• Tidak ada hasil yang ditemukan

Telaah Komposisi dan Isolasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu dari Berbagai Bangsa Kambing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Telaah Komposisi dan Isolasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu dari Berbagai Bangsa Kambing"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

TELAAH KOMPOSISI DAN ISOLASI LAKTOFERIN

PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DARI BERBAGAI

BANGSA KAMBING

AGUS BAHAR RACHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Telaah Komposisi dan Isolasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu dari Berbagai Bangsa Kambing adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

Agus Bahar Rachman

(3)

RINGKASAN

AGUS BAHAR RACHMAN. Telaah Komposisi dan Isolasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu dari Berbagai Bangsa Kambing. Dibimbing oleh RARAH RATIH A MAHESWARI dan MIRNAWATI SUDARWANTO.

Kambing adalah salah satu jenis ternak yang potensial dikembangkan menjadi penghasil daging dan susu di Indonesia. Pemeliharaan kambing perah dapat menyediakan kebutuhan akan protein hewani yang bernilai biologis tinggi serta mineral esensial dan vitamin asal ternak. Susu kambing memiliki komponen-komponen susu, salah satunya adalah laktoferin sebagai zat anti mikroba. Laktoferin pada susu mampu mengikat ion besi dari mikroba sehingga menghambat pertumbuhan mikroba dan dapat dimanfaatkan untuk pengayaan maupun fortifikasi susu. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari pengaruh hari pemerahan yang berbeda terhadap komposisi kimia kolostrum dan susu kambing bangsa PE, Jawarandu dan SAPE, meliputi kadar bahan kering, bahan kering tanpa lemak, protein, berat jenis, dan pH, (2) melakukan isolasi laktoferin asal kolostrum dan susu kambing bangsa PE, Jawarandu dan SAPE, dan (3) menentukan konsentrasi laktoferin pada kolostrum dan susu kambing bangsa PE, Jawarandu dan SAPE.

Sampel kolostrum dan susu yang digunakan merupakan sampel yang diperoleh dari bangsa kambing Peranakan Etawah (PE), Jawa Randu, dan Persilangan Saanen jantan dengan PE betina (SAPE). Kolostrum yang digunakan merupakan hasil pemerahan hari ke-1 (H1), ke-2 (H2) dan ke-3 (H3), sedangkan untuk susu digunakan hasil pemerahan hari ke-4(H4) sampai dengan ke-8 (H8). Rancangan yang digunakan untuk menentukan kandungan laktoferin pada berbagai bangsa kambing perah dengan hari pemerahan yang berbeda adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3x8) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah bangsa kambing perah (PE, Jawarandu dan SAPE), dan faktor kedua adalah hari pemerahan (hari 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan ke-8).

Perbedaan bangsa kambing dan hari pemerahan mempengaruhi komposisi kimia kolostrum dan susu (kadar bahan kering, bahan kering tanpa lemak, kadar lemak dan kadar protein). Komposisi kolostrum dan susu kambing PE memiliki kisaran bahan kering 13.58%-38.96%, bahan kering tanpa lemak 9.26%-17.63%, kadar lemak 4.31%-21.33% dan kadar protein 3.47%-5.96%. Kambing Jawarandu memiliki kisaran bahan kering 16.21%-37.49%, bahan kering tanpa lemak 9.86%-15.32%, kadar lemak 6.35%-22.17% dan kadar protein 4.71%-9%. Kambing SAPE memiliki kisaran bahan kering 15.63%-47.09%, bahan kering tanpa lemak 10.58%-18.59%, kadar lemak 5.05%-28.5% dan kadar protein 4.77%-8.9%.

(4)

41.24±1.22-156.36±107.66 mg/l; 25.22±2.21-197.39±58.94 mg/l; dan 29.25±2.20-207.39±58.94 mg/l.

Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa konsentrasi laktoferin pada bangsa kambing SAPE sangat berpengaruh (P<0.01) yaitu konsentrasi laktoferin kolostrum dan susu pada kambing SAPE lebih tinggi yaitu 88.70±12.11 mg/l dengan perkiraan bobot molekul laktoferin 83 513.3 Dalton dibandingkan dengan kambing Jawarandu, tertinggi kedua yaitu 87.05±24.03 mg/l dengan perkiraan bobot molekul laktoferin 80 292.16 Dalton dan kambing PE, tertinggi ketiga yaitu 72.57±23.61 mg/l dengan perkiraan bobot molekul laktoferin 86 075.4 Dalton.

Kambing Jawarandu menghasilkan susu dengan kadar lemak yang tinggi sehingga sesuai dibudidayakan untuk pengembangan produk olahan berbahan baku lemak susu. Kambing SAPE mempunyai kadar protein yang tinggi sehingga dapat dibudidayakan untuk pengembangan produk olahan yang menyediakan ketersediaan protein susu diantaranya keju dan susu fermentasi.

Selanjutnya, perlu dikaji lebih lanjut peran genotip dari masing-masing bangsa kambing perah dan pengaruh pakan terhadap komposisi kimia dan konsentrasi laktoferin sehingga dapat ditentukan kondisi optimum untuk menghasilkan laktoferin berdasarkan pada kambing perah dan jenis pakan yang diperlukan. Karakterisasi lebih lanjut terhadap laktoferin diantaranya adalah kemampuanya menghambat berbagai bakteri patogen penyebab gangguan pencernaan dan peranannya sebagai anti diare.

(5)

ABSTRACT

antimicrobial activity. Lactoferrin is one of antibacterial subtances, which is used to prevent diarrhea in neonatal and expected can be used to treat gastrointestinal tract infection of bacteriologically cases, that is primarily caused by Escherichia coli. Lactoferrin issues from cows has largely studied, contrarily from dairy goats is very limited. Indonesia has many different dairy goat breeds that can be important to be studied concerning its potentiality as source of lactoferrin. This research has purposed to study on chemical composition and the concentration of lactoferrin of colostrum and milk, during the 1st until the 8th days of milking. The experimental design used is Factorial Completely Randomize Design (RAL) (3×8) with three repetitions to the different goat’ species and days of milking. The samples of colostrum and milk are samples of three species of goats, namely Etawah-Grade (PE), Jawarandu, and Saanen-Etawah-Grade (SAPE). The colostrum is from 1st day (H1), 2nd days (H2), and 3rd days (H3) of milking, while the milk is from 4th until 8th days of milking. The chemical composition of colostrum and milk for PE’s total solid is about 13.58%-38.96%, solid non-fat 9.26%-17.63%, fat 4.31%-21.33% and protein content 3.47%-5.96%; Jawarandu’s total solid is about 16.21%-37.49%, solid non-fat 9.86%-15.32%, fat 6.35%-22.17% and protein content 4.71%-9%; and for Saanen-Etawah-Grade’s total solid is about 15.63%-47.09%, solid non-fat 10.58%-18.59%, fat 5.05%-28.5% and protein content 4.77%-8.9%. Colostrum of Etawah-Grade is produced from 1st to 4th days of milking, Jawarandu is produced from 1st to 5th days of milking, and Saanen-Etawah-Grade is produced from 1st to 3rd days of milking. The existence of lactoferrin in colostrum is identified with spectrophotometry method, and the concentration is as much as 41.24 mg/l – 156.36 mg/l for Etawah-Grade’s, 25.22 mg/l – 205.83 mg/l for Jawarandu’s, and 32.25 mg/l – 207.39 mg/l for Saanen-Etawah-Grade’s. The highest concentration of lactoferrin in colostrum and milk is 88.70±12.11 mg/l for Saanen-Etawah-Grade, with approximately molecular mass of lactoferrin is 83 513.3 Dalton; the second is 87.05±24.03 mg/l for Jawarandu, with approximately molecular mass of lactoferrin is 80 292.16 Dalton; and the last is 72.57±23.61 mg/l for Etawah-Grade, with approximately molecular mass of lactoferrin is 86 075.4 Dalton.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

TELAAH KOMPOSISI DAN ISOLASI LAKTOFERIN

PADA KOLOSTRUM DAN SUSU DARI BERBAGAI

BANGSA KAMBING

AGUS BAHAR RACHMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Judul Tesis : Telaah Komposisi dan Isolasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu dari Berbagai Bangsa Kambing

Nama : Agus Bahar Rachman

NRP : D151070011

Mayor : Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui Dr.Ir.Rarah Ratih A Maheswari, DEA

Ketua

Prof.Dr.drh.Mirnawati Sudarwanto Anggota

Ketua Mayor

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr.Ir.Rarah Ratih A Maheswari, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof.Dr.Ir.H.Khairil A Notodiputro, MS.

(9)

PRAKATA

Penulis senantiasa memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan lancar. Tema yang dipilih oleh penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 hingga Januari 2010 adalah Telaah Komposisi dan Isolasi Laktoferin pada Kolostrum dan Susu dari Berbagai Bangsa Kambing.

