• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji daya hasil galur-galur harapan kedelai hitam (Glycine max (L) Merr.) pada lahan sawah di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji daya hasil galur-galur harapan kedelai hitam (Glycine max (L) Merr.) pada lahan sawah di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN

KEDELAI HITAM (

Glycine max

(L.) Merr.)

PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN SUMEDANG,

JAWA BARAT

LITTA LESTARINA

A24060077

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LITTA LESTARINA. Uji Daya Hasil Galur-galur Harapan

Kedelai Hitam (

Glycine max

(L.) Merr.) pada Lahan Sawah

di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. (Dibimbing oleh

TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS)

Kedelai hitam merupakan salah satu komoditi penting di Indonesia, khususnya untuk industri kecap. Salah satu keunggulan dari kedelai hitam adalah mengandung antosianin lebih banyak dan memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan kedelai kuning. Berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai disertai dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia meningkat tajam, namun produksi nasional cenderung menurun sehingga defisit kedelai terus meningkat. Hal ini membuat Indonesia semakin tergantung pada kedelai impor. Banyak sekali manfaat kedelai hitam, seperti untuk bahan baku makanan sehat dan industri kecap yang berkualitas baik, oleh karena itu perlu adanya peningkatan produksi dan produktivitas kedelai hitam.

Peningkatan produktivitas kedelai hitam dapat dilakukan dengan merakit varietas unggul baru (VUB) kedelai hitam yang berdaya hasil tinggi dan adaptif pada lingkungan produktif seperti lahan sawah yang menempati prioritas utama dalam peningkatan produksi kedelai nasional. Di Indonesia, sekitar 60 % areal kedelai terdapat di lahan sawah pada musim kemarau I dan II.

Kegiatan penelitian pemuliaan untuk memperoleh varietas kedelai hitam berdaya hasil tinggi dan adaptif terhadap berbagai agroekologi telah berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Sampai saat ini telah tersedia galur-galur harapan kedelai hitam yang sudah berada pada tahap uji daya hasil. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji 33 galur harapan kedelai hitam pada lahan sawah di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dan mengidentifikasi galur-galur yang dapat dilanjutkan untuk uji multilokasi.

(3)

iii menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Bahan tanam yang digunakan adalah benih 33 galur-galur harapan kedelai hitam yaitu SSD-7, SSD-10, SSD-13, SSD-17, SSD-18, SSD-20, SSD-21, SSD-23, SSD-24, SSD-27, SSD-33, SSD-38, SSD-39, SSD-44, SSD-46, SSD-47, SSD-51, SSD-54, SSD-66, SSD-69, SSD-75, SSD-28, SSD-80, SSD-81, SSD-82, SSD-84, SSD-91, SSD-94, SSD-96, SSD-101, SSD-102, SC-39-1, SC-68-2, dan empat varietas pembanding yaitu Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga total keseluruhan terdapat 111 satuan percobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keragaan yang sangat nyata pada karakter umur panen, tinggi tanaman saat panen, dan bobot biji per tanaman serta terdapat perbedaan keragaan yang nyata pada karakter jumlah polong total. Galur-galur harapan kedelai hitam yang diuji termasuk dalam kelompok berumur dalam, jumlah cabang 3-5, dan biji ukuran kecil.

Karakter umur panen, tinggi tanaman saat panen dan bobot biji per tanaman memiliki kriteria heritabilitas yang luas dengan nilai heritabilitas masing-masing adalah 69.50 %, 69.99 %, dan 50.01 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh genetik dalam pewarisan karakter tersebut lebih besar daripada pengaruh lingkungannya sehingga seleksi memungkinkan dilakukan pada karakter tersebut. Karakter bobot biji per tanaman memiliki korelasi yang positif terhadap karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong total dan jumlah polong isi. Hal ini menunjukkan semakin tinggi nilai karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong total dan jumlah polong isi tersebut, maka bobot biji per tanaman kedelai hitam yang dihasilkan akan semakin besar.

(4)

KEDELAI HITAM (

Glycine max

(L.) Merr.)

PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN SUMEDANG,

JAWA BARAT

LITTA LESTARINA

A24060077

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

ABSTRACT

LITTA LESTARINA. Yield Trial of Black Soybean (

Glycine max

(L) Merr.) Breeding Lines in Rice Field in Sumedang Regency,

West Java. (Guide by TRIKOESOEMANINGTYAS and DESTA

WIRNAS)

Black soybean is important commodity in Indonesia, special for soy sauce. Black soybean have more antosianin and power store more long than yellow soybean. Development food industry raw material from soybean and growth citizen, make demand increase. In spite of national production decrease, so make deficit for soybean. This it make Indonesia to depend with import soybean. Usefull from black soybean for raw material for healthy food and good quality for soy sauce industry. So, black soybean need to increase production and productivity.

Increase productivity black soybean can do with to assemble new superior variety high production and adaptability with productive environment like rice field because have first priority in increase national production. In Indonesia, 60% soybean field situated in rice field at dry season I and II.

Reseach for get superior variety high production and adaptability with some productive environment did since several years ago in Agronomy dan Horticulture Departement, Bogor Agriculture University. Until now, available black soybean breeding lines for yield trial test. Direction for the reseach is test 33 black soybean breeding lines in rice field in Sumedang Regency, West Java, and identification black soybean breeding lines to can continue for multi location yield trial test.

(6)

Wilis) and one local variety (Ceneng).

The results showed that characters time of harvest, plant height, seed weight per plant have very significantly different compared with the check variety and number of pods have significantly different compared with the check variety. The category breeding lines black soybean that test is have long age harvest, number of branch 3-5, and small seed.

Genetic diversity coefficient moderate rank consisting character plant height, number of pods, and seed weight per plant. The high heritability value is character age harvest, plant height, and seed weight per plant with each value were 69.50 %, 69.99 %, and 50.01 %. This is showed in to inherit character genetic influence bigger than environment influent and probability selection do based that character.

The character plant height, number of productive total branch, number of productive node, number of pods total, and number of filled pods have positive correlation with seed weight per plant. This is showed more high value of character plant height, number of productive branch total, number of productive node, number of pods total, and number of filled pods make increase seed weight per plant.

(7)

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN

KEDELAI HITAM (

Glycine max

(L.) Merr.)

PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN SUMEDANG,

JAWA BARAT

LITTA LESTARINA

A24060077

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(8)

LITTA LESTARINA. Yield Trial of Black Soybean (

Glycine max

(L) Merr.) Breeding Lines in Rice Field in Sumedang Regency,

West Java. (Guide by TRIKOESOEMANINGTYAS and DESTA

WIRNAS)

Black soybean is important commodity in Indonesia, special for soy sauce. Black soybean have more antosianin and power store more long than yellow soybean. Development food industry raw material from soybean and growth citizen, make demand increase. In spite of national production decrease, so make deficit for soybean. This it make Indonesia to depend with import soybean. Usefull from black soybean for raw material for healthy food and good quality for soy sauce industry. So, black soybean need to increase production and productivity.

Increase productivity black soybean can do with to assemble new superior variety high production and adaptability with productive environment like rice field because have first priority in increase national production. In Indonesia, 60% soybean field situated in rice field at dry season I and II.

Reseach for get superior variety high production and adaptability with some productive environment did since several years ago in Agronomy dan Horticulture Departement, Bogor Agriculture University. Until now, available black soybean breeding lines for yield trial test. Direction for the reseach is test 33 black soybean breeding lines in rice field in Sumedang Regency, West Java, and identification black soybean breeding lines to can continue for multi location yield trial test.

(9)

the four check varieties namely three commercial varieties (Sindoro, Cikuray, and Wilis) and one local variety (Ceneng).

The results showed that characters time of harvest, plant height, seed weight per plant have very significantly different compared with the check variety and number of pods have significantly different compared with the check variety. The category breeding lines black soybean that test is have long age harvest, number of branch 3-5, and small seed.

Genetic diversity coefficient moderate rank consisting character plant height, number of pods, and seed weight per plant. The high heritability value is character age harvest, plant height, and seed weight per plant with each value were 69.50 %, 69.99 %, and 50.01 %. This is showed in to inherit character genetic influence bigger than environment influent and probability selection do based that character.

The character plant height, number of productive total branch, number of productive node, number of pods total, and number of filled pods have positive correlation with seed weight per plant. This is showed more high value of character plant height, number of productive branch total, number of productive node, number of pods total, and number of filled pods make increase seed weight per plant.

(10)

KEDELAI HITAM (

Glycine max

(L.) Merr.)

PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN SUMEDANG,

JAWA BARAT

Skipsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

LITTA LESTARINA

A24060077

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(11)

Judul : UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merr.) PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

Nama : LITTA LESTARINA

NIM : A24060077

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. NIP. 19620102 199702 2 001

Pembimbing II

Dr. Desta Wirnas, SP. MSi. NIP. 19701228 200003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(12)

Litta Lestarina lahir pada tanggal 21 Juni 1988 di Bogor, Jawa Barat sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Lasmiran dan Ibu Teuis Mulyati.

