• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Berumur Satu Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Berumur Satu Tahun"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PUPUK ORGANIK DAN NPK MAJEMUK PADA

TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq

)

BELUM

MENGHASILKAN BERUMUR SATU TAHUN

IRWAN SIALLAGAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Optimasi Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Bermur Satu Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

IRWAN SIALLAGAN.

Optimasi Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Berumur Satu Tahun. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan HARIYADI.

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit pada fase belum menghasilkan (TBM) merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpendek fase TBM dan meningkatkan produktivitas pada fase tanaman menghasilkan (TM). Produktivitas dan kandungan minyak sawit yang tinggi membutuhkan input produksi yang optimal, terutama ketersediaan hara yang berasal dari pupuk. Oleh karena itu, penggunaan dosis pupuk pada setiap fase pertumbuhan tanaman harus sesuai dengan kebutuhan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari pengaruh pupuk organik dan NPK majemuk pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan, (2) mengetahui efisiensi pupuk NPK majemuk, (3) menentukan dosis optimum pupuk organik dan NPK majemuk pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan berumur satu tahun.

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit, IPB-Cargill Jonggol, mulai bulan Maret 2013 sampai Maret 2014. Rancangan yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam lingkungan acak kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah pupuk organik, terdiri atas empat taraf, yaitu : 0, 15, 30, dan 45 kg pupuk organik tanaman-1. Faktor kedua adalah pupuk NPK majemuk terdiri atas lima taraf, yaitu : 0, 0.65, 1.3, 1.95 dan 2.6 kg NPK majemuk tanaman-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dan NPK majemuk meningkatkan pertumbuhan tinggi dan lingkar batang. Interaksi pupuk organik dan NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lingkar batang, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah pelepah, panjang pelepah dan luas daun. Pada peubah fisiologi tanaman pupuk organik dan NPK majemuk meningkatkan secara nyata kadar N dan P daun kelapa sawit namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K daun, klorofil dan kerapatan stomata.

Berdasarkan peubah tinggi tanaman dan lingkar batang, dosis optimum untuk pupuk organik dan NPK majemuk pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan pada tahun pertama masing-masing adalah 40.7 kg pupuk organik pohon-1 dan 1.9 kg pupuk NPK majemuk pohon-1.

(5)

iii

SUMMARY

IRWAN SIALLAGAN. Optimizing Rate of Organic and NPK Compound Fertilizers for First Year Immature Oil Palm. Supervised by SUDRADJAT and HARIYADI.

Preservation of young immature oil palm (TBM) is the most important factor on immature oil palm accelerating stage and increasing the mature palm stage productivity. Productivity and high palm oil content requires the optimal production input, especially the availability of nutrients from fertilizers. Therefore, using fertilizer on each stage of plant growth must be in accordance with the requirements. The objective of this research was to (1) study the effect of organic and NPK compound fertilizer in immature oil palm, (2) determine the efficiency of NPK compound fertilizer, (3) determine the optimum rate of organic and NPK compound fertilizer for the first year immature oil palm.

The research was carried out at IPB-Cargill Oil palm Teaching Farm, Jonggol, from March 2013 to March 2014. The treatments was laid out in a factorial randomized block designed with three replications. The first factor was organic fertilizer, i.e. 0,15, 30 and 45 kg organic fertilizer plant-1 and the second was NPK compound fertilizer, i.e. 0, 0.65, 1.3, 1.95 and 2.6 kg NPK compound fertilizer plant-1.

The results showed that the organic and NPK compound fertilizer improves the height and stem girth growth. The height and stem girth of plant are affected by interaction between organic and NPK compound fertilizers significantly, however there was no significantly affect of frond production, frond length and leaf area. The variable of plant physiology, the level of N and P leaf content are improved by interaction organic and NPK compound fertilizers significantly, however there is no affected of K leaf content, chlorophyll and number of stomata.

Base on the height and stem girth variable, the optimum rate for organic and NPK compound fertilizers in immature oil palm during first year of each are 40.7 kg organic fertilizer plant-1 and 1.9 kg NPK compound plant-1.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

OPTIMASI PUPUK ORGANIK DAN NPK MAJEMUK PADA

TANAMAN KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq) BELUM

MENGHASILKAN BERUMUR SATU TAHUN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

iii Judul Tesis : Optimasi Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Berumur Satu Tahun

Nama : Irwan Siallagan NIM : A252120331

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS Ketua

Dr Ir Hariyadi, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Agronomi dan Hortikultura

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Maret 2014 ini adalah pemupukan, dengan judul Optimasi Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Belum Menghasilkan Berumur Satu Tahun. Hasil penelitian ini dipublikasikan dengan judul “Optimasi Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan” pada Jurnal Agronomi Indonesia dalam proses naskah siap untuk publikasi pada Tahun 2015.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, semangat, doa, arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis ini serta selama penulis menempuh masa studi di Institut Pertanian Bogor:

1. Bapak Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Bapak Dr. Ir. Hariyadi, MS selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan dan bimbingan serta saran kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Ibu Dr. Ir. Maya Melati, MS MSc selaku Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura.

3. Bapak Dr. Ir. Ade Wachjar, MS selaku penguji pada ujian tesis serta seluruh staf pengajar dan staf laboratorium yang telah membagikan ilmunya selama penulis menempuh pendidikan Pascasarjana.

4. Bapak Direksi dan seluruh jajaran PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) yang telah memberikan beasiswa dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

5. Bapak Ir. H. M. Joni dan staf di Kebun Penelitian dan Pendidikan IPB-Cargill Jonggol yang telah membantu dalam proses pengamatan data penelitian.

6. Keluarga dan Istri tercinta Sarah D. Sinaga, ananda Aurel, Angelica dan Joice yang menjadi penyemangat untuk menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana.

7. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian dari tesis ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

(11)

v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Morfologi Tanaman Kelapa Sawit 3

Ekologi Kelapa Sawit 4

TBM Kelapa Sawit 4

Pemupukan 5

Pupuk Organik 5

Pupuk Anorganik 6

3 METODE PENELITIAN 7

Tempat dan Waktu Penelitian 7

Bahan dan Alat 7

Metode Penelitian 7

Pelaksanaan Penetitian 8

Pengamatan 9

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Keadaan Umum 12

Tanggap Morfologi 12

Tanggap Fisiologi 18

Dinamika Hara 22

Neraca Hara 23

Penentuan Dosis Optimum 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 30

(12)

DAFTAR TABEL

1 Respons tinggi tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk

organik dan NPK majemuk 13

2 Respons lingkar batang kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk

organik dan NPK majemuk 14

3 Respons jumlah pelepah kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk

organik dan NPK majemuk 15

4 Panjang pelepah kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik

dan NPK majemuk 16

5 Luas daun tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk

organik dan NPK majemuk 17

6 Umur berbunga tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk

organik dan NPK majemuk 18

7 Kadar klorofil daun tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan

pupuk organik dan NPK majemuk 19

8 Kerapatan stomata tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan

pupuk organik dan NPK majemuk 20

9 Kadar hara pada jaringan daun tanaman kelapa sawit pada berbagai

perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk 21

10 Neraca hara N, P dan K berdasarkan perlakuan dosis optimum 23 11 Penentuan dosis optimum pupuk organik dan NPK majemuk pada

tanaman kelapa sawit TBM I berdasarkan peubah morfologi 24

DAFTAR GAMBAR

1 Dinamika pergerakan hara N, P dan K dalam tanah di piringan pohon 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis tanah awal Kebun Pendidikan dan Penelitian IPB-Cargill 31

2 Hasil analisis pupuk organik 31

3 Hasil analisis pupuk NPK majemuk 32

4 Rekomendasi pemupukan NPK majemuk untuk TBM kelapa sawit 32 5 Jadwal aplikasi dan cara aplikasi pupuk organik dan NPK majemuk 32 6 Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk budidaya kelapa sawit 33 7 Data Curah hujan, Suhu dan Kelembaban Udara Kebun Pendidikan dan

Penelitian IPB-Cargill Jonggol April 2013 – Maret 2014 34

(13)
(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 8.91 juta ha, dengan rincian luas areal Perkebunan Swasta 4.65 juta ha (52.22%), Perkebunan Rakyat 3.62 juta ha (40.64%) dan Perkebunan Negara 0.64 juta ha (7.15%). Produktivitas rataan nasional minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia adalah 2.7 ton ha-1 dengan rincian produktivitas Perkebunan Swasta 2.6 ton ha-1, Perkebunan Rakyat 2.4 ton ha-1 dan Perkebunan Negara 3.1 ton ha-1 (Ditjenbun 2011). Produktivitas CPO Perkebunan Rakyat yang rendah mengakibatkan produktivitas CPO nasional menurun, karena luas arealnya mencapai 40.64% dari 8.9 juta hektar luas perkebunan kelapa sawit Indonesia. Perkebunan Rakyat sebagian belum menggunakan benih yang bersertifikat dan pemberian input pupuk yang rendah. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas adalah rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi (Noor et al. 2012), serta melakukan pemupukan sesuai kebutuhan tanaman dan karakteristik suatu wilayah (Webb et al. 2011).

