TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
100200183 EUNIKE LIMBONG
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
100200183 EUNIKE LIMBONG
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Windha, S. H., M. Hum. NIP. 197501122005012002
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum Windha, S.H., M. Hum NIP. 195905111986011001 NIP. 197501122005012002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan hormat dipanjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa
karena berkat, rahmat dan kebaikan-Nya sehingga masa perkuliahan sampai tahap
pengerjaan skripsi yang penuh dengan tantangan dan rintangan dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulisan skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Pemerintah dalam Mengupayakan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan” adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat
diselesaikan tanpa bantuan, petunjuk, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua, yaitu RS Limbong dan Hotmida Situmorang yang luar
biasa mendukung dalam doa dan perhatian. Dan kedua abang penulis
terkasih, Crosby Melkisedek Limbong, S.sos dan Franz Wesly Limbong,
SH. Mereka menjadi sumber semangat untuk segera menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Prof. Dr. Budiman, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas
membimbing dan memotivasi untuk melakukan yang terbaik dalam proses
pengerjaan skripsi ini;
4. Bapak Syafruddin,SH, M.H, dan Bapak M.Husni, S.H, M.H sebagai
Pembantu Dekan II, dan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Ibu Windha, S.H, M. Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku
Pembimbing II yang senatiasa sabar dan banyak memberi masukan untuk
lebih baik kepada penulis. Terima Kasih Ibu cantik, semoga Ibu selalu
sehat dan diberkati;
6. Bapak Ramli Siregar, S.H, M. Hum, selaku Sekertaris Departemen Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Dosen dan Seluruh Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama masa
perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
8. Staf dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan kemudahan pelayanan administrasi kartu rencana studi
selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
9. Sahabat-sahabat terkasih penulis yang sudah seperti keluarga sendiri Iud,
Cika, Rori, Melissa,Cai, Izma, Octo, Mario, Togi, Kak Bora, Kak diah,
Kak Cida, yang telah banyak mengajarkan arti persahabatan di saat susah
maupun senang.
10.Teman-teman seperjuangan penulis yang selalu menjadi tempat di saat
penulis down tetapi slaing bergantian untuk terus saling menyemangati,
11.Spesial buat sepupu-sepupu terkasih penulis Chupongdes Family yang
selalu bisa memberi kegilaan di saat penulis merasa putus semangat,
terlebih buat kakak sepupu penulis Sabet Solin yang sudah banyak
membantu penulis dalam mengerjakan skripsi, i love yall.
12.Teman-teman di FH USU stambuk 2010 juga senior maupun junior yang
dalam perkuliahan dan pengerjaan skripsi memberi dukungan dan
semangat yang tidak dapat disebutkan satu per satu, sukses buat kita
semua ya.
Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
kepada semua orang yang membaca skripsi ini dan jika ada kekurangan dalam
skrisi ini, Penulis dengan senang hati menerima masukan dan koreksi dari para
pembaca.
Sekian dan Terima Kasih.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAKSI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5
D. Keaslian Penulisan ... 6
E. Tinjauan Kepustakaan ... 7
F. Metode Penulisan ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN ... 16
A. Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenaga kerjaan ... 16
B. Perluasan Kesempatan Kerja menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan ... 19
C. Kebijakan Pemerintah dalam Memberikan
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan ... 22
BAB III TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF ... 29
A. Perkembangan Sektor Ekonomi Kreatif di Indonesia ... 29
B. Tanggung Jawab Pemerintah untuk Mewujudkan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif ... 43
BAB IV PERAN PELAKU USAHA EKONOMI KREATIF DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA ... 51
A. Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif ... 51
B. Peran Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif dalam Mengupayakan Peluasan Kesempatan Kerja ... 54
C. Kendala yang Dihadapi Pelaku Usaha dalam Menjalankan Perannya untuk Mewujudkan Perluasan Kesempatan Kerja ... 69
BAB V PENUTUP ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 77
ABSTRAK
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
Eunike Limbong* Budiman Ginting**
Windha***
Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain, ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat penting bagi negara‐ negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk negara‐negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bagaimana tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif, bagaimana peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan perluasan kesempatan kerja.
Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
(library reseacrh) dan data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.
Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif adalah sebuah solusi untuk menekan jumlah pengangguran yang merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, sehingga dalam penanggulangannya harus dilakukan oleh semua stakeholders terkait secara bersama dan terintegrasi antar lintas lintas sektor dan masyarakat, dengan cara mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik didalam maupun diluar hubungan kerja. Ekonomi kreatif memiliki 14 sub-sektor yang merupakan industri berbasis kreativitas di Indonesia berdasarkan pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Kata Kunci : ekonomi, kreatif, kebijakan, pelaku usaha.
*
Mahasiswi **
Dosen Pembimbing I ***
ABSTRAK
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
Eunike Limbong* Budiman Ginting**
Windha***
Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain, ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat penting bagi negara‐ negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk negara‐negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bagaimana tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif, bagaimana peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan perluasan kesempatan kerja.
Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
(library reseacrh) dan data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.
Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif adalah sebuah solusi untuk menekan jumlah pengangguran yang merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, sehingga dalam penanggulangannya harus dilakukan oleh semua stakeholders terkait secara bersama dan terintegrasi antar lintas lintas sektor dan masyarakat, dengan cara mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik didalam maupun diluar hubungan kerja. Ekonomi kreatif memiliki 14 sub-sektor yang merupakan industri berbasis kreativitas di Indonesia berdasarkan pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Kata Kunci : ekonomi, kreatif, kebijakan, pelaku usaha.
*
Mahasiswi **
Dosen Pembimbing I ***
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri kreatif di berbagai negara saat ini diyakini dapat memberikan
kontribusi bagi perekonomian bangsanya. Beberapa studi telah dilakukan untuk
melihat perkembangan serta kiprah sektor industri kreatif dalam perekonomian.
Tahun 2000, di United Kingdom, sumbangan industri kreatif terhadap PDB-nya
adalah 7,9 % dan pertumbuhannya 9%. Di New Zealand, sumbangan industri
kreatif terhadap PDB-nya adalah 3,1 %, Australia sumbangan industri kreatif
terhadap PDB-nya adalah 3,3%. Indonesia mulai melihat bahwa sektor industri
kreatif ini merupakan sektor industri yang potensial untuk dikembangkan. Pada
tahun 2002 – 2006, rata-rata kontribusi industri kreatif di Indonesia adalah Rp
104,638 trilyun atau 6,3 % terhadap PDB Indonesia mampu menyerap tenaga
kerja 5,4 juta pekerja di Indonesia dengan tingkat partisipasi tenaga kerja
mencapai 5,8 % serta produktivitas tenaga kerja mencapai 19,5 juta rupiah per
perkerja tiap tahunnya. Produktivitas ini lebih tinggi dari produktivitas nasional
yang mencapai kurang dari Rp 18 juta rupiah per pekerja tahunnya1. Sedangkan
pertumbuhan dari industri kreatif mencapai 7,3 % per tahun, lebih tinggi daripada
pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,6 % per tahun.2 Disisi lain, banyak
industri kreatif tumbuh dan tahan terhadap krisis ekonomi.
1
Studi Industri Kreatif Indonesia (Jakarta : Departemen Perdagangan RI, 2007), hlm.vi. 2
Melihat kondisi Indonesia yang demikian maka diperlukan kerja keras,
ketekunan dan kerja sama semua pihak baik pemerintah, masyarakat maupun
swasta demi pemulihan ekonomi negara khususnya di bidang kependudukan.
Pembangunan ekonomi dengan tujuan utama yaitu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan mensejahterakan masyarakat menjadi tolak ukur kemapanan suatu
negara. Bagi negara berkembang, pertumbuhan ekonomi yang positif merupakan
sasaran yang harus dicapai agar dapat mensejajarkan diri dengan negara – negara
maju.
Pemerintah pusat mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia
Kreatif. Pencanangan ini bertujuan untuk mengembangkan ekonomi gelombang
ke empat (kreatif) yang mempunyai prospek yang cerah terutama ditengah krisis
global. Penggunaan industri kreatif juga dianggap dapat mempercepat
pembangunan, membangun kemandirian ekonomi, pemerataan pembangunan
dengan cara memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali, mengatur
dan mengelola sumber daya yang dimilikinya.3
Pertumbuhan ekonomi yang positif berarti meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja yang optimal dari segi jumlah,
produktivitas dan efisiensi memerlukan kebijakan yang memperhitungkan kondisi
internal maupun perkembangan eksternal. Kondisi internal dan eksternal meliputi
pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, perkembangan dan efisiensi
pemanfaatan investasi, produktivitas, elastisitas dan shift – share location quotient Misalnya akibat perubahan
perekonomian atas pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah.