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1993 di TK PERMATA, dan melanjutkan di SD Negeri Bogor Baru pada tahun 1994-2000. Kemudian pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan di SLTP Negeri 3 Bogor dan pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor. Selanjutnya pada tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura.

(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis diberi kelancaran dalam menulis skripsi yang berjudul “Uji Daya Hasil Galur-galur Harapan Kedelai Hitam (Glycine max (L.) Merr.) pada Lahan Sawah di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat”.

Penelitian ini merupakan proyek penelitian yang didanai oleh Dirjen Dikti Proyek IMHERE Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Tahun Anggaran 2010. Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. dan Dr. Desta Wirnas, SP. MSi. selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan dan arahannya selama kegiatan penelitian berlangsung hingga penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M. S. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran selama pelaksanaan sidang skripsi.

3. Staf Pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

4. Orang tua tercinta dan adik-adik tersayang, Lisna, Mitha, dan Azmi atas doa, kasih sayang, dan dukungannya yang tiada pernah henti.

5. Keluarga H. Adeng dan para pekerja yang telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan di lapang selama di Sumedang.

6. Teman-teman AGH 43 dan Pondok Xena atas keceriaan, kebersamaan, dan pengalaman yang telah dilalui.

Semoga skripsi ini merupakan kontribusi penulis dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas kedelai hitam di Indonesia dan semoga membawa manfaat dan menambah ilmu bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Januari 2011

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Kedelai ... 4

Fase Pertumbuhan ... 6

Syarat Tumbuh Kedelai ... 7

Kedelai Lahan Sawah... 10

Pemuliaan Tanaman Kedelai ... 11

Pendugaan Parameter Genetik ... 14

BAHAN DAN METODE ... 17

Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian ... 17

Pelaksanaan ... 18

Pengamatan ... 19

Analisis Data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Kondisi Umum ... 22

Keragaan Karakter Agronomi ... 24

Keragaman Genetik... 36

Uji Korelasi antar Karakter Tanaman ... 37

Seleksi Galur-galur Terbaik ... 40

Deskripsi Galur-galur Terbaik Hasil Seleksi ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Fase Pertumbuhan Vegetatif (V) dan Generatif (R) Tanaman Kedelai ... 7 2. Kriteria Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Kedelai di

Wilayah Indonesia ... 9 3. Sidik Peragam dan Komponen Pendugaan

Ragam-Peragam ... 20 4. Rekapitulasi Nilai Tengah, Standar Deviasi, dan Kisaran

Beberapa Karakter Agronomi Kedelai Hitam di Lahan Sawah ... 25 5. Rekapitulasi Analisis Ragam pada Beberapa Karakter Agronomi

Kedelai Hitam di Lahan Sawah ... 25 6. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakter Umur Berbunga dan

Umur Panen Galur Harapan Kedelai Hitam di Lahan Sawah ... 27 7. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakter Tinggi Tanaman,

Jumlah Cabang Produktif, dan Jumlah Buku Produktif Kedelai Hitam di Lahan Sawah ... 29 8. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakter Jumlah Polong Total,

Jumlah Polong Isi, dan Jumlah Polong Hampa Kedelai Hitam di Lahan Sawah ... 32 9. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakter Bobot Biji per

Tanaman, Bobot 100 biji, dan Potensi Hasil Kedelai Hitam di Lahan Sawah ... 35 10. Nilai Komponen Ragam, Heritabilitas, dan Kriteria Heritabilitas .. 36 11. Hasil Uji Korelasi Pearson Antar Karakter pada Galur-galur

(16)

Nomor Halaman 1. Kondisi Lahan Penanaman... 22 2. Hama yang Menyerang Tanaman Kedelai: (a) Belalang (Oxya

spp.), (b) Daun yang tergulung oleh Ulat Penggulung Daun (Omiodes), (c) Ulat Berbulu (Creatonotus lactineus), (d) Kumbang Kedelai (Phaedonia inclusa) ... 23 3. Gulma yang Terdapat di Lahan Pertanaman Kedelai (a) Teki

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Lay Out Penelitian ... 53 2. Sidik Ragam Karakter Agronomi Kedelai Hitam di Lahan Sawah . 54 3. Deskripsi Varietas Sindoro (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Pangan, 2007) ... 56 4. Deskripsi Varietas Wilis (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Pangan, 2007) ... 57 5. Deskripsi Varietas Cikuray (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Pangan, 2007) ... 58 6. Data Curah Hujan Harian Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten

(18)

Latar Belakang

Kedelai menjadi komoditi strategis, setiap tahun Indonesia selalu mengimpor komoditi tersebut karena pasokan dalam negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan yang selalu meningkat. Kedelai yang diimpor Indonesia adalah kedelai kuning, kedelai hitam dan bungkil kedelai (Ariani, 2006). Data BPS (2010) menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi penurunan produksi kedelai di Indonesia. Berkembangnya industri pangan dan pakan berbahan baku kedelai disertai dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan permintaan kedelai di Indonesia meningkat tajam. Di lain pihak, produksi dalam negeri cenderung menurun sehingga defisit kedelai terus meningkat. Hal ini membuat Indonesia makin tergantung pada kedelai impor (Swastika et al., 2007).

Kedelai hitam memiliki peranan penting di sektor industri, khususnya industri kecap (Purwanti, 2004). Keunggulan dari kedelai hitam yaitu memiliki rasa yang lebih gurih dan enak untuk dijadikan bahan baku kecap karena kandungan asam amino glutamatnya lebih tinggi di bandingkan kedelai kuning. Kedelai hitam juga lebih banyak mengandung antosianin dibandingkan kedelai kuning. Antosianin sangat potensial mencegah proses oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) kolestrol yang terjadi secara dini dan menimbulkan penyakit

degeneratif. Selain mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol, kandungan flavonoid yang dimiliki kedelai hitam dapat berfungsi sebagai anti kanker (Sindo,

2010). Banyak sekali manfaat kedelai hitam, seperti untuk bahan baku berbagai makanan sehat dan industri kecap yang berkualitas baik, oleh karena itu perlu adanya peningkatan produksi dan produktivitas kedelai hitam di Indonesia.

(19)

2 Menurut Arsyad (2008), potensi untuk mencapai swasembada sebenarnya cukup baik mengingat kita memilki sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim mendukung, dan teknologi budidaya pada berbagai agroekologi. Upaya peningkatan potensi produksi dari varietas unggul baru (VUB) kedelai yang beradaptasi pada lingkungan produktif seperti lahan sawah menempati prioritas utama untuk menunjang permintaan kedelai yang terus meningkat (Sudjudi et al., 2005). Di Indonesia, sekitar 60 % areal kedelai terdapat di lahan sawah pada musim kemarau I dan II, dan sisanya di lahan kering pada musim hujan (Sudaryanto dan Swastika, 2007).

Di samping perluasan areal, upaya peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dan stabilitas hasil (Supadi, 2008). Varietas unggul sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman dan merupakan komponen teknologi yang relatif mudah diadopsi petani (Subandi, 2008). Salah satu upaya peningkatan produktivitas tanaman pangan seperti kedelai ditempuh melalui penyebarluasan penggunaan varietas unggul bermutu (Solahudin, 2009). Dengan demikian pengembangan varietas unggul masih diperlukan untuk mendukung peningkatan produksi kedelai nasional.

Penelitian mengenai perakitan varietas kedelai secara umum bertujuan untuk menghasilkan varietas dengan daya hasil tinggi dan beradaptasi luas (sesuai untuk berbagai agroekologi) (Arsyad et al., 2007). Di Indonesia upaya pengembangan varietas kedelai hitam masih sedikit. Hal ini dapat dilihat dari masih sedikitnya varietas kedelai hitam dibandingkan dengan varietas kedelai kuning. Selama kurun waktu 1918-2005, Indonesia baru berhasil melepas empat varietas kedelai hitam, yaitu Otau pada tahun 1918, kedelai hitam No 27 dilepas tahun 1919, Merapi dilepas pada tahun 1938, dan Cikuray dilepas pada tahun 1992. Tanggal 7 Februari 2007 dilepas varietas kedelai hitam lokal dengan nama Mallika (Kastono, 2008). Tahun 2008 Detam 1 dan Detam 2 dilepas sebagai varietas unggul kedelai hitam untuk memenuhi kebutuhan pasar terhadap kedelai hitam (Adie, 2010).

(20)

dihasilkan dari hasil persilangan yang menggunakan empat tetua yaitu Ceneng, Godek, Pangrango, dan Slamet. Galur-galur yang dihasilkan merupakan galur-galur kedelai hitam hasil seleksi menggunakan metode single seed descent dan bulk. Sebelum galur-galur harapan dilepas sebagai varietas maka pengujian daya

hasil pada berbagai kondisi lingkungan penting dilakukan (Djaelani et al., 2001). Dalam penelitian ini dipilih 33 galur harapan kedelai hitam yang digunakan untuk uji daya hasil galur-galur kedelai hitam pada kondisi lahan sawah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji 33 galur-galur harapan kedelai hitam (Glycine max (L.) Merr.) pada lahan sawah di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dan mengidentifikasi galur-galur yang dapat dilanjutkan untuk uji multilokasi.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi dari galur-galur harapan kedelai hitam.