Pemupukan merupakan kegiatan yang penting dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, mengingat biaya yang dikeluarkan untuk pemupukan di perkebunan kelapa sawit tergolong tinggi yaitu sebesar 40-60% dari total biaya pemeliharaan atau sekitar 30% dari total biaya produksi (Poeloengan et al. 2007). Oleh karena itu pelaksanaan pemupukan harus dilaksanakan dengan tepat waktu, dosis, jenis dan tepat aplikasi. Kekurangan salah satu unsur hara akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan vegetatif serta penurunan produksi tanaman. Beberapa penelitian telah menunjukkan besarnya respons tanaman terhadap pemupukan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Sutarta et al. 2005).

(16)

2

Fosfor berperan sebagai unsur pembentuk molekul ATP yang merupakan molekul kaya energi yang dibutuhkan dalam proses metabolisme misalnya sintesis protein, sehingga kahat hara P dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat (Siahaan 2003). Unsur P juga berperan dalam proses pembungaan, pematangan buah dan pembentukan minyak. Pada lahan masam, fosfor akan bereaksi dengan ion Fe (besi) dan Al (alumunium) membentuk besi fosfat atau alumunium fosfat yang bersifat sukar larut dalam air sehingga tidak dapat diserap tanaman. Kalium dimanfaatkan dalam mengatur metabolisme karbohidrat, nitrogen dan sintesis protein, mempercepat jaringan meristematik, menambah resistensi tanaman, berperan penting dalam pembesaran sel, membuka dan menutupnya stomata (Dietrich et al. 2001).

Pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan KTK dan mengikat unsur hara. Selain itu, unsur hara yang mudah hilang akibat penguapan dan terbawa perkolasi akan diikat oleh bahan organik sehingga tidak mudah tercuci dan dapat tersedia bagi tanaman (Paramananthan 2013). Pada kondisi tertentu seperti pH tanah terlalu asam atau basa beberapa unsur hara tidak dapat diserap akar tanaman, karena terikat oleh unsur lain (Parnata 2010). Penelitian Santi dan Goenadi (2008) menunjukkan bahwa kombinasi penggunaan pupuk organik dan pupuk anorganik menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering total dan lingkar batang yang terbaik pada bibit kelapa sawit.

Pupuk majemuk merupakan salah satu pupuk alternatif untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Tanaman kelapa sawit pada umur satu tahun (TBM I) memerlukan kondisi lingkungan optimal dan belum beradaptasi dengan baik sehingga memerlukan ketersediaan hara yang lengkap. Pupuk majemuk mempunyai kelarutan yang rendah (slow release) sehingga dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi pemupukan. Namun penggunaan pupuk anorganik secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, penurunan pH tanah, mengganggu keseimbangan organisme di dalam tanah dan mengganggu kualitas air permukaan. Oleh karena itu, pupuk anorganik sebaiknya disertai dengan pemberian pupuk organik sebagai pelengkap dan penyeimbang penggunaan pupuk anorganik (Kurniadinata 2010).

Pemberian pupuk organik dan NPK majemuk dengan beberapa dosis aplikasi pada tanaman TBM kelapa sawit ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk organik dan pupuk NPK majemuk pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan, mengetahui efisiensi pemakaian pupuk NPK majemuk serta untuk menentukan dosis optimum pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan.

Tujuan Penelitian

1. Mempelajari pengaruh pupuk organik dan pupuk NPK majemuk pada tanaman kelapa sawit.

2. Mengetahui efisiensi pemakaian pupuk NPK majemuk pada TBM kelapa sawit.

(17)

3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit, khususnya pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya di Brasilia. Kelapa sawit Afrika diklasifikasikan oleh Jecquin 1763 sebagai Elaeis guineensis dengan jumlah kromoson n = 16 atau 2n = 8A = 24C. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848, tepatnya di Kebun Raya Bogor (s’Lands Plantentuin Buitenzorg). Pada tahun 1876, Sir Yoseph Hooker mencoba menanam 700 bibit tanaman kelapa sawit di Labuhan Deli Sumatera Utara. Pada tahun 1911 tanaman kelapa sawit mulai dibudidayakan sebagai tanaman perkebunan (Pahan 2008).

Akar kelapa sawit terdiri atas akar serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Akar serabut primer akan bercabang menjadi akar sekunder kemudian bercabang menjadi akar serabut tersier. Kedalaman perakaran kelapa sawit rata-rata 15 cm dapat mencapai 2 meter (Sunarko 2009). Batang kelapa sawit tidak bercabang dengan diameter 25-75 cm dan ketinggian 25 meter dengan satu titik tumbuh kelapa sawit yang berada di batang. Batang tanaman kelapa sawit memiliki pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kuat dan sulit terlepas meskipun daun kering dan mati (Corley dan Tinker 2003).

Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang daun sejajar. Daun diproduksi membentuk garis spiral dari jaringan meristem. Satu daun muncul setiap bulan sampai tanaman berumur enam bulan. Jumlah daun yang dihasilkan meningkat 30-40 daun per tahunnya pada umur 5-6 tahun dan menurun pada umur 18-25 tahun. Luas daun sawit dewasa adalah 400 m2 (Verheye 2011). Daun kelapa sawit memiliki rumus duduk daun 3/8. Lingkaran atau spiralnya berputar ke kiri atau ke kanan. Rumus daun ini penting untuk mengetahui letak daun ke-9, ke-17 atau lainnya yang dipakai sebagai standar pengukuran pertumbuhan maupun pengambilan contoh daun (Adlin 2008).

Buah kelapa sawit adalah buah yang tersusun dalam suatu tandan kelapa sawit, terbentuk setelah terjadi penyerbukan pada bunga betina dan matang setelah berumur 6 bulan. Setiap tandan terdiri atas spikelet-spikelet tempat buah kelapa sawit. Setiap tandan kelapa sawit berisi 800-1 200 buah. Buah kelapa sawit terdiri dari mesokarp (sabut) yang mengandung minyak mentah (CPO), cangkang, dan inti buah yang mengandung minyak inti (Ditjenbun 2009).

(18)

4

dan bijinya kecil, rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan buahnya hampir selalu gugur sebelum matang, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit. Tenera, memiliki cangkang angak tipis (2-3 mm), daging buah tebal dan rendemen minyak 21-23%.

Ekologi Kelapa Sawit

Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit adalah tanah dengan tekstur lempung liat, berdrainase baik, kedalaman tanah >100 cm, dan tidak berbatu. Topografi datar, berombak dan bergelombang sesuai untuk budidaya kelapa sawit dengan lereng antara 0-25%. pH optimum untuk kelapa sawit adalah 5-6, dengan KTK >16 cmol kg-1 dan C organik >0.8% (Lumbangaol 2010).

Kondisi iklim yang optimal untuk penanaman kelapa sawit pada suhu 25-28C, curah hujan 1 700-2 500 mm tahun-1, kelembaban relatif (RH) di atas 85%, dan radiasi matahari sebesar 16-17 W/m2 per hari. Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit adalah 0-400 meter di atas permukaan laut (Wigena et al. 2009). Kelapa sawit tidak dianjurkan ditanam di daerah yang sering terkena badai tropis, karena kelapa sawit tidak dapat menahan angin kencang disebabkan bobot minyak sawit yang lebih besar dan memiliki mahkota yang lebih lembut dibandingkan dengan kelapa (Uexkull dan Faihurst 1991).

TBM Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit belum menghasilkan terhitung mulai bibit kelapa sawit ditanam di lapangan (0 tahun) sampai dengan tanaman mulai pertama berbunga. Salah satu kendala yang dihadapi pada perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan adalah ketersediaan unsur hara yang terbatas untuk meningkatkan pertumbuhan. Kondisi ini terjadi bukan hanya disebabkan oleh minimnya unsur hara di dalam tanah, tetapi karena unsur hara tersebut tidak tersedia bagi tanaman untuk dapat dimanfaatkan.

Tujuan pemeliharaan TBM adalah agar tanaman tumbuh cepat, jagur dan memasuki fase TM lebih awal dengan biaya pemeliharaan yang rasional. Pemeliharaan TBM meliputi penyulaman, pengendalian hama dan penyakit, menyiang, memupuk, memelihara jalan dan sistem draenase (Sunarko 2009).

