MUTU BUAH PEPAYA VARIETAS IPB 1
KAVADYA SYSKA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAVADYA SYSKA. Kajian Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Perubahan Fisiologi dan Mutu Buah Pepaya Varietas IPB 1. Dibawah bimbingan SUTRISNO, ROKHANI HASBULLAH dan WINARSO DRAJAD WIDODO.
Penyimpanan dingin dengan waktu dan suhu optimum dapat memperpanjang praklimakterik dan umur simpan buah pepaya IPB 1. Pemberian etilen pada konsentrasi optimum selama pematangan buatan (artificial ripening) dapat memberikan kecerahan warna dan kematangan yang seragam dengan rasa yang tidak berubah sampai ke konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menentukan suhu optimum penyimpanan pepaya matang (full mature) sebelum pemeraman, dan (2) menentukan suhu pemeraman dan konsentrasi etilen untuk pematangan buah pepaya.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Kajian Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Perubahan Fisiologi dan Mutu Buah Pepaya Varietas IPB 1”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada uswah kita, Muhammad SAW beserta keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada: Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi yang sangat berharga dan bermakna bagi penyelesaian tesis ini. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si. dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah berkenan memberikan saran dan koreksi terhadap tesis ini. Dr. Ir. Suroso M.Agr. selaku penguji luar komisi atas koreksi yang diberikan. PKBT (Pusat Kajian Buah Tropika) IPB Bogor yang telah memberikan bantuan biaya penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga yaitu papa, mama, kakak, adek dan keponakan atas segala do’a dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada teknisi Lab. TPPHP, teman-teman di SPs IPB khususnya TPP 2004, TEP 2004, dan IPN 2003 atas bantuan dan dorongan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Segala usaha dan upaya telah dilakukan guna menghasilkan tesis yang baik. Namun demikian tentunya "tiada gading yang tak retak", demikian halnya dengan tesis ini. Demikian, semoga hasil penelitian berupa tesis ini bermanfaat adanya dan dapat memberikan setitik kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Agustus 2006
MUTU BUAH PEPAYA VARIETAS IPB 1
KAVADYA SYSKA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kavadya Syska dilahirkan di Palembang pada tanggal 19 Oktober 1979 dari pasangan Bapak Drs. Anwar Sugianto dan Ibu Kartini. Penulis merupakan putri ke-3 dari 6 bersaudara.
Halaman
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... 1
Tujuan ……….. 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pepaya ... 3
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya ... 4
Pemanenan dan Penentuan Tingkat Kematangan Pepaya ... 5
Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan ... 6
Penanganan Pascapanen Pepaya ... 7
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian ………... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi ... 19
Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Pepaya ... 22
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Laju Respirasi Selama Pematangan ………. 25
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Mutu Setelah Pematangan ... 29
Uji Organoleptik ………. 41
SIMPULAN DAN SARAN ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia pepaya tiap 100 g ... 4 2 Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis buah ... 11 3 Formulir uji organoleptik ... 17 4 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB
1 selama penyimpanan ………. 22
5 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB
1 selama pematangan ……… 29
22 Warna buah pepaya IPB 1 setelah pematangan; (a) 20oC 50 ppm, (b)
20oC 100 ppm, (c) 20oC 150 ppm, (d) 25oC 50 ppm, (e) 25oC 100 ppm,
(f) 25oC 150 ppm ……….. 36 23 Perubahan derajat kecerahan buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan …………. 37 24 Perubahan derajat kecerahan buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ………….. 37 25 Perubahan derajat hijau buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ………….. 39 26 Perubahan derajat hijau buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan
konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ………….. 39 27 Perubahan derajat warna kuning buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC
dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 40 28 Perubahan derajat warna kuning buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC
dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 41 29 Skor warna buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 42 30 Skor warna buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 42 31 Skor tekstur buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 43 32 Skor tekstur buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 44 33 Skor rasa buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi etilen
50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 45 34 Skor rasa buah pepaya IPB 1 pada suhu 25 oC dengan 3 konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 45 35 Skor kesegaran buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi
etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan ... 46 36 Skor kesegaran buah pepaya IPB 1 pada suhu 25oC dengan konsentrasi
DAFTAR LAMPIRAN
10 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpananterhadap TPT (%brix) ... 55 11 Analisis sidik ragam kekerasan buah pepaya selama penyimpanan …… 55 12 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan
terhadap kekerasan (kgf) ... 56 13 Analisis sidik ragam TPT (%brix) selama pematangan ………... 56 14 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap TPT (%brix) ... 56 15 Analisis sidik ragam kekerasan (kgf) buah pepaya selama pematangan 57 16 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap kekerasan (kgf) selama pematangan buatan ………. 57 17 Analisis sidik ragam kecerahan (L*) buah pepaya selama pematangan .. 57 18 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap kecerahan (L*) selama pematangan buatan ……….. 58 19 Analisis sidik ragam derajat warna hijau (a*) buah pepaya selama
pematangan ………... 58
20 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan suhu terhadap derajat warna hijau (a*) selama pematangan buatan …… 58 21 Analisis sidik ragam derajat warna kuning (b*) buah pepaya selama
pematangan ………... 59
22 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan suhu terhadap derajat warna kuning (b*) selama pematangan buatan ... 59 23 Analisis sidik ragam organoleptik skor warna buah pepaya selama
pematangan ... 59 24 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
25 Analisis sidik ragam organoleptik skor tekstur buah pepaya selama
pematangan ... 60 26 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap skor tekstur buah pepaya selama pematangan ... 60 27 Analisis sidik ragam organoleptik skor rasa buah pepaya selama
pematangan ... 61 28 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
suhu terhadap skor rasa buah pepaya selama pematangan ... 61 29 Analisis sidik ragam organoleptik skor kesegaran buah pepaya selama
pematangan ... 61 30 Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan konsentrasi etilen dan
Latar Belakang
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropik dan subtropik. Buah pepaya banyak digemari karena mempunyai rasa yang manis, memiliki nilai ekonomis yang tinggi, dan bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk memperlancar pencernaan. Produksi buah pepaya di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana pada tahun 2000 sebesar 429 207 ton, 2001 sebesar 500 571 ton, 2002 sebesar 605 194 ton, dan tahun 2003 mencapai 632 000 ton (Dirjen Hortikultura 2003).
Di Indonesia, varietas pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka, jinggo, cibinong, mas, item, ijo, solo, thailand, dan meksiko. Belakangan ini mulai banyak ditanam pepaya jenis IPB1 dan variannya. Pepaya IPB 1 lebih banyak disukai oleh masyarakat disebabkan memiliki rasa yang sangat manis, daging buah tebal, warna daging buah kemerahan/jingga, ringan dan ukuran buah yang kecil sehingga lebih mudah dibawa bepergian.
Buah pepaya dikonsumsi dalam tiga kelompok yaitu: pepaya muda, setengah matang dan matang. Konsumsi terbesar terdapat pada buah pepaya matang sebagai buah meja, seperti di rumah tangga, hotel, restoran dan usaha-usaha jasa boga.
Buah pepaya yang dikonsumsi matang diharapkan memiliki rasa yang manis, segar, daging buah tebal dengan kualitas yang baik dan warna menarik. Menurut Santosa dan Purwoko (1995), bahwa permintaan terhadap buah dipengaruhi oleh salah satu faktor penting seperti kualitas buah misalnya penampakan, tekstur, aroma, nutrisi dan keamanannya. Oleh karena itu diperlukan buah pepaya yang bermutu tinggi yang diperoleh pada saat pemanenan dan penanganan pasca panen (terutama penyimpanan) yang tepat.
melaporkan bahwa pepaya dengan perlakuan bahan pelapis dan disimpan pada suhu rendah (18-20oC) dapat bertahan selama 19 hari setelah diberi perlakuan.
