• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di Indonesia."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

KEMIRIPAN GENETIK

Kappaphycus alvarezii

ASAL

BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

LIDA PUSPANINGTYAS

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

Lida Puspaningtyas. Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii Asal Beberapa Daerah di Indonesia. Dibawah bimbingan UTUT WIDYASTUTI dan SUHARSONO.

Kappaphycus alvareziimerupakan alga merah penghasil karaginan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri, seperti farmasi, makanan, stabilizer dan kosmetik. Budidayanya saat ini telah banyak dilakukan di perairan Indonesia, seperti di kawasan perairan Teluk Banten di pantai utara Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok dan di daerah-daerah lain di Indonesia. Namun, K. alvareziimerupakan alga yang mudah terserang penyakit ice-ice. Perbaikan genetik sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi dan keragaman genetik sangat diperlukan dalam perbaikan genetik. Analisis keragaman genetik dapat dilihat dari kemiripan genetiknya. Analisis kemiripan genetik K. alvareziidi Indonesia sampai saat ini belum banyak dilakukan. Salah satu metode analisis kemiripan genetik adalah Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kemiripan genetik enam sampelK. alvarezii normal dan dua sampel terinfeksi penyakit ice-ice dari Balai Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Maros dengan metode AFLP menggunakan enzim restriksi PstI dan MseI. AFLP dengan primer forwardP11 dan primer reverseM48, M49 dan M50 terhadap Takalar (TKL), Bone (BNE), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), Mataram (MTR), Kendari (KND), Takalar ice (TKL+) dan Mataram ice (MTR+) menghasilkan 519 fragmen dalam 122 lokus pada ukuran 50 - ~370 pb. Kemiripan genetik delapan sampel hasil analisis AFLP menunjukkan hasil yang tinggi dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.7951-0.9210. Kemiripan genetik sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice menurun jika dibandingkan dengan sampel sehat. Kemiripan antara TKL-TKL+ adalah 0.8176 dan MTR-MTR+ adalah 0.8033. Kemiripan tertinggi yaitu antara TKL -TMB dan tingkat kemiripan terendah adalah MTR - TKL+.

kata kunci : Kemiripan genetik, Kappaphycus alvarezii, penyakit ice-ice, AFLP.

ABSTRACT

Lida Puspaningtyas. Genetic Similarity of Kappaphycus alvarezii from Several Territories in Indonesia. Supervised by UTUT WIDYASTUTI and SUHARSONO.

Red algae Kappaphycus alvareziiproduced high economic value karageenan and used in the many industries such as pharmaceutical industry, food industry, stabilizer, and cosmetics. Recently, many cultivations ofK. alvareziihas been done in Indonesian seas, such as in sea region Teluk Banten, North seashore of Java, Sulawesi, Bali, Lombok and the other seas area in Indonesia. However, K. alvarezii is one that easily infected by ice-ice disease. Genetic improvement is indispensable to increase productivity and genetic diversity needed on it. Genetic diversity analysis can be seen from genetic similarity. Genetic similarity analysis of K. alvarezii have not been done yet until recent time. One method to analyse genetic similarity is Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). This study aimed to determine the similarity of six normal K. alvareziiand two samples infected by ice-ice disease collected from Research Group of Naval and Fishery (BRKP) Maros used AFLP with PstI and MseI as restriction enzyme. AFLP with P11 as forwardprimer and M48, M49, M50 as reverseprimer treated to Takalar (TKL), Bone (BNE), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), Mataram (MTR), Kendari (KND), Takalar ice (TKL+) and Mataram ice (MTR+) amplified 519 fragments in 122 loci in the size of 50 - ~370 bp. Genetic similarity of eight samples based on AFLP product showed high result with similarity coefficient range from 0.7951-0.9210. Genetic similarity of ice-ice infected algae was decrease compared to the normal samples. The similarity between TKL-TKL+ was 0.8176 and MTR-MTR+ was 0.8033. The highest similarity was between TKL and TMB, then the lowest was between MTR and TKL+.

(3)

KEMIRIPAN GENETIK

Kappaphycus alvarezii

ASAL BEBERAPA

DAERAH DI INDONESIA

LIDA PUSPANINGTYAS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Kemiripan Genetik

Kappaphycus alvarezii

Asal Beberapa

Daerah di Indonesia

.

Nama

: Lida Puspaningtyas

NIM

: G34070062

Menyetujui,

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si.

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA

Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

Ketua Departemen Biologi

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Kemiripan Genetik Kappaphycus alvareziiAsal Beberapa Daerah di Indonesia” ini dilakukan mulai Februari 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium BIORIN PPSHB, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini didanai oleh proyek kerjasama Pusat Pengembangan Sumber daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor dan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Maros yang diberikan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan juga kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si. atas sarannya sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar laboratorium BIORIN, teman-teman di PPSHB, Mba Pepi, Pa Ulung, Pa Radit, Bu Hanum, Bu Dini, Ratna, Mba Nurul, Mba Opi, Ka Davis, Ka Fajri, Ka Lita, Ka Indah, Ka Iin, Ka Ila, Ka Nikson serta teman seperjuangan Rian Pratiwi dan Seztifa Miyasiwi atas bantuan, saran serta semangat yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta yang selalu memberi doa dan dukungan, serta teman-teman biologi khususnya BIOPAT, Eko Riana, Afticha Fauzana, Hetti Kurniasih, Ganisa K, Bisri Mustofa, sahabat BEM G 2009-2010 dan BEM KM 2011 yang telah memberi bantuan, doa, dan semangat yang sangat berarti bagi penulis.

Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi Propinsi Jawa Barat pada tanggal 14 September 1989 dari pasangan Daden Abidin dan Lilis Rosyulaika. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, kakak dari Ayuningtyas. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di SDN 1 Nagrak pada tahun 2001, SMPN 1 Cibadak pada tahun 2004, dan SMAN 1 Cibadak pada tahun 2007. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 2

METODE PENELITIAN ... 2

Waktu dan Tempat Penelitian... 2

Bahan... 2

Metode... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

SIMPULAN ... 7

SARAN ... 7

DAFTAR PUSTAKA ... 7

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Profil fragmen AFLP hasil amplifikasi DNA K. alvareziimenggunakan 3 kombinasi

primer. (A) P11-M48 (B) P11-M49 dan (C) P11-M50, dengan menggunakan penanda

ukuran standar 50 pb – 700 pb. Label sampel adalah (1) TKL, (2) GRL, (3) TMB,

(4) TKL+, (5) MTR, (6) MTR+, (7) KND, (8) BNE ... 5

2 Dendogram kemiripan delapan sampel ice-noniceberdasarkan 122 lokus data AFLP

(50-~370pb) ... 6

3 Dendogram kemiripan enam sampel nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP

(50-~370pb) ... 6

4 Dendogram kemiripan empat sampel ice-noniceberdasarkan 122 lokus data AFLP

(50-~370pb) ... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Skor fragmen DNA sebanyak 122 lokus hasil AFLP dari delapan sampel K. alvarezii... 10

2 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3

kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (delapan sampel). ... 15

3 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3

kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (enam sampel). ... 15

4 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kappaphycus alvarezii (Eucheuma cottoni) merupakan alga merah penghasil karaginan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri. Industri kertas, tekstil, fotografi, pasta juga pengalengan ikan menggunakan karaginan sebagai bahan dasarnya (Suryati et al. 2010). Selain itu, karaginan diolah menjadi agar-agar, ice cream, dan digunakan sebagai stabilizer, bahan kosmetik dan memainkan peran penting dalam industri farmasi (Guerrero 2001). Budidaya K. alvarezii pertama kali dilakukan di Bali menggunakan bibit yang berasal dari Tambalang-Filipina sebagai negara yang pertama kali mengekspor alga merah jenis ini, kemudian bibit tersebut dikembangkan di daerah-daerah lain di Indonesia (Parenrengi & Sulaeman 2007). Menurut Astuty dan Diana (2003) budidayanya sekarang telah berkembang di kawasan perairan Teluk Banten di pantai utara Jawa.

Budidaya K. alvarezii secara komersil dilakukan di Indonesia sejak tahun 1985 setelah teknologi budidaya alga diperkenalkan di Filipina sejak tahun 1971 (Parenrengi & Sulaeman 2007). Penelitian tentang keragaman genetik alga ini telah dilakukan di Sulawesi Selatan (Polmas, Pinrang, Takalar dan Bantaeng) dengan menggunakan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan menunjukkan tingkat polimorfisme yang relatif rendah (Parenrengi et al. 2004). Menurut Suryati et al. (2010) keragaman mutu genetik serta varietas yang ada di Indonesia belum tertata dan dilestarikan dengan baik sebagai kekayaan milik bangsa Indonesia. Penggunaan bibit dari satu daerah ke daerah lain dan perbedaan kondisi lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya pencampuran jenis bibit, sehingga berpengaruh pada produksi.

Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu alga yang mudah terserang penyakit, salah satunya adalah penyakit ice-ice. Menurut Ganzon-Fortes et al.(1993) penyakit ini menyebabkan konsentrasi pigmen fotosintesis pada alga menurun sehingga proses pertumbuhannya akan terhambat, selain itu Mendozaet al.(2002) menjelaskan bahwa penyakit ice-ice dapat menurunkan bobot molekul karaginan sehingga kualitas alga pun menurun. Trono (1993) melaporkan terjadi penurunan kadar karaginan sekitar 25-40% dari thalli yang terinfeksi sehingga

menyebabkan gagal panen dalam budidaya alga merah ini.

Penyakit ini menyerang saat alga mengalami cekaman yang disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti perubahan suhu drastis, salinitas rendah, dan dipengaruhi juga oleh intensitas cahaya (Largo et al.1999). Ice-iceditandai oleh memutih/memudarnya warna batang (thalli), permukaan yang berlendir dan diselimuti oleh kotoran seperti tepung putih, kulit luar atau epidermisnya terkelupas sehingga terlihat jaringan dalam/medulla pada thalli (Yulianto 2001). Penelitian Largo et al. (1995) membuktikan adanya bakteri patogen yang menginfeksi alga sehingga menyebabkan penyakit ini. Vibrio sp. dilaporkan memiliki aktifitas patogen yang menyebabkan bagian permukaan dari cabang Kappaphycus sp. memutih dan mengeras seperti es. Penyakit ice-ice akan mulai terlihat pada hari ke-7 setelah bakteri patogen Vibrio sp. dan Cythopaga sp. menginfeksi thalli. Vibrio sp. dapat mulai berkoloni pada permukaan luar alga pada 24 jam pertama lalu kemudian berkembang hingga menimbulkan gejala ice-ice. Namun, Cythopaga sp. yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi lebih cepat juga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melawan bakteri lain yang berada secara alami pada alga (Largo 1999).