(19)

5 Pemupukan

Pemupukan merupakan bagian program intensifikasi yang dapat memperbaiki produktivitas lahan maupun tanaman. Eksploitasi unsur hara secara terus-menerus melalui hasil panen tanpa pengembalian hara melalui pemupukan akan mengakibatkan tanah semakin miskin hara dan tidak produktif. Pada hasil perbandingan pengamatan biometrik yang diperoleh dari pupuk organik dan pupuk anorganik diperoleh bahwa pupuk organik lebih berpengaruh bila dibandingkan dengan pupuk anorganik dalam pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit (Sulaiman et al. 2012)

Perencanaan merupakan tahapan awal yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan pemeliharaan. Kegiatan terpenting dalam pemeliharaan pada TBM kelapa sawit yaitu pengendalian gulma dan pemupukan. Pupuk merupakan bahan atau material yang diberikan kepada tanah media tanam atau tanaman dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan mencukup kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Berdasarkan senyawanya pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk organik dan pupuk anorganik. Pelaksanaan pemupukan di daerah bergelombang dan berbukit yang terbaik adalah dengan melaksanakan teknik pembenaman agar aplikasinya efektif serta mengurangi kehilangan pupuk akibat aliran permukaan (Zakaria et al. 2006).

Banyak petani yang memupuk sawitnya memakai pupuk tunggal seperti urea sebagai sumber nitrogen, SP-36 sebagai sumber fosfor, dan KCl sebagai sumber kalium dengan dosis tidak sesuai rekomendasi. Jumlah pupuk yang diberikan juga masih jauh dari jumlah yang dibutuhkan kelapa sawit. Kondisi tersebut didorong oleh kesulitan dalam memperoleh pupuk, transportasi dan cara pemberian pupuk (Wigena et al. 2006). Oleh karena itu, pupuk majemuk yang terdiri dari unsur makro dan unsur mikro serta sifat pupuk yang slow release menjadi pilihan dalam peningkatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan.

Pupuk Organik

Menurut PP No. 8 (2001) tidak dijelaskan tentang definisi pupuk organik, namun definisi pupuk organik telah lebih dahulu tertuang pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 02/Pert/HK.060/2/2006 bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

(20)

6

berasal dari TKS 37.5 ton ha-1 tahun-1 pada kelapa sawit telah terbukti meningkatkan hasil TBS secara signifikan dan memperbaiki KTK K, Ca, Mg dan pH (Lim dan Zaharah 2002).

Sebagian besar kandungan hara dari pupuk organik rendah apabila dibandingkan dengan pupuk anorganik. Oleh karena itu harus diaplikasikan dalam jumlah besar untuk menyediakan semua unsur makro dan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sehingga hasil tanaman menjadi optimal (Syura dan Tsan 2008). Bahan organik juga merupakan zat perekat yang dapat memperbaiki struktur tanah dan pada peruraiannya dapat menghasilkan karbondioksida, air dan unsur hara.

Pupuk organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik yang berasal dari limbah ternak sapi, berupa feses maupun urine sapi. Pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, memicu pertumbuhan akar tanaman, memiliki daya serap air yang lebih lama pada tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20% (Hartatik dan Widowati 2010).

Pupuk Anorganik

Menurut PP No. 8 tahun (2001) definisi pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan atau biologis dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Pupuk anorganik atau pupuk mineral merupakan pupuk dari senyawa anorganik. Secara umum ada dua jenis pupuk anorganik yaitu pupuk tunggal, yang dibuat dari satu unsur secara dominan. Pupuk tunggal seperti Urea mengandung N, TSP atau SP-36 dengan P, dan KCl atau ZK dengan unsur K yang dominan, serta pupuk majemuk yaitu pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur seperti pupuk DAP dan Amofos yang terbuat dari N dan P.

Penggunaan pupuk majemuk secara terus menerus dengan dosis yang meningkat setiap tahunnya akan menyebabkan tanah menjadi keras dan mengganggu keseimbangan unsur hara tanah (Parnata 2010). Hal ini tidak menguntungkan bagi pertanian yang berkelanjutan. Meningkatnya kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman.

Menurut Puslittanak (1999) pupuk anorganik merupakan pupuk alternatif sumber hara N, P, dan atau K dengan kandungan N, P2O5 dan K2O masing-masing

minimal 10%. Khusus untuk pupuk K dapat disubstitusi atau diganti dengan jerami hasil panen setempat yang umumnya mengandung 24-36 kg K2O per ton

jerami atau setara dengan 40-60 kg pupuk KCl. Untuk pupuk majemuk sebagai sumber hara lebih dari satu unsur (NPK, NK, NP), harus mengandung unsur minimal 10% berupa N, P2O5, maupun K2O bagi masing-masing unsur.

(21)

7 pupuk NPK dengan pupuk kotoran sapi. Hasil penelitian dari Santi dan Goenadi (2008) menunjukkan bahwa pemupukan yang dikombinasikan antara pupuk organik dan pupuk kimia menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering total dan diameter batang bibit kelapa sawit yang terbaik. Pada penelitian ini akan diuji apakah perlakuan pupuk NPK yang dikombinasikan dengan pupuk organik juga berpengaruh positif pada fase tanaman belum menghasilkan.

3

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit IPB-Cargill, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor yang terletak pada elevasi 115 m di atas permukaan laut (dpl). Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Maret 2014. Analisis tanah, pupuk dan jaringan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Fakultas Pertanian IPB

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan tanam yang digunakan adalah kelapa sawit varietas Tenera Damimas, pupuk organik kotoran sapi (mengandung 0.60% N, 0.98% P2O5, 0.39% K2O dan

unsur mikro) pupuk NPK majemuk (mengandung 12.72% N, 14.17% P2O5 dan

17.12% K2O), cat kuku bening, isolasi. Alat-alat yang digunakan adalah, meteran,

timbangan digital, chlorophyll meter SPAD-502Plus, grinder, preparat dan mikroskop.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas dua faktor yaitu: pupuk organik dengan 4 taraf dan pupuk NPK majemuk dengan 5 taraf. Perlakuan pupuk organik (O) terdiri atas 0 (O0), 15 (O1), 30 (O2) dan 45 (O3) kg

tanaman-1. Pupuk NPK majemuk (M) terdiri atas 0 (M0), 0.65 (M1), 1.3 (M2), 1.95

(M3) dan 2.6 (M4) kg tanaman-1. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman,

(22)

8

Model linier aditif dari rancangan yang digunakan sebagai berikut: Yijk = µ + i + j + ()jk + k + ijk

Keterangan:

i = 1,2,3,4 ; j = 1,2,3,4,5 ; k = 1,2,3

Yijk = Respons pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan pupuk organik taraf ke-i, pupuk NPK taraf ke-j dan ulangan ke-k. µ = rataan umum

i = pengaruh utama perlakuan pupuk organik ke-i

j = pengaruh utama perlakuan pupuk NPK ke-j

()jk = pengaruh interaksi perlakuan pupuk organik taraf ke-i, perlakuan

pupuk NPK taraf ke-j dan ulangan ke-k k = pengaruh aditif dari kelompok ke-k

ijk = pengaruh acak dari perlakuan pupuk ke-i, perlakuan pupuk NPK ke-j

dan kelompok ke-k

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan

Bahan tanam kelapa sawit telah ditaman pada bulan Januari 2013. Jarak tanam yang diterapkan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan sistem segitiga sama sisi, sehingga luas lahan yang digunakan untuk 300 tanaman seluas 2.2 ha. Pada lubang tanam diberi pupuk dasar berupa 60 kg pupuk organik, 250 g rock phosphate, dan 250 g dolomit.

Pembuatan Piringan

Pembuatan piringan dengan ukuran diameter dua meter dilakukan sebelum aplikasi pemupukan. Pembuatan piringan pokok yaitu membersihkan gulma di sekitar tanaman untuk tempat aplikasi pupuk.

Perlakuan Aplikasi Pupuk NPK

Penetapan dosis pemupukan berdasarkan rekomendasi pemupukan dari PTPN III untuk TBM I kelapa sawit (Lampiran 4). Pupuk ditimbang sesuai dengan dosis perlakuan menggunakan timbangan digital. Perlakuan pupuk NPK diberikan 3 kali aplikasi yaitu pada bulan Mei 2013, September 2013 dan Januari 2014 (Lampiran 5). Untuk setiap aplikasi adalah sepertiga total dosis. Pupuk NPK diaplikasikan dengan jarak 60-80 cm dari batang tanaman kemudian ditutup dengan tanah.

Perlakuan Aplikasi Pupuk Organik

Perlakuan pupuk organik dilakukan sebanyak 1 kali aplikasi yaitu pada bulan Mei 2013 atau setelah pemupukan pertama NPK majemuk (Lampiran 5). Pemberian pupuk organik dilakukan dengan cara ditaburkan secara melingkar di piringan pohon.

