LAMPIRAN I
DAFTAR PUSTAKA
Ambarita, Himsar, Dr.Eng, “Teknik Pendingin Dan Pengkondisian Udara”,
Medan: 2012.
Cengel,A, Yunus, “Heat Transfer”, Second Edition, 2003.
Cengel, A., Yunus, Boles, A., Michael, “Thermodynamics An engineering Approach”, Third Edition, WCB/ McGraw-Hill, United States of America, 1989.
Cengel, A, Yunus, “Thermodynamics”, Fith Edition, University Of Nevada, Reno, 2006.
Daryanto, Drs, “Teknik Pendingin”, Penerbit Yrama Widya,Bandung, 2005. Holman, J.P, “Perpinpindahan Kalor”, Sixth Edition, Penerbit Erlangga, 1986.
Koesteor, Raldi Artono,Dr, Ir, ”Perpindahan Kalor”, Penerbit Salemba Teknika, 2002.
Mahlia, T.I. “Clothes Drying from Room Air Conditioning Waste Heat”,
Mechanical Engineering University of Malaya. Kuala Lumpur, 2010.
Mujumdar, Arun.S. “Handbook of Industrial Drying, Third Edition”, Taylor & Fracis Group LLC. Singapore, 2006.
Supratman, Jones, Wilbert.F, Stoecker, Jerold W, “Refrigrasi Dan Pengkondisian Udara”, Penerbit Erlangga, 1989.
Holman, J.P, Jasjfi.E. “Metode Pengukuran Teknik”, Edisi keempat, Penerbit Erlangga, 1985.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Studi dan Pembuatan
Penelitian dilakukan di laboratorium Teknik pendingin Departemen
Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara dan direncanakan dilaksanakan selama
5 bulan.
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan studi dan pembuatan mesin pengering
N
o Uraian Kegiatan
Tahun 2013-2014 Okt Nov Des Jan Feb 1 Penyusunan Proposal
2 Merancang Mesin
3 Asembling Alat
4 Pengujian alat dan pengumpulan data 5 Analisis data dan Penulisan laporan
penelitian
6 Seminar hasil 7 Perbaikan
8 Sidang Sarjana
3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan.
Bahan yang di gunakan untuk merancang mesin pengering pakan ternak
sistem pompa kalor adalah:
a) Plat besi k) Paku bor
b) Plat seng l) Kabel tie
c) Besi hollow 40 x40 mm m) Lem goat, dextone
d) Besi hollow 15 x 15 mm n) Cat
e) Pipa tembaga 3/8 dan ¼ o) Busa glass woll
f) Pipa kapiler o,42 p) Silicon
g) Besi siku q) Papan panel
h) Kaca r) Aluminium foil
1. Pakan Ternak
Bahan yang menjadi objek pengeringan pada penelitian ini adalah
pakan ternak. Pakan ternak yang akan dikeringkan merupakan pakan
yang dibuat dari daun kelapa sawit yang sudah dicacah sampai halus.
Gambar 3.1 Pakan ternak yang sudah dicacah
2. Pompa Kalor (Heat Pump)
Pompa kalor dirancang untuk mengeringkan pakan ternak. Gambar 3.2
menunjukkan rancangan sistem pompa kalor. Pompa Kalor terdiri dari
Kompresor, Kondensor, Evaporator, katup ekspansi dan Saluran
Pengering.
3.2.2 Alat
Peralatan yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel penelitian,
antara lain:
1. Rh (Relative Humidity) Meter
Merupakan alat ukur suhu dan kelembaban udara. Jenis Rh meter yang
digunakan adalah EL-USB-2-LCD (High Accuracy Humidity, Temperature and Dew Point Data Logger with LCD).
Gambar 3.3 Rh Meter
Spesifikasi:
Relative Humidity:
- Measurement range (%) : 0 – 100 - Repeatability (short term) (%RH) : ±0.1 - Accuracy (overall error) (%RH) : ±2.0* ±4 - Internal resolution (%RH) : 0.5 - Long term stability (%RH/yr) : 0.5
Temperature
- Measurement range (°C /°F) : -35/-31 - +80/+176 - Repeatability (°C/°F) : ±0.1/±0.2
- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±0.3/±0.6 - ±1.5/±3 - Internal resolution (°C /°F) : 0.5/1
Dew Point
- Accuracy (overall error) (°C /°F) : ±1.1 /±2**
Logging rate : every 10s every 12hr
2. Hot Wire Anemometer
Digunakan untuk mengukur kecepatan udara yang keluar dari mesin
pengering system pompa kalor. Jenis Annemometer yang digunakan
adalah Hot Wire Annemometer.
Gambar 3.4 Hot Wire Anemometer
Tabel 3.2 Specificatians dari Hot Wire Anemometer
Air Velocity Range Resolution Accuracy
m/s 0.1 to 25.0 m/s 0.1 m/s ±5% ± 0.1 m/s
km/h 0.3 to 90.0 km/h 0.1 km/h ±5% ± 0.1 km/h
ft/min 20 to 4925 fit/min 1 ft/min ±5% ± 0.1 fit/min
MPH 0.2 to 55.8 MPH 0.1 MPH ±5% ± 0.1
MPH
Knots 0.2 to 48.5 knots 0.1 knots ±5% ± 0.1 knots Air
termperatur
0 0C to 50 0C
32 0F to 122 0F 0.1
0
C / 0.1 0F 0.1 0C / 1.8 0F
3. Pressure Gauge
Digunakan untuk mengukur tekanan refrigran yang masuk kompresor,
keluar kompresor dan juga masuk ke evaporator.
Spesifikasi dari alat pengukur tekanan refrigerasi:
Sambungan: 1/8 "NPT
Kisaran tekanan: -30 ", psi Hg-0-500 atau -30" Hg-0-250 psi
Keakuratan Gauge kulkas : ASME kelas b.
3.3 Data Penelitian
Adapun data yang direncakan akan dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan
analisis dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Massa Pakan Ternak (M)
Massa dari pakan di ukur pada saat keadaan basah (Mb) dan pada saat
keadaan kering (Mk).
2. Waktu pengeringan (t)
Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan pakan yaitu pada
saat basah sampai pada saat keadaan kering (berat basah sampai berat kering).
Pada saat berapa kali jatuhan.
3. Temperatur (T)
Temperatur yang di ukur adalah temperatur udara pada saat masuk ke
evaporator (T1), masuk kondensor (T2), keluar kondensor (T3) dan pada saat
di saluran pengeringan (T4).
4. Kelembaban udara (Rh)
Kelembaban udara yang diukur pada titik saat masuk ke evaporator (Rh1),
masuk kondensor (Rh2), keluar kondensor (Rh3) dan keluar saluran
pengeringan (Rh4).
5. Tekanan (P)
Refrigeran yang masuk ke dalam kompresor (P1), ke luar kompresor (P2) dan
masuk ke dalam evaporator (P3) di ukur tekanannya.
6. Kecepetan aliran udara (v)
Udara yang keluar dari mesin pengering diukur kecepatannya.
