KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
sarjana ini. Tugas sarjana ini merupakan syarat dalam memperoleh gelar Sarjana
Teknik di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
Tugas sarjana ini diambil dari bidang mata kuliah Perpindahan Panas
dengan judul “Karakteristik Laju Pengeringan Pada Mesin Pengering
Pakaian Sistem Pompa Kalor Dengan Daya 1 PK ”.
Dalam penyelesaian tugas sarjana ini, tidak sedikit kesulitan yang
dihadapi, baik yang disebabkan oleh keterbatasan waktu, data maupun
kemampuan penulis. Namun berkat dukungan baik moril maupun materil dari
berbagai pihak akhirnya dapat terselesaikan penulisan tugas akhir ini.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Abadi dan Ibunda Nunung Rukmiani
yang senantiasa memberikan dukungan serta doa yang tak pernah putus.
2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT sebagai dosen pembimbing
yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan
nasehat kepada penulis selama pengerjaan tugas sarjana ini hingga selesai.
3. Bapak Ir. Abdul Halim Nasution, M.Sc selaku Dosen Pembanding I dan
Bapak Ir. Tekad Sitepu selaku Dosen Pembanding II.
4. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, sebagai Ketua Departemen Teknik
Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik
Mesin Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak/Ibu dosen di Departemen Teknik Mesin Falkutas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama kuliah.
7. Bapak/Ibu staff pegawai yang banyak membantu penulis selama kuliah di
Departemen Teknik Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara.
9. My Lovely Wife Suci Rahmahsari yang senatiasa sabar dan tak
henti-hentinya memotivasi penulis.
10.Rekan – rekan mahasiswa di Teknik Mesin: yang telah banyak mendukung
dan membantu penulis selama perkuliahan maupun dalam penyelesaian
tugas sarjana ini.
Penulis menyadari tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dalam
penyempurnaan tugas sarjana ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas
sarjana ini dapat berguna bagi pembaca. Terima kasih.
Medan, 6 Januari 2014
Penulis,
Cakra Messa Abadi
KARAKTERISTIK LAJU PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING
PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah yang sering dihadapi jasa
laundry pada penyediaan mesin untuk pengering pakaian. Selama ini mesin
pengering pakaian yang beredar di pasaran, sumber panasnya beragam, mulai dari
uap panas (steam), gas (api) atau listrik heater. Energi yang digunakan untuk prosedur ini sangat besar (energi yang dihasilkan lebih besar daripada yang dapat
dimanfaatkan). Melalui pembuatan model fisik mesin pengering pakaian
berdasarkan pompa kalor ini, diharapkan dapat menghemat energi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui performansi siklus kompresi uap pada
mesin pengering pakaian sistem pompa kalor daya 1 PK serta mengetahui
karakteristik laju pengeringan pakaian. Penelitian ini menggunakan metode
perhitungan termodinamika dengan refrigeran yang dipakai Hydro Chloro Fluoro
Carbon (HCFC-22). Hasil dari penelitian ini diperoleh koefisien performansi
siklus kompresi uap atau Coefficient of Perfomance (COP) dan karakteristik laju pengeringan pakaian.
Kata kunci: portable, AC Rumah, refrigerant, HCFC-22, laju pengeringan,
CHARACTERISTICS OF THE RATE OF DRYING CLOTHES DRYER
MACHINE WITH HEAT PUMP SYSTEM POWER 1 PK
Department of Mechanical Engineering , Faculty of Engineering
University of North Sumatra
ABSTRACT
This research is motivated by a frequently encountered problem in the
provision of laundry services for the machine clothes dryer. During these clothes
dryers on the market, heat sources vary, ranging from steam heat (steam), gas
(flame) or electric heater. Energy used for both procedures is very large (greater
energy produced than can be used). Through physical modeling of clothes dryers
by the heat pump, is expected to save energy. The purpose of this study was to
determine the performance of the vapor compression cycle on the clothes dryer
machine power system heat pump 1 PK and know the characteristics of the rate of
drying clothes. This study uses thermodynamic calculations used refrigerant hydro chlorofluorocarbon (HCFC – 22) . The results of this study obtained coefficient of performance of the vapor compression cycle or Coefficient of
Performance (COP) and the characteristics of the rate of drying clothes.
Keywords : portable, AC Homes, refrigerant, HCFC - 22, the drying rate,
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBANDING
LEMBAR KESIMPULAN SEMINAR DOSEN PEMBANDING I
LEMBAR KESIMPULAN SEMINAR DOSEN PEMBANDING II
LEMBAR ABSENSI PEMBANDING BEBAS
LEMBAR TUGAS SARJANA
LEMBAR KARTU BIMBINGAN
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR NOTASI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.4.1 Tujuan Umum ... 3
1.4.2 Tujuan Khusus ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
1.6. Metode Pengumpulan Data ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Prinsip Pengeringan ... 5
2.1.1 Pengeringan Buatan ... 6
2.1.2 Jenis-Jenis Pengeringan Buatan ... 6
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pengeringan ... 7
2.2. Pompa Kalor ... 9
2.3. Siklus Kompresi Uap ... 10
2.3.1. Proses Kompresi (1 – 2) ... 13
2.3.2. Proses Kondensasi (2 – 3) ... 14
2.3.3. Proses Ekspansi (3 – 4) ... 15
2.3.4. Proses Evaporasi (4 – 1) ... 15
2.4. Performansi Siklus Kompresi Uap ... .16
2.4.1. Koefisien Performansi (COP) ... 16
2.4.2. Faktor Prestasi (FP) ... 16
2.4.3. Total Performance (TP)... .16
2.5. Pengertian Laju Pengeringan ... .17
2.6. Periode Laju Pengeringan ... .18
2.7. Kadar Air ... .20
2.8. Moisture Ratio (Rasio Kelembaban) ... .21
2.9. Refrigeran ... .21
2.9.1. Pengelompokan Refrigeran ... 22
2.9.2. Persyaratan Refrigeran ... 24
BAB III METODOLOGI ... 26
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26
3.2. Bahan dan Alat ... 26
3.2.1. Bahan ... 26
3.2.2. Alat ... 29
3.3. Data penelitian ... 33
3.4. Pemeriksaan Sistem Refrigerasi ... 33
3.5. Prosedur Pengujian Mesin Pengering ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1. Performansi Siklus Kompresi Uap (SKU) ... 38
4.2. Kinerja Pengeringan Pakaian ... 43
4.3. Moisture Ratio Pakaian ... 48
4.4. Analisa perbandingan mesin pengering ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
5.1. Kesimpulan ... 53
5.2. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Refrigerator dan pompa kalor ... 9
Gambar 2.2 Siklus Kompresi Uap sederhana ... 11
Gambar 2.3 Diagram T-s... 12
Gambar 2.4 Diagram P-h ... 13
Gambar 2.5 Grafik hubungan kadar air dengan waktu ... 19
Gambar 3.1 Pakaian ... 27
Gambar 3.2 Tabung Refrigeran 22... 27
Gambar 3.3 Mesin Pengering Pakaian Pompa Kalor ... 28
Gambar 3.4 Aluminium S Type Load Cell ... 29
Gambar 3.5 Rh - Meter ... 30
Gambar 3.6 Hot Wire Annemometer ... 31
Gambar 3.7 Pressure gauge ... 32
Gambar 3.8 Skema instalasi pengujian mesin pengering pakaian ... 36
Gambar 3.9 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian ... 37
Gambar 4.1 Diagram P-h Siklus Kompresi Uap Aktual ... 40
Gambar 4.2 Grafik pengeringan dari pakaian data I Speed 1... 47
Gambar 4.3 Grafik pengeringan Kemeja A Speed 1, 2, 3... 46
