(Studi Kasus Masjid Jami' Al-Ikhlas Ke!. Ma/aka Jaya
Kee. Duren Sawit Jakarta Timur)
Oleh:
Achmad Ulfi Maula
NIM 101043122014
JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDA YATULLAH
Kee. Duren Sawit Jakarta Timur)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh
Ahmad Ulfi Maula NIM 101043122014
Di Bawah Bimbingan Pembimbing I, •
Dewi Sukarti, MA NIP. 150 318 443
JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UNIVERSIT AS ISLAM NEGERI
SY ARIF HIDA YATULLAH
JAKARTA
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Juni 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Program Stara I (SI) pada J urusan Perbandingan Madzhab dan Hukum.
Penguji I,
Prof. Dr. H. M.
NIP. 150 210 422
Si dang Munaqasyah
Sekretaris,
Penguji II,
Jakarta, 21Juni2007
J
cNLAセ@
150 270 614
bagi Allah SWT, yang telah rnenganugerahkan rahrnat dan hidayahnya serta kernarnpuan kepada penulis sehinggga dapat rnenyelesaikan penulisan skripsi ini.
Shalawat dan salarn senantiasa kita lirnpah curahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Dalarn menyelesaikan karya ilrniyah ini, penulis menghadapi berbagai hambatan dan rintangan, narnun karena dorongan keinginan tercapainya cita-cita disertai dengan usaha yang keras dan berkat banhran dari berbagai pihak yang mernbantu, maka penyusunan karya ilrniyah ini dapat diselesaikan.
Dalarn kesempatan ini, penulis ingin menyarnpaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, temtama kepada :
1. Bapak Rektor dan Pernbantu Rektor Perguruan Tinggi Universitas IslarnNegeri SyarifHidayahtllah Jakarta.
2. Bapak. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, MA, SH selaku Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
3. Bapak. DR. H. Alunad Mukri Adjhi, MA dan Bapak Muhamad Taufiki., M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab dan
dalam membimbing serta memberikan araban dan kemudaban kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT, membalas
kebaikan beliau dengan kemudaban dan pahala yang sebesar-besamya.
5. Bapak dan Thu Do sen di F akultas Syari' ab dan Hulallll yang tel ab
menstanfer ilmu pengetabuan yang benuanfaat sebagai landasan dalam
memperjuangkan masa depan.
6. Bapak dan Thu yang bertugas di Kantor Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Syari'ab dan Hukum UIN Jakarta.
7. Bapak Alllllad Maulana S.IP selakn SEIKEL serta Staf Kelurahan
Malaka Jaya dan Bapak Alunad Suhaemi selakn Pengurus Harian Masjid
Jami' Al-Ikhlas, yang telah memberikan infonuasi dalam penyelesaian
skripsi ini.
8. Kedua Orang Tua yang tercinta, H. Achmad Zayadi Maula dan Hj. Siti Maryamab, yang telab mengasuh dan mendidik serta senantiasa
mendo' akan penulis agar berhasil menggapai cita-cita. Do' a dan bakti
Ananda m1tuk kalian. Dan tak lupa kakak-kakak, Istri, adik-adikkn yang
tersayang.
9. Sahabat-sahabat penulis se-perjuangan di kelas Perba:ndingan Mazhab
o,b \
l
-セZPNエMッMセ@
gMエ⦅LセI@
\
--)5*/
-roz-ti
-"
?i·!t
s
<),t \
, narnun kehendak Allah jualah
di yang terbaik, akan tetapi
ta. Akhirnya penulis berharap :tetes kontribusi bagi pemikiran
Jakarta, April 2007
Lembar Pengesahan ll
Kata Pengantar Daftar Isi BABI
BAB II
BAB III
lll
VI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... .
B. Pembatasan Masalah . . . .. . . 5
C. Perumnsan Masalah . . . ... 6
D. Tnjuan Penelitian . . . .. . . 7
E. Metode Pembahasan . . . 7
F. Telrnik dan Sistematika Penulisan ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... IO TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF A. Pengertian W akaf . . . 12
B. Macam-Macam Wakaf.... .. . . ... . .. . . . ... .. . . ... ... . .. ... .. 20
C. Dasar Hukum Wakaf ... . . .. 22
D. Hal-ha! yang berkaitan dengan Wakaf... . . . . 26
E. WakafMenurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) ... .34
BAB IV
BABV
E. Perubahan Status WakafMenjadi Kanai... 42
F. Struktur Organisasi ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 43
STATUS HUKUM PENGALIHAN WAKAF TANAH DAN
BANG UN AN
A. Pengalihan WakafTanah dan Bangunan Menurut Ulama
Madzhab ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 45
B. Pengalihan WakafTanah dan Bangunan Menurut Kompilasi
Hukum Islam... 53
C. Analisa Terhadap Pengalihan WakafMasjid Jami' Al-Ikhlas di
Ke!. Malaka Jaya Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur .. 54
PENUTUP
A. Kesimpulan ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 56 B. Saran-Saran... 58
Daftar Pustaka... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 60
A. La tar Belakang Masalah
Hukum Islam itu bersifat elastis, sehingga memungkinkan para ulama untuk melakukan ijtihad sesuai dengan dinamika dan tuntutan atau perkembangan situasi dan kondisi. Dengan sifat seperti ini, maka hukum Islam sempuma dan berlaku sepanjang masa serta akan selalu di nikmati oleh mnat islam itu sendiri maupun diluar agama islam.
Hukum Islam berlaku bagi orang arab dan non arab, kuiit putih dan kulit hitam. Universalitas hukum Islam ini sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri, yaitu Allah
yang kuasa-nya tidak terbatas, universalitas ini ditegaskan dalam finnan Allal1 : 1
CセェM セOOセ@ 1.
(\ ·V :
\Mセスi|I@
セwャ@
セ@
}11
セ|Zlセ|@
セ@
/ / /
Artinya "Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bag! sekalian a/am. "(QS. Al-Anbiya'/21:107)
Manusia tidak bergerak mengikuti perintah kecuali kalau perintall-perintah itu dapat menawan hatinya, memptuJyai daya dinamika. Syari'at dapat menarik manusia dengan cepat dan menerimanya dengan penuh ketetapan hati. Hal ini adalah karena Islam mengaitkan bahasanya dengan logika. Dan mendesak manusia bergerak dan
1
Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan & Perkembangam Hukum Islam, terj. Wajidi
berusaha serta memahami kehendak fitrah yang sejahtera. Sebagaimana hukum Islam
menuju kepada toleransi, persamaan, kemerdekaan, menyuruh ma 'ruf mencegah
munkar.
Syari'at Islam dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk ibadah yang
fungsi utamanya mendekatkan diri kepada Allah, yakni beriman kepada-Nya dan
segala konsekuensinya berupa ibadah yang mengandung sifat ta 'abbudi murni,
artinya makna yang terkandung di dalamnya tidak dapat dinalar atau irrasional. Maka
manusia harus menerima apa saja yang telah diterima syari'at. Misalnya thaharah
dan shalat, itu mutlak ditaati tanpa terlebih dahulu memikirkan mengapa caranya
demikian dan mengapa diperintahkan. Hal yang dapat dipahami dari sifat ta 'abbudi
ini hanyalah kepatuhan kepada Allah, merendahkan diri kepada-Nya dan
mengagungkan-Nya. Dan yang kedua berbentuk mu 'amalah yang di dalamnya
terkandung sifat ta 'aqquli. Ta 'aqquli ini bersifat duniawi yang maknanya dapat
dipahami oleh nalar atau rasio, maka manusia dapat melakukannya dengan bantuan
nalar dan pemikiran manusia. 'Illat dari mu 'amalah yang bersifat ta 'aqquli dapat
dirasionalisasikan dengan melihat adanya maslahat atau mudharat yang terkandung
di dalamnya. Sesuatu dilarang karena ada madharatnya dan diperintahkan karena ada
mas/ahat di dalamnya.
Pada masa Rasulullah SAW persoalan pada kapasitas masalah di sekitar fiqih
direspon berdasarkan wahyu sebagai rujukan umat dan kondisi masyarakat yang
bersifat stabil. Pada masa kibar sahabat, Shigar sahabat kemudian tabi 'in dan
sungguhpun persoalan-persoalan tersebut bermunculan dengan berbagai formatnya,
akan tetapi syari'at dalam ha! ini fiqih tetap eksis dan mampu menghadapi sebagai
".1paring patnertnya".2
Para ahli (fuqaha) pada masanya selalu bernpaya menyelesaikan
persoalan-persoalan barn dengan jalan ijtihad berdasarkan nash (al-Qur'an dan atau al-Sunnah).
