• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan provitamin A ransum, vitamin A pada hati, daging, kuning telur puyuh yang diberi tepung daun katuk dan murbei dalam pakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan provitamin A ransum, vitamin A pada hati, daging, kuning telur puyuh yang diberi tepung daun katuk dan murbei dalam pakan"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KANDUNGAN PROVITAMIN A RANSUM, VITAMIN A PADA

HATI, DAGING, KUNING TELUR PUYUH YANG DIBERI

TEPUNG DAUN KATUK DAN MURBEI

DALAM PAKAN

SKRIPSI

WITA WIYANTI AGUSTINI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

WITA WIYANTI AGUSTINI. D24070123. 2011. Kandungan Provitamin A Ransum, Vitamin A pada Hati, Daging, Kuning Telur Puyuh yang Diberi Tepung Daun Katuk dan Murbei dalam Pakan.Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Dosen Pembimbing Utama : Ir. Widya Hermana, M.Si.

Dosen Pembimbing Anggota : Prof. Dr.Ir. Dewi Apri Astuti, MS.

Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin populer di masyarakat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya populasi ternak puyuh sebesar 4,6% dari tahun 2007 sampai tahun 2009. Meningkatnya populasi ternak puyuh megindikasikan banyaknya masyarakat yang berminat mengonsumsi daging dan telur puyuh yang memiliki banyak kandungan gizi. Salah satu kandungan gizi yang terdapat di dalam daging dan telur puyuh adalah vitamin A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan provitamin A dalam ransum puyuh yang diberi tepung daun katuk dan murbei, serta mengamati pengaruh pemberiannya terhadap kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur puyuh.

Ternak yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 600 ekor puyuh betina yang berumur dua minggu. Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan, yaitu (a) R0 : ransum kontrol (tanpa penambahan tepung daun katuk dan tepung daun murbei), (b) R1 : ransum mengandung 10% tepung daun katuk (TDK), (c) R2 : ransum mengandung 10% tepung daun murbei (TDM), (d) R3 : ransum mengandung 5% tepung daun katuk (TDK) dan 5% tepung daun murbei (TDM). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, konsumsi provitamin A dan kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur. Konsumsi ransum dan provitamin A dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA), jika terdapat perbedaan yang nyata akan dilakukan uji LSD. Kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur dianalisis secara deskriptif.

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemberian TDK dan TDM berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Pemberian TDK dan TDM memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi provitamin A. Kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur yang tertinggi terdapat pada perlakuan R3 sebesar 262,86 μg; 186,28 μg dan 336,65 μg. Konsumsi ransum dan provitamin A tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian 5% tepung daun katuk dan 5% tepung daun murbei dalam ransum yang mengindikasikan pada peningkatan kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur.

(3)

ABSTRACT

Provitamin A in Diet, Vitamin A in Liver, Meat, Egg Yolk of Quail Fed with Katuk and Mulberry Leaf Meal

W. W. Agustini, W. Hermana and D. A. Astuti

This research was to evaluate provitamin A in diet, vitamin A in liver, meat and egg of quail which was given katuk leaf meal and mulberry leaf meal in diet. This study used completely Randomazed Design (RAL) with 600 Japanese quails in four treatments and five replications. The consumption of diet and provitamin A were analized by analysis of variance (ANOVA). The concentration of vitamin A in liver, meat and egg yolk were analized descriptively. The treatments were R0 : Control diet (without addition katuk leaf meal and mulberry leaf meal); R1 : diet contained 10% katuk leaf meal (TDK); R2 : diet contained 10% mulberry leaf meal (TDM); R3 : diet contained 5% katuk leaf meal (TDK) and 5% mulberry leaf meal (TDM). Result showed that consumption of diet was significantly influenced by treatment. Consumption of provitamin A was highly significantly influenced by treatment. The concentration of vitamin A in liver, meat and yolk egg were highest on R3 treatment which were 262.86 μg, 186.28 μg and 336.65 μg. The highest consumption of diet and provitamin A showed that given of 5% katuk leaf meal and 5% mulberry leaf meal in egg layer quail diet positively affected the increasing of vitamin A concentration in liver, meat and egg yolk.

(4)

KANDUNGAN PROVITAMIN A RANSUM, VITAMIN A PADA

HATI, DAGING, KUNING TELUR PUYUH YANG DIBERI

TEPUNG DAUN KATUK DAN MURBEI

DALAM PAKAN

WITA WIYANTI AGUSTINI D24070123

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Kandungan Provitamin A Ransum, Vitamin A pada Hati, Daging, Kuning Telur Puyuh yang Diberi Tepung Daun Katuk dan Murbei dalam Pakan

Nama : Wita Wiyanti Agustini

Nim : D24070123

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Widya Hermana, M.Si.) (Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS.) NIP. 19680110 199203 2 001 NIP. 19611005 198503 2 001

Mengetahui : Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr) NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Mei 1989 di Sumedang. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Agus Ahdiat dan E. Juarah.

Penulis mengawali pendidikan taman kanak-kanak pada tahun 1995 di Sekolah Taman Kanak-Kanak Murai Sejahtera Kabupaten Sumedang. Pendidikan dasar dimulai tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri Ketib Kabupaten Sumedang dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjut tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Sumedang. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Sumedang, Jawa Barat pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota Gentra Kaheman Institut Pertanian Bogor periode 2007-2008, kegiatan kepanitiaan Gebyar Nusantara (GENUS) tahun 2007, anggota Paduan Suara Gradziono Symphonia Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor periode 2008-2009, anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor periode 2008-2009, kegiatan kepanitiaan Fakultas Peternakan (Dekan Cup) tahun 2009 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Sumedang Periode 2007-2011. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung selama dua minggu, pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis juga pernah melaksanakan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai oleh Direktorat Perguruan Tinggi (DIKTI) dengan judul “Nugget Ayam Citarasa Sayuran

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam dijunjungkan kepada nabi besar Nabi Muhammad SAW karena atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kandungan Provitamin A Ransum,Vitamin A pada Hati, Daging, Kuning Telur Puyuh yang Diberi Tepung Daun Katuk dan Murbei dalam Pakan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan provitamin A dalam ransum puyuh yang diberi tepung daun katuk dan murbei, serta mengamati pengaruh pemberiannya terhadap kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur puyuh.

Daun katuk dan murbei dipilih sebagai tema yang dibahas dalam skripsi ini karena merupakan sumber bahan pakan lokal yang mengandung provitamin A untuk meningkatkan kandungan vitamin A pada produk puyuh khususnya daging dan telur. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai Maret 2011.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa-masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut berperan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Bogor, Agustus 2011

(8)

DAFTAR ISI

Penggunaan Daun Katuk dalam Ransum Unggas ... 9

(9)

Prosedur Pelaksanaan ... 16

Tahap Persiapan ... 16

Tahap Pemeliharaan ... 16

Tahap Penyembelihan ... 16

Tahap Pengambilan Sampel Telur ... 17

Tahap Analisis Vitamin A ... 17

Rancangan Percobaan ... 19

Model Matematika ... 19

Perlakuan ... 19

Peubah yang Diamati ... 19

Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Konsumsi Ransum ... 21

Konsumsi Provitamin A ... 22

Kandungan Vitamin A pada Hati ... 23

Kandungan Vitamin A pada Daging ... 24

Kandungan Vitamin A pada Kuning Telur ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

UCAPAN TERIMA KASIH ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perbedaan Susunan Nutrien dari Berbagai Telur Unggas ... 4

2. Kandungan Nutrien dalam Daging Mentah Puyuh dan Ayam ... 4

3. Kebutuhan Nutrien Puyuh Fase Grower dan Layer ... 5

4. Jumlah Ransum yang Diberikan Menurut Umur Puyuh ... 5

5. Komposisi Nutrien Tepung Daun Katuk ... 9

6. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua ... 12

7. Susunan Ransum Penelitian ... 14

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Puyuh (Coturnix coturnix japonica) ... 3

2. Absorpsi Karoten di dalam Tubuh ... 7

3. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) ... 8

4. Daun Murbei (Morus sp.) ... 10

5. Kandang Puyuh Penelitian ... 13

6. Ransum Perlakuan ... 14

7. Skema Pembuatan Tepung Daun ... 15

8. Rataan Konsumsi Ransum Puyuh ... 21

9. Rataan Konsumsi Provitamin A Puyuh ... 22

10.Kandungan Vitamin A pada Hati Puyuh ... 23

11.Kandungan Vitamin A pada Daging Puyuh ... 24

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ransum Puyuh Petelur ... 35

2. Hasil Uji LSD Konsumsi Puyuh Petelur ... 35

3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Provitamin A Puyuh Petelur ... 35

4. Hasil Uji LSD Konsumsi Provitamin A Puyuh Petelur ... 35

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan sehingga kebutuhan akan daging dan telur juga mengalami peningkatan. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan cara meningkatkan produktivitas ternak. Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin populer di masyarakat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya populasi ternak puyuh sebesar 4,6% dari tahun 2007 sampai tahun 2009 (Ditjen Peternakan, 2009). Meningkatnya populasi ternak puyuh mengindikasikan banyaknya masyarakat yang berminat untuk memelihara puyuh dan mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan dari burung puyuh, khususnya daging dan telur yang memiliki banyak kandungan gizi. Salah satu kandungan gizi yang terdapat di dalam daging dan telur puyuh adalah vitamin A.