2. Terdapat perbedaan daya hasil dari galur-galur harapan kedelai hitam. 3. Terdapat satu atau lebih galur harapan kedelai hitam yang berdaya hasil

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kedelai

Kedelai (Glycine max (L) Merr.) merupakan tanaman budidaya yang berasal dari daerah Cina Utara yang kemudian menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan Indonesia (Palmer et al.,1996). Tanaman kedelai dibudidayakan di Indonesia mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan (Purwono dan Purnamawati, 2008). Taksonomi dari kedelai adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Famili : Leguminosae Sub-famili : Papilionoideae Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merr.

Kedelai merupakan tanaman kacang-kacangan semusim dengan batang, ranting, dan daun yang tumbuh tegak ke atas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi tipe determinate dan tipe indeterminate. Tipe determinate memiliki ciri khas mengakhiri pertumbuhan vegetatif pada saat mulai bunga, tanaman berukuran pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe indeterminate memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh (Phoehlman dan Sleper, 1996). Batang kedelai dapat mencapai tinggi 30–100 cm. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar (Adie dan Krisnawati, 2007).

(22)

pertumbuhan dari hipokotil. Akar tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang dan akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang. Untuk memperluas permukaan kontaknya dalam menyerap unsur hara akar juga membentuk bulu-bulu akar. Bulu akar merupakan penonjolan dari sel-sel epidermis akar. Akar memiliki bintil-bintil akar yang berkoloni dari bakteri Rhizhobium japonicum yang terbentuk di akar untuk mengikat unsur nitrogen (Suprapto, 1999).

Bintil akar dapat terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah ada akar rambut pada akar utama atau akar cabang. Bintil akar dibentuk oleh Rhizobium japonicum. Akar mengeluarkan triptofan dan substansi lain yang menyebabkan

perkembangan pesat dari populasi bakteri yang menyebabkan akar rambut melengkung sebelum bakteri menginfeksi ke dalamnya. Gejala ini tidak tampak apabila infeksi terjadi pada akhir pertumbuhan akar rambut (Hidajat, 1985).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbentuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliolat) (Adie dan Krisnawati, 2007).

Bunga kedelai terdiri atas 5-35 bunga pada setiap ketiak daun (Hidajat, 1985). Bunga kedelai umumnya membuka pada pagi hari, namun pembukaan bunga akan tertunda jika suhu lingkungan dalam keadaan dingin atau berkabut (Poehlman and Sleper, 1996). Di Indonesia tanaman kedelai mulai berbunga pada umur 30-50 hari (Fachruddin, 2000). Tanaman kedelai melakukan penyerbukan sendiri dan memproduksi bunga dalam jumlah yang cukup banyak, tetapi hanya sekitar 40 % yang dapat menjadi polong (Aquaah, 2005).

Polong pertama kali muncul sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Polong berwarna hijau dengan panjang polong muda sekitar 1 cm.

(23)

6 Setiap tanaman mampu menghasilkan 100-250 polong, namun pertanaman yang rapat hanya mampu menghasilkan 30 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan, polong yang mula-mula berwarna hijau berubah menjadi kehitaman, keputihan, atau kecoklatan. Polong yang telah kering mudah pecah dan bijinya keluar (Pitojo, 2007).

Biji merupakan komponen kedelai yang bernilai ekonomis. Bentuk biji kedelai berbeda tergantung kultivar, dapat berbentuk bulat, agak gepeng, atau lonjong, namun sebagian besar kultivar yang berada di Indonesia memiliki bentuk biji lonjong. Menurut Baharsjah et al. (1985), lama penyinaran yang pendek dan suhu yang rendah akan menghasilkan biji yang kecil-kecil sedangkan lama penyinaran yang panjang dan suhu yang tinggi akan menyebabkan terbentuknya biji yang besar. Menurut Chen et al. (1991) dalam Soewanto, et al,. (2007), klasifikasi kedelai berdasarkan ukuran bijinya dibagi menjadi 3 yaitu berbiji kecil (6-15 g/100 biji), berbiji besar (15-29 g/100 biji), dan berbiji sangat besar (30-50 g/100 biji).

Fase Pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman kedelai dibagi dalam dua fase yakni fase vegetatif dan generatif. Fase pertumbuhan vegetatif (V) dihitung sejak tanaman muncul dari dalam tanah dan kotiledon belum membuka (Ve). Setelah stadium kotiledon maka diikuti oleh membukanya daun tunggal (unifoliat) yang dikategorikan fase kotiledon (Vc). Stadium vegetatif berikutnya ditandai berdasarkan jumlah buku, mulai dengan buku trifoliolat.

(24)

Tabel 1. Fase Pertumbuhan Vegetatif (V) dan Generatif (R) Tanaman Kedelai

Kode Fase Pertumbuhan Keterangan

Ve Stadium pemunculan Kotiledon muncul dari dalam tanah.

Vc Stadium kotiledon Daun unifoliolat berkembang, tepi daun

tidak menyentuh.

V1 Stadium buku pertama Daun terurai penuh pada buku

unifoliolat.

V2 Stadium kedua Daun bertangkai tiga pada buku kedua

telah terurai penuh.

V3 Stadium buku ketiga Tiga buah buku pada batang utama

dengan daun terurai penuh, terhitung mulai buku unifoliolat.

Vn Stadium buku n Buah buku pada batang utama dengan

daun terurai penuh, terhitung mulai buku unifoliolat.

R1 Mulai berbunga Bunga terbuka pertama pada buku mana

pun pada batang utama.

R2 Berbunga penuh Bunga terbuka pada satu dari dua buku

teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh.

R3 Mulai berpolong Polong sepanjang 5 mm pada salah satu

di antara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. R4 Berpolong penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu

dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh.

R5 Mulai berbiji Biji sebesar 3 mm dalam polong pada

salah satu 4 buku teratas dengan daun terbuka penuh.

R6 Berbiji penuh Polong berisikan satu biji hijau yang

mengisi rongga polong pada salah satu 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh.

R7 Mulai matang Satu polong pada batang utama telah

mencapai warna polong matang.

R8 Matang penuh 95 % dari polong telah mencapai warna

polong matang.

Sumber: Hidajat, 1985

(25)

8 ditentukan oleh faktor genetik, umur masak panen juga ditentukan oleh kondisi lingkungan, seperti perbedaan iklim dan elevasi.

Syarat Tumbuh Kedelai

Tanaman kedelai telah dikembangkan di 26 provinsi di Indonesia pada berbagai agroekosistem, baik berdasarkan jenis atau tipe lahan, iklim dan musim, serta pola dan sistem tanam. Berdasarkan tipe lahan, kedelai ditanam pada lahan sawah, lahan kering, dan lahan bukaan baru. Berdasarkan musim tanam, kedelai ditanam pada musim kemarau dan musim hujan. Pola tanam dan sistem tanam juga bervariasi tergantung kepada kondisi dan kebiasaan petani di wilayah setempat (Arsyad, 2000).

Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), pada umumnya curah hujan yang merata 100-150 mm per bulan pada dua bulan sejak tanam merupakan kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan kedelai. Tanaman kedelai memerlukan penyinaran matahari secara penuh, tanpa naungan. Adanya naungan yang menahan sinar matahari sampai 20 % masih dapat ditoleransi oleh tanaman kedelai, tetapi jika melebihi 20 % tanaman mengalami etiolasi. Menurut Subagio (2005), naungan umumnya dapat menyebabkan tanaman mengalami peningkatan tinggi tajuk, umur panen lebih lama, jumlah polong sedikit dan hasil biji rendah.

Dibandingkan dengan tanaman semusim lainnya, kedelai mempunyai sebaran wilayah adaptasi yang terlebar meliputi wilayah tropik hingga sub-tropik. Kedelai yang dibudidayakan pada daerah khatulistiwa terletak mulai dari 55º LU atau 55º LS dan dapat tumbuh baik di daratan rendah hingga ketinggian 900 m dpl. Namun telah banyak varietas kedelai dalam negeri maupun introduksi yang beradaptasi dengan baik di dataran tinggi ± 1 200 m dpl (Rukmana dan Yuniarsih, 1995).

(26)

maksimal namun di atas rata-rata, maka agroklimat tersebut dapat dikatakan sesuai. Apabila kedelai dapat ditanam di suatu agroklimat namun memerlukan perlakuan agronomi tertentu seperti pengairan, maka agroklimat tersebut dikatakan sesuai bersyarat. Suatu agroklimat dikatakan kurang sesuai apabila hampir seluruh komponen agroklimat tidak sesuai untuk usaha tani kedelai dengan skala luas secara ekonomis (Tabel 2).

Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Kedelai di Wilayah Indonesia

Faktor Agroklimat Sangat sesuai

Sesuai Sesuai Bersyarat

Kurang Sesuai Suhu rata-rata ºC 20-30 18-35 >35 <18 dan

>40 Panjang hari (jam) 12-12,5 11,5-12 10-11 <10 Curah hujan

tahunan(mm/th)

1500-2000 1000-2500 2500-3500 >3500 <1000 Curah hujan selama

musim tanam kedelai (mm/3 bln)

300-400 200-300 400-600

100-200 600-900

<100 >900 Ketersediaan air pada

musim kemarau Tersedia (5-6 kali) Cukup (3-4 kali) Agak kurang (2-3 kali) Tidak ada Kedalaman lapisan olah tanah

>40 30-40 15-29 <15 Tekstur tanah Agak

halus-halus

Sedang Agak kasar-halus

Kasar- Sangat halus Kandungan liat (%) 36-43 43-50 51-68 Rendah

Tinggi Bahan organik tanah

Sedang-tinggi

Sedang Agak rendah Rendah

N tanah

Sedang-tinggi

Sedang Rendah Sangat rendah P tersedia Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah K tersedia Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah

Ca, Mg Sedang Sedang Rendah Sangat

rendah

Kejenuhan Al <8 8-10 11-19 >20

Sumber : Sumarno dan Manshuri, 2007

(27)

10 drainase, dan kemampuan menahan air cukup baik. Kedelai tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah kering berpasir serta tanah dangkal. Jenis tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai adalah alluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Jenis-jenis tanah tersebut tersebar pada tanah persawahan, tegalan, maupun tanah kering di perkebunan dan kehutanan (Pitojo, 2007).

Kedelai Lahan Sawah

Sesuai dengan kondisi iklim dan pola tanam yang berlaku dewasa ini maka waktu tanam kedelai di lahan sawah adalah bulan Maret-April (Musim Kemarau I=MK I) atau Juni-Juli (MK II). Kadang-kadang diikuti pertanaman ketiga apabila memungkinkan yaitu antara bulan Juni-September. Waktu tanam ini dapat juga disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Curah hujan yang cukup selama pertumbuhan akan meningkatkan hasil kedelai (Atman, 2006).

Penyiapan lahan merupakan langkah pertama yang sangat menentukan keberhasilan pertanaman kedelai. Tanpa olah tanah (TOT) adalah upaya penyiapan lahan yang memang cocok diterapkan untuk tanaman kedelai setelah padi. Hal ini terkait dengan upaya konservasi air untuk mempertahankan lengas tanah yang ada setelah padi dipanen, periode tanam dari padi ke kedelai yang singkat, ketersediaan tenaga kerja terbatas karena bersamaan dengan panen padi. Di samping itu hasil penelitian juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara penyiapan lahan dengan cara diolah tanahnya dibanding dengan tanpa olah tanah (Adisarwanto et al., 2007).

Agroekologi lahan sawah memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas kedelai. Berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan sawah dan ketersediaan air menunjukkan bahwa lahan yang memiliki peluang yang lebih besar untuk mengembangkan kedelai adalah pada lahan sawah irigasi sederhana dan sawah tadah hujan. Hal ini karena tanaman kedelai masih mampu berkompetisi dengan tanaman palawija lain di kedua jenis lahan sawah tersebut, sedangkan di lahan sawah irigasi teknis dan ½ teknis akan kalah berkompetisi dengan tanaman hortikultura dan jagung (Adisarwanto, 2007).

(28)

pengendali hasil kedelai di lahan sawah tadah hujan cukup banyak diantaranya yaitu ketersediaan lengas tanah, ketersediaan hara tanah, cara tanam, varietas, pengendalian OPT, dan waktu tanam (Sudaryono et al., 2007). Pola tanam yang dominan dilaksanakan pada lahan sawah tadah hujan yaitu padi-kedelai-bera.

Kendala dalam bertanam kedelai sesudah padi sawah adalah masa tanam yang singkat setelah panen padi. Penanaman kedelai di lahan sawah dianjurkan paling lambat lima hari setelah panen padi. Keterlambatan tanam bisa mengganggu pertumbuhan kedelai karena gulma sudah mulai tumbuh dan persediaan air tanah berkurang bila hujan tidak turun sehingga tanah kering dan keras (Atman, 2006).

Penanaman kedelai di lahan sawah sesudah panen padi sangat besar artinya dalam meningkatkan efisiensi pemanfaatan sawah tadah hujan atau yang beririgasi sederhana dan irigasi, sehingga dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kedelai pada lahan sawah mempunyai prospek yang baik karena selain kedelai berumur pendek (2.5-3 bulan) juga produksinya di lahan sawah lebih tinggi dibanding di lahan kering, yaitu bisa mencapai 2.5-3.0 t/ha. Keuntungan lain yang didapat adalah putusnya siklus hidup hama dan penyakit padi serta dapat melaksanakan usaha optimasi pola tanam di lahan sawah (Atman, 2006).

Pemuliaan Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self-pollinated crops). Populasi tanaman menyerbuk sendiri cenderung mempunyai

(29)

12 melalui proses introduksi, mutasi, kultur in vitro, dan hibridisasi (Makmur dan Sutjahjo, 1995).

Kedelai merupakan tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri. Kegiatan pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri terbagi menjadi dua kelompok, pertama adalah memperbaiki suatu populasi tanaman yang sudah ada (intra-population improvements) dan kedua adalah menggabungkan sifat-sifat baik dari

dua populasi tanaman (inter-population improvements). Kelompok pertama terdiri dari metode seleksi massa dan seleksi galur murni. Kelompok kedua terdiri dari metode seleksi Pedigree, Bulk, Back Cross, dan Single Seed Descent (Mangoendidjojo, 2003).

Seleksi massa dilakukan dengan menyingkirkan atau membuang tanaman-tanaman yang tidak diinginkan dari populasi saat pembungaan. Seleksi massa hanya diperlukan satu musim karena tidak ada pembuatan persilangan sehingga seleksi massa akan selesai dalam waktu yang cepat. Petani pada prinsipnya telah melakukan seleksi massa, yaitu memilih tanaman yang dikehendaki, biji yang terpilih dicampur untuk pertanaman berikutnya. Seleksi ini dapat menghasilkan hasil yang lebih tinggi pada lingkungan spesifik dan dapat menghasilkan varietas yang khusus untuk lokasi tertentu (Mejaya et al., 2002).

Seleksi galur murni dimulai dengan menyeleksi tanaman yang penyerbukannya berjalan secara alami. Semua tanaman yang telah diseleksi lebih lanjut dievaluasi melalui barisan progeny sebagai seleksi galur murni sampai diperoleh tingkatan homozigot. Sebagai hasil akhir proses diperoleh galur inbred yang secara genetik sama dengan galur murni (Tarigan dan Wiryanta, 2007).

Metode Pedigree dilakukan terhadap generasi-generasi yang bersegregasi yang dimulai dari generasi F2, serta dilakukan pencatatan dari hubungan tetua dan keturunannya. Kegiatan seleksi dilakukan dengan melakukan pencatatan terhadap genotipe yang tumbuh. Corak-corak pembeda antara genotipe tersebut pada umumnya juga dimasukkan dalam pencatatan. Pencatatan-pencatatan yang diambil dengan baik dapat bermanfaat dalam memutuskan genotipe mana yang dilanjutkan dan mana yang dibuang (Allard, 1960).

(30)

dan individu yang superior ditanam per tanaman (benih F4). Benih galur F4 ditanam satu baris per galur, baris-baris terbaik dipanen semuanya dan benihnya digabung. Galur F5 dievaluasi pada plot berulangan, galur terbaik dipilih dan hasil panennya digabung per galurnya (benih F6). Galur-galur F6 dievaluasi daya hasil dan sifat-sifat lainnya di berbagai lokasi dan musim, sebelum dilepas sebagai varietas baru (Arsyad, 2007).

Metode Back Cross termasuk seleksi kombinasi karena dilakukan dengan persilangan antara dua tetua. Metode back cross ini dilaksanakan dengan cara melakukan persilangan genotipe F1 dengan salah satu tetuanya. Tetua dalam persilangan tersebut terdiri dari tetua yang ingin diperbaiki (recurrent parent) dan tetua yang digunakan sebagai sumber gen yang akan dimasukkan ke dalam tetua yang ingin diperbaiki tersebut (donor parent) (Chahal dan Gosal, 2003).

Metode Single Seed Descent dilakukan dengan menanam benih F2 sebanyak 250 benih dan dari setiap tanaman dipanen satu polong (berbiji tiga) dan benih hasil panen digabung. Kemudian 250 benih F3 ditanam pada musim berikutnya, dan sisa benih disimpan sebagai cadangan. Ke 250 benih F3 ditanam dan dipanen satu polong dari setiap tanaman dan benih hasil panen digabung. Diambil 250 benih F4 untuk ditanam pada musim berikutnya, dan sisa benih disimpan sebagai cadangan. Kemudian 250 benih F4 ditanam dan tanaman dipanen per individu. Pada galur F5, benih yang ditanam dievaluasi daya hasil dan sifat-sifat lainnya di berbagai lokasi dan musim, sebelum dilepas sebagai varietas baru (Arsyad, 2007). Seleksi merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk memperbesar peluang mendapatkan genotipe yang unggul. Hal ini juga berlaku untuk pemuliaan tanaman kedelai. Pengujian perlu dilakukan pada galur-galur kedelai terpilih sehingga didapatkan galur-galur kedelai yang berdaya hasil tinggi (Pinaria et al., 1995).

