• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media teks wacana dialog: penelitian tindakan pada siswa kelas VII MTs Negeri 38 Jkaarta tahun pelajaran 2011-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan keterampilan menulis narasi dengan media teks wacana dialog: penelitian tindakan pada siswa kelas VII MTs Negeri 38 Jkaarta tahun pelajaran 2011-2012"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

Tahun Pelajaran 2011-2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

(S.Pd.)

Oleh

Hilda Nurul Mawaddah

NIM: 107013000687

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i

Keterampilan Menulis Narasi dengan Media Teks Wacana Dialog: Penelitian Tindakan pada Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri 38 Jakarta Tahun Pelajaran 2011-2012. Skripsi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII-2 Madrasah Tsanawiyah Negeri 38 Jakarta. Materi yang disampaikan yaitu mengenai keterampilan menulis karangan narasi dengan penggunaan media teks wacana dialog. Penelitian ini dimulai dari tanggal 15 Juli 2011 sampai dengan 21 dan 22 Juli 2011. Instrumen yang digunakan adalah tes berupa observasi guru, observasi siswa, jurnal siswa, catatan lapangan, dan lembar tes kemampuan (wadah siswa untuk menulis karangan narasi).

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang memerlukan latihan agar dapat dikuasai dengan baik. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari keterampilan menulis, antara lain seperti pilihan kata, ejaan, keterkaitan, gaya bahasa, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pembelajaran menulis harus mendapatkan perhatian lebih, agar keterampilan menulis yang dianggap rumit ini dapat dikuasai dengan mudah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas, yaitu suatu penelitian yang dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan yang hadir di dalam kelas. Metode yang dilakukan peneliti terdiri dari empat tahap, antara lain: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Keempat tahap tersebut merupakan kesatuan siklus yang akan berlangsung secara berulang dan dilakukan dengan langkah yang sama, yang kemudian difokuskan pada pembelajaran menulis karangan narasi sebagai aplikasi dari keterampilan menulis, tentunya dengan menggunakan media teks wacana dialog.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari nilai karangan siswa mulai dari siklus ke-1 sampai ke-2. Adapun nilai rata-rata siklus ke-1 adalah 75,18, dan siklus ke-2 mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya 80,99.

Berdasarkan hasil penelitian, kekurangan dan kelemahan siswa pada umumnya sama. Kesalahan ejaan, penggunaan diksi, pengembangan isi karangan, pengembangan penokohan, dan pengembangan latar atau setting. Namun dengan pembelajaran menggunakan media teks wacana dialog, kekurangan dan kesalahan siswa tersebut dapat dikurangi, serta mampu membuat siswa menjadi lebih mudah dalam mengembangkan karangan narasi.

(3)

ii

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad Saw yang

dijadikan sebagai teladan terbaik bagi segenap manusia, juga kepada segenap

keluarga dan sahabatnya yang selalu menjaga kemurnian sunnah-nya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian

sarjana pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini

belumlah sempurna, karena dalam proses penulisannya, peneliti tidak luput dari

berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak,

karya ini tidak mungkin terwujud. Apresiasi dan terima kasih yang

setinggi-tingginya peneliti sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam

penulisan skripsi ini. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut peneliti

sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifai, MA,Ph.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta;

2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku Ketua Jurusan PBSI;

3. Bapak Drs. Ramlan Abdul Gani, M.A., selaku dosen pembimbing yang

sangat berpengaruh dalam penyelesaian skripsi ini, serta telah

mengenalkan kecintaan peneliti pada dunia kebahasaan. (Terima kasih

untuk arahan, bimbingan, dan semangatmu untukku bapak);

4. Seluruh dosen Jurusan PBSI yang tak hentinya memberikan asupan ilmu;

5. Ibunda tersayang Dra. Hj. Sohihah, yang kasih sayangnya tak terbatas

kepada peneliti, semoga Allah selalu menyayanginya sebagaimana ia

selalu menyayangi peneliti sejak dalam kandungan. Ayahanda terkasih

Drs. H. Basthomi Hasan, M.A., sebagai sumber kekuatan dalam

kelemahan yang selalu berusaha hadir tanpanya, semoga ia selalu dalam

lindungan Allah di surga-Nya;

6. ‘Ammi Drs. H. Bisri Soleh M.A., sebagai paman dan orang tua kedua bagi

(4)

iii

bapak Sopian Hariri, S.Ag., selaku guru mata pelajaran bahasa dan sastra

Indonesia yang telah memberi izin dan menjadi mitra peneliti terbaik

selama penelitian. Serta seluruh sivitas akademia MTs Negeri 38 Jakarta;

9. Kostan The Green Terrace (Mila, Dewi, Salmah, Kamel, Echi, Ochi, Kak Fuah, Kak Silvi), tempat berbagi segala hal dalam kebaikan, terima kasih

untuk semangat yang selalu kalian hadirkan. Terkhusus Uyun KA yang

setia menemani sebagai saudara dan room mate peneliti selama tiga tahun dan Fitri D sebagai teman berbagi segala hal yang baik dalam kehidupan;

10.Faisal Hadi, Amd., seseorang yang selalu ada di sisi peneliti dalam suka

dan duka, memberikan nasihat, serta kasih sayang dan do’a yang tiada

henti;

11.Kawan-kawan mahasiswa Jurusan PBSI angkatan 2007, yang berjuang

bersama dan saling menguatkan selama 4 tahun dalam perkuliahan;

12.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam, yang telah memberikan

asupan semangat, terutama Distrik PBSI yang menjadi keluarga kecil bagi

peneliti (Didah Nurhamidah, Istika Putri, Johan A Lesmana, Lutfi SF);

13.Kawan-kawan Paduan Suara Mahasiswa FITK (PST) dan UKM-PSM

yang selalu memberikan inspirasi yang indah melalui nada-nada yang

dinyanyikan;

14.Untuk berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan kepada peneliti

senantiasa menjadi amal baik yang kelak dianugerahkan Allah dengan balasan

yang lebih baik.

Akhirnya peneliti pun berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi

kemajuan pendidikan dan pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran bahasa

dan sastra Indonesia.

Jakarta, 23 November 2011

(5)

iv

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR ... ... ii

DAFTAR ISI ……….... iv

DAFTAR TABEL………... vi

DAFTAR LAMPIRAN……….. vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………...…...1

B. Identifikasi Masalah ………...….6

C. Pembatasan Masalah ………..……..6

D. Perumusan Masalah ……….7

E. Tujuan Penulisan ……...…….7

F. Manfaat Penelitian ………..…….8

G. Tinjauan Pustaka ….……….9

BAB II LANDASAN TEORETIS A. Konsep Dasar Keterampilan Menulis ………...… 12

B. Karangan………..….. 18

C. Menulis Karangan Narasi ... .….. 20

D. Konsep Dasar Media Pembelajaran ...………...… 27

E. Pembelajaran Menulis dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ……… 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian ………... 35

B. Metode Penelitian ……….….... 35

C. Prosedur Penelitian ………... 40

D. Instrumen Penelitian ………. 42

E. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian... 47

F. Prosedur Pengelolaan Data ... 48

(6)

v

Menggunakan Media Teks Wacana Dialog pada Siswa Kelas VII

Madrasah Tsanawiyah Negeri 38 Jakarta …... 56

C. Tahap Kegiatan Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Siklus 1 …... 57 D. Tahap Kegiatan Pembelajaran Menulis Karangan Narasi Siklus . 72