Alga penghasil karaginan selain K. alvareziiyang juga banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Eucheuma denticulatum. E. denticulatum lebih dikenal dengan nama komersil Eucheuma spinosum, dalam budidayanya juga mengalami kendala yang sama yaitu penyakit ice-ice. Namun, menurut Tisera dan Naguit (2009) K. alvareziidan E. denticulatum menunjukkan tingkat resistensi yang berbeda terhadap penyakit ice-ice berdasarkan waktu (bulan) terinfeksi. E. denticulatum lebih resisten dan tidak mudah terinfeksi. Hal ini terjadi karena K. alvarezii mempunyai permukaan thalli yang lebih kasar sehingga memudahkan epifit, parasit, mikroorganisme termasuk bakteri patogen menempel dan akhirnya menyebabkan penyakit ice-ice. K. alvarezii dan E. denticulatum memiliki perbedaan tipe karaginan dan pola susunan genetik yang memungkinkan E. denticulatum lebih resisten.

(10)

2

AFLP dapat digunakan untuk melihat keragaman genetik antar tanaman dengan memperhatikan fragmen-fragmen hasil amplifikasi yang dihasilkan dari pemotongan enzim restriksi (Vos et al. 1995). Informasi keragaman genetik dapat digunakan untuk melihat kemiripan genetiknya.

AFLP telah digunakan untuk menganalisis keragaman genetik nenas Ananas comosus (L.) Merr. (Surtiningsih 2008), identifikasi genetik monokarion jamur tiram Pleurotus sp. (Zaelani 2010), menganalisis genotipe normal dan abnormal pada klon kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. (Toruan et al 2005). Menurut Spooner et al. (2005), hasil AFLP berupa fragmen DNA yang terseleksi, kurang lebih 20-100 fragmen per reaksi. Fragmen tersebut dihasilkan dari pemotongan DNA genom dengan enzim restriksi yang diikuti dengan ligasi adaptor dan amplifikasi selektif. AFLP mampu mendeteksi polimorfisme dalam jumlah besar (Mueller & Wolfenbarg 1999), sehingga AFLP menjadi penanda lokus paling efisien untuk mengidentifikasi genotipe individu. AFLP pada penerapannya dapat digunakan pula untuk mengidentifikasi keragaman genetik intraspesies seperti yang dilakukan oleh Pancadewi (2008) pada jarak pagar dan Jusuf (2010) pada Pleurotus sp.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemiripan genetik K. alvarezii normal dan terinfeksi penyakit ice-ice dari alga koleksi BRKP Maros dengan menggunakan metode AFLP.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Februari 2011 sampai dengan Juli 2011, di Laboratorium Biorin Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kappaphycus alvarezii koleksi dari Balai Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Maros yang terdiri dari dua K. alvarezii terinfeksi penyakit ice-ice yaitu Takalar ice-ice (TKL+) dan Mataram ice-ice (MTR+) serta enam K. alvarezii normal yang tidak terinfeksi penyakit ice-ice yaitu Takalar (TKL), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), Mataram (MTR), Kendari (KND), dan Bone

(BNE). BNE dan TKL berasal dari Sulawesi Selatan, KND dari Sulawesi Tengah, GRL dari Sulawesi Utara, TMB dari Tambalang-Filipina dan MTR dari Nusa Tenggara Barat.

Buffer CTAB (Cetylmethilammonium bromida) ditambah dengan Polyvinil-polypirollidone (PVPP) dan β-merkaptoetanol digunakan untuk isolasi DNA total. Primer P00 (5’GACTGCGTACATGCAG3’) dan P02 (5’GATGAGTCCTGAGTAAC3’) digunakan sebagai primer untuk pre-amplifikasi hasil ligasi antara fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksiPstI dan MseI dengan adaptor PstI dan MseI. Adaptor yang digunakan untuk ligasi dengan fragmen DNA memiliki susunan nukleotida sebagai berikut: Adaptor PstI:

5’CCTCGTAGACTGCGTACA3’ 3’CATCTGACGCATGTACGT5’ Adaptor MseI:

5’ GACGATGAGTCCTGAG 3’ 3’ TACTCAGGACTCAT 5’

Metode Isolasi DNA

K. alvarezii yang diuji disimpan dalam botol berisi air laut. DNA genom diisolasi dengan menggunakan metode isolasi DNA Doyle dan Doyle (1987) yang dimodifikasi dengan langkah sebagai berikut: 0.5 gram sampel digerus dengan menambah nitrogen cair, kemudian serbuk dimasukan kedalam tabung yang berisi 700 µl larutan penyangga [CTAB 2% (b/v), 75 mM Tris HCL, 15 mM EDTA, 0.5 M NaCl pH 8.0]. Selanjutnya suspensi diinkubasi di penangas air dengan shakerpada kecepatan 120 getaran/menit pada suhu 37 oC selama 30 menit. Suspensi kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10,000 rpm selama 15 menit, supernatan dicampur dengan 20 µl RNAse (10 mg/ml) lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Supernatan kemudian didiamkan dalam es selama 30 menit lalu disentrifugasi kembali pada kecepatan 10,000 rpm di suhu 4 oC selama 15 menit. Supernatan ditambahkan dengan 700 µl isopropanol kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama satu

(11)

3

dengan ddH2O sebanyak kurang lebih 20 µl

dan disimpan pada suhu 4°C.