sebagai input bagi pengambilan keputusan.4
3
Studi Industri Kreatif Indonesia, Op.Cit., hlm. 33. 4
Kebijakan perluasan kesempatan kerja merupakan suatu kebijakan
penting dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena salah satu
tolak ukur untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara adalah kesempatan
kerja yang diciptakan oleh adanya pembangunan ekonomi. Kesempatan kerja
merupakan aspek sosial ekonomi yang sulit diwujudkan. Hal tersebut
mempengaruhi produktivitas sosial terpuruk. Dengan demikian, kebijakan dan
program pembangunan perlu diarahkan untuk perluasan kesempatan kerja.5
Perekonomian yang berkembang dengan pesat bukan jaminan bahwa
negara tersebut dikatakan makmur bila tidak diikuti perluasan kesempatan kerja.
Kesempatan kerja yang dimaksud adalah lapangan kerja yang mampu
menampung tenaga baru yang setiap tahun memasuki dunia kerja. Dengan
demikian hubungan antara pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional
berkaitan erat dengan perluasan kesempatan kerja karena faktor produksi tenaga
kerja merupakan faktor yang penting selain modal, teknologi dan alam. Dengan
kata lain, pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan perluasan kesempatan
kerja agar angkatan kerja yang ada dapat diserap.
Sementara itu, dalam kurun waktu 2007 – 2012 penduduk usia kerja
meningkat dari 166,64 juta orang menjadi 177,65 juta orang, dimana jumlah
tersebut sudah termasuk dalam kelompok angkatan kerja berkisar antara 65,7%
sampai 67,18% dengan angka yang berfluktuasi setiap tahunnya. Seiring dengan
peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja juga terus
meningkat dari 90,78 juta orang menjadi 102,55 juta orang. Pada tahun 2008 ada
Kabupaten Karangasem Tahun 1997 – 2006 (Jakarta : Piramedia, 2009), hlm.31. 5
sekitar 90,5% penduduk bekerja, tetapi pada tahun 2009 dan 2010 menjadi
90,14% dan 88,8%. Pada tahun 2009 - 2010 terjadi peningkatan masing – masing
menjadi 89,72%, 90,89 %, dan 91,61% di tahun 2010. Meskipun demikian,
jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan
kerja yang ada. Hal ini dikarenakan sering terjadinya mismatch dalam pasar kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM
MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja
menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?
2. Bagaimana tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perluasan
kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif?
3. Bagaimana peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan
perluasan kesempatan kerja ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu:
1. Tujuan Penulisan
maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan
kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
b. Untuk mengetahui tanggung jawab pemerintah dalam mengupayakan
perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif .
c. Untuk mengetahui peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam
mengupayakan perluasan kesempatan kerja.
2. Manfaat Penulisan
Mengenai manfaat akan hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan
permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis
manfaat, yaitu:
a. Manfaat teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan teoritis bagi
penulis dan pembaca untuk menambah pengetahuan beserta pemahaman
mengenai hukum ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja pada
sektor ekonomi kreatif menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
2) Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar
maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas.
b. Manfaat praktis
1) Bagi pemerintah, agar menyadari peran tanggung jawab mengenai
perluasan tenaga kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
2) Bagi pelaku usaha industri kreatif, agar memahami peran sebagai pelaku
usaha bersama pemerintah untuk dapat menyerap tenaga kerja demi
pertumbuhan ekonomi negara.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai
“Tanggung Jawab Pemerintah dalam Mengupayakan Perluasan Kesempatan Kerja
pada Sektor Ekonomi Kreatif menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide
asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat
menambah penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian
penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dan akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
Secara garis besar, penduduk dibedakan menjadi dua golongan yaitu
tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah
atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga
kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan oleh batas usia kerja. Batas usia kerja
berbeda – beda antara negara yang satu dengan negara lain. Perbedaan tersebut
dibuat berdasarkan situasi tenaga kerja di masing – masing negara. Misalnya, di
India batas usia kerja adalah 14 – 60 tahun, di Amerika Serikat batas usia kerja 16
Indonesia sendiri batas usia kerja adalah 10 tahun ke atas (sejak tahun 1971
sampai pada tahun 1999). Pemilihan umur 10 tahun sebagai batas umur minimum
didasari oleh kenyataan bahwa dalam batas umur tersebut sudah banyak penduduk
Indonesia terutama di pedesaan sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Semenjak
dilaksanakan Sakernas 2001, batas usia kerja yang semula 10 tahun diubah
menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti definisi yang dianjurkan oleh International
Labour Organization (ILO).
Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang
diberikan sedapat mungkin dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Berdasarkan pemilihan batas umur di atas, dapat dilihat bahwa batas umur
maksimum tenaga kerja tidak ada. Artinya hanya sebagian saja penduduk
Indonesia yang merasakan tunjangan di hari tua akibat tidak adanya batas umur
maksimum bekerja. Penduduk yang merasakan tunjangan adalah pegawai negeri
dan hanya sebagian kecil pegawai dari perusahaan swasta. Golongan inipun,
kadang kala pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan sehari –
hari sehingga kebanyakan tenaga kerja yang telah mencapai usia pensiun tetap
masih harus bekerja. Sebab itu, di Indonesia tidak menganut sistem batas umur
maksimum.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang – Undang Nomor 25 Tahun
1997 tentang Ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15
tahun. Dengan kata lain, sesuai dengan berlakunya undang – undang ini, mulai
tanggal 1 Oktober 1998 tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk umur 15
Menurut Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan –
Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
tiap – tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar
hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Angkatan kerja dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pekerja dan
penganggur. Dimaksud dengan pekerja adalah orang – orang yang mempunyai
pekerjaan dan sedang bekerja serta orang yang mempunyai pekerjaan namun
untuk sementara waktu tidak bekerja (misalnya wanita karir yang sedang hamil).
Penduduk yang termasuk dalam kategori pengangguran adalah penduduk
yang sedang mencari pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak
mencari pekerjaan karena merasa sudah tidak mungkin mendapatkan pekerjaan,
dan penduduk yang sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
Di negara yang sedang berkembang, masalah pengangguran merupakan
masalah yang sulit diatasi hingga saat ini. Hal ini dikarenakan masalah
pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat
kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi yang maksimal. Demikan juga
halnya di Indonesia, untuk dapat mengatasi pengangguran pemerintah
mengupayakan jalan keluar secara lambat laun baik di desa maupun di kota
seperti pengembangan industri kreatif
Penyerapan tenaga kerja dapat diartikan secara luas yakni menyerap
tenaga kerja dalam arti menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan
usaha. Kesempatan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan
secara aktif dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Dengan kata lain,
kesempatan kerja merupakan jumlah penduduk yang bekerja atau telah
mendapatkan pekerjaan. Ahli ekonomi klasik mendefinisikan kesempatan kerja
sebagai suatu keadaan dimana semua pekerja yang ingin bekerja pada suatu
tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapat pekerjaan.
Pandangan ilmu ekonomi, salah satu faktor produksi yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja yang dimaksud adalah
tenaga kerja yang memiliki keahlian dan keterampilan yang sering disebut dengan
sumber daya manusia (SDM) yang merupakan modal utama untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang baik.
Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.6
Masalah akan timbul jika lapangan usaha yang ada tidak mampu menyerap
tenaga kerja dalam kondisi yang tidak siap pakai. Oleh sebab itu, diperlukan
peranan pemerintah dalam upaya mengatasi problema tersebut melalui pembinaan
dan pengembangan industri kreatif yang nantinya dapat memberikan hasil yang
diharapkan. Selain itu, dapat juga melalui peningkatan bantuan lunak untuk
meningkatkan motivasi, pengetahuan, keterampilan, wawasan dan pandangan Pertumbuhan
ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Bruto) tanpa
memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan
penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur
ekonominya.
6
Sukirno Sadono, Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan
yang luas sehingga lebih mempermudah proses penyerapan tenaga kerja. Apabila
semakin luas lapangan usaha berarti semakin luas pula kesempatan berusaha dan
kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang luas dapat meningkatkan penyerapan
tenaga kerja.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan
untuk mengetahui dan memahami segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian
merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji,
serta mengembangkan ilmu pengetahuan.7
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang
digunakan antara lain:
1. Spesifikasi penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum
dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum
dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa
dikaitkan dengan masyarakat.8
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986), hlm. 250.
Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan
hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.
8
Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk
memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang
terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode
pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis.
2. Sumber data
Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data
sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.9
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan di bidang kepailitan, antara lain:
a. Kitab Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
b. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan
Kesempatan Kerja
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa
buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi
ini.
Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer
dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
9
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library
reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan
membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan
pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan
penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan
secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari
teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori,
pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.10
4. Analisis data
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan
dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan
menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya
melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar
sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan
bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna
mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan
saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang
dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.11
10
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op. Cit., hlm. 24. 11
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan
kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh
manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan satu dengan yang lain.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN
KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Bab ini berisi perluasan arah kebijakan nasional pemerintah dalam
bidang ketenagakerjaan, perluasan kesempatan kerja menurut
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2013 tentang tenaga kerja, dan
kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja
menurut undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang
BAB III TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH UNTUK
MEWUJUDKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA
SEKTOR EKONOMI KREATIF
Bab ini memberikan penjelasan mengenai perkembangan sektor
ekonomi kreatif di Indonesia, pertanggungjawaban pemerintah
untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja.
BAB IV PERAN PELAKU USAHA EKONOMI KREATIF DALAM
MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
Bab ini berisikan tentang pelaku usaha ekonomi kreatif, peran
pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan perluasan
kesempatan kerja, dan kendala yang dihadapi pelaku usaha dalam
menjalankan perannya untuk mewujudkan perluasan kesempatan
kerja.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian
awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari
subtansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran penulis berikan
BAB II
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
A.Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenagakerjaan
Suatu kebijakan, terutama kebijakan pembangunan meminta biaya dan
pengorbanan yang tidak kecil, baik materi, waktu dan tenaga, termasuk
opportunity cost lainnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila suatu
kebijakan diawali dengan berbagai persiapan, perencanaan yang matang,
pembahasan yang intens, sebelum akhirnya dituangkan dalam suatu naskah atau
sebagai dokumen kebijakan. Bila tahapan ini diikuti secara konsisten dan jujur,
maka arah kebijakan yang dihasilkan akan memberi peluang yang besar bagi
keberhasilan kebijakan yang dilaksanakan. Sebaliknya, bila tahapan ini tidak
dilakukan secara konsisten dan jujur, maka besar kemungkinan arah kebijakan
yang dihasilkan akan memberi arah yang salah dan berakibat kebijakan yang
diterapkan menemui kegagalan (loss development).12
Berdasarkan pengamatan selama beberapa tahun belakangan ini, kebijakan
ketenagakerjaan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Beberapa hal
yang kemungkinan besar menyebabkan hal itu adalah:13
a. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum secara metodik dan
sistematis mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan sebagai dasar
12
Khristianto Wheny, “Peluang dan Tantangan Industri Kreatif di Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 5 No.1, hlm. 33-37.
13
atau bahan dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan, yang mengakibatkan
kurangnya inovasi dan kreasi dalam penyusunan kebijakan.
b. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum melakukan koordinasi
yang efektifnya dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya dalam
menyusun arah kebijakan ketenagakerjaan.
c. Masih banyak program dalam kebijakan ketenagakerjaan yang tidak dapat
mencapai target dan sasaran seperti yang direncanakan.
d. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang luput dari kebijakan
ketenagakerjaan.
e. Masih terdapat duplikasi program ketenagakerjaan antar satuan kerja dan atau
unit kerja.
f. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang
tanpa perubahan yang signifikan.
Menghadapi masalah itu diperlukan suatu arah kebijakan yang memuat
pemikiran dan informasi yang dapat digunakan sebagai tuntunan dalam
menyusun kebijakan, strategi, dan program oleh pemerintah. maka berikut ini
akan dijelaskan arah kebijakan yang harus dilakukan :14
a. Menurunkan tingkat fertilitas, karena dengan jumlah anak sedikit
memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan
pendapatan.
b. Menahan masuknya penduduk ke dalam angkatan kerja melalui program
wajib belajar 12 tahun atau 15 tahun yang konsisten.