E. Analisis Hasil Penelitian ………..………. 84

F. Pembahasan Hasil Penelitian ………..………….. 87

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ………... 93

B. Saran ……...………... 94

DAFTAR PUSTAKA………. 96

(7)

vi

Tabel 3.1 Lembar Observasi Aktivitas Guru ...43

Tabel 3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ...45

Tabel 3.3 Jurnal Siswa ...46

Tabel 3.4 Penilaian PAP Skala Lima ...49

Tabel 3.5 Penilaian Karangan Narasi ...51

Tabel 4.1 Persentase Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Siklus 1 ...62

Tabel 4.2 Penilaian Karangan Narasi Nomor Subjek 24 ……….….. 65

Tabel 4.3 Penilaian Karangan Narasi Nomor Subjek 19 …………..……….… 66 Tabel 4.4 Penilaian Karangan Narasi Nomor Subjek 3 ……….… 67

Tabel 4.5 Rekapitulasi Nilai Karya Siswa Siklus 1 ...68

Tabel 4.6 Persentase Komentar Siswa Siklus 1 ...70

Tabel 4.7 Perolehan Skor Siswa Siklus 1 ...71

Tabel 4.8 Perolehan Skor Siswa Berdasarkan Skala Lima pada Siklus 1 ...71

Tabel 4.9 Persentase Aktivitas Siswa pada Pembelajaran Siklus 2 ...76

Tabel 4.10 Penilaian Karangan Narasi Nomor Subjek 24 ………...….. 78

Tabel 4.11 Penilaian Karangan Narasi Nomor Subjek 19 ……….… 79

Tabel 4.12 Penilaian Karangan Narasi Nomor Subjek 3 ………...… 80

Tabel 4.13 Rekapitulasi Nilai Karya Siswa Siklus 2 ... 81

Tabel 4.14 Persentase Komentar Siswa Siklus 2 ...82

Tabel 4.15 Perolehan Skor Siswa Siklus 2 ...83

Tabel 4.16 Perolehan Skor Siswa Berdasarkan Skala Lima pada siklus 2 ...83

Tabel 4.17 Tingkat Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Narasi ...85

Tabel 4.18 Perolehan Nilai Siswa dalam Skala Lima ...86

(8)

vii

Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 3 Silabus

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Lampiran 5 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Lampiran 6 Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus 1

Lampiran 7 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1

Lampiran 8 Jurnal Siswa Siklus 1

Lampiran 9 Lembar Tes Kemampuan Siswa Siklus 1

Lampiran 10 Dokumentasi Proses Pembelajaran Siklus 1

Lampiran 11 Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus 2

Lampiran 12 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus 2

Lampiran 13 Jurnal Siswa siklus 2

Lampiran 14 Lembar Tes Kemampuan Siswa Siklus 2

Lampiran 15 Dokumentasi Proses Pembelajaran Siklus 2

Lampiran 16 Profil Sekolah

Lampiran 17 Lembar Uji Referensi

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana

belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.1

Proses pendidikan yang diselenggarakan secara formal di sekolah dimulai

dari pendidikan formal yang paling dasar sampai perguruan tinggi tidak lepas dari

kegiatan belajar yang merupakan salah satu kegiatan pokok, dengan guru sebagai

pemegang peranan utama. Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran telah

dilakukan seusia manusia itu sendiri sebagai pelaku pendidikan.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditunjang oleh

kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu terapan maupun

ilmu pengetahuan dasar secara seimbang. Salah satu usaha untuk meningkatkan

penguasaan pengetahuan dasar adalah dengan meningkatkan keterampilan

berbahasa. Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia yaitu dari aspek

kemampuan berbahasa yang meliputi aspek mendengarkan/menyimak, berbicara,

membaca, dan menulis.

1

(10)

2

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional atau bahasa negara. Standar

kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berorientasi pada hakikat

pembelajaran bahasa, bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan

belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya.2

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik lisan

maupun tulis, serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia.

Secara umum tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: (1)

Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik

secara lisan maupun tulis, (2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) Memahami bahasa

Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif, untuk berbagai tujuan,

(4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

serta kematangan emosional dan sosial, (5) Menikmati dan memanfaatkan karya

sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, (6) Menghargai dan

membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual

manusia Indonesia.3

Melalui pembelajaran bahasa Indonesia siswa diharapkan memiliki

kemampuan untuk menangkap makna dari sebuah pesan atau informasi yang

disampaikan, serta memiliki kemampuan untuk menalar dan mengemukakan

2

Departemen Pendidikan Nasional, “Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,” diakses pada 16 Juni 2011 pukul 10.35 dari

http://www.puskur.net/download/kbk/smp/BahasaSastraIndonesia.pdf

3

(11)

3

kembali pesan atau informasi yang diterimanya. Siswa juga diharapkan memiliki

kemampuan untuk mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan

perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik. Kompetensi tersebut dapat

dicapai melalui proses pemahiran yang dilatih dan dialami dalam kegiatan

pembelajaran.

Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang berkaitan dengan

pengungkapan pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan tersebut adalah

keterampilan menulis. Menulis sebagai keterampilan berbahasa yang bersifat

produktif-aktif merupakan salah satu kompetensi dasar berbahasa yang harus

dimiliki siswa agar terampil berkomunikasi secara tertulis. Siswa akan terampil

mengorganisasikan gagasan dengan runtut, menggunakan kosakata yang tepat dan

sesuai, memperhatikan ejaan dan tanda baca yang benar, serta menggunakan

ragam kalimat yang variatif dalam menulis jika memiliki kompetensi dalam

menulis karangan dengan baik.

Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam

kegiatan menulis, seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi,

struktur bahasa, dan kosakata.4 Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat,

merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi

pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh

para pembelajar yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan

mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif.

4

(12)

4

Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata,

serta struktur kalimat.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di kelas, ditemukan bahwa

menulis sering menjadi suatu hal yang kurang diminati dan kurang mendapat

respon yang baik dari siswa. Siswa tampak mengalami kesulitan ketika harus

menulis. Siswa tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika pembelajaran menulis

dimulai. Mereka terkadang sulit sekali menemukan kalimat pertama untuk

memulai atau mengawali paragraf. Siswa kerap menghadapi sindrom kertas

kosong (blank page syndrome) tidak tahu apa yang akan ditulisnya. Mereka takut

salah, takut berbeda dengan apa yang diinstruksikan gurunya.

Keterampilan menulis terkadang hanya diajarkan pada saat pembelajaran

menulis di kelas, pahadal pembelajaran keterampilan menulis dapat dipadukan

atau diintegrasikan dalam setiap proses pembelajaran keterampilan yang lainnya

di kelas. Pengintegrasian ini dapat bersifat internal maupun eksternal.

Pengintegrasian internal berarti pembelajaran menulis diintegrasikan dengan

pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain. Menulis dapat pula

diintegrasikan secara eksternal dengan mata pelajaran lain di luar mata pelajaran

bahasa Indonesia.