Vitamin A adalah salah satu nutrien dalam bahan makanan yang dibutuhkan tubuh. Hewan tidak mempunyai kesanggupan untuk membuat vitamin A, maka semua vitamin A yang terdapat dalam jaringan tubuhnya berasal dari prekursor vitamin A yang dibuat oleh tumbuh-tumbuhan dan disimpan dalam daun, buah dan biji. Prekursor tersebut dikenal dengan nama karotenoid. Sumber bahan pakan lokal yang mengandung provitamin A adalah katuk dan murbei.

(14)

2

Tujuan

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Karakteristik Puyuh

Puyuh merupakan jenis unggas yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Jenis puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari jenis Coturnix-coturnix japonica. Adapun klasifikasi zoologi puyuh menurut Radiopoetro (1996) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Aves

Famili : Phasianidae Sub famili : Phasianidae Genus : Coturnix

Species : Coturnix coturnix japonica

Gambar 1. Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Sumber : Harianto (2008)

Puyuh mampu menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir/tahun. Puyuh jantan dewasa bobot badannya sekitar 100-140 gram, sedangkan yang betina sedikit lebih berat yaitu antara 120-160 gram. Puyuh betina akan mulai bertelur pada umur 35-42 hari (Anggorodi, 1995).

Manfaat Ternak Puyuh

(16)

4 komposisi sebutir telur terdiri atas 31% kuning telur, 59% putih telur dan 10% kerabang telur. Telur puyuh mempunyai nilai kandungan gizi yang tinggi, tidak kalah dengan telur unggas lainnya (Tabel 1). Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa kuning telur mengandung 15,7%-16,6% protein, 31,8%-35,5% lemak, 0,2%-1,0% karbohidrat dan 1,1% abu. Telur puyuh mengandung vitamin A sebesar 543 µg (per 100 g).

Tabel 1. Perbedaan Susunan Nutrien dari Berbagai Telur Unggas (g/100 gram) Jenis Unggas Protein Lemak Karbohidrat Abu

Sumber : Listiyowati dan Roospitasari (2000)

Daging puyuh mengandung 21,10% protein, sedangkan kadar lemaknya rendah 7,70% (Tabel 2) (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

Tabel 2. Kandungan Nutrien dalam Daging Mentah Puyuh dan Ayam Zat Makanan Puyuh1 (per 100 g) Ayam2 (per 100 g)

(17)

5

Kebutuhan Nutrien Puyuh

Kebutuhan nutrien puyuh petelur pemula sama dengan pakan ayam ras pedaging berumur 1 minggu sampai 4 minggu. Pakan puyuh petelur dara adalah pakan puyuh petelur umur 21 hari (3 minggu) sampai dengan 42 hari (7 minggu) (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Kebutuhan nutrien puyuh secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrien Puyuh Fase Grower dan Layer

No. Kebutuhan Nutrien Grower a Layer b

6. Energi metabolis minimum (kkal/kg) 2600 2700

7. Lysin minimum (%) 0,80 0,90

Jumlah ransum yang diberikan kepada puyuh harus diperhatikan. Namun, jumlah ransum harus diberikan dalam jumlah yang mencukupi dan tersedia terus-menerus (ad libitum). Anggorodi (1995) menyatakan bahwa puyuh jepang layer

makan 14-18 gram per ekor per hari. Kebutuhan ransum puyuh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Ransum yang Diberikan Menurut Umur Puyuh

Umur Puyuh Jumlah Ransum yang diberikan

(18)

6

Vitamin A

Vitamin A adalah zat-zat organik komplek yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dan keberadaan vitamin tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itu, untuk mendapatkan jumlah vitamin yang cukup harus diperoleh dari asupan makanan (Almatsier, 2001). Vitamin A yang ada di alam terdapat dalam dua jenis, yaitu preformed vitamin A dan karoten (provitamin A). Karoten merupakan sebagian besar sumber vitamin A yang terdapat dalam bahan-bahan nabati. Karoten yang banyak diketahui adalah α, dan karoten. Karoten yang paling penting untuk hewan dan manusia adalah beta karoten, karena mempunyai aktivitas provitamin A yang terbesar (Yuliani dan Marwati, 1997). Vitamin A memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga kesehatan mata, pertumbuhan tulang, kesehatan reproduksi, pembelahan dan diferensiasi sel (proses perkembangan dimana suatu sel akan berkembang menjadi jaringan tertentu pada tahap perkembangan embrio) dan sistem kekebalan tubuh (Magnuson, 2002; Gropper et al., 2009).

Piliang (1995) menyatakan bahwa vitamin A dibutuhkan oleh semua hewan termasuk unggas. Unggas sangat cepat terpengaruh akibat defisiensi vitamin A. Hilangnya nafsu makan dan menurunnya pertumbuhan merupakan tanda-tanda awal yang disertai kelemahan, jalan tidak seimbang serta pertumbuhan bulu-bulu halus yang tidak sempurna. Defisiensi yang bersifat kronis pada unggas dewasa dikenal dengan nama nutritional roup yaitu keluarnya cairan kental dari mata dan saluran pernafasan (Piliang, 1992). Kelebihan vitamin A dalam tubuh disimpan dalam hati, yaitu dalam bentuk butir-butir lemak yang berisi campuran rantai-rantai ester retinil, retinil stearat dan retinil oleat. Lebih jauh dinyatakan pula bahwa, vitamin A di dalam hati terdapat dalam bentuk retinol, tetapi dalam darah retinol terikat pada protein spesifik yang disebut Retinol Binding Protein (RBP), namun apabila tetap berlebih maka akan menyebabkan hipervitaminosis (Piliang, 1995). Tanda-tanda keracunan vitamin A yaitu pembengkakan hati dan limpa, kerusakan sel-sel hati dan

alopecia (bulu rontok) (Piliang, 1992).

(19)

7

Gambar 2. Absorpsi Karoten di dalam Tubuh

Sumber : Gropper et al. (2009)

Karoten dalam bentuk -karoten yang berasal dari makanan diserap di mukosa usus halus dengan bantuan asam empedu (pembentukan micelle). Sebagian -karoten yang diserap di dalam mukosa usus diubah menjadi bentuk retinol (Vitamin A alkohol). Retinol dengan bantuan asam lemak dirubah menjadi bentuk retinil ester (Vitamin A ester) yang selanjutnya bergabung dengan kilomikron. Kilomikron diserap melalui saluran limpatik dan bergabung dengan darah yang kemudian ditransportasikan ke hati selanjutnya diedarkan ke jaringan target lainnya seperti daging dan komponen telur (Gropper et al., 2009).