Penyelesaian suatu persoalan bermula-mula dicari jawabannya dari nash, bila tidak
ditemukan maka akan diselesaikan dengan jalan ijma' (kesepakatan para altli) atau
melalui metode qiyas (analog).
Di wilayah Peradilan Agama untuk mendapatkan sebuah kepastian hukum yang
sejalan dengan masyarakat muslim Indonesia, maim diciptakan sebuah bul-u hukum
yang dinamakan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Buku Kompilasi Hukum
Islam tersebut setelah melalui sejarah serta waktu yang cul.mp lama di dalam
menciptakan kepastian hukum tentang syari'at Islam di Indonesia. Bul.rn tersebut
berisikan tentang tiga bul.rn hukum. Bul.rn I tentang Perkawinan, Bul.rn II tentang
Hukum Kewarisan, Bukt1 III tentang Hukum Perwakafan. Tiap-tiap buku berisikan
beberapa bab dan selurnhnya mencal.rnp 229 pasal.
Sebagai umat Islam pasti ingin agar dirinya merasa dekat dengan sang pencipta.
Allal1 SWT Mensyari' at:kan wakaf, menganjurkannya dan menjadll<:annya sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Orang-orang jahiliyah tidak
2
Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masa 'if Fiqhiyah, (Jakarta: CV. Banyu Kencono, 2003),
mengenal wakaf, akan tetapi wakaf itu diciptakan oleh Rasulul!ah karena kecintaan
beliau kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.3
Dalam waktu yang berbeda, Rasulullah SAW dan para sahabat beliau telah
mewakafkan masjid, tanah, sumur, kebun dan kuda. Dan orang-orang Islampun terus
mewakafkan harta benda mereka hingga sekarang ini; mencontoh praktek wakaf di
masa Rasulullah SAW. Hal tersebut karena memang didukung oleh sabda Nabi yang
berbunyi sebagai berikut:
Artinya: Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw. Bersabda: "Bila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu
yang bermanfaat atau anak saleh yang mendo 'akan kepadanya. " (HR.
Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan An- Nasa'i).
Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa amat mulya di
mata Allah orang yang mengorbankan hartanya untuk kepentingan um um.
Akan tetapi terkadang harta yang kita korbankan seperti berupa masjid serta
sarana ibadah yang lain, yang dijaga dan dibina agar berdiri dengan kokoh serta terus
digunakan untuk kepentingan umum, di luar dari kenyataan. Sebagai contoh Masjid
3
Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj. Drs. Mudzakir A.S., (Bandung: Al-Ma'arif, 1994,), cet.
ke-l, h. 54. 4
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Jakarta: Dar Thya
Jami' Al-Ikhlas, yang beralamat di Kelu.-ahan Malaka Jaya Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur berdiri dengan megahnya. Akan tetapi Iambat laWJ terkena proyek Pemda berupa pelebardll jalan mmun dan Banjir Kana] Timur (BKT). Maka dengan adanya proyek tersebut otomatis masjid yang berdiri sekian lama akan terkena pembongkaran dan akan dialihkan ke suatu tempat.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas
•
mengenai pengalihan harta wakaf tersebut menurut Hukmn Tslam. Oleh karena itu penulis akan membahas skripsi yang be1judul: uPengalihan Wakaf Tanah dan Bangunan Menurut Hukum Islam (Studi Kasus pada Masjid Jami' Al-Ikhlas Kel. Malaka Jaya Kee. Duren Sawit Jakarta Timur)."
B. Pembatasan Masalah
Pada ka:rya tulis ini penulis membatasi peneiitian pada hal-hal yang berkaitan dengan pengalihan wakaf tanah dan bangunan memlll.lt ulama madzhab, pandangan KHI dan Undang-undang RI. Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf saja. Adaptm mekanisme pengalihan harta wakaf menllll.lt hukum Islam serta hukum formal penulis tidak membahasnya, karena akan memerlukan pembahasan yang lebih luas serta mendapatkan permasalahan Iain dalam ka:rya tulis yang Iain lagi.
Dalam kasus pengalihan wakaf tanah clan bangunan menurut penulis begitu banyak yang エ・イェ。、セ@ terntama pada talum belakangan ini. Sebab PEMDA kota Jakarta sedang gencarnya menata kota terutama daeralt Jakarta Timur berupa proyek BKT (Banjir Kanai Timur). Oieh karena itu penulis menjadikan objek penelitian di Masjid Jami' Al-Ikhlas Kel. Malaka Jaya Kee. Duren Sawit Jakarta Timur sebagai objek penelitian sebagai salah satu masjid yang berdiri di atas tanah wakaf dan terkena dampak dari proyek pemda tersebut.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalal1 sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka b'll1la memudahkan pembahasan, pe:nulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perspektif ulama madzhab terhadap pengalihan wakaf tanah dan bangunan?
3. Apakah pengalihan wakaf tanah dan bangunan yang dilakukan terhadap Masjid Jami' Al-lkhlas Malaka Jaya Jakarta Timur sesuai dengan hukum Islam?
D. Tujuan Penelitian
Berpijak pada rumusan pennasalahan di alas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai perspektif ulama madzhab terhadap pengalihan wakaf tanah dan bangunan.
2. Untuk mengetahui ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHJ) dan Undang-uudang RI. Nomor 41 tahuu 2004 mengenai pengalihan tanah wakaf dan bangunan tersebut ?
3. Untuk mencari jawaban apakah pengalihan wakaf tanah dan bangm1an yang dilakukan terhadap Masjid Jami' Al-lkltlas Malaka Jaya Jakarta Timur sesuai dengan hukum Islam?
E. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat empiris, oleh karenanya m1tuk memperoleh dan mengolali data yang objektif, penulis menggunakai1 tekuik pengmnpulan data tennasuk didal31Illlya alat penguuipulan data dan analisis data sebagai berikut:
1. Teknik Pengumpula Data
tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan
penasiran terhadap hasilnya.'
Di dalam spesifikasinya penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang aktual terhadap hukum pengalihau wakaf tanah dan bangunan menurut hukum Islam.
Kemudian dalam usaha mendapatkan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan 2 jenis data, yaitu:
a. Studi Dokumen atau Pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan menelaah beberapa literatur beberapa buku ilmiah, surat kabar dan sumber lain untuk memperoleh data dalam rangka meugetengahkan permasalahan dalam penelitian ini.
Adapun tingkat literatur dalam kajian pustaka penulisan skripsi 1l1l
sebagai berikut:
I. Buku-buku karya ilmial1 yang berasal dari kajian pustaka seperti Shahil1 Muslim karya Abu Al-Husain Muslim, Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang RI nomor 41 tahun 2004 serta buku-buku lainnya merupakan data sekunder dalam skripsi ini.
'Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian S11an1 Pendelmtan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
2. Dokumen-dokumen Kelurahan Malaka Jaya Jakarta Timur berupa SK. Wahlmta Jakarta Timur tentang besamya ganti rugi atas tanah merupakan data tersier bagi penulisan skripsi ini.6 ·
Mengenai data primer ini, data tentang pengalihan wakaf tana11 dan bangunan menurut hukum Islam dengan jalan mengadakan wawancara kepada ahli waris dari wakif Masjid Jami' Al-Ikhlas. Serta mengadakan wawancara kepada Bapak Ahmad Maulana S.IP. selaku Sekretaris Kelurahan. Malaka Jaya. Kemudian penulis mengadakan wawancara kembali kepada saudara Ahmad Suhaimi selaku Kepala Pengurus Masjid Jami' Al-Ikhlas Ke!. Malaka Jaya, guna menambah informasi yang ada relevansinya terhadap pembahasan ini.
b. Interview (wawancara), yaitu teknik pengumpulan data yang dipergunakan untuk mengumpulkan infonnasi yang berkenaan dengan pendapat ( opini), persepsi, pengalaman dan keyakinan dari informan yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya-jawab secara langsung.
Dalam hal ini adalah data yang bersifut sebagai pelengkap guna melengkapi data-data yang suda11 didapat Data sekunder ini berupa;
buku-buku, artikeL majalah, koran dan sumber bacaan lainnya yang sekiranya ada kaitannya terhadap permasalahan yang akan dibahas. Data sekunder tersebut antara lain: Lampiran surat keputusan walikota Jakarta Tiniur tentang
6
besamya ganti kerugian atas tanab, buku Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Shabih Muslim karya Abu Al-Husain Muslim, dan lain-lain.
