• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Komponen Aroma Aktif Pada Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Dan Produk Fermentasinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Komponen Aroma Aktif Pada Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Dan Produk Fermentasinya"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI KOMPONEN AROMA AKTIF PADA

BELIMBING WULUH (A

verrhoa bilimbi

L.) DAN PRODUK

FERMENTASINYA

EREN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Komponen Aroma Aktif pada Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) dan Produk Fermentasinya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

EREN. Karakterisasi Komponen Aroma Aktif pada Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan Produk Fermentasinya. Dibimbing oleh HANNY WIJAYA dan DIDAH NUR FARIDAH.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah ruah. Aceh salah satu provinsi di Indonesia yang terletak diujung utara Pulau Sumatra memiliki bumbu tradisional yang dikenal dengan nama asam sunti. Asam sunti banyak digunakan dalam kuliner Aceh karena rasa dan aromanya yang khas. Asam sunti terbuat dari belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang dijemur, diberi garam, dan dibiarkan mengalami fermentasi secara spontan. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengkaji mengenai komponen aroma aktif pada belimbing wuluh dan asam sunti.

Tahapan penelitian ini terdiri dari: penentuan sampel yang representatif; karakterisasi secara fisik, kimia, dan sensori; analisis komponen volatil menggunakan gas kromatografi-spektroskopi massa (GC-MS); analisis komponen aroma aktif dengan gas kromatografi-olfaktometri (GC-O) dan perhitungan odor active value (OAV); dan rekonstitusi komponen aroma aktif menggunakan senyawa standar. Belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini memiliki warna hijau, tekstur keras, dan tidak bercacat. Asam sunti yang digunakan dalam penelitian ini memiliki rasa asam dan asin yang dominan, aroma asam, berwarna coklat, berbentuk oval pipih, dan tidak berjamur.

Pengukuran karakteristik fisik menunjukkan belimbing wuluh memiliki nilai kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan asam sunti. Belimbing wuluh memiliki warna dominan kuning dan hijau, sedangkan asam sunti memiliki warna dominan kuning dan merah. Analisis proksimat menunjukkan belimbing wuluh memiliki 94.78% kadar air, 0.35% lemak, 1.37% protein, 0.30% abu, dan 3.19% karbohidrat. Asam sunti memiliki 62.16% kadar air, 1.27% lemak, 4.24% protein, 11.38% abu, dan 20.94% karbohidrat.

Analisis sensori QDA dengan 10 panelis terlatih menyimpulkan bahwa belimbing wuluh memiliki aroma green yang lebih kuat dari asam sunti secara signifikan, sedangkan asam sunti memiliki aroma rancid dan rasa asin yang lebih kuat dari belimbing wuluh secara signifikan. Hasil analisis GC-MS menunjukkan belimbing wuluh terdeteksi memiliki 35 komponen volatil, sedangkan asam sunti memiliki 82 komponen volatil. Analisis GC-O menunjukkan 4 komponen aroma aktif untuk belimbing wuluh dan 22 komponen aroma aktif untuk asam sunti. Alpha-pinena (OAV=3.33) dan etil (2E)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propenoat (OAV=2) merupakan komponen volatil yang berperan dalam pembentukan aroma belimbing wuluh. (E)-2-tetradekanal (OAV=49000), (E,Z)-2,4-dekadienal (OAV=18428), nonanal (OAV=4850), metil isoheksadekanoat (OAV=3970), alpha-metil ionon (OAV=1301), (E)-2-oktenol (OAV=1040), etil benzoat (OAV=17.33), asam pentanoat(OAV=14), asam heptadekanoat (OAV=3.39), vanilin (OAV=3.35), asam 2-furankarboksilat (OAV=1.15), dan asam dekanedioat (OAV=1.13) merupakan komponen volatil yang berperan dalam pembentukan aroma pada asam sunti. Asam sunti memiliki komponen volatil yang lebih kompleks serta membentuk aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan belimbing wuluh.

(5)

SUMMARY

EREN. Aroma Active Components of Bilimbi (Averrhoa Bilimbi L.) and Its Fermented Product. Supervised by HANNY WIJAYA and DIDAH NUR FARIDAH.

Indonesia is very rich with its natural resources. Every region and island in Indonesia has its unique culture, include taste. Aceh is one of Indonesia province located at northern end of Sumatra that has traditional seasoning called asam sunti. Asam sunti was used for Acehnese culinary for its unique taste and flavor. Asam sunti was made from dried, salted, and spontaneous fermented bilimbi (Averrhoa bilimbi L.). The aroma active compound of bilimbi and asam sunti was firstly systematically evaluated.

The research consist of: selection of the representative sample; physical, chemical, and sensory characterization of bilimbi and asam sunti; analysis of volatile compounds with gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS); analysis of aroma active compounds with gas chromatography-olfactometry (GC-O) and odor active value (OAV); and reconstitution of the aroma active compounds using standard compounds. Bilimbi that was used in this research had green color, hard texture, and no defective. Asam sunti that was used in this research had sour and salty dominant taste, sour aroma, brown color, flat oval shape, and no moldy.

Physical characterization showed that bilimbi had a lighten color than asam sunti with yellow and green dominant color, whereas asam sunti had a yellow and red dominant color. The proximate analysis showed that bilimbi had 94.78% moisture, 0.35% fat, 1.37% protein, 0.30% ash, and 3.19% carbohydrate content. While, asam sunti had 62.16% moisture, 1.27% fat, 4.24% protein, 11.38% ash, and 20.94% carbohydrate content.

Quantitative descriptive analysis (QDA) by 10 trained panelists concluded that green odor was significantly higher in bilimbi, while asam sunti exhibited significantly higher in rancid odor, salty and umami taste. GC-MS result showed 35 and 82 volatile compounds for bilimbi and asam sunti, respectively. In addition, GC-O analysis revealed 4 and 22 odor active compounds for bilimbi and asam sunti, respectively. Alpha-pinene (OAV=3.33) and ethyl (2E)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propenoate (OAV=2) were volatiles that play important role in bilimbi aroma. (E)-2-tetradecanal (OAV=49000), (E,Z)-2,4-decadienal (OAV=18428), nonanal (OAV=4850), methyl isohexadecanoat (OAV=3970), alpha-methyl ionone (OAV=1301), (E)-2-octenol (OAV=1040), ethyl benzoate (OAV=17.33), pentanoic acid (OAV=14), heptadecanoic acid (OAV=3.39), vanillin (OAV=3.35), 2-furancarboxylic acid (OAV=1.15), and decanedioic acid (OAV=1.13) were volatiles that play important role in asam sunti aroma. Asam sunti had more complex volatiles and exhibited a stronger aroma than bilimbi.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

KOMPONEN AROMA AKTIFPADA BELIMBING WULUH

(A

verrhoa bilimbi

L.) DAN PRODUK FERMENTASINYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah komponen flavor, dengan judul Karakterisasi Komponen Aroma Aktif pada Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan Produk Fermentasinya. Publikasi ilmiah hasil

penelitian ini telah dikirimkan ke Jurnal Internasional “Food Chemistry” dengan

judul “Characterization of Aroma Active Compounds in Bilimbi (Averrhoa bilimbi L.) and Its Fermented Product”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof.Dr.Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr dan Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, M.Si sebagai komisi pembimbing yang telah menyediakan waktu dan memberikan arahan selama perkuliahan, penelitian, dan penulisan publikasi ilmiah.

2. Dr.Ir. Sukarno, M.Sc sebagai dosen penguji atas waktu dan masukan yang membangun dalam pembahasan tesis ini.

3. Prof.Dr.Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Ilmu Pangan yang telah menyediakan watunya untuk memimpin ujian tesis dan memberikan masukan yang berharga.

4. Seluruh dosen dan pegawai di Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah membagikan banyak hal selama kegiatan perkuliahan.

5. Bakti Kumara S.TP, M.Sc (PT. Indesso Aroma) yang telah menyediakan tempat untuk penulis dapat melakukan ekstraksi; Daisy Irawan S.TP dan Dr.Ir. Bram Kusbiantoro, M.Si (BB Padi) yang telah memberikan masukan mengenai metode ekstraksi; dan para panelis yang telah membantu penulis selama pengumpulan data.

6. PT. Ogawa Indonesia yang telah membantu menyediakan aroma standar untuk uji rekonstitusi.

7. Pemerintah Republik Indonesia khususnya Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa fresh graduate selama perkuliahan dan mendanai penelitian ini dalam program Hibah Kompetitif dengan judul

“Pelestarian dan Pendayagunaan Potensi Kimiawi Sumber Daya Alam Lokal

Indonesia dalam Pengembangan Pangan Fungsional dan Ingredien Pangan Alami Seri-3”.