Uji Kualitas dan Kuantitas DNA

Elektroforesis dilakukan untuk melihat keutuhan DNA hasil isolasi dan selanjutnya dilakukan uji kualitas dan kuantifikasi DNA dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.

Analisis AFLP

Analisis AFLP menggunakan metoda Vos et al. (1995) yang dimodifikasi pada pelabelan primer. Analisis AFLP terdiri dari pemotongan DNA genom dan ligasi dengan adaptor, pre-amplifikasi, amplifikasi selektif, visualisasi hasil amplifikasi dan analisis data. DNA genom dipotong dengan enzim PstI dan MseI. Proses ligasi menggunakan adaptor PstI (CTGCAG) dan MseI (TTAA). Reaksi restriksi dan Ligasi untuk satu kali reaksi adalah: 10 µl (100 ng/μl) DNA, 2.5 µl buffer reaksi Restriksi Ligasi (50 mM Tris-HCl pH 7.5, 5 mM Mg-Asetat, 250 mM K-Asetat) 10x, enzim restriksi 0.25 μl Pst1 (20 U/μl), enzim restriksi 0.25 Mse1 (5 U/μl), 0.5 µl PstI

adaptor (5 pMol/μl), 0.5 µlMseI adaptor (50 pMol/μl), 0.5 µl ATP 10 nM, 0.16 µl T4 Ligase (3 U/μl) dan 10,34 µl ddH2O hingga

total volume reaksi menjadi 25 µl. Campuran diinkubasi semalam pada 37 0C sehingga diperoleh diluted RL.

Pre-amplifikasi. Sebanyak 10 µl hasil R/L dicampur dengan 1.2 µl primer P00 (PstI) 30 ng/µl, 1.2 µl primer M02 (MseI) 30 ng/µl, 0.8 µl dNTP 10 Nm, 2 µl PCR buffer 10x, 0.2 µl super Tag 5 unit/µl dan 22.4 µl ddH2O,

sehingga total volume campuran menjadi 40 µl. Semua campuran tersebut di amplifikasi menggunakan alat PCR PTC-100TM MJ Research.Amplifikasi dilakukan sebanyak 24 siklus pada suhu 94 oC selama 30 detik (denaturasi), 56 oC selama 60 detik (penempelan primer) dan 72 oC selama 60 detik (pemanjangan). Produk dari Amplifikasi ini disebut diluted pre-amp. Hasil pre-amplifikasi yang baik ditunjukan dengan hasil elektroforesis berupa fragmen yang smear (usapan) sebagai bukti bahwa DNA telah terpotong.

Amplifikasi Selektif. Hasil pre-amplifikasi, diamplifikasi pada daerah tertentu dengan menggunakan tiga kombinasi primer pada tahap amplifikasi selektif, yaitu primer P00+AA (P11) sebagai primer forward dan M02+AC (M48), M02+AG (M49), M02+AT (M50) sebagai primer reverse. Primer P11 diberi label IRD 700 sebagai penandaUltra

Violet. Diluted pre-amp sebanyak 10 µl dicampur dengan 0.6 µl primer M48/M49/M50(50 ng/ μl), 1 µl primer P11 berlabel IRD 700 (1 pmol/µl), 0.4 µl dNTP 10 nM, 2 µl super buffer 10x, 5.92 µl ddH2O,

0.08 µl Tag NA polymerase (5 unit/µl), sehingga volume total menjadi 20 µl. Campuran bahan tersebut kemudian diamplifikasi dengan program PCR LI-COR sebanyak 13 siklus dengan kondisi: siklus pertama proses denaturasi pada suhu 95 oC selama 30 detik, penempelan primer pada suhu 65 oC selama 30 detik, proses pemanjangan pada suhu 72 oC selama 60 detik. Siklus kedua hingga siklus ke-13 suhu denaturasi dan ekstensi tetap, tapi suhu penempelan primer diturunkan 0.7 oC setiap siklus. Proses selanjutnya adalah 24 siklus lanjutan pada suhu 94 oC selama 30 detik (denaturasi), 56 oC selama 30 detik

(penempelan primer) dan 72 oC selama 30 detik (pemanjangan).

Visualisasi Fragmen Hasil Amplifikasi.

Elektroforesis hasil amplifikasi selektif dilakukan menggunakan LI-COR 4300 DNA Analyzer. Gel yang digunakan adalah gel poliakrilamida 6 % yang dibuat dengan mencampurkan 20 ml KB plus 6.5% gel matrix, 15 µl TEMED dan 150 µl Ammonium Persulfat (APS) 10% (b/v). Campuran tersebut dimasukan ke dalam plat kaca dan didiamkan selama kurang lebih satu jam hingga gel terpolimerasi atau membeku. Plat kaca yang berisi gel kemudian dimasukan pada wadah elektroforesis, kemudian pada bagian atas ditambahkan buffer TBE 1x yang dibuat dari TBE 10x (1 M Tris-HCL pH 8.3, 0.83 M asam boraks, 10 mM EDTA). Pre-elektroforesis dilakukan selama 20 menit dengan daya 20 watt untuk menaikan suhu hingga 50 oC. Produk amplifikasi selektif sebanyak 20 µl dicampur dengan loading buffer formamid 2x [98% formamid (b/v), 10 mM EDTA, 0.025% bromofenol biru (b/v) dan 0.025% silen sianol (b/v)] dengan volume yang sama yaitu 20 µl, sehingga total campuran menjadi 40 µl. Total campuran divortex dan dipanaskan pada selama 5 menit pada suhu 94 oC pada hotblock denaturasi, lalu didinginkan di dalam es selama kurang lebih satu jam. Pembuatan marker dilakukan dengan mencampurkan 1 µl DNA ladder 100 pb, 19 µl H2O dan 20 µl loading buffer

(12)

4

dan tegangan 1500 volt. Hasil elektroforesis langsung divisualisasikan melalui layar komputer yang dihubungkan dengan mesin LI-COR 4300 DNA Analyzer.

