• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kolaborasi Konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kolaborasi Konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KOLABORASI KONSERVASI

DI KAWASAN WISATA CIWIDEY,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

ELY TRIANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kolaborasi Konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ELY TRIANA. Kolaborasi Konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dibimbing oleh HADI S ALIKODRA, TUTUT SUNARMINTO dan ADJAT SUDRADJAT.

Pembangunan berkelanjutan adalah apa yang secara tradisional diistilahkan sebagai konservasi (Thiele 2013, Gunn 1994). Kedua istilah tersebut meliputi tiga pilar keberlanjutan yaitu ekologi, ekonomi dan sosial yang harus berjalan secara seimbang. Untuk menjaga keseimbangan ketiga aspek tersebut dibutuhkan kolaborasi antar pihak yang memiliki kepentingan. Keberhasilan pembangunan berkelanjutan sangat ditentukan oleh konservasi sumberdaya alam, sehingga konservasi menjadi satu-satunya jalan agar tercapai pembangunan berkelanjutan (Alikodra 2013). Kolaborasi konservasi dapat menjadi alat atau cara untuk mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan sebagai contoh adalah di Kawasan Wisata Ciwidey.

Penelitian bertujuan untuk menyusun strategi peningkatan kapasitas kolaborasi konservasi di KWC berdasarkan analisis aspek konservasi, pariwisata berkelanjutan dan kolaborasi pada tiga lokasi penelitian yaitu Wana Wisata Kawah Putih, TWA Cimanggu dan TWA Telaga Patengan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2013 - Pebruari 2014 di ketiga lokasi tersebut dengan teknik pengisian kuesioner pola tertutup (close ended). Responden untuk pengunjung dan masyarakat

dipilih dengan teknik accidental/convenience (Prasetyo dan Jannah 2005) sementara

responden untuk pengelola dan mitra (stakeholders) ditentukan dengan purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan pemetaan skor (skor mapping) dan analisis gap. Kemudian untuk merumuskan strategi peningkatan kapasitas kolaborasi

konservasi dilakukan dengan analisis SWOT yang dikembangkan Kearns (1992). Hasil analisis aspek-aspek kolaborasi konservasi di tiga lokasi penelitian menunjukkan aspek konservasi pada kriteria perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari rata-rata agak baik meskipun ada beberapa elemen yang masih dinilai agak buruk oleh sebagian kecil stakeholders. Untuk aspek pariwisata

berkelanjutan pada kriteria dampak ekologi dan ekonomi dinilai rata-rata agak baik, sementara untuk dampak sosial dinilai rata-rata biasa saja dengan elemen kekayaan budaya dan kontrol sosisal yang masih dinilai agak buruk oleh sebagian kecil

stakeholders. Untuk aspek kolaborasi pada kriteria sumberdaya organisasi, tujuan dan

cara mencapai tujuan dinilai rata-rata agak baik pada setiap elemen. Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kondisi kolaborasi konservasi di ketiga lokasi tergolong agak baik meskipun dengan beberapa catatan untuk meningkatkan kapasitas beberapa elemen yang masih dinilai agak buruk.

Strategi peningkatan kapasitas kolaborasi konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey dibedakan pada tiga level. Pada level sistem adalah membuat kebijakan yang mengatur pembentukan sebuah kelembagaan, misalnya dalam bentuk forum konservasi dan ekowisata yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan dan membentuk sistem transportasi wisata dan fasilitas umum tang terintegrasi; pada level organisasi adalah memasukan aspek konservasi dan pariwisata berkelanjutan ke dalam perencanaan dan program yang dijalankan organisasi sesuai dengan wewenang dan tugas pokoknya; dan pada level individu adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang konservasi dan pariwisata berkelanjutan bagi setiap individu yang terlibat dalam kegiatan wisata melalui penyuluhan dan pelatihan terkait.

(5)

SUMMARY

ELY TRIANA. Collaboration of Conservation in Ciwidey Tourism Area, Bandung Regency, West Java. Supervised by HADI S ALIKODRA, TUTUT SUNARMINTO and ADJAT SUDRADJAT.

Sustainable development is what has traditionally been termed as conservation (Thiele 2013, Gunn 1994). Both terms embrace three pillars of sustainability: ecology, econony and social, and must be conducted in balance. It needs a collaboration between stakeholders to keep those pillars in balance. The success of sustainable development is determined by natural resource conservation, so that conservation is the only way to achieve sustainable development (Alikodra 2013). So, collaboration of conservation can be a tool or a way to develop sustainable tourism, as an example is in Ciwidey tourism area.

The research aimed to formulate the strategy of capacity improvement of collabration of conservation in Ciwidey tourism area based on analysis of conservation, sustainable tourism and collaboration aspects in three sites: Wana Wisata Kawah Putih, TWA Cimanggu and TWA Telaga Patengan. Data collection was conducted in December 2013 until February 2014 using close ended questionnaire. Respondents for visitor and local community were chosen by accidental/convenience technique, while respondents for stakeholders were determined by purposive sampling technique. The data were analysed by score mapping and gap analysis, and then used SWOT analysis by Kearns (1992) to formulate the strategy of capacity improvement of collaboration of conservation.

The result from analysis of collaboraion of conservation aspects in three location showed that the aspects of conservation (protection, preservation and sustainable utilization) were passable/good enough on the average even though there are some elements were perceived rather bad by a few stakeholders. The aspects of sustainable tourism (ecology and economy) were passable on the average while social elements were were perceived rather bad by a few stakeholders. The aspects of collaboration (organization resources, the objectives and the procedure to achieve goals) were passable on the average at each element. Overall, the condition of collaboration of conservation in three location were good enough eventhough with some notes to improve the capacity of some elements.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

KOLABORASI KONSERVASI

DI KAWASAN WISATA CIWIDEY,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Kolaborasi Konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Ely Triana NIM : E352120101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hadi S Alikodra, MS Ketua

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi

Anggota Dr Ir Adjat Sudradjat, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 hingga Pebruari 2015 ini berjudul Kolaborasi Konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey, Kabupaten Bandung. Hasil penelitian ini telah diajukan dan diterima serta akan diterbitkan dalam jurnal ilmiah bidang konservasi sumberdaya alam dan lingkungan Media Konservasi Vol.19, No.3 bulan Desember 2015, ISSN 0215-1667.

Terima kasih dan penghargaan saya kepada Prof Dr Ir Hadi S Alikodra, MS, Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi dan Dr Ir Adjat Sudradjat, MS selaku komisi pembimbing atas bantuan, dorongan dan bimbingannya selama penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan di Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat-Seksi Wilayah III (TWA Cimanggu dan TWA Telaga Patengan) dan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-KBM JLPL (Kawah Putih dan Cimanggu Hotspring) yang telah membantu selama pengumpulan data.

Studi ini tidak akan mungkin terlaksana tanpa pendanaan yang saya terima. Saya ucapkan terima kasih kepada Kementerian Kehutanan c.q. Pusdiklat Kehutanan yang telah memberikan beasiswa untuk studi ini. Terima kasih saya untuk rekan seperjuangan pada prodi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan, khususnya angakatan 2012, dan semua pihak atas dukungan semangat dan doanya.

Teruntuk suami, anak-anak, orang tua dan seluruh keluarga saya, terima kasih yang tak terkira atas cinta, kasih sayang, doa dan pengertiannya. Studi ini tidak akan berhasil tanpa pengorbanan orang-orang terkasih.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(11)

DAFTAR ISI

3 KONDISI UMUM DAN POTENSI WILAYAH STUDI

(12)

DAFTAR TABEL

1 Data Primer yang diambil dalam penelitian 6

2 Hubungan stakeholders dengan kegiatan kolaborasi 24 3 Kekuatan-kekuatan bagi Wana Wisata Kawah Putih, TWA Cimanggu

dan TWA Telaga Patengan 46

4 Kelemahan-kelemahan bagi Wana Wisata Kawah Putih, TWA

Cimanggu dan TWA Telaga Patengan 46

5 Peluang-peluang bagi Wana Wisata Kawah Putih, TWA Cimanggu

dan TWA Telaga Patengan 47

6 Ancaman-ancaman bagi Wana Wisata Kawah Putih, TWA Cimanggu

dan TWA Telaga Patengan 47

7 Hasil Analisis SWOT untuk peningkatan kapasitas kolaborasi

konservasi di Kawasan Wisata Ciwidey 48

DAFTAR GAMBAR

1 Alur Pikir Penelitian 4

2 Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Wisata Ciwidey 5 3 Matriks interaksi faktor-faktor internal dan eksternal dan klasifikasi

isu-isu strategis 8

4 Kawah dengan air berwarna hijau keputih-putihan sebagai obyek wisata

utama di Wana Wisata Kawah Putih 10

5 Kolam rendam air panas, salah satu fasilitas wisata di TWA Cimanggu 12

6 Atraksi wisata berperahu di telaga Patengan 14

7 Struktur Organisasi Pengelola Kawah Putih 17

8 Struktur organisasi BBKSDA Jawa Barat 18

9 Struktur Organisasi LMDH Wisata 19

10 Struktur Organisasi PTPN VIII 20

11 Struktur Organisasi Manajemen Terpadu Situ Patenggang 23 12 Salah satu kegiatan kemitraan usaha di Kawah Putih berupa Angkutan

wisata ‘ontang-anting’ 26

13 Peta Kawasan TWA Telaga Patengan 29

(13)