Penulis pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA dan Prof. Dr. drh. Mirnawati Sudarwanto selaku pembimbing atas saran, petunjuk, arahan, dan bimbingan selama pelaksanaan dan penyusunan penelitian ini. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Sc. selaku dosen penguji pada Ujian Tesis, Bapak Budi Saksono, M.Sc. selaku Kepala Laboratorium CBRG Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong, Bapak Sukmawijaya A.Md selaku Laboran Bagian Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB serta Ustad Karantiano Sadasa Putra, MM selaku pembimbing spiritual di Masjid Al-Hurriyah. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu, Bapak, Istri serta seluruh keluarga besar di Cilacap Jawa Tengah dan Tanjung Uban Kepulauan Riau, atas segala doa dan cinta.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Bogor, Februari 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah, pada tanggal 30 Oktober 1984, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan keluarga Bapak Idhar dan Ibu Siti Rochmah. Pada saat ini penulis sudah selanjutnya penulis diterima di Program Studi S1 Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang melalui Program PMDK. Pada saat menjadi mahasiswa penulis aktif diberbagai organisasi kemahasiswaan, baik organisasi intra maupun ekstra kampus. Penulis pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2004-2005, Sekretaris Jenderal Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Semarang pada tahun 2006-2007 dan Ketua Biro Pengembangan Organisasi Pengurus Pusat (PP) KAMMI pada tahun 2008-2009. Penulis menyelesaikan studi S1 pada tanggal 8 November 2006.

Pada tahun 2006, penulis pernah menjadi Konsultan Independen Direktorat Pembinaan SMP Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Penulis pernah menjadi anggota peneliti Proyek Pengembangan Agribisnis Persusuan Jawa Barat yang

dilaksanakan oleh Departemen Pertanian pada tahun 2009. Saat ini penulis menjadi Staf Bidang Penelitian dan Pengembangan SUSTAID (Sustainable Agricultural Development) Consultant.

(11)

DAFTAR ISI

Laktoferin sebagai Antimikroba ... 11

Kandungan Laktoferin dalam Kolostrum dan Susu ... 12

Pemurnian Protein ... 13

Kromatografi ... 13

Elektroforesis Metode Sodium Dodecyl Sulfate Poliacrylamide Gel Electroforesis (SDS-PAGE) ... 14

BAHAN DAN METODE ... 17

Lokasi dan Waktu ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Perancangan Percobaan dan Perlakuan ... 18

Peubah ... 19

Prosedur ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Pengaruh Hari Berbeda terhadap Komposisi Kimia Kolostrum dan Susu Kambing PE, Jawarandu dan SAPE ... 24

Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing PE ... 24

Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing Jawarandu ... 27

(12)

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda

terhadap kandungan BK kolostrum dan susu kambing ... 31

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda terhadap kandungan BKTL kolostrum dan susu kambing ... 32

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda terhadap kadar lemak kolostrum dan susu kambing ... 34

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda terhadap kadar protein kolostrum dan susu kambing ... 36

Pemisahan Krim dan Skim Kolostrum serta Susu Kambing PE, Jawarandu dan SAPE ... 37

Pemisahan Kasein dan Whey Kolostrum serta Susu Kambing PE, Jawarandu dan SAPE ... 39

Identifikasi Laktoferin dalam Protein Whey Kolostrum dan Susu Kambing PE, Jawarandu dan SAPE dengan Metode Kromatografi dan Spektrofotometri ... 41

Identifikasi Kandungan Laktoferin dari Kolostrum dan Susu Kambing PE, Jawarandu dan SAPE ... 43

SIMPULAN DAN SARAN ... 49

Simpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter reproduksi ternak kambing ... 3

2 Kandungan nutrisi susu kambing per 100 gram ... 8

3 Komposisi susu pada berbagai ternak dan manusia ... 10

4 Bobot molekul protein standar ... 15

5 Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing PE pada hari pemerahan yang Berbeda ... 24

6 Komposisi kimia fisik kolostrum dan susu kambing Jawarandu pada hari pemerahan yang berbeda ... 27

7 Komposisi kimia fisik kolostrum dan susu kambing SAPE pada hari pemerahan yang berbeda ... 29

8 Rataan dan simpangan baku BK (%) kolostrum kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda ... 31

9 Rataan dan simpangan baku BKTL (%) kolostrum kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda ... 32

10 Rataan dan simpangan baku kadar lemak (%) kolostrum kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda ... 34

11 Rataan dan simpangan baku kadar protein (%) kolostrum kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda ... 36

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kambing PE ... 4

2 Kambing Jawarandu ... 5

3 Kambing SAPE ... 6

4 Laktoferrin dengan ikatan ion besi ... 11

5 Diagram alir isolasi laktoferin ... 23

6 Hasil pemisahan krim dan skim kolostrum serta susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE dengan sentrifugasi (2 000 xg selama 30 menit) ... 38

7 Hasil pemisahan kasein dan whey kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE dengan sentrifugasi (10 000 xg selama 30 menit) ….. 40

8 Hasil elektroforesis SDS-PAGE kolostrum dan susu kambing PE ... 45

9 Hasil elektroforesis SDS-PAGE kolostrum dan susu kambing Jawarandu ………... 46

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Nilai pH pemisahan whey ... 58

2 Rataan dan simpangan baku bera jenis (g/ml) kolostrum dan susu kambing... 60

3 Tabel sidik ragam komposisi kimia kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE ... 61

4 Kurva volume efluen pada fraksi protein susu kambing PE ... 62

5 Kurva volume efluen pada fraksi protein susu kambing Jawarandu ... 65

6 Kurva volume efluen pada fraksi protein susu kambing SAPE ... 68

7 Alat-alat penelitian ... 71

8 Bahan-bahan analisis laktoferin dengan SDS-PAGE ... 72

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing adalah salah satu jenis ternak yang potensial dikembangkan menjadi penghasil daging dan susu di Indonesia. Beberapa jenis bangsa kambing perah yang dapat dikembangkan di Indonesia antara lain kambing Peranakan Etawah (PE), kambing Jawarandu dan kambing Persilangan Saanen jantan dan PE betina (SAPE). Pemeliharaan kambing perah dapat menyediakan kebutuhan akan protein hewani yang bernilai biologis tinggi serta mineral esensial dan vitamin asal ternak. Razafindrakoto et al. (1994) menyatakan, bahwa susu kambing memiliki nilai gizi yang serupa dengan susu sapi dan bisa digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi untuk anak–anak yang menderita gizi buruk. Konsentrasi laktoferin kolostrum kambing lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi dengan kisaran 455.8 – 2 058.3 mg/dl pada kolostrum kambing dan 575 mg/dl pada kolostrum sapi (Ferrer et al. 2000).

Susu kambing memiliki komponen-komponen susu seperti laktoferin, immunoglobulin, lisozim dan laktoperoksidase sebagai protein antimikroba. Laktoferin pada susu mampu mengikat ion besi dari mikroba sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Laktoferin dapat dimanfaatkan untuk pengayaan maupun fortifikasi susu. Kadar laktoferin yang tinggi pada susu akan meningkatkan kualitas susu, terutama kualitas mikrobiologi dan nilai guna susu sebagai pangan fungsional. Hasil penelitian Sacharczuk et al. (2005), menunjukkan laktoferin pada mamalia mempunyai fungsi utama yaitu berhubungan langsung dengan sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan kemampuannya dalam mengikat Fe, laktoferin mempunyai peran yang penting dalam pengikatan Fe di mukosa usus dan beraksi sebagai agen bakteriostatis.

(17)

hari setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi pada 4–5 hari setelah melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya (Brandano et al. 2004). Kolostrum memiliki kandungan protein serum yang sangat tinggi dan seringkali masih terdapat darah (Walstra dan Jenness, 1984). Hal-hal yang mempengaruhi kadar laktoferin dalam kolostrum secara umum diantaranya adalah 1) hari pemerahan, kolostrum memiliki kadar laktoferin yang lebih tinggi (575 mg/dl pada kolostrum sapi dan 459.4 mg/dl pada susu sapi) (Ferrer et al. 2000), 2) ada tidaknya infeksi bakteri (Tsuji, 1990), dan 3) genetik hewan ternak (Sumantri, 2006).

Studi pendahuluan yang mengidentifikasi keberadaan laktoferin pada susu kambing kacang, serta kolostrum dan susu kambing PE telah dilakukan oleh Maheswari (2006) yang mengungkapkan bahwa pita laktoferin yang didapatkan mempunyai bobot molekul 73 441 Dalton untuk susu kambing kacang dan susu kambing PE sedangkan untuk kolostrum PE bobot molekul yang didapatkan sebesar 74 991 Dalton.

Tujuan Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Perah

Devendra dan Marca (1994) menyatakan, kambing merupakan hewan pelihara tertua setelah anjing. Kambing pada awalnya dijinakkan untuk diperoleh dagingnya. Kambing sebagai hewan perah dianggap yang tertua bahkan lebih daripada sapi dipandang dari segi kemudahannya untuk diperah. French (1970) menyebutkan bahwa kambing tergolong ke dalam famili Bovidae, sub ordo Ruminantia, ordo Artiodactyla, genus Capra.

Kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan untuk anaknya dan kambing perah yang biasa dipelihara adalah kambing lokal seperti kambing Peranakan Etawah (PE) dan Saanen yang dapat hidup di daerah tropis (Devendra dan Burn, 1994).

Menurut Atabany (2002) menyatakan bahwa kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan untuk anaknya. Kambing perah yang dipelihara biasanya adalah kambing lokal seperti Peranakan Etawah (PE). Bangsa kambing perah lain yang ditemukan adalah kambing Saanen yang dapat hidup di daerah tropis, kambing Jawarandu dan kambing SAPE. Parameter reproduksi ternak kambing dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Parameter Reproduksi Ternak Kambing

Parameter Kambing

Jumlah Kromosom 60

Umur Pubertas (bulan) 5 - 7

Panjang Siklus Estrus (hari) 20 -21

Lama Estrus (jam) 24 - 48

Terjadinya Ovulasi (jam) 24 - 36

(19)

Kambing PE

Kambing PE adalah hasil persilangan kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Kambing Etawah adalah kambing keturunan dari kambing Jamnapari. Kambing Jamnapari sangat baik sebagai hewan perah, dan juga sering dipelihara sebagai penghasil daging. Kambing ini mempunyai banyak warna, termasuk warna putih, merah coklat, dan hitam. Telinganya menggantung dengan panjang kurang lebih 30 cm. Berdasarkan kemampuannya untuk menghasilkan susu dan potensi pertumbuhannya, kambing Etawah digunakan secara luas untuk meningkatkan mutu kambing asli yang lebih kecil diberbagai negara seperti Malaysia dan Indonesia. Produksi susunya sekitar 235 kg selama masa laktasi 261 hari (Devendra dan Burns, 1994).

Kambing PE mempunyai ciri yaitu ukuran tubuh kecil, fertilitas tinggi (Tomaszewska et al. 1993), hidung melengkung ke atas, telinga menggantung ke bawah dan sedikit kaku, warna bulu bervariasi dari hitam sampai coklat. Kambing PE jantan mempunyai bulu agak tebal dan agak panjang pada bagian bawah leher dan pundak, sedangkan betina agak panjang di bawah ekor searah garis kaki. Bobot hidup jantan sekitar 40 kg dan betina 35 kg.

Gambar 1 Kambing PE

Kambing Jawarandu

(20)

masyarakat keturunan Arab. Kambing ini memiliki profil muka agak cembung dan telinga lebar menggantung ke bawah. Bulunya di bagian paha belakang cukup lebat. Warna bulu badannya bervariasi dari belang coklat putih, ke abu-abuan dan hitam kecoklatan warna bulu kepalanya. Ada yang bertanduk, ada pula yang tidak bertanduk. Kambing ini cukup subur, banyak yang beranak kembar dua, kembar tiga bahkan kadang-kadang sampai kembar empat. Tinggi pundak antara 75-100 cm, bobot badan jantan dewasa sekitar 70 kg dan betina dewasa sekitar 60 kg.

Ternak kambing Jawarandu atau kambing Bligon merupakan jenis kambing Peranakan Etawah (PE) tetapi genotip Etawahnya relatif rendah dan presentase kambing kacangnya lebih tinggi, yaitu lebih dari 50%. Kambing ini memiliki moncong yang lancip, telinga tebal dan lebih panjang dari kepalanya, leher tidak bersurai, sosok tubuh terlihat tebal dan bulu tubuhnya kasar (Mulyono, 2003). Rataan selang beranak kambing Jawarandu adalah 7.6 bulan dan laju reproduksi induk yang diperoleh dari hasil penelitian sebesar 2.36 ekor anak sapih per induk per tahun serta produktivitas induk sebesar 23.51 kg (Utomo et al. 2005).

Kambing SAPE

Gambar 2 Kambing Jawarandu

Kambing SAPE

(21)

daripada kambing PE, tetapi produksinya lebih rendah dari kambing Saanen Impor dan kambing Saanen keturunan (F1) (Utomo et al. 2005).

Gambar 3 Kambing SAPE

Susu Kambing

Menurut Edelsten (1988), secara umum susu adalah sekresi kelenjar ambing dari hewan yang menyusui anaknya. Istilah susu lebih sering artikan sebagai susu sapi. Jika susu berasal dari spesies lain, nama spesies tersebut ditambahkan dibelakang kata susu, misalnya susu kambing, susu kuda dan lain – lain. Rahman et al. (1992) menambahkan, secara kimia susu didefinisikan sebagai emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam – garam, mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal.

Menurut SNI 01-3141-1998, susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang disebutkan diatas dan tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Spreer (1998) menyebutkan pula bahwa susu mentah adalah susu asli yang belum mengalami pemanasan lebih dari 40oC (temperatur asli susu) dan belum mengalami jenis perlakuan apapun.

(22)

genetik, 4) musim, 5) umur, 6) lama masa laktasi, 7) faktor perawatan dan perlakuan, 8) pengaruh masa birahi dan kebuntingan, 9) frekuensi pemerahan, 10) jumlah anak dalam sekali melahirkan, 11) pergantian pemerah, 12) lama masa kering, 13) faktor hormonal, 14) faktor pakan, dan 15) pengaruh penyakit (Sodiq dan Abidin, 2002).

Ditinjau dari sudut pandang kualitatif, kasein susu kambing lebih dapat larut (soluble) dan mengandung proporsi protein terlarut yang lebih tinggi, diantaranya

β-lactoglobulin, α-lactoalbumin dan serum albumin (Barrionuevo et al. 2002). Protein susu kambing yang lebih larut tentunya akan lebih mudah diserap dan mengindikasikan kualitas protein susu kambing lebih baik dibandingkan susu sapi (Aliaga et al.2003).

Ketersediaan magnesium di dalam susu kambing, menurut Aliaga et al. (2003) lebih besar dibandingkan susu sapi dan mengandung jumlah vitamin D yang lebih banyak. Magnesium memiliki arti penting, karena berhubungan dengan metabolisme. Mineral magnesium dikenali sebagai kofaktor di dalam lebih dari 300 reaksi enzimatik yang mempengaruhi kegiatan metabolisme dan sintesa protein dan asam nukleat.

Titik beku susu kambing memiliki kisaran rata-rata antara – 0.537 sampai - 0.646 ºC. Nilai pH susu kambing bervariasi antara 6.3 – 6.7 dengan rata-rata 6.53, sedangkan total asam tertitrasi (TAT) berkisar antara 0.10% - 0.26% (French, 1970).

(23)
(24)

Kolostrum

Kolostrum kadang disebut juga “susu ibu” adalah larutan kuning muda yang diproduksi kelenjar ambing selama jam pertama setelah melahirkan, biasanya mulai diproduksi sebelum melahirkan dan terkumpul selama beberapa minggu terakhir kebuntingan (Brandano et al. 2004). Kolostrum disimpan oleh kelenjar ambing sekitar 2 – 3 hari terakhir masa kebuntingan dan disekresikan sekitar 1 – 3 hari setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi pada 4 – 5 hari setelah melahirkan, selanjutnya akan terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya (Brandano et al. 2004). Kolostrum memiliki kandungan protein serum yang sangat tinggi dan seringkali masih terdapat darah (Walstra dan Jenness, 1984).

(25)

Tabel 3 Komposisi Susu pada Berbagai Ternak dan Manusia

Komposisi Domba Kambing Sapi Kerbau Manusia

Air (%)

Kandungan bahan kering kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu, hal ini berkaitan dengan total padatan yang lebih tinggi pada kolostrum (Brandano et al. 2004). Kolostrum juga memiliki konsentrasi protein yang tinggi, berkaitan dengan kandungan immunoglobulin G yang tinggi dan juga konsentrasi fraksi proteinnya lainnya seperti laktoglobulin dan laktoferin lebih tinggi pada kolostrum dibandingkan susu. Fraksi protein tersebut diantaranya laktoglobulin dan laktoferin (Ontsouka et al. 2003).

Laktoferin

(26)

antimikrobial potensial dalam saluran susu dan di saluran pencernaan bayi/anak (Arnold et al. 1977; Bullen et al. 1972; Elliots et al. 1984). Bentuk molekul laktoferin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Laktoferin dengan Ikatan Ion Besi

Laktoferin terdiri atas dua lobus, yaitu lobus N dan C. Pada setiap lobusnya dapat mengikat ion Fe3+ dan terdiri dari satu rantai glikan per molekul (Mitoma et al. 2001; Kanyshkova et al. 2003).

Sanchez et al. (1992) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa laktoferin ditemukan pada kolostrum dan sitoplasma dengan pendistribusian yang lebih merata dibandingkan transferin. Laktoferin disintesis oleh kelenjar ambing dan kapasitas kelenjar ambing untuk mensintesis laktoferin menurun dengan nyata pada 24 jam pertama laktasi.

