i
PERAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KUALITAS
AUDIT DALAM MEMODERASI HUBUNGAN MANAJEMEN
LABA TERHADAP RETURN SAHAM
Oleh:
Inayah Ats’tsaqafiyah
NIM : 1112082000009
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii
PERAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KUALITAS
AUDIT DALAM MEMODERASI HUBUNGAN MANAJEMEN
LABA TERHADAP RETURN SAHAM
Oleh:
Inayah Ats’tsaqafiyah NIM : 1112082000009
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Inayah Ats’tsaqafiyah
2. Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 09 Agustus 1994
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Anak ke- dari : 3 dari 6 bersaudara
6. Alamat : Perum. Kopra Blok B9/No 4
Bumi Ciangsana Damai
Kec. Gunung Putri, Kab. Bogor 16968
7. Telepon : 085711597216
8. Email : [email protected]
7. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. LATAR BELAKANG ORANG TUA
1. Ayah : Wahyudin
2. Ibu : Zainiah Sulaiman
9. Alamat : Perum. Kopra Blok B9/No 4
Bumi Ciangsana Damai
Kec. Gunung Putri, Kab. Bogor 16968
viii
ROLE OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE AND AUDIT
QUALITY IN MODERATED RELATIONS BETWEEN EARNINGS MANAGEMENT ON STOCK RETURN
ABSTRACT
This research purpose is to find the role of good corporate governance and audit quality in moderated relations between earnings management on stock return. This research using secondary data asa sample of 258 manufacturing companies listed Indonesia Stock Exchange on period 2012-2014 with purposive sampling method.
Role of good corporate governance proxied by managerial stock ownership, institusional stock ownership, audit committee, independent commissioner. Audit quality proxied by dummy variable, score 1 for the big four accountant public and 0 for non big four. Earnings management proxied by Discretionary Accruals modified Jones method. Stock return proxied by actual return. Variables on this research are be measured by regression analysis and Moderated Regresion Analysis (MRA).
Result of this research find that earnings management has positve and significant impact on stock return and find that only managerial stock ownership and audit quality can be a moderating variable in the relations earnings management on stock return.
ix
PERAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN KUALITAS AUDIT
DALAM MEMODERASI HUBUNGAN MANAJEMEN LABA TERHADAP
RETURN SAHAM ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran good corporate governance dan kualitas audit dalam memoderasi hubungan manajemen laba terhadap return saham. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan sampel 258 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2014 dan diperoleh dengan menggunakan metode purposive sampling.
Peran good corporate governance diproksikan dengan menggunakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit dan komisaris independen. Kualitas audit menggunakan variabel dummy, dimana angka 1 untuk KAP The Big Four dan angka 0 untuk KAP Non Big Four. Manajemen laba diproksikan dengan Discretionary Accruals model modified Jones. Return saham diproksikan dengan actual return. Variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan model regresi dan Moderated Regresion Analysis (MRA) untuk menilai hipotesis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara manajemen laba terhadap return saham, serta menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan kualitas audit berhasil memoderasi hubungan manajemen laba dan return saham.
x
KATA PENGANTAR
Assalmu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Peran Good Corporate Governance dan Kualitas Audit
dalam Memoderasi Hubungan Manajemen Laba terhadap Return Saham”
dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW. teladan bagi insan di muka bumi.
Skripsi ini merupakan tugas yang diselesaikan sebagai syarat guna meraih
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
tersusunnya skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orang tua (Umi dan Abi) yang telah memberikan kasih sayang,
motivasi, doa serta dukungan finansial yang tiada hentinya kepada penulis.
2. Bapak Dr.Arief Mufraini,Lc.,M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Yessi Fitri,SE,M.Si.,Ak.,CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan,SE.,MM.,Ak.,CA selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. Yahya Hamja,MM selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia meluangkan waktu, serta memberikan pengarahan dan bimbingan
dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Reskino,SE.,M.Si.,Ak.,CA selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
bersedia meluangkan waktu, serta dengan sabar memberikan pengarahan dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
xi 8. Kedua orang kakak (Zahrotul Wardah dan Fahrunnisa) serta tiga orang adik
(Arfan Zidni, Irfan Zidni dan Abdan Syakura) yang telah memberikan doa,
motivasi dan inspirasi dan bantuan yang tiada hentinya kepada penulis.
9. Tody Isfitazli yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi dan
doa serta meluangkan banyak waktu kepada penulis. Terima kasih.
10.Sahabat dan keluarga di kampus (Anin, Elsa, Haifa, Laila, Lidiyna, Muthia,
Nida, Nova, Opi, Rini, Tasya, Tuti) yang telah memberikan semangat dan
membantu penulis. See you on top!
11.Teman seperjuangan dari mulai Ujian Komprehensif hingga Sidang Skripsi
(Elsa, Nida, Rita, Yudhi & Refan), terima kasih atas semangat dan doanya.
Bangga bisa bersama-sama kalian hingga selesai.
12.Teman seperjuangan alias Perempuan Tangguh (Desi, Dina, Indah, Lia) yang
berjuang bersama penulis, menemani penulis dan membantu serta memberikan
motivasi kepada penulis.
13.Seluruh teman Akuntansi 2012 (khususnya Akuntansi A dan Kelas Konsentrasi
Audit) yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.
