• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEMPUYUNG

(

Sonchus arvensis

L.) DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM

YANG BERBEDA

DENTI DEWI GATARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

DENTI DEWI GATARI. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda. Dibimbing oleh MAYA MELATI.

Tempuyung merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh liar. Budi daya tempuyung dapat dilakukan di dalam pot, polybag, atau lahan dengan menggunakan bahan organik yang dicampur dengan puing bangunan atau pasir serta batu yang diberi banyak kapur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.). Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal, tiga taraf dan tiga perlakuan yaitu 8 kg tanah, 7.5 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi, 7 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam. Ketiga perlakuan menggunakan dosis kapur 10 g/polybag. Komposisi media tanam sebagai pembanding adalah 7 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam tanpa kapur. Setiap perlakuan terdiri atas 10 tanaman dan diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam tidak mempengaruhi peubah vegetatif dan komponen hasil tanaman tempuyung. Bobot basah akar pada umur 5 MST dengan penambahan pupuk kandang sapi nyata lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan tanpa kapur.

Kata kunci: arang sekam, kapur, pupuk kandang sapi

ABSTRACT

DENTI DEWI GATARI. Growth and Production of Tempuyung (Sonchus arvensis L.) with Different Media Compositions. Supervised by MAYA MELATI.

Tempuyung is one of wild medicinal plants. Tempuyung can be planted in the pot, polybag or land with mix of organic material debris or sand with a lot of lime. The objective of this research was to determine the effect of media composition on the growth and production of tempuyung. The experiment was arranged in a randomized complete block design with one factor, three treatments and three replications. The treatments were 8 kg soil, 7.5 kg soil + 0.5 kg cow manure, 7 kg soil + 0.5 kg cow manure + 0.5 kg rice hull charchoal. The three treatments used lime with the rate of 10 g/polybag. Media composition as control was 7 kg soil + 0.5 kg cow manure + 0.5 kg rice hull without lime. Every treatment consisted of 10 plants. The results of experiment showed that media

composition didn’t affect the growth and yield component of tempuyung significantly. Compared to treatment without lime, fresh weight of root at 5 MST with the application of cow manure was significantly smaller.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN TEMPUYUNG

(

Sonchus arvensis

L.) DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM

YANG BERBEDA

DENTI DEWI GATARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Komposisi Media Tanam yang Berbeda Nama : Denti Dewi Gatari

NIM : A24090068

Disetujui oleh

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Mei 2013 ini ialah komposisi media tanam, dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Tempuyung (Sonchus arvensis L.) dengan Media Komposisi Media Tanam yang Berbeda.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Maya Melati, MS, MSc yang telah membimbing penulis dan memberikan saran selama menyusun usulan penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir Abdul Qadir, MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan masukan serta motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman AGH 46 (Socrates) atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Botani 2

Ekologi dan Penyebaran 2

Budi Daya Tanaman 3

Kandungan dan Khasiat 3

Media Tanam 3

Tanah 4

Pupuk Kandang 4

Arang Sekam 5

Kapur 5

METODE 5

Bahan 5

Alat 6

Prosedur Penelitian 6

Rancangan Percobaan 8

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Kondisi Umum 8

Analisis Tanah Awal 10

Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Diameter Tajuk, Panjang Daun,

(14)

Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Bobot Basah dan Kering Daun dan

Akar 13

Rasio Tajuk dan Akar 14

Laju Tumbuh Relatif 15

Kadar Air Daun dan Akar 15

Indeks Luas Daun 16

Laju Asimilasi Bersih 17

Pembahasan 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(15)

DAFTAR TABEL

1 Data iklim wilayah Dramaga Bogor 9

2 Analisis tanah awal 10

3 Rata-rata diameter tajuk tempuyung 11

4 Rata-rata panjang daun terpanjang tempuyung 12

5 Rata-rata jumlah daun tempuyung 12

6 Rata-rata jumlah anakan tempuyung 13

7 Rata-rata bobot basah dan kering daun tempuyung 14 8 Rata-rata bobot basah dan kering akar tempuyung 14

9 Rasio tajuk dan akar tempuyung 15

10 Laju tumbuh relatif tempuyung 15

11 Rata-rata kadar air daun dan akar tempuyung 16

12 Rata-rata indeks luas daun tempuyung 16

13 Laju asimilasi bersih daun tempuyung 17

DAFTAR GAMBAR

1 Keragaan tanaman yang terserang serangga 9

2 Kondisi tanaman saat terserang cendawan 9

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan dalam semua aspek kehidupan manusia. Tanaman obat digunakan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif) (Hernani dan Nudjanah 2009). Tempuyung sebagai salah satu jenis tanaman obat potensial yang menggunakan bagian daunnya untuk pengobatan (Siswanto et al. 2004). Permintaan simplisia rata-rata sebesar 4 789 kg pada tahun 1993. Dugaan permintaan simplisia rata-rata pada tahun 2000 sebesar 24 404 kg (Muhammad et al. 1993). Permintaan daun pada tanaman ini cukup tinggi namun usaha budi daya tempuyung belum intensif untuk memenuhi permintaan tersebut.

Tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung dan pada tanah yang agak lembab, seperti pinggir parit, pinggir jalan, sela-sela batu, tebing dan tembok miring (Djauhariya dan Hernani 2004; Dalimartha 2005). Tanaman ini dapat tumbuh di media tanah. Penelitian Wahyuningsih (2005) menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan dalam budi daya tempuyung adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 dan pupuk anorganik. Komposisi media tanam yang lain perlu dicari dengan mempertimbangkan lingkungan tumbuh tempuyung pada umumnya. Campuran media yang dapat digunakan adalah pupuk kandang atau arang sekam yang merupakan limbah pertanian.

Pupuk merupakan masukan yang penting dalam produksi tanaman (Harahap 2005). Pupuk kandang adalah salah satu bahan untuk memperbaiki sifat kimia tanah terutama meningkatkan ketersediaan unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Fe, Zn, Mn, B, Cu, dan Mo) (Chairani 2006). Kualitas pupuk kandang sangat tergantung pada jenis ternak dan kualitas pakan (Hadid dan Laude 2007). Arang sekam yang diberikan pada media tanam dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman, menambah hara tanah dan memperbaiki sifat-sifat tanah terutama sifat fisik. Hasil penelitian Saleh (2010) menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam sebagai media tanam dapat meningkatkan ketersediaan N dan K2O.

(17)

2

Perumusan Masalah

1. Adakah pengaruh nyata komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tempuyung?

2. Adakah perbedaan respon tanaman terhadap pemberian kapur pada media tanam?

Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh komposisi media tanam dan pemberian kapur terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.).

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat komposisi media tanam terbaik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman tempuyung.

2. Terdapat perbedaan respon tanaman terhadap pemberian kapur pada media tanam.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Tempuyung memiliki nama latin Sonchus arvensis L. dan tergolong ke dalam famili compositae. Tanaman ini merupakan terna tahunan yang tingginya dapat mencapai 2 m. Daun tunggal, daun bagian bawah terpusat membentuk roset, bentuk lonjong atau lanset, tepi berlekuk menjari atau berlekuk tak teratur, pangkal berentuk panah atau jantung, ujung bercuatan pendek, panjang 6 – 48 cm, dan lebar 10 cm. Mahkota bunga berwarna kuning terang yang akan berwarna merah kecoklatan (Syukur dan Hernani 2002). Tempuyung memiliki panjang daun 8 – 42 cm dan lebar 4 – 12 cm. Kelopak berbentuk lonceng dan berbulu. Mahkota berwarna putih sampai kuning keputihan (Djauhariya dan Hernani 2004). Pendapat mengenai panjang dan lebar daun memiliki perbedaan yang dapat disebabkan oleh perbedaan dalam teknik budi daya.

Menurut Dalimartha (2005) tempuyung yang berdaun kecil disebut lempung dan yang berdaun besar dengan tinggi mencapai 2 m disebut rayana. Menurut Erine (2011) tempuyung berdaun hijau licin dan sedikit ungu dan tepinya berombak tak beraturan.

Ekologi dan Penyebaran

(18)

3 pematang. Jenis tanah yang cocok ditanami tempuyung adalah tanah latosol dan alluvial. Menurut Dalimartha (2005) tempuyung tumbuh liar di tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit terlindung, seperti tebing-tebing, tepi saluran air, atau tanah terlantar.

Budi Daya Tanaman

Menurut Waluya (2001) tempuyung dapat dibudidayakan secara vegetatif dan generatif. Husnan (2000) menyatakan bahwa tempuyung diperbanyak secara generatif, yaitu dengan biji. Biji tempuyung sangat halus dan bobot 1000 butir biji berserat memiliki berat 0.4 g. Biji ini dapat tersebar dengan cepat melalui perantara angin dan air. Syukur dan Hernani (2002) mengemukakan bahwa bobot 1 g biji terdapat 2500 – 3600 butir. Biji tempuyung dapat disemai terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke lapang. Persemaian diberi atap perlindungan agar terlindung dari terik matahari. Menurut Husnan (2000) pemberian naungan pada tanaman tempuyung mampu meningkatkan produksi daun.

Kandungan dan Khasiat

Menurut Syukur dan Hernani (2002) tempuyung memiliki kandungan silika, kalium, flavonoid, dan inositol. Fakultas Farmasi Universitas Pancasila (2006) menyatakan bahwa tempuyung mengandung flavonoid (kaemferol, luteolin-7-O-glukosida dan apigenin-7-O-glukosida), kumarin, taraksasterol serta asam fenolat bebas. Kandungan flavonoid total dalam daun tempuyung 0.1044 %, dalam akar tanaman sebesar 0.5 % dengan jenis terbesar adalah apigenin-7-O-glikosida (3,4,5). Flavonoid juga terdapat di bagian kayu, kuli, serbuk sari, bunga dan biji tempuyung.

Menurut Syukur dan Hernani (2002) daun tempuyung berfungsi sebagai penggembur batu ginjal, menghilangkan tekanan darah tinggi, obat bengkak, menghilangkan rasa lesu dan pegal, obat penenang, asma, bronchitis, serta dapat menyembuhkan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Menurut Dalimartha (2005) tempuyung memiliki rasa pahit. Tanaman ini dapat digunakan untuk mengatasi batu saluran kencing dan batu empedu, radang usus buntu, disentri, wasir, beser mani, darah tinggi, saluran pendengaran, rematik, memar, bisul, dan luka bakar.

Media Tanam

Flegmann dan George (1975) mengemukakan bahwa media tanam adalah media tumbuh bagi tanaman yang dapat memasok sebagian unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Baudendistel (1982) menyatakan bahwa syarat media tanam yang baik adalah memiliki sifat fisik remah agar akar tanaman mudah berkembang dan menembus tanah, tidak mengandung toksik yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, tingkat kemasaman baik, tidak mengandung hama dan penyakit dan memiliki kapasitas memegang air yang cukup.