8. Sahabat, kerabat,para responden in-depth interview dan Juhadi Sunaryo atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

Karya ilmiah ini saya dedikasikan kepada keluarga tercinta Papa (Alm), Mama, Cici. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) 2

Asam Sunti 3

In-depth Interview 4

Quantitative Descriptive Analysis (QDA) 5

Komponen Volatil pada Buah 5

Analisis Komponen Aroma Aktif 6

3 METODE 11

Bahan 11

Alat 11

Prosedur Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Penentuan asam sunti yang representatif 19

Karakteristik fisik, kimia, dan sensori 20

Identifikasi komponen volatil dan komponen aroma aktif 23

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 40

(12)

DAFTAR TABEL

1 Tingkatan mutu asam sunti. 4

2 Tahapan penelitian. 12

3 Senyawa uji intensitas ranking. 14

4 Senyawa uji untuk segitiga rasa dan aroma. 15

5 Senyawa referensi untuk pelatihan panelis. 16

6 Hasil in-depth interview asam sunti. 20

7 Analisis warna belimbing wuluh dan asam sunti. 20

8 Komposisi asam sunti dan belimbing wuluh. 21

9 Komponen volatil belimbing wuluh dan asam sunti. 24

10 Komponen aroma aktif belimbing wuluh. 29

11 Komponen aroma aktif asam sunti. 29

12 Senyawa aroma aktif pada belimbing wuluh berdasarkan perhitungan

OAV. 31

13 Senyawa aroma aktif pada asam sunti berdasarkan perhitungan OAV. 31 14 Deskripsi aroma ekstrak dan senyawa rekonstitusi. 32

DAFTAR GAMBAR

1 Belimbing wuluh. 3

2 Asam sunti. 3

3 Profil sensori belimbing wuluh dan asam sunti. 22

4 Perbedaan aroma ekstraksi 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner uji in-depth interview. 40

2 ANOVA seleksi panelis: uji ranking. 41

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang dilalui oleh garis khatulistiwa sehingga menjadikannya sebagai negara yang beriklim tropis dan memiliki kekayaan alam yang berlimpah ruah. Nusantara merupakan istilah yang menunjukkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Sumatera sampai Pulau Papua. Luas dan suburnya tanah Indonesia ini menjadikannya sebagai negara agraris yang dikenal memiliki sumber daya hayati terbesar kedua setelah Brazil dengan lebih dari 28.000 spesies tanaman. Setiap pulau dan daerah di Indonesia memiliki kekhasannya masing-masing termasuk dalam hal cita rasa.

Di Aceh terdapat bumbu dapur yang khas dikenal dengan nama asam sunti. Asam sunti berasal dari belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang dikeringkan, diberi garam, dan dibiarkan mengalami fermentasi secara spontan. Asam sunti memiliki aroma yang unik sehingga memberikan cita rasa yang khas pada masakan. Asam sunti umumnya ditambahkan dalam masakan, seperti tongkol asam sunti, asam keueng, sayur asam sunti, dan lain-lain.

Belimbing wuluh merupakan salah satu buah tropika yang tumbuh subur di Indonesia. Belimbing wuluh teridentifikasi dalam jenis Averrhoa bilimbi L. suku oxalidaceae, memiliki rasa asam yang disebabkan oleh kandungan asam asetat, asam format, asam laktat, asam malat, asam oksalat, dan asam sitrat yang ada di dalamnya (Subhadrabandhu 2001).

Beberapa penelitian telah mengkaji mengenai asam sunti, hasil penelitian Hayati (2002) menyatakan bahwa proses penggaraman awal sebelum pengeringan akan menghasilkan asam sunti dengan kualitas yang lebih baik dari pada proses penggaraman akhir setelah proses pengeringan. Muzaifa (2013) telah mengkaji perubahan karakteristik fisik dari belimbing wuluh menjadi asam sunti selama fermentasi. Namun, informasi dan penelitian mengenai komponen aroma aktif yang berperan dalam memberikan aroma khas pada belimbing wuluh dan asam sunti belum pernah dilakukan. Identifikasi komponen volatil umumnya dilakukan dengan gas kromatografi-spektroskopi massa (GC-MS), namun tidak semua komponen volatil yang terdeteksi berperan terhadap aroma yang terbentuk dan mempengaruhi persepsi aroma. Metode terbaik untuk mengidentifikasi komponen aroma aktif adalah dengan gas kromatografi-olfaktometri (GC-O) („sniffing‟), dimana pengaruh aroma pada sampel dianalisis oleh olfaktori panelis yang sensitif (Kirshinbaum et al.2012).

(14)

2

Perumusan Masalah

Asam sunti banyak digunakan sebagai bumbu penyedap dalam masakan Indonesia, khususnya masakan Aceh, karena memiliki aroma yang unik. Namun, informasi mengenai komponen volatil yang terkandung dalam belimbing wuluh dan asam sunti belum pernah dilakukan. Selain itu, tidak semua komponen volatil yang ada pada belimbing wuluh dan asam sunti berperan memberikan aroma yang khas. Oleh karena itu, penelitian mengenai komponen aroma aktif yang berperan dalam memberikan aroma khas dari belimbing wuluh menjadi asam sunti perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah karakterisasi komponen aroma aktif yang berperan dalam memberikan aroma unik pada belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan asam sunti.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan informasi mengenai komponen aroma aktif yang berperan dalam memberikan aroma yang khas pada asam sunti sehingga dapat dijadikan sebagai standar mutu dalam pembuatan perisa yang memimik aroma asam sunti.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Belimbing wuluh (Gambar 1) merupakan tanaman yang tumbuh bebas di Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Myanmar, dan Malaysia. Di Indonesia, belimbing wuluh dikenal dengan berbagai nama, misalnya di Aceh dikenal dengan nama limeng ungkot, di Nias dikenal dengan nama malimbi, di Bali dikenal dengan nama blingbing buloh, di Makasar dikenal dengan nama bainang, dan di Jawa dikenal dengan nama belimbing wuluh.

(15)

3

Analisis komponen volatil pada belimbing wuluh masih sangat terbatas, Pino et al. (2004) telah mengisolasi komponen volatil dari belimbing wuluh yang ada di Cuba dan berhasil mengidentifikasi 62 komponen volatil yang ada dengan nonanal and (Z)-3-heksenol sebagai komponen yang dominan. Wong dan Wong (1995) juga telah mengisolasi komponen volatil yang ada pada Averrhoa bilimbi L. dengan menggunakan distilasi uap dan berhasil mengidentifikasi 53 komponen volatil, terdiri dari 47.8% asam alifatik yang didominasi oleh asam heksadekanoat dan (Z)-9-asam oktadekanoat.

Asam Sunti

Asam sunti merupakan produk yang sudah sangat dikenal di daerah Aceh. Asam sunti merupakan produk fermentasi belimbing wuluh yang banyak digunakan sebagai bumbu penyedap pada masakan Aceh. Saat ini, pemasaran asam sunti baru dilakukan di pasar-pasar tradisional. Menurut Muzaifa (2013) asam sunti memiliki penampakan berwarna coklat, berasa asam sedikit asin, dan memiliki tekstur lembut agak kenyal (Gambar 2). Asam sunti digunakan sebagai bumbu, khususnya pemberi rasa dan aroma spesifik dalam masakan Aceh.

Proses pembuatan asam sunti menurut Muzaifa (2013) dilakukan dengan cara menjemur belimbing wuluh segar yang masih berwarna hijau (belum masak) selama 2 hari, kemudian dipindahkan ke baskom, dilakukan penggaraman, didiamkan semalaman dan dijemur kembali keesokan harinya. Penggaraman dilakukan sebanyak 3 kali dengan jumlah penambahan garam sebanyak 30% dari berat belimbing wuluh (Muzaifa 2013). Kemudian diperam selama 1 minggu sampai 1 bulan. Belimbing wuluh yang terbaik adalah belimbing wuluh yang dipanen pada hari ke-34 setelah buah mekar dengan ciri-ciri buah yang berwarna hijau merata, keras, dan tidak cacat (Hayati 2002). Menurut Hayati (2002) proses penggaraman belimbing wuluh akan menghasilkan asam sunti dengan kualitas yang lebih baik jika penggaraman dilakukan sebelum proses pengeringan. Hasil

Gambar 1 Belimbing wuluh.

(16)

4

penelitian Risna (2013) menunjukkan bahwa proses pengeringan asam sunti dengan penjemuran matahari menghasilkan asam sunti dengan kadar air yang lebih rendah, pH lebih tinggi, total asam yang lebih rendah, tekstur yang lebih lembut, dan warna yang lebih cerah dibandingkan dengan pengeringan dengan cabinet dryer.Menurut Hayati (2002) tingkatan mutu asam sunti yang berkembang di masyarakat Aceh adalah sebagai berikut (Tabel 1):

Tabel 1 Tingkatan mutu asam sunti. Tingkatan

I Cokelat muda Tidak berkeriput Lunak Tidak ada II Cokelat muda -

Sangat berkeriput Agak liat -sangat liat

Banyak

Penelitian Irhami (2012) telah mengkaji proses pembuatan asam sunti menjadi asam sunti bubuk sehingga lebih praktis untuk digunakan. Hasilnya menunjukkan bahwa pengeringan dengan spray dryer 180 0C dengan konsentrasi dekstrin 30% merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan bubuk asam sunti dengan kadar air 5.14%, pH 1.28, total asam 48.40%, asam oksalat 6.10%, dan kelarutan 96.47%.

