KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tindakan Kekerasan di Dalam Masyarakat
Tindakan kekerasan merupakan suatu aktivitas kelompok atau individu, yang disebut kekerasan individu atau kolektif, istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (deffensive), yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Menurut Santoso (2002) ada empat jenis tindak kekerasan yang dapat di identifikasi yaitu (1) kekerasan terbuka, tindak kekerasan yang dapat dilihat seperti perkelahian, (2) kekerasan tertutup, atau tersembunyi atau tidak dilakukan langsung, seperti perilaku mengancam, (3) kekerasan agresif, tindak kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan sesuatu, (4) kekerasan defensif, tindak kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri.
Semua manusia mampu melakukan kekerasan, ada yang lebih mampu dari yang lain, ada yang memiliki lebih banyak sumber kekerasan dari yang lain, dan situasi tertentu bisa mempengaruhi atau mencegah kekerasan serta situasi yang mengarah kepada tindak kekerasan.
Erich Fromm menguraikan agresi dengan pendekatan
psikoanalisis teori tentang upaya non nurani, resistensi,
karakter dan konflik antara upaya-upaya berhasrat yang
terkandung di dalam ciri pembawaan dengan tuntutan
pemertahanan diri. Sehingga sejauh mana seseorang dapat
menekan hasratnya bukan hanya tergantung pada faktor
internal diri seseorang, melainkan juga pada situasi. Dengan
demikian agresi sama sekali bukan satu-satunya bentuk reaksi
terhadap ancaman, meski pada umumnya semua kondisi yang
memicu timbulnya perilaku agresif adalah ancaman terhadap
kepentingan hayati. Dalam bentuk yang lebih kompleks adalah
ancaman terhadap kebutuhan akan ruang fisik dan atau
terhadap struktur sosial suatu kelompok. Erich Fromm
mengambil mengatakan bahwa tindakan kekerasan dipengaruhi
oleh kedua faktor yakni dari faktor individu berasal dari dalam
diri manusia yang kemudian bercampur dengan faktor biologis
dilua kendali manusia yang dipengaruhi kondisi eksternal
(sosial-ekonomi-politik) yang menyebabkan terjadinya stimulan
untuk melakukan tindakan kekerasan. Tindakan kekerasan tidak
cukup hanya dengan pengendalian internal diri akan tetapi juga
dengan menyingkirkan stimulan dengan menciptakan
Pelaku dan korban umumnya terlibat dalam suatu pertemuan, tindakan
mereka bisa saling mempengaruhi. Contoh yang paling jelas adalah dalam kasus pelaku dan korban saling mengenal, tetapi pandangan ini tidak signifikan untuk tindak kekerasan yang melibatkan orang asing. Salah satu kekerasan tidak langsung adalah ancaman. Ancaman merupakan unsur penting kekuatan, kemampuan untuk mewujudkan keinginan seseorang sekalipun menghadapi keinginan yang berlawanan. Suatu ancaman menjadi efektif jika seseorang maupun kelompok mendemonstrasikan keinginan untuk mewujudkan ancaman.
2.2 Ruang Publik (public sphere)
tempat di mana informasi, gagasan dan perberdebatan dapat berlangsung dalam masyarakat dan pendapat politis dapat dibentuk. (lingko.worldpress.co m/2010/03/12/ruangmayasebagaimedandemokratisasibaru.Diakses 21 Juni 2014 pukul 14.30)
Konsep ‘ruang publik’ muncul setelah tulisan Jurgen Habermas diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1989. Buku yang ditulis pada tahun 1962 itu berjudul The Structural Transformation of The Public Sphere. Secara umum “public sphere” merujuk kepada ruang nasional yang menyediakan sedikit banyak kebebasan dan arena keterbukaan atau juga forum untuk debat publik. Akses untuk public sphere adalah gratis, bebas untuk mengatur, perkumpulan dan penyampaian ekspresi dijamin, ruang itu bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat, mediasi dapat terjadi diantara kedua pihak. Kehidupan pribadi warga masyarakat di sebut ruang privat, sedangkan kehidupan politik yang menjadi inti public sphere adalah bagian dari kehidupan publik. Namun ruang publik ini ada untuk menjamin kepentingan dan keamanan ruang privat meskipun sasaran utamanya adalah kesejahteraan bersama.