(31)

14 berikutnya, pengujian daya hasil lanjutan diuji 10-20 galur di 4-5 lokasi. Selanjutnya, dalam uji multi lokasi, diuji 8-10 galur di 10-12 lokasi selama dua musim tanam (Arsyad et al., 2007).

Dalam uji daya hasil lanjutan, jumlah galur yang diuji antara 10-20 galur, termasuk varietas unggul pembanding. Jumlah lokasi sekurang-kurangnya empat lokasi selama 2-4 musim, rata-rata hasil produksi dari semua lokasi itulah yang akan menentukan suatu galur dapat diharapkan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru. Pada tahap pengujian multi lokasi hanya 5-10 galur saja yang diuji, tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui daya adaptasi dari galur-galur harapan yang akan dilepas sebagai varietas.

Varietas unggul kedelai pada umumnya adalah varietas murni yang dibiakkan dari galur murni homozigot. Kemurnian varietas dapat dijaga dan dipertahankan hingga beberapa generasi (Sumarno, 1985). Dalam upaya percepatan perakitan varietas unggul kedelai di Indonesia, Sumarno (1996) menyarankan beberapa hal diantaranya yaitu program perakitan varietas yang diarahkan untuk adaptasi spesifik agroekologi akan lebih efektif dan efisien, karena beragamnya agroekologi seperti lahan sawah irigasi, sawah tadah hujan, lahan kering beriklim basah, lahan kering beriklim kering, lahan gambut, dan lahan rawa pasang surut.

Varietas kedelai yang dikehendaki dan sesuai untuk lahan sawah tadah hujan adalah varietas yang beradaptasi baik pada kondisi kekurangan air (kekeringan), umur tanaman tergolong sedang, tahan hama dan penyakit utama, sifat agronomis baik, dan mutu biji baik. Tipe tanaman ideal yang berdaya hasil tinggi dianggap sesuai adalah memiliki umur berbunga 38-40 hari, umur masak 86-90 hari, tipe tumbuh semi determinate, tinggi tanaman 70-80 cm, percabangan banyak (5-6 cabang), daun berukuran sedang (seperti Wilis) dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji agak besar (13 g/100 biji) dan bulat (Arsyad et al., 2007).

Pendugaan Parameter Genetik

(32)

nutfah yang dimiliki. Parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi dapat efektif dan efisien adalah keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil (Borojevic, 1990).

Keragaman genetik akan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi. Apabila suatu sifat mempunyai keragaman genetik luas, maka seleksi akan dapat dilaksanakan pada populasi tersebut. Apabila nilai keragaman genetik terlalu sempit, maka kegiatan seleksi tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam populasi relatif seragam sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar keragaman genetik (Poespadarsono, 1988). Menurut Alnopri (2004) luas dan sempitnya nilai koefisien keragaman genetik (KKG) dibagi menjadi 3 yakni: sempit (0-10 %), sedang (10-20 %), dan luas (>20 %).

Selain mengetahui nilai keragaman genetik dalam program pemuliaan tanaman, maka nilai heritabilitas perlu diketahui. Heritabilitas adalah hubungan antara ragam genotipe dengan ragam fenotipenya. Hubungan ini menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak merupakan refleksi dari genotipe. Seleksi terhadap populasi bersegregasi dilakukan melalui nilai-nilai besaran karakter fenotipenya. Heritabilitas biasanya dinyatakan dalam persen (%) (Syukur, 2005). Menurut Stansfield (1991), nilai heritabilitas digolongkan menjadi nilai heritabilitas tinggi (h2 > 50), heritabilitas sedang (20 ≤ h2 ≤ 50), dan heritabilitas rendah (h2 <20).

(33)

16 kedelai yang memiliki daya hasil tinggi apabila batangnya cukup tinggi dan jumlah polong per batang lebih banyak (Sumarno et al., 2006). Karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong isi, dan jumlah polong total juga memiliki korelasi yang positif untuk menghasilkan varietas kedelai berdaya hasil tinggi (Oktaviana, 2010).

Metode pendugaan ragam yang biasa digunakan dalam dalam suatu penelitian terdiri dari pendugaan nilai ragam fenotipik (σ2p), lingkungan (σ2e),

dan genetik (σ2

g) langsung dari data pengamatan. Ragam populasi yang diuji dianggap sebagai σ2p, rataan ragam populasi seragam yang tumbuh dekat dengan

populasi bersegregasi yang diuji dianggap sebagai σ2e, sedangkan σ2

g diduga

melalui pengurangan σ2p dengan σ2

(34)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipelang, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Lokasi ini berada pada 6°42’46.0” LS dan

108°06’30.0” BT dengan ketinggian 50 m dpl. Waktu penelitian dimulai dari bulan April hingga Agustus 2010.

Bahan dan Alat

Bahan tanam yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi benih 33 galur-galur harapan kedelai hitam yaitu SSD-7, SSD-10, SSD-13, SSD-17, SSD-18, SSD-20, SSD-21, SSD-23, SSD-24, SSD-27, SSD-33, SSD-38, SSD-39, SSD-44, SSD-46, SSD-47, SSD-51, SSD-54, SSD-66, SSD-69, SSD-75, SSD-28, SSD-80, SSD-81, SSD-82, SSD-84, SSD-91, SSD-94, SSD-96, SSD-101, SSD-102, SC-39-1, SC-68-2, dan empat varietas pembanding yaitu Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis. Galur kedelai hitam yang memiliki kode SSD merupakan hasil persilangan dari tetua Ceneng dan Godek dengan menggunakan metode Single Seed Descent. Galur kedelai hitam yang memiliki kode SC merupakan hasil persilangan tetua Slamet dan Ceneng dengan menggunakan metode Bulk.

Sarana produksi pertanian yang digunakan yaitu pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis rekomendasi 30 kg/ha, 150 kg/ha, 75 kg/ha. Bahan lainnya yang digunakan adalah pupuk kandang 1 ton/ha, inokulan rhizobium dengan dosis 250 g/40 kg benih/ha, insektisida karbofuran 3G sebanyak 2 kg/ha, dan pestisida dengan bahan aktif sipermetrin dan carbosulfan. Alat-alat yang digunakan adalah sarana produksi pertanian dan alat-alat untuk pengamatan seperti meteran dan timbangan.

Metode Penelitian

(35)

18 dengan tiga ulangan. Masing-masing ulangan mewakili kelompok yang terdiri dari 33 galur-galur harapan kedelai dan 4 varietas pembanding yang ditempatkan secara acak sehingga terdapat 111 satuan petak percobaan. Setiap petakan diambil 10 tanaman sebagai tanaman contoh. Model aditif dari rancangan yang digunakan adalah:

Yij= μ+αi+βj+εij

Keterangan : Yij = respon perlakuan galur ke-i, ulangan ke-j

μ = rataan umum

αi = pengaruh galur ke-i

βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = galat percobaan pada galur ke-i, ulangan ke-j

Pelaksanaan

Kegiatan diawali dengan persiapan lahan yang dilakukan sebelum penanaman dengan membuat lahan menjadi petakan dengan ukuran 3 m x 4 m dan tinggi sekitar 10 cm yang disesuaikan dengan rancangan yang dibuat. Jarak antar petak adalah sekitar 20 cm. Tanah pada tiap petakan sebelumnya dicampur pupuk kandang dengan dosis 1 ton/ha.

Penanaman benih kedelai dilakukan sebanyak 2-3 butir per lubang pada kedalaman ±5 cm. Pembuatan lubang tanam dilakukan menggunakan tugal. Benih ditanam dengan jarak 25 cm x 20 cm. Penanaman benih dilakukan bersamaan dengan pemberian karbofuran 3G dan inokulan rhizobium. Setelah penanaman dilakukan penutupan lahan dengan mulsa jerami. Pemupukan dilakukan 4 MST dengan menggunakan pupuk majemuk yang terdiri atas pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis rekomendasi yang telah ditetapkan yaitu 30 kg/ha, 150 kg/ha, 75 kg/ha. Pemupukan dilakukan dengan cara menaburkan pupuk pada petakan tersebut. Penyulaman dilakukan dua minggu setelah tanam untuk menggantikan benih yang tidak tumbuh. Perbedaan waktu penanaman dilakukan untuk mempermudah pengamatan.

(36)

Pengendalian gulma pada 3, 6, dan 10 MST dilakukan secara manual dengan cara mencabuti gulma dengan bantuan alat pertanian sederhana seperti arit, kored, dan cangkul. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan sistem terpadu, yaitu kegiatan pengendalian yang diawali dengan peninjauan hama dan penyakit, pengendalian secara manual, dan jika diperlukan dilakukan penggunaan pestisida sesuai dengan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Aplikasi pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan. Setelah memasuki masa panen, dilakukan pemanenan yang dilanjutkan dengan pengamatan terhadap karakter agronominya. Pasca panen kedelai dilakukan dengan penjemuran tanaman kedelai dan perontokan biji.