14
c. Meningkatkan kualitas penduduk baik melalui sisi kesehatan maupun
pendidikan.
d. Merubah orientasi penduduk dari orientasi pekerja upahan menjadi
wirausahawan melalui peningkatan jiwa kewirausahawan di sekolah-sekolah
menengah dan perguruan tinggi.
e. Meningkatkan employment creation dan job creation padat karya yang layak,
sehingga pendapatan perkapita naik dan bisa menabung yang akan
meningkatkan tabungan nasional.
f. Mengarahkan dan memotivasi penduduk agar menginvestasikan tabungan
rumah tangga untuk kegiatan produktif.
g. Seiring dengan menurunnya jumlah penduduk usia 0-15 tahun, maka
anggaran yang sebelumnya dipakai untuk anak usia 0-15 tahun dialihkan
kepada peningkatan sumber daya manusia untuk penduduk usia 15 tahun ke
atas seperti untuk traning, pendidikan, dan upaya pemeliharaan kesehatan
remaja terutama kesehatan reproduksi dan penanggulangan perilaku tidak
sehat seperti alkohol, narkoba, rokok dan seks bebas.15
B.Perluasan Kesempatan Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Masalah perluasan kesempatan kerja akan tetap merupakan inti masalah
pembangunan sosial – ekonomi Indonesia. Keberhasilan pembangunan
ekonomi belum sempurna apabila masalah lapangan kerja belum dapat
diselesaikan secara tuntas dan mendasar. Prinsipnya pembangunan perluasan
15
kesempatan kerja dan penempatan tenaga kerja, sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 4 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, salah satunya mempunyai tujuan untuk “memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi“.16
Pengertian perluasan kesempatan kerja diartikan pada Pasal 1 ayat 1
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja
yaitu “perluasan kesempatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk
menciptakan lapangan pekerjaan baru dan/atau mengembangkan lapangan
pekerjaan yang tersedia”. Mewujudkan rangka mendukung perluasan kesempatan
kerja, menteri melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan dapat melibatkan
masyarakat. Koordinasi dilakukan untuk memberi masukan, saran, dan
pertimbangan kepada pemerintah dan pemerintah daerah sebagai bahan dalam
menetapkan kebijakan di bidang perluasan kesempatan kerja dan untuk
melakukan mediasi, motivasi dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah di
bidang perluasan kesempatan kerja.
Menurut Tjokromidjojo kebijakan perluasan kesempatan kerja
merupakan suatu kebijakan penting dalam pelaksanaan pembangunan.17
16
Sukirno Sadono, Makro Ekonomi Modern (Jakarta: Rajawali Press, 2000), hlm.38. Hal ini
disebabkan karena salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan ekonomi
suatu negara adalah kesempatan kerja yang diciptakan oleh adanya pembangunan
ekonomi. Kesempatan kerja merupakan aspek sosial ekonomi yang sulit
diwujudkan. Hal tersebut mempengaruhi produktivitas sosial terpuruk. Dengan
demikian, kebijakan dan program – program pembangunan perlu diarahkan untuk
perluasan kesempatan kerja.
17
Perspektif perluasan kesempatan kerja menurut Pasal 39 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “pemerintah
bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja.” Ketentuan ini menunjukkan bahwa pandangan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah menjadi sebuah landasan tujuan
kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan.
Pandangan selanjutnya tertuang pada Pasal 39 ayat 2 yaitu “Pemerintah
dan masyarakat bersama-sama mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik
di dalam maupun di luar hubungan kerja”, artinya kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah juga turut didukung oleh masyarakat dalam hal ini adalah lembaga
masyarakat untuk menciptakan perluasan kesempatan kerja.
Peraturan yang telah dibuat khususnya pada Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan/keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan
pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin.
Sendjun menjelaskan bahwa pembinaan hubungan ketenaga-kerjaan perlu
diarahkan kepada terciptanya keserasian antara tenaga kerja dan pengusaha yang
dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana masing-masing
pihak saling menghormati dan saling mengerti terhadap peranan serta hak dan
kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan proses produksi, serta
peningkatan partisipasi mereka dalam pembangunan.18
18
Tujuan lainnya adalah merupakan salah satu solusi dalam perlindungan
buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang
cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja,
pengupahan, dan kesejahteraan. Dengan demikian, selain menjadi landasan dalam
menciptakan perluasan kesempatan kerja, undang-undang ini sangat berarti dalam
mengatur hak dan kewajiban baik para tenaga kerja maupun para pengusaha di
dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan
agar bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta
perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunya
undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang
akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.