(19)

4

dan tanah x pupuk kandang × pasir dengan perbandingan 1:1:2. Kapur yang diberikan pada media tanam menggunakan dosis 10 g/polybag.

Penelitian Wahyuningsih (2005) menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi pupuk N secara split, yaitu 50 % pada umur 0 MST dan 50 % pada umur 4 MST dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap vegetatif tanaman, bobot basah dan kering daun dan akar tanaman tempuyung. Komposisi media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 dengan pemberian pupuk anorganik.

Tanah

Menurut Harjadi (1979) tanah merupakan komponen hidup dari lingkungan yang penting yang dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi penampilan tanaman. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah merupakan suatu sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah dapat menerima tambahan bahan dari luar atau kehilangan bahan-bahan yang telah dimilikinya, sehingga tanah memiliki input dan output. Jenis-jenis input antara lain hasil pelapukan bahan induk, endapan baru, air hujan, pengairan, sisa-sisa tanaman dan sinar matahari. Jenis- jenis output antara lain erosi tanah, penguapan air, penyerapan unsur hara oleh tanaman, pencucian dan pancaran panas atau emisi.

Pupuk Kandang

Hartatik dan Widowati (2006) mengemukakan bahwa pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari hewan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang dibagi menjadi dua, yaitu pupuk kandang padat dan pupuk kandang cair. Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik belum dikomposkan maupun sudah dikomposkan. Pupuk kandang cair adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang tercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air. Yusuf (2009) menyatakan bahwa kandungan hara yang dikeluarkan oleh ternak berbeda-beda tergantung dari jenis makanannya. Usia ternak pun menjadi faktor penentu kadar hara dalam kotorannya. Ternak muda akan menghasilkan feses dan urin dengan kadar hara N rendah.

Husnan (2000) mengemukakan bahwa pemberian pupuk organik (pupuk kandang sapi) dengan dosis 0.5 kg per tanaman berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas, diameter batang, bobot basah (akar, batang dan daun), bobot kering, panjang akar dan total panen tanaman tempuyung. Sugito (2005) menjelaskan bahwa pupuk kotoran ayam memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kotoran sapi terhadap pertumbuhan tanaman karena pupuk kotoran ayam mengandung kadar air yang rendah, sehingga kemampuan menahan air lebih tinggi.

(20)

5 Arang Sekam

Nugraha dan Setiawati (2009) menyatakan bahwa sekam padi merupakan lapisan keras membungkus kariopsis butir gabah yang terdiri dari dua belahan, yaitu lema dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Proses ini akan menghasilkan 16.3 % - 28 % sekam yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan energi. Balai Penelitian Tanah (2005) menyatakan bahwa sekam padi dan jerami mengandung silika yang sangat tinggi. Balai Penelitian Tanah (2011) menyatakan bahwa sekam mengandung 20 % SiO2.

Supriyanto dan Fiona (2010) menyatakan bahwa arang sekam dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman dan menambah hara tanah walaupun dalam jumlah yang sedikit. Penggunaan arang sekam dapat membantu memperbaiki sifat-sifat tanah subsoil sehingga cocok untuk tempat tumbuh tanaman dan pertumbuhan tanaman menjadi baik. Arang sekam juga dapat mengefektifkan pemupukan dan sebagai pengikat hara yang dapat digunakan bagi tanaman saat kekurangan hara. Hara yang terkandung di dalam arang sekam akan dikeluarkan secara perlahan (slow release).

Kapur

Hardjowigeno (2007) mengemukakan bahwa kapur mengandung unsur Ca. Pemberian kapur ke dalam tanah umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca melainkan karena tanah terlalu masam sehingga unsur P sulit diserap oleh tanaman dan keracunan dari unsur Al dapat dihindarkan. Pengapuran berfungsi untuk menaikkan pH tanah, menambah unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan unsur P dan Mo, mengurangi keracunan Fe, Mn dan Al, memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintil-bintil akar.

Hasil penelitian Azis dan Langi (2010) menunjukkan bahwa penggunaan kapur dan pupuk kandang sapi dengan dosis masing-masing 10 ton ha-1 dapat meningkatkan tinggi tanaman serta penggunaan kapur dan pupuk kandang ayam dengan dosis masing-masing 10 ton ha-1 dapat meningkatkan jumlah cabang tanaman kacang tanah. Kedua perlakuan ini ditambah dengan pupuk NPK sebesar 60 kg ha-1. Tanah yang digunakan untuk menanam kacang tanah ini memiliki pH < 5.5.

Penelitian Sugiarso et al. (1993) menunjukkan bahwa media tanam terbaik untuk tempuyung pada media tanah andosol dan kapur dengan perbandingan 4 : 1. Pada media tersebut tinggi tanaman, tajuk tanaman lebih lebar, jumlah daun dan bobot basah per tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan tanah andosol dan kapur dengan perbandingan 4 : 3 dan 4 : 2.