27 Penilaian stakeholders terhadap elemen sumberdaya informasi

organisasi 43

28 Penilaian stakeholders terhadap elemen tujuan kolaborasi organisasi 44 29 Penilaian stakeholders terhadap elemen cara/langkah mencapai tujuan 44

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konservasi menurut World Conservation Strategy (IUCN, UNEP, WWF 1980) adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat menghasilkan manfaat sebesar-besarnya secara berkelanjutan bagi generasi saat ini seraya memelihara potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang. Dalam strategi konservasi dunia, konservasi memiliki tiga tujuan utama yaitu 1) memelihara proses-proses ekologi penting dan sistem penyangga kehidupan; 2) mengawetkan keanekaragaman genetik; dan 3) memastikan pemanfaatan lestari spesies dan ekosistem. Sementara itu di Indonesia, UU Nomor 5 tahun 1990 menyatakan bahwa konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Prinsip yang terkandung dalam konservasi adalah perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Perlindungan dan pengawetan merupakan aspek ekologi, sementara pemanfaatan secara lestari mencakup aspek ekonomi dan sosial.

Konservasi ditujukan untuk kepentingan manusia melalui penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Upaya pemanfaatan sumberdaya alam atau keanekaragaman hayati yang dianggap mampu menjamin kelestarian, serta mampu pula meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya bahkan sebagai sumber devisa negara adalah melalui bioprospecting dan ecotourism. Pengembangan ekowisata menjadi salah satu jalan yang paling tepat dalam rangka implementasi pembangunan berkelanjutan secara efektif (Alikodra 2013). Ekowisata tidak terjadi bila aspek-aspek konservasi dan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan tidak dijalankan. Sebagai timbal balik, pariwisata harus mampu mendukung konservasi seperti yang dikemukakan Buckley (2012) bahwa salah satu prioritas khusus saat ini adalah kemampuan pariwisata untuk mengangkat perubahan skala luas dalam penggunaan lahan dengan membangkitkan dukungan finansial dan politik untuk konservasi.

(16)

2

kehidupan mereka, mengenali dan menghormati budaya yang berbeda dan menghindari setiap bentuk eksploitasi. Pilar keberlanjutan ekonomi – artinya membangkitkan kesejahteraan pada tingkat masyarakat yang berbeda dan melakukan efektifitas biaya pada semua aktivitas ekonomi. Yang paling penting adalah kelangsungan perusahaan dan kegiatan-kegiatan untuk dipelihara dalam jangka panjang.

Konservasi adalah proses yang harus diterapkan secara lintas sektoral dan keberhasilannya merupakan keberhasilan kolektif. Tidak mudah menjaga keseimbangan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dengan melibatkan banyak pihak. Namun, keberhasilan setiap inisiatif pembangunan berkelanjutan bergantung pada kesediaan partisipasi dari semua sektor masyarakat (UNEP 2002) sehingga keterlibatan stakeholders menjadi sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan. The Brundtland Report (UN-WCED 1987) mengidentifikasi bahwa kebutuhan untuk kemitraan antara stakeholders adalah sebagai kunci untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan. Keterlibatan dan konsultasi masyarakat lokal dan bentuk-bentuk lain partisipasi publik dalam perencanaan, pembuatan keputusan dan pengelolaan adalah alat yang berharga dalam mengintegrasikan tujuan-tujuan ekonomi, sosial dan ekologi (IUCN-UNEP-WWF 1980).

Salah satu kendala dalam keterlibatan para pihak adalah beberapa pihak yang seringkali hanya mengejar kepentingan pribadi telah menjadi penyebab utama degradasi lingkungan. Untuk mengubah perilaku stakeholders yang hanya berorientasi mengejar kepentingan pribadi menjadi kerjasama dan membangun kemitraan dapat dilakukan dengan pendekatan patisipatif (Hemmati 2002). Hal tersebut dapat dilakukan dengan pola-pola kolaborasi. Kolaborasi sebagai konsep kerjasama dan sebagai resolusi konflik antar stakeholders (Gray 2004) dapat menampung berbagai aspirasi atau keinginan berbagai pihak untuk ikut berbagi peran, manfaat dan tanggungjawab (Putro et al. 2012). Selain itu, proses kolaboratif dapat menciptakan hubungan antara pengetahuan ilmiah dan aplikasi praktek bagi manajemen sumberdaya alam yang berkelanjutan (Isely E et al. 2014). Dengan demikian, kolaborasi konservasi harus menjadi cara untuk mengembangkan ekowisata dengan melibatkan stakeholders sesuai dengan kepentingan dan peran masing-masing. Kesadaran berkolaborasi di bidang konservasi menjadi kebijakan yang tepat untuk diimplementasikan oleh semua pihak (Alikodra 2013).

(17)

3 konservasi dan pilar-pilar pariwisata berkelanjutan. Berdasarkan situasi tersebut maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian kolaborasi konservasi di KWC.

Perumusan Masalah

Konservasi adalah hal yang kompleks karena meliputi tiga aspek ekologi, ekonomi dan sosial yang harus berjalan seimbang dan melibatkan lintas sektoral. Menurut Alikodra (2013) agar kebijakan konservasi dapat diterapkan secara berkelanjutan maka harus mendapat dukungan dan partisipasi stakeholders di luar pemerintah, seperti dunia usaha, LSM, ataupun anggota/kelompok masyarakat terkait. Proses kolaborasi perlu dukungan pemerintah sehingga terbangun kreativitas yang positif bagi terlaksananya konservasi sumberdaya alam.

Kolaborasi yang terjadi pada kawasan wisata seringkali hanya terbatas pada pemasaran obyek wisata di antara para pengusaha wisata. Kolaborasi konservasi dapat menjadi cara dalam pengembangan wisata terutama di kawasan konservasi dan lindung agar terwujud pariwisata berkelanjutan yang menjamin kelangsungan lingkungan fisik sumberdaya dan usaha wisata yang juga berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Untuk mewujudkan kolaborasi konservasi dalam pengelolaan kawasan wisata dibutuhkan pemahaman dan penerapan aspek konservasi dan pariwisata berkelanjutan oleh stakeholders dalam melakukan kolaborasi pengelolaan.

Menurut Isely et al. (2014) sistem sosisal, ekologi dan ekonomi tidak bisa ditangkap menggunakan perspektif tunggal namun paling baik dipahami melalui lensa multi-perspektif. Keseimbangan ketiga aspek tersebut dengan melibatkan multi-perspektif hanya bisa dijalankan melalui kolaborasi. Kolaborasi dapat berjalan sukses diantaranya bila berhasil membangun “common ground” (pandangan yang sama); menciptakan kesempatan baru untuk berinteraksi; melibatkan stakeholder ke dalam proses interaksi, bukan hanya pada produk akhir; interaksi yang intensif dan berkualitas dalam proses pembuatan keputusan akan menghasilkan keputusan yang efektif dan kepuasaan seluruh stakeholder. Hal ini harus didukung oleh proses fasilitasi yang efektif dan pengelolaan pertemuan yang baik serta didukung oleh struktur organisasi yang efisien. Agar proses ini bertahan harus ada pula upaya pelembagaan kegiatan bersama dan memelihara agar kegiatan ini menjadi kebutuhan dan kepentingan bersama (Suporahardjo 2005:10-17).

Kolaborasi merupakan hal yang tidak mudah dan kompleks. Sebelum memulai suatu kolaborasi hendaknya masing-masing pihak dapat mengidentifikasi tiga hal penting yaitu tujuan, kemampuan/kompetensi, dan bagaimana untuk mencapai tujuan. Atau memakai istilah Sunarminto (komunikasi pribadi tanggal 29 Oktober 2013) siapa maunya apa, siapa punya apa, siapa berbuat apa dalam berkolaborasi untuk mencapai tujuannya. Identifikasi sumberdaya atau kompetensi organisasi serta visi dan misi stakeholders menjadi penting untuk melihat pola kolaborasi yang dilakukan.