Laktoferin sebagai Antimikroba

(27)

melindungi dari serangan mikroba penyebab infeksi dan sebagai sistem kekebalan tubuh. Laktoferin adalah protein susu yang memiliki kemampuan antimikroba berspektrum luas dan bila digunakan sebagai pelengkap maka dapat mereduksi keberadaan E. coli di dalam usus anak sapi dan mengurangi serangan diare (Robblee et al. 2003). Aktivitas bakteriostatik pada susu dihubungkan dengan keberadaan laktoferin pada susu (Wang dan Hurley, 1998).

Sifat bakteriostatik laktoferin berhubungan dengan afinitas pengikat besi (zat nutrisi penting untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri) yang tinggi sehingga mampu mengikat besi dari lingkungan mikroorganisme (Connely, 2001; Kanyshkova et al. 2003). Sifat bakterisidal laktoferin diduga dihasilkan oleh daerah kation pada lobus N dari laktoferin yang menyebabkan kerusakan pada membran luar bakteri (Connely, 2001). Hasil penelitian Wang dan Hurley (1998) menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri laktoferin dipengaruhi oleh kompleksitas laktoferin dengan protein lainnya dan telah diperoleh bukti bahwa laktoferin komplek seperti laktoferin-immunoglobulin dapat meningkatkan aktivitas antibakteri pada sekresi kelenjar ambing.

Kandungan Laktoferin dalam Kolostrum dan Susu

(28)

Pemurnian Protein

Pemurnian protein merupakan tahap yang harus dilakukan untuk mempelajari sifat dan fungsi protein. Sejumlah besar protein, lebih dari seribu macam, telah berhasil diisolasi dalam bentuk yang murni. Protein dapat dipisahkan dari protein jenis lain atau dari molekul lain berdasarkan ukuran, kelarutan, muatan dan afinitas ikatan. Protein-protein dapat dipisahkan dari molekul-molekul kecil dengan cara dialisi melalui selaput semipermeabel. Pemisahan protein berdasarkan ukurannya dapat pula dilakukan dengan cara kromatografi pertukaran ion berdasarkan muatannya. Bila sebuah protein mempunyai muatan positif pada pH 7, maka akan terikat pada kolom penukar ion yang berisi gugus yang bermuatan negatif, sedangkan protein yang bermuatan negatif tidak terikat (Winarno, 2002).

Protein-protein bermuatan positif yang terikat dalam kolom tersebut dapat dikeluarkan atau dielusi dengan penambahan garam NaCl atau garam lain pada larutan buffer yang digunakan untuk elusi. Ion Na+ berkompetisi dengan protein untuk berikatan dengan gugus pada kolom dan secara bertahap ion Na mengganti kedudukan protein. Protein terelusi keluar bersama eluen (larutan elusi). Protein dengan muatan density nett positive akan keluar lebih dulu dan kemudian baru disusul oleh protein dengan muatan density nett negative.

Kromatografi

(29)

Kromatografi penukar-ion (ion exchange chromatography) digunakan untuk memisahkan anion dan kation organik dan anorganik. Kromatografi penukar-ion bergantung pada interaksi molekul dalam fase bergerak (buffer dan sampel) dengan fase stasioner yaitu column packing matrix (Selkrik, 2004).

Likuid kromatografi mengacu pada prosedur kromatografi yang memindahkan fase likuid (cair). Likuid kromatografi digunakan untuk separasi molekul makro dan jenis ion dari biomedical, produk alami yang labil, dan beberapa jenis molekul berat dan komponen yang tidak stabil seperti protein, asam nukleat, asam amino, polisakarida, pigmen tanaman, lemak polar, polimer sintesis, dan metabolit hewan dan tanaman (Snyder dan Kirkland, 1979).

Likuid kromatografi terdiri atas dua macam, yakni likuid kromatografi klasik dan modern. Kromatografi yang dilakukan pada penelitian adalah likuid kromatografi klasik. Likuid kromatografi klasik menggunakan kolom yang biasanya hanya digunakan satu kali, setelah itu dibuang. Separasi yang dilakukan membutuhkan waktu beberapa jam sehingga penggunaannya tidak efisien waktu (Snyder dan Kirkland, 1979).

Elektroforesis Metode Sodium Dodecyl Sulfate Poliacrylamide Gel Electroforesis (SDS-PAGE)

Elektroforesis adalah cara yang digunakan untuk memisahkan makromolekul seperti asam nukleat dam protein (Sigma, 1988). Elektroforesis Poliakrilamid dengan penambahan larutan anion SDS dapat memisahkan subunit protein dan mengukur berat molekulnya (Sigma, 1988). Secara teknis menurut Yoshida et al. (2004) elektroforesis SDS-PAGE digunakan dalam biokimia dan biologi untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran (kekuatan rantai polipeptida dan berat molekulnya). Umumnya sampel dijalankan dengan bantuan matriks seperti kertas, selulose-asetat, gel pati, agarosa atau gel poliakrilamid (Sigma, 1988). Pemisahan dibantu dengan poliakrilamid atau agarosa, sesuai dengan Sigma (1988) yang menyatakan bahwa agarosa dan poliakrilamid dapat digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan ukurannya.

(30)

berat molekulnya dengan tingkat kesalahan 5% (Sigma, 1988). Pita protein yang muncul dalam proses ini memperlihatkan pita protein dengan bobot molekul yang berbeda (Sigma, 1988). Subunit protein dengan bobot molekul lebih besar akan muncul di bagian atas dari running gel sedangkan subunit dengan bobot molekul yang lebih rendah akan muncul di bagian bawah (Sigma, 1988).

Elektroforesis dilakukan melalui proses (a) running, untuk menjalankan sampel melewati matriks (gel) sehingga dapat terpisah berdasarkan bobot molekulnya, kemudian (b) fiksasi dengan menggunakan TCA untuk memfiksasi zona hasil running, (c) pewarnaan untuk mewarnai zona tempat jalannya sampel sehingga dapat dilihat hasil pemisahan berdasarkan bobot molekulnya (Sigma, 1988). Konsentrasi gel akrilamid berbeda menurut bobot molekul yang akan diukur. Konsentrasi 15% di bawah untuk memisahkan protein dengan bobot molekul di bawah 50 000 Da, sedangkan konsentrasi di bawah 7% untuk memisahkan protein dengan bobot molekul di atas 500 000 Da (Sigma, 1988). Berat molekul protein standar dapat dilihat pada Tabel 4.

Sumber: Sigma, 1988

Bobot molekul laktoferin menurut Hurley et al. (1993) berkisar antara 83 kDa-84 kDa. Laktoferin menurut Yoshida et al. (2000) dibagi menjadi dua tipe yaitu laktoferin-a dan laktoferin-b dengan bobot molekul masing-masing 84 kDa dan 80 kDa. Bobot molekul 73.441 kDa untuk susu kambing kacang dan susu kambing PE sedangkan untuk kolostrum PE bobot molekul yang didapatkan sebesar 79.991 kDa (Maheswari, 2006). Nibbering et al. (2001) menggunakan

Tabel 4 Bobot Molekul Protein Standa

Jenis Protein Bobot Molekul Relative Mobility (Rf)

Lactoferrin, bovine milk 90 000 0.2587

Bovine Albumin 66 000 0.4285

Trypsinogen, Bovine pancreas 24 000 0.5357

(31)

laktoferin dari susu manusia dengan bobot molekul 77 000 Da hasil pemurnian

dengan menggunakan kromatografi penukar kation. Nam et al. (1999)

(32)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen IPTP Laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (Laboratorium Terpadu Analisis Hasil Ternak dan Laboratorium Pengolahan Susu), dan Laboratorium Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI Cibinong. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2009 sampai Januari 2010.

Bahan dan Alat

Sampel kolostrum dan susu kambing dari bangsa Peranakan Etawah (PE) berumur 10 bulan yang berasal dari peternakan perseorangan, Cimahpar (Bogor Utara) yang diberi pakan hijauan berupa rumput lapang dan konsentrat berupa ampas tahu, sampel kolostrum dan susu kambing Jawarandu berumur 9 bulan yang berasal dari peternakan perseorangan di Ciapus (Bogor Selatan), pakan yang digunakan adalah rumput lapang, ampas tahu dan kurma, serta sampel kolostrum dan susu kambing dari bangsa Persilangan Saanen jantan dengan PE betina (SAPE) berumur 10 bulan yang digunakan berasal dari peternakan perseorangan, Cariu (Kabupaten Bogor), yang diberi pakan hijauan berupa rumput lapang dan konsentrat berupa ampas tahu. Sampel kolostrum dan susu yang digunakan merupakan hasil pemerahan hari ke-1 (H1), hari ke-2 (H2), hari ke-3 (H3), hari ke-4 (H4), hari ke-5 (H5), hari ke-6 (H6), hari ke-7 (H7) dan hari ke-8 (H8), sebanyak 150 ml dan sebanyak 250 ml.

(33)

Buffer B 20%, Buffer A 70% + Buffer B 30%, Buffer A 60 % + Buffer B 40%, Buffer A 50% + Buffer B 50%, dan Buffer A 40% + Buffer B 60%. Setiap fraksi protein yang dihasilkan diperiksa dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm.