METODE

Bahan

(21)

6

dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), Bogor. Bahan lainnya adalah tanah, pupuk kandang sapi, arang sekam, kapur, paranet dengan intensitas cahaya matahari 40 %, amplop coklat, koran dan polybag berukuran 40 × 50 cm.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat budi daya pertanian, timbangan analitik, meteran, alat tulis, gunting, cutter dan oven dengan suhu 80 oC selama 2 hari.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2013 di Kebun Percobaan Cikarawang IPB, Dramaga Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penimbangan dan pengeringan dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian

Percobaan diawali dengan persiapan lahan dan media tanam. Media tanam dipersiapkan 1 minggu sebelum tanam. Tanah diayak terlebih dahulu agar akar tanaman mudah menembus tanah dan aerasi tanah baik. Setiap polybag berisi media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Bobot media per polybag sebesar 8 kg. Anakan tempuyung yang digunakan telah berumur 4 minggu atau sudah memiliki 2 daun dipindahkan ke dalam poybag yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Kapur diberikan secara melingkar dengan dosis 10 g/polybag. Jarak tanam antar polybag adalah 50 cm × 50 cm. Lahan diberi naungan berupa paranet dengan intensitas cahaya matahari 40 % selama 4 minggu agar tanaman yang baru dipindahkan tidak mati.

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman, penyiraman, penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyulaman dilakukan pada umur 1 MST dengan cara mengganti tanaman yang mati dengan tanaman baru yang umurnya relatif sama dan seragam. Penyiraman dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mencabut gulma yang ada di dalam dan di sekitar polybag agar tidak terjadi persaingan hara dengan gulma. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman agar tidak menyebar ke tanaman lainnya.

(22)

7 dalam amplop coklat. Amplop coklat diberi label agar tidak terjadi kerancuan data dan dimasukkan ke dalam oven selama dua hari dengan suhu 80 oC. Tanaman ditimbang untuk mendapatkan data bobot kering tanaman.

Peubah vegetatif yang diamati setiap minggu antara lain diameter tajuk terlebar, panjang daun terpanjang, jumlah daun dihitung pada daun tempuyung yang sudah membuka secara penuh dan jumlah anakan. Bobot basah dan kering daun dan akar dilakukan pada umur 5, 8 dan 11 MST.

Laju tumbuh relatif (LTR) tanaman tempuyung dapat diketahui dari data bobot kering dan waktu. Laju tumbuh relatif ini menunjukkan peningkatan bobot kering dalam interval waktu. Cara menghitung laju tumbuh relatif (LTR) yaitu:

ln W2– ln W1

T1 = Waktu pengamatan awal (minggu)

T2 = Waktu pengamatan akhir (minggu)

Data bobot basah dan kering dapat digunakan untuk mengetahui kadar air. Cara menghitung kadar air yaitu:

Bobot basah – bobot kering

Kadar air (%) = × 100 %

Bobot basah

Perhitungan Indeks Luas Daun dilakukan pada setiap tanaman panen. Cara menghitung Indeks Luas Daun (ILD) yaitu:

bobot kertas replika × luas kertas 20 cm × 20 cm

ILD = × luas lahan

bobot kertas 20 cm × 20 cm

Data luas daun dapat digunakan untuk menghitung LAB (Laju asimilasi bersih). Laju asimilasi bersih menunjukkan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Cara menghitung laju asimilasi bersih (LAB) yaitu:

W2 – W1 ln A2– ln A1

T1 = Waktu pengamatan awal (minggu)

T2 = Waktu pengamatan akhir (minggu)

A1 = Luas daun total pada waktu T1 (cm2)

(23)

8

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal yang terdiri atas tiga taraf, yaitu:

M1 = 8 kg tanah + kapur.

M2 = 7.5 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + kapur.

M3 = 7 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam + kapur. Pembanding = 7 kg tanah + 0.5 kg pupuk kandang sapi + 0.5 kg arang sekam.

Perlakuan M1, M2 dan M3 menggunakan dosis kapur 10 g/polybag sedangkan perlakuan M4 tanpa kapur yang digunakan sebagai pembanding. Setiap perlakuan terdiri atas 10 tanaman dengan 3 ulangan, sehingga total tanaman ada 120 tanaman. Model rancangan yang digunakan adalah:

Yij= µ + αi+ βj+ εij

dimana:

Yij = Nilai pengamatan pengaruh faktor α ke-i, faktor β ke-j

µ = Nilat tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan komposisi media tanam ke-i

βj = Pengaruh pemberian kapur ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.

Prosedur Analisis Data

Data pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (uji F) taraf 5 %. Hasil pengamatan yang berbeda nyata diuji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% sedangkan untuk membandingkan dengan perlakuan tanpa kapur menggunakan uji lanjut t-dunnet. Data diolah menggunakan software SAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum

(24)

9 Tabel 1 Data iklim wilayah Dramaga Bogor pada bulan Februari – Mei 2013

Bulan Temperatur Intensitas penyinaran

matahari (Cal cm-2) Curah hujan (mm) Max. (oC) Min (oC)

Februari 2013 29.7 23.8 294 406

Maret 2013 31.0 23.5 330 290

April 2013 30.9 24.0 314 216

Mei 2013 31.1 23.7 283 399

Sumber: Stasiun Klimatologi, Dramaga Bogor

Hama yang ditemukan selama percobaan berlangsung adalah kutu daun (Aphis sp.) dan belalang. Kutu daun mulai menyerang tanaman pada umur 3 MST dan terdapat di bagian bawah daun. Kutu daun mulai menyerang pada bagian tangkai tempuyung setelah muncul tangkai bunga sedangkan belalang menyerang pada daun. Gejala serangan serangga terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Keragaan tanaman yang terserang gigitan serangga

Beberapa tanaman tempuyung mengalami busuk pangkal batang yang terjadi pada umur 10 MST dengan suhu rata-rata harian tiap bulan 23.7 oC dan curah hujan rata-rata harian tiap bulan yaitu 399 mm. Busuk pangkal batang disebabkan oleh cendawan Rhizoctonia solani. Cendawan ini menampilkan gejala busuk basah, mengerut sampai bercak coklat atau hitam (Djafaruddin 2008). Penyakit ini diawali dengan daun layu dan membusuk kemudian mengering seperti hangus. Kondisi tanaman terdapat pada Gambar 2 dan cendawan Rhizoctonia solani terdapat pada Gambar 3.