Gambar 4.4 Grafik Relative humidity – Waktu Pakaian Data I Speed 1 ... 44
Gambar 4.5 Grafik Temperatur – Waktu Pakaian Data I ... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pembagian Refrigeran berdasarkan keamanan ... ... 23
Tabel 2.2 Nilai ODP beberapa refrigeran ... ... 25
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian ... ... 26
Tabel 3.2 Karakteristik Tipe AC-Split ... ...28
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian I (Speed 1) Bahan 1 pcs Kemeja A... 38
Tabel 4.2 Data Hasil Perhitugan I (Speed 1) Bahan 1 pcs Kemeja A... 42
Tabel 4.3 Laju Pengeringan Pakaian berdasarkan hasil pengujian...44
Tabel 4.4 MR sampel 1 pcs celana jeans ... ... 49
Notasi A COP h h1 h2 h3 h4 P P1 P2 P3 Wc V I ṁ FP TP Qk Wo Wf t Kabb Kabk Wa Wk Wt Ar Lu Co En En En En En Te Te Te Te Da Te ku laj ka efe Fa To Ka La Be Be W Ka Ka Be Be Be D rti uas Permuka oefficient of nthalpy nthalpi refrig nthalpi refrig ntalpi refrige ntalpi masuk ekanan abso
ekanan sisi m
ekanan sisi k
ekanan sisi k
aya listrik co
egangan listr
uat arus listr
u aliran refr
lor yang di
ek pendingi
aktor prestas
otal prestasi
alor yang di
aju Pengerin
erat Basah
erat kering
aktu Penger
adar air basi
adar air basi
erat air dalam
erat kering m
erat total DAFTAR N aan Perpind f Performan geran masu geran kelua
eran saat ke
k ke evapor
olute masuk kom keluar komp keluar kond ompressor trik rik frigeran pad
serap di ev
inan (efek re
MR Moisture ratio (rasio kelembaban) %
Mt Kadar air pada selama pengeringan menit
Mo Kadar air awal bahan %
Me Kadar air setelah berat bahan konstan %
KARAKTERISTIK LAJU PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING
PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah yang sering dihadapi jasa
laundry pada penyediaan mesin untuk pengering pakaian. Selama ini mesin
pengering pakaian yang beredar di pasaran, sumber panasnya beragam, mulai dari
uap panas (steam), gas (api) atau listrik heater. Energi yang digunakan untuk prosedur ini sangat besar (energi yang dihasilkan lebih besar daripada yang dapat
dimanfaatkan). Melalui pembuatan model fisik mesin pengering pakaian
berdasarkan pompa kalor ini, diharapkan dapat menghemat energi. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui performansi siklus kompresi uap pada
mesin pengering pakaian sistem pompa kalor daya 1 PK serta mengetahui
karakteristik laju pengeringan pakaian. Penelitian ini menggunakan metode
perhitungan termodinamika dengan refrigeran yang dipakai Hydro Chloro Fluoro
Carbon (HCFC-22). Hasil dari penelitian ini diperoleh koefisien performansi
siklus kompresi uap atau Coefficient of Perfomance (COP) dan karakteristik laju pengeringan pakaian.
Kata kunci: portable, AC Rumah, refrigerant, HCFC-22, laju pengeringan,
CHARACTERISTICS OF THE RATE OF DRYING CLOTHES DRYER
MACHINE WITH HEAT PUMP SYSTEM POWER 1 PK
Department of Mechanical Engineering , Faculty of Engineering
University of North Sumatra
ABSTRACT
This research is motivated by a frequently encountered problem in the
provision of laundry services for the machine clothes dryer. During these clothes
dryers on the market, heat sources vary, ranging from steam heat (steam), gas
(flame) or electric heater. Energy used for both procedures is very large (greater
energy produced than can be used). Through physical modeling of clothes dryers
by the heat pump, is expected to save energy. The purpose of this study was to
determine the performance of the vapor compression cycle on the clothes dryer
machine power system heat pump 1 PK and know the characteristics of the rate of
drying clothes. This study uses thermodynamic calculations used refrigerant hydro chlorofluorocarbon (HCFC – 22) . The results of this study obtained coefficient of performance of the vapor compression cycle or Coefficient of
Performance (COP) and the characteristics of the rate of drying clothes.
Keywords : portable, AC Homes, refrigerant, HCFC - 22, the drying rate,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pengeringan pakaian selama bertahun-tahun dilakukan secara konvensional
yaitu dengan menjemur secara langsung diluar ruangan dengan paparan sinar
matahari serta dengan tambahan bantuan angin. Seiring dengan kemajuan dan
perkembangan teknologi maka proses pengeringan pakaian tidak lagi hanya
dilakukan dengan cara konvensional, akan tetapi dengan menggunakan mesin
yang dapat menghasilkan panas sebagai pengganti sinar matahari. Penggunaan
mesin ini memiliki keunggulan, yaitu tidak bergantung terhadap cuaca (dapat
dilakukan pada malam hari dan pada saat kondisi terjadi hujan).
Proses pengeringan pakaian merupakan rutinitas yang banyak dilakukan
masyarakat sehingga banyak bermunculan jasa yang menawarkan pencucian dan
pengeringan pakaian. Sebagai contoh industri perhotelan, merupakan industri
yang banyak membutuhkan proses pengeringan dalam pelayanannya kepada para
pelanggan. Seiring berjalannya waktu banyak pula bermunculan jasa-jasa laundry
ditengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu sistem pengering pakaian sangat
dibutuhkan, terutama yang dapat menghemat waktu, menghemat energi dan tidak
tergantung kepada cuaca.
Mesin pengering pakaian yang ada dipasaran selama ini, sumber pemanasnya
beragam, mulai dari uap panas (steam), gas (api) atau pemanas listrik. Namun sayangnya, energi yang digunakan sangat besar (energi yang dihasilkan lebih besar daripada yang dapat dimanfaatkan). Salah satu dari sumber pemanas yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi mesin pengering adalah pompa
kalor.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan mesin pengering yang
menggunakan pompa kalor sudah banyak dilakukan terutama untuk mengeringkan
buah-buahan, tetapi untuk pengeringan pakaian belum banyak dilakukan.
Teknologi pompa kalor sebagai pengering telah banyak dimanfaatkan di
Australia dan Eropa karena berpotensi menghemat energi. Pompa kalor untuk
energi sebesar 50% daripada pengering pakaian listrik konvensional, dan
karenanya memiliki potensi menyimpan energi yang besar (Meyers, et al. 2010).
Karakteristik penting dari sebuah pompa kalor adalah bahwa jumlah panas
yang dapat ditransfer lebih besar daripada energi yang diperlukan untuk
menggerakkan siklus. Perbandingan antara panas yang dihasilkan dan energi yang
dibutuhkan dikenal dengan Coefficient of Performance (COP).
Secara umum, pompa kalor mengambil panas dari udara atau dari permukaan
sebagaimana aplikasi udara panas (pengeringan secara konveksi). Udara yang
dipanaskan meningkatkan kelembaban relatif udara, sehingga mampu mengangkat
uap air dari bahan yang terpanaskan oleh udara. Hal ini akan mempengaruhi
banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan
dalam satuan waktu yang dikenal sebagai laju pengeringan.
Dengan latar belakang diatas, perlu adanya penelitian mengenai karakteristik
laju pengeringan pada ruang pengering pakaian dengan menggunakan pompa
kalor daya 1 PK.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan pembuatan model fisik unit
mesin pengering pakaian sistem pompa kalor. Selanjutnya diuji mengeringkan
pakaian basah untuk menyelidiki dan mempelajari parameter-parameter yang
mempengaruhi performansi mesin pengering tersebut.