7. Kuat arus ( I )
3.4 Metode Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan kegiatan yang meliputi
beberapa tahapan yang digambarkan dalam bentuk diagram berikut:
Gambar 3.6 Diagram alir proses pelaksanaan penelitian Mulai
Studi Literatur
Usulan Penelitian
Tahap Persiapan:
1.Persiapan Mesin Pengering
(pompa kalor)
2.Pengujian Mesin Pengering
Pengumpulan data:
- Massa Pakan tenak (kg) - Temperatur (oC)
- Kelembaban udara (%) - Kecepatan aliran udara (m/s) - Waktu (menit)
- Tekanan (N/m2)
Kesimpulan/Laporan
Selesai
Tidak
Ya
Pengolahan dan Analisis Data
Ya
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data hasil pengujian
Dari hasil pengujian mesin pengering pakan ternak dengan beban 1 kg
pakan ternak maka didapat data sebagai berikut:
Tabel 4.1. Data hasil pengujian pengeringan 1 kg pakan ternak
N
o Waktu Tin
(0C) Tout
(0C) V
(Volt) I
(A) X
(ml) v (m/s
2
) ρ
(kg/m3)
Cp
(kJ/kgC
)
1 13.16 33,5 28 200 6 0 0,817 1,1738 1,0059
2 13.21 33.5 30 200 6 20 1,135 1,1671 1,0059
3 13.26 33,5 29 200 6 30 1,187 1,1702 1,0059
4 13.31 34 29,5 200 6 35 1,245 1,1684 1,0059
5 13.36 33.5 28,5 200 6 40 1,136 1,1720 1,0059
6 13.41 34.5 29 200 6 45 1,103 1,1702 1,0059
7 13.46 33.5 30 200 6 50 1,05 1,1671 1,0059
8 13.51 33.5 28,5 200 6 55 0.908 1,1720 1,0059
Dari tabel pengujian diperoleh suhu udara masuk evaporator (Tin), maka
massa jenis udara (ρ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Tout = 28 + 273
= 301 K (lihat tabel sifat udara pada tekanan atmosfer)
=
0,00358 = 1,1774 – x
x = 1,1774 – 0,00358
x = 1, 1738
maka massa jenis udara (
ρ
)
udara pada temperature 280C adalah 1,1738Selanjutnya perhitungan dalam bentuk tabel (lihat tabel 4.1)
Dari tabel pengujian diperoleh suhu udara masuk evaporator (Tin), maka
panas jenis udara (Cp) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Cp =
=
=
30,37 + 273= 303,5 K (lihat tabel sifat udara pada tekanan atmosfer)
=
0,0075
=
0,00025 = 1,0057 – x
x = 1,0057 + 0,00025
x = 1, 0059
maka panas jenis (
Cp)
udara pada temperature 30,750C adalah 1,00594.2 Laju Pengeringan
Laju pengeringan (drying rate) adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu
Laju pengeringan dapat di hitung dengan rumus :
4.3 Nilai Laju Ekstraksi Air Spesifikc (Spesific Moisture Extraction Rate)
Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate
(SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan
dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk
menghilangkan 1 kg air . Dinyatakan dalam kg/kWh.
Untuk menghitung nilai laju ekstraksi air spesifik (SMER) 5 menit
pertama pengeringan diperoleh dengan rumus :
Untuk 5 menit pertama :
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
mudara = v.A.ρ
= 1,135 m/s x 0,01 m2 x 1,1671 kg/m3
= 0,0132 kg/s
Wc = V x I
= 200 Volt x 6 A
= 1200 watt = 1,2 kW
Maka,
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
. = 2 , 1 ) 30 5 , 33 ( 0059 , 1 0132 , 0 02 , 0 + − ×
= 0,016 kg/kWh
Untuk 5 menit kedua :
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
mudara = v.A.ρ
= 1,187 m/s x 0,01 m2 x 1,1702 kg/m3
Wc = V x I
= 200 Volt x 6 A
= 1200 Watt = 1,2 kW
Maka,
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
. = 2 , 1 ) 29 5 , 33 ( 0059 , 1 0202 , 0 03 , 0 + − ×
= 0,0232 kg/kWh
Untuk 5 menit ketiga :
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
mudara = v.A.ρ
= 1,1245 m/s x 0,01 m2 x 1,1684 kg/m3
= 0,0145 kg/s
Wc = V x I
= 200 Volt x 6 A
= 1200 Watt = 1,2 kW
Maka,
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
. = 2 , 1 ) 5 . 29 34 ( 0059 , 1 0145 , 0 035 , 0 + − ×
= 0,0273 kg/kWh
Untuk 5 menit ke empat :
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
mudara = v.A.ρ
= 1,1362 m/s x 0,01 m2 x 1,1720 kg/m3
= 0,0133 kg/s
= 200 Volt x 6 A
= 1200 Watt = 1,2 kW
Maka,
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
. = 2 , 1 ) 5 , 28 5 , 33 ( 0059 , 1 0133 , 0 04 , 0 + − ×
= 0,0315 kg/kWh
Untuk 5 menit ke lima :
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
mudara = v.A.ρ
= 1,03 m/s x 0,01 m2 x 1,1702 kg/m3
= 0,0120 kg/s
Wc = V x I
= 200 Volt x 6 A
= 1200 Watt = 1,2 kW
Maka,
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
. = 2 , 1 ) 90 5 , 34 ( 0059 , 1 0120 , 0 45 , 0 + − ×
= 0,0355 kg/kWh
Untuk 5 menit ke enam :
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
mudara = v.A.ρ
= 1,05 m/s x 0,01 m2 x 1,1671 kg/m3
= 0,0122 kg/s
Wc = V x I
= 1200 Watt = 1,2 kW
Maka,
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
. = 2 , 1 ) 30 5 , 33 ( 0059 , 1 0122 , 0 05 , 0 + − ×
= 0,0402 kg/kWh
Untuk 5 menit ke tujuh :
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
mudara = v.A.ρ
= 0,908 m/s x 0,01 m2 x 1,1720 kg/m3
= 0,0106 kg/s
Wc = V x I
= 200 Volt x 6 A
= 1200 Watt = 1,2 kW
Maka,
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
. = 2 , 1 ) 5 , 28 5 , 33 ( 0059 , 1 0106 , 0 055 , 0 + − ×
= 0,043 kg/kWh
4.3.1 Ketakpastian Pengukuran
Suatu metode yang seksama untuk menaksir ketakpastian dalam hasil-hasil eksperimen telah dikemukakan oleh Kline dan McClintock. Metode ini didasarkan atas spesifikasi yang teliti ketakpastian dalam berbagai pengukuran primer eksperimen (J.P.Holman, 48)
SMER =
(
T T)
Wc x Cp x m X out inudara − +
= 2 , 1 ) 30 5 , 33 ( 0059 , 1 0132 , 0 02 , 0 + − ×
= 0,016 kg/kWh
=
=
=
=
0,802
=
=
=
=
24,92
=
=
=
0,0158
=
=
0.0013
=
=
=
0,3 Wx = (0,02) (0,005) = 1 x 10-4
Wudara = (0,0132) (0.05) = 6,6 x 10-4
Wcp = ( 1,0059) (0,3) = 0,301
W = ( 3,5) (0.3) = 1,05
Wwc = (1,2) (0,01) = 0,012
Maka ketakpastian pengukurannya adalah :