2. Analisa Data
Dalam menganalisa data, pendekatan yang dilakukan adalab pendekatan lrnalitatif, yaitu dengan memeriksa kelengkapan, kejelasan dan relevansi data
'
yang diperoleh kemudian disajikan secara deskriptif untuk menemukan fakta dengan intervensi yang tepat dan menganalisis lebih dalam tentang hubungan dari fakta-fakta tersebut.
F. Teknik dan Sistematika Penulisan
Adapun teknis penulisan skTipsi ini didasarkan pada buku "Pedoman Penulisan Skripsiterbitan FSH Th. 2005".
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis akan membagi ke dalam 5 (lima) bab seperti yang akan penulis jabarkan dibawal1 ini:
BAB! : PENDAHULUAN
Pendabuluan, yang menguraikan latar belakang masalab, pembatasan dan perumusan masalab, metode pembabasan dan sistematika penulisan.
BAB II : SEKITAR W AKAF
wakaf. Ditambah dengan pasal-pasal KHI dan Undang-undang RI. Nomor 41 tahun 2004 yang bersangkutan dengan wakaf
BAB III : SEPUTARMASJIDJAMI' AL-IKHLASMALAKAJAYA
Pada bab ini penulis membahas tentang tinjauan umum tentang latar belakang sejaral1 berdirinya masjid, status tanah wakaf, struktur kepengurusan dan Jainnya
BAB IV : PENGALJRAN W AKAF TAN AH DAN BANGUNAN.
Dalam bab ini dibahas tentang pengalilian harta wakaf sesuai dengan pandangan fuqaha tentang pengalihan harta wakaf di masjid tersebut serta pandangan kompilasi hukum Islam dan Undang-undang RI. Nomor 41 talum 2004 mengenai ha! tersebut
BAB V : PENUTUP
Sebelum melangkah pada penjelasan tentang definisi wakaf baik secara bahasa
maupun istilah, penulis sedikit mengutip tentang pengalihan harta wakaf itu sendiri.
Karena, pembahasan tentang definisi wakaf lebih Juas menurut pendapat ahli fikih
dari berbagai mazhab.
Yang dimaksud pengalihan harta wakafyaitu: pemindahan barang milik wakaf
baik itu dijual untuk mengganti barang yang baru, maupun menjual barang wakaf
untuk mengganti barang wakaf yang lain.
Keabsahan praktik ini mengundang kontroversi di kalangan fuqaha. Sebagian
mendukung dengan berbagai pertimbangan, namun tidak sedikit pula yang
menentang pemberlakuannya.'
A. Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab al-waqfbentuk mashdar dari
waqafa-yaqifu-waqfan. Kata al-waqfsemakna dengan al-habs bentuk mashdar dari
habasa-yahbisu-habsan artinya menahan. Wakaf juga berarti menahan, mengekang, menghentikan.
Adapula yang mengartikan menahan tindakan hukum.'
'Muhamad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Waka/, terj. Ahrul Sani Fathurrahman, (Jakarta:
Dompet Dhu'afa dan I!Man, 2004) cet. Ke-I, h. 349 2
Kamus Istilah Fikih memberikan pengertian wakaf menurut bahasa yang berarti berhenti atau tetapnya sesuatu dalam keadaan semula. Sedangkan menurut istilah
5yara' ialah memindahkan hak milik sesuatu badan yang memberi manfaat bagi masyarakat. Hal ini berdasarkan ketentuan agama dengan tujuan taqarrnb kepada Allah SWT untuk mendapatkan kebaikan dan ridhanya.3
Sedangkan menurut istilal1 (hukum) para ulama, berbeda pendapat tentang arti wakaf. .Mereka rnendefinisikan wakaf dengan de:finisi yang beragam, .sesuai dengan perbedaan madzhab yang mereka anut.
1. Menurut Ufama Mafikiyah
Ibnu Arafah' mendefinisikan, bal1wa wakaf adalah pemberian manfaat sesuatu pada batas waktu keberadaannya. Bersamaan dengan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan (pefUillpamaan). Penjelasan lebih lllnjut adalh sebagai berikut:
Kalimat "memberi manfaat" berarti mengecua!ikan pemberian barang, seperti hibah, Sedangkan Kalima! "sesuatu?', berarti selain manfaat uang· atau· uang yang diuangkan. Karena sesuatu itu .cakupannya Jebih umum, hanya saja diklmsuskan dengan defmisi tetapnya kepemilikan.. Kalima!. "batas waktu. keberadaannya" adalah kalimat penjelas untuk sesuatu yang dipinjarnkan dan
3
Muhammad Abdul Mujieb, et. al. , Kamus Jstilah Fiqih, (Jakarta: Pr. Pustaka Firdaus, 1994), h. 414.
4
sesuatu yang dikelola. Hal itu, karena orang yang meminjamkan berhak lllltuk
menarik barang yang dipinjamkan itu.
Sedangkan kata "bersamaan tetapnya wakaf', yaitu sesuatu yang dikelola, di
mana setelah meninggal; kepemilikannya diberikan kepada pengelola selanjutnyac
Kalimat "walaupllll dengan perkiraan" mengandung arti bahwa lqfazh itu
menunjukkan maksud kepemilikan. Maksudnya, "jika aku memiliki rumah si
folan, malm(rumah) itumenjadi hahs (wakat)."
Di sisi lain, kalimat "perkiraan" mengandung arti adanya pemberian.
Sehingga bisa berarti: "Rumah ini alrn berikan ( wakafkan) kepada mereka yang
mau tinggal di dalarnnya." Berdasarkan hal itu, maka maksud dari (perkiraan)
adalah menggantllllgkan: Sebab ulama Malikiyah membolehkan wakaf yang
bergantung (bersyarat). 5
2. Menurut Ulama Hanafiyah
Wakaf menurnt Imam Abu Hanifah dikutip oleh Imam Syarkhasi ' sebagai
berikut: 7
5
Muhamad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hu/mm Wakaf, , h. 56.
6
Namanya Muhamad bin Alunad bin Abi Suh! Abu Bakar Syarnsul Aimmab Al-Syarkhasi, salah satu imam dari madzhab Hanan dan tennasuk ahli ijtihad dalam berbagai persoalan fikih. Dia menyempatkan diri untuk mengarang kitab Al-Mabshuth Ketika masih berada dalam penjara, adapun narna Al-Syarkhasi - ymig diberikan Kepadanya - adalab narna suatu kota kecil di daerab Khurasan. Karya•karyanya amat banyak, tennasuk kitab kajian ushul fikih dan Syarh Sir Kabir. Dia meninggaJ sekitar tabun 409H:
7
/
J'
1 0 / 0t;;;::,
jセ|I@
.J\j\
<.!ill\
セヲッ@
⦅[jiセ@
/ ,,,,. / / / / /
Artinya: "Menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian ma11faat sebagai sedekah "
Kata. habs berarti juga. al-man.'u (mencegah). Yang berkedudukan sebagai
jenis yang mencakup semua bentuk habs (menahan). Maksudnya adalah batasan
untuk mengecualikan harta-harta yang tidak masuk sebagai harta wakaf,
sebagaimana orang bahwa seorang pemberi jaminan adalah masih memiliki harta
yang berada di tangan orang lain (yang diberi jaminan). Di mana, si penerima
jaminan ini, haknya tetap ada dalam harta yang sama, dan kalau dia meninggal
bisa diwariskan.
Kata milk (harta milik) adalal1 kata untuk memberikan pembatasan harta
yang tidak biasa dianggap sebagai milik Misalnya, jika wakif bukan merupakan
pemilik harta yang akan diwakafkan pada saat penyeral1an, maka otomatis
wakafuya tidak sah sampai kepemilikan harta itu secara utuh sudah beralih
kepemilikannya.
Sedang dalam masalah tetap dan tetap harta wakaf Imam Abu Hanifah
berpendapat bahwa wakaf adalah akad yang tidak tetap. Oleh karenanya, orang
yang rnewakafkan (wakif) bisa menarik kernbali wakaf dan rnenjadikannya
sebagai barang yang bisa diperjual-belilcan, digadai, dihibahkan, dan lain-lain.'