Peralatan yang digunakan adalah autoclave, refrigerator, freezer, pemanas Bunsen, high speed centrifuge (sentrifugasi dingin Hettich Zentrifugen Mikro 200R), membran dialisis, penukar kation kromatografi dengan menggunakan Hi-Trap Q-SP (GE Healthcare), magnetic stirer, microtube 2 ml dan 50 ml, Bio Rad Mini Protean®3 System, spektrofotometer Genesys UV10R, Corning Steril Syringe Filter 0.2 µm, penangas air, kompor listrik, pipet volumetrik, mikro pipet, butirometer, penyumbat karet, laktodensimeter, pH meter, buret, gelas ukur, gelas piala, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, timbangan analitik dan alumunium foil.

Perancangan Percobaan dan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (3×8) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah bangsa kambing perah (PE, Jawarandu dan SAPE), dan faktor kedua adalah hari pemerahan (hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-7 dan ke-8). Model matematika rancangan penelitian ini menurut Gasperz (1989) adalah: berbeda ke-i dengan hari pemerahan susu ke-j

i = bangsa kambing perah yang berbeda j = hari pemerahan

(34)

Data kandungan nutrisi kolostrum dan susu kambing serta kandungan laktoferin yang didapat dianalisis dengan menggunakan sidik ragam. Apabila hasilnya nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995)

Peubah

Peubah yang diamati meliputi kandungan nutrisi kolostrum dan susu serta konsentrasi laktoferin pada kambing PE, Jawarandu dan SAPE.

Kandungan Nutrisi Kolostrum dan Susu Kambing. Kandungan nutrisi kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE, dapat dilihat dari komposisi kolostrum dan susu yang dihasilkan. Penentuan kualitas kimia kolostrum dan susu kambing dapat dilihat melalui komposisinya yang meliputi bahan kering, bahan kering tanpa lemak, kadar lemak, kadar protein, berat jenis dan pH.

Kandungan Laktoferin. Whey yang dihasilkan dari sentrifugasi dilakukan pengujian kromatografi untuk mengetahui kadar laktoferin yang terkandung dalam whey dari kolostrum dan susu tersebut. Hasil kromatografi dapat menunjukkan kandungan laktoferin yang berbeda tergantung dari whey kolostrum atau susu serta jenis bangsa kambing perah yang digunakan.

Prosedur

(35)

Pengukuran Kadar Lemak Susu Metode Gerber (BSN, 1998a). Susu kambing diambil menggunakan pipet sebanyak 10.75 ml ke dalam botol butirometer, ditambahkan H2SO4 91-92% sebanyak 10 ml dan 1 ml amil alkohol. Butirometer tersebut disumbat rapat, kemudian dikocok perlahan sampai larutan homogen. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan, tabung butirometer dimasukkan ke dalam sentrifuge dan disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1 200 rpm. Tabung butirometer yang telah disentrifugasi dimasukkan ke dalam penangas air selama 5 menit dengan temperatur 65 ºC. Setelah itu kadar lemak dibaca pada skala butirometer, dilakukan penyesuaian untuk mendapatkan skala nol pada batas antara batas lemak dengan zat lainnya dengan cara mengatur sumbat karet.

Uji Titrasi Keasaman Soxhlet Henkel (BSN, 1998a). Sebanyak 50 ml sampel susu kambing diambil menggunakan pipet ke dalam labu Erlenmeyer, ditambah 2 ml larutan fenolftalein. Salah satu dari campuran pada labu Erlenmeyer dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.25 N hingga terbentuk warna merah muda yang tidak hilang lagi jika dikocok. Derajat Soxhlet (ºSH) adalah banyaknya ml NaOH 0.25 N yang dipakai dikalikan nilai 2.

Pengukuran Kadar Protein Susu (Davide, 1977). Pengujian kadar protein susu dilakukan dengan menggunakan metode Titrasi Formol. Sebanyak 10 ml susu dimasukkan dalam labu Erlenmeyer kemudian ditambahkan beberapa tetes fenolftalein 1% dan 0.4 ml kalium oksalat jenuh. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda. Sebanyak 2 ml formalin 40% ditambahkan, warna merah akan hilang. Titrasi kembali dengan larutan NaOH 0.1 N sampai warna merah muda terjadi. Banyaknya NaOH 0.1 N yang digunakan dicatat.

(36)

Kadar Protein Susu = (p-q) ml x 1.95 (faktor formol)

Pemisahan Lemak dan Kasein. Lemak susu kambing dipisahkan berdasarkan Yoshida et al. (2000) yaitu dengan sentrifugasi 2 000 ×g pada suhu 4 °C selama 30 menit. Susu skim yang dihasilkan diasamkan hingga pH 4.6 dengan penambahan 2 N HCL dan disentrifugasi 10 000 ×g pada suhu 4 °C selama 30 menit. Endapan kasein dibuang, whey asam yang dihasilkan dinetralisasi ke pH 6.8 dengan 2 N NaOH dan disentrifugasi kembali pada 10 000 ×g pada suhu 4 °C selama 30 menit. Diagram alir mengenai pemisahan lemak dan kasein dapat dilihat pada Gambar 5. Endapan yang tersisa dibuang sehingga diperoleh whey netralisasi yang bersih dan disimpan di dalam freezer untuk digunakan pada analisis selanjutnya.

Isolasi Protein Whey. Susu yang digunakan dalam isolasi laktoferin diantaranya adalah susu dari berbagai bangsa kambing perah, diantaranya adalah susu kambing Peranakan Etawah (PE), kambing Jawarandu dan kambing SAPE. Whey protein diisolasi dengan Hi – Trap Q – SP Anion Exchange Column (GE – Healthcare) dengan gradien NaCl linier. Buffer yang digunakan adalah Buffer A (ethanolanime 20 mmol/L pH 9.5) dan Buffer B (ethanolanime 20 mmol/L pH 9.5 + NaCl 1 M).

(37)

kromatografi diperoleh dari nilai absorbance pada 280 nm dikali faktor yang diestimasi dari laktoferin sapi standar dari Sigma AldrichCo.

Konsentrasi laktoferin (%) = Nilai Absorbance pada 280 nm x 0.07

Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE).

Metode SDS-PAGE dirunning berdasarkan Kunz et al. (1989) yaitu pada 12.5% gel pemisah dan gel penahan (stacking gel) 3%. Setiap fraksi protein ditambahkan dissociation buffer dengan perbandingan 2:1, kemudian dipanaskan dalam penangas air susu 80 °C selama 3 menit. Sampel whey susu yang telah disiapkan sebanyak 10 µl dimasukkan ke dalam sumur di gel penahan dan dirunning di dalam 600 ml reservoir buffer pada 35 mA selama 6 jam. Gel difiksasi di dalam larutan TCA 12% selama 4 jam sambil terus digoyang. Pewarnaan dilakukan selama semalaman di dalam larutan staining Coomassie Blue R-250 sebanyak 0.125 g ditambahkan kedalam 1 000 ml larutan metanol: akuades:asam asetat (5:4:1). Gel yang telah diwarnai dibilas dengan larutan destaining yaitu dengan larutan metanol:akuades:asam (5:4:1) sambil terus digoyang sampai terbentuk gel dengan latar belakang pita protein-protein dalam keadaan bersih.

Bobot molekul ditentukan dengan membuat kurva protein standar (marker) dari bobot molekul yang diketahui, dimasukkan pada Relative Mobility (Rm) yang diperoleh dan Relative Mobility (Rm) protein yang ingin diketahui bobot molekulnya dimasukkan pada kurva tersebut (Gambar 5). Relative Mobility (Rm) dihitung dengan rumus :

Relative Mobility (Rm) =

(38)

Susu normal (Kambing secara individu) Krim kolostrum dan susu

dipisahkan melalui sentrifuge (2 000 ×g, 30 menit pada suhu 4

°C)

Skim susu normal

Ditambahkan 2 N HCl hingga pH 4.6 pada suhu ruang,

presipitasi yang terbentuk (kasein) dipisahkan dengan

sentrifugasi (10 000 ×g, 30 menit pada suhu 4 °C)

Whey asam

Netralisasi hingga pH 6.8 dengan 2N NaOH. Presipitasi yang

terbentuk dipisahkan dengan sentrifugasi (10 000 ×g, 30

menit, 4 °C)

Netralisasi Whey Asam

(susu normal)

Hi-Trap Q-SP Anion Exchange Column

Dengan gradien NaCl Linier

Buffer A: ethanolamine 20 mmol/L

Buffer B: ethanolamine 20 mmol/L pH 9.5 + NaCl 1 M

Laktoferin

Rechromatografi dengan Hi-Trap Q-SP Anion Exchange Column

Lyiophilisasi

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Hari Pemerahan yang Berbeda terhadap Komposisi Kimia Kolostrum dan Susu Kambing PE, Jawarandu dan SAPE

Komposisi kimia kolostrum dan susu yang diamati meliputi kadar bahan kering (BK), bahan kering tanpa lemak (BKTL), lemak, dan protein. Secara umum kandungan bahan kering, bahan kering tanpa lemak, kadar lemak dan kadar protein kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE yang dihasilkan mengalami penurunan dengan menghitung hari pemerahan yaitu dari hari ke-1 sampai hari ke-8. Kadar bahan kering, bahan kering tanpa lemak, kadar lemak dan kadar protein pada kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE masing-masing dapat dilihat pada tabel.

Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing PE

Kadar bahan kering (BK), bahan kering tanpa lemak (BKTL), kadar lemak

dan kadar protein pada kolostrum dan susu kambing PE dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing PE pada hari pemerahan yang berbeda

Hari Ke-1 38.96±3.62 17.63±1.10 21.33±2.57 5.96±2.30 Hari Ke-2 25.52±0.98 12.36±1.13 13.17±1.44 4.51±1.48 Hari Ke-3 26.34±2.09 13.00±2.43 13.33±0.58 4.68±1.09 Hari Ke-4 23.51±1.95 11.51±0.49 12.00±2.16 3.92±1.06

Rerata 28.58±2.16 13.62±1.28 14.96±1.69 4.77±1.48 Susu

(40)

Menurut Brandano et al. (2004), kadar protein, kadar lemak, kadar bahan kering dan kadar abu kolostrum paling tinggi diperoleh pada hasil pemerahan satu jam setelah melahirkan dan kolostrum disekresikan sekitar 1 – 3 hari setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi pada 4 – 5 hari setelah melahirkan, karena terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya. Pengamatan terhadap komposisi kimia kolostrum dan susu kambing PE mendapatkan bahwa BK tertinggi terdapat pada hasil sekresi hari pertama setelah melahirkan dan berkurang hingga ±50% pada hari ke-5 setelah melahirkan. Kadar lemak yang dihasilkan pada sekresi hari ke-1 sampai dengan hari pemerahan ke-4, mempunyai rerata yang tinggi yaitu 14.96% dan menurun secara drastis pada hari 5-8 dengan rerata 6.30%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa untuk kambing PE, lama kolostrum dihasilkan adalah 4 hari setelah melahirkan dan baru pada hari ke-5 disekresikan susu, berbeda dengan Brandano et al. (2004)

Rerata kandungan BK kolostrum PE adalah 28.58% lebih tinggi dibandingkan dalam susu PE 15.92%. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ontsuoka et al. (2003), bahwa kandungan BK kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu berkaitan dengan total padatan yang lebih tinggi pada kolostrum. Kandungan bahan kering susu hari pemerahan ke-5 dan ke-6 yaitu 17.76% dan 16.79%, hasil ini sesuai dengan pernyataan Jennes (1979), kadar BK berkisar antara 16.18%-19.29%. Adanya kadar BK yang kurang dari standar yang telah ditentukan disebabkan oleh pemberian pakan di peternakan kambing PE menggunakan rerumputan sekitar perkandangan dan konsentrat berupa ampas tahu, hal ini sesuai dengan pernyataan Bath et al. (1985) menyebutkan bahwa kandungan BK susu tergantung pada zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak dan pernyataan Larson (1974) bahwa, komposisi kimia susu dipengaruhi oleh bangsa, produksi susu, tingkat laktasi (hari pemerahan), kualitas serta kuantitas makanan.

(41)

1991; Kume dan Tanabe, 1993; Brandano et al. 2004). Kandungan BKTL susu PE pada hari pemerahan ke-5 yaitu 10.01%, hari pemerahan ke-6 yaitu 9.62%, hari pemerahan ke-7 yaitu 9.60% dan hari pemerahan ke-8 yaitu 9.26%, terlihat kandungan BKTL berada dalam kondisi normal. Hasil ini sesuai dengan Blakely dan Bade (1985) bahwa rerata komposisi susu kambing BKTL adalah 8.75%, atau Katipana (1986) menyebutkan bahwa kandungan BKTL susu kambing adalah 10.86%.

Rerata kadar lemak dalam kolostrum PE adalah 14.96% lebih tinggi dibandingkan dalam susu PE adalah 6.30%. Kisaran kadar lemak susu kambing adalah antara 4.25% (Blakely dan Bade, 1985) dan 6,6%-10.3% (Arguello et al. 2006).

Kadar protein kolostrum PE mempunyai kisaran antara 3.92%-5.96% atau dengan rerata 4.77%, lebih tinggi dibandingkan susu PE mempunyai kisaran antara 3.47%-4.29% atau dengan rerata 4.06%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (1972) yang menyatakan kadar protein pada hari pemerahan awal lebih tinggi dibanding susu normal sepenuhnya. Kadar protein kolostrum dan susu PE masih dalam kisaran normal, terlihat pada Tabel 5. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Arguello et al. (2006) bahwa untuk kandungan kadar protein kolostrum 2-5 hari setelah beranak berkisar antara 4.1-8.4% dan rata-rata komposisi susu kambing untuk kadar protein 3.52% (Blakely dan Bade, 1985).

Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing Jawarandu

(42)

Tabel 6 Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing Jawarandu

Hari Ke-1 37.49±10.48 15.32±1.93 22.17±8.55 9.00±0.32 Hari Ke-2 30.62±5.26 13.87±0.88 16.75±4.38 7.38±0.78 Hari Ke-3 28.61±0.91 12.69±0.61 15.92±0.58 6.27±0.83 Hari Ke-4 25.48±2.14 11.65±1.16 13.83±1.01 5.91±1.51 Hari Ke-5 27.49±2.27 12.59±0.26 14.83±2.56 5.00±0.83

Rerata 29.94±4.21 13.22±0.97 16.70±3.42 6.71±0.85 Susu

Hari Ke-6 17.14±0.85 10.37±0.69 6.76±0.96 4.75±0.63 Hari Ke-7 16.86±1.36 10.26±0.45 6.60±1.08 4.68±0.85 Hari Ke-8 16.21±0.95 9.86±0.15 6.35±1.01 4.71±0.90 Rerata 16.74±1.05 10.16±0.43 6.57±1.02 4.71±0.79

Menurut Brandano et al. (2004), kadar protein, kadar lemak, kadar bahan kering dan kadar abu kolostrum paling tinggi diperoleh pada hasil pemerahan satu jam setelah melahirkan dan kolostrum disekresikan sekitar 1 – 3 hari setelah melahirkan. Kolostrum tidak diproduksi lagi pada 4 – 5 hari setelah melahirkan, karena terjadi perubahan kolostrum menjadi susu sepenuhnya. Pengamatan terhadap komposisi kimia kolostrum dan susu kambing Jawarandu mendapatkan bahwa BK tertinggi terdapat pada hasil sekresi hari pertama setelah melahirkan dan berkurang hingga ±50% pada hari ke-6 setelah melahirkan. Kadar lemak yang dihasilkan pada sekresi hari ke-1 sampai dengan hari pemerahan ke-5, mempunyai rerata yang tinggi yaitu 16.70% dan menurun secara drastis pada hari 6-8 dengan rerata 6.57%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa untuk kambing Jawarandu, lama kolostrum dihasilkan adalah 5 hari setelah melahirkan dan baru pada hari ke-6 disekresikan susu, berbeda dengan Brandano et al. (2004)

(43)

kadar BK berkisar antara 16.18%-19.29%. Adanya kadar BK yang kurang dari standar yang telah ditentukan disebabkan oleh pemberian pakan di peternakan kambing Jawarandu menggunakan rerumputan sekitar perkandangan, konsentrat berupa ampas tahu serta kurma, hal ini sesuai dengan pernyataan Bath et al. (1985) menyebutkan bahwa kandungan BK susu tergantung pada zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak dan pernyataan Larson (1974) bahwa, komposisi kimia susu dipengaruhi oleh bangsa, produksi susu, tingkat laktasi (hari pemerahan), kualitas serta kuantitas makanan.

Rerata BKTL kolostrum Jawarandu adalah 13.22% lebih tinggi dibandingkan dalam susu Jawarandu 10.16%. Variasi komposisi kimia kolostrum dan susu, dalam hal ini BKTL dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik individu, ras atau bangsa ternak, pakan yang dikonsumsi sebelum melahirkan, jarak periode kering kandang dan waktu pengambilan kolostrum setelah melahirkan (Pritche et al. 1991; Kume dan Tanabe, 1993; Brandano et al. 2004). Kandungan BKTL susu Jawarandu pada hari pemerahan ke-6 yaitu 10.37%, hari pemerahan ke-7 yaitu 10.26%, dan hari pemerahan ke-8 yaitu 9.86%, terlihat kandungan BKTL berada dalam kondisi normal. Hasil ini sesuai dengan Blakely dan Bade (1985) bahwa rerata komposisi susu kambing BKTL adalah 8.75%, atau Katipana (1986) menyebutkan bahwa kandungan BKTL susu kambing adalah 10.86%.

Rerata kadar lemak dalam kolostrum Jawarandu adalah 16.70% lebih tinggi dibandingkan dalam susu Jawarandu adalah 6.57%. Kisaran kadar lemak susu kambing adalah antara 4.25% (Blakely dan Bade, 1985) dan 6,6%-10.3% (Arguello et al. 2006).