14.KKN Katulistiwa (Anita, Aziz, Givela, Haris, Ica, Ijal, Joni, Mba Ulya,
Miqdad, Qori, Vita, Windy, Yunisa, dan Zakky) yang telah memberikan
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Akhir kata, Penulis sadar bahwa skripsi ini masih perlu banyak saran dan
masukan yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Aamiin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, Maret 2016
xii
DAFTAR ISI
COVER
COVER DALAM……… ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI………. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJI KOMPREHENSIF……….. iv
LEMBAR PENGESAHAN UJI SKRIPSI……….. v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……… vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………... vii A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Perumusan Masalah………... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur………... 12
1. Agency Theory……….. 12
B. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu………... 33
xiii
D. Perumusan Hipotesis……….. 42
1. Pengaruh Manajemen laba dengan Return Saham…. 42 2. Hubungan Manajemen Laba dengan Kualitas Audit terhadap Return Saham... 43
3. Hubungan Manajemen Laba dengan Kepemilikan Manajerial terhadap Return Saham……… 44
4. Hubungan Manajemen Laba dengan Kepemilikan Institusional terhadap Return Saham………. 45
5. Hubungan Manajemen Laba dengan Komite Audit terhadap Return Saham……….. 46
6. Hubungan Manajemen Laba dengan Komisaris Independen terhadap Return Saham……….. 47
1. Statistik Deskriptif………. 50
2. Uji Asumsi Klasik………. 50
a. Uji Multikolonieritas………... 50
b. Uji Autokolerasi……….. 51
c. Uji Heteroskedastisitas……… 51
d. Uji Normalitas………. 52
3. Uji Hipotesis………. 53
a. Analisis Regresi……….. 53
b. Moderated Regression Analysis (MRA)…………. 54
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian………... 58
1. Return Saham (Y)………. 58
2. Manajemen Laba (X1)……….. 58
3. Kualitas Audit (X2)……….. 60
xiv
5. Kepemilikan Institusional (X4)………. 61
6. Komite Audit (X5)………. 61
7. Komisaris Independen (X6)……….. 61
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian……… 62
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian………. 63
1. Statistik Deskriptif………. 63
2. Hasil Uji Asumsi Klasik……… 65
3. Hasil Uji Hipotesis……… 70
C. Pembahasan……… 85
1. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return Saham… 85 2. Interaksi antara Manajemen Laba dengan Kualitas Audit terhadap Return Saham………. 87
3. Interaksi antara Manajemen Laba dengan Kepemilikan Manajerial terhadap Return Saham……… 89
4. Interaksi antara Manajemen Laba dengan Kepemilikan Institusional terhadap Return Saham………. 90
5. Interaksi antara Manajemen Laba dengan Komite Audit terhadap Return Saham……….. 91
xv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu 34
4.1 Tahapan Seleksi Sampel 63
4.2 Statistik Deskriptif 63
4.3 Hasil Uji Multikolonieritas 65
4.4 Hasil Uji Autokolerasi 66
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1.1 Kasus Eksekusi Tindak Pindana Korupsi di Indonesia 6
2.1 Kerangka Pemikiran 40
4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas 67
4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram 69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Perhitungan Variabel Independen 107
2 Perhitungan Variabel Dependen 121
3 Perhitungan Variabel Moderasi 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah perusahaan didirikan untuk mendapatkan laba yang
berkelanjutan dan tetap bertahan serta menguasai pasar yang ada. Dengan
seluruh kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan dari segi keuangan berupa
modal, maupun segi non-keuangan berupa sumber daya manusia (tenaga
kerja), perusahaan diharapkan mampu mencapai target atau tujuan perusahaan
berdasarkan visi-misi yang telah dirumuskan. Sejalan dengan perkembangan
ekonomi yang semakin pesat, tidak dapat dipungkiri bahwa keuangan dapat
menjadi salah satu penghambat perusahaan untuk dapat tetap bertahan dan
berada pada posisi teratas atau menguasai pasar. Banyak cara yang dapat
ditempuh oleh perusahaan untuk mengatasi masalah pendanaan, salah satunya
dengan melakukan kredit kepada pihak bank. Dana (modal) yang diperlukan
perusahaan untuk melakukan pembangunan semakin tinggi, sedangkan di lain
pihak kemampuan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan dana semakin
terbatas. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, perekonomian Indonesia
memerlukan alternatif sumber dana selain melalui kredit bank yaitu melalui
pasar modal.
Menurut Samsul (2008) para emiten melihat pasar modal sebagai
sarana untuk mencari tambahan modal. Paresetya (2011) menyatakan bahwa
meningkatkan modal sendiri jauh lebih baik daripada meningkatkan modal
2 globalisasi. Untuk itu pasar modal memberikan solusi yang dapat
dipertimbangkan dalam hal pendanaan yaitu dengan cara mengubah status
perusahaan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka melalui
penawaran saham kepada pihak publik (Go Public) dan mencatatkan sahamnya di PT Bursa Efek Indonesia.
Saat perusahaan telah resmi terdaftar di Bursa Efek Indonesia maka
segala hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan dilaporkan kepada publik
dan akan sangat mendapat perhatian serius dari para calon investor.
Perusahaan tersebut akan sangat berhati-hati dalam menerbitkan laporan
keuangan serta hal-hal lain berkaitan dengan kinerja perusahaan karena akan
menjadi pertimbangan investor dalam mengambil keputusan investasinya. Hal
ini sejalan dengan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (BAPEPAM-LK) no: KEP-431/BL/2012 menimbang dalam butir a
bahwa “Laporan tahunan Emiten dan Perusahaan Publik merupakan sumber
informasi penting tentang kinerja perusahaan dan prospek perusahaan bagi
pemegang saham dan masyarakat sebagai salah satu dasar pertimbangan
dalam pengambilan keputusan investasi.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa
laporan tahunan yang diterbitkan oleh perusahaan go public merupakan sumber informasi yang dijadikan acuan bagi pemegang saham untuk
melakukan investasi.
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan pada dasarnya
merupakan ringkasan kinerja perusahaan. Terdapat banyak sekali informasi
3 diantaranya memuat informasi mengenai laba dan laporan tata kelola
perusahaan yang baik (laporan good corporate governance). Menurut Bangun dan Safei (2011), menyatakan bahwa kebanyakan investor hanya menaruh
perhatian pada informasi laba, tanpa memerhatikan bagaimana laba tersebut
dihasilkan. Mengingat pentingnya informasi laba sebagai dasar pertimbangan
seseorang mengambil keputusan investasi, maka pihak manajer perusahaan
berusaha sebaik mungkin agar laba yang termuat dalam laporan tahunan
publikasi memberikan sinyal positif kepada calon investor untuk melakukan
investasi. Salah satu aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak manejer
perusahaan adalah dengan melakukan manajemen laba. Menurut Ferdiansyah
dan Purnamasari (2012), mengingat pentingnya peranan laba dalam berbagai
proses pengambilan keputusan, terdapat tendensi bagi manajer untuk
mempengaruhi laba yang dilaporkan perusahaan dengan berbagai motif
tertentu yang dikenal dengan nama manajemen laba atau earnings management. Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa manajemen laba dapat dikatakan sebagai upaya manajerial untuk mengintervensi informasi dalam
laporan keuangan dengan cara memanfaatkan kebebasan memilih dan
menggunakan metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi akuntansi.
Aktivitas manajemen laba dilakukan manajer dengan memanfaatkan
kelemahan pihak lain yang tidak mempunyai sumber dan akses yang memadai
untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan.