8
Dalam kaitan ini Imam Abu Hanifah mendasarkan pendapatnya pada dalil, baik yang berupa nash mauptm aka!. Berikut ini dalil yang berupa nash:
Hadits yang diriwawatkan secara mursal (terputus) oleh Abu Bakar bin Hazm, dia berkata. "Abdullah bin Zaid bin Abdurrabbihi datang kepada Rasulullah Saw seraya berkata, wahai Rasulullah, bangunan Saya ini adalah sedekah bagi Allah dan Rasul-nya. Lalu, kedua orang tuanya datang dan berkata, "Wahai Rasulullah, bangunan ini adalah penopang hidup kami." Maka Rasulullah mengembalikan bangunan itu kepada kedua orang tuanya. Aklrirnya mereka meninggal, lalu bangunan itu diwariskan kepada anaknya." (HR Daruquthni dan Baihaqi)'
Adaptm dalil yang berbentuk nalar (logika), berikut ini ada 3 (tiga) penjelasan yang dijadikan sebagai landasan argumentasi oleh Imam Abu Hanifah:10
a. Wakaf merupakan sedekah manfaat dari barang yang diwakafkan, sehingga tidak berimplikasi pada perpindahan hak kepemilikau sebagaimana pada sedekah qurbah ( ditujukan tmtuk mendekatkan diri kepada Allah). Karena hanya menyangkut kepemilikan manfaat, maka ia bersifat tidak tetap sebagaimana pinjam-meminjam.
9
Ali bin Umar Al-Daruqutni, Sunan Al-Dantquthni, (New Delhi: 1310 H), juz 2, h. 510
10
b. Orang yang berwakaf memiliki hak sebagai pengelola terhadap harta yang diwakafkan, mengangkat orang yang mengelola, dan bahkan membagikan hasil yang diperolah dari harta wakaf Semua itu tidak bisa dilakukan apabila waqif tidak lagi mempunyai hak kepemilikan atas harta yang telah diwakafkannya.
c. Tidak mungkin mengkiaskan wakaf dengan masjid. Sebab masjid bukan milik individu, ia dibangun untuk dimanfaatkan oleh siapa saja yang ingin beribadah kepada Allah Swt. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam finnan-nya: Bahwa masjid-masjid adalah milik Allah.11 Oleh karena itu, tidak ada
seorangpun yang berhak memanfaatkan masjid kecuali m1tuk ibadah.
Juniliur ulama, termasuk Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan al-Syaibani, keduanya ahli fiqili Madzhab Hanafi, mendefinisikan wakaf dengan "Menahan tindakan hukmn orang yang berwakaf terhadap hartanya yang telah diwakafkan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum dan kebajikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan materinya tetap utuh." Juniliur ulama berpendapat bal1wa harta yang sudah diwakafkan tidak Jagi menjadi milik wakif dan akadnya bersifat mengikat. Stahis harta tersebut telah berubah menjadi milik Allah SWT yang dipergunakan untuk
kebajikan bersama, sehingga wakif tidak boleh lagi bertindak hukwn terhadap
harta tersebut."
3. Menurut Ulama Syafi'iyah
Al-Syarbini Al-Khatib mendefinisikan wakaf dengan "menaban harta yang
bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan benda tersebut dan
memutuskan kepemilikan barang tersebut dan pemiliknya untuk hal-hal yang
dibolehkan. "13
Golongan Syafi"i berpendapat bahwa harta wakaf itu putus atau keluar dari
hak milik si wakif dan menjadi milik Allah atau milik umum. Begitu pula
wewenang mutlak si wakif menjadi terputus, karena setelah ikrar wakaf
diucapkan, harta tersebut menjadi milik Allah atau milik umum.
Menurut mereka wakaf itu sesuatu yang mengikat, si wakif tidak dapat
menarik kembali dan membelanjakannya yang dapat mengakibatkan perpindaban
hak milik dan ia juga tidak dapat mengikrarkan bahwa harta wakaf itu menjadi
hak milik orang lain dan sebagainya. Ia tidak dapat menjual, menggadaikan,
menghibahkan dan mewariskannya.
"Faisal Haq, et. al., Hukt1m Wakafdan Pe1wakafan di Indonesia, (Pasuruan: PT GB!, 1994), cet.
Ke-2, h. 37 13
Muhamad bin Ahmad Al-Syarbini Al-Khatib Syamsuddin, Al-Jqna' fl Hi/Ii Abi S1{/a', (Mishr:
Oleh karena itu mereka mendefinisikan: Wakaf adalah menahan dzat benda
atas dasar milik Allah dan putus dari kepemilikan si wakif, sedangkan
pemanfaatannya diberikan kepada hamba Allah (masyarakat secara umum).
Mereka berpegang pada hadits Ibnu Umar yang menerangkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda kepada Umar ra. :
Artinya: " .. .Jika kamu mau, tahan asal bendanya dan kamu shadaqahkan hasilnya ... "(HR. Muslim)
4. Golongan Hanabilah
Ibnu Qudamah dari kalangan Hanabilah1' mendefinisikan wakafyaitu: menahan
yang asal dan memberikan hasilnya. 16
Dari berbagai definisi di atas pada dasamya mengandung makna yang sama,
yaitu: eksistensi benda wakaf itu haruslah bersifat tetap, artinya biarpun faedah atau
manfaat benda itu diambil, zat benda tersebut masih tetap ada selama-lamanya,
sedang hak miliknya berakhir, tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan serta
14
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi AJ-Naisaburi, Shahih Muslim, (Jakarta: Dar
Ihya al-Kutub al-Arabiyah, tth), h. 14. 1
' Adalah Abdullah bin Ahmad bin Muhamad Qudamah AJ-Maqdisy, atau Abu Muhamad
Muwafiqudin AJ-Hambali. Ia adalah salah seorang ulama besar Hanabilah, banyak memilikikarangan
dan temama adalah kitab Al-Mughni-dalam fikih-,dan Al-Burhan ft Mas 'a/ah Qur 'an, Fadhail
Al-Shahabah, Raudhah Al-Nadhir-dalam ushul fikih-, dan lain dan lain sebagainya. Dilahirkan di desa
Jamail-salah satu desa di Napelius, Palestina, tahun 541 H dan wafat di Damaskus tahun 620 H. 16
Abdurrahman ibn Abu Umar Muhamad ibn Ahmad ibn Qudamah Al-Muqaddisi, Syarh Al-Kabir
wakaf tersebut dipersembahkan oleh wakif (si pewakaf) untuk tujuan amal saleh guna
mendapat keridhaan Allah. Dengan melepaskan wakaf harta tersebut, j adilah harta
tersebut menjadi kepunyaan Allal1 sehingga tidak dapat dimiliki serta
dipindah-tangankan kepada siapapun dan dengan cara bagainlanapun juga.
B. Macam-Macam Wakaf
Ada dua macam wakafyang dikenal di kalangan ahli fiqih, yaitu:
1. Wakaf Keluarga atau wakaf alili (disebut juga wakaf khusus) adalah wakaf yang
dikhususkan atau diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih,
baik ia keluarga wakif maupun orang lain.
Wakaf altli (keluarga) yang dipergunakan untuk kepentingan dan jaminan
sosial dalam lingkungan keluarga, lingkungau kerabat seudiri dan yang
menikmati manfaat harta atau benda wakaf ini sangat terbatas kepada yang
termasuk golongan kerabat sesuai dengan ikrar yang dikehendaki oleh si wakif
Wakaf altli ini banyak dari para ulama permulaan abad ini, serta para tokoh
pengamat ekonomi dan sosial menuntut penghapusan wakaf keluarga.
Tuntutannya mereka berdasarkan dalil-dalil berikut. Pertama, mereka
mengatakan bahwa pembagian wakaf menjadi dua macam itu tidak tertera dalam
Al-Quran. Kedua, masih berkembangnya perdebatan di kalangan fuqaha
mengenai legalitas wakaf. Ketiga, wakaf keluarga tidak memiliki implikasi
Dr. Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, pakar Syari'ah dari Universitas
Al-Azhar Mesir menjawab beberapa pertanyaan di atas. Yang pertama memang
dianggap jelas. Selanjutnya melangkah pada persoalan kedua dalam ha! legalitas
wakaf, ulama Hanafiyah tidak membedakan antara wakaf ahli dan umum. Sebab
pada dasarnya, karakter dan kecenderungan keduanya sama dan menyatu. Y aitu
tidak melegitimasikan wakaf keluarga bertentangan dengan realita. Jawaban
ketiga, banyak hadits nabi yang menjelaskan tentang berwakaf kepada keluarga.