Katuk (Sauropus androgynus) Taksonomi

Tanaman katuk (Sauropus androgynus) banyak ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Banyak tumbuh di dataran rendah sampai dengan ketinggian 2100 m di atas permukaan air laut (Sudiarto et al., 2002). Menurut Sukendar (1997), klasifikasi dari tanaman katuk yaitu :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperma

Kelas : Monocolamydeae (Apetalae)

(20)

8 Gambar 3. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

Sumber : Brooks (2008)

Tanaman katuk atau Sauropus androgynus (L.) Merr. merupakan tanaman yang dapat mencapai tinggi 2-3 m, family Euphorbiaceae (Puspaningtyas et al., 1997). Tanaman katuk ini biasa dikenal dengan nama katuk (Sunda, Melayu), babing

atau katukan (Jawa), simani (Minangkabau) dan kerakur (Madura) (Departemen Kesehatan RI, 1998). Menurut Sukendar (2007), ciri fisik tanaman katuk yaitu daun tunggal, jumlah daun per cabang umumnya berkisar 11-21 helai, bentuk dan ukuran daun bervariasi. Tanaman ini banyak ditanam di kebun, ladang atau pekarangan dan digunakan sebagai tanaman pagar.

Potensi Katuk

Katuk merupakan jenis tanaman tahunan yang setiap saat dapat dipetik, tidak tergantung pada musim dan dapat dipanen lebih dari sepuluh kali selama bertahun-tahun. Tanaman ini mudah ditanam, tahan gulma dan menghasilkan daun yang banyak dalam waktu yang relatif singkat (Yuliani dan Marwati, 1997). Tanaman katuk pada pemanenan pertama biasanya diperoleh hasil sebesar 4 juta ton/ha dan selanjutnya pada tahun pertama dapat mencapai 21-30 ton/ha setelah 6-7 kali panen (Sudiarto et al., 1997).

(21)

9

Komposisi Nutrien dan Zat Aktif

Daun katuk merupakan sumber provitamin A, vitamin C, protein, kalsium, besi dan magnesium yang sangat baik (Rubatzky et al., 1999). Komposisi nutrien daun katuk disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Nutrien Tepung Daun Katuk

Komponen Hasil Analisis Proksimat

* Hasil Analisis Proksimat (Septyana, 2008)

Daun katuk memiliki kandungan zat gizi yang tinggi dan berfungsi sebagai antibakteri. Daun katuk juga mengandung beta karoten yang berfungsi sebagai zat aktif warna karkas. Hulshoft et al. (1997) melaporkan bahwa kandungan provitamin A daun katuk paling tinggi dibanding sayuran lain di Indonesia. Senyawa fitokimia yang terkandung di dalamnya adalah saponin, flavonoid, alkaloid dan tanin (Malik, 1997). Piliang et al. (2001) melaporkan bahwa penggunaan tepung daun katuk lebih murah dibandingkan daun katuk dalam bentuk serbuk ekstraksi kering karena pengolahannya memerlukan biaya ekstraksi yang mahal dan waktu yang lama.

Penggunaan Daun Katuk dalam Ransum Unggas

Daun katuk dalam ransum unggas mampu memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan. Menurut Aisjah (2004), pemanfaatan hijauan dari family Euphorbiaceae

(22)

10 tepung daun katuk hingga 9% dalam ransum mampu meningkatkan kualitas telur dan karkas dengan terjadinya peningkatan vitamin A. Saragih (2005) melaporkan bahwa penambahan tepung daun katuk sebesar 15% pada ransum ayam petelur dapat meningkatkan kualitas telur, konsentrasi karoten dan vitamin A dalam telur.

Pemberian tepung daun katuk hingga 10% dapat meningkatkan konsumsi ransum ayam petelur (Ibrahim, 2004). Penggunaan tepung daun katuk 15% dalam ransum puyuh menurunkan konsumsi ransum, bobot telur dan produksi telur hen day,

namun terjadi peningkatan pada pertambahan bobot badan puyuh. Selain itu puyuh yang diberi ransum yang mengandung tepung daun katuk menghasilkan konversi ransum yang rendah (Wiradimaja, 2007).

Murbei (Morus sp.) Taksonomi

Tanaman murbei (Morus sp.) merupakan bagian dari ordo urticalis, family

Moraceae dan Genus Morus (Martin et al., 2002). Klasifikasi tanaman murbei (Morus sp.) menurut (Martin et al., 2002) adalah

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Urticalis

Famili : Moreceae

Genus : Morus

Spesies : Morus sp

Gambar 4. Daun murbei (Morus sp.)

(23)

11 Tanaman murbei berbentuk semak (perdu) yang tingginya sekitar 5-6 m, dapat juga berbentuk pohon yang tingginya dapat mencapai 20-25 m. Beberapa nama umum dari tanaman ini antara lain: White mulberry, Russian mulberry, Silkworm mulberry, Moral blanco, karta, kitau (Sumatra), murbai, besaran (Jawa), Sangye

(China), may mon, dau tam (Vietnam). Murbei pada dasarnya mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin rangkap (Atmosoedarjo

et al., 2000). Tanaman murbei mempunyai kulit batang abu-abu, percabangan banyak dan yang muda berbulu halus. Daun murbei berbentuk bundar telur-lonjong, berselang-seling, mudah gugur, pangkal berbentuk jantung, permukaan daunnya gundul atau berbulu pada tulang daun dan tepi bergerigi (Sutarno dan Atmowidjojo, 2000).

Tanaman murbei mempunyai potensi sebagai bahan pakan yang berkualitas karena potensi produksi, kandungan nutrien dan daya adaptasi tumbuhnya yang baik. Tanaman ini dapat tumbuh pada lokasi dengan variasi suhu, pH tanah dan ketinggian dari permukaan laut yang sangat besar (Singh dan Makkar, 2002). Curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman murbei antara 635-2500 mm per tahun dengan suhu optimal antara 23,9 oC dan 26,6 oC, tetapi umumnya tanaman murbei dapat tumbuh baik dengan suhu minimum 13 oC dan suhu maksimum 38 oC. Produksi daun murbei sangat bervariasi, tergantung pada varietas, lahan, ketersediaan air dan pemupukan. Tanaman murbei dapat berproduksi dengan baik sampai berumur 15 tahun. Boschini (2002) melaporkan bahwa produksi daun murbei sebesar 19 ton BK/ha/tahun. Menurut Martin et al. (2002), produksi biomassa murbei dengan interval defoliasi 90 hari akan mencapai 25 ton BK/ha/tahun.

Komposisi Nutrien dan Zat Aktif

Menurut Prawerti (1995), di Indonesia dikenal beberapa spesies murbei yang potensial untuk pakan ulat sutera atau sumber bahan baku pakan ayam, antara lain

Morus cathayana A,. Morus multicaulis P,. Morus nigra L,. Morus australis P,. dan

(24)

12 Tabel 6. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua

Jenis Daun Kadar Tanpa N. kecuali kadar air semua variable dinyatakan dalam bahan kering

Komposisi nutrien daun murbei adalah protein (15%-35%), kalsium (2,42%-4,71%), fosfor (0,23%-0,97%) dan energi metabolis (1.130-2.240 kkal/kg) (Omar et al., 1999; Sanchez, 2000; Saddul et al., 2004; Srivastava et al., 2006). Machii et al.

(25)

13

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, IPB. Analisis vitamin A pada ransum dilakukan di Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Bogor. Analisis vitamin A pada hati, daging dan kuning telur dilakukan di Laboratorium Biokimia, FMIPA, IPB. Analisis kandungan nutrien pakan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai Maret 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 600 ekor puyuh betina jenis Coturnix coturnix japonica yang berumur 2 minggu dengan rata-rata bobot badan 42,97±0,74 gram. Puyuh yang digunakan sebagai sampel untuk analisis vitamin A pada hati dan daging sebanyak 20 ekor. Analisis vitamin A pada kuning telur sebanyak 20 butir.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan pada pemeliharaan puyuh berupa kandang baterai dengan alas dan dinding berkawat. Setiap sekat kandang dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan. Peralatan lain yang digunakan untuk pemeliharaan adalah termometer, timbangan digital 1000 gram, alat kebersihan dan lampu 40 watt. Peralatan untuk penyembelihan puyuh antara lain pisau, tali raffia dan box es batu, sedangkan untuk analisis vitamin A yaitu High Performance Liquid Chromatography

(HPLC).

(26)

14

Ransum

Bahan pakan penyusun ransum perlakuan yaitu, dedak padi, pollard, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak kelapa, CaCO3, tepung daun katuk, tepung daun

murbei dan premix. Air minum diberikan ad libitum.