Menurut Sulistyanto (2008), aktivitas manajemen laba sebenarnya
4 kepentingan pribadi. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan aktivitas manajemen laba, diantaranya adalah dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Penerapan good corporate governance di Indonesia mulai terdengar pada tahun 1997 saat terjadi krisis ekonomi. Diambil dari website resmi BPKP
(www.bpkp.go.id), corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun
1997 yang efeknya masih terasa hingga saat ini. Krisis tersebut mendorong
pemerintah Indonesia untuk bersungguh-sungguh menyelesaikan masalah tata
kelola perusahaan di Indonesia. Dalam buku Indonesia Corporate Governance Roadmap yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dijelaskan mengenai perkembangan lembaga pendukung pembentukan tata kelola
perusahaan. Tahun 1991, melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang
Ekonomi, Keuangan dan Industri, dibentuklah Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance (KNKCG) untuk merekomendasikan prinsip-prinsip GCG nasional. Tahun 2004, KNKCG diubah menjadi Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) yang kemudian menerbitkan Pedoman Nasional Good Corporate Governance pertama kali pada tahun 1999, yang selanjutnya direvisi tahun 2001 dan 2006.
Penerapan good corporate governance di Indonesia semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan RI No. 88/PMK06/2015
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan pada Perusahaan Perseroan
5 Dalam PMK tersebut setidaknya terdapat lima prinsip tata kelola perusahaan,
diantaranya transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan
kewajaran. Penerapan good corporate governance melalui lima prinsip utama berupa transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungawaban dan
kewajaran ini diharapakan dapat menjadi solusi untuk meminimalkan aktivitas
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan.
Aktivitas manajemen laba juga dianggap sebagai suatu tindak
kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh pihak manajer perusahaan. Menurut Bangun dan Safei (2011) menyatakan bahwa praktik manajemen laba dapat
menjadi cikal bakal munculnya tindakan korupsi, fraud, dan tindakan penyelewengan lainnya yang dapat merugikan publik atau pemakai informasi
keuangan. Berdasarkan laporan tahunan KPK yang dipublikasikan terdapat
banyak sekali kasus tindak pidana korupsi yang merupakan perwujudan dari
perilaku tidak bersih yang dilakukan oleh para pemegang kepentingan di
sebuah instansi terkait. Dalam gambar 1.2 ditampilkan mengenai grafik
Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang dieksekusi di Indonesia tahun 2010
6
Gambar 1.1
Kasus Eksekusi Tindak Pindana Korupsi di Indonesia
Sumber: Data sekunder yang diolah.
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 48 kasus
tindak pidana korupsi yang dieksekusi pada tahun 2014, 44 kasus pada tahun
2013, 32 kasus pada tahun 2012 serta 33 dan 38 kasus tindak pidana korupsi
yang dieksekusi untuk tahun 2011 dan 2010. Dapat disimpulkan bahwa
terdapat kecenderungan peningkatan kasus tindak pidana korupsi yang
dieksekusi dari tahun 2010 hingga 2014.
Untuk mendeteksi terjadinya segala macam kecurangan yang
kemungkinan dilakukan terhadap laporan keuangan, BAPEPAM dalam
peraturan no: KEP-431/BL/2012 menyatakan bahwa laporan keuangan yang
disajikan merupakan laporan tahunan audited atau laporan keuangan yang telah diperiksa kewajarannya oleh auditor independen atau auditor yang
bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP). Laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh auditor independen dinilai sudah sesuai dengan ketentuan
akuntansi yang berlaku umum sehingga bisa dikatakan bahwa laporan
keuangan audited sudah terbebas dari unsur ketidakwajaran.
7 Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Hussainey (2009),
bahwa kualitas dari laporan audit yang dilakukan oleh KAP Big four memiliki kualitas yang lebih baik dalam mendeteksi ketidak-wajaran laporan keuangan.
Hal itu dipatahkan mengingat terdapat kasus besar yang melibatkan KAP
besar (saat itu disebut The Big five), seperti kasus Enron yang diaudit oleh KAP Arthur Enderson (saat itu termasuk Big five) terkait dengan kasus menyembunyikan utang dan mendongkrak laba lebih dari $1 milyar,
menyogok pejabat asing untuk memenangkan kontrak di luar Amerika.
Menurut Sagara dan Jalil (2009), kasus ini berdampak pada pembaharuan
tatanan kondisi maupun regulasi praktik bisnis di Amerika Serikat, yaitu
disahkannya Sarbanes Oxley Act (SOX) pada tahun 2002, sebagai tanggapan
atas berbagai skandal korporasi. SOX diterbitkan dengan tujuan untuk
melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan keandalan
pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan.
Penerapan good corporate governance dan kewajiban perusahaan untuk dilakukan pemeriksaan (audit) oleh auditor eksternal dianggap sebagai
solusi untuk dapat mengurangi aktivtas manajemen laba yang dapat dilakukan
oleh pihak manajer perusahaan. Dengan diterapkannya GCG dan audit oleh
pihak eksternal di dalam sebuah perusahaan, informasi yang termuat dalam
laporan tahunan publikasi dapat menggambarkan kinerja perusahaan dengan
lebih baik dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kinerja perusahaan ini
kemudian akan dijadikan acuan oleh seseorang dalam mengambil keputusan
8 akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang akan menentukan tinggi
rendahnya harga saham di pasar modal.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan
penelitian ini dengan beberapa alasan. Pertama, penerbitan laporan keuangan
yang dilakukan oleh perusahaan go public akan menjadi hal yang sangat disoroti oleh para calon investor untuk menjadi bahan pertimbangan investasi
mereka. Namun kenyataannya, laporan keuangan tersebut diduga dibuat
dengan pertimbangan yang ditujukan untuk kesejahteraan pihak-pihak
tertentu, salah satunya adalah pihak manajemen perusahaan melakukan
aktivitas manajemen laba. Aktivitas manajemen laba ini kemungkinan dapat
dibatasi dengan beberapa hal, diantaranya adalah peraturan yang berlaku di
Indonesia mengenai keharusan adanya pemerikasaan (audit) atas laporan
keuangan perusahaan go public yang diharapkan mampu untuk mengurangi aktivitas manajemen laba serta penerapan good corporate governance untuk dapat membatasi tindakan yang menguntungkan pihak tertentu. Aktivitas
manajemen laba ini diduga akan berpengaruh terhadap return saham suatu perusahaan. Kedua, berbagai penelitian sebelumnya masih menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan
penelitian dengan judul “Peran Good Corporate Governance dan Kualitas
Audit dalam Memoderasi Hubungan Manajemen Laba terhadap Return
Saham” pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
9 Penelitian yang sedang dilakukan saat ini merupakan pengembangan
dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nuryaman
(2013) dan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2011). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Variabel yang digunakan dalam penelitian Sugiyanto (2011) adalah
good corporate governance yang diduga memperngaruhi return saham. Sedangkan, dalam penelitian ini, peneliti memposisikan
good corporate governance sebagai variabel pemoderasi hubungan manajemen laba dengan return saham.