Hal tersebut bisa dilihat pada sahabat Umar ibn Khathab r.a. yang memberikan
sedekahnya kepada fakir miskin, kerabat dan hamba sahaya. Sebab Umar
melakukannya berdasarkan perintah Nabi SAW kepadanya. 17 Hadits tersebut
menunjukkan keabsaban wakafkepada kerabat dekat.
/ / / / /
J セ@ /) 0 / ,,,, / / / / / ;" J /
d'-:
セ[ゥQ@
d'-'
セQpQ@
d
セ@
:lw
jセ@ セセ@
'Y'-:
セG[I⦅@
'Y'-:
t_t;!
GyG⦅LセQ@
エセ@
/ / / /
セ@ ,
, '
18 Hセ@ ... ) • • • セ|G@ \'"I\
.r
.J.\\ \' '. ,,
N⦅LセBi|@.. 0'-'
..
')
セ@ t,}'J セ@d.J .
y/ / / / / / / / / /
Artinya: " ... Jika kamu mau, maka tahanlah pokoknya lalu sedekahkan hasilnya. '
Kemudian Jbnu Umar berkata: Maka Umar r.a. sedekahkan hasilnya,
'sesungguhnya tanahnya tidak dijual, tidak digadaikan, tidak
diwariskan, tidak dihibahkan. 'Jbnu Ulnar berkata lagi: 'Lalu Umar r.a.
sedekahkan hasilnya kepada fakir miskin, keluarga-keluarga
terdekatnya, untuk memerdekakan hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu ... "(HR. Muttafaq 'alaih)
17
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, op.cit .• h. 31.
18
Wakaf Ahli dibuat demi keselamatan dan kesejahteraan sanak kerabat dekat dari wakif (orang yang memberi wakaf) dan keluarganya terjamin pemenuhan kebutuhannya dalam semua keperluan hidupnya, dan lalu kembali kepada kemaslahatan kaum miskin setelal1 kematian mereka. Wakaf ini dapat dibuat adalal1 harta yang bisa bergerak dan tidak bergerak.19
2. Wakaf ghairi atau wakaf umum, adalall wakaf yang sejak semula manfaatnya dipernntukkan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang-orang tertentu. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga sosial dalam bentuk masjid, madrasall, pesantren, rumall sakit, tanall pekuburan dan sebagainya.
Jenis wakaf kedua inilal1 yang lebih banyak manfaatnya dari pada wakaf ahli karena tidak terbatas pada satu orang atau kelompok tertentu saja akan tetapi manfaatnya untuk kepentingan umum atau masyarakat. Wakaf khairi atau wakaf umum ini paling sesuai dengan ajaran Islam dan yang dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pallala yang terns mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia telall meninggal dunia, selama wakaf itu masih ada manfaatnya.
C. Dasar Hukum Wakaf
Wakaf secara eksplisit tidak dijelaskan dalam al-quran. Namun demikian ditemukan petunjuk ummn. Misalnya firman Allall:
19
1. QS. Al-Baqarah/2: 267,
Oセ@ ) / / J / /' ),,.. /
'">
OセZ[⦅hiI@
...
j^セGゥャ@
::,.
fl
セスMi@
エNセ@ イウセ@
セYG^@
::,.
\Pi
セ|@
:J.:isl
セゥセ@
/ / / ,,.,., ,, / /
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman najkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dart apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu .. "
2. QS. Ali Imran/3: 96,
) ) セIIG@ セIBGBG@
(\ i/'f
:jl_,..v
JI) ...
セ@
t.
セ@
セ@
).1
1)8
J
/ /
Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada keba1'1ian (yang sempuma), sebelum kamu menajkohkan sebagian hart a yang kamu cintai ... "
3. QS. Al-Hajj/22: 92,
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, ruku '/ah kamu, sujudlah kamu,
sembah/ah Tuhan dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan
kemenangan." (QS. Al-Hajj/22: 92)
Kata berbuat "kebajikan" dalam ayat di atas merupakan petunjuk wakaf, karena
wakaf merupakan suatu perbuatan yang baik yang sangat bermanfaat baik bagi diri
Allah memerintahkan kita untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan
(jastabiqul khairat).
Kata-kata menafkahkan harta yang disebut dalam Al-Qur' an, selain berkonotasi
kepada nafkah wajib, seperti zakat atau memberi nafkah keluarga, juga menunjukkan
hukum sunnah, seperti sedekah, hibah, wakaf dan lain-lain. Sebagaimana Allah SWT
menjanjikan kepada orang yang menafkahkan sebagian harta yang dicintainya dengan
melipatgandakan pahalanya, seperti yang dinyatakan dalam surat al-Baqarah/2 ayat
261:
/ ,J / / .. j / / 0,.. / ./ / \ / /' J ' J /
セセ|NNNセi_セB@
f
i)
セsオLGNG@
2.;I
セ@
J$
セ|@ セ@
i)
セ|yi@
セセェェ|@
J:.
セ@
Oセ@
/ // t:"'
'}
/ / / / /
/ /
} , }
Hセゥ@ |ェセ@
:•j;ll) .
r.;:c C;IJ
.0ir,
LLセ@
::ri,
セセ@
.0ir,
Artinya: "Perurnparnaan (najkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang rnenajkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang rnenurnbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah rnelipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui"
Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan wakaf yang secara umum
bermaksud menjelaskan wakaf.
,,,..4 / / / / ' / } ' // / J /
セ
Q@
r,)
1
'iY.'
セQNZ@
Q
セ
Q@
JI:;
ri:-:,
セ@
セ
Q
セセQPQ@
J\;
セ@ セQ@ セセ@
r.r:;
L".1
;;-,,. / / / /
セ@ / ,..,,. / / /
'
}セQ@
_Jr-1-'
•\J_))
セZNM[@
セセ@
::,
_:,1
セ@ eセ@
t
_:,1
Uセ|[N[M
_セGAGセセGZi[セ@
'°yL..:.l\J 15j_.jl\J ,)Jb
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra. Berkata: sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Apabila manusia meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga ha!; sedekah jariyah, i!mu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa untuk orang tuanya."
Para ularna menafsirkan sedekah jariyah yang disebut oleh hadits ini adalah
wakaf, karena amalan wakaf akan menghasilkan pahala yang mengalir secara terus
menerus selarna barang wakaf itu masih bisa dimanfaatkan. Hadits lain yang
dijadikan dasar hukum wakaf adalah:
/// / 1' / } / / ,,. )
,, ,, I I
;:;,i1
J\;
セ@
|NNZZNセ|@
セ@
.0l\
セセセセャッ|@
:
JG
セ@
.0l\
セセ@
'_;J:,
iJ.'\::;.
/ / / / /
/ °'
セ@/ セ@
}.
.
/ /
1' / / "' ' / / / /.
o,,セ|セ@
1;;
GZスセ@
セQ@
セ@ セ@
|NNZZNセ|@
セQ@
JI
.0l\
jセセセ@
Jw
,Q
セセイᄋ@
ᄋセ@
i
<Y"
/ / # / / /
/ , / / / / 0 , / ,, / 0 / ,,,,.
.
O,; /,,, iセ@ ... , ..
J'"
iセNGNMᄋL⦅L@ QセQᄋ@ -\ ' •• ,, ' ••• \ \J' . ._ .
,JJ1- \'·- , . '.r>-
セ@.
"
セ@ IJl セ@.
セ@ .).,,l:J.J J '6'- ._. • . .... ..._._.,., 0 w "'...
<..i
.r
1i w -..;...i.>
.;.:.p/ / / / / / / / / /
/ j 0 / / / / / / / / / ) ,., / " )
, '
•\Pl
d
セ@
セキ@
JG
Z⦅[LLLセGZQS@
セセGZQS@
エ⦅アZjSセQ@
エ⦅セGZャ@
\#1
セ@
.0l\
セセ@
, , ,
,..Jf / / :: / I / JO
K°"(;' \ \ ャセy@ '.' '\;:._ GセGZス@ セH@ \'.·I\ · '(
,0i\
I''.. ·' ._,\;'I\ " '':I\ ·'
J-'
セ@u
't'JiY
l.f"c
. .