(18)

4

Kolaborasi konservasi untuk mencapai pariwasata berkelanjutan

Kawasan Wisata Ciwidey

Analisis Kolaborasi Konservasi (pemetaan skor, analisis gap, analisis SWOT)

Strategi Peningkatan Kapasitas Kolaborasi Konservasi di KWC (UNDP 2009):

•Level lingkungan yang mendukung/sistem (aturan, hukum, dan norma sosial)

•Level organisasi (struktur, kebijakan dan prosedur) •Level individual (kemampuan, pengalaman, dan

pengetahuan)

Pilar pariwisata berkelanjutan (UNEP-WTO 2005):

•Ekologi •Sosial •Ekonomi

Aspek Kolaborasi: •Sumberdaya

organisasi (Griffin 2013)

•Tujuan kolaborasi •Cara mencapai

tujuan Azas Konservasi (UU

No.5/1990; IUCN-UNEP-WWF 1980): •Perlindungan •Pengawetan •Pemanfaatan lestari

multi-fungsi atau multi-divisi dan menuntut pertimbangan faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi perusahaan/organisasi (David 2011). Sedangkan kapasitas didefinisikan sebagai kemampuan individu dan organisasi atau unit organisasi untuk melakukan fungsi-fungsi secara efektif, efisien dan berkelanjutan. (UNDP 1998). Lebih lanjut UNDP (2009) mengidentifikasi tiga titik dimana kapasitas tumbuh dan terpelihara: dalam lingkungan yang mendukung, dalam organisasi dan didalam individu-individu. Ketiga level ini saling mempengaruhi, kekuatan setiap level bergantung pada dan menentukan kekuatan yang lain. Mempertimbangkan hal tersebut maka dalam rangka peningkatan kapasitas kolaborasi konservasi di KWC perlu dilakukan pada ketiga level kapasitas yaitu (1) lingkungan yang mendukung meliputi aturan, hukum, kebijakan, hubungan kekuasaan dan norma-norma sosial yang mengatur ikatan masyarakat umum; (2) level organisasi meliputi struktur internal, kebijakan dan prosedur yang menentukan efektivitas suatu organisasi; dan (3) level individu meliputi kemampuan, pengalaman dan pengetahuan yang membuat setiap orang melakukan tugasnya (secara formal melalui pendidikan dan pelatihan, secara informal dengan melakukan dan mengamati).

(19)

5

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menyusun strategi peningkatan kapasitas kolaborasi konservasi di KWC berdasarkan analisis aspek konservasi, pariwisata berkelanjutan dan kolaborasi pada tiga lokasi penelitian yaitu Wana Wisata Kawah Putih, Taman Wisata Alam Cimanggu dan Taman Wisata Alam Telaga Patengan.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan manfaat bagi: 1. Stakeholders dalam pengelolaan wisata di KWC.

Ilmu pengetahuan mengenai kolaborasi dalam bidang konservasi.

2

METODE

Lokasi dan Waktu

Pengambilan data penelitian dilakukan di beberapa obyek wisata yang termasuk dalam Kawasan Wisata Ciwidey, Kabupaten Bandung, yaitu: Wana Wisata Kawah Putih, Taman Wisata Alam Cimanggu dan Taman Wisata Alam Situ Patenggang. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan status kawasan objek-objek wisata tersebut yang merupakan hutan lindung (Wana Wisata Kawah Putih) dan hutan konservasi (Taman Wisata Alam Cimanggu dan Taman Wisata Alam Telaga Patengan). Selain itu pada lokasi yang dipilih sudah dilakukan kolaborasi dengan pola yang berbeda. Pengambilan data dilakukan sejak bulan Desember 2013 hingga Pebruari 2014.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Wisata Ciwidey

(20)

6

Metode Pengambilan Data

Data primer yang dikumpulkan merupakan data nilai persepsi yang diberikan oleh responden stakehoders yang terlibat dalam kolaborasi terhadap:

1. Aspek konservasi meliputi elemen-elemen: perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.

2. Aspek pariwisata berkelanjutan meliputi elemen-elemen: ekologi, ekonomi dan sosial.

3. Aspek kolaborasi dilihat dari elemen-elemen: sumberdaya organisasi, tujuan organisasi, dan cara/langkah mencapai tujuan.

Tabel 1. Data Primer yang diambil dalam penelitian

No. Variabel Elemen Sumber Data Pengumpulan Data 1 Prinsip

Konservasi a.b. Perlindungan pengawetan c. pemanfaatan

kolaborasi a. Sumberdaya Organisasi: manusia,

(21)

7 penentuan responden untuk stakeholders dilakukan dengan purposive sampling. Teknik ini disebut juga judgemental atau expert sampling yang digunakan jika beberapa anggota populasi dianggap lebih sesuai misalnya berpengetahuan atau berpengalaman (Altinay dan Paraskevas 2008). Selain pengisisan kuesioner, dilakukan pula wawancara dengan beberapa informan kunci yang mempunyai peranan penting dalam kolaborasi yang terbentuk.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil kuesioner dikuantifikasi menjadi data ordinal yang mengukur tingkatan dari nilai yang sangat positif hingga sangat negatif. Skala yang digunakan adalah Skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono 2011). Menurut Avenzora (2008), meskipun pada dasarnya Skala Likert bergerak dari 1 sampai 5, namun sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia maka sebaiknya skala tersebut digubah menjadi 1 sampai dengan 7. Nilai skor 1 diberikan untuk pernyataan “sangat tidak setuju”, nilai 2 untuk pernyataan “tidak setuju”, nilai 4 3 untuk pernyataan “agak tidak setuju”, nilai 4 untuk pernyataan “ragu-ragu”, nilai 5 untuk pernyataan “agak setuju”, nilai 6 untuk pernyataan “setuju” dan nilai 7 untuk pernyataan “sangat setuju”. Pola pemaknaan dari setiap nilai tersebut dapat digubah sesuai kebutuhan (Avenzora 2008).

Untuk mendapatkan nilai persepsi dari skor 1 sampai dengan 7, maka pada setiap kriteria untuk menilai suatu persepsi ditetapkan 7 indikator dengan setiap indikator bermakna dengan nilai skor 1 sehingga bila setiap indikator terpenuhi maka diperoleh nilai maksimal (nilai skor 7) untuk kriteria bersangkutan pada setiap elemen tertentu. Nilai rata-rata untuk setiap aspek dan elemen yang dinilai merupakan nilai persepsi responden terhadap aspek dan elemen tersebut yang menunjukkan nilai responden terhadap kondisi saat ini. Proses pemetaan skor (score mapping) tersebut kemudian dibandingkan dengan kondisi ideal (skor 7) melalui analisis gap (gap analysis). Besar atau kecilnya gap dapat menggambarkan faktor-faktor yang menjadi kelebihan dan kekurangan kolaborasi yang terjadi.

Hasil semua analisis tersebut disintesis dengan data pendukung dan hasil wawancara untuk menghasilkan gambaran mengenai kondisi kolaborasi konservasi yang terjadi di Kawasan Wisata Ciwidey. Untuk mengatasi gap yang ada agar tercapai kondisi ideal perlu disusun alternatif strategi peningkatan kapasitas kolaborasi konservasi di setiap lokasi penelitian. Alternatif strategi dapat dihasilkan dengan melakukan analisis SWOT. Menurut Start dan Hovland (2004), analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan dan ancaman ekternal. Instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Rangkuti (2013) menyatakan bahwa analisis SWOT sebagai alat formulasi strategi adalah identifikasi faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.

(22)

8

SWOT pertama-tama dilakukan berkenaan dengan lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) sebelum melanjutkan analisis lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan). Logikanya adalah organisasi harus merespon lingkungan eksternalnya, bukan sebaliknya. Tahap selanjutnya, adalah memetakan interaksi dengan menggunakan matriks sederhana dua-kali-dua seperti pada gambar 3. Matriks tersebut digunakan untuk identifikasi empat kelas isu-isu strategis yang dihadapi banyak organisasi yaitu: (1) keuntungan komparatif, (2) mobilisasi, (3) investasi/divestasi, dan (4) mengendalikan kerugian.

Faktor-faktor Eksternal

Faktor-faktor Internal Peluang-peluang Ancaman-ancaman Kekuatan-kekuatan Keuntungan komparatif Mobilisasi

Kelemahan-kelemahan Investasi/divestasi Mengendalikan kerugian Sumber: Kearns (1992)

Gambar 3 Matriks interaksi faktor-faktor internal dan eksternal dan klasifikasi isu-isu strategis

Kearns (1992) menjelaskan bahwa keuntungan komparatif merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat; mobilisasi merupakan interaksi antara ancamandan kekuatan. Di sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang; Investasi/divestasi merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang diambil adalah (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi); dan kontrol kerusakan merupakan kondisi yang paling lemahdari semua sel karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah mengendalikan kerugian sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.