mengoperasikan ruang ini secara leluasa dengan berbagai alasan baik alasan ekonomis ataupun keterbatasan pengetahuan. Namun pada dasarnya ruang publik ini sangat terbuka bagi umum untuk mengekspresikan diri maupun kelompok dan menyatakan kehendak diri maupun kelompok di arena public
(public sphere). (lingko.worldpress.com/2010/03/12/ruangmayasebagaimedan demokratisasibaru. Diakses 21 Juni 2014 pukul 14.35)
2.3 Pengertian dan Bentuk-Bentuk Cyberbullying di Dalam Ruang Maya
Bullying telah terjadi sebelum munculnya cyberbullying. Olweus (1999) berpendapat bahwa bullying terdiri dari tiga unsur kunci: (1) intimidasi dimaksudkan untuk menyakiti orang lain;. (2) itu harus terjadi berulang-ulang dari waktu ke waktu dan (3) harus ada ketidakseimbangan kekuasaan antara pengganggu dan korban. Namun, salah satu elemen ditambahkan ke definisi
cyberbullying: perilaku intimidasi harus dilakukan melalui teknologi informasi. Smith, Mahdavi dalam Veenstra (2011)
Menurut Nancy Willard dalam Ortega (2007), cyberbulliying berasal dari orang lain dengan cara mengirim atau mempublikasikan konten berbahaya atau dengan cara keterlibatan dalam agresi sosial menggunakan internet atau teknologi digital. Perkembangan kekerasan ini berubah dalam bentuk nyata "agresi sosial online". Dapat dibedakan beberapa jenis cyberbullying yaitu:
untuk memiliki awal yang tajam dan peningkatan yang sangat cepat dalam nada diskusi.
Harasment/Pelecehan: pengulangan pengiriman pesan ofensif, tidak
menyenangkan dan menghina.
Denigration/Pencemaran nama baik: untuk menghina atau
mencemarkan nama baik seseorang secara online untuk mengirim rumor, gosip atau kebohongan, biasanya ofensif dan kejam, untuk merusak citra atau reputasi seseorang atau hubunganya dengan orang lain.
Impersonation/Peniruan: mendapatkan informasi pribadi atau penampilan seseorang (nick, password, dll), dengan tujuan untuk menyamar sebagai dia dan membuat orang itu terlihat buruk, melakukan tindakan tidak pantas, merusak reputasinya atau untuk menghasilkan konflik persahabatan
Outing dan Trickering: untuk menyebarkan rahasia seseorang, informasi atau foto secara online.
Cyberstalking: pengiriman pesan berulang yang menyertakan ancaman atau sangat mengintimidasi.
2.4 Tindakan Sosial dan Teori Aksi
Weber dapat berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan membatin atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu, atau merupakan tindakan perulangan dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa, atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
Tindakan sosial dan antar hubungan sosial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu :
a. Tindakan manusia, yang menurut aktor mengandung makna yang subyektif. Ini meliputi tindakan nyata.
b. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.
c. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam. d. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu. e. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang
lain itu (Ritzer, 2010 : 38-39).
Berdasarkan rasionalitas tindakan sosial, Max Weber membedakan dalam empat tipe. Dimana semakin rasional tindakan sosial itu semakin mudah dipahami. Tipe tindakan tersebut adalah:
a. Zwerk rational
tidak absolute. Ia dapat juga menjadi cara dari tujuan lain berikutnya. Bila aktor berkelakuan dengan cara yang paling rasional maka mudah memahami tindakan itu.
b. Wrektrational action
Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih cepat untuk mencapai tujuan yang lain. Ini menunjuk kepada tujuan itu sendiri. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan. Tindakan kedua ini masih rasional meski tidak serasional yang pertama. Karena itu dapat dipertanggungjawabkan untuk dipahami. c. Affectual action
Tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami. Kurang atau tidak rasional.
d. Traditional action
Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja (Ritzer, 2010:40-41).