')
u-::-:--
J. ')
c.r.:-
d
J . )'d
J r..i,.rd
J/ / / / / / / / / / / / /
/ / -P -.: / l l
RQHセ@
セI@
9
jセ@
セ@
セセ@
セ⦅GNL|G@
P⦅GNLZGN[ャセ@
セ@
/ / -:;,,. ,.. / / / /
Artinya: "Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata: Umar mendapat tanah di Khaibar lalu beliau mendatangi Nabi SAW untuk meminta fatwanya tentang tanah ilu, seraya berkata: Ya Rasulul!ah, sesungguhnya saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya tidak mendapat harta yang lebih berharga bagi saya daripada sebidang tanah itu, kemudian apa perintahmu mengenai ha/ ini. Lalu Rasulullah bersabda: 'Jika kamu mau, maka tahanlah pokoknya !alu sedekahkan hasilnya.' Kemudian Ibnu Umar berkata: Maka Umar r.a. sedekahkan hasilnya, 'sesungguhnya tanahnya tidak dijual, tidak digadaikan, tidak diwariskan, tidak dihibahkan. ' Ibnu Umar berkata !agi: 'Lalu Umar r.a. sedekahkan hasilnya kepada fakir miskin, keluarga-keluarga terdekatnya, untuk memerdekakan hamba sahaya, sabilillah, ibnu
21
sabil, dan tamu. Tidak berdosa alas penggarapannyalpengurusnya memakan sebagian hasilnya dengan cara yang baik, atau memberi makan temannya, dengan tidak merasa memilikinya." (HR. Muttafaq 'alaih).
Demikian beberapa dalil yang menjadi dasar (sumber) disyari'atkannya wakaf
dalam syari' at Islam sebagai tindakan hukum.
Beberapa dalil tersebut diatas, mengemukakan bahwa sesungguhnya
melaksana-kan wakaf bagi orang muslim merupamelaksana-kan realitas ibadat kepada Allah melalui harta
benda yang dimiliki, yaitu dengan melepaskan harta kekayaan tersebut guna
kepentingan orang lain (umum dan masyarakat).
D. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Wakaf
I. Unsur Wakaf
Badan-badan hukum Indonesia dan orang-orang yang telah dewasa yang
berakal sehat dan oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum,
atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya asal tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wakaf, sebagai suatu
lembaga mempunyai rukun atau unsur-unsur pembentuknya. Adanya suatu wakaf
harus dipenuhi enam unsur sesuai dengan pasal 6 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, sebagai berikut:
a. Wakif(Orang Yang Berwakaf)
Pihak yang berwakaf dapat berupa perorangan, organisasi dan badan
hukum (pasal 7 UU No. 41tahun2004).
Seclangkan wakif sendiri harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
1) Pemilik sah dari harta yang diwakaJkan, dengan bukti-bukti yang autentik. 2) Dewasa. Menyadari clan mengetahui tujuan melepaskan hak mililmya
kepada pihak lain.
3) Tidak boleh berwakaf jika seluruh harta yang akan diwakafkan hanya cukup untuk membayar hutangnya.
b. Mauquf(Harta Yang Diwakafkan)
Barang atau benda yang diwakafkan (mauquf) haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
1) Harus tetap zatnya clan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tidak habis sekali pakai. Hal ini karena watak wakaf yang lebih mementingkan manfaat benda tersebut.
2) Harta yang diwakafkan itu hams jelas wujudnya dan pasti batasan-batasannya.
3) Benda tersebut hams benar-benar keptmyaan wakif dan bebas dari segala beban.
4) Harta yang diwakafkan itu dapat bernpa benda tidak bergerak dan dapat bernpa benda bergerak seperti buku-buku, surat-surat berharga dan sebagainya.
5) Benda tersebut bukan barang haram atau najis.
Tujuan wakaf yaitu untuk kepentingan UlllUlll dalam upaya mencan
keridhaan Allah SWT, misalnya untuk kepentingan ibadah, dakwah, nunah sakit dan amal-amal sosial lainnya.
d. Pernyataan (Sig/zat) Wakif
Pernyataan wakif yang berupa tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan itu, dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan.
e. Penerima Wakaf(Nadzir)
Yang kemudian akan mengola harta wakaf terse but baik perorangan maupun lembaga pengelola tanah wakaf, yang disebut Nadzir.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 pasal 9, membagi nadzir menjadi tiga bagian yaitu: Nadzir perorangan, organisasi, dan nadzir kelompok.
Kemudian pada pasal I 0 menjelaskan tentang persyaratan yang dimaksud pada pasal 9, yaitu yang pertama nadzir perseorangan bisa menjadi nadzir apabila memenuhi persyaratan sebagai beriknt:
a. Warga negara Indonesia; b. Beragama Islam;
c. Dewasa;
d. Mampu secara jasmani dan rohani; dan e. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
a. mengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan dan sebagaimana dimaksud pada ayat (I); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 10 ayat ketiga menjelaskan badan hukum bisa menjadi nadzir dengan persyaratan:
a. mengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (I); dan
b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesUlll dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
f. Saksi
2. Syarat Wakaf
Selain rukun-rukun wakaf tersebut di atas, ada pula syarat-syarat sahnya suatu perwakafun benda atau harta seseorang. Syarat-syarat itu adalab sebagai berikut:
a. Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi untuk selarna-larnanya. Wakaf yang dibatasi waktunya, misalnya 5 tahun saja, atau 10 tahun saja, hukumnya tidak sah.
b. Tujuan wakaf harus jelas. Kecuali apabila wakaf tersebut diserabkan kepada suatu badan hukum yang sudab jelas usaba-usabanya untuk kepentingan kebaikan.
c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelab ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
d. Pelaksanaan wakaf direalisasikan segera setelal1 ikrar wakaf. Karena itu wakaf tidak boleh digantungkan kepada suatu keadaan atau syarat tertentu, misalnya pada kematian seseorang, atau kondisi tertentu.
3. Harta Benda Wakaf
Harta benda wakaf terdiri dari: a. benda tidak bergerak; dan b. benda bergerak
Yang dimaksnd benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis
karena dikonsnmsi, melipnti:22 a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga; d. kendaraan;
e. hak alas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari'ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Perubahan Status Harta Benda Wakaf
Ketentuan mengenai pernbahan status harta benda wakaf telah diatur dalam pasal 40 UU RI nomor 41 tahun 2004 yang menjelaskan bahwa terhadap harta benda wakaf yang sudah diwakafkan tidak boleh dilakukan hal-hal sebagai berikut:23
22
Departemen Agama RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang
Wakoj, (Jakarta: tpn., 2005), cet. Ke-2, h. 10-11
23 Ibid, h.
a. dijadikan jaminan. b. disita.
c. dihibahkan d. dijual e. diwariskan
f. ditukar
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Selanjutnya, ketentuan tentang pengecualian penukaran harta benda wakaf
diatur dalam pasal berikutnya yang berbunyi:24
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telal1 diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana um um ta ta ruang (R UTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berla1..'ll dan tidak bertentangan dengan syariah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) hanya dapat dilakukan setelal1 memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaflndonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (I) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. ( 4) Ketentuan mengenai perubal1an status harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud pada (I), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebil1 lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
5. Fungsi Wakaf
Dalam konsep Islam, dikenal istilah jariyah artinya mengalir. Maksudnya sedekah atau wakaf yang dikeluarkan, sepanjang benda wakaf itu dimanfaatkan
untuk kepentingan kabaikan maka selama itu pula siwakif, mendapat pabala secara terns menerus, meskipun telab meninggal dunia.
Finnan Allab SWT:
,,. / / /
(i-".O/CJ.11)
セ@
セ@
f..i
セ@ NN[ZL|[NL|セ|@
,
, ,Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka). Kecuali orang-orang yang beriman menge1jakan amal shaleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya." (QS. At-Tin/95:4-6).
Dalam ayat al-Qur' an maupun al-Sunnah yang telab disebutkan di atas, banyak keutamaan-keutamaan dalam perbuatan wakaf, di antaranya:
a. Untuk menanamkan sifat zuhud, dan melatih menolong kepentingan orang Iain atau sosial.
b. Menghidupkan lembaga-lembaga sosial maupun keagamaan demi ;yi 'ar Islam dan keunggulan kaum muslimin.
c. Menanamkan kesadaran babwa di dalam setiap harta benda walaupun sudab menjadi milik sab tetapi mempunyai fungsi sosial.
d. Wakaf menyadarkan seseorang babwa kehidupan di akhirat memerlukan persiapan yang cukup.