2. Populasi yang digunakan dalam penelitian Sugiyanto (2011) adalah
seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun
2007 dan populasi yang digunakan dalam penelitan Nuryaman
(2013) adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2010. Sedangkan, dalam penelitian ini populasi
yang digunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2012-2014.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah yang hendak diteiliti
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah manajemen laba berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham?
2. Apakah kualitas audit dapat memoderasi hubungan manajemen laba
10 3. Apakah kepemilikan manajerial dapat memoderasi hubungan manajemen
laba terhadap return saham?
4. Apakah kepemilikan institusional dapat memoderasi hubungan manajemen
laba terhadap return saham?
5. Apakah komite audit dapat memoderasi hubungan manajemen laba
terhadap return saham?
6. Apakah komisaris independen dapat memoderasi hubungan manajemen
laba terhadap return saham?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris tentang:
a. Pengaruh negatif signifikan manajemen laba terhadap return saham.
b. Peran kualitas audit dalam memoderasi hubungan manajemen
laba terhadap return saham.
c. Peran kepemilikan manajerial dalam memoderasi hubungan
manajemen laba terhadap return saham.
d. Peran kepemilikan institusional dalam memoderasi hubungan
manajemen laba terhadap return saham.
e. Peran komite audit dalam memoderasi hubungan manajemen laba
11 f. Peran komisaris independen dalam memoderasi hubungan
manajemen laba terhadap return saham.
2. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi Teoritis
1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan referensi pengetahuan dan menambah
wawasan mengenai pasar modal.
2) Masyarakat, sebagai sarana informasi dan menambah
pengetahuan mengenai pasar modal.
3) Peneliti berikutnya, dapat diajadikan sebagai referensi dan
pembanding bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan
penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
4) Penulis, sebagai sarana memperluas wawasan serta
menambah referensi mengenai pasar modal sehingga
diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis di masa yang akan
datang.
b. Kontribusi Praktis
1) Perusahaan, sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan
laporan keuangan dengan harapan perusahaan dapat
menghindari aktivitas manajemen laba.
2) Investor, sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan
keputusan investasi yang telah atau akan ditanam di pasar
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Agency Theory
Teori keagenan atau agency theory merupakan sebuah konsep hubungan antara principle (pemegang saham) dengan agent (manajer perusahaan), yang mengakibatkan asimetris informasi antara kedua belah
pihak. Kodrat (2009) menyatakan bahwa masalah keagenan antara
pemegang saham (pemilik perusahaan) dengan manajer perusahaan terjadi
bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang
saham tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Sebaliknya, manajer
perusahaan bisa saja bertindak tidak untuk memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham, tetapi memaksimumkan kemakmuran mereka sendiri.
Terdapat perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan
manajer perusahaan, dimana masing-masing pihak berusaha mencapai
kemakmuran yang dikehendaki, sehingga muncullah asimetris informasi
antara pemegang saham dengan manajer perusahaan. Sefiana (2009)
menyatakan bahwa asimetris informasi antara pemegang saham dengan
manajer dapat memberikan kesempatan kepada manajer perusahaan untuk
melakukan manajemen laba dalam rangka menyesatkan pemegang saham
mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Tindakan manajemen laba
13 mendapatkan penilaian yang bagus atas kinerjanya. Pemilihan suatu
tindakan yang menguntungkan salah satu dan merugikan pihak lainnya
merupakan inti dari masalah keagenan.
Masalah keagenan ini perlu diselesaikan, Pearce dan Robinson (2008)
menyatakan bahwa pemilik dapat mengambil tindakan-tindakan lain untuk
meminimalkan masalah keagenan, salah satunya adalah dengan
menciptakan tim eksekutif lintas unit-unit perusahaan yang berbeda dapat
membantu memutuskan pengukuran kinerja pada sasaran organisasi
daripada sasaran pribadi. Di Indonesia, yang termasuk tim eksekutif salah
satunya adalah peran auditor eksternal dalam memeriksa kewajaran
laporan keuangan dan kinerja perusahaan. Peran pihak eksternal, akan
membatasi tindakan-tindakan yang menyebabkan masalah keagenan. Hal
lain yang dapat dilakukan untuk meminimalkan masalah keagenan salah
satunya adalah dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Seperti yang dinyatakan oleh Nur’ainy (2011), cara untuk mengatasi masalah kagenan tersebut dilakukan melalui
implementasi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Dengan adanya penerapan GCG diharapkan masalah keagenan antara pemegang saham (princple) dengan manajer perusahaan (agent) dapat berkurang.
Berdasarkan penjabaran di atas, bahwa masalah keagenan akan
menimbulkan tindakan yang cenderung menguntungkan pihak tertentu dan
14 laba merupakan salah satu tindakan yang terjadi akibat adanya masalah
keagenan atau kecendurungan yang akan dilakukan oleh manajer
perusahaan karena terdapat asimetris informasi antara pemegang saham
dengan manajer perusahaan. Peran auditor eksternal dan penerapan good corporate governance diharapkan mampu meminimalkan masalah keagenan, sehingga tidak lagi ada pihak yang melakukan tindakan untuk
kepentingan tertentu.
2. Signaling Theory
Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh
manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan
informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan
akuntansi konservatism yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas
karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan
membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan
menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstated. Dalam praktiknya, manajemen menerapkan kebijakan akuntansi konservatif dengan
menghitung depresiasi yang tinggi yang akan menghasilkan laba rendah
yang relatif permanen yang berarti tidak mempunyai efek sementara pada
penurunan laba yang akan berbalik pada masa yang akan datang.
Understatement laba dan aktiva bersih yang relatif permanen yang ditunjukkan melalui laporan keuangan merupakan suatu sinyal positif dari
manajemen kepada investor bahwa manajemen telah menerapkan
15 diharapkan dapat menerima sinyal ini dan menilai perusahaan dengan
lebih tinggi. (Hendrianto, 2012)
Saat perusahaan memilih untuk merubah status perusahaan dari
persahaan tertutup menjadi terbuka atau dengan kata lain mendaftarkannya
ke Bursa Efek Indonesia terjadilah pemberian sinyal oleh perusahaan
kepada calon investor agar tertarik untuk menginvestasikan dananya di
perusahaan tersebut. Salah satu pemberian sinyal yang dilakukan oleh
perusahaan adalah dengan menerbitkan laporan good corporate governance dalam laporan tahunan mereka. Menurut Herawaty (2008) laporan good corporate governance dianggap mampu memberikan sinyal positif kepada calon investor dan investor lama.