WSMER = [(0,802)2 x (1 x10-4)2 + (24,92)2 x (6,6 x10-4)2 + (0,01582 x
(0,301)2 + (0,0013)2 x (1,05)2 + (0,3)2 x (0,012)2 ]1/2
WSMER = 0.000740 atau 2,16%
4.4 Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption)
Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC) adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang
dinyatakan dalam kWh/kg
Untuk menghitung konsumsi energy spesifik (SEC) kita menggunakan
rumus sebagai berikut :
SEC =
(
)
X
Wc T
T x Cp x
mudara in − out +
Pada bagian ini mudara, Cp, Tin, Tout, dan Wc adalah sama. Maka SEC dapat
dihitung seebagai berikut :
SEC =
(
)
X Wc T T x Cp xmudara in − out +
= 02 , 0 2 , 1 ) 30 5 , 33 ( 0059 , 1 0132 ,
0 × − +
= 62,3 kWh/kg
Untuk 5 menit kedua :
SEC =
(
)
X Wc T T x Cp x
mudara in − out +
= 03 , 0 2 , 1 ) 29 5 , 33 ( 0059 , 1 0202 ,
0 × − +
= 43,03 kWh/kg
Untuk 5 menit ke tiga :
SEC =
(
)
X Wc T T x Cp x
mudara in − out +
= 035 , 0 2 , 1 ) 5 , 29 34 ( 0059 , 1 0145 ,
0 × − +
= 36,534 kWh/kg
Untuk 5 menit ke empat :
SEC =
(
)
X Wc T T x Cp x
mudara in − out +
= 04 , 0 2 , 1 ) 5 . 28 5 , 33 ( 0059 , 1 0133 ,
0 × − +
= 31,67 kWh/kg
Untuk 5 menit ke lima :
SEC =
(
)
X Wc T T x Cp x
mudara in − out +
= 02 , 0 2 , 1 ) 29 5 , 34 ( 0059 , 1 0120 ,
0 × − +
= 28,133 kWh/kg
Untuk 5 menit ke enam :
SEC =
(
)
X Wc T T x Cp x
= 05 , 0 2 , 1 ) 30 5 , 33 ( 0059 , 1 0489 ,
0 × − +
=24,84 kWh/kg
Untuk 5 menit ke tujuh :
SEC =
(
)
X Wc T T x Cp x
mudara in − out +
= 055 , 0 2 , 1 ) 5 , 28 5 , 33 ( 0059 , 1 0106 ,
0 × − +
= 22,787 kWh/kg
4. 5 Biaya Pokok Produksi
Dalam menentukan biaya produksi diperoleh dengan menggunakan
persamaan energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption
(SEC) yang dinyatakan dalam kWh/kg dikali dengan tarif dasar listrik. Untuk
harga tarif dasar listrik dibebankan sebesar Rp 966 per kWh.
Unutk 5 menit pertama:
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik
= 63,3 kWh/kg x Rp 966,-
= Rp 60.181,-
Unutk 5 menit ke dua :
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik
= 40,03 kWh/kg x Rp 966,-
= Rp
41,570,- Unutk 5 menit ke tiga :
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik
= 36,534 kWh/kg x Rp 966,-
= Rp
35,292,- Unutk 5 menit ke empat :
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik
= 31,67 kWh/kg x Rp 966,-
= Rp
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik
= 28,133 kWh/kg x Rp 966,-
= Rp
27,176,- Unutk 5 menit ke enam :
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik
= 24,84 kWh/kg x Rp 966,-
= Rp
23,995,- Unutk 5 menit ke tujuh :
Biaya Pokok Produksi = SEC x Tarif dasar listrik
= 22,787 kWh/kg x Rp 966,-
Tabel 4.2 Hasil perhitungan pengujian pengeringan 1kg pakan ternak
No Waktu Tin
(0C)
Tout
(0C)
V (Volt)
I (A)
X (ml)
v (m/s2)
ρ
(kg/m3)
Cp (kJ/kgC)
SMER (kg/kWh)
SEC (kWh/kg)
BP (Rp)
1 13.16 33,5 28 200 6 0 0,817 1,1738 1,0059 0 0 0
2 13.21 33.5 30 200 6 20 1,135 1,1671 1,0059 0,016 62,3 60,181
3 13.26 33,5 29 200 6 30 1,187 1,1702 1,0059 0,0232 43,03 41,570
4 13.31 34 29,5 200 6 35 1,245 1,1684 1,0059 0,0273 36,534 35,292
5 13.36 33.5 28,5 200 6 40 1,136 1,1720 1,0059 0,0315 31,67 30,593
6 13.41 34.5 29 200 6 45 1,103 1,1702 1,0059 0,0355 28,13 27,176
7 13.46 33.5 30 200 6 50 1,05 1,1671 1,0059 0,0402 24,84 23,995
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan analisa data dapat disimpulkan bahwa nilai laju ekstraksi air
spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) adalah 0.0106 kg/kWh. SMER untuk mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor berbanding lurus
dengan dengan temperatur udara keluar evaporator, dan berbanding lurus
terhadap waktu.
2. Konsumsi energi spesifik (Spesific Energi Consumption) untuk mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1 PK adalah
22,787kWh/kg. SEC berbanding terbalik dengan laju ekstraksi air spesifik
(Spesific Moisture Extraction Rate) dan berbanding lurus dengan biaya produksi. Semakin kecil konsumsi energi spesifik, maka biaya produksi
semakin kecil.
3. Biaya yang dibutuhkan untuk proses pengeringan pakan ternak dengan sistem
pompa kalor adalah Rp 20,012,- per kilogram.
.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan beberapa
hal berikut:
1. Perlu penambahan exchaus fan agar udara panas yang dihasilkan kondensor
mengalir ke tower pengeringan dengan sempurna
2. Untuk penyempurnaan mesin ini, perlu penambahan solasi (glass woll dan
aluminium foil) pada tower pengeringan agar loses panas yang hilang dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Proses Pengeringan
Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas. Proses pengeringan berlaku apabila bahan yang
dikeringankan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya.
Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan
terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas
diberikan kepada bahan tersebut.
Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu panas
yang diberikan pada bahan dan air harus dikeluarkan dari bahan. Dua fenomena
ini menyangkut pindah panas ke dalam dan pindah massa ke luar. Yang dimaksud
dengan pindah panas adalah peristiwa perpindahan energi dari udara ke dalam
bahan yang dapat menyebabkan berpindahnya sejumlah massa (kandungan air)
karena gaya dorong untuk keluar dari bahan (pindah massa).
Dalam pengeringan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang
maksimum, oleh karena itu diusahakan untuk mempercepat pindah panas dan
pindah massa. Perpindahan panas dalam proses pengeringan dapat terjadi melalui
dua cara yaitu pengeringan langsung dan pengeringan tidak langsung.