Pemeliharaan

(23)

9 di piringan pohon, pengendalian hama dan penyakit dikendalikan bergantung serangan di lapangan. Kastrasi dilakukan dengan membuang semua bakal bunga betina dan bunga jantan yang muncul dengan rotasi 1 bulan.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan yaitu respons morfologi tanaman yang meliputi; tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah, panjang pelepah ke-9, persentase berbunga dan luas daun pelepah ke-9 yang diukur setiap bulan sampai 12 BSP. Jumlah sampel tanaman yang diamati di setiap perlakuan sebanyak lima tanaman. Sedangkan respons fisiologi meliputi; kerapatan stomata, kadar klorofil daun dan analisis kandungan hara (N, P dan K) daun dan pelepah. Dilakukan juga pengamatan dinamika hara dan simulasi neraca hara tanah untuk mengetahui pergerakan hara di dalam tanah dan efisiensi pemupukan NPK.

1. Respons Morfologi Tanaman

a. Tinggi tanaman (cm). Diukur dari pangkal batang kelapa sawit sampai ujung pelepah termuda yang telah membuka sempurna yang ditegakkan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran setiap bulan hingga pada umur 12 BSP, pangkal batang yang menjadi titik ukur diberi tanda dengan cat minyak.

b. Lingkar batang (cm). Pengertian lingkar batang dalam pengamatan ini adalah kumpulan pelepah yang masih terikat oleh serat pangkal pelepah (10 cm di atas permukaan tanah). Pengukuran lingkar batang menggunakan meteran setiap bulan sampai 12 BSP.

c. Jumlah pelepah (helai). Pelepah yang dihitung adalah pelepah dengan daun yang telah membuka sempurna. Pengukuran dilakukan setiap bulan sampai 12 BSP.

d. Luas daun (cm2). Pengukuran luas daun dilakukan pada anak daun tanaman contoh yaitu pada anak daun pelepah ke-9. Pengukuran dilakukan setiap bulan sampai akhir penelitian. Luas daun dihitung dengan rumus (Hardon et al. 1969):

Keterangan: p = panjang anak daun (cm) l = lebar anak daun (cm)

n = jumlah helai anak daun sebelah kiri atau kanan k = konstanta (0.57 untuk TBM)

e. Panjang pelepah (cm). Panjang pelepah diukur dari pangkal pelepah sampai ujung pelepah. Pelepah yang diukur adalah pelepah yang ke-9 setelah daun tombak. Pengukuran dilakukan setiap bulan sampai 12 BSP. f. Persentase berbunga (%). Pengamatan Persentase berbunga dilakukan

(24)

10

2. Respons Fisiologi Tanaman

a. Kerapatan stomata per daun. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada bulan September 2013 dan Februari 2014. Pengamatan kerapatan stomata dilakukan dengan cara mengoleskan cat kuku bening di permukaan bawah daun sekitar 2 cm x 4 cm pada pagi hari dan dibiarkan mengering. Kemudian ditempelkan isolasi bening pada permukaan daun yang telah diolesi cat kuku bening dan ditekan agar cat kuku tersebut menempel sempurna. Isolasi dilepaskan dan ditempelkan pada preparat. Stomata dapat diamati di bawah mikroskop elektron pada perbesaran 40 kali di Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Kerapatan stomata dapat dihitung dengan rumus:

A = π r2

=3.14 x (0.25)2 = 0.19625 mm2

A = Luas bidang pandang

r = Jari-jari bidang penampang mikroskop

b. Kadar klorofil daun. Kandungan klorofil daun diukur melalui pengukuran tingkat kehijauan daun dengan alat chlorophyll meter SPAD-502Plus setiap bulan. Pengukuran dilakukan pada umur 6 dan 12 BSP pada leaflet pelepah ke-9. Anak daun diletakkan pada titik alat pembaca, kemudian tombol pembaca tersebut ditekan. Pengukuran dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung) yang berjarak 5 cm dari tepi leaflet. Berdasarkan Farhana et al. (2007) nilai real kandungan klorofil dihitung menggunakan rumus : y = 0.0007x – 0.0059. Dimana y = kandungan klorofil, x = nilai hasil pengukuran SPAD-502.

c. Analisis kandungan hara pada jaringan tanaman (N, P dan K). Analisis kadar hara pada daun dilakukan pada anak daun pelepah ke-9 pada pertengahan dan akhir penelitian yaitu pada bulan Juli 2013 dan Maret 2014. Analisis hara pada pelepah dilakukan pada akhir penelitian. Analisis kandungan hara N, P dan K pada daun dilakukan melalui analisis destruksi basah. Contoh daun diambil dari daun tanaman sampel secara komposit, kemudian daun dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam, setelah mencapai berat yang konstan, bahan digiling hingga halus dengan grinder. Contoh daun yang telah digiling dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat agar tidak terkontaminasi dan diberi nomor urut sesuai dengan nomor perlakuan. Contoh-contoh tersebut siap untuk analisis di laboratorium (PPT 2005).

3. Analisis Kandungan Hara pada Tanah (N, P dan K).

(25)

11 pohon secara komposit pada beberapa titik dan gawangan secara komposit pada kedalaman ± 20 cm sebanyak 250 g. Analisis tanah dilakukan terhadap sifat kimia tanah meliputi pH H2O, pH KCl, C-organik (Walkley dan Black),

N-total, P-Bray/Olsen, KTK, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd, Al-dd, H-dd, tekstur (metode pipet) tiga fraksi, P HCl 25% dan K HCl 25%. Analisis tanah juga dilakukan pada pertengahan dan akhir percobaan di piringan pohon tanaman pada kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm, dilakukan pada bulan Juli 2013 dan Maret 2014. Analisis sampel tanah pada tiga kedalaman ini dilakukan pengamatan terhadap kadar N, P dan K untuk mengamati pola pergerakan hara di dalam tanah.

4. Dinamika Hara.

Pengamatan dinamika hara dilakukan mulai dari kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm pada akhir penelitian (12 BSP) serta dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

5. Neraca Hara N, P, K.

Perhitungan simulasi neraca hara dilakukan di akhir penelitian (12 BSP) berdasarkan perlakuan optimum yang meliputi:

 Sumber hara.

Tanah awal = kadar hara analisis tanah awal x bobot kering tanah awal Pupuk = kadar hara pupuk x bobot pupuk sesuai perlakuan  Recovery nutrient.

Tanah akhir = kadar hara analisis tanah akhir x bobot kering tanah akhir Serapan tanaman (pelepah dan leafleat) = kadar hara jaringan (pelepah, leaflet) x bobot kering jaringan

 Efisiensi pemupukan (%) = (serapan tanaman : pupuk) x 100 %

 Jumlah unsur hara yang hilang (%) = pupuk – (tanah akhir – tanah awal) – serapan tanaman : pupuk x 100 %

6. Penentuan Dosis Optimum.

Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman ditentukan oleh penggunaan hara yang efektif oleh tanaman. Hasil analisis jaringan daun dapat menunjukkan status kecukupan hara tanaman sehingga dapat menentukan kebutuhan pupuk. Namun analisis jaringan ini harus diintegrasikan dengan indikator lain seperti pertumbuhan vegetatif. Percobaan ini memperlihatkan perubahan status hara, perkiraan recovery nutrient, interaksi hara tanaman dan efisiensi penggunaan hara (Witt et al. 2005). Percobaan faktorial merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk menentukan jumlah pupuk yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil optimum, baik secara ekonomi maupun secara agronomi (Corley dan Tinker 2003). Dasar teori untuk penetapan dosis optimum adalah fungsi kuadratik, fungsi tersebut dapat mewakili keadaan hara dalam kondisi kahat, cukup dan berlebihan (Webb 2009) .

Analisis data

(26)

12

Ortogonal untuk menelusuri pola respons dari suatu faktor yang diteliti bertaraf kuantitatif kemudian dilanjutkan dengan uji regresi untuk menentukan dosis optimum (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis Sistem) dan microsoft excel.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Lahan penelitian memiliki topografi datar hingga bergelombang. Analisis tanah awal sebelum perlakuan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Tanah pada lahan percobaan ini bertekstur liat berdebu baik pada daerah gawangan maupun piringan. Reaksi tanah tergolong masam dengan pH (H2O) 4.5-5.0,

kandungan N total sedang (0.17-0.19%), P (Bray 1) sedang (7.6-8.8 ppm) dan K rendah (0.15-0.35 me 100g-1). Kapasitas tukar kation tanah tergolong sedang (21.59-25.98 me/100g), C-organik 1.75-2.00%. Areal percobaan berada pada ketinggian ± 115 m dpl dengan kondisi gawangan ditumbuhi gulma jenis lunak dengan ketinggian gulma tidak lebih dari 20 cm.

