan gel dengan penambahan koagulan garam, transisi dari bentuk alami menjadi bentuk terdenaturasi merupakan prekursor penting dalam interaksi protein. Pembentukan gel akan terjadi setelah sebagian protein terdenaturasi. Sisi hidrofobik dari protein yang berada disebelah dalam molekul akan terekspose keluar akibat denaturasi. Protein terdenaturasi yang bermuatan negatif akan dinetralkan oleh ion positif dari koagulan, yaitu Ca2+ (Kohyama dan Nishinari 1993). Selanjutnya protein yang telah dinetralisasi tersebut akan teragregasi oleh adanya ikatan hidrofobik.

Rendemen

Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam pembuatan keju. Rendemen berkaitan dengan efisiensi dalam produksi keju. Rendemen dapat didefinisikan sebagai berat keju yang dihasilkan dalam kg dari 100 kg susu yang digunakan (Banks 2007). Persentase rendemen keju yang dihasilkan ditunjukkan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Persentase rendemen keju

Perlakuan Bobot Keju (g) Rendemen (% b/b) tinggi kandungan padatan, maka rendemen akan semakin tinggi. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kandungan keju menurut Hill (2011) adalah kasein susu, kandungan lemak, kadar air dalam keju yang dihasilkan, garam pada keju, suhu dan waktu pasteurisasi, serta proses pengolahan keju.

(22)

10

pada keju tidak menyebabkan peningatan kadar air (Tabel 6) yang mempengaruhi bobot keju, sehingga rendemen dari keju yang dihasilkan relatif sama.

Waktu koagulasi pada keju akan memberikan pengaruh terhadap kadar air keju yang berpengaruh terhadap rendemen. Menurut Obatolu (2007), semakin lambat waktu koagulasi dari koagulan, rendeman yang dihasilkan akan memiliki kandungan air yang lebih tinggi, sehingga penampakannya akan lebih lembut. Rendemen keju yang dihasikan dari proses koagulasi dengan menggunakan renet lebih rendah dibanding rendemen keju yang dikoagulasi dengan garam. Hal ini bisa disebabkan oleh waktu koagulasi yang lebih singkat sehingga bobot keju yang diperoleh lebih rendah akibat kadar air yang rendah (Tabel 6).

Menurut Spreer (1998), rendemen keju yang dihasilkan umumnya sebesar 10%, artinya dari 10 kg susu segar dapat dihasilakan 1 kg keju segar. Rendemen dari keju lunak yang dihasilkan cukup tinggi, hal ini disebabkan tidak dilakukan proses lanjut pada keju yang dihasilkan seperti pemeraman, penggaraman, maupun pengepresan.

Karakteristik Kimia Keju

Komposisi Nutrien Keju

Komposisi nutrien keju dianalisis dengan menggunakan uji proksimat. Hasil analisis selanjutnya diolah untuk mengetahui kadar lemak dalam bahan kering (KLBK) dan moisture free-fat-basis (MFFB). Nilai tersebut digunakan untuk menentukan jenis keju yang dihasilkan. Hasil analisis komposisi nutrien keju dalam 100% bahan kering disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi nutrisi, KLBK dan MFFB keju

Peubah Perlakuan

0 % 5 % 7.5 % 10 %

Kadar Air (%bb) 67.55±3.73 75.40±4.10 73.56±3.58 72.77±4.98 Kadar Abu (%bk ) 4.05±1.03 4.90±1.68 4.95±1.67 4.14±0.21 Kadar Protein Kasar

(%bk )

36.86±2.57 36.22±1.70 31.28±0.84 33.58±1.11 Kadar Lemak (%bk) 41.56±1.62 36.39±2.51 42.91±14.33 42.91±1.44 Beta-N (%bk ) 16.86±1.93 22.48±3.55 18.91±2.00 18.74±2.00 KLBK (% ) 41.56±1.62 36.39±2.51 42.91±14.33 42.91±1.44 MFFB (% ) 73.16±2.39 78.12±3.52 77.23±3.37 76.27±4.28 Sumber: Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian

Bogor (2013)

Keju yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki nilai MFFB> 67 % sehingga keju dapat digolongkan ke dalam keju lunak (CAC 1978). Hal tersebut juga sesuai dengan definisi Buckle et al. (2007), bahwa keju lunak memiliki kadar air lebih besar dari 40%. Hasil perhitungan KLBK menunjukkan bahwa kandungan KLBK pada keju yang dihasilkan berkisar antara 36.49%-42.91%, sehingga keju dapat digolongkan ke dalam jenis keju dengan kandungan lemak medium fat (CAC 1978).

(23)

11 abu keju adalah sebagain besar kalsium, sodium, potassium, zink serta komponen logam lain seperti sulfur, fosfor dan klor. Jumlah garam kalsium yang ditambahkan dalam pembuatan keju cukup rendah, sehingga tidak berpengaruh terhadap kadar abu keju.

Kadar air keju yang dihasilkan berkisar antara 65.55-75.40 %. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar air keju menurut Fox dan McSweeney (1998) adalah saat pembantukan curd atau saat penambahan renet, penggaraman, dan pemeraman. Pada produk keju tidak dilakukan proses lebih lanjut sehingga kadar air relatif tinggi. Kadar kalsium berkaitan dengan tingkat hidrasi dari parakasein, sehingga kadar air pada keju akan menurun dengan penambahan kadar kalsium walaupun penurunanya tidak berbeda nyata. Kadar lemak keju yang dihasilkan tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal tersebut diduga karena koagulasi menyebabkan sebagian besar lemak susu terperangkap dalam curd baik koagulasi dengan garam kalsium maupun dengan menggunakan renet (Daulay 1991).

Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT)

Nilai pH merupakan salah satu karakteristik penting dalam penilaian produk susu seperti keju. Keju yang ditambah dengan kultur starter bakteri asam laktat akan mengalami penurunan pH akibat adanya produksi asam organik seperti asam laktat, asetat dan propionat (Salminen et al. 2004). Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi pada keju dengan penambahan kultur starter dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai pH dan Total Asam Tertitrasi (TAT) keju

Taraf pH TAT (%)

0 % 4.44±0.11 1.33±0.12

5 % 4.22±0.28 1.58±0.26

7.5 % 4.32±0.29 1.24±0.25 10 % 4.91±0.18 1.44±0.15

Penambahan kalsium klorida tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap perubahan pH keju. Hasil pengukuran terhadap nilai pH produk akhir keju adalah 4.22-4.91. Nilai pH yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup rendah dibanding dengan penelitian yang dilakukan Afiati (2013). Nilai pH yang dihasilkan pada penelitian tersebut adalah 5.11±0.72. Perbedaan pH ini disebabkan masa ikubasi yang lebih lama, yaitu 18 jam. Berdasarkan Afiati (2013) nilai pH kultur B. longum akan menurun secara bertahap dari 6.7 ke 4.1 setelah masa inkubasi selama 23 jam pada suhu 37 oC.

Nilai total asam tertitrasi (TAT) adalah jumlah asam laktat yang terbentuk selama proses fermentasi yang merupakan hasil pemecahan laktosa oleh bakteri asam laktat. Nilai total asam tertitrasi pada keju yang dihasilkan berbanding terbalik dengan nilai pH. Hal ini disebabkan semakin tinggi jumlah asam yang dihasilkan, maka penurunan pH akan semakin tinggi.