Analisis Data

Analisis data dari hasil AFLP dilakukan menggunakan program Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSYS)pc versi 2.02. Fragmen yang dihasilkan dari analisis AFLP yang tampak sebagai fragmen DNA diterjemahkan dalam data biner berdasarkan keberadaan fragmen yang dimiliki secara bersama oleh individu rumput laut yang dianalisis. Setiap pita yang dihasilkan dianggap sebagai lokus, nilai satu (1) diberikan untuk lokus yang memiliki fragmen dan nilai nol (0) untuk lokus yang tidak memiliki fragmen. Data biner digunakan untuk menyusun matriks kemiripan genetik dan dendogram kemiripan dengan metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method Aritmetic) dan simple matching coefficient pada SIMQUAL program NTSYSpc 2.02.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Amplifikasi DNA dengan AFLP

Total fragmen yang teramplifikasi hasil analisis AFLP dengan semua kombinasi primer dibatasi pada ukuran 50- ~370 pb (Tabel 1), meskipun fragmen positif nampak pada ukuran lebih kecil dari 50 pb dan lebih besar dari 370 pb. Fragmen dibawah 50 pb terlihat sangat rapat dan fragmen diatas 370 pb sangat jarang (Gambar 1). Jumlah total fragmen DNA dari delapan sampel dengan tiga kombinasi primer adalah sebanyak 519 fragmen yang berukuran 50- ~370 pb.

Fragmen-fragmen tersebut terdapat di dalam 122 lokus (lampiran 1).

Pasangan primer P11-M48 menghasilkan lebih banyak fragmen amplifikasi dibandingkan pasangan primer yang lainnya yaitu sebanyak 299 fragmen. Hal ini mengindikasi bahwa pasangan primer ini lebih banyak mengenali nukleotida sampel sehingga DNA genom yang terampifikasi lebih banyak. Pasangan primer P11-M49 menghasilkan 141 fragmen dari total 122 lokus dan pasangan P11-M50 menghasilkan 79 fragmen.

Analisis kemiripan genetik dilakukan berdasarkan total 122 lokus karena pada kisaran lokus ini semua pasangan primer memiliki fragmen yang teramplifikasi. Analisis kemiripan ini kemudian ditampilkan dalam bentuk dendogram kemiripan genetik. Fragmen-fragmen dari hasil AFLP lebih banyak teramplifikasi pada ukuran 50-145 pb yaitu sebanyak 401 fragmen dengan rata-rata jumlah terbanyak diamplifikasi oleh kombinasi primer P11-M48. Fragmen-fragmen yang teramplifikasi pada ukuran 145-300 pb berjumlah 94 fragmen, dan pada ukuran 300-370 pb berjumlah 24 fragmen. Sampel-sampel yang dianalisis dengan AFLP ini umumnya memiliki ukuran yang kecil dengan susunan DNA yang pendek antara 50-145 pb. Analisis kemiripan genetik sampel dibagi menjadi dua tipe, yaitu analisis kemiripan genetik delapan sampel ice-nonice K. alvarezii (BNE, TKL, TKL+, KND, GRL, TMB, MTR, MTR+) dan analisis kemiripan genetik enam sampel nonice K. alvarezii (BNE, TKL, KND, GRL, TMB, MTR) serta analisis kemiripan genetik empat sampel ice dan nonice yang berasal dari daerah yang sama (TKL, TKL+, MTR, MTR+).

Tabel 1 Jumlah dan sebaran fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing sampel dari 122 lokus

Sampel

50-145pb 145-300pb 300-370pb P11-M48 P11-M49 P11-M50 P11-M48 P11-M49 P11-M50 P11-M48 P11-M49 P11-M50

TKL 32 5 5 2 1 1 0 1 0

GRL 32 14 5 2 0 0 1 0 0

TKL+ 31 8 3 4 0 0 1 0 0

MTR 27 26 7 9 13 1 2 1 0

MTR+ 37 15 10 13 4 1 2 1 1

TMB 27 18 14 10 4 3 1 3 2

KND 12 6 12 5 3 1 1 1 0

BNE 31 13 11 14 2 1 3 1 1

[image:12.516.93.448.491.619.2]
(13)

5

Gambar 1 Profil fragmen AFLP hasil amplifikasi DNA K. alvarezii menggunakan 3 kombinasi primer. (A) P11-M48 (B) P11-M49 dan (C) P11-M50, dengan menggunakan penanda ukuran standar 50 pb – 700 pb. Label sampel adalah (1) TKL, (2) GRL, (3) TMB, (4) TKL+, (5) MTR, (6) MTR+, (7) KND, (8) BNE

Analisis Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii dari enam wilayah