Pengeringan langsung yaitu sumber panas berhubungan dengan bahan yang
dikeringkan, sedangkan pengeringan tidak langsung yaitu panas dari sumber
tersebut yang berhubungan dengan bahan. Setelah panas sampai ke bahan maka
air dari sel-sel bahan akan bergerak ke permukaan bahan kemudian keluar.
2.2Pengeringan Buatan
Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana, suhu,
kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi.
Keuntungan Pengering Buatan:
Tidak tergantung cuaca
Kapasitas pengeringa dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan
Tidak memerlukan tempat yang luas
Kondisi pengeringan dapat dikontrol
Pekerjaan lebih mudah.
2.2.1 Jenis Jenis Pengeringan Buatan
Berdasarkan media panasnya,
Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas, fungsin udara memberi panas dan
membawa air.
Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan langsung
dengan alat/ plat logam yang panas.
2.2.2 Proses pengeringan:
Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air
Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas
disekeliling bahan
Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas
sensible dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan
kepusat bahan.
Proses perpindahan massa ; proses pengeringan (penguapan), terjadi
panas laten, dari permukaan bahan ke udara
Panas sensible ; panas yang dibutuhkan/ dilepaskan untuk menaikkan
Panas laten ; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari
padat kecair, cair ke gas, dst, tanpa mengubah suhu benda tersebut.
2.2.3 Faktor faktor yang mempengaruhi pengeringan.
Pada pengeringan selalu diinginan kecepatan pengeringan yang maksimal.
Oleh karena itu perlu dilakukan usah- usah untuk memercepat pindah panas dan
pindah massa ( pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari
bahan yang dikeringksan dalam proses pengeringan tersebut.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan
pengeringan maksimum, yaitu :
(a) Luas permukaan
(b) Suhu
(c) Kecepatan udara
(d) Kelembaban udara
(e) Tekanan
(f) Waktu.
Dalam rancang mesin ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh
kecepatan pengeringan maksimum adalah :
• Suhu
Semakin besar perbedaan suhu ( antara medium pemanas dengan
bahan bahan) maka akan semakin cepat proses pindah panas
berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan semaki cepat
pula. Atau semkain tinggi suhu udara pengeringan maka aka semakin
besar anergi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan
proses pindahan panas semakin cepat sengingga pindah massa akan
berlangsung juga dengan cepat.
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air
dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah
udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna
untuk mengambil uap air dan menghilangkan uapa air dari permukaan
bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara
jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air.
Kelembaban Udara (RH)
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka
akan semakin lama proses pengerngan berkangsung kering, begitu juga
sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan uap
air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi ( RH
keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu
dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau
tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.
Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat
dikeringkan
Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik
uap air dari udara.
Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin
cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan
konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat
menekan biaya pengeringan.
2.3Siklus Kompresi Uap
Sistem kompresi uap merupakan dasar sistem refrigerasi yang terbanyak di gunakan, dengan komponen utamanya adalah kompresor, evaporator, alat
ekspansi (Throttling Device), dan kondensor. Keempat komponen tersebut melakukan proses yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi
Gambar 2.1. Siklus Kompresi Uap
Pada diagram P-h, siklus kompresi uap dapat digambarkan pada gambar
2.2 sebagai berikut:
(P = kPa)
(h = kJ/kg) 1
2 3
4
Gambar 2.2. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap pada Diagram P-h
Proses yang terjadi pada Siklus Refrigerasi Kompresi Uap adalah sebagai berikut:
1. Proses Kompresi (1 – 2)
Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Kondisi
awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh bertekanan
rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi. Oleh karena
proses ini di anggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor pun
muningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa di hitung
dengan rumus
[image:36.595.178.426.275.398.2]Dimana :
Wk = besarnya kerja kompresi yang di lakukan (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)
h1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada
kondensor.
Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat
juga ditentukan dengan rumus:
...(2.1)
Dimana :
= daya listrik kompresor (Watt)
= tegangan listrik (Volt)
= kuat arus listrik (Ampere)
= 0,6 – 0,8
2. Proses Kondensasi (2 – 3)
Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan
temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya
berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor
antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara
pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.
( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 14)
Dimana :
Qk = besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
3. Proses Ekspansi (3 – 4)
Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi
penambahanentalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses
penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau
orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigerant dan menurunkan tekanan. = ( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 6) Dimana :
h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg) 4. Proses Evaporasi (4 – 1)
Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigerant
dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang
di dinginkan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah.
Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah
(Sumber: Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 6)
Dimana :
= harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)
= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)
Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi
kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.
2.3.1 Komponen Utama Siklus Kompresi Uap
Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan silkus yang paling
umum digunakan untuk mesin pendingin dan pompa kalor. Komponen utama dari
sebuah siklus kompresi uap adalah :
1. Kompresor
Pada sistem mesin refrigerasi, kompresor berfungsi seperti jantung. Kompresor berfungsi untuk mensirkulasikan refrigeran dan menaikan tekanan refrigerant agar dapat mengembun di kondensor pada temperatur di atas
temperatur udara sekeliling.(www:Google/Komponen Utama Siklus Kompresi Uap)
Berdasarkan cara kerjanya, kompresor yang biasa dipakai pada sistem
refrigerasi dapat dibagi menjadi:
.
KOMPRESOR
RECIPROCATING
ROTARY EJEKTOR TURBO
[image:39.595.114.507.475.669.2]VANE SCROLL ROLLINGPISTON SCREW CENTRIFUGAL AXIAL
Gambar 2. 3 Pembagian Kompresor (Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara
Kompresor yang memerangkap refrigeran dalam suatu ruangan yang
terpisah dari saluran masuk dan keluarnya, kemudian dimampatkan. Kompresor
ini dapat dibagi lagi menjadi:
a. Bolak-balik (reciprocating) kompresor torak. b. Putar (rotary)
c. Kompresor sudu luncur (rotary vane atau sliding vane) d. Kompresor ulir (screw)
e. Kompresor gulung (Scroll) 2. Kondensor,
Kondensor berfungsi sebagai untuk membuang kalor ke lingkungan,
sehingga uap refrigeran akan mengembun dan berubah fasa dari uap ke cair.
Sebelum masuk ke kondenser refrigeran berupa uap yang bertemperatur dan
bertekanan tinggi, sedangkan setelah keluar dari kondenser refrigeran berupa
cairan jenuh yang bertemperatur lebih rendah dan bertekanan sama (tinggi) seperti
sebelum masuk ke kondensor.
Dilihat dari proses perpindahan panasnya kondensor terdiri dari dua jenis, jenis
kondensor yaitu kondensor kontak langsung dan kondensor permukaan.
1. Kondensor Jet
Kondensor jet adalah kondensor kontak langsung yang banyak digunakan.
Kondensor jet digunakan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang
siklus kerjanya terbuka. Perpindahan panas pada kondensor jet dilakukan dengan
menyemprotkan air pendingin ke aliran uap secara langsung. Air kondensat yang
terkumpul di kondensor sebagian digunakan sebagai air pendingin kondensor dan
selebihnya dibuang.
Pada kondensor permukaan, uap terpisah dari air pendingin, uap berada
diluar pipa-pipa sedangkan air pendingin berada didalam pipa. Perpindahan panas
dari uap ke air terjadi melalui perantaraan pipa-pipa. Pada kondensor jenis ini
kemurnian air pendingin tidak menjadi masalah karena terpisah dari air
kondensat.