3

KONDISI UMUM DAN POTENSI WILAYAH STUDI

(23)

9 pribadi. Objek-objek wisata di kawasan ini terhubung oleh satu jalur jalan raya propinsi sehingga dapat dikunjungi sekaligus dalam satu kesempatan kunjungan. Rute perjalanan yang dapat ditempuh untuk mencapai Kawasan Wisata Ciwidey adalah dari Bandung 47 Km atau 65 menit, dari Jakarta via Toll Jagorawi– Puncak–Bandung–KWC 222 Km atau 5 jam, atau dari Jakarta via Tol Cikampek–Purbaleunyi–Bandung–KWC 195 Km atau 4 jam.

Berdasarkan Perda Kabupaten Bandung tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 2007-2027, salah satu kawasan yang memiliki fungsi kegiatan khusus pariwisata adalah kawasan Ciwidey yang meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Rancabali, Kecamatan Ciwidey, dan Kecamatan Pasirjambu. Beberapa objek wisata alam yang berada di Kawasan Ciwidey diantaranya, Situ Patengan, Pranatirta Rancabali, Situ Lembang, Curug Cisabuk, Taman Wisata Alam Cimanggu, Air Panas Walini, Punceling, Ranca Upas, Wana Wisata Gunung Tangsi, Taman Sari Alam, Kawah Putih, Gunung Padang, Gambung, dan Kawah Cibuni. Sementara untuk kegiatan penelitian ini mengambil lokasi di Kawah Putih, TWA Cimanggu, dan Situ Patenggang dengan pertimbangan status lahan tempat-tempat tersebut sebagai Hutan Lindung dan Kawasan Konservasi.

Wana Wisata Kawah Putih Letak dan luas

Dari arah Ciwidey, lokasi penelitian pertama adalah Wana Wisata Kawah Putih (WWKP) terletak di kawasan Gunung Patuha (2.334 m) yang secara geografis berada pada koordinat 107º 24’ 48” BT - 107º 26’ 24” BT dan 07º 07’ 12” LS - 07º 10’ 48” LS. Secara administrasi pemerintahan termasuk dalam wilayah Desa Alam Endah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sedangkan secara administrasi pengelolaan, kawasan tersebut berada dalam wilayah pengelolaan Kesatuan Bisnis Jasa Lingkungan dan Produk Lain Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Kawasan Wana Wisata Kawah Putih secara keseluruhan memiliki luas wilayah sebesar 25 Ha dengan batas-batas: Desa Lebakmuncang dan G. Tikukur di sebelah Utara, TWA Cimanggu dan Desa Patengan di sebelah Barat, Desa Alam Endah di sebelah Timur, dan Desa Pasir Batulawang dan Kecamatan Pasir Jambu di sebelah Selatan.

Topografi dan iklim

Pada umumnya kondisi topografi kawasan Wana Wisata Kawah Putih adalah kombinasi daratan landai berbukit dan curam dengan ketinggian 1500 – 2434 mdpl. Kondisi iklim wilayah ini berhawa sejuk dan memiliki tekanan udara rendah, kelembaban udara 90%, temperatur udara berkisar antara 8° - 22°C dengan curah hujan tahunan mencapai 3743 – 4043 mm/tahun.

Potensi Flora dan Fauna

(24)

10

(Swietenia ovate), Harendong (Melastomum sp), Takokak (Solanum torvum), cangkuang (Pandanus sp) dan tanaman Cantigi (Vaccinium varingifolium). Hutan tanaman pada umumnya ditanami dengan jenis Pinus (Pinus merkusii) dan Kayu Putih (Eucalyptus sp). Jenis-jenis satwa yang dilindungi undang-undang yang hidup di hutan wisata Kawah Putih diantaranya adalah Surili (Presbytis comata), Macan Tutul (Phantera pardus) dan Jelarang (Ratufa bicolor).

Berbagai jenis burung yang terdapat di kawasan ini antara lain Ayam hutan (Gallus gallus), Sepah gunung (Pericrocotus miniatus) dan Puyuh gonggong (Arborophila javanica), Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Elang ruyuk (Spilornis cheela), Cerecet (Psaltria exilis), Alap-alap (Falco pregenus), Kipasan merah (Rhipidura phoenicurai), burung madu gunung (Aethopyga mystacalis), burung madu kuning (Nectarina jugularis), puyuh gonggong (Arborophila javanica), burung kuda (Garullax rufifrons) dan opior-opior (Lophozosterops javanicus).

Potensi Wisata

Wana Wisata Kawah Putih mempunyai obyek wisata utama berupa kawah yang di tengahnya terdapat danau berwarna putih kehijau-hijauan dengan dinding batu kapur putih dan hutan Cantigi di sekelilingnya. Adapun fasilitas yang terdapat di sekitar gerbang utama antara lain: bangunan kantor pengelola, lahan parkir, kios dan warung, bangunan loket angkutan, mushola, shelter ontang-anting, kendaraan ontang-ontang-anting, loket masuk kawasan, toilet, dan gerbang masuk. Sedangkan fasilitas di sekitar lokasi kawah antara lain lahan parkir, mushola, tempat sampah, toilet, shelter pengunjung, tugu sejarah Kawah Putih/landmark, shelter ontang-anting, pusat informasi dan sirkulasi pejalan kaki menuju kawah.

Sumber: dokumentasi pribadi (2014)

(25)

11

Taman Wisata Alam Cimanggu Letak dan luas

Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Cimanggu berbatasan langsung dengan kawasan Kawah Putih yang secara geografis terletak antara 7 14’ 24” LS dan 107 28’ 14” BT. Menurut Administrasi Pemerintahan, kawasan TWA Cimanggu terletak di Desa Patengan, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Sedangkan secara administrasi pengelolaan kehutanan termasuk dalam Resort Wilayah Konservasi Patengan – Cimanggu, Seksi Konservasi Wilayah 3, Bidang KSDA Wilayah II, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Menurut Rencana Pengelolaan TWA Cimanggu tahun 2005-2025 (BKSDA Jabar 1 2005), TWA Cimanggu awalnya merupakan kawasan hutan lindung yang terdiri dari hutan alam dan hutan tanaman berdasarkan GB No. 27 tanggal 7 Juli 1927. Kemudian ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 369/Kpts/Um/6/1978 tanggal 9 Juni 1978 seluas 154 Ha dan yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata adalah seluas 70,25 ha serta daerah yang boleh dimanfaatkan sebagai area terbangun adalah seluas 15 ha. Saat ini pada blok pemanfaatan terdapat tiga Ijin Pengusahaan Usaha Sarana Wisata Alam yaitu Perum Perhutani seluas 30 Ha, CV. Bina Wana Lestari seluas 5,5 Ha, dan CV. Amanah Sembilan Belas seluas 21,32 Ha. Batas-batas kawasan Taman Wisata Alam Cimanggu adalah Hutan Produksi Perum Perhutani di sebelah Utara, Perkebunan Walini di sebelah Selatan, Wana Wisata Kawah Putih dan Hutan Lindung di sebelah Timur, dan Hutan Lindung Gunung Patuha di sebelah Barat.

Topografi dan iklim

Kawasan TWA Cimanggu merupakan daerah berbukit yang memiliki topografi bergelombang sampai curam dengan sudut kemiringan 5 – 30 %. Kawasan ini berada pada ketinggian antara 1.600 m – 2.200 mdpl, dengan puncak terdekat adalah Gunung Patuha setinggi 2.434 mdpl. Menurut sistem iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan ini bertipe iklim B (basah), antara 18,3 – 22,3 %. Curah hujan tahunan antara 3.745 – 4.046 mm. Jumlah Bulan Kering max 3 – 4 bulan, dan Bulan Basah max 12 bulan. Curah hujan rata-rata antara 2.500 – 3.000 mm/th, kondisi kelembaban udara rata-rata sebesar 90 %.

Potensi Flora dan Fauna

(26)

12

(Phalaenopsis spp.), dan Kumpai (Lycopodium carimatum). Berbagai jenis fauna yang terdapat di TWA Cimanggu antara lain : Lutung (Trachyphitecus auratus), Surili (Presbytis commata), Babi hutan (Sus vitatus) dan Landak (Hystrix brachyura). Jenis Aves diantaranya : Ayam hutan (Gallus gallus), Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Burung Kipas (Rhipidura javanica) Elang ruyuk (Spizaetus sp) serta burung Sesap Madu (Anthreptes malacensis), Anis, dan ciblek (BKSDA 2005).

Potensi Wisata

Potensi wisata yang terdapat di kawasan Taman Wisata Alam Cimanggu terutama berupa keindahan alam dan sumber air panas yang cukup melimpah, selain itu juga terdapat sumur tujuh dan petilasan (sanghiang buruan) serta hutan tropis pegunungan. Fasilitas wisata yang disediakan oleh pihak BBKSDA untuk kepentingan publik adalah gerbang masuk areal publik, areal parkir, mushola, toilet, jogging track, dan beberapa shelter. Sedangkan fasilitas yang dikelola para pengusaha wisata yaitu Perum Perhutani diantaranya gapura/loket karcis, pondok penginapan, toilet, pusat informasi, tempat parkir, shelter, bak penampungan air, kolam renang dan rendam, dan warung.