Menulis merupakan suatu keterampilan, dan keterampilan itu hanya akan

berkembang jika dilatihkan secara terus-menerus atau lebih sering. Memberikan

kesempatan lebih banyak bagi siswa untuk berlatih menulis dalam berbagai tujuan

merupakan sebuah cara yang dapat diterapkan agar keterampilan menulis

(13)

5

Pembelajaran menulis di sekolah-sekolah hendaknya diselenggarakan

dengan baik dan benar. Guru sebagai komunikator dan fasilitator yang akan

menyampaikan bahan ajar kepada siswa harus terampil dan mempunyai berbagai

cara ampuh untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa dengan memilih

bahan, teknik, metode, dan media yang sesuai dengan karakteristik dan tingkat

kebahasaan siswa. Salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan menulis

siswa adalah dengan menggunakan media yang tepat dan mampu merangsang

siswa untuk menulis. Dengan menggunakan media yang tepat, informasi atau

bahan ajar dapat diterima dan diserap oleh siswa dengan baik. Ini sesuai dengan

salah satu fungsi dari media pengajaran yaitu untuk meningkatkan kualitas proses

belajar mengajar. Proses mengajar meningkat dengan baik, hasil

belajar-mengajar pun akan meningkat.

Dalam penelitian ini, penulis memilih alternatif lain, yaitu penggunaan

media yang ada di lingkungan belajar siswa, berupa teks wacana dialog sebagai

bahan pertimbangan untuk dijadikan sebuah penelitian. Menurut penulis, dengan

menggunakan teks wacana dialog, siswa akan tergugah dan mudah memperoleh

gambaran cerita, serta mampu mengembangkannya ke dalam bentuk karangan

narasi. Adapun karangan narasi yang dipilih untuk dikembangkan oleh para siswa

adalah narasi ekspositoris sebagai narasi yang menyampaikan informasi mengenai

berlangsungnya suatu peristiwa atau kejadian.

Bertolak dari pertimbangan-pertimbangan di atas, maka penulis

merumuskan sebuah penelitian dalam skripsi yang berjudul Peningkatan

(14)

6

Tindakan pada Siswa Kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri 38 Jakarta Tahun

Pelajaran 2011-2012.

Melalui penelitian ini, peneliti mencoba memacu siswa untuk menuangkan

ide, gagasan, pikiran, dan pendapat berdasarkan teks dialog yang akan

dikembangkan siswa ke dalam bentuk karangan narasi.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, dapat

diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Menulis merupakan keterampilan yang paling sulit dikuasai

dibandingkan keterampilan yang lainnya.

2. Pada umumnya, siswa kurang terampil dalam menulis.

3. Teknik, metode, dan media pembelajaran menulis di sekolah tidak

bervariasi.

4. Guru/pendidik kurang terampil dalam menyampaikan pembelajaran,

terutama pembelajaran menulis.

5. Pembelajaran menulis dengan menggunakan media yang tepat akan

meningkatkan minat siswa dalam belajar.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, untuk memfokuskan penelitian terhadap

objek yang akan diteliti, penulis mencoba membatasi permasalahan hanya pada

kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris berdasarkan media teks dialog

(15)

7

karangan narasi dengan menggunakan media teks wacana dialog, siswa

diharapkan mampu mengasah keterampilannya dalam menulis.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka dapat dirumuskan

berbagai masalah dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana bentuk perencanaan pembelajaran menulis karangan narasi

dengan menggunakan media teks wacana dialog?

2. Bagaimana bentuk pelaksanaan pembelajaran menulis karangan narasi

dengan menggunakan media teks wacana dialog?

3. Apa kendala dan hasil yang diperoleh dari pembelajaran menulis

karangan narasi dengan menggunakan media teks wacana dialog?

E. Tujuan Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara-cara

meningkatkan kemampuan dalam kegiatan berbahasa, khususnya menulis

karangan narasi dengan menggunakan media teks wacana dialog dalam

pembelajaran. Kemudian, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa, guru,

sekolah, dan peneliti. Sebagai pihak yang diteliti, siswa dapat mengetahui

bagaimana cara memanfaatkan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan

menulis sebagai bentuk mengungkapkan ide dan gagasan yang keluar dari

pemikiran siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Secara khusus, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

(16)

8

1. Memperoleh deskripsi perencanaan pembelajaran menulis karangan

narasi dengan menggunakan media teks wacana dialog.

2. Memperoleh deskripsi pelaksanaan pembelajaran menulis karangan

narasi dengan menggunakan media teks wacana dialog.

3. Memperoleh deskripsi mengenai kendala dan hasil dari pembelajaran

menulis karangan narasi dengan menggunakan media teks wacana

dialog.

F. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Siswa dapat memperoleh pengalaman dan wawasan baru dalam

menulis karangan narasi dengan menggunakan teknik dan media yang

tepat.

2. Guru dapat memilih berbagai alternatif pembelajaran menulis

karangan narasi.

3. Peneliti dapat memperoleh gambaran hasil pembelajaran menulis

karangan narasi dengan menggunakan wacana dialog.

4. Lembaga dapat memperoleh bahan masukan pengajaran bahasa dan

sastra Indonesia, khususnya model pembelajaran menulis dengan

menggunakan media teks wacana dialog.

(17)

9

G. Tinjauan Pustaka

Menulis merupakan suatu keterampilan yang diurutkan paling akhir,

namun menulis mendapat perhatian paling utama di antara

keterampilan-keterampilan berbahasa yang lainnya.

Peneliti melihat skripsi Suharti, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2011 yang berjudul “Upaya

Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi dengan Teknik Parafrase Wacana

Dialog pada Siswa Kelas IV SD Negeri III Mungung Kecamatan Karangdowo

Kabupaten Klaten (Penelitian Tindakan Kelas)”. Penelitian ini dapat dikatakan

mencapai ketuntasan karena peningkatan kemampuan menulis narasi siswa dapat

dilihat dari nilai karangan siswa yang selalu meningkat pada setiap siklusnya. Siklus I

dicapai ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 38%, kemudian pada siklus II 64%, dan

siklus III 89%. Hal ini membuktikan bahwa dengan diterapkannya teknik parafrase

wacana dialog, mampu meningkatkan keaktifan siswa selama proses pembelajaran

dan sekaligus mampu meningkatkan kemampuan menulis narasi siswa.

Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, peneliti

berusaha meneliti dengan objek yang tingkatan siswanya lebih tinggi daripada skripsi

Suharti di atas, yaitu siswa pada sekolah menengah pertama. Kemudian, skripsi

Suharti menjelaskan bahwa parafrase wacana dialog merupakan sebuah teknik,

sedangkan penulis memberi pencerahan bahwa teks wacana dialog merupakan sebuah

media pembelajaran berupa teks percakapan, yang kemudian dapat dikembangkan

(18)

10

Perbedaan teknik maupun media yang digunakan memungkinkan menambah

pengetahuan baru dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam

penelitian-penelitian selanjutnya, diharapkan dapat dilakukan penelitian-penelitian yang lebih luas lagi.