Pengamatan

A. Pengamatan pada setiap petak meliputi:

1. Daya berkecambah benih (%), yaitu persentase daya berkecambah benih saat 1 MST.

2. Populasi saat panen, yaitu jumlah tanaman yang dipanen per satuan percobaan.

3. Umur berbunga (HST) dihitung pada saat 80 % tanaman telah berbunga dalam satuan petak percobaan.

4. Umur panen (HST) dihitung pada saat 90 % polong tanaman telah berwarna kuning kecoklatan atau daun telah gugur.

5. Bobot biji per petak (g/12 m2), yaitu hasil bobot total biji kering panen/petak.

6. Hama dan penyakit yang menyerang. 7. Gulma yang terdapat di lahan.

B. Pengamatan pada masing-masing contoh, yaitu dengan mengambil 10 tanaman contoh secara acak pada setiap ulangan. Peubah-peubah yang

diamati antara lain:

1. Tinggi tanaman saat panen (cm), yaitu tinggi tanaman dari bekas kotiledon pada batang tanaman sampai titik tumbuh.

(37)

20 4. Jumlah polong isi, yaitu jumlah polong yang menghasilkan biji.

5. Jumlah polong total, yaitu jumlah polong keseluruhan yang dihasilkan. 6. Bobot 100 butir (g), yaitu bobot 100 biji kering panen.

7. Bobot biji per tanaman (g), yaitu bobot total biji kering panen per tanaman.

Analisis Data

Data kuantitatif yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam (ANOVA) yang dapat menunjukkan adanya perbedaan yang nyata di antara galur. Hipotesis yang diajukan H0=µ1=µ2=µ3 dan H1≠µ1≠µ2≠µ3. Apabila terdapat perbedaan yang

[image:37.595.113.516.345.452.2]

nyata pada uji F, maka dilanjutkan dengan uji Dunnet pada α = 5 %.

Tabel 3. Sidik Ragam-Peragam dan Komponen Pendugaan Ragam-Peragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah E(KT)

FK 1

Ulangan r-1 JKU N3 2

e

 + u2

Galur g-1 JKG N2 2

e

 + r g2

Galat (r-1)(g-1) JKg N1 2

e

Pendugaan komponen ragam diperoleh dengan cara sebagai berikut:

1. Ragam lingkungan (e2) merupakan kuadrat tengah galat (N1) atau pengaruh

lingkungan yang menyebabkan terjadinya perbedaan penampilan dari karakter-karakter yang diamati, sehingga

2 e

 = KT galat (σ2

)

2. Ragam fenotipik (p2) merupakan hasil pengamatan di lapang dan dapat diduga dari kuadrat tengah galur (N2), karena percobaan diulang sebanyak tiga kali, sehingga

2 p

 = N2/r

3. Ragam genetik (g2) merupakan pengaruh genetik terhadap penampilan dari karakter-karakter yang diamati. Ragam genetik dapat diduga dari:

2 g

(38)

Nilai heritabilitas (dalam arti luas) yang merupakan perbandingan dari ragam genetik terhadap keragaman total dalam populasi dapat diduga dengan perhitungan (Poehlman and Sleper, 1995):

2 bs

h = 2 100% p

2 g

x

 

Keterangan : h2bs = heritabilitas dalam arti luas

2 g

 = ragam genetik

2 p

 = ragam fenotipik

Allard (1960) mengemukakan bahwa setiap sebaran data pada masing-masing karakter pengamatan pada populasi dapat dihitung nilai koefisien keragaman genetiknya (KKG) yang merupakan nisbah antara akar kuadrat tengah ragam genetik dengan rataan umum. Nilai KKG dapat dihitung melalui rumus:

KKG = X

2 g

x 100 %

Keterangan : KKG = koefisien keragaman genetik

2 g

 = ragam genetik

X = rataan populasi

(39)

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

[image:39.595.147.470.305.543.2]

Penelitian ini merupakan salah satu dari rangkaian penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan varietas kedelai hitam yang berdaya hasil tinggi. Lokasi penanaman terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Ujungjaya, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penanaman dilakukan pada tanggal 14-16 April 2010. Curah hujan pada bulan April hingga Juli adalah 250 mm, 612 mm, 114 mm, dan 308 mm (BMKG, 2010). Lahan yang digunakan untuk penanaman merupakan lahan sawah tadah hujan yang sebelumnya telah ditanami padi.

Gambar 1. Kondisi Lahan Penanaman

Kendala yang dihadapi pada saat penanaman yaitu curah hujan pada awal penanaman yang tergolong tinggi. Hal ini menyebabkan daya berkecambah rendah dan daya tumbuh pada fase vegetatif menjadi tidak optimum karena banyak benih yang busuk terserang jamur dan tidak tumbuh. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), curah hujan yang baik bagi pertumbuhan kedelai yaitu 100-150 mm per bulan.

(40)

Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibuat saluran air di dalam petakan sehingga air dapat mengalir dan dapat mengurangi kematian karena akar tanaman yang tergenang air. Kendala lain yang dihadapi yaitu lokasi penelitian yang bersebelahan dengan lahan pertanian milik petani yang juga menanam kedelai. Perbedaan waktu penanaman dan perlakuan pemeliharaan terhadap hama dan penyakit yang menyerang menyebabkan penyebaran hama dan penyakit menjadi semakin luas.

Fase generatif tanaman kedelai sudah mulai terlihat sejak munculnya bunga pertama pada 6 MST yang kemudian berlanjut memasuki tahap pengisian polong pada umur 7 MST. Curah hujan pada awal fase generatif mengalami penurunan menjadi 114 pada bulan Juni dan kembali meningkat menjadi 308 mm pada bulan Juli. Curah hujan yang meningkat pada fase akhir pengisian polong di tempat penelitian menyebabkan kerebahan pada tanaman. Kerebahan yang terjadi pada fase pengisian polong tidak hanya menurunkan hasil, namun juga terhadap kualitas biji yang dihasilkan (Edie et al., 2002).

(a)

(b)

(c) (d)

[image:40.595.99.486.400.700.2]
(41)

24 Hama yang menyerang tanaman kedelai di lahan antara lain adalah belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal (Chrysodeiziz chalcites), ulat penggulung daun (Omiodes), ulat berbulu (Creatonotus lactineus), kutu daun (Aphis glycine), kepik (Nezara viridula), kumbang kedelai (Phaedonia inclusa). Penyakit yang menyerang pertanaman kedelai diantaranya adalah penyakit rebah semai yang disebabkan oleh jamur Scelotium rolfsii. Hama dan penyakit dikendalikan menggunakan pestisida yang diaplikasikan pada 4, 7, dan 12 MST.

Faktor biotik lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai adalah gulma. Gulma yang dominan tumbuh diantaranya yaitu teki (Cyperus sp) dan krokot (Portulaca oleracea). Gulma dikendalikan secara manual pada 3 MST, 6 MST, dan 10 MST.

[image:41.595.177.501.323.483.2]

(a) (b)

Gambar 3. Gulma yang Terdapat di Lahan Pertanaman Kedelai (a) Teki (Cyperus sp), (b) Krokot (Portulaca oleracea)

Keragaan Karakter Agronomi

Pengamatan dilakukan terhadap beberapa karakter diantaranya yaitu umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong total, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, bobot biji per tanaman, bobot 100 butir, dan potensi hasil (ton/ha). Pengamatan untuk karakter umur berbunga dilakukan pada saat tanaman belum panen, sedangkan karakter lainnya dilakukan saat tanaman panen. Nilai tengah dan kisaran dari karakter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 4.

(42)

berbeda sangat nyata pada beberapa karakter pengamatan yaitu: umur panen, tinggi tanaman saat panen, dan bobot biji per tanaman, sedangkan karakter jumlah polong total menunjukkan adanya perbedaan nyata. Galur-galur yang diuji tidak berbeda nyata untuk karakter umur berbunga, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, dan bobot 100 butir (Tabel 5). Karakter yang berbeda sangat nyata dan nyata pada uji F dilanjutkan menggunakan uji Dunnet pada α = 5 % dengan Sindoro, Cikuray, Ceneng atau Wilis sebagai varietas pembanding.