Dendogram kemiripan delapan sampel K. alvarezii dianalisis berdasarkan total 122 lokus (Gambar 2). Persamaan dan perbedaan dalam fragmen DNA yang teramplifikasi hasil analisis AFLP menyebabkan delapan sampel membentuk tiga kelompok pada koefisien kemiripan 0.84. Kelompok pertama terdiri dari lima sampel yaitu TKL, TMB, GRL, KND, BNE dan MTR+. Kelompok kedua beranggotakan MTR dan TKL+ pada kelompok ketiga. Kelompok I terpisah dengan kelompok II sesuai dengan asal wilayah sampel. Kelompok I merupakan sampel asal Sulawesi dan kelompok II dari Nusa Tenggara

Barat. Variasi genetik TKL+ di kelompok III memiliki perbedaan dengan sampel lain karena merupakan salah satu sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice. Total fragmen teramplifikasi yang dimiliki oleh TKL+ ialah 47 fragmen yang diasumsikan menyebabkannya terpisah dari kelompok I dan II. Beberapa karakter dalam fragmen yang berperan dalam pengelompokan kemungkinan berada di beberapa fragmen yang dimiliki oleh TKL+ sehingga cukup membedakannya dari kelompok lain.

Dendogram kemiripan delapan sampel menunjukkan TKL dan TMB dengan asal daerah berbeda memiliki koefisien kemiripan paling tinggi yaitu 0.92 sedangkan TKL dan 400 pb

490 pb

100 pb

50 pb 145 pb 200 pb 255 pb 300 pb 350 pb 364 pb

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8

[image:13.516.97.442.72.426.2]
(14)

6

BNE dengan asal daerah sama (Sulawesi Selatan) memiliki koefisien kemiripan yang lebih rendah sebesar 0.86 (lampiran 2). Hal ini disebabkan perbanyakan alga jenis ini lebih umum menggunakan cara vegetatif dengan stek dari thallus yang masih muda. Perbanyakan vegetatif menyebabkan variasi genetik tidak berbeda jauh dengan induknya sehingga jarak genetik akan rendah. Kemiripan genetik yang tinggi akan seiring dengan keragaman genetik yang rendah.

Coefficient

0.81 0.84 0.87 0.89 0.92

TKL TMB GRL KND BNE MTR+ MTR TKL+

Gambar 2 Dendogram kemiripan delapan sampel ice-nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP (50-~370pb)

Koefisien kemiripan paling rendah dimiliki oleh MTR dan TKL+ yaitu sebesar 0.79 (lampiran 2), hal ini sesuai dengan asal daerah masing-masing sampel yaitu MTR yang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan TKL+ yang berasal dari Sulawesi Selatan. Dendogram kemiripan enam sampel K. alvarezii berdasarkan total 122 lokus (Gambar 3) juga membentuk dua kelompok pada koefisien 0.84 berdasarkan daerah asal sampel. Kelompok pertama terdiri dari lima sampel yang berasal dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara yaitu TKL, TMB, GRL, KND, BNE. Kelompok kedua beranggotakan MTR asal Nusa Tenggara Barat.

Perbanyakan secara vegetatif umumnya sering dilakukan dalam usaha budidaya, hal ini mengakibatkan keragaman genetik individu rendah sehingga peluang untuk menghasilkan kultivar baru hasil persilangan sangat kecil. Reproduksi rumput laut secara generatif terjadi secara alami apabila kondisi lingkungan memenuhi syarat untuk membentuk zigot dari sperma rumput laut jantan dan sel telur rumput laut betina (Parenrengi & Sulaeman 2007). Perkembangan spora haploid yang merupakan

bakal sel sperma atau sel telur sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempatnya berkembang. Hal inilah yang menyebabkan individu seperti BNE dan TKL yang merupakan hasil perbanyakan vegetatif tetap dapat terpisah dalam pengelompokan genetik karena respon individu terhadap lingkungan berbeda sebagai bentuk adaptasi yang mempengaruhi variasi genetik individu tersebut.

Coefficient

0.84 0.86 0.88 0.90 0.92

TKL TMB GRL KND BNE MTR

Gambar 3 Dendogram kemiripan enam sampel nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP (50-~370pb)

Analisis Kemiripan Genetik Kappaphycus alvarezii normal dan terinfeksi penyakit ice-ice

Coefficient

0.81 0.82 0.83 0.84 0.85 TKL

MTR

MTR+

TKL+

Gambar 4 Dendogram kemiripan empat sampel ice-nonice berdasarkan 122 lokus data AFLP (50-~370pb)

Analisis kemiripan genetik sampel ice-ice dibandingkan dengan sampel nonice yang berasal dari daerah yang sama membentuk tiga kelompok pada koefisien 0.84 (gambar 4). Kelompok pertama tersusun dari TKL dan MTR, kelompok kedua adalah MTR+ dan kelompok ketiga adalah TKL+. Sampel normal berada dalam satu kelompok dan memiliki koefisien kemiripan terbesar yaitu 0.85 (lampiran 4). Dendogram ini menunjukkan adanya perbedaan variasi

[image:14.516.279.441.180.316.2] [image:14.516.282.442.369.528.2]
(15)

7

genetik yang mengindikasi adanya perbedaan susunan genetik pada keadaan normal dan terinfeksi penyakit. Koefisien kemiripan yang rendah menunjukkan cukup adanya keragaman pada sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice jika dibandingkan sampel sehat. Keragaman ini dapat terjadi sebagai bagian dari adaptasi sampel terhadap serangan penyakit.