Gambar 6. Ransum Perlakuan

Ransum puyuh perlakuan disusun berdasarkan NRC (1994) untuk periode

grower dan layer. Susunan ransum yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan kandungan nutrien ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

(27)

15 Tabel 8. Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan1) (Berdasarkan 90% BK)

Keterangan : 1) Hasil perhitungan analisis bahan pakan (Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2009)

R0 = ransum kontrol, R1 = ransum mengandung 10% TDK, R2 = ransum mengandung 10% TDM, R3 = ransum mengandung 5% TDK dan 5% TDM

2) ME = GE x 0,75 (NRC, 1994) Selanjutnya katuk dikeluarkan dari oven dan digiling sampai berbentuk tepung halus. Pembuatan tepung daun dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Skema Pembuatan Tepung Daun Nutrien Satuan

Grower (3-12 minggu) Layer (13-17 minggu)

(28)

16

Prosedur Pelaksanaan

Tahap Persiapan

Kandang dan peralatan seperti tempat makan dan minum terlebih dahulu dibersihkan dengan disinfektan sebelum puyuh dipelihara. Pemasangan lampu pijar 40 watt di atas kandang yang digunakan sebagai sumber cahaya dan pemanas. Penentuan letak kandang dilakukan secara acak dan untuk memudahkan pencatatan, masing-masing kandang diberi tanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Setiap kandang diisi dengan 30 ekor puyuh hasil pengacakan. Sekeliling kandang ditutup plastik, bila siang hari dibuka dan ditutup pada malam hari.

Tahap Pemeliharaan

Pemeliharaan puyuh dilakukan ketika puyuh berumur 2 minggu sampai 17 minggu. Ketika puyuh datang terlebih dahulu diberi air gula dan Vitachick untuk mengurangi stress akibat transportasi. Puyuh diberi ransum komersial Starter 511 dari PT. Charoen Pokhpand selama 1 minggu.

Ransum perlakuan mulai diberikan pada puyuh yang berumur 3 minggu. Puyuh diberi pakan sebanyak tiga kali setiap hari yaitu pagi, siang dan sore hari. Ransum dan air diberikan ad libitum. Sisa pakan puyuh ditimbang setiap 7 hari sekali. Kebersihan kandang, tempat minum dan tempat pakan dilakukan setiap hari. Pemberian vitamin pada air minum dilakukan setelah pengacakan dan penimbangan untuk mengurangi cekaman (stress). Pengecekan suhu kandang dilakukan setiap hari.

Tahap Penyembelihan

(29)

17

Tahap Pengambilan Sampel Telur

Pengambilan sampel telur dilakukan pada puyuh berumur 17 minggu. Sampel telur diambil secara acak sebanyak 1 butir telur puyuh dari setiap ulangan untuk diambil kuning telurnya kemudian dikomposit untuk analisis kualitas kuning telur puyuh.

Tahap Analisis Vitamin A

Analisis provitamin A pada ransum dilakukan di Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Bogor. Analisis kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur dilakukan secara komposit di Laboratorium Biokimia, Fakultas MIPA, IPB. Analisis dilakukan berdasarkan Metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Ekstraksi sampel dan standar eksternal untuk analisis vitamin A adalah: 0,5 g sampel atau standar eksternal ditambah 400 µl sodium askorbat dan dihomogenkan dengan menggunakan vortex selama 10 detik, kemudian ditambah dengan 20 ml KOH, dihomogenkan dengan menggunakan vortex selama 10 detik. Dilanjutkan dengan saponifikasi dengan menyimpan pada

waterbath dengan suhu 80 oC selama 30 menit, lalu disimpan pada ice bath selama 2 menit. Selanjutnya, ke dalam campuran dimasukan 3 ml heksan dan dikocok selama 10 detik, kemudian ditambahkan 3 ml aquades dan dikocok selama 10 detik.

Campuran tersebut disimpan dalam lemari es sampai lapisan organik dan air terpisah. Selanjutnya diambil 2,6 ml lapisan heksan (supernatan) dan dipisah dalam tabung lain (A). Kemudian, sisanya ditambahkan lagi sebanyak 2 ml heksan dan dikocok selama 10 detik dan disimpan dalam lemari es sampai lapisan organik dan air terpisah dan dimasukan dalam tabung (A) tadi. Selanjutnya, supernatan (tabung A) dicuci dengan 4,6 ml asam asetat 5%, dan lapisan organik dipindahkan sebanyak yang bisa diambil, lalu dikeringkan dengan aliran nitrogen, lalu terakhir dilarutkan dalam 3 ml fase mobil sebelum diinjeksikan 50 μl dalam instrument HPLC. Pembuatan standar eksternal retinil palmitat adalah sebagai berikut:

(30)

18 2. Intermediate Standar Solution: 2 ml stock standar solution dipipet dan dimasukan dalam 250 ml volumetric flask lalu diencerkan dengan 250 ml heksan. 3. Working Standar Solution: sekitar 1,6 µl/ml retinyl palmitat. Sejumlah 2 ml

Intermediate Standar Solution dipipet dan dimasukan dalam 100 ml volumetric flask dan diencerkan dengan heksan.

Konsentrasi Working Standar Solution diukur dengan cara mengambil 2 ml

Intermediate Standar Solution dan diencerkan dengan heksan dalam 50 ml

volumetric flask. Kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometri.

Cst = {A325/(2xkxb)} x 104

Keterangan :

Cstd : Konsentrasi standar

A325 : Absorbansi Working Standar Solution pada 325 nm

k : 996, konsentrasi palmitat dan retinil palmitat dalam heksana pada panjang gelombang 325 nm

b : 1 cm, panjang sel/kolom

Perhitungan kadungan vitamin A dan beta karoten yang menggunakan standar eksternal adalah sebagai berikut:

[Retinol] : L1x S x V

L2 B

Keterangan :

[Retinol] : Konsentrasi Retinol (µg/g)

L1 : Luas peak sampel yang memiliki waktu retensi yang sama dengan waktu retensi standar eksternal retinol dilihat dari kromatogram HPLC

L2 : Luas peak standar rerinol

(31)

19

Rancangan Percobaan Model Matematika

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 30 ekor puyuh petelur. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993) :

Yij = µ + ti + eij

Keterangan :

Yij : nilai pengamatan untuk perlakuan ransum yang diberikan (R0, R1, R2 dan

R3) ke-i dan ulangan ke-j µ : rataan umum

ti : pengaruh perlakuan (R0, R1, R2, dan R3) ke-i

eij : error perlakuan (R0, R1, R2, dan R3) ke-i dan ulangan ke-j

Perlakuan

R0 : Ransum Kontrol (tanpa penambahan tepung daun katuk dan tepung daun murbei

R1 : Ransum mengandung 10% Tepung Daun Katuk (TDK) R2 : Ransum mengandung 10% Tepung Daun Murbei (TDM)

R3 : Ransum mengandung 5% Tepung Daun Katuk (TDK) dan 5% Tepung

Daun Murbei (TDM)

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian adalah : 1. Konsumsi ransum (g/ekor/hari)

Konsumsi ransum diperoleh dengan cara menghitung berat ransum yang diberikan dikurangi sisa setiap harinya.

2. Konsumsi provitamin A dalam ransum (μg/ekor/hari)

(32)

20 3. Kandungan Vitamin A pada hati, daging dan kuning telur (μg/100 g sampel).

Kandungan provitamin A pada ransum dan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur dilakukan dengan menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Analisis Data

(33)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi,1999). Menurut Tillman et al. (1991), konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok dan untuk produksi hewan tersebut. Rataan konsumsi ransum selama penelitian (15 minggu) dapat dilihat pada Gambar 8.

13,40a 13,46a

Gambar 8. Rataan Konsumsi Ransum Puyuh

Rataan konsumsi ransum puyuh selama penelitian berkisar antara 12,77-15,99 g/ekor/hari. Umur puyuh pada penelitian ini adalah 3-17 minggu. Sritharet (2002) menyatakan bahwa kebutuhan ransum puyuh umur 3-15 minggu adalah 8 - >15 g/ekor/hari. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum puyuh petelur. Berdasarkan rataan konsumsi ransum, R2 memiliki rataan ransum yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukan bahwa kandungan anti nutrisi berupa tanin pada tepung daun murbei (1,09 g/100 gram) lebih besar dibandingkan pada tepung daun katuk (0,46 g/100 gram) sehingga akan mempengaruhi tingkat palatabilitas puyuh selama penelitian. Leeson dan Summers (2001) menyatakan

RO = Kontrol R1 = 10% TDK

R2 = 10% TDM R3 = 5% TDK + 5% TDM

(34)

22 bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : kecepatan pertumbuhan, kondisi lingkungan, zat-zat nutrien, bentuk ransum dan stress.