Tabel 4. Rekapitulasi Nilai Tengah, Standar Deviasi, dan Kisaran Beberapa Karakter Agronomi Kedelai Hitam di Lahan Sawah

[image:42.595.106.513.294.465.2]

Karakter Nilai Tengah ± Std Dev Kisaran Umur Berbunga (HST) 46.6 ± 0.6 45.7 - 48.3 Umur Panen (HST) 92.7 ± 1.1 90.7 - 94.7 Tinggi Tanaman Saat Panen (cm) 40.4 ± 4.8 31.4 - 55.4 Jumlah Cabang Produktif 4.7 ± 0.5 3.7 - 5.8 Jumlah Buku Produktif 29.9 ± 4.1 23.4 - 39.2 Jumlah Polong Total 95.0 ± 17.0 58.1 - 130.3 Jumlah Polong Isi 92.6 ± 16.1 47.1 - 127.8 Jumlah Polong Hampa 2.8 ± 1.8 0.8 - 7.9 Bobot Biji per Tanaman (g) 18.3 ± 4.0 10.9 - 26.7 Bobot 100 Butir (g) 10.3 ± 0.3 9.3 - 11.1 Potensi Hasil (ton/ha) 2.8 ± 0.6 1.1 - 3.5 Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Ragam pada Beberapa Karakter Agronomi Kedelai

Hitam di Lahan Sawah

Karakter KT Galat KT Galur Fr>r Fhit KK (%) Umur Berbunga 0.61 1.05 0.1261 1.72 1.68tn Umur Panen 1.24 4.07 0.0001 3.28 1.20** Tinggi Tanaman Saat Panen 21.61 71.99 0.0001 3.33 11.62** Jumlah Cabang Produktif 0.63 0.72 0.3054 1.15 17.10tn Jumlah Buku Produktif 36.21 46.48 0.1830 1.28 20.11tn Jumlah Polong Total 468.56 780.83 0.0333 1.67 22.89* Jumlah Polong Isi 453.89 705.83 0.0563 1.56 23.13tn Jumlah Polong Hampa 0.25 0.38 0.0797 1.48 29.78tnht Bobot Biji per Tanaman 21.51 42.64 0.0069 1.98 25.54** Bobot 100 Butir 0.27 0.36 0.1558 1.32 5.07tn

[image:42.595.102.518.511.666.2]
(43)

26

Umur Berbunga dan Umur Panen

Sebagian besar populasi galur mulai berbunga pada 6 MST. Pengamatan umur berbunga dihitung pada saat 80 % populasi tanaman kedelai hitam telah berbunga penuh. Galur-galur memiliki umur berbunga antara 45.7-48.3 hari dengan rata-rata umur berbunga galur adalah 46.6 HST dan rataan umur berbunga varietas pembanding adalah 46.8 HST. Nilai tengah umur berbunga untuk masing-masing varietas pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis adalah 46.7, 46.7, 47.3, dan 46.7 HST (Tabel 6).

Hasil analisis ragam pada karakter umur berbunga menunjukkan bahwa antar galur tidak ada perbedaan umur berbunga yang nyata lebih lama atau lebih cepat dibandingkan varietas pembanding. Secara keseluruhan perbedaan umur berbunga pada galur kedelai hitam yang diuji hanya berbeda pada kisaran 1-2.6 hari.

Umur panen galur kedelai hitam berkisar antara 90.7-94.7 HST dengan rataan umur panen galur yang diuji yaitu 92.7 HST dan rataan umur panen varietas pembanding yaitu 91.2 HST (Tabel 6). Nilai tengah umur panen untuk masing-masing varietas pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis adalah 90.7, 91.0, 92.0, dan 91.0 HST. Di antara empat varietas pembanding memiliki umur panen yang dalam. Namun, varietas Sindoro memiliki umur panen lebih pendek yaitu 90.7 HST sehingga varietas Sindoro menjadi varietas pembanding terbaik untuk karakter umur panen.

(44)

Tabel 6. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakter Umur Berbunga dan Umur Panen Galur Harapan Kedelai Hitam di Lahan Sawah

Galur Kedelai Umur Berbunga (HST) Umur Panen (HST)

SSD-7 46.7 ± 0.6 91.0 ± 1.0

SSD-10 46.7 ± 1.2 93.0 ± 1.7

SSD-13 46.7 ± 1.5 93.3 ± 2.1 **

SSD-17 46.3 ± 0.6 93.7 ± 1.2 **

SSD-18 46.7 ± 1.2 93.0 ± 1.0

SSD-20 46.7 ± 0.6 91.7 ± 0.6

SSD-21 46.3 ± 0.6 93.0 ± 2.0

SSD-23 46.7 ± 1.2 94.0 ± 1.7 **

SSD-24 46.0 ± 1.0 91.7 ± 0.6

SSD-27 46.3 ± 0.6 92.0 ± 2.6

SSD-28 46.0 ± 0.0 92.7 ± 2.5

SSD-33 48.3 ± 0.6 92.0 ± 1.0

SSD-38 46.0 ± 1.0 92.0 ± 1.0

SSD-39 45.7 ± 0.6 92.7 ± 2.1

SSD-44 46.0 ± 0.0 92.0 ± 2.6

SSD-46 46.3 ± 0.6 93.0 ± 1.0

SSD-47 46.7 ± 0.6 93.3 ± 0.6

SSD-51 46.7 ± 1.2 92.0 ± 1.0

SSD-54 46.7 ± 0.6 92.7 ± 0.6

SSD-66 48.0 ± 0.0 94.7 ± 1.5 **

SSD-69 45.7 ± 0.6 91.0 ± 1.0

SSD-75 46.0 ± 1.0 92.3 ± 1.2

SSD-80 46.7 ± 0.6 93.7 ± 1.5 **

SSD-81 47.0 ± 1.0 94.3 ± 1.2 **

SSD-82 46.7 ± 0.6 92.3 ± 2.5

SSD-84 47.0 ± 1.0 93.7 ± 1.5 **

SSD-91 47.3 ± 1.2 91.0 ± 1.0

SSD-94 47.3 ± 0.6 94.7 ± 1.5 **

SSD-96 47.7 ± 0.6 94.3 ± 1.2 **

SSD-101 47.3 ± 1.2 93.3 ± 1.5

SSD-102 46.7 ± 0.6 92.3 ± 1.5

SC-39-1 46.7 ± 0.6 91.0 ± 1.0

SC-68-2 46.0 ± 0.0 90.7 ± 0.6

Rata-rata 46.6 ± 0.2 92.7 ± 1.0

Sindoro 46.7 ± 1.2 90.7 ± 0.6

Cikuray 46.7 ± 0.6 91.0 ± 1.0

Ceneng 47.3 ± 0.6 92.0 ± 2.0

Wilis 46.7 ± 0.6 91.0 ± 1.0

Rata-rata 46.8 ± 0.6 91.2 ± 1.1

[image:44.595.78.520.116.709.2]
(45)

28 Menurut Adie dan Krisnawati (2007) umur panen kedelai di Indonesia terbagi atas tiga golongan yaitu varietas berumur genjah (<80 hari), sedang (80-85 hari), dan dalam (>85 hari). Berdasarkan pengelompokkan tersebut, umur panen galur-galur kedelai hitam yang diuji dapat dikategorikan sebagai kedelai berumur dalam (>85 hari). Lahan sawah tadah hujan biasanya menerapkan pola tanam padi-kedelai-bera. Karena setelah tanam kedelai tidak ada tanaman lain yang akan ditanam, maka salah satu tipe varietas kedelai yang dikehendaki dan sesuai dengan lahan sawah tadah hujan yaitu umur masak panen 86-90 hari (Arsyad et al., 2007).

Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang Produktif, dan Jumlah Buku Produktif

Galur harapan kedelai hitam dan varietas yang diuji memiliki tipe tumbuh determinate yaitu tanaman mengakhiri pertumbuhan vegetatif pada saat mulai

bunga. Galur-galur yang diamati memiliki tinggi tanaman berkisar antara 31.4-55.4 cm dan memiliki nilai tengah sebesar 40.4 cm (Tabel 4). Nilai tengah tinggi tanaman saat panen untuk masing-masing varietas pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis adalah 42.2, 30.3, 35.9, dan 39.3 cm dengan rataan 36.9 cm (Tabel 7). Galur SSD-33 merupakan galur yag mempunyai nilai tengah terendah untuk karakter tinggi tanaman dalam populasi yang diuji yaitu 31.4 cm, sedangkan galur yang memiliki nilai tengah tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada galur SC-39-1 yaitu 55.37 cm.

Tipe tanaman kedelai yang ideal untuk lahan sawah tadah hujan menurut Arsyad et al. (2007) adalah yang memiliki tinggi 70-80 cm. Di antara empat varietas pembanding, Sindoro memiliki tinggi tanaman paling tinggi yaitu 42.2 cm sehingga varietas Sindoro menjadi varietas pembanding terbaik untuk karakter tinggi tanaman.