Hasil analisis pupuk organik menunjukkan pH 7.50 dengan kadar C-organik 18.27%, N-total 0.60%, P2O5 0.98%, K2O 0.39% dan hara-hara mikro Cu

dan B serta KTK (me 100 g1) dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisis pupuk NPK majemuk yang digunakan dalam penelitian terkandung N 12.72%, P2O5

14.17%, K2O 17.12%.

Curah hujan rata-rata di areal penelitian yaitu 279.3 mm bulan-1, tertinggi pada bulan Januari 2014 dan terendah pada bulan September 2013 masing-masing 606 mm dan 60 mm. Hari hujan berkisar antara 3-24 hari dengan rata-rata 16hari, suhu bulanan berkisar antara 27.0-31.1 oC dengan rata-rata 28.8 oC, kelembaban udara berkisar antara 66-86% dengan rata-rata 77.3% bulan-1 (Data iklim Kebun penelitian IPB-Cargill Bogor).

Tanggap Morfologi

Pemberian pupuk organik dan NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lingkar batang, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah pelepah, panjang pelepah, luas daun dan persentase berbunga.

Tinggi Tanaman

(27)

13 Y = 181 + 1.63 O + 0.0130 M + 0.0232 O2 – 0.000002 M2– 0.000278 OM dan pada umur 12 BSP dengan persamaan regresi Y = 226 + 1.17 O + 0.0431 M– 0.0092 O2– 0.000012 M2– 0.000286 OM dimana O adalah pupuk organik dan M adalah pupuk NPK majemuk, namun tidak terdapat interaksi pada 9-11 BSP.

Perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk mulai berpengaruh pada 8 BSP. Hal ini diduga bahwa pupuk NPK majemuk yang diaplikasikan bersifat lambat tersedia sehingga memerlukan waktu untuk dapat diserap oleh tanaman serta aplikasi pupuk organik mulai menunjukkan pengaruh yang nyata pada 8 BSP. Wu et al. (2008) menyatakan bahwa pupuk majemuk NPK bersifat slow

release yaitu melepaskan hara N, P dan K perlahan sehingga tersedia lambat bagi

tanaman.

Tabel 1. Respons tinggi tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk.

Perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman kelapa sawit. Quansah (2010) menyatakan bahwa kombinasi antara pupuk anorganik dengan organik umumnya lebih meningkatkan pertumbuhan karena bahan organik dapat memperbaiki fisik, biologi dan kimia tanah sehingga unsur hara lebih tersedia untuk tanaman. Herviyanti et al. (2012) menyatakan bahwa tanah-tanah dengan kandungan bahan organik tinggi dapat meningkatkan KTK tanah dan mampu mengikat unsur hara, sehingga kefektifan pemupukan anorganik menjadi meningkat. Pupuk organik juga dapat digunakan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

144.1 149.7 155.5 161.0 165.9 174.7 183.5 191.6 192.6 195.8 218.1 233.3 251.9

140.3 144.7 147.9 157.8 165.8 177.9 193.9 200.7 205.0 211.7 231.4 247.4 263.2

143.5 151.3 154.3 164.8 164.6 182.8 194.9 204.5 210.3 213.1 231.7 249.0 266.9

148.6 149.5 155.7 163.6 171.2 183.2 188.6 198.2 201.8 207.2 236.1 250.1 269.7

0.6582 0.6770 0.2227 0.3214 0.5436 0.1753 0.1520 0.0662 0.0101 0.0223 0.0222 0.0315 0.0290

tn tn tn tn tn tn tn tn * * * * *

tn tn tn tn tn tn tn tn Q* tn L* L* L*

142.4 146.5 151.3 155.3 160.9 172.4 186.1 196.0 197.8 202.0 218.2 229.5 243.2

139.0 145.5 153.3 159.7 163.8 180.7 191.7 202.3 206.9 211.9 230.5 247.0 265.3

148.9 150.7 153.9 163.5 169.6 177.9 184.9 201.2 198.7 203.1 231.2 251.4 276.7

143.9 148.2 149.7 161.4 165.6 179.3 194.6 196.9 207.1 212.5 232.9 247.3 265.0

146.5 153.2 158.6 169.1 174.5 187.9 193.7 197.3 201.5 206.2 233.4 249.4 264.3

0.7187 0.7382 0.403 0.0537 0.1351 0.0503 0.3913 0.688 0.3217 0.3555 0.131 0.0208 0.0004

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * **

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Q* Q**

0.5809 0.6013 0.4643 0.2856 0.2432 0.1401 0.3335 0.0584 0.014 0.0527 0.0575 0.0614 0.0323

tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn tn *

Dosis Pupuk Umur Tanaman (BSP)

………( cm )………..

Pupuk Organik Pr 45 Pupuk NPK 0 0.65 1.30 (kg tan¹) Respon Pola Respon f

0 15 30

*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1 %; Pr: probability; f : uji kontras polinomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata

Keterangan: (kg tan¹) 1.95 2.60 Respon Pr Respon Pola Respon f

(28)

14

untuk jangka panjang dan diserap secara perlahan oleh tanaman (Ermadani dan Muzar 2011).

Lingkar Batang

Respons peubah lingkar batang TBM kelapa sawit terhadap perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK majemuk dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata secara linier pada 2 dan 12 BSP. Perlakuan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata secara linier pada 6, 8 dan 11 BSP namun berpengaruh nyata secara kuadratik pada 5, 7, 9 dan 10 dan berpengaruh sangat nyata secara kuadratik pada 12 BSP. Interaksi pupuk organik dan NPK majemuk terhadap lingkar batang terjadi pada umur 8 dan 12 BSP, namun tidak terdapat interaksi pada 9-11 BSP.

Tabel 2. Respons lingkar batang tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk

Interaksi perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap lingkar batang pada umur 8 BSP dengan persamaan regresi Y = 38.2 – 0.165 O + 0.00351 M+ 0.00274 O2 – 0.000001 M2 + 0.000025 OM dan pada 12 BSP dengan persamaan regresi Y = 46.5 – 0.089 O + 0.0106 M + 0.00124 O2 – 0.000004 M2 + 0.000106 OM. Interaksi perlakuan pupuk organik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

21.3 23.4 24.5 26.6 29.3 36.6 36.9 38.6 39.9 45.9 41.7 44.4 49.2 22.1 24.6 25.4 27.8 28.4 33.6 35.7 36.9 38.6 43.0 40.8 44.4 51.4 22.9 24.6 26.3 28.7 29.3 35.6 35.7 37.4 38.3 43.8 40.7 43.7 51.2 22.4 24.2 25.9 28.5 31.1 35.4 36.5 38.5 39.5 44.3 41.6 47.0 54.5 0.1553 0.2306 0.0328 0.0632 0.5881 0.1016 0.5599 0.3409 0.4565 0.3113 0.7439 0.2117 0.0085

tn tn * tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn L* tn tn tn tn tn tn tn tn tn L*

21.2 23.5 25.5 27.6 28.8 31.5 33.7 34.8 36.0 39.8 37.2 41.8 45.3 22.3 24.1 25.5 28.0 28.5 36.6 37.3 38.8 40.2 45.5 41.2 44.1 51.3 22.7 24.2 25.7 28.1 32.2 35.8 36.8 38.8 39.8 45.9 42.8 46.9 58.8 21.8 23.7 25.3 27.9 28.4 35.9 35.2 37.9 39.2 44.6 40.7 44.7 50.5 22.8 24.2 25.5 27.9 29.6 36.7 37.9 38.7 40.2 45.6 42.9 46.9 51.8 0.2382 0.7605 0.9887 0.9831 0.429 0.0015 0.0038 0.0081 0.0078 0.0066 0.0004 0.0451 <.0001

tn tn tn tn tn * * * * * * * **

tn tn tn tn tn Q* L* Q* L* Q* Q* L* Q**

0.8875 0.8278 0.7952 0.9397 0.7303 0.7702 0.3275 0.2525 0.0174 0.7577 0.16 0.1178 0.0132 tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn tn * Keterangan:

1.95

Respon Pr Respon Pola Respon f

Interaksi Pr

Dosis Pupuk Umur Tanaman (BSP)

………( cm )………..

Pupuk Organik 0 (kg tan¹) (kg tan¹)

*: berbeda nyata pada taraf 5%; Pr: probability; f : uji kontras polinomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata

15 2.60 30 45 Pr Respon Pola Respon f

Pupuk NPK

(29)

15 dan NPK majemuk ini sesuai dengan hasil penelitian Uwumarongie et al. (2012) yang menunjukkan bahwa nilai lingkar batang kelapa sawit terbesar dapat diperoleh dengan pemberian pupuk anorganik (NPK Mg) dan pupuk organik yang berasal dari ternak.