In-depth Interview

In-depth interview merupakan sebuah metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan pendapat, perasaan, dan perspektif responden terhadap suatu subyek. Menurut Boyce dan Neale (2006) terdapat enam tahapan dalam melakukan in-depth interview, yaitu perencanaan, pengembangan instrumen, pelatihan pengumpul data, pengumpulan data, analisis data, dan merangkum hasil.

(17)

5 Metode in-depth interview memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah dapat menggali secara mendalam mengenai informasi yang sebenarnya, responden akan lebih terbuka dengan interviewer karena wawancara dilakukan satu per satu, memperoleh kualitas data yang lebih baik, dan waktu yang digunakan lebih singkat. Kekurangan metode ini adalah memerlukan analisis data yang lebih menantang, interviewer memerlukan pelatihan dan kemampuan yang mempuni, jumlah responden yang digunakan cenderung dalam jumlah kecil. Menurut Dworkin (2012), jumlah responden in-depth interview yang direkomendasikan adalah 25-30 responden.

Quantitative Descriptive Analysis (QDA)

QDA® (Quantitative Descriptive Analysis) merupakan salah satu metode uji deskriptif yang dikembangkan oleh Tragon Corporation untuk mengatasi ketidakpuasan metode analisis sensori sebelumnya, seperti metode Flavor Profile (Meilgaard et al. 1999). Menurut Stone dan Sidel (2004) metode QDA® dapat digunakan untuk menilai semua sifat sensori produk, penggunaan subjek yang terbatas dan terlatih, pengujian bersifat kuantitatif dengan pengulangan, dan data dapat dianalisis dengan analisis statistika.

Tahap-tahap uji QDA® (Quantitative Descriptive Analysis) menurut ASTM (1981) adalah seleksi panelis, pelatihan panelis, dan analisis sampel. Seleksi panelis bertujuan untuk mendapatkan 6-10 panelis yang memiliki sensitivitas baik untuk mengenali serta membedakan aroma dan rasa. Seleksi panelis terdiri dari pemilihan panelis, skrining tes, dan penentuan panelis yang lolos seleksi. Skrining tes untuk uji deskriptif dilakukan dengan beberapa uji, yaitu uji rasa dasar, uji pengenalan aroma, uji intensitas ranking, dan uji segitiga. Uji rasa dasar bertujuan untuk mendapatkan panelis yang memiliki kemampuan untuk membedakan rasa dasar di atas tingkatan ambang rasa. Uji pengenalan aroma bertujuan untuk mendapatkan panelis yang memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan aroma. Uji intensitas ranking bertujuan untuk mendapatkan panelis yang memiliki kemampuan untuk mengurutkan intensitas rasa dasar dari konsentrasi paling kecil ke besar atau sebaliknya. Uji segitiga bertujuan untuk menilai keakuratan dan kemampuan panelis untuk menilai sampel yang diduplikasi.

Pelatihan panelis bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas dan konsistensi panelis dalam memberikan penilaian. Pelatihan calon panelis untuk analisis kuantitatif deskriptif dilakukan dengan memberikan beberapa sampel untuk dideskripsikan atribut sensorinya dan melatih panelis dengan teknik sniffing untuk mencium aroma pada sampel. Hasil uji QDA® dianalisis secara statistik dan dilaporkan secara umum dalam bentuk spider web dengan suatu cabang dari satu titik pusat untuk tiap-tiap atribut (Meilgaard et al. 1999).

Komponen Volatil pada Buah

(18)

6

oleh olfaktori manusia (Goff dan Klee 2006). Komponen volatil pada buah umumnya terdiri dari senyawa ester, alkohol, aldehid, keton, lakton, terpenoid, dan apokarotenoid. Menurut Hadi et al. (2013) banyak faktor yang dapat mempengaruhi komposisi komponen volatil pada buah seperti genetik, tingkat kematangan, kondisi lingkungan, penanganan setelah panen, dan penyimpanan.

Strawberi adalah salah satu buah yang memiliki aroma kompleks dengan lebih dari 350 komponen volatil penyusunnya (Schwab et al. 2008). Furanon, 2,5 hidroksi-3(2H)-furanon (furaneol) dan turunannya 2,5 dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon (mesifuran) merupakan komponen yang mendominasi aroma tersebut (Jetti et al. 2007). Komponen-komponen tersebut memberikan aroma seperti karamel, manis, daun, dan aroma buah.

Pisang diketahui memiliki lebih dari 250 komponen volatil dengan kelompok senyawa ester sebagai top note, yaitu isoamil asetat dan isobutil asetat (Wendakoon et al. 2006).

Mangga memiliki aroma yang sangat atraktif mengandung lebih dari 270 komponen volatil pada varietas yang berbeda-beda (Shibamoto dan Tang 1990). Aplikasi teknologi ekstraksi destilasi dan odor active value (OAV) menunjukkan bahwa monoterpen seperti alpha-pinena, miresena, α-feladrena, σ-3-carene, p-cymene, limonena, danterpinolena; ester termasuk etil-2-metil propanoat, etil butanoat, (E,Z)-2,6-nonadienal, (E)-2-nonenal, metil benzoat, (E)-β-ionon, dekanal, dan 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon adalah komponen utama yang membentuk aroma mangga (Pino dan Mesa 2006).

Analisis Komponen Aroma Aktif

Setiap tumbuhan memiliki kemampuan untuk menghasilkan komponen organik volatil dengan jumlah dan komposisi yang berbeda-beda tergantung pada variasi genotip dan fenotip yang dihasilkan (Maffei 2010). Identifikasi komponen aroma aktif yang membawa karakter unik pada buah penting dalam menyediakan identitas sensori dan karakteristik aroma pada buah (Cheong et al. 2010). Analisis komponen volatil yang memberikan aroma aktif pada penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu ekstraksi komponen volatil, identifikasi dan kuantifikasi komponen volatil dengan MS, penentuan komponen aroma aktif dengan GC-O, penentuan odor active value (OAV), dan uji rekonstitusi.

Ekstraksi komponen volatil

Proses ektraksi sangat penting karena akan menentukan komponen yang terekstrak. Menurut Ormeno et al. (2011) sampai saat ini tidak ada konsesus yang menyatakan metode ekstraksi paling baik dalam mengekstrak suatu komponen volatil, karena tidak ada metode ekstraksi yang dapat mengekstrak seluruh komponen volatil yang ada pada sampel. Metode ekstraksi yang banyak digunakan untuk mengekstrak komponen volatil diantaranya adalah sebagai berikut:

Headspace

(19)

7 dari produk, seperti aroma off-flavor (Schirack et al. 2006). Kelebihan metode ini adalah cepat, mudah dilakukan, dan mendapatkan aroma ekstrak yang sesuai dengan yang diterima oleh indera penciuman. Namun metode ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu kurang sensitif terhadap komponen aroma volatil yang jumlahnya sedikit, reprodusibilitas analisis rendah, tidak dapat digunakan untuk mengekstrak komponen volatil minor, ekstrak yang dihasilkan tidak dapat menggambarkan seluruh komponen volatil yang ada pada produk, dan sulit untuk mengkuantifikasi komponen volatil yang terekstrak pada produk.

Distilasi

Metode distilasi dikenal dengan hidrodistilasi, bekerja dengan melepaskan komponen volatil yang ada pada material menjadi bentuk gas. Metode ini dilakukan dengan merebus sampel dalam air dengan suhu yang dapat menghancurkan material sampel namun masih di bawah titik didih komponen volatil sampel. Komponen volatil tersebut kemudian akan menguap dan terkondensasi pada bagian kondensor. Kelebihan metode ini adalah hasil ekstraksi tidak meninggalkan residu. Kekurangan metode ini adalah berpotensi kehilangan sebagian besar komponen terpen polar dan komponen aktif akibat teroksigenasi, kehilangan komponen volatil, dan rendahnya efisiensi ekstraksi (Rezazadeh et al. 2008).

Ekstrasi dengan pelarut organik (maserasi)

Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana dan murah yang dilakukan dengan merendam sampel di dalam larutan organik. Efisiensi metode ini sangat tergantung dari penggunaan pelarut yang digunakan, agitasi, dan suhu yang digunakan. Menurut Ormeno et al. (2008) ekstraksi 1 gram daun pada suhu kurang dari 25-30 0C dengan agitasi selama 20-30 menit menghasilkan pengembalian komponen volatil terbaik. Metode ini baik untuk komponen volatil dan bahan pangan yang sensitif terhadap suhu tinggi, seperti monoterpen yang banyak hilang pada ekstraksi dengan distilasi (Ormeno et al. 2011). Namun memiliki kelemahan, yaitu terikutnya komponen non-volatil pada saat ekstraksi dan memerlukan waktu yang lama untuk ekstraksi (semalaman) (Matich et al. 2003).

(20)

8

radikal bebas pada sampel yang dapat mengganggu komposisi komponen volatil pada sampel (Vilkhu et al. 2008).