Karakteristik Mikrobiologis Keju

(24)

12

Bakteri Asam Laktat (BAL)

Kultur bakteri asam laktat yang ditambahkan sebagai kultur starter pembuatan keju adalah bakteri LA dan BL. Populasi bakteri asam laktat pada produk akhir ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Populasi bakteri asam laktat pada keju Taraf Populasi (log cfu g-1)

0 % 9.25±0.75

5 % 8.75±0.09

7.5% 8.82±0.23

10% 8.78±0.28

Populasi bakteri probiotik dengan bahan koagulan kalsium klorida lebih rendah dibanding dengan keju dengan koagulan renet walaupun tidak berbeda nyata (P>0.05). Penambahan kultur starter pada pembuatan keju bertujuan untuk meningkatkan nilai fungsional keju. Keju yang dihasilkan diharap tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tapi juga mampu memberi manfaat terhadap kesehatan. Jumlah total bakteri asam laktat pada produk akhir berkisar antara 8.75-9.25 log cfu g-1, sehingga keju yang dihasilkan sudah memenuhi syarat sebagai pangan probiotik. Jumlah bakteri probiotik minimal dalam produk pangan untuk dapat memberikan manfaat untuk kesehatan menurut Charterist et al. (1998) adalah 107-108 cfu g-1, sedangkan menurut standar (CAC 2003) jumlah populasi minimal bakteri dalam produk susu fermentasi adalah 106 cfu g-1.

Staphylococcus aureus dan Koliform

Pengujian bakteri Staphylococcus aureus dan koliform dilakukan untuk menguji adanya bakteri cemaran yang terdapat pada produk keju. Hasil perhitungan bakteri Staphylococcus aureus dan Koliform ditunjukkan pada Tabel 9. Perhitungan bakteri Staphylococcus aureus dilakukan dengan menggunakan media Braid Parker agar (BPA), sedangkan koliform menggunakan media violete red bile agar (VRBA).

Tabel 9 Populasi bakteri Staphylococcus aureus dan koliform pada Keju Perlakuan Staphylococcus aureus Koliform

Berdasarkan hasil uji yang dilakukan tidak ditemukan bakteri Staphylococcus aureus pada produk keju yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri ini mati selama porses pengolahan. Menurut Buckle et al. (2006) proses pasteurisasi pada susu mampu membunuh bakteri termasuk Staphylococcus aureus.

(25)

13 bakteri koliform juga dapat berasal dari air yang digunakan dalam proses produksi (Supardi dan Sukarto 1999). Tidak ditemukannya bakteri koliform pada produk menunjukkan sanitasi yang cukup baik pada saat pengolahan, selain itu air yang digunakan dalam proses produksi juga memiliki kualitas yang cukup baik.

Karakteristik Organoleptik Keju

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap keju yang dihasilkan. Atribut yang dinilai meliputi warna, tekstur, aroma, rasa dan penampilan umum. Nilai rataan hasil uji hedonik keju ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai rataan uji hedonik keju

Perlakuan Warna Tekstur Aroma Rasa Penampilan Umum 0 % 1.90±0.48 2.27±0.58 2.10±0.48 2.63±0.67 2.00±0.59 5 % 1.90±0.55 2.30±0.60 2.07±0.45 2.70±0.65 1.93±0.58 7.5 % 1.87±0.51 2.30±0.60 2.07±0.45 2.67±0.66 1.97±0.61 10 % 1.90±0.48 2.27±0.58 2.10±0.48 2.63±0.67 2.00±0.58 Keterangan: 1: sangat suka, 2: suka, 3: tidak suka, 4: sangat tidak suka

Hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis terhadap beberapa atribut sensori yang digunakan untuk menilai tingkat penerimaan konsumen menunjukkan bahwa perbedaan bahan koagulan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap penilaian panelis. Panelis memberikan penilaian suka terhadap penampilan umum (nilai 1.93-2), aroma (nilai 2.07-2.1), warna (nilai 1.87-1.9) dan tekstur (nilai 2.27-2.3). Warna keju yang dihasilkan adalah putih kekuningan dengan aroma harum keju yang disebabkan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan keju adalah whole milk.