Jumlah Pelepah

Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh terhadap jumlah pelepah kelapa sawit, sedangkan untuk perlakuan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap jumlah pelepah pada 9, 11 dan 12 BSP namun tidak terdapat interaksi antara pemberian pupupk organik dan NPK majemuk (Tabel 3). Hal ini diduga bahwa pada peubah jumlah pelepah tanaman kelapa sawit merupakan peubah morfologi tanaman yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman itu sendiri dibandingkan faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan hasil dalam penelitian ini bahwa pertambahan jumlah rata pelepah yang terbentuk adalah dua pelepah pada setiap bulannya. Pelepah kelapa sawit yang baru akan tumbuh setiap dua minggu

Tabel 3. Respons jumlah pelepah tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk.

Panjang Pelepah

Perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk tidak berpengaruh nyata terhadap peubah panjang pelepah tanaman kelapa sawit (Tabel 4). Hal ini diduga bahwa pertambahan panjang pelepah pada tahap TBM 1 masih tergolong lambat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

5.3 6.6 7.6 8.7 9.8 11.7 13.0 14.7 16.7 18.7 21.5 25.0 27.2

5.2 6.5 7.6 8.7 9.6 11.5 12.8 14.6 16.3 18.3 21.7 24.3 26.9

5.1 6.5 7.5 8.6 9.7 11.8 12.9 14.6 16.3 17.7 20.2 23.5 26.1

5.1 6.7 7.7 8.9 10.1 11.9 13.5 15.2 17.2 19.5 22.2 25.7 27.6

0.7381 0.8276 0.8808 0.564 0.4475 0.6612 0.4781 0.6711 0.4812 0.1751 0.2835 0.1394 0.4079

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

4.9 6.3 7.4 8.5 9.6 11.6 12.5 14.7 16.7 16.3 19.7 21.9 24.6

5.3 6.6 7.7 8.9 10.1 11.9 13.5 14.9 16.6 19.0 21.8 25.1 27.2

5.2 6.7 7.7 8.8 9.8 11.7 12.9 14.4 16.3 19.1 21.7 25.2 27.9

5.1 6.4 7.4 8.5 9.7 11.7 13.2 15.1 16.9 19.3 22.1 25.7 27.6

5.4 6.7 7.7 8.9 9.9 11.8 13.2 14.7 16.6 19.0 21.7 25.2 27.4

0.1973 0.3594 0.6149 0.3789 0.7319 0.6612 0.613 0.8306 0.9402 0.0075 0.2878 0.0104 0.034

tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn * *

tn tn tn tn tn tn tn tn tn Q* tn Q* Q*

0.8248 0.7672 0.4784 0.5103 0.5272 0.4318 0.5684 0.8514 0.7839 0.471 0.5677 0.4544 0.2373

tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Dosis Pupuk Umur Tanaman (BSP)

………( helai )………..

0 2.60 30 45 Pr Respon Pola Respon f

Pupuk NPK 0 0.65 1.30 1.95 Pupuk Organik (kg tan¹)

*: berbeda nyata pada taraf 5%; Pr: probability, f : uji kontras polinomial ortogonal; Q: kuadratik; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata

Keterangan: (kg tan¹) 15 Respon Pr Respon Pola Respon f

(30)

16

dan akan bertambah sejalan dengan bertambahnya umur tanaman kelapa sawit sampai terbentuk panjang pelepah kelapa sawit yang maksimal. Menurut Gerritsma dan Subagyo (1999) bahwa perkembangan pelepah memiliki tiga fase perkembangan, yang pertama yaitu periode inisiasi yang berlangsung lambat, kemudian yang kedua yaitu fase pemanjangan yang berlangsung pesat serta fase ketiga dimulainya produksi asimilat yang ditandai dengan membukanya anak daun. Oleh karena itu tanaman kelapa sawit membutuhkan waktu untuk mendapatkan panjang pelepah yang maksimal.

Tabel 4. Panjang pelepah tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk.

Luas Daun.

Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK majemuk tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun (Tabel 5). Perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman kelapa sawit, sedangkan perlakuan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap luas daun pada 10 BSP dan berpengaruh nyata secara linier pada 11 BSP, namun tidak ada interaksi yang nyata terjadi antara pupuk organik dan pupuk NPK majemuk terhadap luas daun

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

162.2 163.7 146.4 134.7 128.9 143.3 145.8 149.3 150.9 152.4 165.2 168.1 175.2 154.6 155.5 142.6 130.1 126.9 139.9 144.4 147.6 150.1 155.9 166.0 165.1 169.2 158.5 166.2 140.3 134.2 127.4 141.7 142.8 146.0 142.7 146.7 177.8 168.5 167.2 160.9 163.0 139.0 132.9 133.5 148.3 150.8 149.9 147.0 154.4 167.5 169.8 175.3 0.6128 0.4498 0.9185 0.9185 0.871 0.6424 0.393 0.1477 0.4939 0.0621 0.806 0.3106 0.1557 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

161.4 163.7 119.3 119.3 122.2 125.9 136.3 138.8 142.4 148.4 162.5 167.7 164.5 158.2 163.7 141.8 141.8 130.4 125.9 142.4 147.8 149.8 147.5 187.5 166.7 172.6 156.2 155.1 156.6 156.6 136.3 129.9 140.6 142.8 147.7 145.7 163.7 166.2 170.9 159.2 163.9 140.8 140.8 134.0 131.3 146.3 148.6 150.6 147.8 166.2 168.1 174.4 160.1 164.0 151.8 151.8 141.7 132.8 150.7 150.8 150.7 149.1 165.7 170.8 176.4 0.0005 0.721 0.0498 0.0498 0.0717 0.7401 0.1252 0.0497 0.0648 0.9112 0.5231 0.5325 0.1545 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

0.4835 0.5966 0.6826 0.6826 0.2288 0.1798 0.4609 0.3552 0.1802 0.1601 0.3587 0.7616 0.328 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan:

Respon Pr Notasi Pola Respon f

Interaksi Pr Pupuk NPK 0 0.65 1.30 1.95 (kg tan¹) (kg tan¹)

Pr: probability; f: Uji kontras polinomial ortogonal; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata

15

Dosis Pupuk Umur Tanaman (BSP)

………( cm )………..

[image:30.595.88.470.103.802.2]
(31)

17 Tabel 5. Luas daun tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk

organik dan NPK majemuk.

Persen Berbunga

Pemberian pupuk organik dan NPK majemuk tidak berpengaruh nyata terhadap peubah umur berbunga tanaman belum menghasilkan kelapa sawit (Tabel 6). Pemberian pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata secara linier pada 8 BSP dan berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap umur berbunga kelapa sawit pada umur 10 BSP, sedangkan pemberian pupuk organik tidak berpengaruh nyata.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

0.56

0.71

0.86

0.65

0.60

0.62

0.65

0.77

0.58

0.74

0.86

1.11

1.23

0.48

0.68

0.81

0.57

0.62

0.58

0.65

0.74

0.58

0.71

0.90

1.08

1.20

0.50

0.72

0.89

0.64

0.64

0.58

0.60

0.75

0.54

0.65

0.83

1.03

1.09

0.59

0.77

0.88

0.63

0.63

0.62

0.63

0.80

0.60

0.73

0.93

1.16

1.42

0.288 0.2296 0.4366 0.5872 0.7456 0.4279 0.5363 0.4024 0.7103 0.1559 0.2457 0.2057 0.0772

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

0.56

0.39

0.85

0.51

0.64

0.54

0.59

0.71

0.62

0.67

0.73

0.95

1.07

0.51

0.71

0.89

0.59

0.58

0.62

0.63

0.76

0.55

0.74

0.91

1.10

1.21

0.51

0.72

0.83

0.66

0.69

0.59

0.62

0.76

0.58

0.73

0.95

1.13

1.23

0.46

0.73

0.85

0.66

0.58

0.62

0.60

0.78

0.56

0.70

0.91

1.11

1.23

0.64

0.71

0.89

0.68

0.63

0.64

0.71

0.83

0.57

0.70

0.92

1.18

1.43

0.1262 0.9936 0.8139 0.1677 0.0631 0.0699 0.0853 0.0985 0.6808 0.5296 0.0041 0.022 0.1435

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

*

*

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Q*

L*

tn

0.308 0.0986 0.2078 0.5819 0.3113 0.7965 0.3753 0.1359 0.9988 0.0767 0.5723 0.4812 0.3488

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Keterangan:

15

Dosis Pupuk

Umur Tanaman (BSP)

………( m²

)

………..

Pupuk Organik

0

(kg tan

¹)

2.60

30

45

Pr

Respon

Pola Respon

f

Pupuk NPK

0

0.65

1.30

1.95

(kg tan

¹)

Respon

Pr

Respon

Pola Respon

f

Interaksi

Pr

[image:31.595.99.510.86.800.2]
(32)

18

Tabel 6. Persen tanaman berbunga tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk.