Simultaneous distillation extraction Likens-Nickerson

Metode simultaneous distillation extraction merupakan gabungan metode ekstraksi dengan pelarut dan distilasi. Aparatus ekstraksi simultaneous distillation extraction pertama kali dideskripsikan oleh Likens dan Nickerson, terdiri dari sebuah labu yang mengandung sampel ditaruh pada water-bath dan sebuah labu lain yang mengandung pelarut. Pelarut yang digunakan umumnya memiliki titik didih yang rendah. Metode ini umum digunakan untuk menganalisis komponen volatil flavor dengan medium yang memiliki titik didih tinggi (Kang dan Baek 2014), namun tidak cocok digunakan untuk bahan pangan yang termolabil karena dapat mengakibatkan kerusakan komponen flavor. Kelebihan metode ini adalah cepat, ekstrak bebas dari komponen non-volatil, dan tidak menggunakan pelarut dalam jumlah besar (Teixeira et al. 2007). Namun, menurut Ortega et al. (2002) metode ini juga akan menyebabkan degradasi komponen volatil dan pembentukan komponen aromatik selama proses ekstraksi sehingga mempengaruhi hasil analisis.

Supercritical fluid extraction

Supercritical fluid extraction merupakan metode ekstraksi yang tidak menggunakan pelarut. Metode ini menggunakan CO2 untuk mengekstrak

komponen volatil, dimana CO2 di bawah tekanan yang tinggi akan berubah fase

menjadi cair dan mengekstrak komponen volatil dan jika tekanan diturunkan CO2

akan kembali ke fase gas. Kelebihan metode ini adalah menggunakan suhu rendah, tidak meninggalkan residu pelarut, dan memiliki efisiensi yang tinggi. Namun, metode ini tidak cocok untuk mengekstrak monoterpen (Stashenko et al. 2004), karena keterbatasan CO2 yang bersifat polar tidak dapat mengekstrak komponen

non polar (Dawidowickz et al. 2008). Solid-phase Microextraction (SPME)

Solid-phase Microextraction (SPME) merupakan metode ekstraksi tanpa pelarut dengan prinsip dasar kesetimbangan partisi analit antara lapisan fiber dan larutan sampel. Lapisan fiber dapat dilapisi oleh cairan (polimer), padatan (absorben), atau campuran keduanya. Lapisan tersebut akan mengadsorpsi analit dari sampel, analit yang ada di dalam fiber akan didesorpsi secara termal pada saat diinjeksikan ke dalam gas kromatografi untuk analisis selanjutnya (Somenath 2003). Metode ini menggunakan fase solid yang memiliki kesamaan dengan komponen yang akan diisolasi. Menurut Yan et al. (2008) kelebihan metode ini adalah cepat, bebas dari pelarut, dan mudah dilakukan. Kekurangan metode ini adalah tingginya selektivitas fiber SPME terhadap senyawa yang dianalisis sehingga tidak dapat mengekstrak seluruh komponen, rendahnya reprodusibiltas analisis berkaitan dengan usia fiber yang digunakan, dan terbatas pada analisis semikuantitatif.

Identifikasi dan kuantifikasi komponen volatil dengan GC-MS

(21)

9 diionisasi hingga senyawa tersebut akan terpecah menjadi fragmen-fragmen bermuatan dengan massa yang spesifik. Fragmen yang terbentuk selanjutnya akan melewati mass analyzer. Ion-ion yang berhasil melewati mass analyzer akan terdeteksi oleh detektor. Dalam mengidentifikasi dan mengkuantifikasi komponen volatil yang terdeteksi diperlukan standar internal dan standar eksternal. Standar internal adalah komponen yang tidak ada pada sampel, yang diketahui jumlahnya dan ditambahkan ke dalam sampel (Cachet 2011). Standar eksternal adalah sejumlah analit yang diketahui dan dianalisis terpisah dari sampel menghasilkan area peak-peak yang akan digunakan sebagai response factor. Identifikasi komponen volatil dilakukan dengan menyocokan spektrum masa komponen target dengan spektrum masa referensi GC-MS, setelah itu nilai LRI (Linear Retention Index) komponen target dibandingkan dengan LRI referensi. Nilai LRI dapat dihitung dengan persamaan Kratz.

LRIx = {

-- + n} x100 (i)

Keterangan:

LRIx : indeks retensi linear komponen x

Rt(x) : waktu retensi komponen x (menit)

Rt(n): waktu retensi n-alkana standar yang muncul sebelum komponen x (menit) Rt(n+1): waktu retensi n-alkana standar yang muncul setelah komponen x (menit) Kuantifikasi komponen volatil yang ada pada sampel dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:

[A] = (ii)

Keterangan:

A : Konsentrasi komponen tertentu dalam sampel (μg/g) B : Komponen tertentu pada kromatogram sampel

C : Volume standar internal pada kromatogram sampel (ml) Identifikasi Aroma Aktif dengan GC-O

Analisis menggunakan GC dapat menetukan komponen volatil yang ada pada sampel. Namun, karena tingginya keragaman pada ambang batas dan fungsi psikometrik dari odor-aktif maka detektor fisik tidak dapat merepresentasikan komponen yang berperan terhadap aroma sampel. Gas kromatografi-olfaktometri adalah metode yang menggunakan manusia sebagai detektor dan panelis yang sensitif untuk menentukan senyawa odor-aktif. Metode ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu deteksi frekuensi, pengenceran dengan treshold, dan intensitas langsung (Delahunty et al. 2006).

Metode GC-O dengan deteksi frekuensi menggunakan 6-12 asssesors pada ekstrak yang sama. Masing-masing panelis mencatat durasi untuk setiap odor yang terdeteksi dengan menggunakan tape recorder. Komponen yang terdeteksi oleh semakin banyak panelis dinyatakan sebagai komponen yang berperan penting terhadap pembentukan aroma (Etievant et al. 1999). Kelebihan metode ini adalah kesederhanaannya dan panelistidak memerlukan banyak pelatihan (Le Guen et al. 2000). Namun, kelemahannya jika konsentrasi meningkat, intensitas odor dapat terus meningkat, sedangkan deteksi frekuensi tidak bisa ditingkatkan.

(22)

10

Dilution Analysis) (Grosch 1994). Satu ekstrak dengan beberapa pengenceran kemudian dinilai oleh GC-O. Panelis akan merekam ketika mendeteksi odor dan mendeskripsikan odor yang tercium. Metode ini tidak mengukur intensitas odor. Dilusi maksimum ekstrak yang odornya dapat dicium disebut sebagai faktor dilusi (FD). Kelemahan metode ini adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan analisis pengenceran pada masing-masing ekstrak. Namun hanya menggunakan jumlah panelis yang sedikit dan sangat rentan dengan keragaman kepekaan individu (Van Ruth dan O‟connor 2001, Debonneville et al. 2002).

Metode GC-O dengan intensitas langsung, panelis diminta untuk mengukur intensitas yang dirasakan dari komponen tertentu menggunakan skala. Panelis yang digunakan pada metode ini hanya 4 orang dengan memberikan intensitas odor yang terdeteksi pada skala garis horizontal 15 cm, dimana pada 0 cm tidak terdeteksi odor dan 15 cm odor terdeteksi secara ekstrim.

Di Indonesia, penelitian mengenai flavor telah banyak menggunakan instrumen GC-O untuk menentukan komponen yang berperan dalam memberikan aroma aktif. Wijaya et al. (2002) menggunakan GC-O dengan pengenceran AEDA untuk menentukan komponen aroma aktif pada buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC), Apriyantono dan Kumara (2004) menggunakan GC-O dengan AEDA untuk menentukan komponen aroma yang mempengaruhi karakter buah kawista (Feronia limonia), Wijaya et al. (2005) menggunakan GC-O dengan deteksi frekuensi untuk menentukan komponen aroma aktif pada beberapa kultivar buah salak (pondoh hitam, pondoh super, dan gading).

Penentuan Nilai Aroma Aktif (OAV)

Metode Odor Active Value (OAV) digunakan untuk menentukan komponen volatil yang berperan dalam memberikan aroma khas. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Rothe dan Thomas (1963). Menurut Kiefl et al. (2013) metode ini digunakan untuk melengkapi dan memverifikasi hasil analisis dengan GC-O. Nilai odor active value (OAV) dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini:

OAV= (iii)

Keterangan:

OAV: nilai aktivitas aroma

c : total konsentrasi setiap komponen di dalam sampel (μg/L)

t : nilai ambang batas aroma di dalam air (μg/L)

(23)

11 Uji Rekonstitusi

Uji rekonstitusi merupakan suatu teknik untuk memverifikasi komponen aroma aktif yang berperan dalam membentuk aroma secara signifikan (Grosch 2001). Uji rekonstitusi dilakukan dengan mencampurkan semua komponen volatil yang terdeteksi secara analitik. Aroma yang dihasilkan dari campuran tersebut kemudian dibandingkan dengan aroma aslinya (Dharmawan et al. 2009).

3

METODE

Penelitian ini diawali dengan menetapkan sampel belimbing wuluh dan asam sunti. Pemilihan belimbing wuluh didasarkan pada ciri-ciri belimbing wuluh yang digunakan dalam pembuatan asam sunti. Menurut Hayati (2002), belimbing wuluh yang digunakan dalam pembuatan asam sunti berwarna hijau merata, keras, dan tidak cacat. Pemilihan sampel asam sunti dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan metode in-depth interview.