Pemberian sinyal yang dilakukan perusahaan melalui penerbitan
laporan keuangan tidak selamanya dilakukan atau diungkapkan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa
dalam menerbitkan laporan keuangan, manajer perusahaan merekayasa
informasi sedemikian rupa agar laporan keuangan yang disajikannya
mampu menarik minat publik untuk merespon penawarannya secara
positif. Upaya merekayasa informasi ini disebabkan laporan keuangan
merupakan sumber informasi utama bagi investor yang ingin mengetahui
kinerja dan kondisi perusahaan untuk menilai apakah perusahaan
bersangkutan tepat untuk dijadikan tempat berinvestasi. Investor bahkan
cenderung menggunakan laporan keuangan sebagai satu-satunya sumber
16 ditawarkan itu. Investor akan membeli saham-saham itu apabila melihat
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan cenderung positif dan
prospektif. (Sulistyanto, 2008)
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian
sinyal oleh manajer ditujukan untuk memberikan sinyal positif guna
menarik perhatian calon investor baru. Namun, dalam praktiknya sinyal
(informasi) yang diberikan oleh perusahaan merupakan rekayasa yang
dilakukan oleh pihak manajer untuk membuat seolah-olah perusahaan
memiliki kinerja yang sangat baik melalui hal yang tercermin dalam
laporan keuangan.
3. Manajemen Laba
Menurut Sulistyanto (2008) dalam bukunya menjelaskan bahwa,
manajemen laba merupakan upaya manajer untuk mempengaruhi
informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui
stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.
Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak
manajemen yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari
unit yang menjadi tanggungjawabnya yang tidak mempunyai hubungan
dengan kenaikkan atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka
panjang (Yushita, 2010).
Menurut Schipper (1989) dalam Wiryadi dan Nurzi (2013)
17 sengaja dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan
pribadi.
Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer
menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan
untuk memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada
angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Menurut Fisher dan Rosenzweig dalam Sulistyanto (2008), “Earnings
management is a action of a manager which serve to income (decrease) current reported earnings of the unit which the manager is responsible without generating a corresponding increase (decrease) in long-term
economic profitability of the unit” atau yang berarti “Manajemen laba
adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba
periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa
menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan
jangka panjang.
Dengan demikian, manajemen laba dapat diartikan sebagai suatu
tindakan manajemen yang mempengaruhi laba yang dilaporkan dan
18 dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat menggangu bahkan
membahayakan perusahaan.
Ada dua perspektif penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan
mengapa manajemen laba dilakukan oleh seorang manajer (Sulistyanto,
2008) yaitu:
a. Perspektif Informasi. Merupakan pandangan yang menyatakan
bahwa manajemen laba merupakan kebijakan manajerial untuk
mengungkapkan harapan pribadi manajer tentang arus kas
perusahaan dimasa depan.
b. Perspektif oportunitis. Merupakan pandangan yang menyatakan
bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunis manajer
untuk mengelabui investor dan memaksimalkan kesejahteraannya
karena menguasai informasi lebih banyak dibandingkan pihak
lain.
Kedua perspektif ini mempunyai hubungan sebab-akibat yang
mendorong terjadinya manajemen laba. Artinya, manajemen laba
sebenarnya merupakan upaya oportunis seseorang untuk mempengaruhi
informasi yang disajikannya dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang
lain mengenai informasi yang sebenarnya.
Secara umum ada tiga kelompok model empiris manajemen laba yang
diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang digunakan (Sulistyanto,
19 a. Discretionary accruals
Model manajemen laba ini dikembangkan oleh Heavly (1985),
DeAngelo (1986), Jones (1991) serta Dechow, Sloan dan Sweeny
(1995). Dari model discretionary accrual proksi yang sering digunakan adalah cross sectional modified Jones dari Dechow, Sloan dan Sweeny (1995) yaitu sisa regresi total akrual dari
perubahan penjualan dan property, plant, and equipment, dimana pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang yang terjadi
pada periode bersangkutan.
b. Spesifis Accruals
Yaitu pendekatan yang menghitung akrual sebagai proksi
manajemen laba dengan menggunakan item laporan keuangan
tertentu dari industri tertentu pula. Model ini dikembangkan oleh
McNichols.
c. Distribution of earnings
Yaitu dengan menguji apakah frekuensi realisasi laba kuartalan
yang merupakan bagian atas (bawah) laba yang besarnya nol, laba
akhir kuartal dan forecast investor adalah lebih besar (kecil) daripada yang diharapkan. Model ini dikembangkan Degeorge et al
20 Dari ketiga kelompok model empiris manajemen laba yang
diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran, model yang sering digunakan
dalam penelitian adalah model discretionary accruals karena model tersebut dianggap paling sempurna dalam menggambarkan pola
perhitungan manajemen laba yang dilakukan dalam suatu perusahaan.
4. Kualitas Audit
Terjadinya asimetris informasi antara principal dan agent mengharuskan adanya pihak ketiga yang dapat memeriksa laporan
keuangan secara independen sehingga informasi yang terdapat di dalam
laporan keungan dapat dijadikan sebagai acuan para pengambil keputusan
dalam membuat keputusannya. Pihak ketiga yang dimaksud adalah auditor
eksternal (auditor independen).
Sagara dan Jalil (2013) mengatakan bahwa auditor independen sering
disebut juga dengan external auditor atau akuntan publik adalah seorang
atau sekelompok orang yang bernaung dalam sebuah Kantor Akuntan yang
memiliki kompetensi yang secara profesional memberikan jasa audit
kepada pihak pelanggannya baik yang berbentuk perusahaan yang
bertujuan untuk mendapatkan laba, lembaga-lembaga sosial seperti
yayasan, lembaga-lembaga sosial seperti yayasan, lembaga-lembaga
pemerintah ataupun perusahaan perseorangan. Terdapat lima opini yang
dikeluarkan auditor kepada perusahaan yang diaudit (auditee), yaitu:
1. Opini wajar tanpa pengecualian
21 3. Opini wajar dengan pengecualian
4. Opini tidak wajar
5. Tidak memberikan opini (disclaimer).
Auditor independen yang bekerja di sebuah Kantor Akuntan Publik
diharapkan dapat melihat kewajaran dari sebuah laporan keuangan dengan
menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Watkins et al. (2004)
mengidentifikasi beberapa definisi kualitas audit. Di dalam literatur
praktis, kualitas audit adalah seberapa sesuai audit dengan standar
pengauditan. Terdapat beberapa penilaian yang digunakan untuk
mengatakan sebuah laporan audit dikatakan berkualitas lebih tinggi atau
tidak. Hussainey (2009) menyatakan bahwa kantor akuntan besar
menyediakan kualitas laporan keuangan yang lebih tinggi daripada kantor
akuntan kecil. Dunia mengakui bahwa terdapat empat kantor akuntan
terbesar yang biasa disebut Big four, yaitu:
a. Deloitte Touche Tohmatsu
b. PricewaterhouseCoopers
c. Ernest & Young
d. KPMG (Klijnved, Peat, Marwick, Goerdeler)
5. Good Corporate Governance
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), mendefinisikan
GCG sebagai “salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG berkaitan
erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya
22 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
No.PER-01/MBU/2011, menyatakan bahwa “Tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan etika berusaha.”