Tanggap Fisiologi

Pemberian pupuk organik dan NPK majemuk berpengaruh nyata terhadap kadar N dan P daun kelapa sawit namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K daun, kadar klorofil daun dan kerapatan stomata.

Kadar Klorofil Daun

Kandungan klorofil diamati pada daun pelepah ke-9 dengan menggunakan alat chlorophyll meter SPAD-502 Plus. Alat ini dapat mengukur secara cepat dan mudah potensi aktifitas fotosintesis yang sangat erat kaitannya dengan kandungan klorofil, status nitrogen tanaman dan kehijauan daun (Shapiro et al. 2013). Interaksi antara pupuk organik dan NPK majemuk tidak berpengaruh nyata terhadap kadar klorofil daun namun perlakuan pupuk NPK majemuk berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap kandungan klorofil daun kelapa sawit pada umur

4 5 6 7 8 9 10 11 12

20.0 30.0 40.0 44.4 45.l 49.3 56.0 73.3 90.7 20.0 20.0 31.4 43.6 49.l 50.7 58.7 74.7 89.3 26.6 26.0 44.0 54.5 57.l 61.3 65.3 80.0 92.0 24.0 26.0 35.5 42.5 44.0 46.7 52.0 70.7 88.0 0.7333 0.212 0.5048 0.343 0.1195 0.0994 0.0649 0.2564 0.783

tn tn tn tn tn tn tn tn tn

tn tn tn tn tn tn tn tn tn

0.00 0.00 0.00 0.00 31.7 40.0 45.0 75.0 90.0 20.0 28.0 46.7 50.0 53.3 50.7 65.0 76.7 88.3 26.7 25.0 31.4 34.0 46.6 46.7 53.3 68.3 88.3 25.0 26.7 44.0 60.0 61.6 61.7 68.3 81.7 91.7 20.0 23.3 35.5 41.8 51.6 51.7 58.3 71.7 91.7 0.634 0.1017 0.1064 0.0323 0.0011 0.0146 0.001 0.1369 0.896

tn tn tn * * * ** tn tn

tn tn tn tn *L tn Q** tn tn

0.3806 0.0889 0.8841 0.6934 0.4427 0.5196 0.2165 0.588 0.9318

tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Keterangan:

Dosis Pupuk Umur Tanaman (BSP)

………….…..…..( % )………...………. 30 45 Pr Pupuk Organik 0 15 Pupuk NPK (kg tan¹) 0 0.65 Respon Pola Respon f

(kg tan¹) Pr Respon 1.30 1.95 2.60

*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1 %; Pr: probability, f: uji kontras polinomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata.

Respon Pola Respon f

[image:32.595.64.483.74.834.2]
(33)

19 12 BSP sedangkan perlakuan pupuk organik tidak berpengaruh nyata (Tabel 7). Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan tingkat kehijauan daun yang paling rendah dibandingkan perlakuan pemupukan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya unsur hara N yang cukup untuk membantu proses pembentukan klorofil. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Darwis (2012) yang menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit tanpa pemupukan Nitrogen dan Fosfor menghasilkan jumlah klorofil terendah.

Tabel 7. Kadar klorofil daun kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk

Kerapatan Stomata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK majemuk tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah pengamatan kerapatan stomata (Tabel 8). Hal tersebut diduga karena kerapatan stomata dipengaruhi oleh faktor suhu, intensitas cahaya dan adaptasi tanaman terhadap lingkungannya. Taiz dan Zeiger (2006) menyatakan bahwa kerapatan dan jumlah stomata yang tinggi sangat dipengaruhi adaptasi tanaman terhadap lingkungannya.

6 12 0.034 0.046 0.035 0.045 0.034 0.045 0.036 0.045 0.2862 0.9046 tn tn tn tn 0.032 0.041 0.035 0.045 0.036 0.047 0.037 0.047 0.035 0.047 0.0512 <.0001 tn ** tn Q* 0.6356 0.7462 tn tn

Keterangan: *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1 %; Pr: probability, : uji kontras polinomial ortogonal; Q: kuadratik; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata

Respon Pola Respon f

Interaksi Pr Dosis Pupuk Pupuk Organik 0 15 45 (kg tan¹) (kg tan¹) ………(mg cm ⁻ ²)……….. Umur Tanaman (BSP)

(34)

20

Kerapatan stomata daun dalam penelitian ini berkisar antara 192-226 mm-2. Kerapatan stomata daun kelapa sawit bergantung pada karakteristik suatu wilayah. Kerapatan stomata pada daun kelapa sawit di Nigeria sebanyak 146 mm-2 dan 175 mm-2 di Malaysia, stomata daun kelapa sawit tergolong semi xeromorfik yang memiliki struktur untuk dapat beradaptasi pada periode kering yang panjang (Corley dan Tinker 2003).

Tabel 8. Kerapatan stomata daun pelepah ke-9 kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk.

Kadar Hara Jaringan Daun

Kadar hara jaringan tanaman menggambarkan kandungan hara yang terdapat di dalam jaringan tanaman sehingga dapat menunjukkan tingkat kecukupan, defisiensi dan kelebihan hara. Analisis dilakukan terhadap jaringan daun (leaflet) kelapa sawit pada seluruh perlakuan. Aplikasi pupuk organik dan NPK majemuk terhadap kadar hara N dan P daun dapat dilihat pada Tabel 9. Interaksi pupuk organik dan NPK majemuk memberikan pengaruh nyata pada 6 dan 12 BSP namun tidak terdapat interaksi pada kadar hara K daun. Berdasarkan

6 12 195.6 217.6 196.9 215.0 198.6 221.2 202.2 215.2 0.8256 0.7231 tn tn tn tn 192.1 210.7 199.4 225.9 203.1 216.8 205.3 219.7 191.9 213.1 0.3723 0.2251 tn tn tn tn 0.7709 0.515 tn tn

Keterangan: Pr: probability, f : uji kontras polinomial ortogonal; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata

Pupuk NPK Dosis Pupuk

………Stomata (mm¯²) ………..

Pupuk Organik

0 15 30

Umur Tanaman (BSP)

45 Pr Respon

Pola Respon f

(kg tan¹) (kg tan¹) Respon 0 0.65 1.30 1.95 2.60 Pr Respon

Pola Respon f

[image:34.595.79.479.86.813.2]
(35)

21 hasil analisis jaringan vegetatif tanaman (leaflet) diperoleh kadar hara N dan P dari daun pelepah ke-9 sebesar 2.62-2.90% N dan 0.15-0.17% P.

Hasil analisis jaringan daun mengindikasikan bahwa konsentrasi hara jaringan terhadap pertumbuhan berada pada zona cukup jika dibandingkan dengan status hara pada critical nutrient level pada tanaman belum menghasilkan sebesar 2.50% N, 0.16% P dan 0.90% K (Ollagnier dan Ochs 1981). Berdasarkan hasil analisis jaringan vegetatif kadar hara K dari daun ke-9 sebesar 0.74-0.82% K. Ini menunjukkan defisiensi unsur hara K dalam tanaman bahkan konsentrasi kadar hara K awal pada daun lebih kecil dibandingkan dengan kadar K dalam daun setelah aplikasi.

Tabel 9. Kadar hara pada jaringan daun kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk

Rendahnya konsentrasi kadar K pada penelitian ini diduga unsur K tidak dapat diserap secara sempurna oleh tanaman karena unsur K terjerap dalam partikel

N P K N P K

1.99 0.18 1.12 2.78 0.17 0.77

2.34 0.18 1.16 2.86 0.17 0.78

2.28 0.19 1.15 2.74 0.17 0.76

2.30 0.18 1.20 2.75 0.16 0.81

<.0001 0.0386 0.4704 0.0029 0.0386 tn

** * tn * * tn

Q** Q** tn * L* tn

1.98 0.18 1.10 2.62 0.15 0.74

2.24 0.19 1.15 2.76 0.16 0.77

2.24 0.18 1.17 2.77 0.17 0.79

2.26 0.18 1.15 2.90 0.17 0.78

2.42 0.19 1.20 2.86 0.17 0.82

0.0001 0.0384 0.5003 <.0001 <.0001 tn

** * tn ** ** tn

L** L** tn Q* Q** tn

0.0001 0.0001 0.121 0.0018 0.0014 0.249

** ** tn * * tn

Keterangan: *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1 %; Pr: probability, f : uji kontras polinomial ortogonal; L: linier

Q: kuadratik; BSP: bulan setelah perlakuan; tn: tidak nyata

Respon

6 BSP 12 BSP

Pola Respon f

Interaksi Pr

Pola Respon f

Dosis Pupuk

Pupuk Organik

0 15

Kadar Hara daun

[image:35.595.102.513.218.761.2]
(36)

22

tanah sehingga serapan unsur tersebut terganggu (Abdul dan Zaharah 2004; Tohiruddin et al. 2010; Wigena et al. 2006).