Panelis memberikan penilaian tidak suka terhadap rasa keju yang dihasilkan (nilai 2.63-2.67). Penilaian tidak suka panelis terhadap keju yang dihasilkan disebabkan adanya rasa pahit dan asam yang tertinggal (after taste) pada keju. Rasa asam pada produk yang dihasilkan disebabkan oleh hasil metabolisme bakteri asam laktat yang menghasilkan asam, sedangkan rasa pahit disebabkan oleh adanya peptida hidrofobik akibat adanya degradasi protein pada proses koagulasi (Afiati 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(26)

14

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang suhu optimum pada proses koagulasi menggunakan garam kasium kemudian penambahan garam maupun bahan tambahan lain untuk meningkatkan flavor keju sehingga dapat diterima di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Afiati F. 2013. Karakteristik keju lunak hasil fermentasi dengan bakteri asam laktat indigenus [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): AOAC.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiarto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Bogor (ID): IPB. [BAM] Bacteriological Analitical Manual. 2001. Anaerobic Plate Count [internet]

[diacu 2012 Oktober 14]. Tersedia pada: http:/cfsan.Fdagov/abam/bam. Html.

Banks JM. 2007. How Can Cheese Yield be Predicted?. Di dalam: McSweeney PLH, editor. Cheese Problem Solved. Boca Raton (US): CRC Pr.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1998. Metode Pengujian Susu. Jakarta (ID): BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI No. 1314. 1: 2011. Susu Segar. Jakarta (ID): BSN.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wotton M. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Food Science. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 1978. CODEX General Standard for

Cheese: CODEX STAN 283-1978 [internet]. [diacu 2012 Oktober 14]. Tersedia pada: www.codexalimentarius .org/input/ download/standars/ 175/CSX_283e.pdf.

[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Basic Texts on Food Hygine. Roma (IT): CAC.

Charterist WP, Kelly PM, Morelli L, Collins JK. 1998. Ingredient selection criteria for probiotics microorganism in functional dairy food Int. J. Dairy Technol. 51(4): 4121-4128.

Geantaresa E, Supriyati FMT. 2010. Pemanfaatan ekstrak kasar papain pada pembuatan keju cottage menggunakan bakteri. J Sains Tek Kim 1(1): 38-43.

(27)

15 Hadadji M, Bensoltane A. 2006. Growth and lactic acid production by Bifidobacterium longum and Lactobacillus acidophilus in goat’s milk. Arf. J. Biotech. 5(6):505-509.

Hill A. 2011. Cheese Making Technology [internet] .[diacu 2012 Oktober 14]. Tersedia pada: http://www.uoguelph.ca/foodscience/sites/ uoguelph.ca. foodscience/files/CheeseCourseManual2012_0.pdf.

Kelly Aδ. 2007. What is the Typical Composition of Cow’s εilk and What εilk Constituents Favour Cheesemaking?. Didalam: McSweeney PLH, editor. Cheese Problems Solved. Cambridge (GB): CRC Pr.

Klandar AH, Lagaude A, Lucia C. 2007. Assassment of the rennet coagulation of skim milk: a comparison of methods.

Kohyama K, Nishinari K. 1993. Rheological studies on the gelation process of soybeans 7S and 11S proteins in the presence of glucoono- -lactone. J Agric Food Chem. 42: 8-14.

Lehninger AH. 1995. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Manab A. 2008. Kajian sifat fisik yoghurt selama penyimpanan suhu 4 oC. J. Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak.3(1):52-58.

Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1989. Enzim dalam Industri Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi D, Wardhani B. 1996. Mempelajari penggunaan beberapa jenis renet dalam pembuatan keju cottage. Bul. Tek. Industri Pangan. 3(1):49-53. Nasution Z. 2010. Keragaman kualitas susu dan keju dari susu kambing

peranakan etewah (PE), saanen dan persilangannya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

O’ Brien Nε, O’ Connor TP. 2004. Nutritions Aspects of Cheese. Di dalam: Fox PF, McSweeney PLH, Cogan MT, Guinee TP, editor. Cheese Chemistry, Physics and Microbiology. Vol.2. Major Cheese Groups. London (GB): Elsevier Academic Pr.