Penyimpanan dingin diperlukan untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah pepaya sehingga dapat diterima konsumen. Selain itu diperlukan juga pematangan buatan dengan menggunakan etilen pada konsentrasi optimum untuk mendapatkan kecerahan warna, kematangan yang seragam dan menghindari rasa pahit pada saat buah berwarna merah.
Penyimpanan dingin dan pemeraman dengan pemberian gas etilen sebagai pemicu (trigger) untuk mengatur pematangan buah telah berkembang di negara-negara maju. Di Indonesia pematangan pepaya dengan menggunakan gas etilen belum biasa dilakukan karena buah pepaya dipanen saat sudah matang dan siap dikonsumsi. Selain itu data penunjang dalam perancangan sistem penyimpanan dan pematangan buah pepaya yang terkontrol juga masih sangat terbatas.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai suhu optimum penyimpanan dan pematangan pepaya serta pemberian konsentrasi optimum etilen sebagai trigger untuk mengatur pematangan. Hal ini menambah data penunjang dalam merancang sistem penyimpanan dan pematangan buah pepaya secara komersial, sehingga mutu pepaya dapat diterima pasar. Dengan demikian kriteria pepaya untuk pasaran dunia dapat terpenuhi dalam hal meningkatkan nilai ekspor.
Tujuan
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengkaji perubahan fisiologi dan mutu buah pepaya selama penyimpanan dan pematangan. Adapun tujuan khususnya adalah (1) menentukan suhu optimum penyimpanan pepaya matang (full mature), dan (2) menentukan suhu pemeraman dan konsentrasi etilen untuk pematangan buah pepaya.
Manfaat
Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman buah berupa herba tahunan dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Tinggi pohonnya sekitar 2-10 m dan pada umumnya tidak bercabang (Yenita 2000). Tanaman pepaya memiliki daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungannya. Tanaman ini dapat tumbuh dan berprodulsi dengan baik mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 1000-1500 di atas permukaan laut. Meskipun di dataran tinggi tanaman pepaya dapat tumbuh dengan baik, namun makin tinggi tempat penanaman justru akan mengurangi rasa manis buah. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang relatif rendah dan kelembaban yang tinggi (Villegas 1997).
Daerah yang optimum untuk pengembangan budidaya tanaman pepaya adalah pada ketinggian 600-700 m di atas permukaan laut dengan tingkat keasaman tanah 6.5-7.0 (Rukmana 1995). Curah hujan yang baik bagi tanaman pepaya adalah 1500-2000 mm/tahun. Tanaman pepaya termasuk jenis tanaman tropis basah dan memerlukan cahaya penuh. Buah pepaya yang mendapatkan cahaya penuh atau diproduksi pada musim kering akan menarik yaitu warna kulitnya kuning cerah dan penampilannya mulus. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar antara 21-26oC, suhu minimum 15oC dan maksimum 43oC (Kalie 1996).
Gambar 1 Pohon buah pepaya varietas IPB 1.
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya
Pepaya termasuk buah yang murah dan sangat bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk pencernaan dan mengandung banyak vitamin. Komponen utama pepaya yaitu air dan karbohidrat dengan nilai energi 200 kJ/100 g. Komposisi mutu buah pepaya secara lengkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia pepaya tiap 100 g
No. Komposisi Jumlah Kandungan
1 Kadar Air (%) 86.6
2 Karbohidrat (g) 12.1
3 Lemak (g) 0.3
4 Protein (g) 0.5
5 Kalsium (mg) 0.034
6 Fosfor (mg) 0.011
7 Besi (mg) 0.001
8 Abu (g) 0.5
9 Serat (g) 0.7
10 Natrium (mg) 3
11 Kalium (mg) 204
12 Vitamin A (IU) 0.45
13 Vitamin B (mg) 0.0003
14 Vitamin C (mg) 0.74
Pemanenan dan Penentuan Tingkat Kematangan Pepaya
Panen perdana buah pepaya dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan setelah pindah tanam, atau tergantung kultivar (varietas) yang ditanam. Kualitas buah pepaya yang baik akan diperoleh bila pemanenan dilakukan pada saat kematangan yang tepat. Jika terlambat dipanen buah akan menjadi lunak dan mudah rusak sehingga tidak tahan lama disimpan. Demikian pula, jika buah pepaya dipetik dalam keadaan belum matang akan berwarna pucat dengan cita rasa sedikit pahit. Rukmana (1995) menjelaskan bahwa waktu panen yang tepat ditentukan dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) penampakan visual warna buah telah menunjukkan ¾ dari bagian buah berwarna kuning, (2) getah berwarna bening dan encer, (3) tangkai buah mulai menguning atau terdapat garis-garis kuning pada ujung buah, dan (4) buah telah mencapai ukuran maksimal.
Menurut Pantastico (1998), penundaan waktu pemanenan dapat meningkatkan kepekaan terhadap pembusukan sehingga menurunkan mutu dan nilai jualnya buah yang belum matang bila dipanen akan menyebabkan mutu buah menjadi jelek. Saat pemanenan diusahakan buah tidak terluka, tergores atau memar karena bagian ini akan merangsang terjadinya pembusukan buah, terutama pada saat penyimpanan atau pengangkutan (Warison 2003).
Pemanenan buah pepaya pada umumnya dilakukan dengan melihat warna kulit buah. Buah pepaya segera dipanen apabila pada ujung buah terdapat warna kuning atau disebut ”semburat”. Buah yang dipanen pada tingkat kematangan ini akan masak dalam waktu empat sampai lima hari. (Pantastico et al. 1989). Daging buah pepaya umumnya berwarna kuning dan merah. Perbedaan ini disebabkan adanya pigmen karoten dan likopen. Bila tidak ada pigmen likopen maka buah akan berwarna kuning. Karoten adalah suatu kelompok pigmen warna kuning, jingga atau merah jingga yang mudah larut dalam lemak atau pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Karoten yang berwarna kuning merupakan provitamin A (Winarno 1981).
Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan
cepat (Pantastico 1989). Winarno (2002) menambahkan bahwa proses klimakterik disebabkan adanya reaksi antara permeabilitas sel, enzim dan substrat yang menyebabkan penggabungan ketiganya. Proses klimakterik ini menyebabkan kematangan pada buah.
Buah pepaya yang sudah dipetik masih tetap melakukan proses fisiologis, seperti pernapasan, proses biokimia, perubahan warna dan sebagainya yang diakhiri dengan perombakan fungsional sampai terjadi pembusukan oleh jasad renik. Proses ini berlangsung sampai cadangan makanan habis sehingga mengakibatkan buah pepaya tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama dan hanya dapat dipasarkan dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Kerusakan dan pembusukan dapat dihambat dengan melakukan penanganan pasca panen yang dapat menjamin konsumen untuk menikmati buah pepaya yang manis, segar dan tidak busuk (Warison 2003). Selama pematangan, buah pepaya mengalami beberapa perubahan nyata seperti tekstur, warna dan bau yang menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunannya. Perubahan warna dapat terjadi pada proses perombakan maupun proses sintetik ataupun keduanya. Winarno (2002) menjelaskan bahwa pada umumnya tanda kematangan pertama pada buah adalah hilangnya warna hijau.
Pantastico (1989) menyatakan bahwa pada saat kandungan gula dalam daging buah lebih tinggi dari kulit buah menyebabkan tekanan osmotik meningkat. Ditambahkan oleh Suyanti dan Dasuki (1988), bila daging buah menyerap air dari kulit maka perbandingan berat antara daging dan kulit buah akan menurun sehingga bagian buah yang dapat dimakan semakin besar.