PMK No.88/PMK.06/2015 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik di bawah Pembinaan dan Pengasawan Menteri Keuangan,
menyatakan bahwa: “Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) adalah suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan perusahaan perseroan berdasarkan prinsip-prinsip
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan
kewajaran, untuk pencapaian penyelenggaraan kegiatan usaha yang
memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan kegiatan usaha, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan praktik-praktik yang berlaku umum.”
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan suatu prinsip yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan dengan berlandaskan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam PMK No.88/PMK.06/2015 pasal (5), tata kelola perusahaan
23 a. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
b. Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi
hak-hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa tata kelola
yang perusahaan dapat diimplementasikan dengan baik apabila memenuhi
lima prinsip good corporate governance, yaitu transaparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa terdapat dua
mekanisme yang dapat diterapkan dalam prinsip GCG, yaitu kepemilikan
24 kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan
prosentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan
Soebiantoro, 2007). Sedangkan kepemilikan institusional adalah
kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga
seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan
institusi lain (Tarjo, 2008).
Penerapan good corporate governance dalam suatu perusahaan dapat dilihat secara langsung keberadaannya, yaitu dengan terdapatnya Dewan
Komisaris yang diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham. PMK
No.88/PMK.06/2015, mendefinisikan dewan komisaris adalah organ
Persero yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi.
Dalam pasal 14 PMK No.88/PMK.06/2015, menjelaskan mengenai
pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris, yaitu:
1. Pemegang Saham melakukan pengangkatan dan pemberhentian
Direksi dan Komisaris sesuai dengan peraturan perundangan dan
anggaran dasar Persero.
2. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris
berpedoman pada Peraturan Menteri yang mengatur mengenai
25 dan Komisaris perusahaan perseroan di bawah pembinaan dan
pengawasan Menteri.
Dalam pasal 22, ayat (1) PMK No.88/PMK.06/2015, menjelaskan
mengenai rapat Dewan Komisaris paling sedikit satu kali dalam satu bulan
atau sewaktu-waktu apabila dipandang perlu oleh Komisaris Utama atas
usul paling sedikit sepertiga dari jumlah anggota Dewan Komisaris atau
atas permintaan tertulis dari Pemegang Saham dengan menyebutkan
hal-hal yang akan dibicarakan.
Penilaian Dewan Komisaris sebagaimana pasal 24 ayat (1) sampai
dengan ayat (3) PMK No.88/PMK.06/2015, sebagai berikut:
1. Indikator Pencapaian Kinerja merupakan ukuran penilaian atas
keberhasilan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pengawasan
clan pemberian nasihat oleh Dewan Komisaris sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-unclangan clan/atau anggaran
dasar.
2. Indikator Pencapaian Kinerja Dewan Komisaris ditetapkan RUPS
setiap tahun berdasarkan usulan clari Dewan Komisarisyang
bersangkutan.
3. Laporan perkembangan realisasi Indikator Pencapaian Kinerja
disampaikan oleh Dewan Komisaris kepada para Pemegang
26 Dalam pasal 28, ayat (1) PMK No.88/PMK.06/2015, menyebutkan
mengenai organ pendukung Dewan Komisaris, salah satunya adalah
komite audit. Bapepam dan LK dalam Kep-643/BL/2012 Peraturan Nomor
IX.I.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite
Audit, menyatakan bahwa “Komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu
melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris.”
Selain mengungkapan mengenai definisi komite audit, Bapepam dan
LK dalam Kep-643/BL/2012 Peraturan No. IX.I.5 tentang Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit mengatur mengenai
struktur dan keanggotaan komite audit, sebagai berikut:
a. Komite Audit paling kurang terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang
berasal dari Komisaris Independen dan Pihak dari luar Emiten atau
Perusahaan Publik.
b. Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen.
Berdasarkan penjabaran Kep-643/BL/2012 Peraturan No. IX.I.5
tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit,
diatur mengenai porsi anggota komite audit dan aturan mengenai bahwa
27
6. Pasar Modal
Samsul (2008) mendefinisikan pasar modal adalah tempat atau sarana
bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan
jangka panjang, umumnya lebih dari 1 (satu) tahun.
Undang-undang RI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dalam
pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa “Pasar Modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek.
Tujuan dan manfaat pasar modal dapat dilihat dari 3 sudut pandang,
yaitu:
a. Sudut pandang negara. Pasar modal dibangun dengan tujuan
menggerakkan perekonomian suatu negara melalui kekuatan
swasta dan mengurangi beban negara. Negara memiliki kekuatan
dan kekuasaan untuk mengatur bidang perekonomian tetapi tidak
harus memilii perusahaan sendiri.
b. Sudut pandang emiten. Pasar modal merupakan sarana untuk
mencari tambahan modal. Perusahaan berkepentingan untuk
mendapatkan dana dengan biaya yang lebih murah dan hal itu
hanya bisa diperoleh di pasar modal.
c. Sudut pandang masyarakat. Pasar modal merupakan sarana yang
baik untuk melakukan investasi dalam jumlah yang tidak terlalu
28 dengan baik, jujur, pertumbuhannya stabil, dan harganya tidak
terlalu bergejolak, maka sarana itu akan mendatangkan
kemakmuran bagi masyarakat. (Samsul, 2008)
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa pasar modal
adalah sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran yang
menjadikan instrumen keuangan sebagai objek yang dipertukarkan, yang
dilakukan dengan tujuan menggerakkan perekonomian (sudut padang
negara), sarana mendapatkan tambahan modal (sudut pandang perusahaan)
serta sarana untuk mendapatkan keuntungan dari investasi yang dilakukan
(sudut pandang masyarakat).