Kemudian, dalam skripsi Isroyati, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010 yang berjudul

“Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Narasi dengan Penggunaan Metode

Field Triep Pada Siswa Kelas IX di SMP Dwiguna Depok. Penelitian ini dapat

meningkatkan pembelajaran menulis narasi, hal ini ditandai dengan nilai hasil tulisan

siswa yang mengalami peningkatan dari segi teknik penulisan, isi gagasan yang

diungkapkan, penggunaan bahasa, pemilihan kata, dan penggunaan ejaan. Dalam

pretest hanya 17 siswa yang mencapai ketuntasan hasil belajar (memperoleh nilai 70

ke atas). Pada potest ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 100% atau sekitar

40 siswa.

Skripsi Siti Zulaikhoh dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Metode

Field Trip untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Paragraf Narasi pada Siswa

Kelas X-1 SMA Negeri I Ngemplak”, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

Metode field trip dapat meningkatkan pembelajaran menulis. Pada siklus 1 siswa

yang aktif sebesar 60%, sedangkan pada silkus 2 siswa yang aktif meningkat menjadi

70%.

Kedua skripsi di atas menunjukkan peningkatan dalam hasil penelitian

dengan menggunakan metode field trip. Walaupun ada kesamaan dalam menulis

narasi, namun terdapat perbedaan dengan skripsi ini. Peneliti menerapkan

(19)

11

teks wacana dialog. Sehingga siswa mampu menulis narasi dengan acuan yang

(20)

12

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Konsep Dasar Keterampilan Menulis

1. Hakikat Keterampilan

Terdapat empat keterampilan dalam kegiatan berbahasa, yakni:

keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

keterampilan tersebut saling berkaitan. Bila menulis sesuatu, pada dasarnya kita

ingin agar tulisan itu dibaca orang lain. Paling tidak, tulisan tersebut dapat dibaca

pada waktu lain.

Aktivitas tersebut tentu melibatkan keterampilan berbahasa, yakni

keterampilan menulis dan keterampilan membaca. Keterampilan hanya dapat

diperoleh dan dikuasai melalui praktik dan latihan, misalnya kita harus berlatih

dalam menulis. Melalui keterampilan, seseorang dapat mengaplikasikan segala

kegiatan yang bersifat motorik yang kemudian diikuti fungsi mental yang bersifat

kognitif. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhibbin yang menyatakan bahwa

keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan

otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti

menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik,

keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran tinggi.1

Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Reber yang dikutip pula oleh

Muhibbin yang menyatakan bahwa keterampilan adalah kemampuan melakukan

1

(21)

13

pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai

dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.2

Setiap keterampilan itu erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan

lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan

berbahasa, kita biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula

pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu

kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum

memasuki sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan

suatu kesatuan.3

2. Hakikat Menulis

Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau

informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa

dilakukan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil.

Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar,

contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir Kuno. Kegiatan

menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang

menyebabkan seseorang semakin giat menulis karena karya mereka mudah untuk

diterbitkan.

Menulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1) membuat

huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya), 2)

2

Ibid

3

Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa,

(22)

14

melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan

tulisan.4

Menulis adalah representasi bahasa di dalam sebuah teks media melalui

penggunaan satu set tanda-tanda atau simbol (dikenal sebagai sistem penulisan).5

Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah suatu proses yang menggunakan

lambang-lambang (huruf) untuk menyusun, mencatat, dan mengomunikasikan,

serta dapat menampung aspirasi atau makna yang ingin disalurkan kepada orang

lain. Pesan yang ingin disampaikan itu dapat berupa tulisan yang dapat

menghibur, memberi informasi, mempengaruhi, dan menambah pengetahuan.

Hasil kegiatan mengarang seperti ini disebut karangan yang dapat berwujud

sebagai sebuah wacana argumentasi, eksposisi, deskripsi, dan narasi.

Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan

(komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.6

Berdasarkan konsep tersebut, dapat dikatakan bahwa menulis merupakan

komunikasi tidak langsung yang berupa pemindahan pikiran atau perasaan dengan

memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata dengan menggunakan

simbol sehingga dapat dibaca seperti apa yang diwakili oleh simbol-simbol

tersebut.

Mengombinasikan dan menganalisis setiap unsur kebahasaan dalam

sebuah karangan merupakan suatu keharusan bagi penulis. Dari sinilah akan

terlihat sejauh mana pengetahuan yang dimiliki penulis dalam menciptakan

4

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1219

5

Wikipedia, “Writing,” diakses pada 22 Juni 2011 pukul 11.02 dari

http://en.wikipedia.org/wiki/Writing

6

(23)

15

sebuah karangan yang efektif. Kosakata dan kalimat yang digunakan dalam

kegiatan menulis harus jelas agar mudah dipahami oleh pembaca. Di samping itu,

jalan pikiran dan perasaan penulis sangat menentukan arah penulisan sebuah

karya tulis atau karangan yang berkualitas. Dengan kata lain, hasil sebuah

karangan yang berkualitas umumnya ditunjang oleh keterampilan kebahasaan

yang dimiliki seorang penulis.

3. Pengertian Keterampilan Menulis

Keterampilan seseorang menggunakan bahasa tulis sebagai alat, baik

wadah maupun media untuk memaparkan isi jiwanya, penghayatan, dan

pengalamannya secara teratur disebut kemampuan menulis/mengarang.

Kemampuan menulis sangat penting dimiliki untuk menunjang tugas-tugas

kesehariannya yang terkait dengan kegiatan tulis-menulis.

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan berkomunikasi dengan

orang lain. Dalam proses berkomunikasi dapat melalui bahasa tulis maupun

bahasa lisan. Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka

dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan

ekpresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan

grafolegi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan

datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan

teratur.7

7

(24)

16

Oleh karena itu, keterampilan menulis merupakan suatu kegiatan

komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas

menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan,

saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.

Sejalan dengan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa menulis

merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yakni

memiliki sebuah produk yang bernama tulisan. Dalam pembelajaran, menulis

merupakan sebuah pembelajaran yang kurang diminati. Menurut Tarigan,

keterampilan menulis walaupun sering berada pada posisi terakhir dalam urutan

keterampilan berbahasa, tetap mendapat posisi paling penting dalam kehidupan

ilmiah seseorang karena sifatnya yang produktif. Seseorang dapat dikatakan

akademisi yang baik jika ia telah teruji kemampuan menulisnya. Oleh karena itu,

dalam situasi pembelajaran, seorang guru hendaknya memiliki kepekaaan dalam

mewujudkan hasil pembelajaran yang efektif dan tepat sasaran. 8

Dalam kegiatan menulis, penulis selalu mencari jalan untuk menghidupkan

ekspresi dari ide-ide yang tertuang dari pikiran penulis itu sendiri. Mencoba

menuangkan kata-kata baru dan memanipulasi kalimat adalah dua hal yang sering

penulis lakukan dalam memberikan daya tarik dan kejelasan.9

4. Tujuan Menulis

Hugo Hartig dalam Tarigan berpendapat bahwa terdapat beberapa tujuan

penulisan antara lain adalah berikut:

8

Henry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa

(Bandung: Angkasa, 1987), h. 224 9

(25)