(25)

10

Gambar 3 Cendawan Rhizoctonia solani pada mikroskop

Peubah vegetatif rata-rata memiliki nilai maksimum pada umur 8 MST dan menurun pada umur 9 MST yang diikuti dengan masuknya fase generatif. Tanaman tempuyung mulai muncul bunga pada 8 MST setelah transplanting. Penelitian Wahyuningsih (2005) menunjukkan bahwa tanaman tempuyung mulai berbunga saat 35 – 60 hari setelah transplanting. Perbedaan munculnya umur berbunga ini diduga karena karena keragaman tanaman yang tinggi dan respon tanaman terhadap cekaman lingkungan.

Analisis Tanah Awal

Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan pH asam 4.9. Menurut Foragri (2011), tanaman tempuyung menyukai tempat yang memiliki pH basa. Kandungan N-total tanah tergolong rendah hanya 0.13 %. Data analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Analisis tanah awal

Karakter Satuan Nilai Kriteria

H2O (pH 1:1) 4.90 Asam

N-total % 0.13 Rendah

Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Diameter Tajuk, Panjang Daun, Jumlah Daun dan Jumlah Anakan

Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah diameter tajuk, panjang daun, jumlah daun dan jumlah anakan. Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan pembanding tanpa kapur (Tabel 3, 4, 5 dan 6).

(26)

11 Tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam menyebabkan diameter tajuk maksimum tercapai pada umur 7 MST sedangkan dengan penambahan pupuk kandang dan arang sekam serta pembanding tanpa kapur diameter tajuk maksimum tercapai pada umur 8 MST (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tempuyung tanpa penambahan pupuk kandang cenderung lebih terhambat dibandingkan dengan yang lain.

Penambahan pupuk kandang maupun arang sekam menyebabkan ukuran dan jumlah daun mencapai maksimum pada umur 8 – 9 MST sedangkan tanpa penambahan pupuk kandang menyebabkan kedua peubah tersebut mencapai nilai maksimum pada waktu lebih awal (Tabel 4 dan 5). Pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik tanah (Hartatik dan Widowati 2009) dan karakteristik arang sekam yang bersifat poros menyebabkan aerasi dan drainase menjadi baik (Waryuningsih dan Darliah 1994).

Tabel 3 Rata-rata diameter tajuk tanaman tempuyung

Diameter

Tanpa penambahan arang sekam, terjadi penurunan panjang daun pada umur ± 9 MST (Tabel 4). Tanpa penambahan arang sekam penurunan jumlah daun terjadi pada umur ± 10 MST (Tabel 5).

(27)

12

Tabel 4 Rata-rata panjang daun terpanjang tanaman tempuyung

Panjang

Tabel 5 Rata-rata jumlah daun tanaman tempuyung

Jumlah

(28)

13

Gambar 4 Keragaan tanaman pada umur 3 MST (a) dan 6 MST (b)

Anakan tempuyung mulai muncul pada umur 3 MST dengan jumlah anakan yang lebih kecil pada media tanah dan kapur saja. Secara umum terjadi pembentukan anakan yang lebih intensif pada umur 7 atau 8 MST (Tabel 6). Data jumlah anakan ini tidak dianalisis secara statistik karena keragaman pada setiap ulangan sangat tinggi.

Tabel 6 Rata-rata jumlah anakan tanaman tempuyung

Jumlah

Keempat peubah di atas menunjukkan keterkaitan bahwa pertumbuhan vegetatif maksimum tercapai pada ± 7 – 8 MST yang diikuti dengan pembentukan anakan yang lebih intensif. Penurunan pertumbuhan vegetatif dapat disebabkan oleh masuknya fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga.

Pengaruh Media Tanam terhadap Peubah Bobot Basah dan Kering Daun dan Akar

Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah bobot basah dan kering daun dan akar tanaman. Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga tidak berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur (Tabel 7 dan 8), tetapi berbeda nyata lebih kecil dengan pembanding tanpa kapur pada

(29)

14

peubah bobot basah akar dengan perlakuan penambahan pupuk kandang dan arang sekam pada umur 5 MST (Tabel 6).

Bobot basah dan kering daun dan akar diukur pada umur 5, 8 dan 11 MST. Rata-rata bobot basah dan kering daun optimal pada umur 8 MST (Tabel 5) sedangkan bobot basah dan kering akar meningkat di setiap selang tiga minggu (Tabel 6). Bobot basah dan kering daun dan akar tanaman dengan penambahan pupuk kandang maupun arang sekam cenderung lebih baik.