Bentuk instrumen di pasar modal disebut efek, yaitu surat berharga
yang berupa:
a. Saham. Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan di mana
pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder atau stockholder). Bukti bahwa seseorang atau suatu pihak dapat dianggap sebagai pemegang saham adalah apabila mereka sudah
tercatat sebagai pemegang saham dala buku yang disebut Daftar
Pemegang Saham (DPS).
b. Obligasi. Obligasi adalah tanda bukti perusahaan memiliki utang
jangka panjang kepada masyarakat yaitu di atas 3 tahun. Pihak
yang membeli obligasi disebut sebagai pemegang obligasi
29 sebagai pendapatan dari obligasi yang dibayarkan setiap 3 bulan
atau 6 bulan sekali. Pada saat pelunasan obligasi oleh perusahaan,
pemegang obligasi akan menerima kupon dan pokok obligasi.
c. Bukti right. Bukti right adalah hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Hak membeli itu
dimiliki oleh pemegang saham lama.
d. Waran. Waran adalah hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Waran tidak saja dapat diberikan kepada pemegang saham lama, tetapi juga sering
diberikan kepada pemegang obligasi sebagai pemanis pada saat
perusahaan menerbitkan obligasi.
e. Indeks saham dan indeks obligasi. Indeks saham dan indeks
obligasi adalah angka indeks yang diperdagangka untuk tujuan
spekulasi dan lindung nilai (hedging). Perdagangan yang dilakukan tidak memerlukan penyerahan barang secara fisik,
melainkan hanya perhitungan untung rugi dari selisih antara harga
beli dan harga jual. Berbeda dengan saham, obligasi, bukti right, dan waran, indeks saham dan indeks obligasi diperdagangkan
secara berjangka. Mekanisme perdagangan produk derrivative ini dilakukan secara future dan option. (Samsul, 2008)
Dalam UU RI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal pasal 64,
30 Akuntan, Konsultan hukum, Penilai, Notaris dan profesi lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam UU RI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal bab VI,
menjelaskan mengenai lembaga penunjang yang wajib mendapat
persetujuan Bapepam sebelum berpraktik di pasar modal terdiri dari:Biro
administrasi efek, Kustodian dan Wali amanat.
7. Return Saham
Gitman (2009) mendefinisikan returnsegai berikut “Return is the total gain or loss experience on an investment over a given period of time. It commonl measured as the change in value plus any cash distributing during period of time, expressed as a percentage of the beginning period invesment value”.
Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh
keuntungan. Dalam konteks manajemen investasi tingkat keuntungan
disebut sebagai return (Tandelilin, 2010).
Solechan (2010) menyatakan bahwa return saham merupakan income yang diperoleh oleh pemegang saham sebagai hasil dari investasinya di
perusahaan tertentu.
31 datang. Sedangkan return aktual merupakan tingkat return yang telah diperoleh investor pada masa lalu (Tandelilin, 2010).
Sedangkan, saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau
kepemilikan investor individual atau investor institusional atau trader atas
investasi mereka atau sejumlah dan yang diinvestasikan dalam suatu
perusahaan. Karakteristik saham antara lain dapat memperoleh dividen,
meiliki hak suara dalam RUPS, dimungkinkan untuk memiliki Hak
Memesan Efek dengan terlebih Dahulu (HMTED) atau right issue, dan terdapat potensial capital gain atau capital loss. (Azis, 2015)
Darmadji T.d (2001) dalam Azis (2015) ditinjau dari segi kemampuan
dalam hak tagih atau klaim, saham dibedakan atas:
a. Saham biasa (common stock). Saham biasa merupakan saham yang memiliki hak klain berdasarkan laba atau rugi yang
diperoleh perusahaan. bila terjadi likuidasi, pemegang saham
biasa yang mendapatkan prioritas paling akhir dalam pembagian
dividen dari penjualan aset perusahaan. Ciri-ciri dari saham bisa
adalah dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh
laba, memiliki hak suara (one share one vote) dan hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan paling akhir
apabila bangkrut setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
32 mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan
mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan
aset. Saham preferen mempunai sifat gabungan antara gabungan
obligasi dan saham biasa. Adapun ciri-ciri saham preferen yaitu:
memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen, tidak memiliki
hak suara, dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama
dalam pencalonan pengurus, memiliki hak pembayaran sebesar
nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila
perusahaan dilikuidasi.
Selembar saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa
pemilik kertas tersebut adalah pemilik saham dari suatu perusahaan yang
menerbitkan kertas (saham). Selembar saham mempunyai nilai atau harga.
Menurut Widiatmojo (2005) harga saham dapat dibedakan menjadi 3:
1. Harga nominal, harga yang tercantum dalam sertifikat saham
yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham
yang dikeluarkan.
2. Harga perdana, harga ini merupakan pada waktu harga saham
tersebut dicatat di bursa efek. Biasanya ditetapkan oleh penjamin
emisi (underwriter) dan emiten.
3. Harga pasar, harga jual investor yang satu dengan investor yang
33 Sedangkan faktor yang mempengaruhi harga saham dikemukakan oleh
Weston dan Brigham (1993), yaitu:
1. Proyeksi laba per lembar saham
2. Saat diperoleh laba
3. Tingkat risiko dari proyeksi laba
4. Proporsi utang perusahaan terhadap ekuitas
5. Kebijakan pembagian dividen
(Azis, 2015)
B. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu
40
C. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Bersambung pada halaman selanjutnya.
Basis Teori : Agency Theory dan Signaling Theory Aktivitas manajemen laba
dapat mengikis kepercayaan pengguna laporan keuangan atas informasi yang terdapat didalamnya yang berdampak
pada return saham perusahaan.
Terdapat ketidak-konsistenan hasil antara para peneliti
terdahulu.
GAP
Peran Good Corporate Governance dan Kualitas Audit dalam Memoderasi Hubungan Manajemen laba
41
Gambar 2.1 (lanjutan) Kerangka Pemikiran
Manajemen Laba (X1)
Return saham (Y) Kualitas Audit
(Xmod)
Good Corporate Governance (Xmod)
- Kepemilikan Manajerial - Kepemilikan Institusional - Komite Audit
- Komisaris Independen
Metode Analisis: Regresi Moderate
Pembahasan
42
D. Perumusan Hipotesis
1. Pengaruh Manajemen laba dengan Return Saham
Yocelyn dan Chrirtiawan (2012) melakukan penelitian tentang
variabel-variabel yang dapat mempengaruhi return saham. Dalam penelitian tersebut, Ia meneliti tentang analisis pengaruh perubahan arus
kas dan laba akuntamsi terhadap return saham pada perusahaan berkapitalisasi besar. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
pengungkapan laba akuntansi berpengaruh sifnifikan terhadap return saham. Hal ini menandakan bahwa investor mempertimbangkan informasi
laba akuntansi yang diungkapkan dalam laporan keuangan untuk membuat
keputusan.