Jika kita menggali syari'at Islam, akan ditemukan bahwa tujuan syari'at Islam adalah demi kemaslahatan manusia. Hukum Islam beipatokan kepada prinsip "Jalb al-mashalih wa dar' al-mafasid' (menjaga kemaslahatan dan menangkal kerusakan).
Sedangkan maksud syari' ah itu sendiri tidak lepas dari tiga haI pokok : a. menjaga maslahah dharuriyah (prin1er).
b. maslahat hajjiyah (sekunder). c. maslahat tahsiniyah (tersier).
Maslahah tahsiniyah (tersier), yaitu mengambil sesuatu yang memberikan nilai tambah dalam kehidupan dan menghindarkan diri dari kehinaan. Bentuk maslahah yang terakhir ini dapat direaiisasikan dengan mendekatkan diri kepada Allah melaiui amaI jariyah maupun amaian-amaian sunnah. Dan wakaf temasuk dalam sedekah yang dimaksudkan 1mtuk mendekatkan diri kepada Allaii."
E. Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Hukum perwakafan sebagaimana diatur oleh Kompilasi Hukum Islam di Indonesia pada dasarnya sama dengan yang diatur oleh perundang-undangan yang telah ada sebelumnya. Daiam beberapa hal, hukmn perwakafan daiam Kompilasi Hukum Islam tersebut merupakan pengembangan dan penyempumaan pengaturan peiwakafan sesuai dengan hukum Islam.
25
Beberapa ketentuan dalam hukum perwakafan menurut kompilasi yang merupakan pengembangan dan penyempumaan terhadap materi perwakafan yang ada pada perundang-undangan sebelumnya, antara lain:
1. Obyek Wakaf
Menurut Kompilasi Hukum Islam, bahwa obyek wakaf tersebut tidak hanya berupa tanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No. 28 Tahun 1977. Obyek wakaf menurut Kompilasi tersebut lebih luas, sebagaimana disebutkan dalam pasal 215:
Ayat (1): "Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannyauntuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam."
Ayat (2): "Benda wakaf adalal1 segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam."26
2. Pihak Yang Mewaka.tkan
Pasal 217, ayat 1 menerangkan tentang karakter orang yang mewaka.tkan benda wakaf baik itu berupa badan hukum Indonesia maupun perorangan yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum yang sesuai dengan hukum di Indonesia.
3. Naclzir
26
Pasal 219 ayat I menerangkan syarat-syarat untuk menjadi Nadzir serta tempat mendaftarkan diri untuk menjadi nadzir.
Pasal 219 Ayat (3): "Nadzir di maksud dalam ayat (I) dan (2) harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan."
4. Sumpah Nadzir
Nadzir sebelum melakukan tugas harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Hal ini diat:ur dalam pasal 2 I 9 ayat 4 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Pasal 219
Ayat ( 4): "Nadzir sebelum melaksanakan tugas, harus mengucapkan sumpah di hadapan kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah berikut:
5. Jumlah Nadzir
"Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi nadzir langsung atau t:idak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan atau pun memberikan sesuatu kepada siapapun juga."
Jmnlah Nadzir yang diperbolehkan m1tuk satu unit perwakafan sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang dan sebanyak-banyaknya IO orang yang diangkat oleh kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulanm Kecamatan dan Carnal setempat. Hal tersebut termaktub dalam pasal 219 ayat 5.27
6. Tugas Nadzir
27
Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua ha! yang
yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 220 ayat
(! ), (2) dan (3) kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat
dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
7. Hak Nadzir
Pasal 222 menyebutkan bal1wa "Nadzir berhak mendapatkan penghasilan
dan fasilitas. Yang jenis dan jumlalmya ditentukan berdasarkan kelayakan atas
saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan
setempat."
8. Pengawasan Nadzir
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir
dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agania Kecamatan,
Majlis Ulama Kecamatan dan Pengadilan Agama yang mewilayalrinya (pasal
227).
9. Perubal1an Benda Wakaf
Menurut pasal 225, perubal1an benda wakaf hanya dapat dilakukan terhadap
hal-hal tertentu setelali terlebih daliulu mendapatkan persetujuan tertulis dari
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan dan Camat setempat.
10. Penyimpangan Benda Wakaf
Pasal 225 ayat (2) berbunyi: "Penyirnpangan dari ketentuan tersebut dalam
ayat (I) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelali terlebih dalmlu
berdasarkan saran dari Majelis U1ama Kecamatan dan Camat setempat dengan
alasan:
a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang diikrarkan oleh
Wakif.
b. karena kepentingan umum.
Demikian pasal-pasal yang tertera di dalam Kompilasi Huktun Islam. Perlu
diketahui bahwa pasal-pasal yang tennaktub dalam KH1 yang membahas tentang
wakaf: tidak sepenuhnya penulis kutip. Penulis hanya mengutip pasal-pasal yang
A. Lokasi Masjid
Masjid Jami' Al-Ikhlas terletak di Jalan Haji Naman Kelurahan Malaka
Jaya Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur. Masjid ini adalah masjid besar
dan tertua setelah Masjid Jami' Al-Khoir di kelurahan tersebut. Masjid Jami'
Al-Khoir terletak sekitar 500 M di sebelah barat laut Masjid Jami' Al-Ikhlas.
Masjid ini masih aktif sebagaimana layaknya masjid yang lain dan berdiri
megah serta mudah dilihat karena letaknya berada di tepi jalan. Aktifnya
sarana peribadatan ini tidak digunakan untuk shalat lima waktu dan shalat
Jum' at saJa, namun pengaJian kaum ibu, pengajian kaum bapak serta
keperluan untuk masyarakat umumpun masih bisa digunakan. Masjid ini
memiliki halaman parkir yang culn1p menampung sekitar 20 kendaraan
bermotor. Sehingga para pekerja keliling atau orang yang sengaja mampir
untuk berjama' ah shalat zhuhur dan Ashar terlihat banyak di waktu siang hari.
Khalayak kebanyakan, khususnya masyarakat pendatang senng
bertanya-tanya; Mengapa bangunan masjid yang cukup luas ini seperti tidak ada yang
mengurusnya ?, Ada apa di balik semua ini?
B. Sejarah Berdirinya
Ketika era tahun 70-an penduduk sekitar Malaka Jaya Kecamatan Duren
daerah dengan tujuan yang berbagai macam belum begitu banyak seperti sekarang ini. Pada saat itu masyarakat penduduk asli melaksanakan shalat Jum' at khususnya serta shalat hari raya (Idul Fitti dan Idul Adha) dilaksanakan di Masjid Jami' AJ-Khair di daerah Prumnas Klender. Masyarakat ketika datang untuk meaksanakan shalat ju'mat bisa menempuh jarak sekitar 1,5 jam berjalan kaki barulah sampai ke tempat tujuan.
Melihat keadaan masyarakat seperti ini, seorang sosok ulama terkemuka bernama KH. Muslih berfikir panJang mencari jalan keluar permasalahan tersebut. Beliau mengajak para tokoh masyarakat sekitar untuk mengadakan musyawarah di lingkungan sekitar Malaka Jaya untuk membahas tentang pendirian pembangunan tempat peribadatan di wilayahnya. Keberanian beliau dalam membangun tempat peribadatan karena telah mendapatkan restu dari gunmya sendiri yakni Pemimpin Masjid Jami' AJ-Khair yang berada di Penunnas Klender yang tersebut di atas.
melihat kondisi penduduk yang dinilai kurang tersentuh oleh pendidikan keislaman.
C. Fungsi Masjid Al-Ikhlas Bagi Masyarakat
Sejak awal berdirinya masjid Al-Ikhlas sudah dimanfu.atkan untuk pendidikan pengajian anak-anak non-formal yang bertempat di serambi masjid. Akan tetapi pembangunan untuk sarana Taman Pendidikan Anak Diniyah barn terlaksana pada tahun 1984.1
Pendidikan Anak Diniyah Awaliyah diadakan pada s1ang hari. Sementara pendidikan pelajaran Tata Bal1asa Arab serta ilmu agama yang lain dilaksanakan pada malam hari berlokasi di aula samping masjid. Sehingga dengan diadakannya pendidikan non formal di atas, maka lengkaplah kegiatan tersebut seperti layaknya kegiatan di pesantren-pesantren. Tetapi bedanya tidak ada santri yang tinggal di asrama santri.