Tabel 7 Rata-rata bobot basah dan kering daun tempuyung

Umur

Analisis statistika ditransformasi (x+1/2)1/2. tn menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Tabel 8 Rata-rata bobot basah dan kering akar tempuyung

Umur menunjukkan nilai berbeda nyata pada t-dunnett.

Rasio Tajuk dan Akar

(30)

15 Perlakuan tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam memiliki nilai rasio tajuk dan akar tertinggi pada umur 5 dan 8 MST (Tabel 9). Nilai tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tajuk menyebabkan rasio tajuk dan akar tinggi.

Tabel 9 Rasio tajuk dan akar tempuyung

Umur menunjukkan nilai berbeda nyata pada t-dunnett.

Laju Tumbuh Relatif

Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah laju tumbuh relatif. Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga tidak berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur (Tabel 10).

Laju tumbuh relatif (LTR) daun dan akar tempuyung menurun pada umur 8-11 MST. Hal ini disebabkan oleh gugurnya daun tua. Perlakuan penambahan pupuk kandang dan arang sekam memiliki LTR daun tertinggi pada umur 5-8 MST sedangkan pembanding tanpa kapur memiliki LTR akar tertinggi pada umur 5-8 MST dan 8-11 MST (Tabel 10). Hal ini diduga karena karakteristik arang sekam yang poros sehingga memudahkan akar untuk menembus tanah.

Tabel 10 Laju tumbuh relatif tempuyung

Umur

Analisis statistika ditransformasi (x+1/2)1/2. tn menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Kadar Air Daun dan Akar

(31)

16

tidak berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur tetapi berbeda nyata lebih kecil dengan pembanding tanpa kapur pada peubah kadar air akar dengan perlakuan penambahan pupuk kandang pada umur 11 MST (Tabel 11).

Tabel 11 Rata-rata kadar air daun dan akar tempuyung

Umur

Komposisi media tanam tidak menyebabkan perbedaan nyata pada peubah indeks luas daun (ILD). Pengaruh ketiga perlakuan (dengan kapur) juga tidak berbeda nyata dengan pembanding tanpa kapur.

Pembanding tanpa kapur memiliki nilai ILD tertinggi pada umur 8, 10, dan 11 MST. Perlakuan penambahan pupuk kandang dan arang sekam memiliki nilai ILD tertinggi pada umur 9 MST (Tabel 12).

Tabel 12 Rata-rata indeks luas daun tempuyung

Umur

(32)

17 Laju Asimilasi Bersih

Laju asimilasi bersih (LAB) diperoleh dari data bobot kering, luas daun dan waktu. Data laju asimilasi bersih ini tidak dianalisis secara statistik karena memiliki koefisien keragaman yang tinggi. Laju asimilasi bersih tertinggi terjadi pada umur 5-8 MST. Tanpa penambahan pupuk kandang dan arang sekam memiliki nilai LAB tertinggi pada umur 5-8 MST tetapi nilai LAB terendah pada umur 8-11 MST. Penelitian Pujisiswanto dan Pangaribuan (2008) menunjukkan bahwa nilai LAB tertinggi terjadi pada awal pertumbuhan karena daun tanaman terkena sinar matahari langsung.

Tabel 13 Laju asimilasi bersih daun tempuyung

Umur

Peubah vegetatif rata-rata memiliki nilai maksimum pada umur 8 MST dan menurun pada umur 9 MST yang dapat disebabkan oleh munculnya fase generatif sehingga fase vegetatif terhenti. Jumlah daun meningkat 1-3 daun dan menurun pada umur 10 MST yang dapat disebabkan oleh gugurnya daun tua.

Tanaman tempuyung mulai muncul bunga pada umur 8 MST setelah transplanting yang ditandai dengan munculnya bakal bunga. Bakal bunga yang baru muncul berwarna hijau dan seperti berbulu kemudian mulai mekar berwarna kuning. Setelah mekar sempurna, bunga berwarnga kuning dan berubah warna menjadi putih berbulu. Bulu ini yang diterbangkan oleh angin sebagai cara penyebaran perkembangbiakan.

Perlakuan penambahan pupuk kandang dan arang sekam menyebabkan tanaman secara visual memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan dengan kedua komposisi media tanam lainnya. Perlakuan ini selain menyumbang hara juga diduga ada perbaikan sifat fisik tanah. Penelitian Husnan (2000) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi dengan dosis 0.5 kg per tanaman berpengaruh pada peningkatan peubah vegetatif tanaman tempuyung. Menurut Supriyanto (2010), pemberian arang sekam dapat mengefektifkan pemupukan dan sebagai pengikat hara sehingga dapat digunakan saat tanaman kekurangan hara. Wuryaningsih dan Darliah (1994) menjelaskan bahwa karakteristik arang sekam yang ringan, kasar, berwarna hitam, poros dan memiliki kapasitas memegang air tinggi membuat aerasi dan drainase menjadi baik. Percobaan mengenai penambahan pupuk kandang dan arang sekam perlu dikaji lebih lanjut untuk melihat respon tanaman terhadap jenis dan dosis pupuk kandang serta arang sekam.

(33)

18

tanam yang dapat digunakan sebesar 40 cm × 40 cm. Jarak tanam yang dipersempit dari 50 cm × 50 cm menjadi 40 cm × 40 cm akan meningkatkan populasi tanaman sehingga diharapkan juga meningkatkan jumlah produksi bobot basah dan kering daun tempuyung per luasan lahan.