Bangun dan Safei (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh
manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan Non Big Four. Penelitian tersebut menemukan bahwa. manajemen laba memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap
return saham. Hal ini dapat diartikan jika tingkat aktivitas manajemen laba sebuah perusahaan tinggi, maka return saham yang rendah. Sebaliknya saat tingkat aktvitas manajemen laba sebuah perusahaan rendah, maka
return saham tinggi.
Nuryaman (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen
laba terhadap return saham, dalam penelitan tersebut ditemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara manajemen laba
43 bahwa secara parsial manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham. Ketiga penelitian tersebut tidak selaras dengan Solechan (2010). Ia melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen
laba terhadap return saham, dan penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara manajemen laba dengan return saham.
Penelitan yang dilakukan oleh Bangun dan Safei (2011), Ferdiansyah
dan Purnamasari (2012) dan Nuryaman (2013) menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara manajemen laba
terhadap return saham, sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H1 = Manajemen laba berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.
2. Hubungan Manajemen Laba dengan Kualitas Audit terhadap Return
Saham
Bangun dan Safei (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh
manajemen laba terhadap return saham pada perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan Non Big Four, menemukan bahwa interaksi antara manajemen laba dengan kualitas audit memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap return saham. Hal ini dapat diartikan KAP Big Four mampu mendeteksi adanya praktik manajemen laba lebih baik sehingga
dapat meningkatkan return saham perusahaan.
Nurrohman dan Zulaikha (2013) menemukan bahwa kualitas audit
44 menunjukkan bahwa ukuran KAP sebagai proksi dari kualitas audit dapat
memoderasi secara positif dan signifikan hubungan manajemen laba
dengan return saham,
Penelitian yang dilakukan oleh Bangun dan Safei (2011), Nurrohman
dan Zulaikha (2013) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
kualitas audit dengan return saham, dan penelitian yang dilakukan oleh Nuryaman (2013) bahwa kualitas audit mampu memoderasi pengaruh
manajemen laba terhadap return saham, sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H2 = Kualitas audit dapat memoderasi hubungan manajemen laba
terhadap return saham.
3. Hubungan Manajemen Laba dengan Kepemilikan Manajerial
terhadap Return Saham
Sugiyanto (2011) melakukan penelitian tentang peningkatan return saham melalui penerapan good corporate governance dan menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara
kepemilikan manajerial dengan return saham. Hal ini dapat diartikan bahwa adanya kepemilikan manajerial tidaklah signifikan terhadap return saham suatu perusahaan. Penelitian tersebut sejalan dengan Pertiwi dan
Pratama (2012) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial bukanlah
variabel yang memoderasi hubungan kinerja keuangan dengan nilai
45
Namun, Sa’enz, et all. (2014) menemukan bahwa kepemilikan
manajerial mampu mengurangi praktik/aktivitas manajemen laba.
Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan praktik manajemen laba
ini dianggap berpengaruh terhadap return saham suatu perusahaan, sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H3 = Kepemilikan manajerial dapat memoderasi hubungan
manajemen laba terhadap return saham.
4. Hubungan Manajemen Laba dengan Kepemilikan Institusional
terhadap Return Saham
Herawaty (2008) melakukan penelitian tentang peran GCG sebagai
moderating variable dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan dan menemukan bahwa kepemilikan institusional (sebagai salah satu proksi
good corporate governance) merupakan variabel pemoderasi hubungan manajemen laba dengan nilai perusahaan.
Ferdiansyah dan Purnamasari (2012) melakukan penelitian pengaruh
manajemen laba terhadap return saham dengan kecerdesan investor yang diproksikan dengan kepemilikan institusional sebagai variabel moderasi.
Hasil dari penelitian tesebut adalah kepemilikan institusional mampu
memoderasi hubungan manajemen laba dengan return saham.
Ajiwanto dan Herawati (2013) melakukan penelitian pengaruh GCG
46 diartikan, bahwa saat kepemilikan institusional suatu perusahaan tinggi
maka return saham perusahaan tersebut juga akan meningkat.
Namun penelitian di atas tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nur’ainy (2009) dan Sugiyanto (2011) yang menemukan
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional
dengan return saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008), Ferdiansyah dan
Purnamasari (2012) serta Ajiwanto dan Herawati (2013) menunjukkan
terdapat pengaruh antara kepemilikan institusional terhadap hubungan
manajemen laba dengan return saham, sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H4 = Kepemilikan institusional dapat memoderasi hubungan
manajemen laba terhadap return saham.
5. Hubungan Manajemen Laba dengan Komite Audit terhadap Return
Saham
Herawaty (2008) melakukan penelitian tentang peran corporate governance sebagai variabel moderasi dari pengaruh earnings management terhadap nilai perusahaan, menemukan bahwa komite audit (sebagai salah satu proksi corporate governance) berhasil memoderasi hubungan earnings management terhadap nilai perusahaan.
Namun penelitian tersebut tidak sejalan dengan Melzatia (2004) yang
47 audit (sebagai salah satu proksi GCG) dengan return saham. Hasil ini didukung oleh penelitian Ajiwanto dan Herawati (2013), yang juga
menemukan bahwa komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap
return saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Vinola Herawaty (2008) bahwa komite
audit (sebagai salah satu proksi corporate governance) berhasil meoderasi/mampu memperlemah hubungan earnings management terhadap nilai perusahaan, sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H5 = Komite audit dapat memoderasi hubungan manajemen laba
terhadap return saham.
6. Hubungan Manajemen Laba dengan Komisaris Independen terhadap
Return Saham
Herawaty (2008) melakukan penelitian tentang peran corporate governance sebagai variabel moderasi dari pengaruh earnings management terhadap nilai perusahaan, menemukan bahwa komisaris independen (sebagai salah satu proksi corporate governance) berhasil memoderasi/mampu memperlemah hubungan earnings management terhadap nilai perusahaan, dengan kata lain komisaris independen mampu
mengurangi pengaruh manajemen laba terhadap return saham.
Namun penelitian di atas tidak sejalan dengan Ajiwanto dan Herawati
(2013), yang menemukan bahwa komisaris independen tidak berpengaruh
48 hubungan yang signifikan antara good corporate governance dengan return saham. Kedua penelitian tersebut menjelaskan bahwa keberadaan komisaris independen tidak memiliki pengaruh terhadap return saham suatu perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Vinola Herawaty (2008) bahwa
komisaris independen (sebagai salah satu proksi corporate governance) berhasil memoderasi/mampu memperlemah hubungan earnings management terhadap nilai perusahaan, sehingga dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H6 = Komisaris independen dapat memoderasi hubungan manajemen