Setelah mendapatkan sampel yang representatif, sampel tersebut akan dikarakterisasi secara fisik (warna), kimia (proksimat), dan sensori (QDA). Isolasi dan identifikasi komponen aroma aktif sampel (belimbing wuluh dan asam sunti) diawali dengan pemilihan proses ekstraksi. Metode ekstrak yang terpilih kemudian dianalisis dengan instrumen GC-MS untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi komponen volatil yang ada pada sampel, dan menentukan komponen aroma aktif dengan GC-O. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah belimbing wuluh segar yang dipanen di pada bulan Juni 2014 di Bogor, asam sunti yang diperoleh dari pasar tradisional di Desa Lamreung (Aceh), dietil eter, aroma standar (etil butirat, etil 2-metilbutirat, furanol, vanilin, Z-3-heksenol, dan metil pirazin), dan standar hidrokarbon C7-C23.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca, hand mixer, labu bergoyang, seperangkat alat ekstraksiLicken-Nickerson, kolom vigreux, gas kromatografi-spektroskopi massa (7890A-5975C, Agilent Technologies, Inc.), sniffing port olfaktometri (Gertsel ODP 2), dan kolom DB-5 (Agilent Technologies).

Prosedur Analisis Data Penentuan asam sunti yang representatif

(24)

12

interview dilakukan untuk menggali informasi mengenai apa yang mereka ketahui tentang asam sunti, bagaimana kriteria asam sunti yang baik, darimana biasanya responden mendapatkan asam sunti, untuk apa saja asam sunti diaplikasikan, dan bagaimana kriteria asam sunti yang jelek (Lampiran 1). Wawancara dilakukan secara langsung. Tahapan wawancawara dilakukan dengan meminta persetujuan responden untuk dilakukan wawancara. Setelah responden setuju untuk diwawancara kemudian dijadwalkan untuk wawancara. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian adalah 27 responden sesuai dengan rekomendasi Dworkin (2012).

Tabel 2 Tahapan penelitian.

Tahapan penelitian Tools yang digunakan

(25)

13 Karakterisasi fisik, kimia, dan sensori

Analisis warna (Hutching 1999)

Pengukuran sampel dilakukan pada 3 titik permukaan sampel dengan meletakkan measuring head pada sampel yang akan diukur dan tekan tombol

measure‟ pada kromameter Minolta CR 300. Nilai L, a, b pengukuran merupakan parameter warna pada sampel. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel, semakin tinggi nilai L warna sampel semakin cerah, nilai 100 menunjukkan warna putih. Nilai a menunjukkan warna merah-hijau, dimana +a dari 0-80 menunjukkan warna merah, sedangkan –a dari 0-(-80) menunjukkan warna hijau. Nilai b menunjukkan warna biru-kuning, dimana +b dari 0-70 menunjukkan warna kuning, sedangkan -b dari 0-(-70) menunjukkan warna biru.

Analisis proksimat

Analisis proksimat terdiri dari kadar air dengan metode pengeringan oven vakum (AOAC 2012), kadar abu dengan metode pengabuan kering (AOAC 2012), kadar lemak dengan metode hidrolisis soxhlet (AOAC 2012), kadar protein dengan metode Kjeldahl (AOAC 2012), dan kadar karbohidrat dengan metode by difference.

Analisis Quantitatif Deskriptif (QDA®)

Analisis kuantitatif deskriptif dilakukan oleh panelis terlatih yang telah lolos seleksi dan mengikuti pelatihan. Seleksi dan pelatihan panelis menggunakan metode ASTM (1981). Prosedur analisis kuantitatif deskriptif mengikuti tahapan di bawah ini:

1. Seleksi panelis (ASTM 1981)

Seleksi panelis terdiri dari pemilihan panelis, skrining tes, dan penentuan panelis yang lolos seleksi. Pemilihan panelis dilakukan dengan memberikan kuisioner untuk mengetahui latar belakang calon panelis. Kuisioner tersebut berisi pertanyaan mengenai minat (interest) untuk mengikuti seleksi panelis, ketersediaan waktu calon panelis, kesehatan calon panelis (ada atau tidaknya alergi terhadap produk yang akan diuji dan sedang tidak menderita flu atau batuk selama pengujian), dan kesediaan untuk mencicipi sampel dengan objektif.

Skrining tes bertujuan untuk mendapatkan 6-10 panelis yang memiliki sensitivitas baik untuk mengenali serta membedakan aroma dan rasa. Skrining untuk uji deskriptif dilakukan dengan beberapa uji, yaitu:

Uji rasa dasar

(26)

14

Uji pengenalan aroma

Uji pengenalan aroma diberikan untuk menunjukkan kemampuan panelis dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan 20 aroma yang berbeda terdiri dari 15 aroma yang sering ditemui dan 5 aroma yang jarang ditemui. Aroma yang digunakan untuk aroma yang sering ditemui adalah coklat, peppermint, fruity, merica, pandan, strawberi, roasted, chicken, guava, jeruk, susu, cola, tamarin, kacang, dan anggur. Sedangkan untuk aroma yang jarang ditemui digunakan aroma green, eugenol, alkoholic, spicy, burnt. Panelis diminta untuk mendeskripsikan setiap aroma atau menggunakan istilah yang berhubungan dengan aroma tersebut. Untuk menghindari bias, maka setiap sesi penyajian dibatasi 5 aroma. Penilaian hasil identifiaksi aroma dilakukan dengan memberikan skor. Skor 5 diberikan pada panelis yang dapat menyebutkan dengan tepat komponen aroma tersebut atau menggunakan asosiasi yang tepat. Skor 3 diberikan pada panelis yang menyebutkan karakteristik aroma tersebut. Skor 1 diberikan pada panelis yang mencoba memberikan deskripsi. Panelis yang lolos skrining ini adalah panelis yang memiliki total skor 70.

Uji intensitas ranking

Panelis yang mendeskripsikan flavor harus memiliki kemampuan untuk mengurutkan intensitas rasa dasar dari paling kecil ke besar atau sebaliknya. Konsentrasi yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Setiap seri rasa dasar minimal diuji sebanyak tiga kali. Hasil uji ranking setiap panelis kemudian dianalisis dengan ANOVA dan dibandingkan dengan nilai rata-rata sebenarnya. Panelis yang memiliki nilai-p kurang dari 0.05 tidak lolos skrining (Lampiran 2).

Tabel 3 Senyawa uji intensitas ranking.

Rasa Sumber Konsentrasi (%)

Pahit (kafein) Fluka 0.035

0.07 0.14 Manis (sukrosa) Gula rafinasi 1.00 2.00 4.00 Asin (NaCl) Garam meja 0.10 0.20 0.40 Asam (asam sitrat) CICA 0.035

0.07 0.14

Uji segitiga

(27)

15 uji. Senyawa uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4 dengan deskripsi aroma yang diperkirakan ada pada sampel.

Tabel 4 Senyawa uji untuk segitiga rasa dan aroma.

Deskripsi Senyawa uji Sumber Konsentrasi Manis Larutan gula pasir Gula rafinasi 1.00%

2.00%

Roasted Metilpirazin PT. Indesso Aroma 6.25% * 25% *

* di dalam Propilen Glikol (Sigma-Aldrich)

2. Pelatihan panelis (ASTM 1981)

Tahap pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma. Pelatihan terdiri atas pengenalan produk dan pengembangan atribut oleh para panelis untuk mendeskripsikan karakteristik flavor belimbing wuluh dan asam sunti. Pelatihan panelis dilakukan selama 10 jam sesi yang dibagi ke dalam 7 sesi pertemuan, terdiri dari pendahuluan mengenai QDA, penentuan jadwal pelatihan, pengembangan atribut sampel, pelatihan intensitas rasa dan aroma, dan pengujian konsistensi penilaian.

Proses pengembangan atribut dilakukan dengan menggunakan 2 sampel yang memiliki karakteristik mirip dengan belimbing wuluh dan asam sunti. Sampel tersebut adalah mangga muda dan lobi-lobi untuk pendekatan atribut belimbing wuluh, sedangkan asam jawa dan asam sunti (Medan) untuk pendekatan atribut asam sunti. Pelatihan intensitas rasa dan aroma menggunakan flavor standar (Tabel 5). Flavor standar tersebut diharapkan dapat membantu panelis berdiskusi, menghomogenkan kriteria dari daftar yang ada, dan membantu mengidentifikasi atribut.

3. Analisis sensori kuantitatif deskriptif (ASTM 1981)

(28)

16

Tabel 5 Senyawa referensi untuk pelatihan panelis.

Deskripsi Senyawa uji Sumber Konsentrasi Skala

Manis Sukrosa Gula rafinasi 2.00%

10.00%

Spicy, clove Eugenol PT. Firmenich Indonesia 2000 ppma

1%a

4 10

Woody, piney Alpha pinene PT. Firmenich Indonesia 2000 ppma

2%a

Waxy Nonanal PT. Firmenich Indonesia 2000 ppma

1%a

4 11

Sweet, floral Benzil alkohol PT. Firmenich Indonesia 1%a

%10a

2 8

Rancid Asam dekanoat PT. Firmenich Indonesia 2000 ppma

1%a

3 10 Pemilihan Metode Ekstraksi Terbaik

Pemilihan metode ekstraksi terbaik

Belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini adalah belimbing wuluh yang belum masak dengan karakteristik berwarna hijau merata, keras, dan tidak terdapat cacat. Asam sunti yang digunakan adalah asam sunti dengan ciri-ciri sebagai berikut: berwarna coklat, tidak banyak kotoran, dan berbau segar.