(44)

protein kolostrum 2-5 hari setelah beranak berkisar antara 4.1-8.4% dan rata-rata komposisi susu kambing untuk kadar protein 3.52% (Blakely dan Bade, 1985).

Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing SAPE

Kadar bahan kering (BK), bahan kering tanpa lemak (BKTL), kadar lemak dan kadar protein pada kolostrum dan susu kambing SAPE dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi kimia kolostrum dan susu kambing SAPE pada hari pemerahan yang berbeda

Hari Ke-1 47.09±9.05 18.59±3.25 28.50±5.82 8.90±0.56 Hari Ke-2 28.63±1.74 14.12±1.32 14.51±0.88 8.28±0.94 Hari Ke-3 23.86±5.16 12.59±1.64 11.26±3.67 6.86±0.31 Rerata 33.19±5.32 15.10±2.07 18.09±3.46 8.01±0.60

Susu

Hari Ke-4 19.28±3.61 10.94±0.98 8.33±3.22 6.20±0.24

Hari Ke-5 17.16±0.24 11.09±0.07 6.06±0.30 5.88±0.31 Hari Ke-6 16.57±0.06 10.81±0.23 5.76±0.20 5.71±0.28

Hari Ke-7 16.11±0.39 10.66±0.17 5.45±0.39 5.49±0.14 Hari Ke-8 15.63±0.49 10.58±0.21 5.05±0.43 4.77±0.19 Rerata 16.95±0.96 10.82±0.33 6.13±0.91 5.61±0.23

(45)

SAPE, lama kolostrum dihasilkan adalah 3 hari setelah melahirkan dan baru pada hari ke-4 disekresikan susu, berbeda dengan Brandano et al. (2004)

Rerata kandungan BK kolostrum SAPE adalah 33.19% lebih tinggi dibandingkan dalam susu SAPE 16.95%. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ontsuoka et al. (2003), bahwa kandungan BK kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu berkaitan dengan total padatan yang lebih tinggi pada kolostrum. Kandungan BK susu hari pemerahan ke-4, ke-5 dan ke-6 yaitu 19.28%, 17.16% dan 16.57%, hasil ini sesuai dengan pernyataan Jennes (1979), kadar BK berkisar antara 16.18%-19.29%. Adanya kadar BK yang kurang dari standar yang telah ditentukan disebabkan oleh pemberian pakan di peternakan kambing SAPE menggunakan rerumputan sekitar perkandangan dan konsentrat berupa ampas tahu, hal ini sesuai dengan pernyataan Bath et al. (1985) menyebutkan bahwa kandungan BK susu tergantung pada zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak dan pernyataan Larson (1974) bahwa, komposisi kimia susu dipengaruhi oleh bangsa, produksi susu, tingkat laktasi (hari pemerahan), kualitas serta kuantitas makanan.

Rerata BKTL kolostrum SAPE adalah 15.10% lebih tinggi dibandingkan dalam susu SAPE 10.82%. Variasi komposisi kimia kolostrum dan susu, dalam hal ini BKTL dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik individu, ras atau bangsa ternak, pakan yang dikonsumsi sebelum melahirkan, jarak periode kering kandang dan waktu pengambilan kolostrum setelah melahirkan (Pritche et al. 1991; Kume dan Tanabe, 1993; Brandano et al. 2004). Kandungan BKTL susu SAPE pada hari pemerahan ke-4 yaitu 10.94%, hari pemerahan ke-5 yaitu 11.09%, hari pemerahan ke-6 yaitu 10.81%, hari pemerahan ke-7 yaitu 10.66% dan hari pemerahan ke-8 yaitu 10.58%, terlihat kandungan BKTL berada dalam kondisi normal. Hasil ini sesuai dengan Blakely dan Bade (1985) bahwa rerata komposisi susu kambing BKTL adalah 8.75%, atau Katipana (1986) menyebutkan bahwa kandungan BKTL susu kambing adalah 10.86%.

(46)

Kadar protein kolostrum SAPE mempunyai kisaran antara 6.86%-8.90% atau dengan rerata 8.01%, lebih tinggi dibandingkan susu Jawarandu mempunyai kisaran antara 4.77%-6.20% atau dengan rerata 5.61%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (1972) yang menyatakan kadar protein pada hari pemerahan awal lebih tinggi dibanding susu normal sepenuhnya. Kadar protein kolostrum dan susu SAPE masih dalam kisaran normal, terlihat pada Tabel 7. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Arguello et al. (2006) bahwa untuk kandungan kadar protein kolostrum 2-5 hari setelah beranak berkisar antara 4.1-8.4% dan rata-rata komposisi susu kambing untuk kadar protein 3.52% (Blakely dan Bade, 1985).

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda terhadap kandungan BK kolostrum dan susu kambing

Kandungan BK kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan dan simpangan baku BK (%) kolostrum dan susu kambing

Hari Ke-2 25.52±0.98g 30.62±5.26d 28.63±1.74e

Hari Ke-3 26.34±2.09i 28.61±0.91h 23.86±5.16j

Hari Ke-4 23.51±1.95l 25.48±2.14k 19.28±3.61m

Hari Ke-5 17.76±1.84n 27.49±2.27f 17.16±0.24n

Hari Ke-6 16.79±4.02o 17.14±0.85n 16.57±0.06o

Hari Ke-7 15.56±2.81p 16.86±1.36o 16.11±0.39o

Hari Ke-8 13.58±0.31q 16.21±0.95o 15.63±0.49p Keterangan: - Superscript dengan huruf yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05)

-Garis putus-putus menunjukkan batasan antara kolostrum dan susu untuk masing-masing bangsa kambing

(47)

PE hari pemerahan ke-1 38.96% dan BK tertinggi ketiga didapatkan pada kambing Jawarandu hari pemerahan ke-1 37.49%. Rerata kolostrum kambing SAPE memiliki kandungan BK paling tinggi 33.19%, dibandingkan kambing Jawarandu 29.94% dan kambing PE 28.58% sedangkan rerata susu kambing SAPE memiliki BK paling tinggi 16.95%, dibandingkan kambing Jawarandu 16.74% dan kambing PE 15.92%.

Kandungan BK kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE yang dihasilkan pada pemerahan hari ke-1 sampai hari ke-8, berturut-turut mengalami penurunan, seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Ontsuoka et al. (2003), bahwa kandungan BK kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu berkaitan dengan total padatan yang lebih tinggi pada kolostrum. Bath et al. (1985) menyebutkan bahwa kandungan BK susu tergantung pada zat-zat makanan yang dikonsumsi oleh ternak yang kemudian digunakan sebagai precursor dalam pembentukan BK atau padatan di dalam susu.

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda terhadap kandungan BKTL kolostrum dan susu kambing

Kandungan BKTL kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rataan dan simpangan baku BKTL (%) kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu serta SAPE pada hari pemerahan yang berbeda

Hari Pemerahan

Kandungan BKTL (%)

Rataan±SB PE (3) Jawarandu (3) SAPE (3)

Hari Ke-1 17.63±1.10 15.32±1.93 18.59±3.25 17.18±2.06a

Hari Ke-2 12.36±1.13 13.87±0.88 14.12±1.32 13.45±1.11b

Hari Ke-3 13.00±2.43 12.69±0.61 12.59±1.64 12.76±1.56bc

Hari Ke-4 11.51±0.49 11.65±1.16 10.94±0.98 11.36±0.87cd

Hari Ke-5 10.01±0.73 12.59±0.26 11.09±0.07 11.23±0.35cd

Hari Ke-6 9.62±1.14 10.37±0.69 10.81±0.23 10.26±0.68d

Hari Ke-7 9.60±1.12 10.26±0.45 10.66±0.17 10.17±0.58d

(48)

Kandungan BKTL dipengaruhi oleh kadar lemak kolostrum dan susu kambing. Kandungan BKTL kolostrum dan susu kambing yang dihasilkan pada pemerahan hari ke-1 sampai hari ke-8, berturut-turut mengalami penurunan, seperti ditunjukkan pada Tabel 9. Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa perbedaan bangsa kambing tidak berpengaruh terhadap BKTL (P>0.05) dengan ditunjukkan oleh jumlah BKTL yang hampir sama. Tabel 9 menunjukkan bahwa waktu pemerahan hari ke-1 memiliki kandungan BKTL yang berpengaruh sangat nyata (P<0.01), dengan kata lain kandungan BKTL yang paling tinggi pada tiap-tiap bangsa kambing yaitu waktu hari pemerahan ke-1 sehingga sangat berbeda dengan hari pemerahan ke-2, hari pemerahan ke-3, hari pemerahan ke-4, hari pemerahan ke-5, hari pemerahan ke-6, hari pemerahan ke-7 dan hari pemerahan ke-8. Pada hari pemerahan ke-1 berbeda kandungan BKTL dengan hari pemerahan ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, ke-7 dan ke-8; antara hari pemerahan ke-2 dan ke-3 terdapat kesamaan kandungan BKTL; antara hari pemerahan ke-3, ke-4 dan ke-5 terdapat kesamaan kandungan BKTL; sedangkan antara hari pemerahan ke-5, ke-6, ke-7 dan ke-8 terdapat kesamaan kandungan BKTL.