Konsumsi Provitamin A

Sumber provitamin A adalah karoten yang terdapat dalam bahan-bahan nabati. Bahan pakan penyusun ransum yang mengandung provitamin A dalam penelitian diantaranya adalah katuk dan murbei. Rataan konsumsi provitamin A selama penelitian (15 minggu) dapat dilihat pada Gambar 9.

9141,35C

Gambar 9. Rataan Konsumsi Provitamin A Puyuh

Konsumsi provitamin A pada puyuh petelur untuk R0 adalah sebesar 9141,35

μg, R1 sebesar 14105,38 μg, R2 sebesar 17494,87 dan R3 sebesar 19329,30 μg. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi provitamin A. Konsumsi provitamin A dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kandungan provitamin A dalam ransum dan konsumsi ransum. Rataan kandungan provitamin A pada ransum puyuh petelur selama penelitian (periode grower dan layer) adalah R0 = 682,12 μg; R1 = 1047,64

μg; R2 = 1369,59 dan R3 = 1208,61 μg, sehingga akan mempengaruhi konsumsi provitamin A.

RO = Kontrol R1 = 10% TDK

R2 = 10% TDM R3 = 5% TDK + 5% TDM

(35)

23

Kandungan Vitamin A pada Hati

Kandungan vitamin A dalam hati puyuh pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kandungan Vitamin A pada Hati Puyuh

Data hasil penelitian menunjukan kandungan vitamin A tertinggi dalam hati diperoleh pada perlakuan R3 yaitu dengan penambahan 5% TDK dan 5% TDM sebesar 262,86 μg. Kandungan vitamin A pada R1 lebih tinggi 23,51%; R2 sebesar 27,28% dan R3 sebesar 30,48% dibandingkan perlakuan R0. Penambahan tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam ransum R3 dapat meningkatkan vitamin A dalam hati. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan nutrien (salah satunya provitamin A) pada campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei terakumulasi dan saling memberikan kontribusi pada peningkatan kandungan vitamin A pada hati. Daun katuk dan daun murbei mengandung sejumlah -karoten yang akan diabsorpsi di mukosa usus dan kemudian diubah menjadi bentuk vitamin A (Retinol). Retinol dengan bantuan asam lemak dirubah menjadi bentuk retinil ester (Vitamin A ester) yang selanjutnya bergabung dengan kilomikron. Kilomikron diserap melalui saluran limfatik dan bergabung dengan saluran darah yang kemudian ditransportasikan ke hati. Menurut Piliang (1995), pada kondisi normal vitamin A dalam tubuh hewan disimpan dalam hati, ginjal dan kelenjar adrenal. Semakin

RO = Kontrol R1 = 10% TDK

R2 = 10% TDM R3 = 5% TDK + 5% TDM

(36)

24 banyak vitamin A yang dikonsumsi semakin banyak pula vitamin A yang diserap dan disimpan di dalam hati dan karkas (Almatsier, 2001).

Kandungan Vitamin A pada Daging

Kandungan vitamin A dalam daging puyuh pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kandungan Vitamin A pada Daging Puyuh

Data hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan vitamin A tertinggi pada daging puyuh terdapat pada perlakuan R3 yaitu sebesar 186,28 μg. Kandungan vitamin A pada R1 lebih tinggi 8,46%; R2 sebesar 15,00% dan R3 sebesar 17,42% dibandingkan perlakuan R0. Penambahan tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam ransum R3 dapat meningkatkan vitamin A dalam daging. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan nutrien (salah satunya provitamin A) pada campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei terakumulasi dan saling memberikan kontribusi pada peningkatan kandungan vitamin A pada daging. Almatsier (2001) menyatakan bahwa vitamin A yang diserap tubuh disimpan dalam hati, jaringan lemak dan kelenjar adrenal. Vitamin A pada daging berasal dari simpanan vitamin A di hati yang didistribusikan dengan bantuan darah.

RO = Kontrol R1 = 10% TDK

R2 = 10% TDM R3 = 5% TDK + 5% TDM

(37)

25

Kandungan Vitamin A pada Kuning Telur

Perbedaan perlakuan penggunaan ransum memberikan pengaruh terhadap kandungan vitamin A pada kuning telur yang disajikan pada Gambar 12.

298,88 285,36 322,45

Gambar 12. Kandungan Vitamin A pada Kuning Telur Puyuh

Data hasil penelitian menunjukan kandungan vitamin A tertinggi terdapat pada perlakuan R3 dengan penambahan 5% TDK dan 5% TDM yaitu sebesar 336,65

μg. Kandungan vitamin A pada R1 lebih rendah 4,52% dibandingkan perlakuan R0; R2 dan R3 lebih tinggi dibandingkan R0 sebesar 7,89% dan 12,64%. Adanya kombinasi penambahan tepung daun katuk dan tepung daun murbei dalam ransum dapat meningkatkan kandungan vitamin A dalam kuning telur. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan nutrien (salah satunya provitamin A) pada campuran tepung daun katuk dan tepung daun murbei terakumulasi dan saling memberikan kontribusi pada peningkatan kandungan vitamin A pada kuning telur dan menunjukan bahwa kandungan provitamin A dalam ransum terdeposisi pada kuning telur.

Kuning telur disusun oleh lemak dan protein membentuk lipoprotein yang disintesis oleh hati dengan kerja dari estrogen (Ensminger, 1992). Vitamin A yang disimpan dalam hati, jaringan lemak dan kelenjar adrenal didistribusikan ke dalam kuning telur saat proses pembentukan kuning telur (puyuh periode layer), sehingga

RO = Kontrol R1 = 10% TDK

R2 = 10% TDM R3 = 5% TDK + 5% TDM

(38)

26 kandungan vitamin A pada kuning telur lebih tinggi dibandingkan kandungan vitamin A pada hati dan daging. Menurut Leeson dan Summers (2001), kandungan vitamin A kuning telur akan meningkat dengan bertambahnya kandungan provitamin A dalam ransum.

Kandungan vitamin A pada kuning telur puyuh perlakuan R1 memiliki kandungan vitamin A yang lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya. Titin et al. (2007) menyatakan bahwa deposisi karotenoid pada jaringan tubuh menunjukkan kinerja tubuh yang baik. Pada individu yang sehat maka tingkat deposisi karotenoid akan lebih tinggi, sehingga dapat digunakan untuk menduga tingkat kesehatan ternak. Deposisi karotenoid pada jaringan sangat tergantung pada bioavailability

karotenoid yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik yaitu jenis,

(39)

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Konsumsi ransum dan provitamin A yang tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian 5% tepung daun katuk dan 5% tepung daun murbei dalam ransum puyuh petelur sehingga mengindikasikan pada peningkatan kandungan vitamin A pada hati, daging dan kuning telur.

Saran

(40)

28

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia yang begitu besar dan hanya dengan pertolongan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.Widya Hermana, M.Si. selaku pembimbing utama dan pembimbing akademik serta Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. selaku dosen pembimbing anggota yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Kepada Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc. sebagai ketua peneliti pada penelitian Hibah Penelitian Strategi Nasional (2009) yang menjadi pembimbing akademik penulis sejak penulis menjadi mahasiswa Departemen INTP hingga beliau pensiun dan telah bersedia memberikan buku yang sangat bermanfaat kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Asep Sudarman. M.Rur.Sc. selaku dosen penguji seminar, dan Dr. Ir. Muhammad Ridla, M.Agr. serta Dr. Rudi Afnan, S.Pt., MSc.Agr sebagai dosen penguji tugas akhir yang telah memberikan masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.