17

a. Tujuan penugasan

Maksud dari tujuan penugasan ini merupakan penulisan sesuatu karena

ditugaskan, bukan atas kemauan penulis sendiri;

b. Tujuan altruistik

Tujuan altruistik ini dimaksudkan untuk menyenangkan pembaca,

menghindarkan kedudukan para pembaca, ingin menolong para pembaca

untuk memahami, serta menghargai perasaan dan penalarannya;

c. Tujuan persuasif

Tujuan persuasif dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca akan kebenaran

gagasan yang diutarakan;

d. Tujuan informasional

Maksud dari tujuan informasional yaitu sebagai pemberi informasi atau

penerangan kepada para pembaca;

e. Tujuan pernyataan diri

Tujuan pernyataan diri ini yaitu tulisan yang bertujuan memperkenalkan

atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca;

f. Tujuan kreatif

Maksud dari tujuan kreatif ini yaitu tulisan yang bertujuan untuk mencapai

nilai-nilai artistik maupun nilai-nilai kesenian;

g. Tujuan pemecahan masalah

Tujuan pemecahan masalah adalah maksud penulis yang bertujuan ingin

memecahkan/menyelesaikan masalah yang dihadapi.10 Karena menulis

10

(26)

18

mendorong proses integrasi informasi, maka menulis dapat membantu

menyelesaikan masalah-masalah yang rumit.11

B. Karangan

1. Pengertian Karangan

Menurut Mahsusi, karangan berarti rangkaian, susunan, atau komposisi.

Yang dirangkai adalah beberapa kesatuan pikiran yang diwujudkan dalam bentuk

kalimat-kalimat yang disusun sesuai dengan kaidah komposisi.12

Mengarang adalah bagian ekspresi secara tertulis. Segala kesan batin, baik

pikiran, perasaan, maupun kemauan dapat dinyatakan dengan bahasa tulis.

Dengan kata lain, apa yang dipikirkan, dirasakan atau diinginkan orang lain bisa

diwujudkan pada sehelai kertas.13 Dapat disimpulkan bahwa karangan merupakan

suatu bentuk pencurahan gagasan, ide, pendapat, pikiran, berita, khayalan,

kehendak, dan sebagainya yang didukung oleh penataan bahasa yang harmonis,

tersusun, dan teratur.

2. Jenis-jenis Karangan

Morris dalam Tarigan berpendapat bahwa karangan diklasifikasikan ke

dalam empat jenis, yakni narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.14 Pendapat

tersebut sejalan dengan pendapat Parera yang membagi karangan ke dalam empat

jenis, kecuali persuasi. Adapun Brook dan Warren berpendapat bahwa karangan

terdiri dari empat jenis, yakni deskripsi, persuasi, argumentasi, dan eksposisi.15

11

Hernowo, QuantumWriting: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Potensi Menulis (Bandung: Mizan, 2003), h. 53

12

Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia (Jakarta: FITK UIN Jakarta, 2004), h. 228 13

Sudarno dan Eman A. Rahman, Kemampuan Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi

(Jakarta: PT Hikmat Syahid Indah, 1986), h. 96 14

Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, h. 28 15

(27)

19

Berikut ini akan dijelaskan satu per satu mengenai jenis-jenis karangan,

antara lain:

a. Karangan narasi, yaitu suatu bentuk wacana atau tulisan yang

menceritakan suatu kejadian atau peristiwa.

b. Karangan deskripsi, yaitu suatu karangan atau tulisan yang bertujuan

untuk menggambarkan atau melukiskan berbagai pengalaman,

pendengaran, perabaan, penciuman, dan situasi perasaan atau masalah.

c. Karangan eksposisi, yaitu paparan. Dengan paparan, penulis

menyampaikan suatu penjelasan dan informasi.16 Dengan kata lain,

karangan eksposisi berusaha menerangkan ide atau gagasan yang

dianggap perlu untuk disampaikan kepada pembaca.

d. Karangan argumentasi. Menurut Keraf, karangan argumentasi tidak

lain daripada usaha untuk mengajukan bukti-bukti atau menentukan

kemungkinan-kemungkinan untuk menyatakan sikap atau pendapat

mengenai suatu hal.17

e. Karangan persuasi, merupakan bentuk karangan yang bertujuan

mengajak atau meyakinkan pembaca agar melakukan sesuatu yang

dikehendaki penulis atau pembicara.

16

Ramlan A Gani dan Mahmudah Fitriyah, Disiplin Berbahasa Indonesia (Jakarta: FITK Press, 2010), h. 93

17

(28)

20

C. Menulis Karangan Narasi

1. Pengertian Karangan Narasi

Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu

kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau

mengalami sendiri peristiwa itu. Sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang

dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan

waktu. Dengan cara lain, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha

menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang

telah terjadi.18

Menurut Mahsusi, Narasi adalah paragraf/karangan yang menceritakan

suatu benda, keadaan, atau peristiwa. Tokoh dalam cerita bisa manusia, bisa juga

binatang, dan peristiwa disampaikan menurut urutan kejadian (kronologis).19

Narasi merupakan satu bentuk pengembangan karangan dan tulisan yang

bersifat menyejarahkan sesuatu berdasarkan perkembangannya dari waktu ke

waktu. Narasi mementingkan urutan kronologis suatu peristiwa, kejadian dan

masalah. Pengarang bertindak sebagai sejarawan atau tukang cerita. akan tetapi ia

mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Ia tetap ingin meyakinkan para pembaca

atau pendengar dengan jalan menceritakan apa yang ia lihat dan ia ketahui.20

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Donald Hall, sederhananya

narasi adalah mengungkapkan cerita. lebih luasnya narasi adalah sebuah

pengembangan dalam kalimat dan paragraf sesuai urutan waktu. Narasi dapat

18

Ibid, h. 135-136 19

Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia, h. 253 20

(29)

21

membantu kita dalam berargumen atau berpendapat, dan jelasnya kita

menggunakan narasi dalam autobiografi dan tulisan fiksi.21

Narasi (penceritaan atau pengisahan) adalah ragam wacana yang

menceritakan proses kejadian suatu peristiwa. Sasarannya adalah memberikan

gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan,

atau rangkaian terjadinya sesuatu hal. 22

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karangan narasi

adalah suatu bentuk karangan yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa

secara runtut yang terjalin dalam suatu kesatuan waktu. Memaparkan fase dan

urutan kejadian peristiwa-peristiwa yang terjadi.

2. Jenis-jenis Karangan Narasi

Secara garis besar, narasi terbagi atas dua jenis, yaitu narasi nonfiksi dan

narasi fiksi.23 Narasi nonfiksi biasa disebut juga dengan narasi ekspositoris,

sedangkan narasi fiksi dikenal dengan sebutan narasi sugestif.

Menurut Keraf, narasi yang hanya bertujuan untuk memberi informasi

kepada para pembaca agar pengetahuannya bertambah luas, disebut dengan narasi

ekspositoris. Di samping itu, ada pula narasi yang disusun dan disajikan dengan

berbagai macam, sehingga dapat menimbulkan daya khayal para pembaca. Ia

berusaha menyampaikan sebuah makna kepada para pembaca melalui daya khayal

yang dimilikinya. Narasi semacam ini adalah narasi sugestif.24

21

Donald Hall, Writing Well: Second Edition (Boston: Little Brown, 1976), h. 245 22

Suparno dan Mohamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, h. 1.11 23

Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia, h. 253 24

(30)

22

Narasi ekspositoris/nonfiksi bertujuan mengubah pikiran pembaca agar

memperoleh pengetahuan yang luas mengenai apa yang dibacanya. Narasi

ekspositoris terdiri dari dua sifat, yaitu umum dan khusus.