1.3 Batasan Masalah
1. Pembuatan model fisik semua komponen pada unit mesin pengering
pakaian ini didasarkan pada hasil perhitungan teoritis.
2. Pompa kalor yang digunakan beroperasi menggunakan siklus kompresi
1. 4 Tujuan Penelitian
1. 4 .1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu unit
mesin pengering pakaian portable yang berorientasikan pada upaya efisiensi energi listrik yang dapat diaplikasikan pada skala kecil dan besar.
1. 4. 2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui performansi siklus kompresi uap pada mesin pengering
pakaian sistem pompa kalor dengan daya 1 PK berdasarkan data hasil
pengujian.
2. Untuk mengetahui karakteristik laju pengeringan pakaian, sehingga
diperoleh perbandingan dengan mesin yang selama ini beredar di pasaran.
1. 5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah
1. Sistem yang sederhana ini secara luas berkontribusi untuk memenuhi
kebutuhan pengeringan pakaian pada sektor rumah tangga, khususnya usaha
laundry di Indonesia.
2. Pemanfaatan aliran udara panas yang dapat membantu mengeringkan
pakaian dan berpotensi menghemat energi.
3. Sebagai pengembangan dalam bidang penghematan energi dari teknologi
refrigerasi dan pengkondisian udara.
1.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam karya tulis ini dilakukan dengan :
1. Studi literatur dari beberapa buku referensi dan catatan kuliah
mengenai Perpindahan Panas.
2. Melakukan pengamatan dan pengambilan data secara langsung pada
proses pengujian Mesin Pengering pada saat mesin beroperasi di
3. Informasi dan masukan dari pembimbing maupun dengan pihak-pihak
yang memahami materi tentang perancangan mesin pengeringan di
lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU).
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode
pengumpulan data serta sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori yang menunjang penyelesaian masalah seperti
dalam hubungannya dengan prinsip pengeringan, teori pompa
kalor, performansi siklus kompresi uap, serta laju pengeringan
pakaian.
BAB III METODA PENELITIAN
Berisi tentang diagram alir proses pembuatan, deskripsi bentuk
konstruksi mesin pengering, prosedur kerja alat, pengujian mesin pengering.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang data yang diperoleh selama pengujian dan
analisa perhitungan mengenai performansi siklus kompresi uap dan
karakteristik laju pengeringan sehingga selanjutnya dapat ditarik
sebuah kesimpulan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan data hasil pengujian
yang telah dianalisa dan saran-saran yang diberikan untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Prinsip Pengeringan
Pengeringan (drying) merupakan proses perpindahan panas dan uap air secara secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air
yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering
yang biasanya berupa panas (Thaib, dkk 1999).
Pengeringan dapat diartikan memindahkan atau mengambil kandungan zat
cair dari benda padatnya, zat cair yang biasa kita pindahkan dari zat padat adalah
air. Sedangkan zat padat biasanya bermacam-macam, contohnya pada saat kita
selesai mencuci pakaian, maka kita hendak melakukan proses pengeringan pada
pakaian kita, maka yang bertindak sebagai zat padat adalah kain baju kita,
sedangkan yang menjadi zat cairnya adalah air yang berada dalam pakaian
tersebut.
Metode yang dikembangkan untuk pengeringan ini amat beraneka ragam,
dengan berbagai karakteristiknya. Keragaman karakteristik ini mencakup ukuran
bahan yang dapat dikeringkan, waktu pengeringan, biaya, tekanan saat operasi,
panas yang dapat dipindahkan dan karakteristik lainnya. Mujumdar dan
Devahastin dalam bukunya mengatakan bahwa tidak ada satu prosedur
perancangan khusus yang mungkin diterapkan untuk seluruh atau beberapa jenis
mesin pengering sekalipun. Karena itu saat mencoba untuk merancang mesin
pengering atau menganalisa mesin pengering perlu mengacu kembali pada
dasar-dasar pindahan panas, massa serta proses termodinamika yang dikaitkan dengan
pengetahuan tentang sifat bahan. Secara matematis dapat dikatakan bahwa seluruh
proses yang terlibat, meski pada mesin pengering yang paling sederhana sekalipun
adalah sangat tidak linier dan karenanya pembesaran skala mesin pengering
umumnya sulit.
Ada beberapa masalah yang seringkali ditemui dalam proses pengeringan.
Yang pertama adalah masalah yang berkaitan dengan mutu hasil pengeringan.
meliputi perpindahan panas dan massa serta mungkin beberapa laju proses lain,
seperti perubahan fisik atau kimia dari produk, yang mana hal – hal tersebut dapat
saja menimbulkan perubahan mutu hasil. Perubahan fisik yang mungkin terjadi
antara lain adalah pengerutan dan penggumpalan. Selain perubahan fisik, dapat
pula terjadi perubahan kimia yang merubah aroma, warna, tekstur atau sifat
padatan lain yang dihasilkan. Yang kedua adalah masalah kapasitas dari proses
pengeringan itu sendiri, dimana kebutuhan pada saat ini yang cukup tinggi,
sehingga perlu juga dipikirkan mengenai bagaimana membuat mesin pengering
yang memiliki kapasitas besar. Kemudian masalah selanjutnya adalah yang
berkaitan dengan kondisi dan sifat dari bahan yang dikeringkan cukup bervariasi,
dan terkadang menuntut adanya modifikasi dari proses pengeringan tradisional
(dengan cara menjemur atau sekedar memanaskan) menjadi proses - proses
pengeringan dengan karakter dan kemampuan yang lebih spesifik dan dengan
kebutuhan masing – masing produk.
2.1.1 Pengeringan Buatan
Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana suhu,
kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi.
Keuntungan Pengeringan Buatan:
Tidak tergantung cuaca.
Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan.
Tidak memerlukan tempat yang luas.
Kondisi pengeringan dapat dikontrol. Pekerjaan lebih mudah.
2.1.2 Jenis – Jenis Pengeringan Buatan
Berdasarkan media panasnya,
Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas, fungsinya udara memberi panas dan
membawa air.
Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan langsung
Proses pengeringan :
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air.
Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas
disekeliling bahan.
Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas sensible
dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan ke pusat bahan.
Proses perpindahan massa; proses pengeringan (penguapan), terjadi
panas laten, dari permukaan bahan ke udara.
Panas sensible; panas yang dibutuhkan atau dilepaskan untuk menaikkan
atau menurunkan suhu suatu benda.
Panas laten; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari padat
ke cair, cair ke gas, dst, tanpa mengubah suhu benda tersebut.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pengeringan
Pada pengeringan selalu diinginan kecepatan pengeringan yang maksimal.
Oleh karena itu perlu dilakukan usaha - usaha untuk mempercepat pindah panas
dan pindah massa (pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari
bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut).
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan
pengeringan maksimum, yaitu :
(a) Luas permukaan
(b) Suhu
(c) Kecepatan udara
(d) Kelembapan udara
(e) Tekanan atm dan vakum
(f) Waktu
Dalam rancang mesin ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh
kecepatan pengeringan maksimum adalah :
Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan
sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau
semakin tinggi suhu udara pengeringan maka akan semakin besar
energi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses
pindahan panas semakin cepat sehingga pindah massa akan
berlangsung juga dengan cepat.
Kecepatan udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air
dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah
udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi, berguna untuk
mengambil uap air dan menghilangkan uap air dari permukaan bahan
yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh
yang dapat memperlambat penghilangan air.
Kelembaban Udara (Relative Humidity)
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka
akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga
sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorpsi dan menahan uap
air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi (RH
keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu
dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak
akan mengambil uap air dari atmosfir.
Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat
dikeringkan.
Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik
uap air dari udara.
Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin
cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan
2.2 Pomp
Pomp
media suh
memindah
bertemper
es, freeze
Pomp (Refrigera bertujuan dari ruang suhu yang Pomp suatu fluid ventilasi, pa Kalor
pa kalor (hea
hu rendah
hkan panas
ratur lebih
r, pendingin pa kalor m
ator), perbe menjaga ru
gan. Sedang
g tinggi (pan
Gamb
Sum
pa kalor mem
da kerja yan
dan pendin
at pump) ad ke suhu
dari sumb
h tinggi.
n ruangan, d
merupakan p
edaannya h
uangan pad
gkan pomp
nas). Hal ini
bar 2.1 Refri
mber: (Cen
manfaatkan
ng disebut d
ngin ruanga dalah suatu tinggi. Seb ber panas Contoh dan sebagai
perangkat y
hanya pada
da suhu rend
pa kalor ber
i diilustrasik
igerator dan
ngel & Boles
n sifat fisik
dengan refr
an, pompa perangkat y bagian bes yang berte yang pali inya. yang sama
a tujuan a
dah (dingin
rtujuan men
kan seperti
n pompa ka
s Fifth Editi
dari pengua
rigeran. Pad kalor meru
yang mentra
ar teknolog
emperatur re
ng umum
a dengan m
akhirnya. M
n) dengan m
njaga ruang
pada gamba
lor (heat pu
ion Hal.608
apan dan pe
da aplikasi
ujuk pada a
ansfer pana
gi pompa
endah ke l
m adalah l
mesin pend
Mesin pend
membuang p
kompresi uap yang mencakup saluran pembalik dan penukar panas sehingga arah
aliran panas dapat dibalik. Secara umum, pompa kalor mengambil panas dari
udara atau dari permukaan. Beberapa jenis pompa kalor dengan sumber panas
udara tidak bekerja dengan baik setelah temperatur jatuh di bawah -5oC/23oF
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pompa_kalor)
2.3 Siklus Kompresi Uap
Siklus Kompresi Uap (SKU) adalah siklus termodinamika yang digunakan
untuk memindahkan panas dari medium yang bertemperatur rendah ke medium
yang bertemperatur lebih tinggi. Fluida kerja yang mengalir selama siklus disebut
fluida kerja atau refrigeran. Pada SKU, selama siklus, refrigeran mengalami
perubahan fasa, yaitu menjadi uap (evaporation) dan menjadi cair (condensation). Berdasarkan proses perubahan fasa inilah, maka pada SKU kita kenal beberapa
komponen seperti Evaporator dan Kondensor. Saat ini mesin pendingin yang
menggunakan SKU sangat mudah dijumpai, seperti pada pendingin/pemanas yang
digunakan untuk pengkondisian udara (AC-Split/Heat Pump) di perumahan atau perkantoran dalam skala kecil.
Sistem kompresi uap mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor,
kondensor, katup ekspansi (Throttling Device) dan evaporator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Keempat komponen tersebut melakukan proses
yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi kompresi uap. [Ref.
Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II, hal. 54]
Pada gambar dapat dilihat bahwa dengan menggunakan evaporator panas
diserap dari ruangan yang dikondisikan. Kemudian kompresor menerima kerja
mekanik. Setelah melalui kompresor, refrigeran masuk ke kondensor. Di sini
refrigeran membuang panas ke lingkungan dan akhirnya mencair. Setelah
mencair, tekanan refrigeran diturunkan sampai tekanan evaporator dengan
Diagr
Gambar 2
pada graf
SKU ini d
1. Proses tekanan setelah 2. Proses konden refriger suhuny jenuh p G
ram T-s (T
2.3. Diagram
fik pada Ga
dapat dibagi
1 – 2s: ad
n kondensor
menyerap p
2s – 3:
nsor pada t
ran masih
ya hingga m
[image:32.595.166.453.90.405.2]pada sisi kel
Gambar 2.2
adalah tem
m P-h (P a ambar 2.4.
atas empat
dalah proses
r. Pada titik
panas pada adalah pe tekanan kon dalam kon mencapai te luar konden Siklus Kom mperatur da adalah tekan Proses-pro
t proses idea
s kompresi
k 1, idealnya
suhu renda
erpindahan
nstan. Pada
ndisi superh
emperatur k
nsor.
mpresi Uap
an s adalah nan dan h a oses termod
al, yaitu:
isentropik
a refrigeran
ah dari evap
panas yan
a bagian a
heat dan ak
kondensasi,
sederhana
entropi) d
adalah entro dinamika ya dari tekana berada pad orator. ng diikuti
wal sisi m
kibat pendin dan akhirn ditampilkan opi) ditamp ang terjadi an evaporat
da fasa cair j
3. Proses 3 – 4: adalah ekspansi adiabatik dari tekanan kondensor ke tekanan
evaporator. Akibat penurunan tekanan, temperatur akan turun. Pada sisi masuk
evaporator sebagian fluida berada pada fasa cair dan sebagian lagi menjadi uap.
4. Proses 4 – 1: adalah penguapan pada tekanan konstan. Di sini fluida menyerap
panas dari medium agar dapat menguap. Refrigeran akan, seluruhnya menguap
di sisi keluar evaporator dan siklus akan berulang ke langkah 1.
Pada diagram T-s dan diagram P-h, siklus kompresi uap dapat digambarkan
pada gambar sebagai berikut:
Proses yang terjadi pada Siklus Refrigerasi Kompresi Uap adalah sebagai berikut:
2.3.1 Proses Kompresi (1 – 2s)
Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Tugas
utama kompresor adalah menaikkan tekanan refrigeran, sekaligus juga menaikkan
temperaturnya lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Tujuannya adalah agar
dapat melepaskan panas pada temperatur tinggi ke lingkungan.
Kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh
Oleh karena proses ini dianggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor
pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa
dihitung dengan rumus :
Wc = = ...(2.1)
Dimana :
= besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
h1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada
kondensor.
Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat
juga ditentukan dengan rumus:
Wc
...(2.2)
Dimana :
Wc = daya listrik kompresor (Watt)
= tegangan listrik (Volt)
= kuat arus listrik (Ampere)
= 0,6 – 0,8
2.3.2 Proses Kondensasi (2 – 3)
Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan
berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor
antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara
pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.
Besarnya kalor per satuan massa refrigeran yang di lepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:
...(2.3)
Dimana :
= besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
2.3.3 Proses Ekspansi (3 – 4)
Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi
penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses
penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau
orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan. =
Dimana :
h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg) h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
2.3.4 Proses Evaporasi (4 – 1)
Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigeran
dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang
... ...(2.4)
Dimana :
= kalor yang di serap di evaporator ( kW )
= efek pendinginan (efek refrigerasi) (kJ/kg)
= harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)
= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi
kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.
2.4Performansi Siklus Kompresi Uap (SKU)
Ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menentukan performansi
sebuah SKU. Parameter ini antara lain :
2.4.1 Koefisien Performansi (COP)
Kinerja dari pompa kalor dinyatakan dalam Coefficient Of Performance
(COP), yang didefenisikan sebagai perbandingan antara kalor yang dilepaskan
oleh kondensor dengan kerja yang dibutuhkan untuk menggerakkan kompresor.
(Oktay and Hepbasli 2003) [Ref. Australian Journal Of Sciene, hal.596] :
COP =
Wc Qe
...(2.5)
Dimana :
= Kalor yang diserap oleh evaporator (kW)
COP diperlukan untuk menyatakan performansi unjuk kerja dari siklus
refrigerasi. Parameter ini digunakan apabila yang dimanfaatkan adalah laju
penyerapan panas pada evaporator. Pada siklus Sistem Kompresi Uap (SKU)
bentuk energi yang dihasilkan adalah panas yang diserap evaporator dan energi
yang dimasukkan adalah kerja kompressor. [Ref. Buku kuliah Termodinamika
Teknik II, hal. 56].