SIMPULAN

Total fragmen yang teramplifikasi dari tiga kombinasi primer P11 dan M48/M49/M50 untuk analisis kemiripan ialah 519 fragmen pada ukuran 50 - ~370 pb sebanyak 122 lokus. Jumlah fragmen pada masing–masing sampel dari tiga kombinasi primer adalah: Takalar (47 fragmen), Tambalang (82 fragmen), Gorontalo (54 fragmen), Kendari (41 fragmen), Bone (77 fragmen), Mataram (86 fragmen), Mataram ice-ice (84 fragmen), Takalar ice-ice (47 fragmen). Kemiripan genetik delapan sampel menunjukkan hasil yang tinggi dengan koefisien kemiripan berkisar antara 0.7951-0.9210. Kemiripan genetik sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice menurun jika dibandingkan dengan sampel sehat. Kemiripan antara Takalar-Takalar ice adalah 0.8176 dan Mataram-Mataram ice adalah 0.8033.

Dendogram kemiripan delapan sampel K. alvarezii membagi delapan sampel menjadi tiga kelompok pada koefisien 0.84 sesuai daerah asal sampel dan pengaruh penyakit ice-ice. Kelompok pertama terdiri dari lima sampel yaitu Takalar, Tambalang, Gorontalo, Kendari, Bone, Mataram ice-iceyang berasal Sulawesi. Kelompok kedua beranggotakan Mataram yang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan kelompok ketiga beranggotakan Takalar ice-ice yang merupakan salah satu sampel yang terinfeksi penyakit ice-ice. Kemiripan tertinggi adalah antara Takalar dan Tambalang dan tingkat kemiripan terendah adalah Mataram dan Takalar ice.

SARAN

Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mendeteksi dan mengidentifikasi perbedaan antar lokus dari setiap individu K. alvareziiyang telah dianalisis keragamannya, sehingga dapat ditentukan bagian lokus yang memiliki peran dalam mengatur resistensi

terhadap penyakit, khususnya penyakit ice-ice.

DAFTAR PUSTAKA

Astuty S, Diana S. 2003. Budidaya makroalga Kappaphycus alvarezii di perairan pulau Panjang serta analisis ekonominya. J Agric14: 166-170.

Doyle JJ, Doyle JL. 1987. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-15. Ganzon-Fortes ET, Azanza-Corrales R, Aliaza

T. 1993. Comparison of photosynthesis responses of healthy and ‘diseases’ Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty using P vs I curve. Bot Mar36: 503-506. Guerrero RD. 2001. Farming of

Carrageenophytes in the Philippines: A Success Story of Red Seaweeds Cultivation. Bangkok: APAARI Publication.

Jusuf M. 2010. Amplified Fragment Length Polymorfism diversity of cultivated white oyster mushroom Pleurotus ostreatus. HAYATI J Biosci 17: 21-26. Largo DB, Fukami K, Nishijima T. 1995.

Occasional pathogenic bacteria promoting ice-ice disease in the carrageenan-producing red algae Kappaphycus alvarezii and Euchema denticulatum (Solieriaceae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol7: 545-554. Largo DB, Fukami K, Nishijima T. 1999.

Time-dependent attachment mechanism of bacterial pathogen during ice-ice infection in Kappaphycus alvarezii (Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol11: 129-136.

Mendoza G, Montano NE, Ganzon-Fortez ET, Villanueva RD. 2002. Chemical and gelling profile of ice-ice infected carrageenan from Kappaphycus striatum (Schmitz) Doty “Sacol” strain (Solieriaceae, Gigartinales, Rhodophyta). J Appl Phycol14: 409-418.

Mueller UG, Wolfenbarger LL. 1999. AFLP genotyping and fingerprinting. Trends Ecol Evol14: 389-394.

Pancadewi K. 2008. Identifikasi Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) Berdasarkan Karakter Bunga dan DNA Menggunakan Teknik Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(16)

8

dibudidayakan di Sulawesi Selatan [laporan hasil penelitian]. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Pusat Riset Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Parenrengi A, Sulaeman. 2007. Mengenal rumput laut Kappaphycus alvarezii. Akuakultur 2 (1): 142-146.

Surtiningsih P. 2008. Keragaman Genetik Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) berdasarkan Penanda Morfologi dan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suryati E, Tenriulo A, Tampangalo BR. 2010. Pelestarian Plasma Nutfah Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) melalui Induksi Kalus dan Embriogenesis Secara In Vitro [laporan hasil penelitian]. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Pusat Riset Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Spooner J, Van Treuren R, De Vicente MC.

2005. Molecular marker for genebank management. IPGRI Tech Bull10: 1-14. Tisera WL, Naguit MRA. 2009. Ice-ice

disease occurrence in seaweed farms in Bais Bay Negros Oriental and Zamboanga Del Norte. The Thres 4: 1-16.

Toruan N, Yuniastuti E, Setiamiharja R, Karmana MH. 2005. Analisis normal dan abnormal pada klon kelapa sawit (Elaesis guineensis Jacq.) dengan AFLP. M Perkeb73 (1): 12-35.

Trono GC Jr. 1993. Effect of biological, physical and socio-ecomonomic factors on productivity of Euchema/Kappaphycus farming industry. In: Calumpong HP and Menez EG proc. Second RP-USA Phycology Symp/Workshop. Cebu City and Dumaguete City, Philippines, pp 239-245.