Ibunda dan Ayahanda tercinta, adik-adik tersayang (Riky dan Tiara) dan semua keluarga besar penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, serta doanya untuk kesuksesan penulis. Rekan-rekan satu penelitian (Anggun, Umam dan Aan) yang bersama-sama berjuang dalam penelitian ini serta kepada Cindy, Meli, Yasir dan Dewi yang telah memberikan doa, semangat, motivasi dan kebersamaan. Selain itu kepada Puguh Dwi Friawan yang sudah setia menemani, membantu, mendukung, serta memberikan kasih sayang, semangat dan perhatiannya untuk penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman

Nutrisi’44, Bu Lanjar, Pa Karya, Mas Mul, Mang Ugan, Bu Dian dan Bu Sukati (dari Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Bogor) yang telah memberikan bantuan, semangat dan motivasi untuk penulis.

(41)

29

DAFTAR PUSTAKA

Aisjah, T. 2004. Pengaruh daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap konsumsi protein, imbangan efisiensi protein dan retensi nitrogen pada ayam broiler. J. Ilmu Ternak. 4 (1) : 19-22.

Al-Kirshi, R., Alimon, A. R., Zulkifli, I., Sazili, A., Zahari, M. W. & Ivan, M. 2010. Utilization of mulberry of leaf meal (Morus alba) as protein supplement in diets for laying hens. Italian Journal of Animal Science 9 (51) : 205-207.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Atmosoedarjo, S., J. Kartasubrata, M. Kaomini, W. Saleh, & W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Jaya. Jakarta.

Azis, S. & S. R. Muktiningsih. 2006. Studi manfaat daun katuk (Sauropus

androgynus). Cermin Dunia Kedokteran. 151:48-50.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_151_StudyManfaatkatuk.pdf/16_15 1_StudyManfaatkatuk.html. [3 Maret 2011].

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mmu=2&id=121. [17 Juni 2011].

Brooks, S. 2008. A Global Food Exploration. http://www.treehugger.com/files/2008/ 08/beyond_the_supermarket_a_global_food_exploration.php. [17 Juni 2011].

Boschini, C. F. 2002. Nutritional quality of mulberry cultivation for ruminant feeding. Di dalam : Sanchez MD, editor. Mulberry for animal production proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. Roma : FAO Animal Production and Health Paper 147: 173-182.

Datta, R. K., A. Sarkar, P. R. M. Rao, & N. R. Singhvi. 2002. Utilization of mulberry as animal fodder in India. Dalam : M. D. Sanchez (Editor). Mulberry for Animal Production. Proceedings of an Electronic Conference carried out,

May and August 2000. Roma: FAO Animal Production and Health Paper 147 : 183-188.

Departemen Kesehatan, R. I. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharatara, Jakarta.

Departemen Kesehatan, R. I. 1998. Pemanfaatan Tanaman Obat Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta.

(42)

30 Ekastuti, D.R. 1996. Pemeliharaan berbagai jenis tanaman murbei. Laporan

Penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ensminger, M.E. 1992. Poultry Science. Animal Agriculture Series. 4rd Ed. Interstate Publishers Inc. Danville, IIinois.

Gropper, S. S., L. S. Jack. & L. G. James. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 5th Ed. Pre-Press PMG. Canada.

Harianto, A. 2008. Sentral Ternak. http://sentralternak.com/index.php/2008/05/17/inf o-harga-bibit-unggas-bulan-mei-2008/. [17 Juni 2011].

Hassan, S. M., M. E. Mady, A. L. Catwright, H. M. Sabri, & M. S. Mobarak. 2003. Effect feeding time on the reproductive performance of Japanese quail (Coturnix coturnix japonica). Poultry Sci 82 : 1188-1192.

Hulshof, P. J. M., C. Xu, P. van de Bovenkamp, Muhillal, & C. E. West. 1997. Aplication of a validated method for the determination of provitamin A carotenoids in Indonesian foods of different maturity and origin. J. Agric. Food Chem 45 : 1174-1179.

Ibrahim, M. A. 2004. Evaluasi pemberian tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap kadar kolesterol kuning telur dan karkas ayam petelur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iskandar, Y. 2007. Tanaman obat yang berkhasiat sebagai antihipertensi. Karya Ilmiah. Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran. Sumedang.

Leeson, S. & J. D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. University Books. Guelph, Ontario.

Listiyowati E. & K. Roospitasari. 2000. Tata Laksana Budi Daya Burung Puyuh Secara Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Machii, H. A, Koyama, & H. Yamanouchi. 2000. Mulberry Breeding, Cultivation and Utilization in Japan. National Institute of Sericultural and Entomological Science. Owashi. Japan.

Magnuson, W. G. 2002. Vitamin A and carotenoids. Clinical Center, National Institutes of Healthy. Bethesda, Maryland, USA. www.nih.gov. [13 Maret 2011].

Malik, A. 1997. Tinjauan fitokimia, indikasi penggunaan dan bioaktivitas daun katuk dan buah trengguli. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 3 (3) : 39-41.

(43)

31 Mattjik, A. A & I. M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.

National Research Council [NRC]. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Ed. National Academy of Science, Washington D.C.

Omar, S.S., C. M. Shayo, & P. Uden, 1999. Voluntary intake and digestibility of mulberry (Morus alba) diets by growing goats. Trop. Grasslands 33:177-181.

Ovianto, M. Y. 2008. Pengaruh penambahan keju gouda terhadap tekstur, pH, WHC dan organoleptik nuggets ayam. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.

Piliang, W.G. 1992. Manajemen Beternak Unggas. IPB Press, Bogor.

Piliang, W.G. 1995. Nutrisi Vitamin Volume I. Edisi ke-5. IPB Press, Bogor.

Piliang, W.G., A. Suprayogi, N. Kusumorini, M. Hasanah, S. Yuliani, & Risfaheri . 2001. Efek pemberian daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap kandungan kolesterol karkas dan telur ayam lokal. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Proyek ARMP II. Desember 2001.

Piliang, W.G., A. Suprayogi, N. Kusumorini, M. Hasanah, S. Yuliani, & Risfaheri . 2003. Vitamin A content in katuk leaves (Sauropus androgynus (L) Merr.) and its effect in enhancing the performance of laying hens.XXI International Vitamin A Consultative Group (IVACG) Meeting. Page 21 (Abstr.)

Prawerti, D. 1995. Agribisnis sutera alam di Indonesia dan prospek perkembangannya. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Puspaningtyas, D. M., Sutrisno, & S. B. Susetyo. 1997. Usaha Tani Katuk di Desa Cilebut Barat Kabupaten Bogor. Warta Tanaman Obat Indonesia. 3 (3) : 9-10.

Radiopoetro. 1996. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Robert, J. R. 2004. Factor affecting eggs internal quality and eggshell quality in laying hens. Journal Poultry Science. 41 : 161-177.

Rubatzky, Vincent E. & M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Edisi Kedua. Terjemahan : C. Herison. Penerbit ITB Bandung, Bandung.

(44)

32 Sanchez, M.D., 2000. Mulberry for animal production. FAO Anim. Prod. and Health

Series No. 147, Roma, Italy.

Saragih D.T.R. 2005. Daun katuk dalam ransum ayam petelur dan pengaruhnya terhadap kandungan vitamin A, kolesterol pada telur dan karkas serta estradiol darah. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Septyana, M. 2008. Performa itik petelur lokal dengan pemberian tepung daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) dalam ransumnya. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setyowati, F. M. 1997. Arti daun katuk bagi masyarakat Dayak Kenyah, KalimantanTimur. Warta Tanaman Obat Indonesia. 3 (3) : 54-55.

Singh, B. & H.P.S. Makkar. 2002. The potential of mulberry foliage as a feed supplement in India. Dalam M.D. Sánchez. (Editor). Mulberry for animal production. Proceedings of an electronic conference carried out, May and August 2000. FAO Animal Production and Health Paper. 147 : 139-156.

Standar Nasional Indonesia [SNI]. 2006a. Pakan Anak Puyuh (Quail Starter).Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3905-2006. [3 Juli 2011].

Standar Nasional Indonesia [SNI]. 2006b. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer). Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-3907-2006. [3 Juli 2011].

Sritharet, N. 2002. Effects of heat stress on histological features in pituicytes and hepatocytes, and enzyme activities of liver and blood plasma in Japanese quail (Coturnix japonica). Journal of Poultry Science. 39 (3) : 167-178.