Narasi ekspositoris yang bersifat umum (generalisasi) adalah narasi yang

menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan oleh siapa saja,

dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang.25 Contohnya wacana mengenai

cara membuat dan menyiapkan nasi goreng, dan lain-lain.

Narasi ekspositoris yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha

menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa

yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena merupakan

pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja.26 Contohnya wacana

yang menceritakan peristiwa dari pengalaman seseorang yang baru pertama kali

naik haji, pengalaman jatuh cinta, dan lain-lain.

Adapun narasi sugestif merupakan narasi yang seluruh kejadiannya

berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Tetapi tujuan dan sasaran utamanya

yaitu berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu

pengalaman.27 Oleh karena itu, narasi sugestif membutuhkan dan melibatkan

imajinasi. Contoh narasi sugestif adalah novel, roman, cerpen, dongeng, dan

hikayat.

3. Ciri-ciri Karangan Narasi

Ciri-ciri karangan narasi adalah sebagai berikut:

a. Karangan narasi adalah karangan yang pada umumnya bersifat fiksi;

25

Ibid, h. 137 26

Ibid

27

(31)

23

b. Isinya berupa cerita yang memaparkan suatu peristiwa, baik peristiwa rekaan

atau nyata;

c. Pengarang tidak mementingkan hubungan sebab akibat dari masalah yang ia

kemukakan.28 Oleh karena itu karangan narasi bersifat subjektif, artinya baik

isi maupun bahasa yang digunakan sangat dipengaruhi oleh jiwa

pengarangnya;

d. Timbulnya konflik atau terbina alur sering berhubungan erat dengan unsur

watak atau tema, bahkan juga latar.29 Maka dalam karangan narasi, adanya

penokohan, jalan cerita, dan konflik itu sangat penting;

e. Walaupun khayal atau berimajinasi, pengarang tidak boleh sesuka hati

menciptakan cerita.30 Dengan kata lain, karangan narasi yaitu karangan yang

bersifat fiksi (khayalan), namun harus bersifat wajar (logis);

f. Karangan narasi berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut

urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah

kejadian atau serentetan kejadian, agar pembaca dapat memetik hikmah dari

cerita itu.31 Maka karangan narasi ini bersifat didaktis, karena pada umumnya

memiliki pesan yang tersembunyi untuk pembaca;

4. Unsur-unsur Karangan Narasi

Jika ingin menulis sebuah karangan narasi, perlu diperhatikan

prinsip-prinsip dasar narasi sebagai tumpuan berpikir bagi terbentuknya karangan narasi.

28

Jos Daniel Parera, Menulis Tertib dan Sistematik: Edisi Kedua, h. 5 29

Suparno dan Mohamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, h. 4.40 30

Ibid, h. 4.32 31

E. Kusnadi dan Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia: Materi Pengayaan Bahasa Indonesia,

(32)

24

Prinsip-prinsip tersebut antara lain: alur, penokohan, latar, titik pandang, dan

pemilihan detail peristiwa (tema).32

Menurut Keraf, struktur/unsur-unsur narasi dapat dilihat dari

komponen-komponen yang membentuknya: perbuatan, penokohan, latar, dan sudut

pandang.33

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur narasi

itu adalah setting, gaya penokohan, perwatakan, alur, titik pandang, tema, dan

pesan.

a. Tema

Tema adalah suatu gagasaan sentral yang menjadi dasar tulisan atau karya

fiksi.34 Dapat dikatakan, tema merupakan pokok pembicaraan atau ide yang

menjadi dasar sebuah cerita.

b. Latar

Sebuah cerita akan menarik dan kuat apabila didukung oleh latar yang

sesuai dan tidak gegabah dipilih oleh pengarang dalam ceritanya. Atar Semi

mengemukakan bahwa latar atau landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan

tempat peristiwa terjadi, baik tempat maupun waktu.35 Sejalan dengan pendapat

tersebut, latar merupakan tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau

peristiwa yang dialami tokoh.36

Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa latar

dalam suatu cerita adalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Tempat ini dapat

32

Suparno dan M. Yunus, Keterampilan Dasar Menulis. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), h. 4.39

33

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi: Komposisi Lanjutan III, h. 145 34

M. Atar Semi, Anatomi Sastra (Padang: Angkasa Raya, 1988), h. 42 35

Ibid., h. 46 36

(33)

25

diartikan sebagai ruang atau hal-hal yang ada di sekitarnya. Dan waktu dapat

berupa hari, tahun, musim, bahkan periode sejarah.

c. Penokohan

Di dalam sebuah cerita tentunya terdapat tokoh-tokoh yang mengalami

peristiwa, baik tokoh yang berperan sebagai tokoh utama atau tokoh yang hanya

berperan sebagai pelengkap saja. Perbedaan antara tokoh utama dan tokoh

pelengkap dapat dilihat dari sering tidaknya kedua tokoh tersebut diceritakan.

Tentunya tokoh utama lebih sering diceritakan daripada tokoh pelengkap.

Tokoh-tokoh tersebut dapat berwujud manusia atau makhluk yang sifatnya menyerupai

manusia.

Selain dibedakan dari tokoh utama dan tokoh pelengkap, tokoh juga dapat

dibedakan dari tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Protagonis adalah tokoh

yang berperan sebagai tokoh kunci, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang

berperan sebagai penentang tokoh protagonis.

Sebagaimana menurut Jones yang dikutip oleh Nurgiyantoro, bahwa

penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita.37

d. Alur

Jalan cerita dan alur nampaknya tidak dapat dipisahkan, namun ternyata

keduanya berbeda. Jalan cerita hanya memuat kejadian cerita, sedangkan yang

menggerakkan cerita tersebut adalah alur.

37

(34)

26

Atar Semi mengemukakan alur atau plot adalah struktur rangkaian

kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang

sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Alur mengatur

bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu dengan yang lainnya,

bagaimana peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa yang lain,

bagaimana tokoh digambarkan dan berperan terikat dalam suatu kesatuan waktu.38

Alur agaknya lebih baik bila dibatasi sebagai sebuah interrelasi fungsional

antara unsur-unsur narasi yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati

(pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian

tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam

keseluruhan narasi.39

Dari kedua batasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa alur bukan

sekedar jalan cerita, namun dalam alur terdapat perkembangan cerita dengan

tahapan-tahapan peristiwa dan konflik.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang sering disebut dengan istilah point of view. Sudut pandang

membicarakan dari mana sebuah cerita dilihat, apakah dari orang pertama dengan

aku sebagai pencerita atau orang lain yang berperan sebagai pencerita.