Parson disebut voluntarism, yaitu kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuan. Aktor menurut konsep voluntarism adalah perilaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih alternatif tindakan.
Dalam teori aksi yang diterangkan oleh konsepsi Parson tentang kesukarelaan (Voluntarisme). Beberapa asumsi fundamental teori aksi dikemukakan oleh Hinkle adalah sebagai berikut,
1. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tujuan tertentu. Jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
3. Dalam bertindak manusia menggunankan cara, teknik, prosedur metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. 4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak
dapat diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya.
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan (Ritzer, 2010: 46).
yang berbeda. Parson menyusun skema unit unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Adanya individu sebagai aktor.
b. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tersebut.
c. Aktor memiliki alternatif cara,alat serta tehnik untuk mempunyai tujuan. d. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat
membatasi tindakan dalam mencapai tujuan.
e. Aktor dibawah kendali dari nilai nilai,norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan (Ritzer, 2010:48-49).
2.5 Media Sosial
bersama-sama dalam satu wadah. Media Sosial online merupakan media sosial yang terhubungan secara langsung antar pengguna media sosial dengan cara jejaring sosial menggunakan akses internet pada situs tertentu. Media sosial online yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah facebook, twitter.
2.5.1 Facebook
Facebook merupakan media jejaring sosial yang populer digunakan oleh pengguna ruang maya. Pengguna facebook dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya melalui wall to wall, pesan dan berbagi opini serta dapat mengembangkan jejaring sosial melalui bergabung dengan berbagai grup diskusi, menambahkan teman pada grup diskusi. Tampilan halaman awal facebook adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 : Halaman awal facebook
Sumber: www. facebook.com
kepada anggota jaringan sehingga mereka mengetahui posisi dan apa yang sedang dilakukan temannya, seperti gambar berikut ini :
Gambar 2.2: Beranda facebook
Sumber: www.facebook.com
Para pengguna facebook menyebut jejaring sosial ini sebagai tempat di seseorang dapat menjadi dirinya sendiri dan bebas berbicara dengan teman dekat, saudara, teman bisnis atau jejaring yang lebih luas. Tempat ini juga di angggap nyaman untuk berkomunikasi, dan aman selama percakapan penting dilakukan melalui kotak “message” dan dengan orang yang dapat dipercaya. Dengan cara ini tidak perlu ada yang merasa disisihkan karena tidak diajak bicara. Namun sebaliknya, semua bisa ikut bergabung bila topik di sajikan di “wall” (Hermawan, 2009: 25)
2.5.2 Twitter
twitter menempati peringkat 8 (Juni 2012) Twitter berawal dari sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh anggota dewan dari Podcasting perusahaan Odeo. Dalam pertemuan tersebut, Jack Dorsey memperkenalkan ide twitter individu bisa menggunakan SMS layanan untuk berkomunikasi dengan sebuah kelompok kecil.
Twitter memiliki multi bahasa agar dapat mempermudah pengguna dalam menggunakan twitter. Twitter menggunakan pendaftaran untuk mengirim kicauan, mengikuti atau di ikuti. Kicauan (tweets) adalah teks tulisan hingga 140 karakter yang ditampilkan pada halaman profil pengguna. Kicauan bisa dilihat secara luar, namun pengirim dapat membatasi pengiriman pesan ke daftar teman-teman mereka saja. Pengguna dapat melihat kicauan penulis lain yang dikenal dengan sebutan pengikut ("follower").