Vos P et al. 1995. AFLP: A new technique for DNA fingerprinting. Nucl Acids Res23: 4407-4414.

Yulianto K. 2001. Pengamatan penyakit ice-ice dan alga kompetitor: fenomena penyebab kegagalan panen budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Di dalam: Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional; Jakarta, 2001. hlm 100-103. Zaelani FA. 2010. Isolasi dan Identifikasi

(17)

9

(18)

10

Lampiran 1. Skor fragmen DNA sebanyak 122 lokus hasil AFLP dari delapan sampel K. alvarezii

lokus TKL-M48

GRL-M48

TMB-M48

TKL+-M48

MTR-M48 MTR+

-M48

KND-M48

BNE-M48

TKL-M49

GRL-M49

TMB-M49

TKL+-M49

MTR-M49 MTR+

-M49

KND-M49

BNE-M49

TKL-M50

GRL-M50

TMB-M50

TKL+-M50

MTR-M50 MTR+

-M50

KND-M50

BNE-M50

1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1

2 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

5 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1

6 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 0

8 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0

9 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

10 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1

11 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0

12 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

13 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

14 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

15 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

16 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

17 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

18 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0

20 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0

21 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

22 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0

(19)

11

24 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

25 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

26 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

27 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0

28 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

29 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

30 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

31 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0

32 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

33 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

34 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

35 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

36 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

37 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

38 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1

39 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

40 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

41 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

42 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

43 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

44 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

45 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

46 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

47 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

48 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

(20)

12

50 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

51 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

52 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

53 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

54 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

55 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

56 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

57 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

59 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

61 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

62 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

63 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

64 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

65 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

66 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

67 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

68 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

69 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

70 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

71 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

72 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

73 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

74 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(21)

13

76 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

77 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

78 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

79 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

80 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

81 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

82 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

83 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

84 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

85 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

86 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

87 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

88 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

89 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

90 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

91 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

92 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

93 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

94 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

95 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

96 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

97 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

98 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

99 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

100 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0

(22)

14

102 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

103 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

104 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0

105 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

106 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

107 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

108 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0

109 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

110

111 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

112 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

113 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

114 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

115 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

116 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

117 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

118 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

119 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

120 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

121 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(23)

15

Lampiran 2 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3 kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (delapan sampel)

TKL GRL TMB TKL+ MTR MTR+ KND BNE TKL 1.0000

GRL 0.9057 1.0000 TMB 0.9201 0.9037 1.0000 TKL+ 0.8176 0.8258 0.8238 1.0000 MTR 0.8504 0.8463 0.8607 0.7951 1.0000 MTR+ 0.8504 0.8668 0.8402 0.8074 0.8033 1.0000 KND 0.8893 0.8730 0.8832 0.8053 0.8258 0.8299 1.0000 BNE 0.8668 0.8504 0.8607 0.8156 0.8238 0.8361 0.8504 1.0000

Lampiran 3 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3 kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (enam sampel)

TKL GRL TMB MTR KND BNE TKL 1.0000

GRL 0.9057 1.0000

TMB 0.9201 0.9037 1.0000

MTR 0.8504 0.8463 0.8607 1.0000

KND 0.8893 0.8730 0.8832 0.8258 1.0000

BNE 0.8668 0.8504 0.8607 0.8238 0.8504 1.0000

Lampiran 4 Matrix kemiripan genetik berdasarkan pola fragmen DNA amplifikasi menggunakan 3 kombinasi primer selektif dari 122 lokus yang teramplifikasi (empat sampel)

TKL TKL+ MTR MTR+ TKL 1.0000

TKL+ 0.8176 1.0000

MTR 0.8504 0.7951 1.0000

Gambar

Tabel 1  Jumlah dan sebaran fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing sampel dari 122
Gambar 1 Profil fragmen AFLP hasil amplifikasi DNA K. alvarezii menggunakan 3 kombinasi primer
Gambar 4 Dendogram kemiripan empat

Referensi

Dokumen terkait

 Adalah setiap komponen dari solusi yang benar? Telah desain dan kode diperiksa?.. 4) Memeriksa hasil untuk akurasi (pengujian dan

Secara umum penelitian ini telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu, untuk mengetahui ancaman terhadap keamanan jaringan sistem informasi kesehatan yang ada

Pour into a frappè glass, add the whipped cream (included in the price) and serve with a straw.. In the case of two flavors, divide the sorbets’ portion into 2 scoops of 80g

Guru yang berada di MTs Islamiyah tersebut sangat bertanggung jawab dengan hasil kerjanya, (3) Reward yang diberikan kepala madrasah kepada guru di MTs Islamiyah Suluh

Hubungan Pola Konsumsi Purin dengan Peningkatan Kadar Asam Urat. Hasil penelitian ini sebagian besar

Sedangkan pada tingakat pH tanah dari masing-masing lokasi menunjukan tanah yang masam namun tidak menujukkan perbedaan yang seknifikan dari keduanya yakni pH nya adalah

Analisis regresi linier berganda yaitu metode yang dipakai guna menggambarkan hubungan suatu variabel dependen dengan tiga atau lebih variabel independen. Metode ini dipilih

Tata ruang merupakan penataan atau susunan yang berkaitan dengan ruang luar maupun ruang dalam berdasarkan konsep dari rancangan. Tata ruang terdiri dari dari 2, yakni tata