Jenis- jenis kondensor yang kebanyakan dipakai adalah sebagai berikut:
1) Kondensor pipa ganda (Tube and Tube)
Jenis kondensor ini terdiri dari susunan dua pipa koaksial, dimana
refrigeran mengalir melalui saluran yang berbentuk antara pipa dalam dan pipa
luar, dari atas ke bawah. Sedangkan air pendingin mengalir di dalam pipa dalam
[image:41.595.154.486.351.554.2]dengan arah yang berlawanan dengan arah aliran refrigeran.
Gambar 2.4 Kondensor pipa ganda (Tube and Tube Condensor )
Keterangan :
a. Uap refrigeran masuk e. Tabung luar
b. Air pendingin keluar f. Sirip bentuk bunga
c. Air pendingin masuk g. Tabung dalam
2) Kondensor tabung dan koil ( Shell and Coil )
Kondensor tabung dan koil adalah kondensor yang terdapat koil pipa air
pendingin di dalam tabung yang di pasang pada posisi vertikal. Tipe kondensor ini
air mengalir dalam koil, endapan dan kerak yang terbantuk dalam pipa harus di
bersihkan dangan bahan kimia atau detergen.
3) Kondensor pendingin udara
Kondensor pendingin udara adalah jenis kondensor yang terdiri dari koil pipa
pendingin yang bersirip pelat (tembaga atau aluminium). Udara mengalir dengan
arah tegak lurus pada bidang pendingin, gas refrigeran yang bertemperatur tinggi
masuk ke bagian atas dari koil dan secara berangsur mencair dalam alirannya ke
bawah.
4) Kondensor tabung dan pipa horizontal (Shell and Tube)
Kondensor tabung dan pipa horizontal adalah kondensor tabung yang di
dalamnya banyak terdapat pipa – pipa pendingin, dimana air pendingin mengalir
dalam pipa – pipa tersebut. Ujung dan pangkal pipa terikat pada pelat pipa,
sedangkan diantara pelat pipa dan tutup tabung dipasang sekat untuk membagi
[image:42.595.171.496.526.694.2]aliran air yang melewati pipa – pipa.
Keterangan :
1. Saluran air pendingin keluar 6. Pengukur muka cairan
2. Saluran air pendingin masuk 7. Saluran masuk refrigeran
3. Pelat pipa 8. Tabung keluar refrigeran
4. Pelat distribusi 9. Tabung
5. Pipa bersirip
Pembagian kondensor berdasarkan medium yang digunakan dapat dibagi
atas 3 bagian, yaitu: (1) Kondensor berpendingin udara, (2) Kondensor
[image:43.595.113.506.339.521.2]berpendingin air, dan (3) Kondensor berpendingin gabungan (Evaporative Condenser).
Tabel 2.1. Perbandingan kondensor berpendingin udara dan air
Parameter
Pendingin
Udara Pendingin Air
Perbedaan temperatur, Tc-Tpendingin 6 s/d 22 oC 6 s/d 12 oC
Laju aliran pendingin per TR
12 s/d 20
m3/mnt
0,007 s/d 0,02
m3/mnt
Luas perpindahan panas per TR 10 s/d 15 m2 0,5 s/d 1 m2
Kecepatan fluida pendingin 2,5 s/d 6 m/s 2 s/d 3 m/s
Daya pompa/blower per TR 75 s/d 100W Kecil
TR = Ton of Refrigerasi ( Beban di evaporator) 1TR = 3,5 KW
Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta.
3. Katup Ekspansi,
Komponen utama yang lain untuk mesin refrigerasi adalah katup ekspansi.
Katup ekspansi ini dipergunakan untuk menurunkan tekanan dan untuk
mengekspansikan secara adiabatik cairan yang bertekan dan bertemperatur tinggi
sampai mencapai tingkat tekanan dan temperatur rendah, atau mengekspansikan
diinjeksikan keluar melalui oriffice, refrigeran segera berubah menjadi kabut yang tekanan dan temperaturnya rendah.
Selain itu, katup ekspansi juga sebagai alat kontrol refrigerasi yang berfungsi :
1. Mengatur jumlah refrigeran yang mengalir dari pipa cair menuju evaporator
sesuai dengan laju penguapan pada evaporator.
2. Mempertahankan perbedaan tekanan antara kondensor dan evaporator agar
penguapan pada evaporator berlangsung pada tekanan kerjanya.
4. Evaporator,
Evaporator berfungsi melakukan perpindahan kalor dari ruangan yang
didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui permukaan
dindingnya. Pada diagaram P – h dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator
mempunyai tugas merealisasikan garis 1–4. Setelah refrigeran turun dari
kondensor melalui katup ekspansi masuk ke evaporator dan di uapkan, kemudian
dikrim ke kompresor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor,
yaitu sama – sama APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika
pada kondensor refrigeran berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator
berubah dari cair menjadi uap.
Berdasarkan model perpindahan panasnya, evaporator dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu :
1. Natural Convention
Pada evaporator natural convention, fluida pendingin dibiarkan mengalir sendiri karena adanya perbedaan massa jenis, umumnya evaporator ditempatkan
di tempat yang lebih tinggi. Fluida yang bersentuhan dengan evaporator akan turn
suhunya dan massa jenisnya akan naik, sebagai akibatnya fluida ini akan turun
dan mendesak fluida dibawahnya untuk bersirkulasi. Sistem ini hanya mampu
pada refrigerasi dengan kapasitas – kapasitas kecil seperti kulkas.
2. Forced convention
Evaporator ini menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara
sehingga terjadi konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik.
Refrigerant adalah fluida kerja utama pada suatu siklus refrigerasi yang bertugas menyerap panas pada temperatur dan tekanan rendah dan membuang
panas pada temperatur dan tekanan tinggi. Umumnya refrigerant mengalami
perubahan fasa dalam satu siklus.
1. Kecepatan refrigeran pada titik 4
V4 =w .
v4-………...………..……….……..………(2.2)
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)
v4= Volume spesifik cair jenuh (m3/kg)
2. Bilangan Reynolds
Re = V3.D/µ4.
v4-….……….………..……….….…(2.3)
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)
µ3 = Viskositas cair jenuh
D = Diameter dalam pipa kapiler = 2 mm
3. Faktor gesek
f =
0,33/Re0.25……….……….…………....……...……….….…(2.4)
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)
3. Faktor gesek rata-rata untuk tiap ruas
fm=
2 4
3 f
f +
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251)
5. Kecepatan rata-rata refrigeran
Vm = 2
4
3 V
V +
………..……..…………..…..………….….…(2.6)
(
)
2 .(
4 3)
4 3
2v A mV V V x D L x f P P m
m = −
∆ − − ………..….….…(2.7)
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251) 2.4.1. Pengelompokan Refrigrant
Refrigerant dirancang untuk ditempatkan didalam siklus tertutup atau tidak
bercampur dengan udara luar. Tetapi, jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang
tidak diinginkan, maka refrigerant akan keluar dari system dan bisa saja terhirup
manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigerant harus
dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk
mengklassifikasikan refrigerant berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun
(toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability).