Penanganan Pascapanen Pepaya
Buah pepaya termasuk buah yang bersifat mudah rusak dan tidak tahan lama selama penyimpanan. Kerusakan buah pepaya ditandai dengan bau busuk, daging buah menjadi lembek dan rasanya menjadi sedikit asam. Penanganan pascapanen buah pepaya harus dapat mempertahankan mutu, kesegaran, keseragaman buah serta kandungan vitamin dan mineral, sehingga buah pepaya dapat diterima dan dapat disimpan lebih lama. Adapun beberapa kegiatan pascapanen pepaya yang perlu diperhatikan yaitu pengemasan, laju respirasi, perlakuan panas, penyimpanan, dan pematangan buatan (Warison 2003).
Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk melindungi buah pepaya dari kerusakan selama pengangkutan, mempermudah penyusunan, baik penyusunan dalam alat pengangkutan maupun dalam tempat penjualan, serta meningkatkan daya tarik sehingga harga jual lebih tinggi (Warison 2003).
Pengemasan buah pepaya yang dilakukan dengan baik dapat mencegah terjadinya dehidrasi sehingga kesegaran buah dapat dipertahankan. Setelah dipanen, buah pepaya dengan tingkat kematangan 25% dibungkus dengan kertas koran, plastik berlubang dan dimasukan ke dalam kemasan dari karton serta diberi penyekat potongan kertas. Penyusunan buah pepaya dalam kemasan dapat secara sejajar (isi 3 buah/kemasan), silang (5 buah/kemasan) atau disusun secara bertingkat (isi 6 buah/kemasan). Hasil penelitian terhadap cara pengemasan tersebut menunjukkan bahwa kerusakan pascapanen hanya mencapai 1.3% (Winarno 1981).
Laju Respirasi
asam organik sehingga menghasilkan molekul yang sederhana antara lain CO2, air dan energi. Proses respirasi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6 H2O + 674 kkal (energi)
Respirasi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu (a) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, (b) oksidasi gula menjadi piruvat, (c) transfomasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi, dimana protein dan lemak berperan sebagai subtrat dalam proses pemecahan polisakarida (Pantastico 1986).
Laju respirasi dipengaruhi oleh umur panen, suhu penyimpanan, komposisi udara, adanya luka dan komposisi bahan kimia. Hal yang dapat menyebabkan kecepatan laju respirasi tinggi yaitu suhu penyimpanan yang tinggi, umur panen yang muda, ukuran buah yang besar, adanya luka pada buah dan kandungan gula yang tinggi pada awal produk. Setiap peningkatan 10oC maka laju respirasi akan meningkat 2 kali lipat, tetapi di atas 35oC laju respirasi menurun akibat aktifitas enzim terganggu sehingga mengakibatkan difusi oksigen terhambat (Winarno dan Wirakartakusumah 1981).
Buah yang mengalami pola respirasi klimakterik adalah pisang, tomat, alpukat, mangga, pepaya, peach, dan pear. Selama proses respirasi beberapa perubahan kimia, fisik dan biologi dapat terjadi seperti pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya buah-buahan akibat degradasi pektin pada kulit buah dan berkurangnya bobot karena kehilangan air. Pengkerutan dan pembusukan pada buah terjadi bila proses respirasi berlangsung terus sehingga mengakibatkan mutu buah dan nilai gizi berkurang (Winarno dan Wirakartakusumah 1981).
Kader (1992) mengatakan bahwa ciri dari kelompok buah klimakterik adalah tingginya tingkat respirasi buah dan produksi etilen. Respirasi pisang berkisar antara 10-20 ml CO2/kg jam dan produksi etilen 1-10 ml/ kg jam.
Perlakuan Panas (Heat Treatment)
untuk meningkatkan daya simpan buah dan mengeliminasi organisme perusak. Perlakuan panas metode hot water dilakukan dengan cara mencelupkan buah ke dalam air panas selama beberapa menit (Stewart et al. 1973).
Lurie (1998) menjelaskan bahwa pemanasan bertujuan untuk membunuh mikroba patogen dengan tetap mempertahankan zat nutrisi, karena ketahanan nutrisi terhadap pemanasan lebih besar dari pada ketahanan mikroba. Ditambahkan juga oleh Kader (1992b), bahwa perlakuan panas dapat berfungsi sebagai fungisida maupun insektisida karena perlakuan pascapanen dengan fungisida pada buah tidak dapat menggantikan fungisida pemanasan. Pencelupan buah dan sayuran ke dalam air panas (60-50oC) dapat juga mengurangi residu pestisida.
Menurut Stewart et al. (1973), perlakuan air panas metode hot water dilakukan dengan mencelupkan buah ke dalam air panas selama beberapa menit. Pemanasan digunakan dalam proses pengawetan untuk meningkatkan daya simpan buah, mengeliminasi organisme perusak yang ada dan pengaruh suhu tinggi terhadap kematangan komoditas.
Pironie (1978) mengatakan bahwa suhu yang biasa digunakan untuk pencelupan dalam air panas adalah 43oC, akan tetapi pencelupan dalam air panas yang bersuhu 48oC sampai 49oC selama 30 menit memberikan hasil yang terbaik. Suhu dan waktu merupakan dua hal penting yang harus diperhatikan untuk dapat membunuh hama tanpa menyebabkan kerusakan.
Pencelupan buah-buahan dalam air panas membutuhkan waktu 90 menit dengan suhu 46oC (Lurie 1998). Ditambahkan oleh Rokhani et al. (2001), bahwa pencelupan mangga ”Irwin” dalam air panas memberikan hasil terbaik pada suhu 47.2oC selama 90 menit.
Lurie (1998) menyatakan bahwa pada beberapa komoditas hortikultura, perlakuan air panas dapat mempertahankan kadar gula. Perlakuan panas dengan air dan uap air bersuhu 45oC selama 3 jam sebelum penyimpanan dingin terhadap buah melon dapat mencegah kehilangan sukrosa.
Penyimpanan
Umumnya buah pepaya disimpan di tempat penampungan sementara sebelum dipasarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penampungan sementara ini adalah kondisi ruang penyimpanan. Kondisi ruang penyimpanan yang baik harus terhindar dari sinar matahari secara langsung dan dilengkapi sistem pendingin dengan suhu sekitar 5-10oC (Warison 2003).
Penyimpanan buah segar diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju transpirasi dan respirasi dengan caraa mengatur suhu dan kelembaban ruang penyimpanan (Pantastico 1989).
Penyimpanan dingin merupakan perlakuan suhu rendah tetapi masih diatas titik beku, baik dilakukan secara tersendiri atau dikombinasikan dengan teknik pengawetan yang bertujuan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan buah dan sayuran, serta menekan laju respirasi tetapi penyimpanan dingin dapat menyebabkan timbulnya kerusakan fisiologis yang disebut kerusakan dingin (chilling injury) pada komoditas hortikultura tertentu. Chilling injury merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena produk hortikultura yang terekspose pada suhu rendah tetapi bukan pada suhu pembekuan.
Tabel 2 Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis buah
Lakatan (Pisang barangan) hijau Langkatan matang
Penggunaan suhu rendah sampai batas tertentu selama penyimpanan dapat memperpanjang fase praklimakterik sehingga umur simpan buah menjadi lebih lama. Keberhasilan memperpanjang umur simpan buah segar ditunjukkan dengan penurunan laju kematangan dan pencegahan kerusakan fisik dan mikrobiologis (Chrysanti 1996).
Apandi (1984) menyatakan bahwa buah yang disimpan pada suhu optimum dapat dipertahankan mutu dan kesegarannya. Suhu yang lebih rendah dari suhu optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Diperkuat juga oleh Kalie (2005), pengangkutan dan penyimpanan buah pepaya dibawah 10oC dapat menimbulkan gangguan fisiologis. Akamine (1975) menambahkan bahwa chilling injury dapat mengakibatkan buah jadi berbintik-bintik, tidak dapat masak, rasanya tawar dingin atau bahkan dapat menjadi busuk.