Srivastava, S, R. Kapoor, A. Thathola, & R.P. Srivastava. 2006. Nutritional quality of leaves of some genotypes of mulberry (Morus alba). Int. J. Food Sci. Nutr. 57 : 305-313.

Stadelman, W. J. & O. J. Cotterill. 1995. Eggs Science and Technology. 4

th

Ed. The Avy Publishing Company, Inc.,Westport, Connecticut.

Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi 2. Terjemahan:B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan karkas ayam lokal yang diberi tepung daun katuk dalam ransum. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudiarto, D. E. Effendi & Suprapto. 1997. Studi aspek teknis budidaya katuk di lahan petani kecamatan Semplak, Bogor. J. Ind. Med. Plants. 3 (3) : 8-10.

Sudiarto, N. Maslahah, & Sukmajaya, D. 2002. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.). Prosiding Seminar Nasional XIX Tumbuhan Obat Indonesia. 8 (3) : 77-78.

(45)

33 Sutarno, H. & S. Atmowidjojo. 2000. Meningkatkan Usaha Apotik Hidup dengan

Prinsip Bersih Lingkungan. Prosea Indonesia, Bogor.

Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Titin, W. H.P Caribu,. & Sudibya. 2007. Kecernaan dani intensitas warna kuning telur itik lokal yang mendapat pakan tepung kepala udang, tepung daun lamtoro dan suplementasi L-Carnitin. Animal Production. 9 (1) : 30-35.

Wiradimaja, R. 2007. Dinamika status kolesterol pada puyuh jepang ( Cortunix-cortunix japonica) yang diberi daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam ransum. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(46)

34

(47)

35 Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Ransum Puyuh Petelur

SK Db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 3 30,44 10,15 4,18* 3,49 5,95

Ulangan 4 14,18 3,55 1,46 3,26 5,41

Error 12 29,11 2,48

Total 19 59,55

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

*) Fhit menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Lampiran 2. Hasil Uji LSD Konsumsi Ransum Puyuh Petelur

Perlakuan Rataan Selisih LSD Superskrip

0,05 0,01

Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Provitamin A Puyuh Petelur

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan 3 300450388,32 100150127,80 48,55** 3,49 5,95 Ulangan 4 11106091,77 2776522,94 1,35 3,26 5,41 Error 12 24755551,24 2062962,60

Total 19 325205934,56 17116101,82

Keterangan : db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah

Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data

F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05)

F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)

**) Fhit menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Lampiran 4. Hasil Uji LSD Konsumsi Provitamin A Puyuh Petelur

Perlakuan Rataan Selisih LSD Superskrip

(48)

36 Lampiran 5. Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan1) (As fed)

Keterangan : 1) Hasil perhitungan analisis bahan pakan (Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2009)

R0 = ransum kontrol, R1 = ransum mengandung 10% TDK, R2 = ransum mengandung 10% TDM, R3 = ransum mengandung 5% TDK dan 5% TDM

2) ME = GE x 0,75 (NRC, 1994)

ME = metabolism energy, BK = bahan kering, PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen, Ca = kalsium, P = phosphor, Provit-A = provitamin A

Nutrien Satuan

Grower (3-12 minggu) Layer (13-17 minggu)

R0 R1 R2 R3 R0 R1 R2 R3

EM2) kkal/kg 2670,26 2821,70 2784,13 2709,49 2694,77 2756,69 2719,11 2737,90

BK % 81,85 81,06 80,75 80,90 75,77 74,97 74,65 74,81

PK % 23,30 25,27 24,30 24,79 19,97 21,64 20,67 21,16

SK % 14,57 13,49 13,43 13,46 14,40 13,32 13,26 13,29

LK % 3,97 3,87 3,61 3,74 3,76 3,67 3,40 3,53

Beta-N % 23,07 22,99 24,22 23,60 21,37 21,61 22,84 22,22

Abu % 16,91 15,01 15,15 15,08 16,22 14,29 14,44 14,37

Ca % 3,58 3,03 2,99 3,01 5,46 4,91 4,86 4,88

P % 1,23 1,12 1,07 1,09 1,19 1,07 1,02 1,04

Provit

(49)

KANDUNGAN PROVITAMIN A RANSUM, VITAMIN A PADA

HATI, DAGING, KUNING TELUR PUYUH YANG DIBERI

TEPUNG DAUN KATUK DAN MURBEI

DALAM PAKAN

SKRIPSI

WITA WIYANTI AGUSTINI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(50)

ABSTRACT

Provitamin A in Diet, Vitamin A in Liver, Meat, Egg Yolk of Quail Fed with Katuk and Mulberry Leaf Meal

W. W. Agustini, W. Hermana and D. A. Astuti

This research was to evaluate provitamin A in diet, vitamin A in liver, meat and egg of quail which was given katuk leaf meal and mulberry leaf meal in diet. This study used completely Randomazed Design (RAL) with 600 Japanese quails in four treatments and five replications. The consumption of diet and provitamin A were analized by analysis of variance (ANOVA). The concentration of vitamin A in liver, meat and egg yolk were analized descriptively. The treatments were R0 : Control diet (without addition katuk leaf meal and mulberry leaf meal); R1 : diet contained 10% katuk leaf meal (TDK); R2 : diet contained 10% mulberry leaf meal (TDM); R3 : diet contained 5% katuk leaf meal (TDK) and 5% mulberry leaf meal (TDM). Result showed that consumption of diet was significantly influenced by treatment. Consumption of provitamin A was highly significantly influenced by treatment. The concentration of vitamin A in liver, meat and yolk egg were highest on R3 treatment which were 262.86 μg, 186.28 μg and 336.65 μg. The highest consumption of diet and provitamin A showed that given of 5% katuk leaf meal and 5% mulberry leaf meal in egg layer quail diet positively affected the increasing of vitamin A concentration in liver, meat and egg yolk.

(51)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan sehingga kebutuhan akan daging dan telur juga mengalami peningkatan. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan cara meningkatkan produktivitas ternak. Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas yang semakin populer di masyarakat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya populasi ternak puyuh sebesar 4,6% dari tahun 2007 sampai tahun 2009 (Ditjen Peternakan, 2009). Meningkatnya populasi ternak puyuh mengindikasikan banyaknya masyarakat yang berminat untuk memelihara puyuh dan mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan dari burung puyuh, khususnya daging dan telur yang memiliki banyak kandungan gizi. Salah satu kandungan gizi yang terdapat di dalam daging dan telur puyuh adalah vitamin A.

Vitamin A adalah salah satu nutrien dalam bahan makanan yang dibutuhkan tubuh. Hewan tidak mempunyai kesanggupan untuk membuat vitamin A, maka semua vitamin A yang terdapat dalam jaringan tubuhnya berasal dari prekursor vitamin A yang dibuat oleh tumbuh-tumbuhan dan disimpan dalam daun, buah dan biji. Prekursor tersebut dikenal dengan nama karotenoid. Sumber bahan pakan lokal yang mengandung provitamin A adalah katuk dan murbei.

(52)

2

Tujuan

(53)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Karakteristik Puyuh

Puyuh merupakan jenis unggas yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Jenis puyuh yang biasa diternakkan adalah berasal dari jenis Coturnix-coturnix japonica. Adapun klasifikasi zoologi puyuh menurut Radiopoetro (1996) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Aves

Famili : Phasianidae Sub famili : Phasianidae Genus : Coturnix

Species : Coturnix coturnix japonica

Gambar 1. Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Sumber : Harianto (2008)

Puyuh mampu menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir/tahun. Puyuh jantan dewasa bobot badannya sekitar 100-140 gram, sedangkan yang betina sedikit lebih berat yaitu antara 120-160 gram. Puyuh betina akan mulai bertelur pada umur 35-42 hari (Anggorodi, 1995).

Manfaat Ternak Puyuh

(54)

4 komposisi sebutir telur terdiri atas 31% kuning telur, 59% putih telur dan 10% kerabang telur. Telur puyuh mempunyai nilai kandungan gizi yang tinggi, tidak kalah dengan telur unggas lainnya (Tabel 1). Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa kuning telur mengandung 15,7%-16,6% protein, 31,8%-35,5% lemak, 0,2%-1,0% karbohidrat dan 1,1% abu. Telur puyuh mengandung vitamin A sebesar 543 µg (per 100 g).