Kegiatan tersebut tidak hanya di kerjakan oleh pendiri masjid sendiri. Tetapi, KR. Muslih memanggil para pengajar, alim ulama dari berbagai tempat untuk membantu perjuangannya dalam memberikan pelajaran bagi masyarakat setempat. Sehingga kondisi masyarakat kampung yang awahlya awam terhadap pendidikan agama, kini sedikit demi sedikit menjadi berkembang serta mengenal ajaran agama islam lebih luas. 2
1 Ahmad Suhaimi, Pengurus Harian Masjid Jami' Al-lkhlas Malaka Jaya,
Wawancara Pribadi,
(Jakarta: Rumah Pribadi, 19 Juli 2006)
2
D. Status Tanah Wakaf
Walaupun masjid ini belum mempunyai akta wakaf, akan tetapi pendiri masjid
ketika masih hidup, sudab mewakafkan secara lisan kepada masyarakat banyak.3 Hal
tersebut seiring dengan pendapat mazhab Syafi'iyah yang memandang keabsahan
mewakafkan benda wakaf secara lisan dengan sharih (jelas) serta syarat dan rukun
yang sempuma tanpa adanya hakim. Sedangkan mazhab Syafi'iyah adalah mazhab
yang dianut oleh pewaris.
E. Perubahan Status Wakaf Menjadi Kanai
Ketika KH. Muslih meninggal pada tahun 1997, mulai terlihat tanda-tanda
kemunduran pengurusan masjid tersebut. Karena ada faktor dominan yang
mempengaruhi kelanjutan berdirinya masjid tersebut, yaitu adanya Keputusan
Gubemur Propinsi DK.I Jakarta Nomor : 2714 tahun 2001 tentang Penguasaan
Perencanaan!Peruntukan Bidang Tanah Untuk Pelaksanaan Pembangunan Track
Banjir Kanai Timur dari Kali Buaran Sampai dengan Laut Jawa.4 Serta Peraturan
Provinsi DK.I Jakarta tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DK.I Jakarta Tahun
2000-2010. Dengan adanya surat keputusan tersebut, lokasi tanah tempat berdirinya Masjid
Jami' Al-Ikhlas adalah salah satu areal yang terkena gusuran untuk proyek
3
Ibid., la juga menyebutkan beberapa saksi yang mendengarkan langsung dari pemyataan pendiri
masjid al-ikhlas diantaranya : A. Syafi'i, yaitu menantu dari pendiri masjid yang dianggap tokoh
masyarakat setempat.
4
tanah tempat berdirinya Masjid Jami' Al-Ikhlas adalah salal1 satu areal yang terkena gusuran untuk proyek pembangunan yang dimaksud. Maka jelaslah ha! tersebut akan mengancam kelangsungan berdirinya Masjid Jami' Al-Ikhlas.
F. Struktur Organisasi
Karena masjid !Ill belum mempunyai akta wakaf, maka struktnr
keorganisasian dipegang ahli waris secara bersama terutama oleh anak dan menantu pewaris yang lebih berpotensi di bidang keagamaan. Serta dibantu oleh tokoh masyarakat sekitar. Sedangkan imam shalat wajib ketika penulis sedang survei, yang aktifmenjadi imam lima waktu adalah mantu pewaris.'
Walaupun masjid ini belum mempunyai akta wakaf, akan tetapi pendiri masjid ketika masih hidup, sudah mewakafkan secara lisau kepada masyarakat banyakfiltuk kepemimpinan saat ini, kepengurusan masjid diambil-alih secara bersama oleh anak-anak dari ahli waris (K.H. Muslih). Pemeliharaan masjid hanya sekedar menjaga agar masjid tersebut masih bisa difungsikan oleh jama' al1 dan masyarakat sekitar untuk kegiatan ibadah dan lainnya. Sedangkan pemeliharaan yang bersifat lux para pengurus tidak melakukanuya. Pasahlya apabila membangun/membenahi masjid dengan biaya yang mahal suatu saat dengan jangka waktu yang tidak lama lagi akan dibongkar dengan alasan proyek di atas. Maka upaya tersebut hanyalah sebuah upaya sia-sia.
'Asy' ari, Wawancara Pribadi, Anak Tertua Pewaris, (Jakarta: Rumah Pribadi, 19 Juli 2006)
6Nasir
Kegiatan yang selama
ini
berlangsung masih cukup normal selayaknya masjid pada umumnya, masih difungsikan untuk kegiatan-kegiatan penbadatandan lain-lain. Kenyataan ini penulis saksikan sendiri secara langsung ketika
penulis hendak melakukan wawancara dengan pengurus masjid. Karena masjid
ini
belum dialihkan, maka kegiatan masih terns berlangsung, seperti; Pengajian Kaum Ibu yang diadakan pada hari Senin pagi, Shalat Tarawih, Shalat Jum' at,Shala! Idul Fitri, Shala! Idbul Adba, Shalat Jenazah, Shalat Jama'ah lima
A. Pengalihan Wakaf Tanah dan Bangnnan Menu rut Ulama Madzhab
1. Menurut Ulama Hanafiyah
Dalam perspektif madzhab Hanafi, Jbdal (penukaran) dan isl ibdal
(penggantian) adalah boleh. Kebijakan ini berpijak dan menitik-beratkan pada
maslahat yang menyertai praktik tersebut. Pembolehan ini bertolak dari sikap
toleran dan keleluasaan yang sangat dijunjung tinggi oleh penganut madzhab
Hanafi. Menurut mereka, ibdal (penukaran) boleh dilakukan oleh siapapun, baik
wakif sendiri, orang lain maupun hakim tanpa menilik jenis barang yang
diwakafkan, apakah berupa tanah yang dihuni (terurus), tidak dihuni (tidak
terurus), bergerak (manqu[) maupun tidak bergerak ( 'iqar).'
Dalam masalah penukaran (ibdal) harta wakaf, ulama Hanafiyah membagi
menjadi tiga macam:
a. Disyaratkan oleh wakif.
Ada beberapa pendapat yang difatwakan ulama mengenai sah tidaknya wakaf
dan syaratnya karena si wakif mensyaratkan adanya penukaran ketika
mewakafkan harta wakaf. Pendapat tersebut masing-masing difatwakan oleh:
'Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hu/cum Waka/, terj. Ahrul Sani Fathurrahman, (Jakarta:
I) Imam Abu Yusuf dan Hila! menyatakan bahwa wakaf clan syaratnya
sama-sama sah.
2) Imam Muhammad bin Hasan hanya mengesahkan wakafnya saJa,
sedangkan syarat dihukumi batal.
3) Pendapat yang berasal dari sebagian pengikut Hanafiyah menyatakan
bahwa baik wakafmaupun syarat sama-sama batal.2
Pandangan yang paling dapat dipertanggung jawabkan adalah pendapat Hila!
clan Abu Yusuf yang menyatakan, baik wakaf maupun syaratnya, sama-sama
sah. Bahkan di dalam beberapa kitab madzhab Hanafi menetapkan sebagai
ljma'.
b. Tidak disyaratkan oleh wakif, baik ia memang tidak menyinggungnya sama
sekali atau jelas-jelas melarangnya. Sedangkan di sisi lain, kondisi maukuf
(harta wakaf) sudah tidak dapat difungsikan clan dimanfaatkan lagi.
Wakif diam clan tidak mensyaratkan istibdal (penggantian), sedangkan barang
wakaf itu lama-kelamaan menjadi kurang produktif, bahkan hasilnya tidak
dapat menutup biaya pengelolanya.
Qadhikhan dalam kitab fatwanya menyatakan:' "Apabila wakif tidak
mensyaratkan istibdal (penggantian) kepada siapapun. Maka yang berhak
mengganti barang wakaf hanyalah hakim dengan berpijak pada kemaslahatan
bersama"
'Hasan bin Mansur Al-Auzjundi, Al-Fatawa Al-Khaniyah, dalam kitab Al-Hindiyah, jilid 3, h. 306
c. Tidak disyaratkan oleh wakif, namun maukuf masih dalam keadaan tcrurus
dan berfungsi. Tetapi ada barang pengganti yang dalam kondisi menjanjikan.
Wakif tidak menyinggung syarat Istibdal. Sementara kondisi barang wakaf
masih dapat dimanfaatkan. Namun di sisi lain ada barang yang lebih baik dan
menjanjikan.
Kamal bin Hammam dan mayoritas ulama Hanafiyah berpendapat: 4 "Wakif
berhak mensyaratkan atau tidak mensy