Pematangan Buatan
Pematangan buatan (artificial ripening) merupakan suatu usaha untuk mengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan alami. Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi permintaan pasar terhadap buah masak optimum (Mikasari 2004).
Sehingga buah pepaya yang dipanen saat belum matang sering dilakukan pemeraman (Winarno 2002).
Pemeraman bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan kematangan buah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeraman diantaranya tingkat kematangan buah, suhu dan kelembaban ruang pemeraman serta pemeraman dengan pemberian gas etilen. Efek pemberian gas etilen pada buah nonklimakterik yaitu menaikkan laju respirasi yang mengakibatkan meningkatnya laju pematangan buah, selain itu berhubungan juga dengan jumlah konsentrasi gas yang diberikan serta tidak berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik. Pada buah klimakterik pemberian etilen akan mempercepat tercapainya puncak klimakterik tetapi tidak mempengaruhi laju respirasi (Winarno 2002).
Menurut Broto (2003), penggunaan gas etilen murni atau gas asetilen dalam proses pematangan sebaiknya dilakukan dalam bangsal. Keberhasilan proses pematangan di dalam bangsal sangat bergantung pada keberhasilan pengelolaan komponen utama proses pematangan yaitu ruang pematangan, bahan pemacu pematangan dan buah yang diperam. Persyaratan untuk ruang pematangan adalah kedap udara, adanya pengaturan suhu ruang, sirkulasi udara yang baik dan adanya pengatur kelembaban di dalam ruang pematangan. Ditambahkan oleh Kader (2004) bahwa pemakaian etilen 100 ppm dengan suhu 20-25oC dan kelembaban 80-95% selama 24-48 jam dapat menghasilkan ¼ warna kuning dengan kematangan pepaya yang seragam. Pramudianti (2004) menambahkan bahwa kajian penyerap etilen dalam penyimpanan pepaya segar mendapatkan suhu optimum untuk pepaya yaitu 15oC dengan umur simpan 10 hari.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2005 sampai Februari 2006. Tempat penelitian yaitu Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah pepaya genotip IPB 1. Bahan penunjang penelitian yaitu: lilin mainan dan gas etilen. Alat-alat yang digunakan adalah gas analyzer, kromatografi, rheometer, chromameter, refraktometer, ruang pendingin, termometer, chamber kaca kedap udara yang berukuran 30x20x50 cm, dan timbangan digital.
Metode Penelitian
Pepaya dipanen pada umur 120-130 hari setelah anthensis. Pepaya tersebut dicelupkan pada water bath pada suhu 46oC selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan uji kekerasan, warna, total padatan terlarut dan susut bobot.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) menentukan suhu optimum penyimpanan, dan (2) menentukan suhu dan konsentrasi etilen pada pematangan buah pepaya. Urutan prosesnya dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Pada tahap pertama, pepaya dimasukkan ke dalam toples dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5, 10 dan 15oC serta suhu ruang (27oC) selama 16 hari. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu lama penyimpanan 0, 4, 8, 12, dan 16 hari dan faktor kedua yaitu 5,10, 15oC dan suhu ruang. Dilakukan analisis laju respirasi, kekerasan, dan total padatan terlarut pada 0, 4, 8, 12, dan 16 hari.
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm dan faktor kedua yaitu suhu pematangan pepaya 20 dan 25oC. Dilakukan analisis laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), warna dan uji organoleptik satu hari setelah selesai pemeraman selama 3 hari berturut-turut.
Gambar 2 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap I. Buah pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Pencelupan dengan air panas 46oC selama 15 menit
Penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC, 15oC, RH 80-95%
Pengamatan Penimbangan
Respirasi: - Produksi CO2 - Konsumsi O2
Mutu:
Gambar 3 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap II.
Pengukuran Laju Respirasi
Laju respirasi pada tahap pertama dilakukan dengan sistem terbuka. Udara dalam toples dikembalikan ke keadaan normal tiap 2 jam selama 3 kali pengukuran. Keadaan normal yaitu membuka tutup toples yang telah diukur laju respirasinya menggunakan kipas untuk mengeluarkan gas dalam toples selama 5 menit, sehingga diperoleh konsentrasi CO2 dan O2 untuk tiap jamnya.
Pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Perlakuan panas: suhu 46oC selama 15 menit
Penimbangan
Pemeraman:
Konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm dengan suhu 20oC dan 25oC selama 24 jam
Penyimpanan:
suhu optimum tahap I (10oC) selama 12 hari
Penyimpanan (suhu ruang)
Respirasi: - Produksi CO2 - Konsumsi O2
Mutu:
- Total Padatan Terlarut (TPT) - Kekerasan
- Susut bobot - Warna
Laju respirasi pada tahap kedua dilakukan dengan sistem tertutup. Udara di dalam chamber tidak dikembalikan pada kondisi normal dan laju respirasi diukur tiap jam selama 24 jam. Laju produksi gas CO2 atau O2 (ml/kg/jam) selama respirasi pada ruang tertutup dihitung dengan persamaan:
dt
Pengukuran susut bobot dihitung berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan, dinyatakan dengan persamaan:
Susut bobot (%) = x 100%
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer model CR-300 yang disetting dengan beban maksimum 10 kg, dan penekanan 15 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter 5 mm. Pengukuran dilakukan terhadap tiga titik yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Nilai pengukuran dinyatakan dalam kg-force (kgf).
Warna
Total Padatan Terlarut (TPT)
Pengukuran TPT dilakukan menggunakan refraktometer. Pasta pepaya ditempatkan pada lensa refraktometer yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan aquades. Nilai TPT yang diukur dinyatakan dengan %brix.
Uji Organoleptik
Cita rasa diuji secara organoleptik untuk tujuan konsumen terhadap contoh produk yang akan diuji dengan jumlah panelis 15 orang. Panelis akan memberikan penilaian berdasarkan skala mutu hedonik terhadap warna, tekstur, rasa dan kesegaran.
Uji organoleptik digunakan uji kesukaan yang meliputi warna, rasa, kekerasan dan testur dengan 15 orang panelis. Skala yang digunakan antara 1-7 yaitu: 1 = sangat tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka.
Tabel 3 Formulir uji organoleptik
Panelis : ……….. Komoditi : Pepaya IPB 1
Pekerjaan : ……….. Tanggal : ……….
Berilah tanda () dalam kolom dibawah ini
Skor Warna Rasa Tekstur Kesegaran
Sangat suka Suka Agak suka Netral Tidak Suka Agak tidak suka Sangat tidak suka
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 ulangan. Faktor pertama konsentrasi etilen untuk pematangan yang terdiri dari 50, 100 dan 150 ppm. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan pepaya yaitu 20 dan 25oC. Model rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut:
dimana:
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor α dan taraf ke-j dari faktor )
µ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh jumlah etilen ke-i (i = 50, 100, 150) j = Pengaruh suhu penyimpanan ke-j (j = 20 dan 25oC)
(α)ij = Pengaruh interaksi jumlah etilen ke-i dengan suhu penyimpanan ke-j ε ijk = Galat percobaan jumlah etilen ke-i, suhu ke-j dan ulangan ke-k.
Analisis data menggunakan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan multi range test untuk melihat perlakuan mana yang berbeda. Persamaan untuk menghitung uji lanjut Duncan multi range test yaitu:
Rp = rp(α, p, dbg)
Y
S (4)
r KTG
Y
S (5)
dimana:
α = Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α p = Jarak peringkat 2 perlakuan
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2005 sampai Februari 2006. Tempat penelitian yaitu Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah pepaya genotip IPB 1. Bahan penunjang penelitian yaitu: lilin mainan dan gas etilen. Alat-alat yang digunakan adalah gas
analyzer, kromatografi, rheometer, chromameter, refraktometer, ruang pendingin, termometer, chamber kaca kedap udara yang berukuran 30x20x50 cm, dan timbangan digital.