Sumber: dokumentasi pribadi (2014)

Gambar 5 Kolam rendam air panas, salah satu fasilitas wisata di TWA Cimanggu

Taman Wisata Alam Telaga Patengan

Letak dan luas

(27)

13 tepi-tepinya seluas 65 Ha diubah statusnya menjadi Taman Wisata Alam Telaga Patengan. Berdasarkan pengukuran dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat Tahun 2002 diketahui bahwa luas Kawasan TWA. Telaga Patengan seluas ± 60.79 Ha (perairan seluas ± 49.50 Ha dan sisanya berupa daratan seluas ± 11.29 Ha. Secara administratif kawasan ini terletak di wilayah Desa Patengan, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Secara geografis, kawasan terletak antara 7°10’0” - 7°15’0” Lintang Selatan dan 107°21’2” Bujur Timur. Adapun batas-batas kawasan adalah Perkebunan PTPN VIII Rancabali di sebelah Utara, Barat dan Selatan dan CA. Patengan di sebelah Selatan dan Timur.

Topografi dan iklim

Kawasan TWA Situ Patengan memiliki topografi lapangan dari landai, bergelombang sedang dan berbukit dengan sudut kemiringan bervariasi antara 5 – 30% dan ketinggian tempat 1600 m dpl. Iklim menurut Schmidt dan Ferguson termasuk kedalam tipe B dengan curah hujan rata-rata pertahun adalah 3.556 mm. Temperatur rata-rata pada siang hari sebesar 23°C dan 17°C pada malam hari.

Potensi Flora dan Fauna

Kawasan TWA Telaga Patengan termasuk ke dalam tipe vegetasi hutan hujan pegunungan. Jenis tumbuhan terdiri dari: Kihiur (Castanopsis javanica), Puspa, Pasang, Baros (Garcinia balica), Kieamba (Eugenia cuprue), Huru, Hamirung (Verronia arborea), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Saninten (Castanopsis argantea) dan Beunying (Ficus fistulosa). Dari golongan liana dan epiphyt diantaranya: Rotan (Callamus sp.), Amismata (Ficus querifolia), Kasungka (Gnetum neglatum), Benalu (Diplazium asculeuntum), Anggrek bulan (Phalaenopsis ambilis), dan lain-lain. Satwa liar yang ada dalam kawasan TWA Telaga Patengan adalah: Surili, Macan Tutul, Kucing Hutan, Trenggiling, Kancil, Babi Hutan, Bajing, Ayam Hutan, Burung Tulung Tumpuk, Burung Kipas dan beberapa jenis ikan yang hidup di Telaga Patengan. Hasil analisa biota perairan dalam kawasan TWA. Telaga Patengan diperoleh komposisi phytoplankton yaitu terdiri dari spesies Chlorophyceae (Mougeotia sp., Netrium sp., Gonatozygon sp., Ulothrix sp.) satu spesies masing-masing dari Cyanopyceae (Choococcus sp.) dan Bacillariophyceae (Syneda sp.) dan Dynophyceae (Gymnodinium sp.). Jenis biota pada perairan TWA Telaga Patengan tidak dijumpai jenis endemik/dilindungi. Jenis biota yang ada (ikan) telah dimanfaatkan oleh penduduk dengan memancing (BBKSDA 2008).

Potensi Wisata

(28)

14

Sumber: dokumentasi pribadi (2014)

Gambar 6 Atraksi wisata berperahu di telaga Patengan

Kondisi Masyarakat Sekitar

Secara keseluruhan Kawasan Wisata Ciwidey meliputi tiga wilayah kecamatan, namun wilayah yang meliputi lokasi penelitian adalah wilayah Kecamatan Rancabali terutama Desa Alam Endah dan Desa Patengan merupakan wilayah yang berbatasan langsung dan memiliki interaksi yang relatif tinggi dengan kegiatan wisata di lokasi penelitian. Berdasarkan data profil desa tahun 2013, keadaan penduduk di Desa Alam Endah berjumlah 22.673 jiwa (11.427 laki-laki dan 11.246 perempuan) dengan jumlah 7.068 kepala keluarga. Sementara itu penduduk Desa Patengan berjumlah 5.230 jiwa (2.666 laki-laki dan 2.564 perempuan) dengan 1.494 kepala keluarga.

(29)

15

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kolaborasi di Kawasan Wisata Ciwidey

Kolaborasi yang terjadi di ketiga lokasi penelitian memiliki keunikan masing-masing yang dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya status lahan tempat objek wisata berada dan stakeholders yang terlibat. Kolaborasi melibatkan hubungan antara stakeholders ketika stakeholders tersebut berinteraksi satu sama lain dalam kaitannya dengan isu umum atau ranah masalah (Bramwell dan Lare 2000). Untuk melihat gambaran kondisi kolaborasi di KWC dapat dilihat dari siapa saja stakeholder yang terlibat dan pola atau model kolaborasi yang dilakukan.

Identifikasi Stakeholders

Banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan wisata yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Identifikasi stakeholder penting dilakukan untuk mengetahui wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak serta hubungan mereka dalam kolaborasi yang akan dapat menentukan tercapainya tujuan yang diharapkan. Stakeholder adalah mereka yang memiliki kepentingan dalam suatu keputusan tertentu, baik sebagai individu-individu atau perwakilan dari suatu kelompok, termasuk orang-orang yang mempengaruhi suatu keputusan atau dapat mempengaruhinya, juga mereka yang terpengaruh oleh keputusan (Hemati 2002).

Ada beberapa stakeholder yang terlibat dalam kolaborasi di ketiga lokasi penelitian yang berasal sektor pemerintah, bisnis dan komunitas masyarakat lokal. Seperti yang disebutkan Gunn (1994) bahwa ada 3 sektor yang sangat penting dan saling bergantung dalam pembuatan keputusan pengembangan dan manajemen pariwisata yaitu sektor bisnis, nonprofit dan pemerintah. Keberhasilan satu sektor secara setara bergantung pada kesuksesan sektor lainnya sehingga setiap sektor harus saling memahami. Saling ketergantungan dari para stakeholder merupakan salah satu elemen dalam membangun kolaborasi (O’leary et al. 2009). Adapun stakeholders yang teridentifikasi di ketiga lokasi penelitian adalah:

1. KBM-JLPL Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Tugas Pokok dan Fungsi

Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten berperan sebagai pemangku kawasan hutan lindung Gunung Patuha yang terdapat objek Wana Wisata Kawah Putih. Melalui divisi khusus yang mengelola pemanfaatan jasa lingkungan yaitu Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan Produk Lain (KBM-JLPL) berperan juga sebagai pengelola kegiatan wisata dengan tujuan memberikan keuntungan bagi perusahaan.

(30)

16

meningkatkan nilai jual obyek wisata dan jasa lingkungan serta mengembangkan dan memasarkan dalam rangka meraih keuntungan perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari.

Penyelenggaraan semua kegiatan dan bidang usaha KBM-JLPL didasarkan pada upaya mewujudkan tercapainya misi KBM sebagai institusi usaha yang mengelola wisata, jasa lingkungan dan produk lain guna menghasilkan nilai tambah tinggi dengan tetap memperhatikan prinsip dan tata kelola usaha yang baik (good corporate governance) dan prinsip kelestarian lingkungan.

Secara spesifik maksud dan tujuan KBM-JLPL adalah:

1. Untuk mengoptimalisasikan wisata alam, jasa lingkungan yang lestari. 2. Sebagai salah satu kontributor pendapatan bagi perusahaan dengan

melibatkan pemberdayaan masyarakat.

Adapun kegiatan dan bidang usaha KBM-JLPL saat ini adalah : 1. Pembangunan dan Pengembangan Wana Wisata dan Produk Lain 2. Pengembangan dan Penguatan Manajemen Pengelolaan ekowisata

3. Peningkatan profesionalisme SDM pengelolaan Wisata, Jasa Lingkungan dan produk lain

4. Pembangunan Infrastruktur

5. Pengembangan Networking Institusi 6. Perluasan dan Pemanfaatan Pangsa Pasar

7. Peningkatan dan Penggalian Sumber Penghasilan Wisata Visi dan Misi

Visi yang diusung KBM-JLPL Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah “Menjadikan obyek wisata Perhutani sebagai destinasi unggulan yang berstandar internasional”. Untuk mewujudkan visi tersebut, misi yang dicanangkan adalah:

(1) Meningkatkan mutu produk dan mutu pelayanan melalui pembangunan Sistem Manajemen Perhutani (SMPHT) sebagai acuan pelaksanaan.

(2) Menerapkan konsep ‘Customer Relationship Management’ (CRM) termasuk Indeks Kepuasan Pelanggan (CSI) sebagai arahan mutu Pelayanan Prima.