2.4.2 Faktor Prestasi (FP)
Sebuah Sistem Kompresi Uap (SKU) dapat dimanfaatkan sebagai sumber
panas, dengan memanfaatkan panas buangan kondensornya. Jika hal ini yang
terjadi, maka performansinya dinyatakan dengan Faktor Prestasi (FP), yang
didefinisikan sebagai laju pelepasan kalor di kondensor dibagi dengan kerja
kompresor.
………(2.6)
Dimana :
= Kalor yang dilepas oleh kondensor (kW)
= Kerja yang masuk dalam kompresor (kW)
2.4.3 Total Performance (TP)
Sebuah sistem kompresi uap dengan memanfaatkan evaporator dan
kondensor sekaligus disebut dengan sistem kompresi uap hibrid. Kinerja dari
sebuah sistem kompresi uap hibrid dinyatakan dengan Total Performance (TP), yang dirumuskan dengan:
... (2.7)
Dimana:
2.5Pengertian Laju Pengeringan
Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan
kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.8 (Suntivarakorn, Satmarong, Benjapiyaporn, & Theerakulpisut,
2010). [Ref. International Journal of Aerospace & Mechanical Engineering; Oct
2010, Vol. 4 Issue 4, hal. 220]
… … … . . … … … . . .
Dimana :
We = Berat pakaian sebelum pengeringan (kg)
Wf = Berat pakaian setelah pengeringan (kg) t = Waktu pengeringan (jam)
Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian konstan
dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya
kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan merupakan jumlah
kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan dan tiap satuan
waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006).
2.6Periode Laju Pengeringan
Menurut Henderson dan Perry (1955), proses pengeringan memiliki 2 (dua)
periode utama yaitu periode pengeringan dengan laju pengeringan tetap dan
periode laju pengeringan menurun. Kedua periode utama ini dibatasi oleh kadar
air kritis (critical moisture content) (Taib, G. et al., 1988).
Simmonds et al. (1953) menyatakan bahwa kadar air kritis adalah kadar air terendah saat mana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaan sama dengan
laju pengambilan uap air maksimum dari bahan. Pada pakaian umumnya kadar air
ketika pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis. Dengan demikian
berbagai t 1992). Hender dengan la permukaan laju peng tergantung relative ke Laju pe pengering laju peng berbeda ak
Pada p
dikeringka
menurun,
air bebas y
Laju p
kadar air b
Period
dari dalam
udara seki
ingkatan ka
rson dan P
aju tetap, b
n bahan be
guapan pad
g pada kead
ecil. (Taib, G
engeringan
gan. Jumlah
eringan tet
kan terjadi p
periode laju
an tidak lag
energi pan
yang sedikit
engeringan
bahan lebih
de laju peng
m ke permu
itarnya.
Gamb
adar air yang
Perry (1955
bahan meng
rlangsung p
da permuka
daan sekelil
G. et al. 198
akan menu
air terikat
tap menjad
pada kadar
u pengerin
gi ditutupi o
nas yang dip
t sekali jum
menurun t
kecil daripa
geringan m
ukaan dan
bar 2.5 Graf
g berbeda u
) menyatak
gendung ai
penguapan
aan air beb
ling bahan,
88).
urun seiring
makin lam
di laju peng
air yang be
ngan menur
oleh lapisan
peroleh bah
mlahnya.
terjadi sete
ada kadar a
menurun me
permindah
fik hubunga
untuk setiap
kan bahwa
ir yang cu
yang lajuny
bas. Laju
sedangkan
g dengan p
ma semakin
geringan m
rbeda pula.
run permuk
n air. Selam
han digunak
elah laju pe
air kritis (Ga
liputi dua p
han uap air
an kadar air
bahan. (Br
pada perio
ukup banyak
ya dapat dis
penguapan
pengaruh b
penurunan k
berkurang.
menurun unt
kaan partik
ma periode l
kan untuk m
engeringan ambar 2.5). proses, yait dari permu dengan wa rooker, D.B ode penger ak, dimana samakan de sebagian bahannya se
kadar air se
. Perubahan ntuk bahan kel bahan laju penger menguapkan konstan di
tu : perpind
mukaan baha
aktu.
, et al
Keterangan :
AB = Periode pemanasan
BC = Periode laju pengeringan menurun pertama
CD = Periode laju pengeringan menurun pertama
DE = Periode laju pengeringan menurun kedua
2.7Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap
100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis) (Safrizal, 2010).
Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Kabb= Wa
Wt x 100%= Wt-Wk
Wt x 100% ………...……. (2.9)
Dimana:
Kabb = Kadar air basis basah (%)
Wa = Berat air dalam bahan (gram)
Wk = Berat kering mutlak bahan (gram)
Wt = Berat total (gram) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam
bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
Kabk= Wa
Wk x 100%= Wt-Wk
Dimana:
Kabk = Kadar air basis kering (%)
Wa = Berat air dalam bahan (g)
Wk = Berat kering mutlak bahan (g)
Wt = Berat total (g) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan
dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air
yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun
demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani,
2011).
2.8 Moisture Ratio (Rasio Kelembaban)
Sama halnya dengan laju kadar air, rasio kelembaban juga mengalami
penurunan selama proses pengeringan. kenaikan suhu udara pengeringan
mengurangi waktu yang diperlukan untuk mencapai setiap tingkat rasio
kelembaban sejak proses transfer panas dalam ruang pengeringan meningkat.
Sedangkan, pada suhu tinggi, perpindahan panas dan massa juga meningkat dan
kadar air bahan akan semakin berkurang (Garavand et al., 2011).
Rasio kelembaban (moisture ratio) pada pakaian selama pengeringan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
MR= Mt - Me
Mo - Me
…..……….(2.11)
Dimana MR merupakan moisture ratio (rasio kelembaban), Mt merupakan
kadar air pada saat t (waktu selama pengeringan, menit), Mo merupakan kadar air
awal bahan, dan Me merupakan kadar air yang diperoleh setelah berat bahan
konstan. Nilai satuan Mt, Mo dan Me merupakan persentase dari kadar air basis
kering bahan (Garavand et al., 2011).
2.9Refrigran
Refrigeran adalah fluida kerja utama pada suatu siklus refrigerasi yang
bertugas menyerap panas pada temperatur dan tekanan rendah dan membuang
2.9.1 Pengelompokan Refrigran
Refrigeran dirancang untuk ditempatkan didalam siklus tertutup atau tidak
bercampur dengan udara luar. Tetapi, jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang
tidak diinginkan, maka refrigeran akan keluar dari sistem dan bisa saja terhirup
manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus
dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk
mengklassifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun
(toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability).
Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat
racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah
sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami
gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di
lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400
ppm (part per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya.
Berdasarkan flammability, refrigeran dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm
(101 kPa) temperature 18,3°C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang
rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm 21.1°C atau kalor
pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar.
Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m3
atau kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai
standard 34-1997, refrigerans diklassifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu:
1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar
2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah
3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar
4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar
5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah
Tabel 2.1 Pembagian Refrigeran berdasarkan keamanan
Refrigerant
Number Chemical Formula
Safety group
Old New
10 CCl4 2 B1
11 CCl3F 1 A1
12 CCl2F2 1 A1
13 CClF3 1 A1
13B1 CBrF3 1 A1
14 CF4 1 A1
21 CHCl2F 2 B1
22 CHClF2 1 A1
23 CHF3 A1
30 CH2CL2 2 B2
32 CH2F2 A2
40 CH3Cl 2 B2
50 CH4 3a A3
113 CCl2FCClF2 1 A1
114 CClF2CClF2 1 A1
115 CClF2CF3 1 A1
116 CF3CF3 A1
123 CHCl2CF3 B1
124 CHClFCF3 A1
125 CHF2CF3 A1
134a CF3CH2F A1
142b CClF2CH3 3b A2
143a CF3CH3 A2
152a CHF2CH3 3b A2
170 CH3CH3 3a A3
218 CF3CF2CF3 A1
2.9.2 Persyaratan Refrigeran
Beberapa persyaratan dari penggunaan refrigeran adalah sebagai berikut:
1. Tekanan Evaporasi dan Tekanan Kondensasi
Tekanan evaporasi refrigeran sebaiknya lebih tinggi dari atmosfer. Hal
ini menjaga agar udara luar tidak masuk ke siklus jika terjadi kebocoran minor.
Tekanan kondensasi refrigeran sebaiknya tidak terlalu tinggi. Tekanan yang tinggi
pada kondensor akan membuat kerja kompressor lebih tinggi dan kondensor harus
dirancang untuk tahan pada tekanan tinggi, hal ini akan menambah biaya.
2. Sifat ketercampuran dengan pelumas (oil miscibility)
Refrigeran yang baik jika dapat bercampur dengan oli dan membantu
melumasi kompressor. Oli sebaiknya kembali ke compressor dari kondensor,
evaporator, dan part lainnya. Refrigeran yang tidak baik justru melemahkan sifat
pelumas dan membentuk semacam lapisan kerak yang melemahkan laju
perpindahan panas. Sifat seperti ini harus dihindari.
3. Tidak mudah bereaksi (Inertness)
Refrigeran yang bersifat inert tidak bereaksi dengan material lainnya
untuk menghindari korosi, erosi, dan kerusakan lainnya.
4. Mudah dideteksi kebocorannya (Leakage Detection)
Kebocoran refrigeran sebaiknya mudah di deteksi, jika tidak akan
mengurangi performansinya. Umumnya refrigeran tidak berwarna (colorless) dan tidak berbau (odorless). Metode deteksi kebocoran refrigeran:
a. Halide torch, jika udara mengalir di atas permukaan tembaga yang dipanasi dengan api methyl alcohol, uap dari refrigeran akan berdekomposisi dan
mangubah warna api. Lidah api menjadi hijau pada kebocoran kecil, dan
mengecil dan kemerahan pada kebocoran besar.
b. Electronic detector, caranya dengan melepaskan arus pada inonisasi refrigeran yang telah terdekomposisi. Tetapi tidak dapat digunakan untuk jika udara
mengandung zat yang mudah terbakar.
c. Bubble method, campuran sabun yang mudah menggelembung dioleskan pada bagian yang diduga bocor. Jika terjadi gelembung, berarti terjadi kebocoran.
merusak lapisan ozon. Jika suatu refrigeran X mempunyai 6 ODP, artinya
[image:45.595.108.518.166.511.2]refrigeran itu mempunyai kemampuan 6 kali R-11 dalam merusak ozon.
Tabel 2.2 Nilai ODP beberapa Refrigeran
Refrigerant Chemical Formula ODP Value
CFC-11 CCl3F 1.0
CFC-12 CCl2F2 1.0
CFC-13B1 CBrF3 0
CFC-113 CCl2FCClF2 0.8
CFC-114 CClF2CClF2 1.0
CFC-115 CClF2CF4 0.6
CFC/HFC-500 CFC-12(73.8%)/HFC-152a(26.2%) 0.74
CFC/HCFC-502 HCFC-22(48.8%)/CFC-115(51.2%) 0.33
HCFC-22 CHClF2 0.05
HCFC-123 CHCl2CF3 0.02
HCFC-124 CHCClF3 0.02
HCFC-142b CH3CClF2 0.06
HCFC-125 CHF2CF3 0
HFC-134a CF3CH2F 0
HFC-152a CH3CHF2 0
Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta
e. GWP merupakan global warming potential, ada dua jenis angka (indeks) yang biasa digunakan untuk menyatakan potensi peningkatan suhu bumi. Pertama
HGWP (halocarbon global warming potential) yaitu perbandingan potensi pemanasan global suatu refrigeran dibandingkan dengan R-11. GWP yang
menggunakan CO2 sebagai acuan. Sebagai contoh perhitungan 1 lb R-22
mempunyai efek pemanasan global yang sama dengan 4100 lb gas CO2 pada
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pendingin Departemen Teknik
Mesin Universitas Sumatera Utara dan direncanakan dilaksanakan selama 9 bulan.
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian
No. Uraian Kegiatan
Tahun 2013 – 2014
Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Jan Feb
1. Studi literatur
2. Penyusunan proposal
3. Survey Laundry
4. Asembling Alat
5.
Pengujian alat dan pengumpulan data
6.
Analisis data dan Penulisan laporan Skripsi
7. Seminar hasil
8. Perbaikan
9. Ujian Sidang
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan.
1. Pakaian
Bahan yang menjadi objek pengeringan pada penelitian ini adalah
pakaian. Pakaian yang akan dikeringkan merupakan pakaian yang
umum dipakai oleh masyarakat sehari-hari yang antara lain terbuat dari
a. Cotton, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian T-Shirt atau kaos.
b. Linen, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian kemeja.
c. Wool, merupakan bahan yang sering digunakan untuk pakaian yang hangat, seperti sweeter, jaket, dress dan syal.
d. Denim, merupakan bahan yang sering digunakan untuk bahan/pakaian jeans.
Gambar 3.1 Pakaian
2. Refrigeran (R-22)
Gas tidak berwarna ini lebih dikenal sebagai HCFC-22 atau R-22. Hal
ini biasanya digunakan sebagai propelan dan refrigeran. Tabung R-22
silinder berwarna hijau muda.
3. Pompa Kalor (Heat Pump)
Pompa kalor yang dirancang untuk mengeringkan pakaian merupakan
mesin AC (Air Conditioner) merk Samsung model AS09TUQXXEA. Tabel 3.2 Karakteristik Tipe AC-Split
Karakteristik Gambaran Teknik
Rata-rata tegangan dan frekuensi 220 – 240 V dan 50 Hz
Kapasitas Pendinginan 9000 Btu/h
Konsumsi Daya rata-rata 800 Watt
Refrigeran R-22
Kuat Arus rata-rata 4.0 A
Kuat Arus maks. 4.7 A
Gambar di bawah ini menunjukkan sistem pompa kalor, terdiri dari
Kompresor, Kondensor, Evaporator, katup ekspansi dan ruang
Pengering. Dimensi ruang pengering adalah 1 m x 1 m x 1 m.
Ruang Pengering Evaporator
3.2.2 Alat
Peralatan yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel penelitian,
antara lain:
1. Load Cell
Load Cell digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan secara real time. Alat ini digunakan selama proses pengujian pengeringan berlangsung. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengurangan berat
material selama proses pengeringan. Jenis Load Cell yang digunakan adalah Aluminium S - Type Load Cell.
Gambar 3.4 Aluminium S Type Load Cell.
Spesifikasi:
Product size: 52 x 50 x 10 mm
Technical Parameter
- Rate load : 10 kg
- Rate ourput : 1.0± 0.1mv/v - Zero balance : ± 0.04 mv/v - Temp. Effect on Sensitivity : ± 0.03%/10 oC - Temp. Effect on Zero. : ± 0.03%/10oC - Nonlinearity Erro : ± 0.03% - Hysteresis Erro : ± 0.03% - Repeatability Erro : ± 0.03%
- Creep : ± 0.03%/20 min
- Output resistance : 350± 5Ω - Excitation voltage : 10V - Insulation resistance : ≥ 2000MΩ
2. Rh (Relative Humidity) Meter
Merupakan alat ukur suhu dan kelembaban udara. Jenis Rh meter yang
digunakan adalah EL-USB-2-LCD (High Accuracy Humidity, Temperature and Dew Point Data Logger with LCD).