Metode Penelitian
Pepaya dipanen pada umur 120-130 hari setelah anthensis. Pepaya tersebut dicelupkan pada water bath pada suhu 46oC selama 15 menit. Selanjutnya
dilakukan uji kekerasan, warna, total padatan terlarut dan susut bobot.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) menentukan suhu optimum penyimpanan, dan (2) menentukan suhu dan konsentrasi etilen pada pematangan buah pepaya. Urutan prosesnya dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Pada tahap pertama, pepaya dimasukkan ke dalam toples dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5, 10 dan 15oC serta suhu ruang (27oC) selama
16 hari. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu lama penyimpanan 0, 4, 8, 12, dan 16 hari dan faktor kedua yaitu 5,10, 15oC dan suhu
ruang. Dilakukan analisis laju respirasi, kekerasan, dan total padatan terlarut pada 0, 4, 8, 12, dan 16 hari.
Pada tahap kedua, pematangan dilakukan dengan cara mensuntikan gas etilen pada konsentrasi 50, 100 dan 150 ppm. Selajutnya pepaya ditempatkan dalam
menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan diulang sebanyak 2 kali. Faktor pertama yaitu konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm dan faktor kedua yaitu suhu pematangan pepaya 20 dan 25oC. Dilakukan analisis laju
respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), warna dan uji organoleptik satu hari setelah selesai pemeraman selama 3 hari berturut-turut.
Gambar 2 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap I. Buah pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Pencelupan dengan air panas 46oC selama 15 menit
Penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC, 15oC, RH 80-95%
Pengamatan Penimbangan
Respirasi: - Produksi CO2
- Konsumsi O2
Mutu:
Gambar 3 Bagan alir pelaksanaan penelitian tahap II.
Pengukuran Laju Respirasi
Laju respirasi pada tahap pertama dilakukan dengan sistem terbuka. Udara dalam toples dikembalikan ke keadaan normal tiap 2 jam selama 3 kali pengukuran. Keadaan normal yaitu membuka tutup toples yang telah diukur laju respirasinya menggunakan kipas untuk mengeluarkan gas dalam toples selama 5 menit, sehingga diperoleh konsentrasi CO2 dan O2 untuk tiap jamnya.
Pepaya IPB 1
Pembersihan dan sortasi
Perlakuan panas: suhu 46oC selama 15 menit
Penimbangan
Pemeraman:
Konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm dengan suhu 20oC dan 25oC selama 24 jam
Penyimpanan:
suhu optimum tahap I (10oC) selama 12 hari
Penyimpanan (suhu ruang)
Respirasi: - Produksi CO2
- Konsumsi O2
Mutu:
- Total Padatan Terlarut (TPT) - Kekerasan
- Susut bobot - Warna
Laju respirasi pada tahap kedua dilakukan dengan sistem tertutup. Udara di dalam chamber tidak dikembalikan pada kondisi normal dan laju respirasi diukur tiap jam selama 24 jam. Laju produksi gas CO2 atau O2 (ml/kg/jam) selama
respirasi pada ruang tertutup dihitung dengan persamaan:
dt
Pengukuran susut bobot dihitung berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan, dinyatakan dengan persamaan:
Susut bobot (%) = x 100%
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer model CR-300 yang disetting dengan beban maksimum 10 kg, dan penekanan 15 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter 5 mm. Pengukuran dilakukan terhadap tiga titik yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Nilai pengukuran dinyatakan dalam kg-force (kgf).
Warna
Total Padatan Terlarut (TPT)
Pengukuran TPT dilakukan menggunakan refraktometer. Pasta pepaya ditempatkan pada lensa refraktometer yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan aquades. Nilai TPT yang diukur dinyatakan dengan %brix.
Uji Organoleptik
Cita rasa diuji secara organoleptik untuk tujuan konsumen terhadap contoh produk yang akan diuji dengan jumlah panelis 15 orang. Panelis akan memberikan penilaian berdasarkan skala mutu hedonik terhadap warna, tekstur, rasa dan kesegaran.
Uji organoleptik digunakan uji kesukaan yang meliputi warna, rasa, kekerasan dan testur dengan 15 orang panelis. Skala yang digunakan antara 1-7 yaitu: 1 = sangat tidak suka, 2 = agak tidak suka, 3 = tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka.
Tabel 3 Formulir uji organoleptik
Panelis : ……….. Komoditi : Pepaya IPB 1 Pekerjaan : ……….. Tanggal : ……….
Berilah tanda () dalam kolom dibawah ini
Skor Warna Rasa Tekstur Kesegaran Sangat suka
Suka Agak suka Netral Tidak Suka Agak tidak suka Sangat tidak suka
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 ulangan. Faktor pertama konsentrasi etilen untuk pematangan yang terdiri dari 50, 100 dan 150 ppm. Faktor kedua adalah suhu penyimpanan pepaya yaitu 20 dan 25oC. Model rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut:
dimana:
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor α dan taraf ke-j dari faktor )
µ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh jumlah etilen ke-i (i = 50, 100, 150)
j = Pengaruh suhu penyimpanan ke-j (j = 20 dan 25oC)
(α)ij = Pengaruh interaksi jumlah etilen ke-i dengan suhu penyimpanan ke-j
ε ijk = Galat percobaan jumlah etilen ke-i, suhu ke-j dan ulangan ke-k.
Analisis data menggunakan analisis ragam. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan multi range test untuk melihat perlakuan mana yang berbeda. Persamaan untuk menghitung uji lanjut Duncan multi range test yaitu:
Rp = rp(α, p, dbg)
Y
S (4)
r KTG
Y
S (5)
dimana:
α = Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α
Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi
Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan
perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen. Semakin renda h
laju respirasi buah memberikan umur simpan buah yang semakin panjang. Laju
respirasi buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan dihitung berdasarkan produksi
CO2 dan konsumsi O2. Perubahan laju respirasi pepaya IPB 1 selama
penyimpanan mengalami peningkatan dan menurun pada akhir penyimpanan
(Lampir an 2 dan 3).
Pada suhu ruang, laju respirasi mengalami kenaikan produksi CO2 sebesar
26.02 ml/kg jam dan laju konsumsi O2 sebesar 20.7 ml/kg jam pada hari ke-4,
penurunan laju respirasi terjadi sampai hari ke-8 tetapi pada hari ke -16 laju respirasi
naik dengan tajam sehingga laju produksi CO2 61.85 ml/kg jam dan konsumsi O2
56.6 ml/kg jam. Hal ini dikarenakan pada buah pepaya di dalam toples ditumbuhi
kapang yang melakukan aktivitas sehingga terjadi peningkatan produksi CO2.
Wills et al. (1981) menjelaskan bahwa penurunan laju respirasi setelah puncak
klimakterik disebabkan adanya jumlah adenosin dipospat (ADP) yang bertindak
sebagai aseptor. Selain itu, konsentrasi pospat dan mitokondria sebagai konsentrasi
adenosin tripospat (ATP) dalam reaksi metabolik juga menurun. Ditambahkan
Pantastico (1989) kenaikkan laju respirasi mendadak menunjukkan bahwa pada suhu
ruang terjadi proses klimakterik.
Pengukuran laju respirasi hari ke-12 pada suhu 10oC untuk laju produksi
CO2 sebesar 27.38 ml/kg jam dan konsumsi O2 sebesar 25.4 ml /kg jam. Untuk
suhu 15oC rata-rata produksi CO2 adalah 32.31 ml/kg jam dan konsumsi O2 30.7
ml/kg jam. Sedangkan laju respirasi pada suhu 5oC hari ke-4 paling rendah yaitu
produksi CO2 4.41 ml/kg jam dan konsumsi O2 3.1 ml/kg jam, dapat dilihat pada
0
Gambar 4 Laju produksi CO2 selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada suhu 5oC, 10oC, 15oC dan suhu ruang.