2.6 Jaringan Sosial
Jaringan sosial merupakan salah satu dimensi sosial selain kepercayaan dan norma. Konsep jaringan lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul yang bisa berupa orang atau kelompok (organisasi). Dalam hal ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang diikat oleh adanya kepercayaan yang mana kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma-norma yang ada.
Jaringan sosial atau jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan. Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan sosial adalah peta semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji. Konsep ini sering digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya. (http:teddymagister.wordpress.com/2012/06/12/teori jaring an-sosial/Diakses21/6/2014pukul15.00)
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu telah terdapat penelitian yang membahas
cyberbullying pada berbagai konteks disiplin ilmu seperti psikologi, PPKN yang mengkaji cyberbullying dengan berbagai metodologi dan hasil yang beragam antara lain adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul/Peneliti/Tahun/
Tujuan
Metodologi Hasil Penelitian
1 Hubungan antara Self-Esteem dengan perilaku cyberbullying yang diterima remaja dengan status mahasiswa Fakultas Psikologi UNAIR Pengguna Media Social Networking
(Facebook)/ Kinanda Arif S/2012/ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara self-esteem dengan perilaku cyberbulyying pada remaja pengguna social networking. Self-esteem adalah penilaian terhadap perasaan dan keyakinan diri akan keberhargaan diri yang tercermin pada sikap-sikap (negatif dan positif) terhadap menyakiti orang lain dengan menggunakan teknologi informasi..
Penelitian dilakukan pada mahasiswa universitas airlangga pengguna social networking yang memiliki rentang usia 19-21 tahun dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 98 mahasiswa. Alat pengumpul data berupa kuesioner self-esteem yang menggunakan Rosenberg Self-Esteem Scale dan alat ukur cyberbullying yang disusun oleh Bayram. Analisis data dilakukan dengan teknik statistik korelasi rank orderSpearman, dengan bantuan program statistik SPSS versi 16.
Berdasarkan hasil uji korelasi, diperoleh nilai korelasi antara self-esteem dengan cyberbullying sebesar -0,519 dengan p sebesar 0.000;. Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara self-esteem dengan perilaku
cyberbullying, yang artinya sampel memiliki self-esteem rendah dan menerima perilaku cyberbullying yang tinggi.
2 Efektivitas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tujuan penelitian ini adalah untuk
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini mengambil sampel dari satu populasi dan melakukan observasi sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei. Penelitian ini bertempat di Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta,
Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, perkembangan teknologi telah
menyumbangkan dampaknya pada kasus cyberbullying di Indonesia khususnya pada
mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta.
mendapatkan data atau fakta empiris tentang Efektivitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Rawamangun, Jakarta Timur. Data-data dari penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapaun metode analisis data dalam penelitian ini diperoleh melalui tahapan reduksi data, display data, dan terakhir membuat kesimpulan.
dunia maya ini maka pemerintah dibawah naungan Kementrian Komunikasi dan
Informatika mengeluarkan produk undang-undang. Ketiga, fakta dilapangan menunjukan mahasiswa tidak mau menggunakan undang-undang ini untuk menyelesaikan masalah mereka karena dinilai lebih rumit. Mahasiswa lebih cenderung
menggunakan cara klasik seperti klarifikasi dan mediasi antara pelaku cyberbullying dan korban cyberbullying daripada menggunakan undang-undang tersebut untuk menyelesaikan masalah mereka.
Keempat, hadirnya undang-undang ini bertujuan agar undang-undang ini dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk bisa meredam dan menanggulangi kejahatan dunia maya termasuk cyberbullying. Namun kenyataan di lapangan adalah undang-undang ini belum berhasil menjadi pencegah perilaku
cyberbullying berkembang di masyarakat.
Kelima, dalam penelitian membuktikan bahwa perilaku tersebut masih ada dan makin
Penelitian tersebut diatas berbeda dengan penelitian yang penulis
lakukan. Penelitian Kinanda Arif S yang berjudul Hubungan self esteem