Proses ekstraksi dilakukan dengan dua metode, yaitu maserasi dan Likens-Nickerson. Kedua hasil ekstraksi ini dibandingkan dengan aroma sampel segar, dan dipilih hasil ekstraksi yang paling mendekati aroma sampel segar.

Metode maserasi (Wijaya et al. 2002)

Sebanyak 221.41 g belimbing wuluh atau 60g asam sunti yang telah dihancurkan,0.5 ml standar internal (1,4-diklorobenzena) 0.1%, dan 60 ml larutan garam jenuh (18.60%) dilarutkan ke dalam 60 ml dietil eter (Merck, Germany) dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan digoyang selama 2 jam lalu disimpan semalam pada suhu freezer. Campuran sampel dengan pelarut kemudian dipisahkan dengan kertas saring (Whatman no. 1), dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat (Merck, Germany) ke dalam ekstrak agar terbebas dari air. Filtrat dipekatkan dengan destilasi fraksional menggunakan kolom vigreux (panjang 15 cm x 1 cm diameter) dengan suhu 500C sampai volume ekstrak menjadi 3 ml untuk belimbing wuluh atau 5 ml untuk asam sunti.

a

: di dalam Propilen Glikol (Sigma-Aldrich)

b

(29)

17 Metode Likens-Nickerson(Wijaya et al. 2002)

Sebanyak 221.41 g belimbing wuluh atau 60 g asam sunti yang telah dihancurkan, 0.5 ml standar internal (1,4-diklorobenzena) 0.1%, dan 60 ml larutan garam jenuh (18.60%) dimasukkan ke labu di atas penangas. Sebanyak 15 ml dietil eter (Merck, Germany) dimasukkan ke dalam labu yang berada di dalam water bath. Labu dididihkan selama 3 jam. Ekstrak pelarut pada labu yang ada di water bath ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat (Merck, Germany). Filtrat dipekatkan dengan destilasi fraksional menggunakan kolom vigreux (panjang 15 cm x 1 cm diameter) dengan suhu 50 0C sampai volume ekstrak menjadi 3 ml untuk belimbing wuluh atau 5 ml untuk asam sunti.

Uji Organoleptik: Beda dari Kontrol (Meilgaard et al. 1999)

Uji organoleptik beda dari kontrol dilakukan untuk memilih metode ekstraksi terbaik. Masing-masing ekstrak diuji perbedaan aromanya terhadap aroma sampel yang belum diekstrak. Uji beda dari kontrol menggunakan 10 panelis terlatih yang diminta untuk mendeteksi seberapa besar perbedaan yang terjadi antara sampel yang diuji dengan kontrol. Sampel yang digunakan sebagai uji adalah hasil ekstraksi dari dua metode yang disebutkan di atas, sedangkan sampel yang digunakan sebagai kontrol adalah sampel yang tidak diekstrak. Metode ekstraksi dengan nilai perbedaan yang paling kecil itulah yang dipilih sebagai metode ekstraksi terbaik.

Analisis GC-MS

GC-MS (7890A-5975C, Agilent Technologies, Inc.) dengan kolom kapiler DB-5 (30 m, diameter dalam 0.25 mm, tebal film 0.25 μm, Agilent Technologies) digunakan untuk menganalisis komponen volatil dari ekstrak terbaik. Suhu injektor dan detektor 250 0C, suhu oven diprogram 60 0C selama 2 menit, kemudian dinaikkan 10 0C/menit hingga mencapai suhu 120 0C kemudian dinaikkan 5 0C/menit sampai suhu 250 0C. Gas pembawa helium dengan kecepatan 1 ml/menit. Volume injeksi 0.2μl dengan mode splitless. Detektor MS menggunakan mode 70 ev pada suhu 230 0C antara 35 sampai 400 amu.

Identifikasi komponen volatil dilakukan dengan menyocokan nilai LRI (Linear Retention Index) masing-masing peak dihitung berdasarkan data waktu retensi n-alkana standar (C7 – C23) yang disuntikkan pada kondisi yang sama dengan penyuntikan sampel atau dengan refensi mass spectral NIST05a.

Nilai LRI dapat dihitung dengan persamaan Kratz. LRIx = {

-- + n} x100 (i)

Keterangan:

LRIx : indeks retensi linear komponen x

Rt(x) : waktu retensi komponen x (menit)

Rt(n) :waktu retensi n-alkana standar yang muncul sebelum komponen x (menit) Rt(n+1): waktu retensi n-alkana standar yang muncul setelah komponen x (menit) Analisis GC-O

(30)

18

dari ekstrak terbaik.Suhu injektor dan detektor 250 0C, suhu oven diprogram 60

0

C selama 2 menit, kemudian dinaikkan 100C/menit hingga mencapai suhu 120 0C kemudian dinaikkan selama 50C/menit. Gas pembawa helium dengan kecepatan 1 ml/menit. Volume injeksi 0.2 μl dengan mode splitless. Penentuan komponen aroma aktif mengikuti metode Kirshinbaum et al. (2012) dengan metode NIF (Nasal Impact Frequency), menggunakan tujuh panelis (2 laki-laki dan 5 perempuan). Komponen aroma aktif teridentifikasi jika tiga dari tujuh panelis memberikan deskripsi aroma yang mirip pada waktu retensi yang sama. Jika hanya satu atau dua panelis yang mendeteksi aroma tertentu maka hal tersebut dapat disebabkan oleh noise olfaktometri dan tidak dapat diterima.

Identifikasi Komponen

Identifikasi komponen volatil dilakukan dengan membandingkan spektra massa MS dari library NIST05a dan nilai LRI. LRI dihitung menggunakan standar n-alkana C7-C23 menggunakan persamaan Kartz. Perbedaan nilai LRI

yang digunakan tidak lebih dari 5% dari nilai LRI pada database (http://www.odour.org.uk/cgi-bin/search.cgi) menggunakan kolom DB-5. Deskripsi komponen aroma didapat dari analis GC-O.

Penentuan Komponen Aroma Aktif (OAV)

Metode baru yang digunakan untuk menentukan komponen volatil yang berperan dalam memberikan aroma yang khas adalah Odor Active Value (OAV). Menurut (Kiefl et al. 2013) metode ini digunakan untuk melengkapi dan memverifikasi hasil analisis dengan GC-O. Menurut Hellin et al. (2010) nilai OAV dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini:

OAV= (ii)

Keterangan:

OAV: nilai aktivitas aroma

C : total konsentrasi setiap komponen di dalam sampel (μg/g) t : nilai ambang batas aroma di dalam air

Total konsentrasi komponen volatil pada sampel diperkirakan dengan standar internal (1 ml 1,4 diklorobenzen 1%) yang ditambahkan pada sampel. Kuantifikasi komponen volatil yang ada pada sampel dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:

[A] = (iii)

Keterangan:

A : Konsentrasi komponen tertentu dalam sampel (μg/g) B : Komponen tertentu pada kromatogram sampel

C : Volume standar internal pada kromatogram sampel (ml)

Menurut Guth (1997) hanya komponen dengan nilai OAV> 1 yang berperan terhadap aroma aktif sampel.

Uji Rekonstitusi Komponen Volatil (Dharmawan et al. 2009)

(31)

19 mendeskripsikan aroma campuran dan dibandingkan dengan deskripsi aroma ekstrak sampel. Ekstrak sampel yang digunakan adalah ekstrak belimbing wuluh dan asam sunti.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan asam sunti yang representatif

Karakteristik demografi responden ditetapkan sebelum dilakukan wawancara karena asam sunti belum cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia dan terbatas hanya dikenal oleh warga Aceh dan sekitarnya. Pendekatan in-depth interview merupakan metode kualitatif yang dilakukan dengan tujuan agar dapat menggali pendapat dan perspektif responden terhadap asam sunti. Responden yang diwawancara adalah responden asal Aceh yang tinggal di sekitar kampus IPB Dramaga, Bogor dan di Kabupaten/Kota Aceh. Wawancara dilakukan secara langsung kepada 27 responden (6 laki-laki dan 21 perempuan) dengan rentang usia 20-55 tahun yang terdiri dari pedagang kuliner Aceh, mahasiswa, dosen, dan ibu rumah tangga.

Hasil in-depth interview (Tabel 6) menunjukkann bahwa seluruh responden mengetahui asam sunti. Asam sunti merupakan produk tradisional yang belum memiliki standar sehingga perspektif mengenai kualitas asam sunti sangat beragam. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh selera masing-masing responden. Ada responden yang menyatakan asam sunti berwana coklat terang sampai coklat kehitaman. Menurut Chong et al. (2008) reaksi pencoklatan enzimatis dapat mengubah warna hijau dari belimbing wuluh menjadi coklat selama proses pengeringan dengan matahari. Metabolit hasil fermentasi, seperti gula pereduksi, turunan karbohidrat, senyawa aromatik, dan substansi lainnya juga akan mempengaruhi pembentukan warna sampel (Kim dan Lee 2008). Semakin lama proses pemeraman, maka warna asam sunti akan semakin gelap (Muzaifa 2013). Berdasarkan hasil wawancara, responden yang menyukai aroma fermentasi dari asam sunti akan memilih asam sunti dengan warna coklat yang gelap. Responden yang lebih menyukai aroma buah segar akan memilih asam sunti dengan warna coklat yang lebih terang.