Penyimpanan pada suhu 5oC memberikan nilai laju respirasi terendah
dibandingkan dengan suhu ruang, 10 dan 15oC. Buah pepaya yang disimpan pada
suhu 5oC terlihat segar, namun setelah disimpan pada suhu yang lebih tinggi
maka buah pepaya mengalami perubahan warna kulit buah hijau kehitam-hitaman
dan buah tidak dapat matang hal ini disebut dengan chilling injury (Gambar 6) .
Muchtadi dan Sugiono (1989) menjelaskan bahwa suhu rendah dapat menghambat
proses respirasi, aktivitas mikroorganisme dan enzim. Semakin tinggi suhu maka
laju respirasi semakin cepat hingga mencapai suhu optimum dan kecepatan
respirasi menurun kembali bila batas suhu optimum telah terlewati. Ditambahkan
kenaikan suhu sebesar 10oC.
Besarnya perbedaan lonjakan laju respirasi pada penyimpanan suhu 10dan
15oC maka dapat dikatakan bahwa penyimpanan pada suhu 10oC dapat
menghambat laju respirasi buah pepaya, aktifitas enzim, reaksi-reaksi
kimia-biokimia maupun pertumbuhan mikroorganisme. Hingga hari terakhir
penyimpanan suhu 10oC kondisi buah pepaya masih tetap segar, warna kulit tetap
hijau dan buah tetap keras, untuk selanjutnya suhu 10oC akan digunakan dalam
penyimpanan pepaya sebe lum dilakukan pematangan buatan.
(a) (b)
(c) (d)
mengevaluasi sifat proses respirasi. Sifat proses respirasi ditentukan dar i
perbandingan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 yang dinyatakan dengan
nilai RQ (Respiration Quotient) pada Tabel 4.
Tabel 4 Rata-rata laju respirasi dan RQ (Respiration Quotient) buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan
Rata-rata laju respirasi Suhu (oC) Produksi CO2
(ml/kg jam)
Konsumsi O2 (ml/kg jam)
RQ
Suhu ruang 32.8 27.9 1.17
5oC 2.6 2.9 0.88
10oC 11.7 9.7 1.20
15oC 15.0 13.2 1.13
Nilai RQ pada suhu ruang sebesar 1.62 berarti Nilai RQ > 1 maka substra t
yang dipakai adalah asam-asam organik. Untuk suhu 10 dan 15oC nilai RQ = 1
maka substrat yang dipakai dalam respirasi adalah glukosa, sedangkan pada suhu
5oC apabila RQ < 1 maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi misalnya substrat
yang dipakai mempunyai perbandingan O2 terhadap karbon ya ng lebih kecil dari
pada heksosa, oksidasi belum selesai dan CO2 yang digunakan masih melakukan
sintesa dalam pembentukkan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan
CO2 (Muc htadi 1992) .
Hasil analisis ragam (Lampiran 7 dan 8) terlihat bahwa pada perlakuan lama
penyimpanan berpengaruh nyata (P 0.05) terhadap laju respirasi buah pepaya
selama penyimpanan. Hasil uji lanjut menggunakan Duncan pada taraf 5%
menunjukkan bahwa laju res pirasi berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-4 dan 8
namun tidak berbeda nyata pada hari ke 12 dan 16.
Peng aruh Suhu Penyimpanan Te rhadap Mutu Buah Pepaya
Hasil pengamatan suhu penyimpanan dingin terhadap mutu buah dalam
mempertahankan kesegaraan buah pepaya, penggunaan suhu rendah sampai batas
tertentu selama penyimpanan dapat memperpanjang fase praklimakterik sehingga
kerusakan fisik serta biologis yang meliputi TPT dan kekerasan.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Kandungan TPT selama penyimpanan mengalami peningkatan dan pada
akhirnya terjadi penurunan. Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menjelaskan
bahwa pada saat terjadinya proses respirasi maka terjadi pemecahan oksidatif dari
bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, lemak dan protein yang
menyebabkan pati turun dan gula sederhana terbentuk. Ditambahkan Winarno
(2002), peningkatan gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi
pati sedangkan penurunan TPT terjadi karena sebagian gula digunakan untuk
proses respirasi.
Gambar 7 menunjukkan bahwa perubahan kandungan TPT buah pepaya
semakin meningkat dan kemudian terus menurun pada akhir penyimpanan. Pada
suhu ruang kandungan padatan terlarut meningkat dari 10.2% brix menjadi
11.6% brix selama penyimpanan hari ke -8 kemudian mengalami pembusukan
sehingga tidak dilakukan lagi pengukuran. Untuk penyimpanan pada suhu 5oC
terjadi peningkatan menjadi 11.6% brix, sedangkan pada suhu 10oC terjadi
peningkatan menjadi 12.7%brix, pada suhu 15oC terjadi peningkatan menjadi
12.05%brix sampai hari ke -12, tetapi penyimpanan pada hari ke-16 kandungan
TPT terjadi penurunan masing-masing menjadi 8.7%brix, 11.2% brix, dan
10.7% brix.
suhu berpengaruh nyata (P 0.05) terhadap TPT buah pepaya selama penyimpanan.
Hasil uji lanjut menggunakan Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa TPT tidak
berbe da nyata pada penyimpanan hari ke-0, 4 dan 16 namun berbeda nyata pada
penyimpanan hari ke -8 dan 12. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa perubahan
TPT selama penyimpanan suhu 10oC terjadi peningkatan yang lebih tinggi pada
penyimpanan hari ke-12.
Kekerasan
Kekerasan buah pepaya cenderung menurun selama penyimpanan.
Penurunan kekerasan pada bua h pepaya yang disimpan disebabkan oleh degradasi
hemiselulosa dan pektin menjadi asam pektat yang larut dalam air (Winarno dan
Wirakartakusumah 1981). Melunaknya buah disebabkan oleh perombaka n
propektin yang tidak larut atau hidrolisis zat pati dan lemak (Pantastico 1986).
Gambar 8 menunjukkan bahwa perubahan kekerasan buah pepaya
cenderung menurun dengan semakin lama penyimpanan. Pada suhu ruang
penurunan kekerasan sangat cepat sebesar 3.5 kgf menjadi 1.5 kgf terjadi pada
hari ke-8 selanjutnya pada hari ke-12 sampai hari 16 tidak dapat dilakukan
pengukuran karena buah pepaya mengalami kerusakan dan pembusukan. Pada
suhu 10oC kekerasan menjadi 1.9 kgf , sedangkan pada suhu 15oC kekerasan
menjadi 1.75 kgf. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 10oC
terjadi penurunan kekerasan lebih kecil dibandingkan dengan suhu 15oC,
sedangkan penyimpanan pada suhu 5oC penurunan kekerasan sangat kecil dari 3.5
kgf menjadi 2.6 kgf. Hal ini berarti penyimpanan pada suhu dingin mampu
mempertahankan kekerasan buah pepaya. Jika dilihat perbedaan pada
masing-masing perlakuan, dimana suhu 5oC terlihat nilai kekerasannya lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan suhu 10 dan 15oC, namun suhu 5oC tidak dapat
digunakan karena terjadi kerusakan fisologis selama penyimpanan sepe rti warna
kulit coklat kehitaman, lekukan, cacat, gagal matang sehingga dipilih suhu 10oC
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5
0 4 8 12 16
Lama penyimpanan (hari)
Kekerasan (kgf)
Suhu ruang Suhu 5 C Suhu 10 C Suhu 15 C
Gambar 8 Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC, 15oC dan suhu ruang.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11 dan 12) diperoleh bahwa
lamanya penyimpanan buah pepaya berpengaruh nyata (P 0.05) terhadap
kekerasan. Hasil uji lanjut menggunakan Duncan pada taraf 5% menunjukkan
bahwa penurunan nilai kekerasan tidak berbeda nyata pada penyimpanan hari
ke-0, 4 dan 8 tetapi berbeda nyata pada penyimpanan hari ke-12 dan 16. Dari hasil
penelitian ini didapatkan bahwa perubahan kekerasan buah selama penyimpanan
terjadi penurunan sampai hari ke-16. Hal ini dikarenakan selama penyimpanan
terus berlangsung proses pematangan.