Gambar 3.5 Rh – Meter
Spesifikasi:
Relative Humidity:
- Measurement range (%) : 0 – 100 - Repeatability (short term) (%RH) : ±0.1 - Accuracy (overall error) (%RH) : ±2.0* ±4 - Internal resolution (%RH) : 0.5 - Long term stability (%RH/yr) : 0.5
Temperature
- Measurement range (°C /°F) : -35/-31 - +80/+176 - Repeatability(°C/°F) : ±0.1/±0.2 - Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±0.3/±0.6 - ±1.5/±3 - Internal resolution (°C /°F) : 0.5/1
Dew Point
- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±1.1 /±2**
Logging rate : every 10s every 12hr
3. Annemometer
Digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara yang mengalir didalam
suatu aliran. Jenis Annemometer yang digunakan adalah Hot Wire Annemometer.
Gambar 3.6 Hot Wire Annemometer
Spesifikasi:
Measuring Range of Temperature : -10oC to 45oC
Wind Speed Measuring Range : 0.3 to 30 m/s
Accuracy of temperature : ±2 C
Accuracy of Wind speed : ±3%±0.1dgts
Wind Speed Unit Selection : M/s,Ft/min,Knots, Km/hr,Mph
Resolution : 0.1m/s 0.2
Data hold function : 500
4. Pressure Gauge
sebagai item tambahan. Untuk keadaan khusus yaitu dengan fluida korosif,
biasanya ditambahkan “seal” sebagai item tambahan untuk melindungi
Pressure Gauge dari korosi. Digunakan untuk mengukur tekanan yang melewati saluran refrigeran yang berfungsi sebagai indikator untuk
mengetahui keadaan sistem selama siklus berlangsung pada saat masuk
kompresor, keluar kompresor dan juga masuk ke evaporator. Pada umumnya
satuan tekanan dalam pressure gauge menggunakan pounds per square inch
diatas tekanan atmosfer (psig atau psi) dimana tekanan nol pada pressure gauge menunjukkan tekanan satu atmosfer atau 14.7 psia. Dalam hal tertentu terdapat alat ukur yang juga mendeteksi tekanan vakum yang menunjukkan
tekanan nol absolute.
Gambar 3.7 Pressure gauge
Spesifikasi dari alat pengukur tekanan refrigerasi:
Sambungan : 1/8 "NPT
Kisaran tekanan : -30 ", psi Hg-0-500 atau -30" Hg-0-250 psi
3.3 Data Penelitian
Adapun data yang direncanakan akan dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan
analisis dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Massa Pakaian (M)
Massa dari pakaian diukur pada saat keadaan kering (Mk) dan pada saat
keadaan basah (Mb).
2. Waktu pengeringan (t)
Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan pakaian yaitu pada
saat basah sampai pada saat keadaan kering (berat basah sampai berat kering).
3. Temperatur (T)
Temperatur yang di ukur adalah temperatur udara pada saat masuk ke
evaporator (T1), keluar evaporator (T2), ruang pengeringan (T3) dan keluar
ruang pengeringan (T4).
4. Kelembaban udara (Rh)
Kelembaban udara yang diukur pada titik saat masuk ke evaporator (Rh1),
keluar evaporator (Rh2), ruang pengeringan (Rh3) dan kelur ruang
pengeringan (Rh4).
5. Kecepatan aliran udara (V)
Udara yang mengalir didalam saluran aliran diukur kecepatannya.
6. Tekanan (P)
Refrigeran yang masuk ke dalam kompresor (P1), keluar kompresor (P2) dan
keluar kondensor (P3) diukur tekanannya.
3.4 Pemeriksaan Sistem Refrigerasi
Sistem refrigerasi yang terdapat pada pengeringan pakaian harus melalui
pemeriksaan terlebih dahulu sebelum dioperasikan. Pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan kebocoran, pembersihan saluran refrigerasi, pengisian refrigeran dan
pengujian apakah sistem refrigerasi telah bekerja dengan baik atau tidak.
a) Pemeriksaan kebocoran
Pada saat melakukan pengujian kebocoran, sistem refrigerasi diisi udara
dengan tekanan tertentu. Setelah sistem berisi udara bertekanan lalu
dicurigai dan rawan terhadap kebocoran misalnya sambungan pipa dan area
sekitar katup. Busa sabun akan menggelembung apabila terdapat kebocoran.
Air sabun biasanya digunakan langsung untuk memeriksa kebocoran pada
sistem yang masih berisi refrigeran. Selain itu, untuk memastikan kebocoran
juga digunakan alat untuk mendeteksi kebocoran dengan menggunakan
pendeteksi refrigeran elektronik (leak detector). Pada deteksi kebocoran menggunakan leak detector sistem berisi refrigeran dan sensor alat deteksi
diarahkan dan didekatkan pada bagian-bagian yang dicurigai bocor seperti
sambungan atau penghubung pipa, maka sensor akan memberikan alarm
apabila terdapat kebocoran.
b) Pembersihan saluran refrigeran
Pada tahapan ini dilakukan proses pemvakuman saluran refregerasi. Proses
ini bertujuan untuk membuang kotoran yang terdapat dalam saluran baik
berupa gas maupun debu yang masuk selama proses manufaktur system
pendingin. Proses ini berlangsung hingga dirasakan saluran sudah cukup
bersih dari kotoran yang dapat bercampur dengan refrigeran.
c) Pengisian refrigeran
Proses ini merupakan tahapan penting yang menjadi bagian dalam
mempersiapkan system refrigerasi yang optimal diamana tahapan ini
memerlukan perhatian dalm hal kemurnian refrigeran yang akan dimasukkan
ke dalam sistem karena masuknya udara yang akan bercampur dengan
refrigeran akan mengganggu kinerjanya sehingga tidak bekerja dengan
temperature sesuai dengan spesifikasi. Untuk mendukung hal tersebut maka
langkah yang perlu diambil adalah dengan menggunakan saluran testing manifold yang menghubungkan antara saluran sistem refrigerasi, tabung gas refrigeran dan saluran pompa vakum. Ketiganya tergabung dalam satu
manifold yang proses kerjanya disesuaiakan dengan tahapan diamana proses
awal adalah penvakuman, maka dalam hal ini saluran yang menuju tabung
refrigeran harus ditutup sehingga tekanan vakum hanya mengarah ke dalam
sistem refrigerasi. Sedangkan jika tekanan vakum sudah mencukupi, langkah
selanjutnya adalah mengisi refrigeran dengan menutup saluran dari pompa
pengisian. Dengan memperhatikan tahapan-tahapan ini maka diharapkan
tidak terjadi pencampuran refrigeran dengan udara luar pada saat pengisian.
d) Pengujian sistem refrigerasi
Proses ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem refrigerasi berfungsi
dengan baik atau tidak. Setelah sistem refrigerasi dioperasikan kemudian
setiap komponen diperiksa. Salah satu indikasi untuk menentukan kinerja
sistem ini adalah dengan melihat hasil pembacaan alat ukur. Apabila
parameter seperti temperature dan tekanan telah tercapai maka dapat
disimpulkan bahwa sistem refrigerasi berfungsi dan berjalan dengan baik dan
siap digunakan untuk pengujian.
3.5 Prosedur Pengujian Mesin Pengering
Lokasi pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Pendingin Departemen
Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Adapun pengambilan data dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
Menyiapkan peralatan pengujian.
Menimbang massa awal pakaian kering, kemudian membasahi pakaian
dengan memasukkan bahan ke dalam ember berisi air, sehingga
didapatkan pakaian basah, kemudian dicatat, beratnya masing-masing.