(32)

20

Tabel 6 Hasil in-depth interview asam sunti.

Pertanyaan Responden

(%) Apa yang Anda ketahui mengenai asam sunti?

Fermentasi belimbing wuluh dengan proses penggaraman dan pengeringan Bumbu tradisional Aceh

Produk fermentasi asam sunti dan bumbu tradisional Aceh Bagaimana flavor asam sunti?

Rasa asam dan asin dengan aroma dominan asam

Bagaimana karakteristik asam sunti yang Anda ketahui? Berwarna coklat-kehitaman dengan tekstur lembut

Berwarna coklat, berbentuk oval pipih dengan tekstur lembut Berwarna merah-kecoklatan dengan permukaan kering Berwarna kuning-kecoklatan Darimana Anda mendapatkan asam sunti?

Membuat sendiri Pasar tradisional

Membuat sendiri dan pasar tradisional

48.15 33.33 18.52 Bagaimana karakteristik asam sunti yang baik?

Berwarna coklat dan permukaan kering Berwarna coklat-kehitaman

Karakteristik fisik, kimia, dan sensori

Karakterisasi warna belimbing wuluh dan asam sunti dilakukan dengan sistem notasi Hunter, dimana kecerahan (L) memiliki nilai diantara 0 (hitam) dan 100 (putih), merah-hijau (a) memiliki nilai diantara 80 (merah) dan -80 (hijau), biru-kuning (b) memiliki nilai diantara 70 (kuning) dan -70 (biru). Hasil kuantifikasi objektif warna belimbing wuluh dan produk asam sunti dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis warna belimbing wuluh dan asam sunti.

Sampel L a b

(33)

21 feoforbid, dan feofitin yang berwarna coklat saat terkena panas pengeringan (Chen et al. 2012).

Karakteristik kimia dari belimbing wuluh dan asam sunti dapat dilihat dari komposisinya(Tabel 8). Kadar air yang tinggi (94.78%) pada belimbing wuluh menjadi faktor utama belimbing wuluh mudah rusak. Berdasarkan hasil observasi di lapangan belimbing wuluh hanya dapat bertahan 1 hari saja. Oleh karena itu, biasanya belimbing wuluh banyak berjatuhan dan terbuang sia-sia. Masyarakat Aceh kemudian memanfaatkan belimbing wuluh yang tumbuh subur dengan cara mengeringkannya dan memfermentasi belimbing wuluh secara spontan dengan menaburi garam. Proses pengeringan dan pemberian garam dapat mengurangi kadar air bahan sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk.

Tabel 8 Komposisi asam sunti dan belimbing wuluh.

Analisis Belimbing wuluh Asam sunti

Kadar air (% bb) 94.78 ± 0.26 62.16 ± 0.65 Kadar lemak (% bk) 6.75 ± 0.26 3.36 ± 0.09 Kadar protein (% bk) 26.17 ± 0.32 11.21 ± 0.38 Kadar abu (% bk) 5.82 ± 0.43 30.08 ± 0.17 Kadar karbohidrat (% bk) 61.13 ± 1.54 55.35 ± 0.60

Kadar abu asam sunti lima kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kadar abu belimbing wuluh. Peningkatan kadar abu ini diperkirakan karena adanya penambahan garam yang cukup banyak dalam proses pembuatan asam sunti. Belimbing wuluh memiliki kadar lemak yang cukup tinggi (6.75% bk), jika dibandingkan dengan buah-buahan lainnya, seperti blueberry (4.18% bk) menurut Starast et al. 2007), tomat (1.80% bk menurut Guil dan Rebolloso 2009), dan strawberi (3.31% bk menurut Giampieri et al. 2012). Menurut Berry (1987), biji dari buah belimbing (Averrhoa carambola L.) yang memiliki genus sama dengan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) diketahui memiliki kandungan asam lemak yang tinggi, terdiri dari asam palmitat, asam stearat, asam oleat, dan asam linoleat. Berdasarkan pengukuran kadar lemak (Tabel 8), terlihat penurunan kadar lemak dari belimbiing wuluh menjadi asam sunti. Hal ini dapat disebabkan oleh proses fermentasi dan adanya penambahan garam dalam proses pembuatan asam sunti yang menyebabkan peningkatan total solid bahan. Demikian pula halnya dengan kadar protein. Analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl akan mengukur total kandungan nitrogen di dalam sampel. Namun, hasil pengukuran kadar protein dari asam sunti lebih rendah dibandingkan dengan belimbing wuluh. Hal ini juga diduga akibat adanya proses fermentasi yang mendegradasi senyawa protein dan peningkatan total solid akibat penambahan garam sehingga menyebabkan kadar protein lebih rendah dari pada belimbing wuluh.

(34)

22

asam glutamat bebas yang berperan dalam memberikan rasa umami, seperti anggur (5-184 mg/100 g), tomat (260 mg/100 g), dan strawberi (44.40 mg/100 g). Sedangkan untuk belimbing wuluh belum ada penelitian yang mengkaji mengenai kandungan asam glutamat bebasnya.

Berdasarkan hasil QDA (Gambar 3) rasa asin pada asam sunti berbeda signifikan (Lampiran 3) dibandingkan belimbing wuluh. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan garam dalam pembuatan asam sunti. Rasa umami yang ada pada asam sunti juga berbeda signifikan dengan belimbing wuluh (Lampiran 3). Asam sunti memiliki skala 5.9 dari 15, sedangkan belimbing wuluh hanya 2.1. Panelis kurang mendeteksi adanya rasa umami pada belimbing wuluh dapat disebabkan oleh tingginya rasa asam yang ada pada belimbing wuluh sehingga menutupi rasa umami. Selain itu, degradasi protein yang terjadi selama fermentasi akan meningkatkan jumlah asam amino bebas (Visessanguan et al. 2005). Asam

amino bebas seperti, asam aspartat, asam glutamat, 5‟ inosinat, dan 5‟ guanilat

merupakan senyawa-senyawa yang berperan dalam memberikan rasa umami (Food Reference 2014). Hal inilah yang diduga menyebakan asam sunti memiliki rasa umami dan banyak digunakan sebagai bumbu dalam masakan Aceh.

Menurut Breslin (1996), interaksi antara rasa asin pada konsentrasi subthreshold dan rasa asam pada konsentrasi suprathreshold dapat menyebabkan rasa asin menekan intensitas rasa asam. Oleh karena itu, dalam analisis QDA belimbing wuluh memiliki intensitas rasa asam yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam sunti walaupun selama fermentasi terbentuk asam-asam organik.

Berdasarkan Gambar 3, diketahui belimbing wuluh memiliki aroma dominan green, woody, floral, dan waxy, sedangkan asam sunti memiliki aroma dominan rancid, floral dan waxy. Menurut Hadi et al (2013) setiap buah memproduksi sejumlah komponen volatil yang akan membentuk karakteristik aromanya masing-masing. Aroma green dan rancid pada belimbing wuluh berbeda signifikan dengan asam sunti (Lampiran 3). Aroma rancid yang ada pada asam sunti diduga terbentuk selama proses pengeringan akibat adanya reaksi lipid autoksidasi.

0.0 5.0 10.0 15.0

Sweet

Salty *

Sour

Umami*

Spicy

Green * Woody

Waxy Floral

Rancid *

belimbing wuluh

asam sunti

(35)

23 Identifikasi komponen volatil dan komponen aroma aktif

Pemilihan metode ekstraksi terbaik

Berdasarkan hasil uji organoleptik beda dari kontrol (Gambar 4), metode ekstraksi maserasi memberikan aroma ekstraksi yang paling mirip dengan sampel segar yang belum diekstraksi, baik untuk belimbing wuluh maupun asam sunti. Berdasarkan Apriyantono dan Kumara (2004), pelarut dietil eter memiliki efisiensi yang baik untuk mengekstrak senyawa golongan ester dan karboksilat. Metode ekstraksi maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana dan murah. Penggoyangan selama 2 jam pada suhu ruang sebelum disimpan di freezer (-4 ± 1 0C) semalaman berfungsi untuk meningkatkan pelarutan komponen volatil. Hasil ekstraksi dengan metode Likens-Nickerson kurang cocok untuk sampel ini karena proses pemanasan akan memberikan aroma matang pada ekstrak.

Identifikasi komponen volatil

Komponen volatil belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 9, analisis dengan GC-MS mendeteksi adanya 35 komponen volatil. Penelitian sebelumnya (Pino et al. 2004) dengan metode ekstraksi Likens-Nickerson mendeteksi adanya 62 komponen volatil pada belimbing wuluh yang tumbuh di Cuba. Perbedaan kandungan komponen volatil ini dapat disebabkan oleh perbedaan geografis dan metode ekstraksi yang dilakukan. Ekstraksi dengan metode Likens-Nickerson dapat membentuk senyawa baru akibat pemanasan selama proses ekstraksi.