(46)

Tabel 7. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakter Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang Produktif, dan Jumlah Buku Produktif Kedelai Hitam di Lahan Sawah

Galur Kedelai Tinggi Tanaman (cm)

Jumlah Cabang Produktif

Jumlah Buku Produktif SSD-7 43.1 ± 7.5 5.6 ± 1.5 36.6 ± 10.0 SSD-10 33.6 ± 6.2 3.9 ± 1.5 23.4 ± 6.9 SSD-13 44.5 ± 7.2 4.7 ± 2.0 32.7 ± 14.0 SSD-17 36.5 ± 8.0 5.1 ± 2.0 30.8 ± 12.5 SSD-18 36.0 ± 10.0 4.6 ± 1.3 26.3 ± 7.7 SSD-20 39.9 ± 5.8 4.0 ± 2.0 25.7 ± 10.5 SSD-21 43.3 ± 8.7 4.5 ± 1.0 27.7 ± 5.3 SSD-23 42.4 ± 7.8 4.9 ± 1.6 28.7 ± 9.2 SSD-24 42.0 ± 8.6 4.6 ± 1.6 26.8 ± 7.8 SSD-27 36.7 ± 7.6 4.4 ± 1.6 26.0 ± 9.7 SSD-28 41.6 ± 7.3 4.6 ± 1.8 32.8 ± 13.1 SSD-33 31.4 ± 6.2 4.6 ± 1.8 35.1 ± 11.6 SSD-38 38.6 ± 9.1 4.5 ± 1.9 28.0 ± 11.4 SSD-39 38.2 ± 7.7 4.2 ± 1.4 25.8 ± 6.8 SSD-44 40.9 ± 8.2 4.6 ± 1.4 31.7 ± 9.5 SSD-46 40.5 ± 7.4 5.8 ± 1.9 34.9 ± 12.8 SSD-47 38.0 ± 6.2 3.7 ± 1.8 23.9 ± 8.2 SSD-51 36.8 ± 7.6 4.3 ± 1.8 26.3 ± 9.7 SSD-54 36.4 ± 6.1 5.0 ± 2.2 32.2 ± 13.7 SSD-66 38.0 ± 6.9 5.6 ± 2.3 39.2 ± 17.9 SSD-69 44.4 ± 7.3 4.9 ± 1.8 29.6 ± 8.7 SSD-75 35.4 ± 8.3 4.4 ± 1.8 23.4 ± 7.9 SSD-80 37.6 ± 8.3 4.1 ± 1.4 25.8 ± 6.3 SSD-81 41.5 ± 7.6 4.6 ± 1.6 31.0 ± 9.7 SSD-82 48.6 ± 7.8 5.1 ± 2.0 34.0 ± 12.0 SSD-84 41.3 ± 5.7 5.2 ± 1.8 33.8 ± 11.6 SSD-91 47.4 ± 8.5 4.9 ± 1.6 31.9 ± 11.0 SSD-94 42.0 ± 7.3 4.7 ± 1.5 30.6 ± 7.9 SSD-96 36.9 ± 6.2 5.3 ± 2.0 33.8 ± 11.0 SSD-101 44.7 ± 10.5 5.0 ± 1.9 34.3 ± 13.5 SSD-102 34.1 ± 7.1 5.0 ± 2.0 28.3 ± 11.7 SC-39-1 55.4 ± 6.6 ** 3.8 ± 1.4 27.4 ± 9.5 SC-68-2 44.3 ± 5.4 4.4 ± 1.6 27.9 ± 7.4 Rata-rata 40.4 ± 4.8 4.7 ± 0.5 29.9 ± 4.1 Sindoro 42.2 ± 8.5 4.1 ± 1.2 33.5 ± 9.0 Cikuray 30.3 ± 6.7 4.5 ± 2.3 29.7 ± 15.7 Ceneng 35.9 ± 5.9 4.2 ± 1.7 26.0 ± 10.5 Wilis 39.3 ± 8.4 4.5 ± 1.8 31.1 ± 12.6 Rata-rata 36.9 ± 3.1 4.3 ± 0.8 30.1 ± 7.2

[image:46.595.87.520.128.739.2]
(47)

30 Secara genetik varietas pembanding memiliki tinggi tanaman rata-rata sekitar 45-55 cm. Dalam pengujian ini tanaman varietas pembanding memiliki tinggi yang rendah yaitu hanya berada diantara 30.3-40.2 cm. Tinggi tanaman yang rendah pada hasil penanaman di lapangan pada penelitian ini kali ini diduga oleh tingginya curah hujan pada fase vegetatif.

Tingkat curah hujan yang tinggi mengakibatkan tingginya tingkat pencucian hara di lahan sawah yang memiliki kandungan liat lebih banyak dibanding pada lahan tegalan. Hara yang terkandung dalam pupuk larut bersama dengan air hujan. Apabila curah hujan tinggi, maka hara terlarut akan terbawa bersama air hujan melalui aliran permukaan tanah. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak optimum karena proses metabolisme tanaman yang terganggu.

Karakter jumlah cabang produktif pada galur-galur yang diuji memiliki nilai tengah 4.7 cabang dengan data berkisar antara 3.7-5.8 cabang. Galur SSD-46 memiliki nilai tengah jumlah cabang produktif tertinggi yaitu 5.8, sedangkan galur SSD-47 merupakan galur yang memiliki jumlah cabang produktif terendah yaitu 3.7. Varietas pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis memiliki nilai tengah masing –masing yaitu 4.1, 4.5, 4.2, dan 4.5 dengan rataan 4.3 (Tabel 7).

Hasil analisis ragam pada karakter jumlah cabang produktif tidak menunjukkan perbedaan yang nyata sehingga dapat dinyatakan bahwa jumlah cabang produktif yang dimiliki galur-galur yang diuji sama dengan jumlah cabang produktif varietas pembanding. Arsyad et al. (2007) menyatakan bahwa tipe tanaman kedelai ideal (plant-ideotipe) untuk lahan sawah tadah hujan memiliki percabangan yang cukup banyak (5-6 cabang). Dilihat berdasarkan jumlah cabang produktif, galur-galur SSD-7, SSD-17, SSD-46, SSD-54, SSD-82, SSD-84,

SSD-96, SSD-102, dan SSD-101 dapat dikatakan ideal karena memiliki

≥ 5 cabang produktif.

(48)

tengah terendah yaitu 23.4 (Tabel 7). Analisis ragam menunjukkan bahwa karakter jumlah buku produktif tidak berbeda nyata.

Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Isi, dan Jumlah Polong Hampa

Jumlah polong merupakan penentu dari hasil biji yang akan diperoleh. jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi tanaman pada masa berbunga. Jika curah hujan dan kelembaban yang tinggi menyebabkan suhu lingkungan dalam keadaan dingin atau berkabut maka fase pembukaan bunga akan tertunda (Poehlman and Sleper, 1996). Jumlah polong total yang diamati pada galur kedelai yang diuji berkisar antara 58.1-130.3 polong dengan rataan 95.0 polong. Nilai tengah jumlah polong total varietas pembanding Sindoro, Cikuray, Ceneng, dan Wilis adalah 94.9, 89.0, 95.1, dan 84.0 dengan rataan jumlah polong total varietas pembanding sebesar 90.8 (Tabel 8).

Analisis ragam menunjukkan bahwa pada karakter jumlah polong total memiliki perbedaan yang nyata. Galur SSD-101, SSD-82, dan SSD-66 memiliki nilai tengah terhadap jumlah polong total terbesar dengan nilai masing-masing 130.3, 128.0, dan 117.9. Namun, berdasarkan uji lanjut dengan menggunakan uji Dunnet menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antar galur yang diuji dengan varietas pembanding yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa galur kedelai hitam yang diuji memiliki jumlah polong yang beragam. Selain dipengaruhi oleh faktor genetik jumlah polong total yang beragam pada galur kedelai hitam yang diuji diduga disebabkan oleh populasi yang berbeda di dalam tiap petakan sehingga terdapat perbedaan persaingan antar tanaman dalam memperoleh hara terutama pada saat pembungaan dan pembentukan polong.

(49)
[image:49.595.86.516.119.721.2]

32 Tabel 8. Nilai Rataan dan Standar Deviasi Karakter Jumlah Polong Total, Jumlah

Polong Isi, dan Jumlah Polong Hampa Kedelai Hitam di Lahan Sawah Galur Kedelai Jumlah Polong

Total

Jumlah Polong Isi

(50)

Gambar

Tabel 1. Fase Pertumbuhan Vegetatif (V) dan Generatif (R) Tanaman Kedelai
Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Agroklimat untuk Tanaman Kedelai di Wilayah Indonesia
Tabel 3. Sidik Ragam-Peragam dan Komponen Pendugaan Ragam-Peragam
Gambar 1. Kondisi Lahan Penanaman
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh metode pembelajaran problem solving terhadap hasil belajar matematika atau hasil belajar matematika siswa yang

Erizainak lana egiten duen lekuan bularreko minbizia duten emakumeen elkarteak dauden aztertu beharko du eta elkarte horiek eskaintzen dituzten laguntza-programa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi pemberian air satu hari sekali dengan diikuti berbagai jumlah pemberian air didapatkan pertumbuhan dan hasil yang tinggi pada

pahtumat kohtauksessa Kuningataräidin synnyttämään blendiin. Kun tiedämme Jeesuksen lausuneen kyseiset sanat hetkellä, jolloin hän koki maanpäällisen tehtävänsä

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kemandirian Belajar Matematika ... Pengertian matematika ... Pengertian

Meskipun strategi lebih sering digunakan dalam bidang militer yang didalamnya tersimpan sederet cara untuk mencapai kemenangan. Begitu juga pada proses pendidikan