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Laju Respirasi Selama Pematangan
Selama proses respirasi, O2 dalam ruang pematangan akan semakin
berkurang sedangkan CO2 akan semakin meningkat (Gambar 9). Konsentrasi CO2
yang melebihi batas toleransi dapat menghambat daya picu terhadap pematangan.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa laju respirasi selama pematangan
menunjukkan pola yang sama yaitu terjadi peningkatan laju respirasi, setelah
tercapai pematangan penuh (puncak respiras i) maka laju respirasi akan menurun
Gambar 9 Pengukuran laju respirasi buah pepaya IPB 1 selama pematangan buatan.
Laju respirasi buah pepaya pada suhu 20oC pada konsentrasi etilen 50 ppm
puncak respirasi terjadi pada jam ke -16 dengan produksi CO2 dan konsumsiO2
sebesar 33.12 ml/kg jam dan 31.6 ml/kg jam, sedangkan pada konsentrasi etilen
100 ppm produksi CO2 terjadi pada jam ke -18 sebesar 26.82 ml/kg jam dengan
konsumsi O2 sebesar 23.3 ml/kg jam dan pada konsentrasi etilen 150 ppm
produksi CO2 dan konsumsiO2 terjadi pada jam ke-4 sebesar 26.98 ml/kg jam dan
23.1 ml/kg jam (Gambar 10, 11 dan Lampiran 5).
Laju respirasi buah pepaya IPB 1 pada pematangan 25oC produksi CO2 dan
konsumsi O2 tertinggi terdapat pada konsentrasi etilen 50 ppm dan terjadi pada
jam ke-18 sebesar 39.46 ml/kg jam dan 39.1 ml/kg jam. Pada konsentrasi etilen
100 ppm produksi CO2 terjadi pada jam ke -10 sebesar 32. 22 mlkg jam dan
konsumsi 31.5 ml/kg jam. Adapun pada konsentrasi etilen 150 ppm produksi CO2
dan konsumsiO2 terjadi pada jam ke -10 dengan nilai lebih rendah yaitu 31.42
ml/kg jam dan konsumai sebesar 31.1 ml/kg jam (Gambar 12, 13 dan Lampiran 6).
Pemberian etilen pada buah-buahan klimakterik akan mengeser atau
mempercepat terjadinya puncak klimakterik, namun tidak mempengaruhi tingginya
laju respirasi (Tucker 1993). Selama pematangan buatan konsentrasi etilen
berpengaruh nyata dalam mempercepat laju respirasi, semakin rendah konsentrasi
etilen dan semakin tinggi suhu yang diberikan maka laju respirasi semakin
meningkat serta wa ktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak klimakterik
laju respirasi akan semakin kecil, akan tetapi pada konsentrasi etilen yang semakin
tinggi maka laju respirasi semakin kecil. Laju respirasi CO2 pada suhu 20oC dengan
konsentrasi etilen 50 ppm selama pematangan memperlihatkan grafik lebih rendah
dibandingkan dengan suhu 25oC. Penambahan konsentrasi etilen 100 dan 150 ppm
selama pematangan buatan tidak memberikan perbedaan yang besar untuk
mengeser atau mempercepat terjadinya puncak klimakterik dibandingkan dengan
konsentrasi etilen 50 ppm. Somer (1992) melaporkan bahwa pada buah klimakterik,
etilen berperan sebagai memicu terjadinya proses klimakterik respirasi.
0
Gambar 10 Laju produksi CO2 buah pepaya IPB 1 selama pematangan pada suhu 20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm.
0
0 suhu 20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm.
0 suhu 25oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm.
Berdasarkan perhitungan laju respirasi Tabel 5 menunjukkan perbandingan
antara produksi CO2 dan konsumsi O2 dinyatakan dengan nilai RQ. Proses laju
respirasi pada konsentrasi etilen 50 ppm menunjukkan nilai RQ sama dengan 1,
hal ini berarti substrat yang digunakan pada saat berlangsungnya respirasi adalah
1 selama pematangan
Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Etilen Terhadap Mutu Setelah Pematangan
Hasil pengamatan suhu penyimpanan dingin terhadap mutu buah dalam
meningkatkan mutu buah pepaya selama pematangan dengan menggunakan
konsentrasi etilen sebagai bahan pemicu pematangan sehingga dapat
menghasilkan mutu dan warna yang seragam. Keberhasilan meningkatkan mutu
buah pepaya ditunjukkan dengan laju respirasi, kekerasan, TPT, susut bobot,
warna dan organoleptik sebagai parameternya.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Total Padatan Terlarut (TPT) buah pepaya IPB 1 yang telah disimpan
selama 12 hari selanjutnya dilakukan pematangan buatan pada semua suhu 20 dan
25oC dan konsentrasi etilen 50, 100, 150 ppm. Pada suhu 20oC dengan konsentrasi
50, 100, 150 ppm TPT mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai ke-3 yaitu
9.5-13.3% brix, 10.9-13.3% brix dan 10.8-12% brix, sedangkan pada hari ke-4
mengala mi penurunan menjadi 12.2, 10.7, dan 10.2% brix. Pada suhu 25oC dengan
konsentrasi 100 dan 150 ppm, TPT mengalami peningkatan pada hari ke -2 yaitu
10.5-13.4% brix dan 10.2-11.5% brix, sedangkan TPT akan mengalami penurunan
pada hari ke-3 sampai hari ke -4 sebesar 11.9-10.7% brix dan 11.0-10.2% brix.
Sedangkan pada suhu 25oC dengan konsentrasi 50 ppm TPT meningkat pada hari
ke-0 sampai hari ke-3 sebesar 9.8-13.0% brix dan pada hari ke-4 terjadi penurunan
Gambar 14 Alat pengukur TPT buah pepaya IPB 1 selama pematangan buatan.
Hasil pengukuran TPT buah pepaya IPB 1 selama pematangan buatan dapat
dilihat pada Gambar 14, 15 dan 16. TPT setelah pematangan buatan cende rung
meningkat kemudian menurun. Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), bila pati
terhidrolisis maka akan terbentuk glukosa sehingga kadar gula dalam buah akan
meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa aktifitas enzim yang merubah pati,
hemiselulosa dan propektin yang terdapat pada buah pepaya dipengaruhi oleh
suhu dan konsentrasi etilen selama pematangan buatan. Ditambahkan juga oleh
Winarno dan Wirakartakusumah (1981), kenaikan TPT dikarenakan terjadinya
hidrolisis karbohidrat menjadi senyawa glukosa dan fruktosa, sedangkan
penurunan TPT disebabkan oleh kadar gula sederhana yang mengalami perubahan
menjadi alkohol, aldehid dan asam.
Proses hidrolisis pati menjadi gula dan air selama respirasi buah dipengaruhi
oleh rangsangan gas etilen yang diberikan serta suhu selama pematangan buatan.
Kecepatan proses respirasi pada pematangan buatan dengan suhu 25oC
memberikan nilai laju respirasi lebih tinggi dibandingakan pada pematangan
buatan dengan suhu 20oC. Menurut Pantastico (1993), besarnya laju perombakan
0
Gambar 15 Perubahan kadar TPT buah pepaya IPB 1 setelah pematangan pada suhu 20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm.
0
Gambar 16 Perubahan kadar TPT buah pepaya IPB 1 setelah pematangan pada suhu 25oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm.