Menggantung pakaian di dalam ruang pengering.
Menghidupkan mesin sesuai dengan manual operasinya.
Stopwatch diaktifkan bersamaan dengan pengoperasian sistem, mencatat massa pakaian kering dan massa pakaian basah (Mk & Mb), setiap selang
waktu 30 menit sampai pakaian kering.
Baca dan catat pada panel untuk tekanan P1, P2, dan P3.
Baca dan catat pada panel untuk temperatur T1, T2, dan T3.
Kemudian baca dan catat perubahan voltmeter dan amperemeter.
Cek RH dan suhu udara dari PC (Personal Computer/Laptop)
Ukur kecepatan udara dalam pengering. Dan cek dan catat perubahan
Da
kem
wa
Un
pen
G
ari data yan
mudian dih
aktu (∆t) ata ntuk lebih
ngambilan d
Gambar 3.8
ng diperoleh
hitung besar
au laju peng
jelasnya d
data yang d
Skema inst
h pada hasi
ar penuruna
geringan pak
dapat kita
diperlihatkan
talasi pengu
il pengujian
an massa pa
kaian.
lihat set-u
n pada gam
ujian mesin
n, berikutny
akaian dala
up pengujia
bar dibawah
pengering p
ya dirata-rat
am setiap s
an pada p
h ini:
pakaian
takan,
selang
3.6 Diagram Alir Proses Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Usulan Penelitian
Tahap Persiapan:
1.Persiapan Mesin Pengering (pompa kalor)
2.Pengujian Mesin Pengering
Pengumpulan data:
‐ Massa Pakaian (gram) ‐ Temperatur (oC) ‐ Kelembaban udara (%) ‐ Kecepatan aliran (m/s) ‐ Waktu (menit)
‐ Tekanan (N/m2)
Kesimpulan/Laporan
Selesai
Tidak
Ya
Pengolahan dan Analisis Data
Ya
Tidak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai analisa data yang didapatkan pada saat
melakukan pengujian. Data yang didapat berupa data tekanan, tegangan listrik,
kuat arus, temperature dan massa pakaian. Dari data yang didapat kemudian akan
dibuat tabel performansi siklus kompresi uap yang menunjukkan kinerja alat
selama pengujian.
Selain itu, dilakukan analisa terhadap laju pengeringan pakaian. Data yang
diperoleh berupa waktu pengeringan, massa pakaian sebelum pengeringan dan
massa pakaian setelah pengeringan, untuk selanjutnya dibuat grafik laju
pengeringan pakaian.
4.1 Performansi Siklus Kompresi Uap (SKU)
Dari data hasil pengujian pengeringan pakaian, maka dapat dianalisa kondisi
kerja mesin pengering pakaian sebagai berikut.
Tabel. 4.1. Data Hasil Pengujian I (Speed 1) Bahan 1 pcs Kemeja A.
(Massa Pakaian kering : 125 gram)
Jam
Massa
Pakaian
Basah
(gram)
Tekanan R-22 Temperatur R-22
Teg.
(Volt)
Kuat
Arus
(A) P1
(kgf/cm2)
P2
(kgf/cm2)
P3
(kgf/cm2) T1
(oC) T2
(oC) T3
(oC)
10.14 338 5,6 23,5 22 8,3 58 53,5 200 5,1
10.44 242 6,3 26 24,3 11,11 62 58 200 5,7
11.14 173 6,5 28 25 11,11 62,5 59 200 6
11.44 157 6,5 28 25 11,11 62,5 59 200 4,9
Berikut contoh perhitungan dari performansi data pengujian I (Speed I) bahan
1 pcs Kemeja A pada jam 10.14 WIB. Dari tabel pengujian mesin pengering
- Temperatur T1 = 8,3 0C refrigeran masuk kompressor
- Temperatur T2 = 58 0C refrigeran keluar kompressor
- Temperatur T3 = 53,5 0C refrigeran keluar kondensor
Selanjutnya untuk memperoleh harga tekanan pada tiap titik dapat dicari dengan
menggunakan tabel uap saturasi R-22. (Lampiran Properties of Refrigerant 22) maka diperoleh :
Kondisi tiap titik pada R-22 kondisi kerja mesin AC Samsung.
Titik 1 : T1 = 8,3 oC
P1 = 0,647105 MPa
h1 = 407,769 kJ/kg
S1 = 1,7382 kJ/kg.K
Titik 2 : T2 = 58 oC
P2 = 2,32656 Mpa = 2,3 MPa (Dari spesifikasi Mesin AC)
h2 = 439,076 kJ/kg
S2= 1,49316 kJ/kg.K
Titik 2’ : h2’ = 417,1792 kJ/Kg
S2’= 1,7306 kJ/kg.K (S1 = S2)
Titik 3 : T3 = 53,5 0C
P3 = 2,1055 Mpa
h3 = 268,198 kJ/kg
Titik 4 : T4= T1 dan P1= P4
Berdasarkan perhitungan diatas, maka kita dapat menentukan diagram P-h secara
aktual.
Gambar 4.1. Diagram P-h Siklus Kompresi Uap Aktual
Beberapa komponen pada evaporator, kondensor dan katup ekspansi, pada
kenyataannya akan mengalami penyimpangan. Beberapa penyimpangan yang
mungkin terjadi antara lain, terjadi penurunan tekanan pada evaporator, terjadi
kondisi superheat (panas lanjut) pada sisi keluar evaporator, terjadi penurunan
tekanan pada kondensor, terjadi kondisi subcooled (pendinginan lanjut pada sisi keluar kondensor).
Pengaruh masing – masing penyimpangan diatas terhadap Sistem Kompresi
Uap, yaitu penurunan tekanan pada evaporator dan kondensor. Ketika refrigerant
melalui pipa-pipa kondensor, maka terjadi kehilangan tekanan akibat gesekan
antara refrigerant dan dinding pipa sehingga kerja kompresor meningkat untuk
dapat mengalirkan refrigerant yang cukup. Hal yang sama terjadi pada evaporator.
Kondisi sub dingin yang terjadi pada bagian akhir kondensor akan menjamin
refrigeran memasuki katup ekspansi dalam fasa cair. Kondisi panas lanjut di
evaporator akan menambah efek refrigerasi. Hal ini disarankan dengan alasan
mencegah cairan masuk ke kompressor.
Berdasarkan data pengujian mesin, kita dapat menganalisa perhitungan
performansi mesin kompresi uap, sebagai berikut :
h1
P2 = P3
P1 = P4
(P = kPa)
(h = kJ/kg)
h2
h3 = h4
1
2 3
4
Tk
Te
A. Daya Kompressor
……...(2.2)
= 200 x 5,1 x 0,8
= 816 VA (816 Watt)
= 0,816 kW
Laju aliran massa refrigeran
...(2.1)
, kW , kJ/kg , kJ/kg
, kg/s
B. Kalor yang dikeluarkan Kondensor (QK)
Q ...(2.3)
Q , , kJ/kg , kJ/kg
Q ,
C. Kalor Evaporator (Qe)
Q ...(2.4)
Q , , kJ/kg – , kJ/kg
Q ,
D. COP (Coefficient Of Performance)
COP diperlukan untuk menyatakan performansi unjuk kerja dari siklus
refrigerasi.
COP =
Wc Qe
...(2.5)
COP = 3,64 / 0.816
E. FP (Faktor Prestasi)
Untuk mengetahui perbandingan jumlah kalor yang dilepaskan kondensor
dengan kerja kompresor.
FP =
Wc QK
...(2.6)
FP =
FP = 5,45
F. TP (Total Performance)
Menunjukkan performansi atau kinerja dari sebuah sistem kompresi uap.
…