Berdasarkan toxicity, refrigerants dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat
racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah
sebagai berikut. Refrigerant dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami
lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigerant sama atau kurang dari 400
ppm (part per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya.
Berdasarkan flammability, refrigerant dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm
(101 kPa) temperature 18,3°C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang
rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm 21.1°C atau kalor
pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar.
Refrigerant ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m3
atau kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai
standard 34-1997, refrigerants diklassifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu:
(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker ).
1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar
2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah
3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar
4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar
5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah
[image:47.595.120.505.593.752.2]6. B3: Sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar
Tabel 2. 2. Pembagian Refrigerant berdasarkan keamanan
Refrigerant
number Chemical Formula
Safety group
Old New
10 CCl4 2 B1
11 CCl3F 1 A1
12 CCl2F2 1 A1
13 CClF3 1 A1
13B1 CBrF3 1 A1
14 CF4 1 A1
21 CHCl2F 2 B1
23 CHF3 A1
30 CH2CL2 2 B2
32 CH2F2 A2
40 CH3Cl 2 B2
50 CH4 3a A3
113 CCl2FCClF2 1 A1
114 CClF2CClF2 1 A1
115 CClF2CF3 1 A1
116 CF3CF3 A1
123 CHCl2CF3 B1
124 CHClFCF3 A1
125 CHF2CF3 A1
134a CF3CH2F A1
142b CClF2CH3 3b A2
143a CF3CH3 A2
152a CHF2CH3 3b A2
170 CH3CH3 3a A3
218 CF3CF2CF3 A1
Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta.
2.4.2. Persyaratan Refrigerant
Beberapa persyaratan dari penggunaan refrigerant adalah sebagai berikut:
a. Tekanan Evaporasi dan Tekanan Kondensasi
Tekanan evaporasi refrigerant sebaiknya lebih tinggi dari atmosfer. Hal ini
menjaga agar udara luar tidak masuk ke siklus jika terjadi kebocoran minor.
Tekanan kondensasi refrigerant sebaiknya tidak terlalu tinggi. Tekanan yang
tinggi pada kondensor akan membuat kerja kompressor lebih tinggi dan
kondensor harus dirancang untuk tahan pada tekanan tinggi, hal ini akan
menambah biaya.
Refrigerant yang baik jika dapat bercampur dengan oli dan membantu
melumasi kompressor. Oli sebaiknya kembali ke compressor dari kondensor,
evaporator, dan part lainnya. Refrigerant yang tidak baik justru melemahkan sifat
pelumas dan membentuk semacam lapisan kerak yang melemahkan laju
perpindahan panas. Sifat seperti ini harus dihindari.
c. Tidak mudah bereaksi (Inertness)
Refrigerant yang bersifat inert tidak bereaksi dengan material lainnya untuk
menghindari korosi, erosi, dan kerusakan lainnya.
d. Mudah dideteksi kebocorannya (Leakage Detection)
Kebocoran refrigerant sebaiknya mudah di deteksi, jika tidak akan
mengurangi performansinya. Umumnya refrigerant tidak berwarna (colorless) dan tidak berbau (odorless). Metode deteksi kebocoran refrigerant:
a. Halide torch, jika udara mengalir di atas permukaan tembaga yang dipanasi dengan api methyl alcohol, uap dari refrigerant akan berdekomposisi dan
mangubah warna api. Lidah api menjadi hijau pada kebocoran kecil, dan
mengecil dan kemerahan pada kebocoran besar.
b. Electronic detector, caranya dengan melepaskan arus pada inonisasi refrigerant yang telah terdekomposisi. Tetapi tidak dapat digunakan untuk jika udara
mengandung zat yang mudah terbakar.
c. Bubble method, campuran sabun yang mudah menggelembung dioleskan pada bagian yang diduga bocor. Jika terjadi gelembung, berarti terjadi kebocoran.
e. merusak lapisan ozon. Jika suatu refrigerant X mempunyai 6 ODP, artinya
[image:50.595.119.505.162.443.2]refrigerant itu mempunyai kemampuan 6 kali R-11 dalam merusak ozon.
Tabel 2.3 Nilai ODP beberapa Refrigerant
Refrigerant Chemical Formula ODP Value
CFC-11 CCl3F 1.0
CFC-12 CCl2F2 1.0
CFC-13B1 CBrF3 0
CFC-113 CCl2FCClF2 0.8
CFC-114 CClF2CClF2 1.0
CFC-115 CClF2CF4 0.6
CFC/HFC-500 CFC-12(73.8%)/HFC-152a(26.2%) 0.74 CFC/HCFC-502 HCFC-22(48.8%)/CFC-115(51.2%) 0.33
HCFC-22 CHClF2 0.05
HCFC-123 CHCl2CF3 0.02
HCFC-124 CHCClF3 0.02
HCFC-142b CH3CClF2 0.06
HCFC-125 CHF2CF3 0
HFC-134a CF3CH2F 0
HFC-152a CH3CHF2 0
Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook – HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta
f. GWP adalah global warming potential, ada dua jenis angka (indeks) yang biasa
digunakan untuk menyatakan potensi peningkatan suhu bumi. Pertama HGWP
(halocarbon global warming potential) yaitu perbandingan potensi pemanasan
global suatu refrigerant dibandingkan dengan R-11. GWP yang menggunakan
CO2 sebagai acuan. Sebagai contoh perhitungan 1 lb R-22 mempunyai efek
pemanasan global yang sama dengan 4100 lb gas CO2 pada 20 tahun pertama
2.5 Pengering Pompa Kalor
Prinsip kerja dari mesin pengering pakan ternak adalah udara bebas masuk
ke evaporator, kemudian temperatur udara diturunkan hingga suhu 160 C
kemudian udara dikompres di kompresor dan dikondensasi di kondensor.
Melalui skema siklus refrigrasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh
kondensor dimanfaatkan untuk mengeringkan pakan ternak. Udara panas dari
kondensor dialirkan ke saluran pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan
dibuang ke udara bebas. Demikian seteruanya siklus dari udara pengering tersebut
bersikulasi.
[image:51.595.184.448.361.553.2]Skema dari pengering pakaian ini terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.6 Skema pengeringan Sumber: (Pal U.S 2010)
2.6Kinerja Alat Pengering
Kinerja alat pengering salah satunya dapat ditentukan dari efisiensi
pengeringan. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang
digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan energi untuk
persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka alat pengering tersebut
semakin baik.
2.6.1 Efisiensi Pengeringan
Perhitungan efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan:
... (2.8)
(Dipl. Ing (FH) D. Butz, Dipl. Ing (FH) M. Schwarz, Fachhochschule Fulda, Food
technology 2004 hal :142)
Dimana:
Qp adalah energi yang digunakan untuk pengeringan (kJ)
Q adalah energi untuk memanaskan udara pengering (kJ)
2.6.2 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap
100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot
bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan
tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis) (Safrizal, 2010).
Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
………...……..……. (2.9)
Dimana:
Kabb = Kadar air basis basah (%)
Wk = Berat kering mutlak bahan (g)
Wt = Berat total (g) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam
bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
...(2.10)
Dimana:
Kabk = Kadar air basis kering (%)
Wa = Berat air dalam bahan (g)
Wk = Berat kering mutlak bahan (g)
Wt = Berat total (g) = Wa + Wk
Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan
dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air
yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun
demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani,
2011).
2.6.3 Pengertian Laju Pengeringan
Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan
kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.11 (Suntivarakorn, Satmarong, Benjapiyaporn, & Theerakulpisut,
2010). [Ref. International Journal of Aerospace & Mechanical
Dimana :
We= Berat pakan sebelum pengeringan (kg) Wf= Berat pakan setelah pengeringan (kg)
t = Waktu pengeringan (jam)
Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian
konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan
berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan
merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering
bahan dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006).
2.6.4 Nilai Laju Ekstraksi Air Spesifikc (Spesific Moisture Extraction Rate)
Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate
(SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan
dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk
menghilangkan 1 kg air . Dinyatakan dalam kg/kWh.
Perhitungan SMER menggunakan persamaan (Mahlia, Hor and Masjuki
2010):
SMER =
(
T T)
Wcx Cp x m
X
out in
udara − +
... (2.12)
Dimana :
Mudara = laju aliran massa udara ( kg/s)
Cp = Panas Jenis udara (kJ/kg)
Tin = Temperatur udara masuk evaporator (0C)
Tout = Temperatur udara keluar evaporator (0C)
X = Air yang di serap
2.6.5 Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption)
Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC) adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang,
dinyatakan dalam kWh/kg dan dihitung dengan menggunakan persamaan (Mahlia,
Hor and Masjuki 2010):
SEC =
(
)
X
Wc T
T x Cp x
mudara in − out +
...(2.13)
Dimana :
Mudara = laju aliran massa udara ( kg/s)
Cp = Panas Jenis udara (kJ/kg)
Tin = Temperatur udara masuk evaporator (0C)
Tout = Temperatur udara keluar evaporator (0C)
Wc = Daya kompressor (kW)
X = Air yang di serap
2.6.6 Biaya Pokok Produksi
Biaya pokok produksi merupakan biaya yang dibutuhkan dalam
menguapkan 1 kg air dalam satuan rupiah/kWh. Dalam hal ini biaya pokok
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan pakan ternak di Indonesia sangat tinggi mengingat
komuditas peternakan sangat banyak di Indonesia. Banyaknya peternakan sangat
berpengaruh terhadap kebutuhan akan pakan yang akan siap untuk di makan oleh
ternak, sedangkan pakan ternak yang diproduksi industry masih bersifat basah
atau lembab. Untuk itu industry harus mengeringkan hasil produksinya
mengunakan sinar matahari ataupun mesin pengering.
Pakan ternak merupakan penganti makanan ternak dari alam. Pakan ternak
di produksi dari indusri rumahan (home industry) ataupun di pruduksi secara massal. Dalam setiap pruduksi, produsen pakan ternak biasanya mengeringkan
hasil produksinya menggunakan sinar matahari. Jika menggunakan cahaya
matahari saja hasil pruduksi tidak mencukupi permintaan atas pakan ternak di
Indonesia. Untuk itu kebutuhan mesin pengering sangat dibutuhkan guna
menunjang hasil produksi pakan ternak.
Mesin yang sering di jumpai di pasaran menggunakan alat pemanas
(heater) dan alat ini menggunakan tenaga arus listrik yang sangat besar. Untuk itu penulis mencoba menggunakan alat yang tidak lajim digunakan di mesin
pengering yaitu AC. Panas yang didapat untuk mengeringkan didapat dari
kondensor, udara yang ber uap air rendah di keluarkan oleh evavorator AC
tersebut. AC yang digunakan disini adalah jenis AC yang biasa di temukan di
1. 2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan rancang bangun mesin
pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1 PK. Selanjutnya
ditambah dengan rancang bangun saluran ruang pengeringan.
1. 3 Batasan Masalah
1. Pembuatan model fisik semua komponen pada unit mesin pengering pakan
ternak ini didasarkan pada hasil perhitungan teoritis.
2. Pompa kalor yang digunakan beroperasi menggunakan siklus kompresi uap.
3. Mesin beroperasi untuk mengeringkan pakan ternak sapi yang terbuat dari
daun kelapa sawit yang sudah dicacah telebih dahulu.
4. Analisa terfokus hanya pada mesin yang dirancang yaitu untuk mengurangi
kelembaban udara (relative humidity).
1. 4 Tujuan Penelitian 1. 4 .1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu unit
mesin pengering pakan ternak portable yang berorientasikan pada upaya efisiensi energi listrik yang dapat diaplikasikan pada skala kecil dan besar..
1. 4. 2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui besarnya laju ekstraksi penguapan spesifik dari mesin
pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1PK.
2. Untuk mengetahui kebutuhan energi spesifik yang dibutuhkan mesin
3. Untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan untuk proses pengeringan pakan
ternak per kilogram.
1. 5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah
1. Sistem yang sederhana ini secara luas berkontribusi untuk memenuhi
kebutuhan pengeringan pada sektor peternakan, pertanian, maupun home
industry khususnya bagi wilayah-wilayah yang memiliki tingkat curah hujan
yang tinggi di Indonesia.
2. Pemanfaatan energi panas yang terbuang pada kondensor.
3. Sebagai pengembangan dalam bidang energi terbarukan khususnya
teknologi refrigerasi dan pengkondisian udara.
1. 6 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai
berikut : BAB I PENDAHULUAN, bab ini membahas uraian tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA,
membahas teori-teori yang menunjang penyelesaian masalah seperti dalam
hubungannya dengan prinsip pengeringan, sistem kompresi uap, komponen sistem
kompresi uap, laju ekstraksi air, konsumsi enegri serta biaya pokok produksi.
BAB III METODA PENELITIAN, membahas tentang pembuatan mesin
pengering pakan ternak,alat yang digunakan, bahan yang dikeringkan serta
diagram proses penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN, bab ini membahas tentang data yang diperoleh selama
pengujian dan analisa perhitungan mengenai laju ekstraksi air spesifik, konsumsi
energi spesifik dan juga biaya pokok produksi. BAB V KESIMPULAN DAN
SARAN, bab ini membahas tentang kesimpulan berdasarkan data hasil pengujian
yang telah dianalisa dan saran-saran yang diberikan untuk menyempurnakan
ABSTRAK
Analisa ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang dihadapai para produsen pakan ternak untuk mengeringkan pakan ternak yang sudah dicacah dalam keadaan lembab menjadi kering agar tahan lebih lama. Oleh sebab itu dilakukan perancangan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu unit mesin pengering pakan ternak portable dengan menggunakan AC rumah yang berorientasikan pada upaya efisiensi energi listrik yang dapat diaplikasin pada skala kecil dan besar . Analisa konsumsi dan biaya energi pada mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1 PK ini didasarkan pada hasil perhitungan teoritis dan pompa kalor yang digunakan beroperasi menggunakan siklus kompresi uap menjadi batasan masalahnya. Manfaat penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pengeringan pada sektor peternakan, pertanian, maupun home industry khususnya bagi wilayah- wilayah yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi di Indonesia. Kesimpulan perancangan ini diperoleh bahwa nilai laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) untuk mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor adalah 0.0106 kg/kWh. SMER berbanding lurus dengan temperatur udara keluaran evaporator dan berbanding lurus terhadap waktu. Besarnya konsumsi energi spesifik (Spesific Energi Consumption) pada mesin pengering pakan ternak ini adalah 22,787 kWh/kg. SEC berbanding terbalik dengan laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) dan berbanding lurus dengan biaya produksi. Biaya Pokok Produksi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan 1 kg pakan ternak dengan menggunakan sistem pompa kalor adalah Rp 20,012,- per kilogram.