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 13 dan 14) dan uji Duncan
dengan taraf 5% menunjukkan bahwa TPT berpengaruh nyata (P 0.05) terhadap
konsentrasi dan suhu setelah pematangan buatan pepaya IPB 1. Pada saat
pematangan dengan etilen, TPT pada hari ke-0, 3 dan 4 berbeda tidak nyata tetapi
pada hari ke-2 berbeda nyata. Peningkatan TPT tertinggi terjadi pada suhu 20oC
dengan konsentrasi 50 ppm.
Kekerasan
Kecepatan proses pe lunakan tekstur buah pepaya yang diberi beberapa taraf
konsentrasi etlen berpengaruh terhadap suhu pematangan buatan (Gambar 17).
hari ke-4 pada suhu 20 dan 25oC dengan konsentrasi 50, 100 dan 150 ppm. Pada
suhu 20oC masing-masing konsentrasi etilen memberikan nilai kekerasan sebesar
1.3-0.6 kgf, 1.3-0.4 kgf, 1.0-0.4 kgf, sedangkan pada suhu 25oC nilai kekerasan
buah pepaya IPB 1 sebesar 1.1-0.6 kgf, 1.1-04 kgf, 1.0-0.3 kgf . (Gambar 18 dan
19). Hal ini disebabkan selama proses pematangan buatan kecepatan respirasi
sangat tergantung pada suhu yang diberikan, semakin tinggi suhu pematangan
buatan maka semakin cepat perubahan komposisi yang terjadi dalam jaringan
buah sehingga perubahan komposisi dinding sel akibat aktifitas enzim yang
semakin cepat.
Gambar 17 Alat pengukur kekerasan buah pepaya IPB 1 setelah pematangan.
Penurunan nilai kekerasan dikarenakan terjadinya hidrolisis propektin dan
pektin. Pada suhu tinggi terjadi perubahan kekerasan lebih cepat dibandingkan
dengan suhu rendah (Matto 1989). Kondisi ini menunjukkan kerja enzim
pektinesterase, yang mengubah propektin menjadi pektin yang larut dalam air
ataupun enzim á-amilase dan â-amilase bekerja lebih giat pada suhu tinggi.
Ditambahkan Muchtadi (1992), bahwa kekerasan akan menurun selama
penyimpanan, dimana perubahan kandungan selulosa tidak begitu besar,
sedangkan kandungan hemiselulosa dan propektin mengalami perubahan yang
besar, sehingga terjadi penurunan kekerasan buah pepaya disebabkan karena
kekerasannya semakin berkurang hal ini disebabkan adanya daya kohesi dinding
sel yang mengikat sel satu dengan yang lain menurun, sehingga pada saat
dilakukan pematangan buatan akan mempercepat pelunakan buah. Buah pepaya
IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi etilen 50 ppm memberikan nilai
kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan etilen 100, 150 ppm dan
suhu 25oC.
0.0 0.5 1.0 1.5
0 1 2 3 4 5
Lama penyimpanan setelah pematangan (hari)
Kekerasan (kgf)
50 ppm 100 ppm 150 ppm
Gambar 18 Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dan konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan.
0.0 0.5 1.0 1.5
0 1 2 3 4 5
Lama penyimpanan setelah pematangan (hari)
Kekerasan (kgf)
50 ppm 100 ppm 150 ppm
terlihat bahwa perlakuan suhu dan konsentrasi etilen berpengaruh nyata (p 0.05)
terhadap kekerasan setelah pematangan buatan, nilai kekerasan buah pepaya IPB 1
pada suhu 20oC dengan konsentrasi 50 ppm hari ke-0, 2, 3 dan 4 tidak berbeda
nyata , pada konsentrasi etilen 100 dan 150 ppm untuk hari ke-2, 3 dan ke-4
berbeda nyata. Pada suhu pematangan 25oC dengan konsentrasi etilen 50 ppm
pada hari ke -0 dan ke-4 tidak berbeda nyata , sedangkan hari ke-2 dan ke-3
berbeda nyata. Adapun pada konsentrasi etilen 100 dan 150 ppm pada hari ke-2, 3
dan 4 berbeda nyata.
Susut Bobot
Susut bobot buah pepaya IPB 1 meningkat selama pematangan buatan. Hal
ini dikarenakan terjadinya transpirasi dan respirasi dimana glukosa terdegradasi
menjadi CO2 dan H2O. Menurut Kader (1992), kehilangan air berpengaruh
langsung terhadap kehilangan bobot, kerusakan tekstur , kerusakan kandungan
gizi, kelayuan dan pengkerutan buah.
Gambar 20 dan 21 menunjukkan bahwa perubahan susut bobot pada suhu
20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm sebesar 3. 3-5. 8%, 3.1-6.8%
dan 3.7-8.2%, sedangkan peningkatan susut bobot pada suhu 25oC dengan
konsentrasi 50, 100 dan 150 ppm sebesar 5.7-6.5%, 3.7-8.7% dan 4.7-9.4%.
Kehilangan bobot selama penyimpanan setelah dilakukan pematangan buatan dapat
menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan seperti kulit keriput dan buah
menjadi layu, hal ini akan mengurangi kesegaran buah. Proses transpirasi dan
respirasi berlangsung terus selama pematangan buatan, sehingga semakin lama
pematangan buatan maka susut buah akan semakin meningkat. Wills et al. (1998)
menyatakan bahwa kehilangan air pada buah bergantung pada kehilangan tekanan
uap air pada komoditas dengan lingkungan. Susut bobot buah akibat respirasi dan
transpirasi dapat ditekan dengan menaikkan RH, menurunkan suhu, mengurangi
0 konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm setelah pematangan.
0 konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyimpanan pada suhu 20oC
dengan konsentrasi etilen 50 ppm susut bobot buah pepaya IPB 1 dapat
dipertahankan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa susut bobot tidak
berpengaruh nyata (p 0.05) terhadap susut bobot buah pepaya selama
pematangan buatan.
Warna
Hasil pengukuran warna diperoleh dengan menggunakan chromameter
CR-200 dan diolah dengan Hunter (L, a, b) kemudian dikonversikan ke CIE (Y.y.x).
Perubahan warna yang terjadi selama penyimpanan setelah pematangan ditandai
dengan hilangnya warna hijau menjadi kuning, hal ini terjadi setelah tercapainya
(a) (d)
(b) (e)
(c) (f)
Gambar 22 Warna buah pepaya IPB 1 setelah pematangan; (a) 20oC 50 ppm, (b) 20oC 100 ppm, (c) 20oC 150 ppm, (d) 25oC 50 ppm, (e) 25oC 100 ppm, (f) 25oC 150 ppm.
Derajat kecerahan (L*)
Perubahan derajat kecerahan buah pepaya IPB 1 menunjukkan terjadinya
peningkatan pada awal penyimpanan dan penurunan pada akhir penyimpanan.
kecerahan mengalami peningkatan sampai hari ke-3 sebesar 46.88-70.32 dan
49.67-67.29 dan terjadi penurunan pada hari ke -4 sebesar 65.61 dan 66.98. Pada
suhu 25oC dengan konsentrasi etilen 50, 100 dan 150 ppm diperoleh derajat
kecerahan sebesar 66.45, 66.80 dan 66.47 (Gambar 23 dan 24). Penurunan derajat
kecerahan menunjukkan adanya degradasi pigmen warna selama proses
pematangan. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), buah matang
diseba bkan adanya reaksi reaksi sintesis dan degradasi pigmen. Lebih lanjut
Desioner (1988) melaporkan bahan pangan segar yang berwarna cerah selama
penyimpanan akan mempengaruhi kemampuan sifat fisik dan kimia dalam
memantulkan sinar sehingga kecerahannya berubah.
45
Gambar 23 Perubahan derajat kecerahan buah pepaya IPB 1 pada suhu 20oC dengan konsentrasi etilen 50, 100, dan 150 ppm setelah pematangan.
45