Kriteria panen saat percobaan adalah tanaman tempuyung yang akan muncul bakal bunga agar kandungan bioaktif pada daun tempuyung masih tergolong baik dan dua daun tua tempuyung sudah mulai menguning. Percobaan ini perlu kajian lebih lanjut untuk simplisia dan bioaktifnya agar simplisia tinggi dan bioaktifnya juga tinggi.

Rata-rata bobot basah daun berkisar 34 – 42 g dan bobot kering daun berkisar 3 – 5 g pada umur 8 MST dan 11 MST (Tabel 7). Rata-rata bobot basah akar berkisar 25 – 56 g dan bobot kering akar berkisar 4 – 13 g (Tabel 8). Berbeda halnya dengan penelitian Wahyuningsih (2005), bobot basah daun berkisar 120 – 125 g, bobot kering daun 14 – 15 g, bobot basah akar berkisar 102 – 109 g dan bobot kering akar 30 – 32 g. Hal ini diduga karena perbedaan cara panen yaitu dengan adanya pemangkasan tangkai bunga. Wahyuningsih (2005) melakukan pemangkasan tangkai bunga yang menyebabkan pembentukan tunas lateral sehingga jumlah daun yang terbentuk menjadi lebih banyak. Penelitian yang dilakukan saat ini tidak membiarkan terbentuknya tangkai bunga, namun memanen daun ketika mulai terbentuk bakal tangkai bunga. Oleh karena itu, bobot tanaman lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Wahyuningsih (2005). Laju tumbuh relatif (LTR) dengan penambahan pupuk kandang dan arang sekam baik menggunakan kapur atau tanpa kapur memiliki nilai tertinggi (Tabel 10). Hal ini diduga karena karakteristik arang sekam yang poros sehingga memudahkan akar untuk menembus tanah sedangkan untuk penggunaan kapur tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif tanaman. Pengaruh kapur juga diteliti oleh Saleh (2005) yang menunjukkan bahwa pengapuran tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit cabe jawa. Peranan pengapuran perlu dipelajari lebih lanjut karena beberapa pustaka menunjukkan bahwa tempuyung tumbuh baik di tanah dengan pH tinggi.

Kadar air daun berkisar 87 % - 89 % sedangkan kadar air akar berkisar 76 % - 81 %. Siemonsa dan Pileuk (1994) menyatakan bahwa kadar air daun sebesar 88%. Persentase kadar air yang tinggi menunjukkan daun tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar sehingga langsung dikeringkan agar daun tidak busuk dan rusak. Kadar air daun tertinggi berbeda-beda di selang tiga minggu sedangkan kadar air akar pembanding tanpa kapur memiliki nilai tertinggi pada umur 5 MST dan 11 MST (Tabel 11).

Semakin tinggi indeks luas daun (ILD) maka semakin besar fotosintat yang dihasilkan yang dapat menyebabkan bobot kering semakin berat (Pangestuti et al. 2006). Bobot kering daun tempuyung yang terberat pada penelitian ini tidak menyebabkan nilai ILD semakin tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh keragaman tanaman.

(34)

19 LAB tertinggi pada umur 5-8 MST tetapi nilai LAB terendah pada umur 8-11 MST (Tabel 13). Hal ini diduga akibat pertumbuhan tanaman yang kurang baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Komposisi media tanam tidak mempengaruhi peubah vegetatif dan komponen hasil tanaman tempuyung secara nyata namun ada kecenderungan bahwa penambahan pupuk kandang sapi maupun arang sekam menyebabkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Bobot basah akar pada umur 5 MST dengan penambahan pupuk kandang nyata lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan tanpa kapur.

Saran

Pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang serta arang sekam perlu dikaji kembali untuk penelitian selanjutnya. Dosis kapur yang digunakan juga perlu dikaji kembali pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui dosis kapur yang tepat pada tempuyung.

DAFTAR PUSTAKA

Azis AH, Langi B. 2010. Evaluasi penyuluhan tentang aplikasi kapur pertanian dan pupuk kandang untuk peningkatan produksi kacang tanah. Jurnal Agrisistem. 6 (2): 1- 4.

[Balittan] Balai Penelitian Tanah. 2005. Pupuk organik tingkatkan produksi pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 27 (6): 13-15.

[Balittan]. Balai Penelitian Tanah. 2011. Sumber hara silika untuk pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia. 33 (3): 12-13. Chairani. 2006. Pengaruh fosfor dan pupuk kandang kotoran sapi terhadap sifat

kimia tanah dan pertumbuhan padi (Oryza sativa) pada lahan sawah tadah hujan di Langkat, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Pertanian. 25 (1): 8-14.

Baudendistel RF. 1982. Horticulture: A Basic Awareness Second Edition. Virginia (US): Reston Publishing Company, Inc.

Dalimartha S. 2005. Tanaman Obat di Lingkungan Sekitar. Cet. 1. Jakarta (ID): Puspa Swara.

Djafaruddin. 2008. Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Cet. 4. Edisi 1. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Djauhariya E, Hernani. 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Cet.1. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

(35)

20

Flegmann AW, George RAT. 1975. Soils and Other Growth Media. Westport (US): Avi Publishing Company, Inc.

Foragri. 2011. Budi daya tempuyung [Internet]. Waktu Unduh [9 Maret 2012]. Hadid A, Laude S. 2007. Pengaruh konsentrasi pupuk organik cair lengkap dan

dosis pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. Jurnal Agroland. 14(4): 260-264.

Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo.