Menurut Booth dalam Nurgiantoro, sudut pandang merupakan teknik yang

dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya

artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.40

38

M. Atar Semi, Anatomi Sastra, h. 43-44 39

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi: Komposisi Lanjutan III, h. 147 40

(35)

27

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Keraf sudut pandang dalam

narasi menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah (narrator) dalam sebuah

narasi, apakah ia mengambil bagian langsung dalam seluruh rangkaian kejadian

(yaitu sebagai participant), atau sebagai pengamat (observer) terhadap objek dari

seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi.41

Jadi, sudut pandang adalah siapa yang dipilih oleh pengarang untuk

bercerita atau cara pengarang menyampaikan para pelaku dalam cerita yang

dipaparkan.

f. Amanat

Seorang penulis atau pengarang tentu mempunyai maksud yang hendak

disampaikan baik dari pikiran atau perasaannya, hal ini biasa disebut dengan

penyampaian amanat. Amanat tersebut dapat berupa amanat yang hendak

disampaikan baik secara tersurat maupun tersirat.

D. Konsep Dasar Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Susanto dalam Subana, media pembelajaran merupakan media

yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran dan

dimaksudkan untuk mempertinggi mutu pengajaran dan belajar.42

Media pembelajaran menurut Yudhi Munadi dapat dipahami sebagai

segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber

41

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi: Komposisi Lanjutan III, h. 191 42

(36)

28

secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana

penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.43

Definisi di atas sejalan dengan definisi yang disampaikan oleh Asosiasi

Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and

Communication Technology/AECT) di Amerika yang dikutip oleh Sadiman, yakni

sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan

pesan/informasi.44

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran

adalah wahana atau alat bantu yang digunakan guru sebagai sumber pesan kepada

siswa sebagai penerima pesan. Pesan tersebut berupa materi pembelajaran.

Tujuannya adalah agar terjadi proses belajar yang efektif.

2. Jenis Media Pembelajaran

Gagne dalam Munadi membuat tujuh jenis pengelompokan media

berdasarkan fungsi pembelajaran, yaitu benda untuk didemonstrasikan,

komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan

mesin belajar. Ketujuh kelompok media ini kemudian dikaitkan dengan

kemampuan memenuhi fungsi menurut tingkatan hierarki belajar yang

dikembangkannya, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun

cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan

balik.45

43

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 7-8

44

Arief S. Sadiman dkk, Media Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 6 45

(37)

29

Berbeda dengan hal di atas, berikutnya Yudhi Munadi membagi media

berdasarkan indera yang terlibat. Menurut Aminudin Rasyad dalam Munadi,

Klasifikasi media berdasarkan indera ini lebih disebabkan pada pemahaman

bahwa pancaindra merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan (five golden gate

of knowledge).46

Bila dilihat dari intensitasnya, maka indera yang paling banyak membantu

manusia dalam perolehan pengetahuan dan pengalaman adalah indera

pendengaran dan indera penglihatan. Kedua inderawi ini adakalanya bekerja

sendiri-sendiri dan adakalanya bekerja bersama-sama. Media pembelajaran yang

melibatkan indera pendengaran (telinga) saja kita sebut sebagai media audio;

media yang melibatkan indera penglihatan (mata) saja kita sebut sebagai media

visual; dan media yang melibatkan keduanya dalam satu proses pembelajaran kita

sebut sebagai media audio-visual. Proses pembelajaran tersebut melibatkan

banyak indera dalam arti tidak telinga dan mata saja, yang demikian itu

dinamakan sebagai proses pembelajaran dengan multimedia.47

3. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Oemar Hamalik mengemukakan ciri-ciri umum dari media

pendidikan/media pembelajaran sebagai berikut.

a. Media pendidikan identik dengan pengertian keperagaan yang berasal dari

kata “raga”, artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan

dapat diamati melalui panca indera kita.

46

Ibid., h. 53-54 47

(38)

30

b. Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang bias dilihat dan

didengar.

c. Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam

pengajaran, antara guru dan siswa.

d. Media pendidikan adalah semacam alat bantu belajar mengajar baik dalam

kelas maupun di luar kelas.

e. Pada dasarnya media pendidikan merupakan suatu “perantara” (medium,

media) dan digunakan dalam rangka pendidikan.

f. Media pendidikan mengandung aspek-aspek sebagai alat dan sebagai teknik,

yang sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar.48

4. Fungsi Media Pembelajaran

Fungsi media pembelajaran menurut Derek Rowntree dalam Rohani

adalah sebagai berikut:

a. Membangkitkan motivasi belajar;

b. Mengulang apa yang telah dipelajari;

c. Menyediakan stimulus belajar;

d. Mengaktifkan respon peserta didik;

e. Memberikan balikan dengan segera;

f. Menggalakkan latihan yang serasi.49

5. Wacana Dialog sebagai Media Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, wacana berarti komunikasi verbal;

percakapan.50 Sedangkan menurut Alwi yang dikutip oleh Okke, wacana adalah

48

Oemar Hamalik, Media Pendidikan (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), h. 11 49

(39)

31

rentetan kalimat yang bertautan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara

kalimat-kalimat itu.51 Sementara itu, Harimurti mengemukakan bahwa wacana

(discourse) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal,

merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan

dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf,

kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap.52

Berdasarkan uraian di atas, maka wacana memiliki pengertian informasi

yang dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar, dan ujaran yang biasanya berupa

buku, artikel, pidato, teks wawancara, dan teks percakapan (dialog).

Marrit dalam Syamsudin membagi wacana dari segi jenis pemakaiannya

ke dalam dua bentuk. Pertama, wacana monolog yaitu wacana yang tidak

melibatkan suatu bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang

berkepentingan. Yang termasuk jenis wacana ini adalah semua bentuk teks, surat,

bacaan, cerita, dan lain-lain yang sejenis. Kedua, wacana dialog yaitu wacana

yang dibentuk oleh percakapan atau pembicaraan antara dua pihak seperti terdapat

dalam obrolan, pembicaraan, teks drama, film strip, dan sejenisnya.53

Sejalan dengan pendapat tersebut, Crystal dalam Wijana menyatakan

bahwa analisis wacana memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat

50

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1265. 51

Oke SZK dan Ayu Basuki H, Telaah Wacana. (Jakarta: The Intercultural Insitute, 2009), h. 11 52

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik: Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 259

53

(40)

32

pada bahasa lisan, sebagaimana banyak terdapat dalam wacana seperti

percakapan, wawancara, komentar, dan ucapan-ucapan.54

Wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa

komunikasi. Komunikasi sendiri dapat melalui dua cara, yaitu dengan bahasa lisan

dan bahasa tulis. Apa pun bentuknya, wacana selalu memuat penyapa (pembicara)

dan pesapa (pendengar). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara,

sedangkan pesapa adalah pendengar.55 Bisa dikatakan, wacana lisan ini dapat

berbentuk teks percakapan/teks wawancara yang biasa disebut dengan teks

wacana dialog.

Untuk keperluan penelitian ini, peneliti memilih media cetak atau media

tulis berupa teks wacana dialog. Peneliti menganggap media teks wacana dialog

berupa teks percakapan adalah media yang dapat membantu pengajaran menulis

di sekolah, terutama menulis karangan narasi. Hal ini disebabkan karena wacana

dialog merupakan media yang mudah diperoleh, murah, dan tidak perlu peralatan

khusus yang harus dibawa ke ruang kelas. Setiap orang akan mudah memperoleh

wacana tersebut. Melalui media ini para siswa dituntut untuk bisa menceritakan

kembali isi dialog ke dalam bentuk karangan narasi.