Tabel 1. Perbedaan Susunan Nutrien dari Berbagai Telur Unggas (g/100 gram) Jenis Unggas Protein Lemak Karbohidrat Abu

Sumber : Listiyowati dan Roospitasari (2000)

Daging puyuh mengandung 21,10% protein, sedangkan kadar lemaknya rendah 7,70% (Tabel 2) (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

Tabel 2. Kandungan Nutrien dalam Daging Mentah Puyuh dan Ayam Zat Makanan Puyuh1 (per 100 g) Ayam2 (per 100 g)

(55)

5

Kebutuhan Nutrien Puyuh

Kebutuhan nutrien puyuh petelur pemula sama dengan pakan ayam ras pedaging berumur 1 minggu sampai 4 minggu. Pakan puyuh petelur dara adalah pakan puyuh petelur umur 21 hari (3 minggu) sampai dengan 42 hari (7 minggu) (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Kebutuhan nutrien puyuh secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrien Puyuh Fase Grower dan Layer

No. Kebutuhan Nutrien Grower a Layer b

6. Energi metabolis minimum (kkal/kg) 2600 2700

7. Lysin minimum (%) 0,80 0,90

Jumlah ransum yang diberikan kepada puyuh harus diperhatikan. Namun, jumlah ransum harus diberikan dalam jumlah yang mencukupi dan tersedia terus-menerus (ad libitum). Anggorodi (1995) menyatakan bahwa puyuh jepang layer

makan 14-18 gram per ekor per hari. Kebutuhan ransum puyuh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Ransum yang Diberikan Menurut Umur Puyuh

Umur Puyuh Jumlah Ransum yang diberikan

(56)

6

Vitamin A

Vitamin A adalah zat-zat organik komplek yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dan keberadaan vitamin tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itu, untuk mendapatkan jumlah vitamin yang cukup harus diperoleh dari asupan makanan (Almatsier, 2001). Vitamin A yang ada di alam terdapat dalam dua jenis, yaitu preformed vitamin A dan karoten (provitamin A). Karoten merupakan sebagian besar sumber vitamin A yang terdapat dalam bahan-bahan nabati. Karoten yang banyak diketahui adalah α, dan karoten. Karoten yang paling penting untuk hewan dan manusia adalah beta karoten, karena mempunyai aktivitas provitamin A yang terbesar (Yuliani dan Marwati, 1997). Vitamin A memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga kesehatan mata, pertumbuhan tulang, kesehatan reproduksi, pembelahan dan diferensiasi sel (proses perkembangan dimana suatu sel akan berkembang menjadi jaringan tertentu pada tahap perkembangan embrio) dan sistem kekebalan tubuh (Magnuson, 2002; Gropper et al., 2009).

Piliang (1995) menyatakan bahwa vitamin A dibutuhkan oleh semua hewan termasuk unggas. Unggas sangat cepat terpengaruh akibat defisiensi vitamin A. Hilangnya nafsu makan dan menurunnya pertumbuhan merupakan tanda-tanda awal yang disertai kelemahan, jalan tidak seimbang serta pertumbuhan bulu-bulu halus yang tidak sempurna. Defisiensi yang bersifat kronis pada unggas dewasa dikenal dengan nama nutritional roup yaitu keluarnya cairan kental dari mata dan saluran pernafasan (Piliang, 1992). Kelebihan vitamin A dalam tubuh disimpan dalam hati, yaitu dalam bentuk butir-butir lemak yang berisi campuran rantai-rantai ester retinil, retinil stearat dan retinil oleat. Lebih jauh dinyatakan pula bahwa, vitamin A di dalam hati terdapat dalam bentuk retinol, tetapi dalam darah retinol terikat pada protein spesifik yang disebut Retinol Binding Protein (RBP), namun apabila tetap berlebih maka akan menyebabkan hipervitaminosis (Piliang, 1995). Tanda-tanda keracunan vitamin A yaitu pembengkakan hati dan limpa, kerusakan sel-sel hati dan

alopecia (bulu rontok) (Piliang, 1992).

(57)

7

Gambar 2. Absorpsi Karoten di dalam Tubuh

Sumber : Gropper et al. (2009)

Karoten dalam bentuk -karoten yang berasal dari makanan diserap di mukosa usus halus dengan bantuan asam empedu (pembentukan micelle). Sebagian -karoten yang diserap di dalam mukosa usus diubah menjadi bentuk retinol (Vitamin A alkohol). Retinol dengan bantuan asam lemak dirubah menjadi bentuk retinil ester (Vitamin A ester) yang selanjutnya bergabung dengan kilomikron. Kilomikron diserap melalui saluran limpatik dan bergabung dengan darah yang kemudian ditransportasikan ke hati selanjutnya diedarkan ke jaringan target lainnya seperti daging dan komponen telur (Gropper et al., 2009).

Katuk (Sauropus androgynus) Taksonomi

Tanaman katuk (Sauropus androgynus) banyak ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Banyak tumbuh di dataran rendah sampai dengan ketinggian 2100 m di atas permukaan air laut (Sudiarto et al., 2002). Menurut Sukendar (1997), klasifikasi dari tanaman katuk yaitu :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosperma

Kelas : Monocolamydeae (Apetalae)

(58)

8 Gambar 3. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

Sumber : Brooks (2008)

Tanaman katuk atau Sauropus androgynus (L.) Merr. merupakan tanaman yang dapat mencapai tinggi 2-3 m, family Euphorbiaceae (Puspaningtyas et al., 1997). Tanaman katuk ini biasa dikenal dengan nama katuk (Sunda, Melayu), babing

atau katukan (Jawa), simani (Minangkabau) dan kerakur (Madura) (Departemen Kesehatan RI, 1998). Menurut Sukendar (2007), ciri fisik tanaman katuk yaitu daun tunggal, jumlah daun per cabang umumnya berkisar 11-21 helai, bentuk dan ukuran daun bervariasi. Tanaman ini banyak ditanam di kebun, ladang atau pekarangan dan digunakan sebagai tanaman pagar.

Potensi Katuk

Katuk merupakan jenis tanaman tahunan yang setiap saat dapat dipetik, tidak tergantung pada musim dan dapat dipanen lebih dari sepuluh kali selama bertahun-tahun. Tanaman ini mudah ditanam, tahan gulma dan menghasilkan daun yang banyak dalam waktu yang relatif singkat (Yuliani dan Marwati, 1997). Tanaman katuk pada pemanenan pertama biasanya diperoleh hasil sebesar 4 juta ton/ha dan selanjutnya pada tahun pertama dapat mencapai 21-30 ton/ha setelah 6-7 kali panen (Sudiarto et al., 1997).

Gambar

Gambar 1. Puyuh (Coturnix coturnix japonica)
Tabel 1. Perbedaan Susunan Nutrien dari Berbagai Telur Unggas (g/100 gram)
Gambar 2. Absorpsi Karoten di dalam Tubuh
Gambar 3. Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Salah satu masalah gizi yang terjadi di Indonesia adalah kejadian gizi lebih atau obesitas. Obesitas sering dipengaruhi oleh ketidakseimbangan

Hasil analisis multivariat menghasilkan nilai PRadjusted sebesar 1.302 kali (95% CI; 1.007-1.684), artinya pada populasi obes dengan DM berisiko untuk terjadi hipertensi sebesar

Bersamaan dengan proses ini juga dilakukan kegiatan pencocokan dan penelitian (coklit). Apabila dijumpai keluarga/rumah tangga penerima yang dinilai tidak layak,

Paired Differences t df Sig. Hal ini, berarti hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pembentukan self-esteem dalam pembinaan pencak silat pada kelompok siswa

Dalam model desain hiasan ini akan mempelajari tentang macam- macam hiasan yang dapat diterapkan pada busana maupun lenanrumah tangga sesuai dengan bentuk desain

Manfaat Model Problem Based-Learning (PBL) Problem Based-Learning tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta

KUKTEM amat mengharapkan agar added value seperti kemahiran penulisan kreatif ini akan dapat membantu pelajar menambahkan ilmu dan mengaplikasikannya sebagai peneguhan

We start the story of the manuscript production in the Malay World with the Jawi writing system and the emergence of dip pen, paper and color, being part of the Malay