Harahap KA. 2005. Pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan jagung yang ditanam di antara tanaman cendana (Santalum album L.). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Agroland. 12 (1): 1-6.

Hardjowigeno HS. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Harjadi SS. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia.

Hartatik W, Widowati LR. 2009. Pupuk kandang [Internet]. Waktu unduh [18 Maret 2012].

Hernani R, Nudjanah. 2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan Teknologi TRO. 21 (2): 33-39.

Husnan. 2000. Multiplikasi dan pengakaran in vitro tempuyung (Sonchus arvensis L.) serta pertumbuhan bibit pasca aklimatisasi [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Muhammad H, Januwati M, Iskandar M. 1993. Pengaruh jarak tanam terhadap produksi daun tempuyung. Warta Tanaman Obat Indonesia. 2(3): 13-14. Nugraha S, Setiawati J. 2009. Peluang agribisnis arang sekam [Internet]. Waktu

unduh [20 Maret 2012].

Pangestuti SD, Sulistyaningsih E, Sunarminto BH. 2006. Pengaruh pemberian pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan, hasil dan kualitas bawang daun. Jurnal Ilmu Pertanian. 13 (2): 151-162.

Pujisiswanto H, Pangaribuan D. 2008. Pengaruh dosis kompos pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produksi buah tomat. Prosiding. Universitas Lampung (ID). Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. 2008 November 17-18.

Rosani T. 2006. Pengaruh dosis pupuk kandan ayam terhadap pertumbuhan dan produksi biomass tanaman ceplukan (Physalis angulata L.) [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Saleh I. 2010. Pengaruh metode pemupukan dan kombinasi komposisi media tanam dengan pengapuran terhadap pertumbuhan cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Siemonsma, Pileuk. 1994. Di dalam: Husnan. Multiplikasi dan pengakaran in vitro tempuyung (Sonchus arvensis L.) serta pertumbuhan bibit pasca aklimatisasi [skripsi]; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, hlm 17. Siswanto U, Sukarjo EI, Risnaily. 2004. Respon tanaman tempuyung (Sonchus

(36)

21 Sugiarso S, Suhadi, Hutapea JR. 1993. Penelitian budidaya tanaman Sonchus arvensis L. di tanah berkapur pada ketinggian 1200 m dpl di Tawangmangu. Warta Tanaman Obat Indonesia. 2 (3): 7-8.

Sugito Y, Nuraini Y, Nihayati E. 1995. Sistem Pertanian Organik. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Supriyanto, Fiona F. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki semai jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Mix) pada media subsoil. Jurnal Silvikultur Tropika. 1 (1): 24-28

Universitas Pancasila. 2006. Analisa senyawa flavonoid herba tempuyung (Sonchus arvensis L.). Pusat P2 Farmasi dan Mediak Deputi Bidang TAB BPPT. Jakarta (ID): Universitas Pancasila.

Wahyuningsih APS. 2005. Pengaruh kombinasi aplikasi pupuk N dan waktu pemangkasan tangkai bunga terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.) [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waluya. 2001. Mengenal tanaman obat tempuyung (Sonchus arvensis). Buletin

Iptekda LIPI. 1:5.

(37)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Desember 1991 dari ayah H.Tjetjep Yus Haridian, BBA dan ibu Hj. Raden Gandawati. Penulis adalah putri keempat dari empat bersaudara. Tahun 2007 penulis masuk SMA Negeri 2 Bogor. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penulis pernah aktif menjadi pengurus Klub Cinta Tanaman Buah dan Hias (CTHBS) sebagai staf administrasi. Penulis juga pernah aktif di berbagai kepanitiaan acara Departemen maupun Fakultas. Acara terbesar yang pernah diikuti adalah Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) 2013 sebagai staf konsumsi dan bendahara karnaval.

Gambar

Tabel 1  Data iklim wilayah Dramaga Bogor pada bulan Februari – Mei 2013
Gambar 3  Cendawan Rhizoctonia solani pada mikroskop
Tabel 3  Rata-rata diameter tajuk tanaman tempuyung
Tabel 4  Rata-rata panjang daun terpanjang tanaman tempuyung
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak atsiri jahe merah pada edible coating yang diaplikasikan pada fillet ikan patin

Penelitian ini diambil melalui angket yang disebarkan kepada sampel yang ada di Lapas Perempuan Pontianak Kelas II A yang berhubungan dengan Pengaruh Pendidikan

Tujuan Pendidikan InklusifSecara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

Untuk memberikan motivasi dan menyalurkan bakat serta minat siswa terhadap Seni dan Budaya di sekolah sesuai amanat tersebut di atas, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

Meskipun begitu dari sisi bisnis, konsep alternatif kedua ini cocok untuk diterapkan pada Lapis Bogor Sangkuriang karena sesuai dengan visi dan misi

Perilaku agresif oleh remaja dengan tipe kepribadian introvert juga bisa dikarenakan karateristik yang ada pada mereka yaitu penetapan standar etis yang tinggi bisa juga

Proses tersebut dapat dilakukan secara turun temurun atau mendapatkan ijin dari pihak petinggi kampung setempat; (2) Konflik penguasaan tanah di Kecamatan Long Bagun terjadi

Pada kasus eks buruh perkebunan Kolonial Belanda di Bali Barat yang terdiri dari tiga etnis berbeda yakni Bali, Madura dan Jawa, catatan diri di masa lalu tidak menjadi dominasi