Secara umum perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan. Curah hujan rata rata yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan antara 1 700-2 500 mm tahun-1 dengan rata-rata 142-208 mm bulan-1 (Wigena et al. 2009). Jumlah curah hujan rata-rata yang tercatat pada penelitian yang dilaksanakan ini adalah 279.3 mm bulan-1 sehingga pelaksanaan aplikasi pemupukan dalam penelitian ini tidak mengalami kendala keterbatasan air dalam lingkungannya.

Dinamika Hara Tanah

Dinamika hara menunjukkan pergerakan kadar hara di dalam tanah. Pergerakan hara total N, P dan K diamati pada perlakuan dosis pupuk NPK majemuk 1.3 kg tanaman-1 dan pupuk organik 45 kg tanaman-1 pada akhir penelitian. Dinamika hara yang diamati mulai dari kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm dan 40-60 cm di piringan pohon serta dibandingkan dengan perlakuan kontrol dipengaruhi oleh tekstur tanah.

Gambar 1. Dinamika pergerakan hara N, P dan K dalam tanah di piringan pohon (Grafik a: Kadar N, P dan K perlakuan kontrol,grafik b : Kadar N, P dan K perlakuan dosis optimum)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar hara total P, K terakumulasi di permukaan tanah 0-20 cm kemudian terjadi penurunan kadar hara dengan bertambahnya kedalaman tanah (Gambar 1), berbeda dengan hara N. Kadar hara N, P dan K dosis optimum pada akhir penelitian secara umum lebih tinggi dibandingkan kontrol, namun pada unsur N terjadi pergerakan hara sampai kedalaman 40-60 cm. Hal ini diduga terjadi pergerakan yang cepat terutama unsur N dalam tanah. Havlin et al. (2005) menyatakan bahwa nitrogen bersifat mobil di dalam tanah dan tidak terjerap dalam kompleks jerapan tanah. Berbeda dengan kadar P dan K pada kedalaman 20-40 dan 40-60 cm relatif sama. Hal ini diduga karena mobilitas unsur hara P dan K yang sangat lambat. Penelitian (Havlin et al.

a b

a b

(37)

23 2005) menunjukkan bahwa fiksasi (jerapan) fosfor tinggi karena P sangat reaktif terhadap partikel liat, Fe, Al dan kation Ca dan Na sehingga lambat tersedia bagi tanaman. Akibatnya, P terfiksasi akan tertinggal di daerah perakaran tanaman dan secara perlahan akan tersedia bagi tanaman.

Neraca Hara

Simulasi neraca hara dihitung dari hasil interaksi pada perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 1.3 kg tan-1 dan 45 kg tan-1. Perhitungan neraca hara menggambarkan perimbangan sumber hara yang berasal dari tanah dan pupuk dengan recovery nutrient yaitu serapan hara di tanah dan jaringan tanaman setelah perlakuan pemupukan. Total sumber hara yang diberikan akan lebih besar dibandingkan total recovery nutrient. Perhitunganneraca hara menunjukkan hara-hara yang hilang karena pencucian, penguapan, mobilisasi, imobilisasi (anorganik menjadi organik) dan fiksasi hara. Fiksasi hara merupakan hara yang terjerap oleh koloid tanah sehingga hara tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Serapan unsur hara di dalam jaringan tanaman kelapa sawit secara berurutan adalah hara N > K > P masing masing 133 g, 12.7 g dan 51 g (Tabel 10). Nitrogen memiliki mobilisasi hara sangat tinggi di dalam jaringan tanaman dan sangat berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif kelapa sawit. Penelitian Pradnyawan et al. (2005) menunjukkan bahwa nitrogen berperan dalam sintesis protein dan asam nukleat dalam sel yang berperan dalam pembentukan sel baru sebagai indicator pertumbuhan tanaman. Selain itu hara N dapat diserap dalam jumlah besar karena memiliki fungsi penting dalam pembentukan protein. White (2006) menyatakan kadar hara N yang mampu diserap oleh tanaman berkisar 50%, fosfor berkisar 10-20%. Goh dan Härdter (2003) menyatakan bahwa kalium merupakan faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman kelapa sawit karena berperan sebagai pengatur tekanan osmotik sel dan kofaktor enzim. Tabel 10. Neraca hara N, P dan K di dalam tanah pada piringan pohon kelapa

sawit 12 BSP.

Uraian Kandungan Hara

N P K

Sumber

Tanah awal (g) 2180.00 14.96 74.66

Pupuk NPK(g) 156.10 74.88 174.30

Total sumber 2336.10 89.84 248.96

Recovery nutrient

Tanah akhir (g) 2200.00 75.00 194.70

Serapan tanaman (g) 133.00 12.70 51.00

Total Recovery nutrient 2333.00 87.70 267.00

Efesiensi Pemupukan (%) 85.20 16.96 29.26

Pupuk yang terjerap dalam tanah (g) 20.00 60.04 120.04

Pupuk yang hilang (%) 1.98 2.85 1.87

(38)

24

85.20%, 16.95% dan 29.26%. Efisiensi hara N, P dan K tergolong tinggi. Menurut White (2006) bahwa penggolongan efisiensi hara N adalah sebesar 50% dan penggolongan efisiensi hara P sebesar 10-20% dan menurut Busyra (2010) penggolongan efisiensi hara K sebesar 17-39%. Persentase pupuk yang hilang untuk N, P dan K adalah masing-masing 1.98%, 2.85% dan 1.87%, dengan rendahnya persentase pupuk yang hilang maka efisiensi pemupukan semakin baik. Rendah persentase hara yang hilang dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh aliran permukaan (run off) diduga curah hujan yang terdata selama penelitian (Lampiran 7) tidak menimbulkan erosi permukaan yang tinggi karena tenaga angkut aliran permukaan tidak terlalu besar. Menurut Darwis (2012) dan Halim (2012) menyatakan bahwa kehilangan N, P2O5 dan K2O masing-masing

adalah 73.3%, 93.85% dan 75%, ini menunjukkan bahwa kehilangan pupuk dalam penelitian ini tidak menunjukkan angka yang positif karena perhitungan unsur hara dalam bentuk P2O5 dan K2O. Kehilangan unsur hara dalam hal ini disebabkan

oleh pencucian (leaching), penguapan dan denitrifikasi (volatilisasi) dan terfiksasi oleh koloid tanah.

Penentuan Dosis Optimum

Perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK majemuk saling mempengaruhi pada pertumbuhan tinggi tanaman dan lingkar batang kelapa sawit. Ini terlihat dari interaksi pupuk mulai berpengaruh nyata pada 8 dan 12 BSP. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk organik mampu memperbaiki kondisi tanah sehingga unsur hara yang berasal dari pupuk NPK majemuk tersedia untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Eugene et al. (2010) menyatakan bahwa bahan organik berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, serta untuk meningkatkan produktivitas dan hasil tanaman.

Tabel 11. Penentuan dosis optimum pupuk organik dan NPK majemuk pada tanaman kelapa sawit di TBM I berdasarkan peubah morfologi tanaman

O

M

(kg tan

¹) (kg tan

¹)

Tinggi

8

35.1

3.2

tanaman

12

63.0

1.8

Lingkar

8

29.0

1.6

batang

12

35.6

1.3

40.7

1.9

Dosis optimum

Peubah

morfologi

Umur

(BSP)

Fungsi

Rata-rata

Keterangan: O = pupuk organik; M

Gambar

Tabel 2. Respons lingkar batang tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan
Tabel 4.  Panjang pelepah tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk
Tabel 5. Luas daun tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk
Tabel 6. Persen tanaman berbunga tanaman kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk
+3

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak—Berdasarkan penelitian penulis pada tahun 2013, kepariwisataan Kota Surabaya mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan peningkatan permintaan akan pemenuhan atribut

Untuk maksim ketidaksantunan berbahasa berdasarkan data yang peneliti peroleh dari hasil diskusi mahasiswa hanya ditemukan 3 maksim ketidaksantunan berbahasa yaitu

tidak bersedia menjadi sanksi dalam perkara korupsi, kolusi dan nepotisme serta dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang

Berikut adalah tabel kegiatan pelaksanan: melakukan pelatihan tata cara survey dan penggalian potensi bersama dengan instruktur yang dipandu oleh aparat desa Muaro

Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang dibagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu: produksi HPIL (hidrolisat protein ikan lele dumbo), formulasi bubur bayi, seleksi

Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, cukup detail

Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Margaretta (2011) yang menguji faktor reputasi KAP, ukuran perusahaan, profitabilitas,

Bagaimanapun juga pembelajaran secara daring ini memiliki keterbatasan baik keterbatasan sumber daya manusia (SDM), kondisi ekonomi peserta didik, dan sarana