ABSTRACT
This analysis aims to address the problems faced by the producers of fodder for drying forage in a state that has been chopped into dry so moist longer. Therefore, to design that aims to produce a unit of animal feed portable dryer machine using AC house oriented on electrical energy efficiency efforts can diaplikasin on small and large scale . Analysis of energy consumption and costs in a dryer feed system with a heat pump 1 PK power was based on the results of theoretical calculations and the use of heat pumps operate using the vapor compression cycle into a boundary problem . The benefits of this research is to meet the drying requirements of the livestock sector , agriculture , and home industry , especially for areas that have high levels of rainfall in Indonesia . Conclusion This design is obtained that a specific value of the rate of water extraction (Specific Moisture Extraction Rate) to feed the dryer heat pump system was 0.0106 kg / kWh . Smer is directly proportional to the evaporator exit air temperature and proportional to the time . The amount of specific energy consumption (Specific Energy Consumption) to feed the dryer is 22,787 kWh/ kg SEC inversely proportional to the specific water extraction rate (Specific Moisture Extraction Rate ) and is directly proportional to the cost of production. Cost of Goods Manufactured needed for drying 1 kg of animal feed by using a heat pump system is Rp 20,012, - per kilogram.
ANALISA KONSUMSI DAN BIAYA ENERGI PADA MESIN PENGERING PAKAN TERNAK SISTEM POMPA KALOR DENGAN
DAYA 1 PK
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
RONAL P HUTAGALUNG NIM : 110 421 061
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-NYA yang begitu besar sehinggga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dari tahap awal sampai
akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di
Program Pendidikan Sarjana Ekstensi di Departemen Teknik Mesin, Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah ANALISA KONSUMSI DAN BIAYA ENERGI PADA MESIN PENGERING PAKAN TERNAK SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik
berupa dukungan, perhatian, bimbingan, nasihat, dan juga doa. Penulis juga
menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, sebagai Ketua Departemen Teknik
Mesin Falkutas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT, sebagai dosen pembimbing
yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan
nasehat kepada penulis sepanjang pengerjaan tugas sarjana ini hingga
selesai.
3. Bapak/Ibu dosen di Departemen Teknik Mesin Falkutas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama kuliah.
4. Bapak/Ibu staff pegawai yang banyak membantu penulis selama kuliah di
Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Teristimewa kepada Ayah dan Ibunda penulis, Saroha Hutagalung dan
Nurcahaya Simamora yang telah memberikan kasih sayang yang tak
terhingga dalam membesarkan, memelihara, mendukung secara moral dan
material, memberikan dorongan serta senantiasa mendoakan penulis dalam
setiap aktivitas, terutama selama menjalani perkuliahan di Fakultas Teknik
USU. Penulis tidak dapat membalas kebaikan mereka dengan apapun.
saya hormati dan cintai. Saya sangat bangga memiliki orang tua yang
sabar, kuat, dan selalu menyayangi anak-anaknya. Penulis
mempersembahkan skripsi ini untuk Ayah dan Ibu tercinta. Penulis sangat
menyayangi kalian, Ayah dan Ibu adalah segalanya bagiku.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun untuk meyempurnakan isi skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai mesin pengering sistem
pompa kalor.
Medan, Februari 2014
Ronal Hutagalung
ABSTRAK
Analisa ini bertujuan untuk mengatasi masalah yang dihadapai para produsen pakan ternak untuk mengeringkan pakan ternak yang sudah dicacah dalam keadaan lembab menjadi kering agar tahan lebih lama. Oleh sebab itu dilakukan perancangan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu unit mesin pengering pakan ternak portable dengan menggunakan AC rumah yang berorientasikan pada upaya efisiensi energi listrik yang dapat diaplikasin pada skala kecil dan besar . Analisa konsumsi dan biaya energi pada mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor dengan daya 1 PK ini didasarkan pada hasil perhitungan teoritis dan pompa kalor yang digunakan beroperasi menggunakan siklus kompresi uap menjadi batasan masalahnya. Manfaat penelitian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pengeringan pada sektor peternakan, pertanian, maupun home industry khususnya bagi wilayah- wilayah yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi di Indonesia. Kesimpulan perancangan ini diperoleh bahwa nilai laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) untuk mesin pengering pakan ternak sistem pompa kalor adalah 0.0106 kg/kWh. SMER berbanding lurus dengan temperatur udara keluaran evaporator dan berbanding lurus terhadap waktu. Besarnya konsumsi energi spesifik (Spesific Energi Consumption) pada mesin pengering pakan ternak ini adalah 22,787 kWh/kg. SEC berbanding terbalik dengan laju ekstraksi air spesifik (Spesific Moisture Extraction Rate) dan berbanding lurus dengan biaya produksi. Biaya Pokok Produksi yang dibutuhkan untuk proses pengeringan 1 kg pakan ternak dengan menggunakan sistem pompa kalor adalah Rp 20,012,- per kilogram.
ABSTRACT
This analysis aims to address the problems faced by the producers of fodder for drying forage in a state that has been chopped into dry so moist longer. Therefore, to design that aims to produce a unit of animal feed portable dryer machine using AC house oriented on electrical energy efficiency efforts can diaplikasin on small and large scale . Analysis of energy consumption and costs in a dryer feed system with a heat pump 1 PK power was based on the results of theoretical calculations and the use of heat pumps operate using the vapor compression cycle into a boundary problem . The benefits of this research is to meet the drying requirements of the livestock sector , agriculture , and home industry , especially for areas that have high levels of rainfall in Indonesia . Conclusion This design is obtained that a specific value of the rate of water extraction (Specific Moisture Extraction Rate) to feed the dryer heat pump system was 0.0106 kg / kWh . Smer is directly proportional to the evaporator exit air temperature and proportional to the time . The amount of specific energy consumption (Specific Energy Consumption) to feed the dryer is 22,787 kWh/ kg SEC inversely proportional to the specific water extraction rate (Specific Moisture Extraction Rate ) and is directly proportional to the cost of production. Cost of Goods Manufactured needed for drying 1 kg of animal feed by using a heat pump system is Rp 20,012, - per kilogram.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR NOTASI... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah... 2
1.3. Rumusan Masalah... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 2
1.4.1. Tujuan Umum ... 2
1.4.2. Tujuan Khusus ... 2
1.5. Manfaat penelitian ... 3
1.