(3) Mengelola sumberdaya manusia sebagai aset perusahaan dengan prioritas pada pengembangan kompetensi sesuai kebutuhan dan arah bisnis yang dikelola (konsep Integrated Competency Bsed Human Resource Management-ICBHRM).

(4) Menjadikan teknologi informasi (TI) sebagai pendukung untuk tercapainya pengembangan bisnis mandiri.

Struktur Organisasi

(31)

17 beberapa bagian staf. Para pegawai ada yang berstatus pegawai tetap, pegawai harian tetap dan pegawai outsourcing yang dipekerjakan dengan sistem kontrak. Struktur organisasi di Wana Wisata Kawah Putih disajikan dalam gambar 7.

Sumber: KBM-JLPL Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

Gambar 7 Struktur Organisasi Pengelola Kawah Putih 2. Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat

Tugas Pokok dan Fungsi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat (selanjutnya disingkat BBKSDA) adalah Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam di Provinsi Jawa Barat dan Banten dan merupakan organisasi pelaksana tugas teknis di Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, tugas pokok BBKSDA adalah menyelenggarakan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6187/Kpts-II/ 2002 tanggal 10 Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam, dua aspek tugas pokok BBKSDA Jawa Barat adalah :

Duty Manager

Supervisor Operasional

Program

Supervisor

Maintenance Site Bawah Supervisor Supervisor Site Atas Supervisor Pemasaran Tata Usaha Supervisor Supervisor Keamanan

Fasilitator

Maintenance Pemasaran Staf Tata Usaha Staf Keamanan Staf

(32)

18

 Melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi, yaitu kawasan hutan Cagar

Alam (CA), dan kawasan hutan Taman Wisata Alam (TWA),

 Melaksanakan upaya konservasi tumbuhan dan satwa liar, baik di dalam

habitatnya (konservasi in-situ) maupun di luar habitatnya (konservasi ex-situ)

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, BBKSDA Jawa Barat mempunyai fungsi :

 Menyusun Program Pengembangan Kawasan, Pemangkuan Kawasan Suaka

Alam (Cagar Alam Batukahu), Taman Wisata Alam (TWA. Danau Buyan-Danau Tamblingan, TWA. Penelokan dan TWA. Sangeh).

 Melaksanakan konservasi perlindungan dan pemanfaatan kawasan serta

jenis tumbuhan dan satwa.

 Pengamanan kawasan dan jenis sumber daya alam hayati diluar kawasan.  Pembinaan cinta alam dan penyuluhan konservasi sumber daya alam.  Menyelenggarakan Administrasi Perkantoran/Ketata Usahaan Kantor

Visi dan Misi

Sebagai penjabaran dari visi Kementerian Kehutanan dan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, BBKSDA Jawa Barat sebagai pemangku kawasan konservasi di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten menetapkan visi “Kelembagaan BBKSDA yang kuat untuk menjamin kelestarian dan kemanfaatan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di Jawa Barat dan Banten”. Untuk mencapai visi tersebut, BBKSDA Jawa Barat menetapkan misi sebagai berikut:

1.Meningkatkan pengamanan, perlindungan dan pengelolaan kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati;

2.Mengoptimalkan kemanfaatan kawasan konservasi untuk kepentingan pendidikan, penelitian, wisata alam dan jasa lingkungan;

3.Menguatkan kelembagaan dan tata kepemerintahan yang baik Struktur Organisasi

Pelaksana kegiatan pada BBKSDA Jawa Barat didukung 3 (tiga) bidang wilayah kerja, yaitu Bidang KSDA Wilayah I di Bogor, Bidang KSDA Wilayah II di Soreang, dan Bidang KSDA Wilayah III di Ciamis serta Bidang Teknis KSDA dan Bagian Tata Usaha seperti disajikan pada gambar 8.

Sumber: diunduh dari http://bbksda-jabar.com/m-kelembagaan/

(33)

19 3. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wisata

Tugas Pokok dan Fungsi

LMDH merupakan lembaga resmi yang akan bekerjasama dengan Perum Perhutani di tingkat desa yang mengikat seluruh Kelompok Tani Hutan (KTH) yang ada di desa tersebut. LMDH ini memiliki AD/ART dan berbadan hukum, serta yang lebih penting dapat mempresentasikan masyarakat desa hutan. Anggota-anggota LMDH adalah para penggarap yang tergabung dalam KTH-KTH dan anggota masyarakat lain yang peduli terhadap keberadaan dan kelestarian hutan. Masyarakat yang tergabung dalam LMDH menjadi mitra sejajar yang mampu bekerjasama membangun, melindung, dan memanfaatkan sumberdaya hutan. Perum Perhutani bersama-sama dengan stakeholder lainnya (multipihak) aktif memfasilitasi masyarakat untuk menumbuhkembangkan budaya dan tradisi pengelolaan sumberdaya hutan di lahan-lahan desa sekitar hutan.

Khusus untuk kegiatan pengelolaan wisata di kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, masyarakat yang terlibat bergabung dalam LMDH Wisata yang mewadahi kelompok mitra usaha dan mitra kerja yang ada di Kawah Putih dan objek-objek wisata lain yang terdapat di cluster wisata Ciwidey yang dikelola KBM-JLPL Jawa Barat dan Banten, yaitu Ranca Upas dan TWA Cimanggu. Pembentukan LMDH wisata dilakukan berdasarkan rapat seluruh anggota mitra usaha dan kerja yang ada di Kawah Putih, TWA Cimanggu, dan Rancaupas dengan disaksikan oleh Forum Komunikasi Kecamatan Rancabali (Unsur dari Kecamatan, Polsek Ciwidey dan Koramil Ciwidey). Tujuan pembentukannya sendiri adalah dengan harapan dapat berperan aktif dalam membantu, mengawasi, serta menjalin kerjasama dengan kelompok-kelompok usaha yang beraktifitas di ketiga objek wisata tersebut diatas.

Struktur Organisasi

Kelembagaan LMDH Wisata dibentuk oleh masyarakat mitra yang melakukan kegiatan usaha di kawasan wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani dijalankan dengan struktur organisasi seperti pada gambar 9.

Gambar 9 Struktur Organisasi LMDH Wisata Ketua

LMDH Wisata

Wakil Ketua

Sekretaris Bendahara Koordinator bidang Usaha

Kawah

(34)

20

4. PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dan Agrowisata Tugas Pokok dan Fungsi

PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), disingkat PTPN VIII, dibentuk berdasarkan PP No. 13 Tahun 1996, tanggal 14 Pebruari 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Wilayah Jawa Barat dari eks PTP XI, PTP XII dan PTP XIII. Perusahaan ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk menyelenggarakan usaha di bidang agro bisnis dan agro industri, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan untuk menghasilkan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.

PTPN VIII mengusahakan komoditi teh, karet, kina, kakao, sawit dan gutta percha dengan areal konsesi seluas 118.510,12 hektar. Sebagai perusahaan yang dituntut untuk menghasilkan profit, PTPN VIII tidak hanya mengandalkan berbagai komoditi sebagai core business-nya. Di luar itu, manajemen perusahaan berupaya mengembangkan potensi agrowisata yang ada di setiap unit kebun. Apalagi hampir keseluruhan wilayahnya berada di tanah pegunungan Jawa Barat yang memiliki keindahan eksotik sebagai tempat wisata. Ada beberapa tempat wisata di PT Perkebunan Nusantara VIII yang sudah cukup dikenal, baik oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Di wilayah Rancabali, PTPN VIII berperan sebagai pemangku kawasan hak guna usaha (HGU) berupa perkebunan teh yang meliputi sarana dan prasarana penunjang wisata di sekitar TWA Telaga Patengan. Sementara untuk pengelolaan wisata, pihak PTPN VIII mempunyai manajemen khusus yang ditangani oleh pihak Agrowisata.

Struktur Organisasi

Secara umum, PTPN VIII menjalankan kegiatannya berdasarkan tata organisasi seperti disajikan pada gambar 10.

Sumber: diunduh dari http://www.pn8.co.id/pn8/index.php

(35)

21 Visi dan Misi

PTPN VIII mempunyai visi “Menjadi Perusahaan Agribisnis terkemuka dan terpercaya, mengutamakan kepuasan pelanggan dan kepedulian lingkungan dengan didukung oleh SDM yang professional”. Untuk itu misi yang dijalankan adalah:

 Menghasilkan produk bermutu dan ramah lingkungan yang dibutuhkan

oleh pasar dan mempunyai nilai tambah tinggi;

 Mengelola perusahaan dengan menerapkan Good Governance dan Strong

Leadership, memosisikan sumber daya manusia sebagai mitra utama, serta mengedepankan kesejahteraan karyawan melalui kesehatan perusahaan;

 Mengoptimalkan seluruh sumber daya untuk dapat meraih peluang-peluang

pengembangan bisnis, secara mandiri maupun bersama-sama mitra strategis;

 Mengedepankan Corporate Sosial Responsibility (CSR) seiring dengan

kemajuan perusahaan. 5. BUMDes Patengan

Tugas Pokok dan Fungsi

Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDes, adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat (Permendagri nomor 39 tahun 2010). BUMDes dikelola oleh Pemerintah Desa, dan berbadan hukum. Pemerintah Desa dapat mendirikan BUMDes sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Tujuan pembentukan BUMDes adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya desa. Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari Pemerintah Desa, tabungan masyarakat, bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, pinjaman, atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman, yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) telah memperoleh pengakuan oleh pemerintah, secara yuridis diatur dalam:

 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213.

 Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa Pasal 78, 79, 80, dan 81.

 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Permendagri ini mengatur secara spesifik tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan BUMDes, pembinaan dan pengawasan BUMDes (pasal 5).

Struktur Organisasi

(36)

22

Pelaksana operasional atau direksi yang terdiri atas direktur atau manajer dan kepala unit usaha.

Pemerintah Desa Patengan melalui BUMDes ingin berperan aktif secara langsung dalam pengelolaan wisata sehubungan dengan pembentukan desa mandiri wisata oleh pemerintah daerah sehingga diharapkan dapat menjadi desa yang mampu membiayai rumah tangganya sendiri. Seperti dinyatakan Ramadana et al. (2013) bahwa kontribusi BUMDes ialah sebagai salah satu pembangunan desa mandiri yang dapat berjalan dengan percaya diri bahwa desa memang sudah berhasil mengatur rumah tangganya sendiri dan menciptakan desa yang mandiri yang tidak hanya bergantung kepada anggaran dana desa yang telah diberikan oleh pemerintah kabupaten.

Bentuk usaha yang akan dijalankan BUMDes Patengan dalam kegiatan wisata di Situ Patenggang berupa jasa perahu wisata yang selama ini dipegang perorangan oleh warga dan jasa pemandu wisata bekerja sama dengan Kelompok Penggerak Pariwisata (KOMPEPAR) binaan Dinas Pariwisata. Selain itu ke depan akan dikembangkan usaha pembuatan dan pemasaran souvenir kerajinan masyarakat setempat.

6. Manajemen Terpadu Situ Patenggang Tugas Pokok dan Fungsi

Manajemen Terpadu Situ Patenggang dibentuk berdasarkan kesepakatan dari pihak BBKSDA Jawa Barat, PTPN VIII/Agrowisata dan BUMDes Patengan berupa sebuah lembaga independen untuk mewadahi semua kepentingan stakeholders dengan tugas dan fungsi sebagai pengelola kegiatan wisata di Situ Patenggang. Pembentukan manajemen terpadu akibat dari keprihatinan soal penataan kawasan yang tak terawat. Banyak pengunjung masuk tanpa adanya tiket sehingga mereka tidak membayar sehingga menimbulkan kerugian bagi pengelola wisata.

Tugas Manajemen Terpadu sebagai pengelola kegiatan wisata di Situ Patenggang meliputi administrasi dan keuangan, ticketing, pengelolaan fasilitas wisata, keamanan lingkungan dan SAR, serta pemasaran. Selain itu, Manajemen terpadu bekerja sama dengan pihak Kelompok Penggerak Pariwisata (KOMPEPAR) binaan Dinas Pariwisata untuk meningkatkan pelayanan dan kepuasaan pengunjung melalui pembinaan para pelaku usaha dan pemandu wisata.

Struktur Organisasi

(37)

23

Gambar 11 Struktur Organisasi Manajemen Terpadu Situ Patenggang Hubungan antar Stakeholders

Setelah para stakeholder teridentifikasi kemudian perlu dipetakan hubungan setiap stakeholder dengan kegiatan yang dikolaborasikan agar jelas peran dan wewenangnya. Selain itu menurut Roslinda (2012) dalam membangun kolaborasi perlu memperhatikan hubungan-hubungan antar pemangku kepentingan/ stakeholder yang meliputi:

1. Hubungan yang saling menguntungkan dan dibuat untuk mencapai tujuan bersama

2. Hubungan meliputi komitmen, tanggung jawab, memiliki otoritas dan akuntabilitas, dan berbagi sumberdaya dan manfaat

3. Hubungan berupa komitmen organisasi dari para pemimpin masing-masing pemangku kepentingan

Peran stakeholders di tiga lokasi penelitian berbeda-beda sesuai dengan status, fungsi dan kepentingannya telah dapat mencakup semua aspek yang membangun suatu kolaborasi konservasi. Pihak BBKSDA Jawa Barat berperan pada aspek ekologi dan sosial; pihak Perum Perhutani Unit III walaupun orientasi perusahaan pada ekonomi namun mempunyai tanggung jawab ekologi dan sosial; pihak LMDH Wisata berperan dalam aspek ekonomi dan sosial, pihak PTPN VIII, BUMDes Patengan dan Manajemen Terpadu memiliki orientasi peran yang sama yaitu pada bidang ekonomi dan sosial. Beberapa pihak memiliki peran yang tumpang tindih dengan pihak lainnya, namun jika sudah dipahami oleh masing-masing tentunya dapat mendukung satu sama lain. Sejalan dengan Sunarminto (2010) yang menyatakan bahwa pembangunan dan pengembangan ekowisata seharusnya dilakukan dengan mengarahkan setiap elemen stakeholders untuk menjalankan peranannya secara fokus sesuai dengan fungsi dan kinerja yang sudah melekat. Pemerintah melalui BBKSDA Jawa Barat dan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten serta Pemerintah Daerah sebagai penentu kebijakan harus mampu mengakomodir kepentingan semua pihak dengan adil. Dalam mencapai pariwisata yang berkelanjutan, pemerintah harus mengenali posisi dan motivasi stakeholders dan bekerja dengan mereka untuk mencapai tujuan bersama (UNEP-WTO 2005).

Manajer

Humas Kepala

Keuangan Administrasi Koordinator

Lapangan Keamanan

(38)

24

Tabel 2 Hubungan stakeholders dengan kegiatan kolaborasi.

Lokasi Stakeholders Status Kegiatan Peran

Wana Wisata Kawah Putih

1.Perum Perhutani

Unit III Jabar Pemangku kawasan dan

1.BBKSDA Jabar Pemangku

kawasan kawasan TWA Pengelolaan Sosial Ekologi, 2.Perum Perhutani

Unit III Jabar Pelaku bisnis wisata

1.BBKSDA Jabar Pemangku

kawasan Pengelolaan TWA Sosial Ekologi, 2.PTPN VIII/

gazebo, warung Sosial Ekonomi, 3.BUMDES

Patengan Pelaku bisnis wisata

Jasa kebersihan,

perahu Sosial Ekonomi, 4.Manajemen

Kemitraan Usaha Wisata di Wana Wisata Kawah Putih

Kolaborasi yang terjadi di Wana Wisata Kawah Putih (selanjutnya disebut WWKP) melibatkan pihak Perum Perhutani Unit III Jawa Barat c.q. KBM-JLPL dengan LMDH Wisata merupakan kemitraan yang dilakukan sebagai upaya mewujudkan tujuan KBM-JLPL sebagai salah satu kontributor pendapatan bagi perusahaan dengan melibatkan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan kemitraan dibutuhkan dalam menjaga suatu kawasan lindung/konservasi dengan melibatkan pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan (Roslinda et al. 2012). Pola hubungan kemitraan masih dapat dikelompokkan sebagai salah satu tipe kolaborasi (Suporahardjo 2005).

(39)

25 mandiri. Namun secara mendasar arti kata kolaborasi berbeda dengan partnership. Kolaborasi merujuk pada tindakan atau proses kerjasama, yang menjadi alat untuk melibatkan individu-individu atau kelompok atau organisasi untuk menemukan solusi terbaik bagi suatu hal atau masalah. Contohnya Gray (1989) dalam Gray and Wood (1991) mendefinisikan kolaborasi sebagai sebuah proses dimana para pihak yang melihat aspek-aspek berbeda dari suatu masalah dapat menggali secara konstruktif perbedaan-perbedaan mereka dan mencari solusi yang melampaui visi mereka sendiri yang terbatas dari apa yang mungkin. Kemudian definisi kolaborasi dalam P.19 tahun 2004 yaitu proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan kemanfaatan. Sedangkan Partnership merujuk pada keadaan sebuah hubungan kerjasama, yang dibentuk melalui sebuah komitmen yang dinyatakan antara dua atau lebih pihak yang bergabung bersama untuk mencapai tujuan bersama. Contohnya definisi kemitraan oleh Mardikanto (2009) yaitu kerjasama yang sinergis antar dua atau lebih pihak untuk melaksanakan sesuatu kegiatan. Dalam hubungan ini, kerjasama tersebut merupakan pertukaran sosial yang saling memberi, bersifat timbal balik dan saling menerima.