Perbedaan yang terdapat pada kandungan BKTL ini disebabkan oleh perbedaan genetik, manajemen pakan (konsumsi pakan, kualitas pakan dan jenis pakan yang diberikan). Hal ini sesuai dengan penjelasan Ressang dan Nasution (1982), bahwa kandungan BKTL di tentukan oleh komponen-komponen protein, laktosa, mineral, vitamin dan enzim-enzim. Menurut hasil penelitian Katipana (1986) kandungan bahan kering tanpa lemak susu kambing adalah 10.86%.

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda terhadap kadar lemak kolostrum dan susu kambing

(49)

Tabel 10 Rataan dan simpangan baku kadar lemak (%) kolostrum kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda

Hari

- Garis putus-putus menunjukkan batasan antara kolostrum dan susu untuk masing-masing bangsa kambing

Terlihat pada Tabel 10, berdasarkan sidik ragam diperoleh adanya interaksi antara bangsa kambing dengan hari pemerahan yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kadar lemak, dimana hari pemerahan ke-1 pada kambing SAPE memiliki kadar lemak paling tinggi yaitu 28.50% sedangkan kadar lemak hari pemerahan ke-1 pada kambing Jawarandu 22.17% dan kambing PE 21.33%, memiliki kandungan yang sama. Rerata kolostrum kambing SAPE memiliki kadar lemak paling tinggi 18.09%, dibandingkan kambing Jawarandu 16.70% dan kambing PE 14.96% sedangkan rerata susu kambing Jawarandu memiliki kadar lemak paling tinggi 6.57%, dibandingkan kambing PE 6.30% dan kambing SAPE 6.13%.

(50)

atau tanpa zat aroma dan mengandung tidak kurang dari 14% lemak susu (Eckles et al. 1980). Berdasarkan rerata kadar lemak pada kolostrum kambing SAPE, dapat diolah menjadi “Custard Ice Cream” yaitu es krim yang dicampur dengan pudding, hanya custard dengan penambahan telur dan pada umumnya mengandung lemak lebih dari 10% dan kuning telur tidak kurang dari 1.4% (Lampert, 1970). Mentega adalah produk yang terbuat dari lemak susu di mana kedalamnya dapat ditambahkan garam untuk mendapatkan rasa yang lebih baik dan untuk menjaga mutu (Buckle et al. 1987). Rerata kadar lemak pada kolostrum kambing Jawarandu yaitu 18.09%, oleh karena itu perlu ada standarisasi atau penyesuaian kadar lemak krim yang akan dibuat mentega. Bila, kadar lemak terlalu rendah maka proses pengadukan nantinya terlalu lama. Standarisasi dapat dilakukan dengan metode “Pearson’s Square” yang lazim digunakan untuk standarisasi lemak susu, dengan bahan krim dan skim (Legowo, 2005).

(51)

Pengaruh hari pemerahan dan bangsa kambing yang berbeda terhadap kadar protein kolostrum dan susu kambing

Kadar protein kolostrum dan susu kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Rataan dan simpangan baku kadar protein (%) kolostrum kambing PE, Jawarandu dan SAPE pada hari pemerahan yang berbeda

- Garis putus-putus menunjukkan batasan antara kolostrum dan susu untuk masing-masing bangsa kambing

Terlihat pada Tabel 11, berdasarkan sidik ragam diperoleh adanya interaksi antara bangsa kambing dengan hari pemerahan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar protein, dimana hari pemerahan ke-1 pada kambing SAPE dan Jawarandu memiliki kadar protein yang sama-sama tinggi, kadar protein tertinggi kedua pada kambing SAPE hari pemerahan ke-2 dan kadar protein tertinggi ketiga pada kambing Jawarandu hari pemerahan ke-2. Rerata kolostrum kambing SAPE memiliki kadar protein paling tinggi 8.01%, dibandingkan kambing Jawarandu 6.71% dan kambing PE 4.77% sedangkan rerata susu kambing SAPE memiliki kadar protein paling tinggi 5.61%, dibandingkan kambing Jawarandu 4.71% dan kambing PE 4.06%.

(52)

mengkoagulasikan protein susu, skim susu, atau susu yang diperkaya dengan krim bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu seperti kandungan protein sebesar 3.7%, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al. 1987). Yoghurt adalah produk susu yang mengalami fermentasi (Buckle et al. 1987). Rerata kadar protein pada kolostrum dan susu kambing SAPE yaitu 8.01% dan 5.61%, sehingga dapat digunakan untuk pembuatan yoghurt. Susu yang digunakan untuk pembuatan yoghurt umumnya susu murni, susu skim, susu bubuk tanpa lemak, susu skim kondensat, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkan ataupun kombinasi dari berbagai macam susu tersebut (Rahman et al. 1992). Kefir merupakan produk fermentasi susu yang mengandung asam laktat, karbondioksida, etanol dan senyawa aromatik lainnya (Widodo, 2003). Kefir dihasilkan dari fermentasi susu sapi atau susu kambing dengan menggunakan starter bijian kefir (Widodo, 2003).

Kadar protein kolostrum dan susu kambing yang dihasilkan pada pemerahan hari ke-1 sampai hari ke-8, berturut-turut mengalami penurunan, seperti ditunjukkan pada Tabel 11. Hal ini sesuai dengan pernyataan Johnson (1972) yang menyatakan kadar protein pada hari pemerahan awal lebih tinggi dibanding susu normal sepenuhnya. Data tersebut sesuai dengan penelitian Arguello et al. (2006) yang menyatakan bahwa kadar protein kolostrum 2-5 hari setelah beranak sebesar 4.1%-8.4% dan Bergman dan Turner (1936), yakni kadar protein 5.69%.

Pemisahan Krim dan Skim dalam Kolostrum dan Susu dari Kambing PE, Jawarandu dan SAPE

(53)

mendeteksi keberadaan laktoferin. Menurut pernyataan Bos et al. (2000), laktoferin merupakan komponen utama pada whey manusia, walaupun hanya sedikit pada whey sapi. Kunz dan Lonnerdall (1989) menunjukkan bahwa pemisahan protein-protein whey susu secara elektroforesis, di dominasi oleh laktoferin dan serum albumin dengan pita lebih tebal dan gelap.

Sentrifugasi kolostrum dan susu dilakukan dengan kecepatan 2 000 xg selama 30 menit pada suhu 4 oC yang dapat memisahkan lemak dengan skim susu. Lemak susu akan membentuk lapisan tipis pada bagian atas. Lemak susu memiliki berat jenis yang lebih rendah dibandingkan susu skim, sehingga setelah disentrifugasi terbentuk lapisan di bagian atas. Butiran-butiran lemak pada susu timbul ke permukaan bagian atas membentuk suatu lapisan krim yang jelas, disebabkan oleh perbedaan berat jenis antara lemak dan komposisi lain dalam susu. Waktu yang diperlukan bagi naiknya krim dan tebalnya lapisan krim tergantung pada 3 faktor yaitu banyaknya lemak, besar-kecilnya butiran lemak, dan perlakuan pemanasan terhadap susu. Susu segar yang telah didinginkan sampai 4 oC akan mempunyai lapisan krim yang tebal dan maksimum (Buckle et al. 1987). Hasil sentrifugasi kolostrum dan susu dapat dilihat pada Gambar 6, lemak kolostrum dan susu kambing memiliki warna putih, berbeda dengan lemak susu sapi yang berwarna kekuning-kuningan. Hal ini disebabkan oleh beta-karoten yang berwarna kuning telah dikonversi semuanya menjadi vitamin A murni yang tidak berwarna (Fehr dan Sauvant, 1980).

Gambar

Tabel 1.
Gambar 1   Kambing PE
Gambar 2   Kambing Jawarandu
Gambar 3   Kambing SAPE
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini terlihat bahwa pasien DM yang mengalami amputasi kaki sebagian besar memiliki nilai kualitas hidup baik sebesar 71.1 %, ini dimungkinkan karena

Proses penyusunan Tugas Akhir ini tetunya tidak lepas dari bantuan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil

Pengembangan rencana pembelajaran di sekolah SMP MIS (Modern Islamic School) yang berkaitan tentang kurikulum bencana kurikulum Sekolah SMP MIS (Modern Islamic

Saran bagi Pemerintah Kota Semarang hendaknya pembangunan infrastruktur di Desa Sekaran harus lebih ditingkatkan lagi, bagi masyarakat di Desa Sekaran hendaknya lebih

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan tugas skripsi bidang psikologi pendidikan

Dengan mengacu pada ketentuan umum yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28, Pasal 1 Ayat (1) tahun 2007 menyebutkan bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada

4.4.1 Hubungan pola asuh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan status gizi anak usia 1 – 5 tahun di Dusun Randuares Kelurahan

Berdasarkan kenyataan itulah maka penulis sebagai tim peneliti di Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY telah melakukan penelitian untuk mengembangkan alat praktuikum sains yang