E. Pembelajaran Menulis dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Sebuah kebijakan baru yang dilakukan oleh pemerintah Republik

Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan

diubahnya kurikulum yang lama dan digantikan dengan kurikulum yang baru

54

I Dewa PW dan M. Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 68

(41)

33

yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan pada masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan

pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur, dan muatan kurikulum tingkat

satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.56

Secara umum, pembelajaran menulis dalam pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia bertujuan untuk:

a. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa menggunakan dan

sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

kematangan emosional, dan kematangan sosial;

b. Siswa memiliki disiplin dan ketertiban dalam berpikir dan berbahasa

(berbicara dan menulis);

c. Siswa mampu menyalurkan potensi intelektual, gagasan, dan imajinasi

secara kreatif dan konstruktif.57

Menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang

seharusnya dimiliki oleh setiap siswa. Pembelajaran menulis di sekolah

diharapkan dapat menghasilkan individu yang berkemampuan baik dalam

menulis.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, standar kompetensi

yang diharapkan dimiliki oleh siswa kelas VII semester 2 setelah mengikuti

pembelajaran menulis adalah siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran,

56

Madrasah Tsanawiyah Negeri 38 Jakarta, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun Pelajaran 2009-2010 (Jakarta: Tidak diterbitkan, 2009), h. 1

57

(42)

34

gagasan, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan, antara lain yaitu menulis

narasi melalui teks wawancara, menulis pesan singkat, menulis puisi yang

berkenaan dengan keindahan alam, dan menulis puisi yang berkenaan dengan

(43)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek Penelitian

Sasaran dan penilaian pada penelitian ini adalah siswa Madrasah

Tsanawiyah Negeri 38 Jakarta pada kelas VII-2 tahun ajaran 2011-2012 di

semester genap. Jumlah siswa sebanyak 25 siswa yang terdiri dari 11 siswa

laki-laki dan 14 siswa perempuan. Subjek tersebut dipilih berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan dengan guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas

VII-2 Madrasah Tsanawiyah Negeri 38 Jakarta. Penelitian ini menitikberatkan

pada kemampuan menulis karangan narasi siswa yang dikembangkan melalui

media teks wacana dialog.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Penelitian Tindakan

Kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action

Research. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah

pendekatan kuantitatif, karena peneliti berupaya mengkaji lebih dalam mengenai

peningkatan dari hasil belajar keterampilan menulis narasi dengan menggunakan

media teks wacana dialog dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yang bertujuan

untuk membantu siswa menuangkan ide dan gagasan dengan baik.

Penelitian Tindakan Kelas menurut Ghony adalah salah satu strategi

pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses

(44)

36

juga dikatakan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu bentuk

kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukannya itu,

serta untuk memperbaiki kondisi nyata di mana praktik pelaksanaan pembelajaran

tersebut dilakukan di dalam kelas.1

Pendapat lain dikemukakan oleh Suhardjono, yang mendefinisikan

penelitian tindakan (action reseach) sebagai suatu penelitian yang dilakukan

dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. PTK

berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas, bukan

pada input kelas (silabus, materi, dan lain-lain) ataupun output (hasil belajar).

PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas.2

Sejalan dengan pendapat di atas, Hopkins dalam Wiriaatmadja

mengemukakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang

mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan

yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk

memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses

perbaikan dan perubahan.3

Kemudian menurut Kusumah, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah

penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara (1)

merencanakan, (2) melaksanakan, (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif

1

Djunaidi Ghoni, Penelitian Tindakan Kelas (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 10 2

Suharsimi A dkk, Penelitian Tindakan Kelas (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 58 3

(45)

37

dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga

hasil belajar siswa dapat meningkat.4

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian dan pemecahan masalah

yang bersifat reflektif dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan

kondisi, serta kinerja guru dan siswa dalam melakukan praktik-praktik atau suatu

kegiatan yang dilakukan.

Dalam konteks penelitian tindakan kelas ini peneliti bertindak sebagai

pelaku utama yaitu pelaksana penelitian, karena peneliti ikut dan terlibat langsung

dalam penggunaan media teks wacana dialog kepada siswa dan evaluasi

peningkatan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar matapelajaran

bahasa Indonesia.

Menurut Hopkins dalam Kusumah penelitian tindakan kelas memiliki

beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru di sekolah:5

1. Tidak mengganggu pekerjaan utama guru yaitu mengajar

2. Metode pengumpulan data tidak menuntut metode yang berlebihan

sehingga mengganggu proses pembelajaran

3. Metodologi yang digunakan harus cukup reliabel sehingga hipotesis

yang dirumuskan cukup meyakinkan

4. Masalah yang diteliti adalah masalah pembelajaran di kelas yang

cukup merisaukan guru dan guru memiliki komitmen untuk mencari

solusinya

4

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas: Edisi Kedua

(Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 9 5

(46)

38

5. Guru harus konsisten terhadap etika pekerjaannya dan mengindahkan

tata krama organisasi. Masalah yang diteliti sebaiknya diketahui oleh

pimpinan sekolah atau guru sejawat sehingga hasilnya cepat

tersosialisasi

6. Masalah tidak hanya berfokus pada konteks kelas, melainkan dalam

pespektif misi sekolah secara keseluruhan (perlu kerja sama antara

guru dan dosen)

Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki

atau meningkatkan praktik pembelajaran secara berkesinambungan yang pada

dasarnya melekat pada penuaian misi profesional kependidikan yang diemban

oleh guru. Selain itu penelitian tindakan kelas dapat mengembangkan

keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai

permasalahan pembelajaran aktual yang sedang dihadapi di kelasnya.

Lewin dalam Suharsimi mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas

merupakan sesuatu proses yang menunjukkan sebuah siklus kegiatan

berkelanjutan berulang. Proses penelitian tindakan kelas ini menggunakan sistem

spiral refleksi diri yang terddiri atas 4 tahapan dimulai dengan perencanaan

(planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).6

a. Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan analisis masalah dan membuat rancangan

yang strategis berdasarkan analisis masalah yang telah didapatkan. Peneliti

secara kolaboratif menetapkan dan menyusun rancangan program.

6

Gambar

gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai fase, langkah, urutan,
Tabel 3.1 Lembar Observasi Aktivitas Guru
Tabel 3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Tabel 3.3 Jurnal Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sunarni, A310080161, Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.

Dengan perancangan yang dilakukan diharapkan dapat menciptakan suatu fasilitas, tata letak dan lingkungan fisik yang lebih ergonomis.. 6.1 Perancangan

[r]

Beban berlebih ( overload ) adalah suatu kondisi beban gandar kendaraan melebihi beban standar yang digunakan pada asumsi desain perkerasan jalan atau jumlah lintasan

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu untuk mendapatkan gelar sarjana (S – 1) pada Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif ( descriptive research ). Dengan metode deskriptif, peneliti akan mendeskripsikan atau menjabarkan wujud

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis utama diketahui bahwa implementasi kebijakan mutasi pegawai dan sistem insentif penghasilan pegawai berpengaruh terhadap

Maka sekretaris Jenderal Kemdikbud telah mengeluarkan Surat Keterangan Penugasan untuk Tim Ad hoc yang tugasnya menyatukan data Padamu Negeri dengan Dapodik.Kami sampaikan