Dari 35 komponen volatil yang terdeteksi dengan GC-MS, 11 komponen diantaranya (furfural, heksanol, alpha-pinena, 1-okten-3-ol, gamma-terpinena nonanal, asam nonanoat, asam tetradekanoat, asam heksadekanoat, asam oktadekanoat, danZ-9-trikosena) juga telah dilaporkan sebagai komponen volatil yang ada pada belimbing wuluh (Pino et al. 2004). Menurut Pino et al. (2004) rangkaian komponen C-9 seperti nonanal dan asam nonanoat diduga sebagai komponen penting yang membentuk aroma belimbing wuluh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa nonanal dan asam nonanoat berperan memberikan karakteristik aroma pada family Cucurbitaceae (Buttery et al. 1982, Beaulieu dan Grimm 2001).

Produk fermentasi belimbing wuluh, yaitu asam sunti terdeteksi memiliki 82 komponen volatil (Tabel 9). Komponen volatil yang lebih banyak dibandingkan dengan belimbing wuluh ini menunjukkan bahwa degradasi karbohidrat, lemak, dan protein selama fermentasi membentuk komponen volatil baru. Dari 82

0

(36)

24

komponen volatil yang terdeteksi ada pada asam sunti, 13 komponen diantaranya juga terdeteksi pada belimbing wuluh, yaitu asam nonanoat, asam tetradekanoat, asam n-heksadekanoat, (Z,Z)-asam 9,12-oktadekadienoat, asam oktadekenoat, asam oktadekanoat, heksadekanol, nonanal, Z-9-trikosena, (3-metilfenil)2-fenilasetat, furfural, vanilin, dan etil benzena.

Tabel 9 Komponen volatil belimbing wuluh dan asam sunti.

No. Komponen RT LRI

11 Asam 4-Hydroksi-3-methoksibenzoat 19.02 1621 0.03 A

12 Asam nonadioat 20.87 1705 0.02 A

25 (Z)-3,7-dimethil-2,6-oktadienol 10.99 1247 0.01 B

(37)

25

50 1,3-Diasetiloksipropanil asetat 13.06 1349 <0.01 A

51 Nonil 2,2,2-trikloroasetat 13.51 1370 0.01 A

52 3,7-Dimetil-2,6-oktadienil asetat 15.13 1444 0.01 B 53 Pentadesil 2,2,3,3,3-pentafluoropropanoat 15.96 1482 0.01 A

54 Eugenil asetat 17.06 1532 0.02 B

55 Etil dodekanoat 18.52 1598 0.01 B

56 Metil tetradekanoat 21.28 1724 0.01 A

57 (3-Metilfenil)2-fenilasetat 23.41 1826 0.01 0.02 B 58 3,7,11-Trimetildodeka-2,6,10-trienil asetat 23.65 1837 0.01 B

59 Benzil 2-hidroksibenzoat 24.16 1862 0.01 B

64 Metil (8E,11E)-oktadekadienoat 28.69 2095 0.11 A

65 Metil 11-oktadekanoat 28.82 2102 0.05 A

66 N-oktadesil etanoat 30.83 2213 0.38 A

67 [(10E,12E)-heksadekadienil] asetat 31.64 2260 0.06 A

68 Metil (Z)-9-oktadekenoat 32.80 0.01 A

Furan

(38)

26

72 5-Formilfuranil)methil asetat 10.90 1243 0.06 A 73 5-(Hydroksimetil)-2-furaldehida 11.21 1259 0.22 A 74

4,4,7a-Trimetil-5,6,7,7a-tetrahidro-1-76 4-Metil-2-nitro-1-(oksaniloksi)pentanon 13.64 1376 0.01 A

77 Alpha-ionon 15.88 1478 <0.01 B

78 Delta-dekalakton 16.30 1498 0.02 B

79 2-tridekanon 16.55 1509 0.02 B

80 Alpha-metil ionon 16.65 1513 0.02 B

81 1-(2,3,6-Trimetilfenil)butenon 19.20 1629 0.02 A

82 Difenilmetanon 19.58 1646 0.01 A

83 6,10,14-Trimetil-2-pentadekanon 23.84 1847 0.10 A

84 1-Oksasikloheptadekanon 25.58 1933 0.03 A

(39)

27 Tabel 9 menunjukkan, belimbing wuluh dan asam sunti terdiri dari komponen volatil yang berbeda. Ester (7) dan asam (7) merupakan golongan komponen volatil yang paling banyak pada ekstrak belimbing wuluh, diikuti oleh terpen (4). Golongan asam (20) adalah komponen volatil yang paling banyak pada ekstrak asam sunti, diikuti oleh ester (16), dan keton (9). Perbedaan ini disebabkan oleh adanya proses pengeringan dan fermentasi dalam pembuatan asam sunti.

Golongan ester banyak dilaporkan terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk hasil olahannya (Zhao et al. 2007). Pada belimbing wuluh, senyawa ester diduga terbentuk melalui jalur biosintesis pada jaringan sel selama pertumbuhan. Pada asam sunti, senyawa ester terbentuk melalui esterifikasi alkohol dan asam lemak selama selama proses fermentasi (Wang et al. 2015). Metil 2-furoat, etil benzoat, nonil 2,2,2-trikloroasetat, pentadesil 2,2,3,3,3-pentafluoropropanoat, eugenil asetat, etil dodekanoat, metil tetradekanoat, metil isoheksadekanoat, metil heksadekanoat, metil (8E,11E)-oktadekadienoat, metil 11-oktadekanoat, n-oktadesil etanoat, [(10E,12E)-heksadekadienil] asetat, dan metil (Z)-9-oktadekenoat adalah senyawa-senyawa yang terdapat pada asam sunti namun tidak ditemukan pada belimbing wuluh sehingga diduga terbentuk selama proses pengeringan maupun fermentasi asam sunti. Etil benzoat, etil dodekanoat, danmetil heksadekanoat juga dilaporkan terdapat pada buah plum yang telah dikeringkan (Nunes et al. 2008). Etil dodekanoat dan metil tetradekanoat juga telah dilaporkan terdapat pada produk fermentasi cabai merah di Korea (Kang dan Baek 2014). Menurut Lee dan Ahn (2009); Steinhaus dan Schieberle(2007), ester merupakan komponen penting yang berperan dalam pembentukan aroma pada produk fermentasi karena tingginya volatilitas dan sensitivitas reseptor olfaktori manusia. Oleh karena itu, senyawa volatil golongan ester pada asam sunti jumlahnya jauh lebih banyak dari belimbing wuluh. Diantara senyawa ester, metil ester memiliki proporsi yang paling besar.

Senyawa golongan asam, asam oktadekanoat, asam 9,12-oktadekadienoat, dan asam nonanoat merupakan asam lemak yang jumlahnya paling tinggi pada asam sunti. Asam n-heksadekanoatdan asam oktadekenoat merupakan komponen yang paling besar pada belimbing wuluh. Hal ini sesuai dengan penelitian Wong dan Wong (1995) yang melaporkan asam heksadekanoat sebagai komponen utama pada belimbing wuluh. Besarnya kandungan asam lemak pada asam sunti diduga berperan dalam pembentukan aroma rancid. Asam lemak dengan rantai karbon medium sampai panjang terbentuk melalui sintesis asam lemak dari asetil ko-A selama proses fermentasi khamir (Styger et al. 2011). Hal ini didukung dengan hasil QDA (Gambar 3), dimana aroma rancid pada asam sunti berbeda nyata (p<0.05) dengan belimbing wuluh. Menurut Wang et al. (2015), asam lemak selain berperan dalam memberikan aroma rancid juga berperan dalam mengatur keseimbangan aroma secara keseluruhan.

Gambar

Gambar 1 Belimbing wuluh.
Tabel 2 Tahapan penelitian.
Tabel 4 Senyawa uji untuk segitiga rasa dan aroma.
Tabel 5 Senyawa referensi untuk pelatihan panelis.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model Pembelajara MERARIK merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang mampu mengkombinasikan antara teori dan aplikasi sehingga siswa mampu merasakan

Hal ini tidak berlaku untuk media pemutar musik dan interaksi antara preferensi lagu dan media, oleh karena hasil ANOVA menunjukkan media pemutar musik dan interaksi

mas}lah}ah praktik jual beli dropshipping bisa dibedakan menjadi dua yaitu adakalanya al-mas}lah}ah al-h}a&gt;jiyah dan adakalanya al-mas}lah}ah at-tah}si&gt;niyah. 2)

Memperkaya wawasan pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan seberapa besar pengaruh teman sebaya dan percaya diri terhadap penyesuaian diri santri

[r]

Namun, entah atas alasan apa yang masih perlu didalami lebih jauh, dalam rentang waktu yang hampir satu tahun itu kegiatan dimaksud hanya berkutat pada penyusunan anggaran dasar

Kemudian komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB), pengeluaran konsumsi LNPRT, pengeluaran konsumsi rumah tangga dan impor luar negeri yang masing-masing

Perubahan di berbagai bidang tersebut, sering disebut sebagai perubahan sosial dan perubahan budaya karena proses berlangsungnya dapat terjadi secara bersamaan..