Untuk pengelolaan wisata, kemitraan yang terjadi adalah kemitraan usaha dan kerja yang diwakili oleh KBM-JLPL Jawa Barat dari pihak Perum Perhutani dan LMDH Wisata dari pihak masyarakat. Selain itu, terjadi juga kemitraan dalam pengelolaan hutan antara KPH Bandung Selatan dan LMDH dalam bentuk pengamanan kawasan hutan melalui PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) dengan penanaman tanaman kopi diantara tegakan pohon. Untuk mewujudkan tujuan sebagai salah satu kontributor pendapatan bagi perusahaan dengan melibatkan pemberdayaan masyarakat, KBM-JLPL melakukan kemitraan usaha wisata dengan masyarakat sekitar obyek wisata Wana Wisata Kawah Putih yaitu dalam bidang angkutan wisata (Ontang-anting), penyediaan makanan dan souvenir, jasa foto keliling, jasa penyewaan payung dan penjualan masker. Selain itu juga membangun mitra kerja dalam bidang pengelolaan parkir dan toilet/MCK. Untuk mengkoordinir para kelompok mitra usaha dan mitra kerja tersebut dibentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wisata pada tahun 2010.

Kemitraan wisata antara LMDH Wisata (diwakili Ketua) dan KBM-JLPL Jawa Barat dan Banten (diwakili oleh General Manager) diikat dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan jangka waktu selama 1 (satu) tahun. Isi perjanjian diantaranya memuat hal-hal:

- Peran LMDH Wisata yaitu aktif untuk ikut menyelesaikan segala

permasalahan intern antar kelompok usaha maupun permasalahan antara kelompok usaha dengan pihak lainnya termasuk dengan pihak KBM-JLPL secara musyawarah dan kekeluargaan.

- KBM-JLPL memiliki kewenangan yang diberikan oleh perusahaan dalam

pengelolaan potensi wisata termasuk seluruh bangunan serta asset yang ada di ketiga objek wisata diatas.

- Maksud dilaksanakannya kerjasama adalah: terjaganya kelestarian hutan,

(40)

26

- Tujuan diadakannya kerjasama adalah agar terciptanya suatu kerjasama yang

positif dan sinergis dimana masing-masing pihak dapat memperoleh manfaaat, baik bersifat finansial maupun non-finansial.

- Ruang lingkup kerjasama yang meliputi: penentuan kelompok usaha apa saja

yang beraktifitas di masing-masing lokasi objek wisata, kesepakatan kelompok usaha jasa (warung makan, pedagang stroberi dan aksesoris, perparkiran, kebersihan toilet, dan foto keliling) untuk memberikan kontribusi berupa uang sharing dengan besaran, tata cara dan jadwal yang akan dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesanggupan Kerjasama dari masing-masing pengelola jasa, dan khusus untuk kelompok usaha jasa angkutan wisata Ontang-anting disepakati bahwa uang kontribusi akan dibayarkan oleh pihak KBM-JLPL kepada masing-masing pengelola jasa melalui Ketua LMDH Wisata dengan besaran, tata cara dan jadwal yang juga akan dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesanggupan Kerjasama.

- Hak dan kewajiban masing-masing pihak.

- Monitoring dan analisis yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan atau pada waktu

tertentu bilamana diperlukan.

Saat ini jumlah mitra usaha dan mitra kerja di Kawah Putih yang sudah bergabung dengan LMDH Wisata ada 68 unit warung makanan dan aksesoris, 57 pedagang stroberi, 87 unit mobil Ontang-anting, 15 foto keliling, dan 25 orang pengelola parkir dan toilet. Masih ada kelompok usaha penjual masker dan penyewaan payung yang masih belum diikat dalam perjanjian kerjasama. Sebagian besar mitra tersebut berasal dari desa sekitar yaitu Desa Alam Endah dengan mata pencaharian utama mereka adalah petani atau buruh tani.

Sumber: dokumentasi pribadi (2014)

(41)

27 Kolaborasi di Kawah Putih dengan bentuk kemitraan dilihat dari sudut pandang teori kolaborasi masih belum sesuai, karena posisi tawar salah satu pihak (Perum Perhutani) dirasakan lebih tinggi oleh pihak lain. Merujuk pengertian kemitraan menurut Soebiato (2010) yaitu “kerjasama yang non antagonistis yaitu kerjasama yang mempunyai kesetaraan, bargaining position yang sama, sederajat, simetris, tidak ada yang merasa lebih tinggi antara satu sama lain...” maka kemitraan yang terjadi masih belum sesuai dengan pengertian tersebut. Ketidaksetaraan posisi tawar ini terjadi karena kemitraan yang dilakukan didasarkan atas tujuan pemberdayaan masyarakat dari pihak Perum Perhutani dan masyarakat sekitar pun berada pada posisi yang lebih membutuhkan adanya kerjasama tersebut sehingga mitra harus mengikuti aturan dari Perum Perhutani dan terbatas dalam penyampaian aspirasi mereka. Dilihat dari spektrum perencanaan co-management (Pomeroy 1996 dalam Suporahardjo 2005) maka bisa dikatakan kemitraan antar Perum Perhutani dan LMDH Wisata berada pada tipe consult bersifat konsultasi dimana Perum Perhutani mengkonsultasikan dengan masyarakat tetapi seluruh keputusan masih dibuat oleh Perhutani. Sedangkan jika berdasarkan aturan Permenhut No.39 tahun 2013 yang mengatur pemberdayaan masyarakat setempat melalui kemitraan kehutanan maka tujuannya kurang lebih sudah hampir tercapai yaitu “terwujudnya masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat secara langsung, melalui penguatan kapasitas dan pemberian akses, ikut serta dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari, dan secara bertahap dapat berkembang menjadi pelaku ekonomi yang tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan profesional”. Namun secara mendasar masih belum memenuhi prinsip kesetaraan yang disyaratkan oleh aturan tersebut.

Kolaborasi berbasis perusahaan di TWA Cimanggu

Sementara itu, kolaborasi yang terjadi di TWA Cimanggu bisa dikatakan ada 3 macam. Pertama, kolaborasi antara sektor pemerintah (BBKSDA Jawa Barat) dan sektor swasta (para pengusaha pemegang ijin usaha); kedua, kolaborasi antar para pengusaha; dan terakhir, kolaborasi antara pihak pengusaha dengan kelompok masyarakat lokal. Kolaborasi yang pertama dilakukan pihak pemerintah dengan tujuan meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan (Permenhut nomor 19 tahun 2004) dalam bidang pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam dengan melibatkan pihak swasta yang diatur dalam PP nomor 36 tahun 2010 dan aturan turunannya. Terkait dengan efektivitas dalam pengelolaan di kawasan konservasi, White et al (2001:229) menyatakan bahwa sistem kawasan konservasi dapat efektif jika (1) ada konstituen-konstituen yang efektif secara politik, (2) ada partisipasi dan kolaborasi efektif antara stakeholder; dan (3) jika sistem dioperasikan dalam cara yang cukup adaptif untuk mempertimbangkan ketidakpastian yang ada.

Gambar

Gambar 1 Alur Pikir Penelitian
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian di Kawasan Wisata Ciwidey
Tabel 1. Data Primer yang diambil dalam penelitian
Gambar 4 Kawah dengan air berwarna hijau keputih-putihan sebagai obyek wisata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kauchak dan Eggen (1993) pada saat akan mengajarkan sebuah keterampilan kompleks, guru sebaiknya melakukan task analysis terlebih dahulu, task analysis adalah

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu

Sebelum masuk ke dalam boiler drum air dipanaskan terlebih dahulu di low pressure heater juga dipanasi di high pressure heater dengan menggunakaan uap ekstrasi dari turbin

bahwa berdasarkan pertimbangan seb(3gaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Daerah, perlu menetapkan Keputusan

membentuk mudra Vishnu dan Garuda, dengan kata lain, Anda bentuk mudra Vishnu, setelah japa 200 ribu kali, Anda bentuk lagi mudra Vishnu, mencap diri sendiri, cap 5 kali, sama

Menjelaskan secara singkat pengertian protein, dan kepentingannya dalam pakan ruminansia; menjelaskan mengenai bentuk-bentuk nitrogen dalam pakan ruminansia dan

ntuk sampel yang memiliki bilangan  peroksida paling rendah yaitu minyak 'elantah, hal ini membingungkan karena pada minyak kemasan bilangan peroksida yang terdapat

EKONOMI POLITIK: EKONOMI POLITIK: KEBIJAKAN SVLK PADA KEBIJAKAN SVLK PADA INDUSTRI FURNITURE DI INDUSTRI FURNITURE DI KOTA PASURUAN KOTA PASURUAN.. (IMPLIKASI KERJASAMA PEMERINTAH