Obatolu VA. 2007. Effect of different coagulants yield and quality of tofu from soymilk. J. Eur.Food Res and Tech. 226: 427-467.

Pelсzar εJ, Chan ECS. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Hadioetomo RS, Imas

T, Tjitrosomo SS, Angka SL, Penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Microbiology.

Phianmongkhol A, Wirjantoro TI. 2012. Properties of salt coagulated cheese produced by calcium chloride and calcium propionate [prosiding]. Jakarta (ID): The 2nd International Seminar on Animal Industry.

Rahayu P, Nurosiyah S. 2008. Evaluasi Sensori. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Ray B. 2004. Fundamental Food Microbiology. Ed ke-3. New York (US): CRC

Pr.

Saio K, Kamiya M, Watanabe T. 1969.Food Processing characteristic of soybean 11S and 7S proteins. Part I. Effect of difference of protein components among soybean varieties on formation of tofu-gel. Agric. Biol. Chem.33: 1301-1308.

Salminen S, Wright AV, Ouwehand A. 2004. Lactic Acid Bacteria, Microbiology, and Functional Aspects. Ed ke-3. New york (US): Marcel Dekker.

(28)

16

Shah NP. 2007. Functional cultures and health benafits. Int. Diary J. 17: 1262-1277, Elsevier Inc. , USA.

Spreer. 1998. Milk and Daily Product Technology. New York (US): Marcal Dekker Inc.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Penderajatan Biometri. Sumantri P, Penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Supardi I, Sukarto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan keamanan Pangan.

Jakarta (ID):

Susanto T, Yuwono S. 2001. Pengujian Fisik Pangan. Surabaya(ID): Unesa Pr. Wahyudi, Samsundari S. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. Malang (ID):

Univ Muhamadiyah Malang Pr.

Winarno FG. 2010. Enzim Pangan. Bogor. (ID): Mbrio Pr.

Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Food. New York (US): Springer.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Oktober 1991 di Wonosobo, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Subur Mardiyono dan Targiyatmi.

Penulis menempuh pendidikan di SMP Negeri 1 Kertek dan SMA Negeri 1 Wonosobo. Penulis diterima melalui jalur USMI di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2009.

Gambar

Gambar 1 Skema pembuatan keju lunak probiotik dengan koagulan garam
Tabel 1  Kualitas susu sapi segar
Tabel 6  Komposisi nutrisi, KLBK dan MFFB keju

Referensi

Dokumen terkait

Komposisi media tanam tidak mempengaruhi peubah vegetatif dan komponen hasil tanaman tempuyung secara nyata namun ada kecenderungan bahwa penambahan pupuk kandang

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara faktor jenis rumput laut dan bahan ekstraksi terhadap kadar air, rendemen, viskositas dan

Parameter kualitas produk yang diuji adalah pH, viskositas, warna serta visual dan sensori tidak berbeda nyata pada keduanya.Penggunaan kalsium susu dengan ukuran partikel yang

Kesimpulan: Ada perbedaan yang signifikan dari komposisi proksimat (protein dan lemak), kadar kalsium dan daya terima (aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan) bandeng

Kesimpulan: Ada perbedaan yang signifikan dari komposisi proksimat (protein dan lemak), kadar kalsium dan daya terima (aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan) bandeng

rengginang dengan penambahan surimi ikan patin menujukan bahwa perlakuan penambahan surimi ikan patin dengan komposisi yang berbeda memberikan pengaruh tidak nyata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi perendam jahe memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai hedonik, pH, total padatan terlarut, viskositas, warna

Kombinasi perlakuan proporsi penambahan sari Belimbing Wuluh 50% v/v dengan konsentrasi bakteri 6% v/v merupakan hasil terbaik dengan karakteristik: viskositas 0,036 Pa.s; protein