C. Kebijakan Pemerintah dalam Memberikan Kesempatan Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
1. Kebijakan Pemerintah
Pengertian kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atau atas dasar
kebijakan yang bersifat luas. Menurut Werf yang dimaksud dengan kebijakan
adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan
tertentu.19
19
Werf H, Ilmu Manajemen Pemerintahan (Jakarta : Alumni, 1997), hlm.73.
keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan
tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.
Sesuai dengan sistem administrasi Negara Republik Indonesia kebijakan
dapat terbagi 2 (dua) yaitu :20
a.Kebijakan internal (manajerial),
Yaitu kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam
organisasi pemerintah sendiri.
b.Kebijakan eksternal (publik),
Yaitu suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum. Sehingga dengan
kebijakan demikian kebijakan harus tertulis.
Pengertian kebijakan pemerintah sama dengan kebijaksanaan berbagai
bentuk seperti misalnya jika dilakukan oleh Pemerintah Pusat berupa Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen) dan lain-lain. Sedangkan jika
kebijakan pemerintah tersebut dibuat oleh Pemerintah Daerah akan melahirkan
Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah (Perda) dan lain-lain.
Dalam penyusunan kebijaksanaan/kebijakan mengacu pada hal-hal
berikut: 21
a. Berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi.
b. Konsistensi dengan kebijaksanaan yang lain yang berlaku.
c. Berorientasi ke masa depan.
d. Berpedoman kepada kepentingan umum.
e. Jelas dan tepat serta transparan.
f. Dirumuskan secara tertulis.
20
Diambil dari http://ririsatria40.wordpress.com/2012/04/30/ekonomi-kreatif/ (diakses tanggal 02 Juli 2014)
21
Sedangkan kebijakan atau kebijaksanaan pemerintah mempunyai
beberapa tingkatan yaitu :
a. Kebijakan Nasional
Memberikan artian bahwa kebijakan negara yang bersifat fundamental dan
strategis untuk mencapai tujuan nasional/negara sesuai dengan amanat UUD
1945. Kewenangan dalam pembuat kebijaksanaan adalah MPR, dan
Presiden bersama-sama dengan DPR. Bentuk kebijaksanaan nasional yang
dituangkan dalam peraturan perundangundangan dapat berupa :
1) UUD 1945
2) Ketetapan MPR
3) Undang-Undang
4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dibuat oleh
Presiden dalam hal kepentingan memaksa setelah mendapat persetujuan
DPR.
b. Kebijaksanaan Umum
Kebijaksanaan yang dilakukan oleh Presiden yang bersifat nasional dan
menyeluruh berupa penggarisan ketentuan-ketentuan yang bersifat garis
besardalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan sebagai pelaksanaan UUD 1945, Ketetapan MPR maupun
Undang-Undang guna mencapai tujuan nasional. Penetapan kebijaksanaan
umum merupakan sepenuhnya kewenangan presiden, sedangkan bentuk
perundang-undangan seperti halnya Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden
(Kepres) serta Instruksi Presiden (Inpres).
Kebijaksanaan pelaksanaan dari kebijakan umum tersebut merupakan
penjabaran dari kebijakan umum serta strategi pelaksanaan dalam suatu
bidang tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidang tertentu.
Penetapan kebijaksanaan pelaksanaan terletak pada para pembantu
Presiden yaitu para Menteri atau pejabat lain setingkat dengan Menteri dan
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) sesuai dengan
kebijaksanaan pada tingkat atasnya serta perundang-undangan berupa
Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pejabat tersebut (Menteri/Pejabat
LPND).
2. Kebijakan Pemerintah dalam Memberikan Kesempatan Kerja menurut
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pengangguran merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung
jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, sehingga dalam
penanggulangannya harus dilakukan oleh semua stakeholders terkait secara
bersama dan terintegrasi antar lintas sektor dan masyarakat, dengan cara
mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja. Kebijakan Pemerintah dalam pembangunan ketenagakerjaan
secara pokok tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, sebagai pelaksanaan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap
kemanusiaan”. Berdasarkan hal itu maka pemerintah membuat kebijakan sebagai
berikut : 22
a. Kebijakan makro, sektoral dan regional yang mendukung pembangunan
ketenagakerjaan.
Kebijakan ini mendorong upaya penciptaan lapangan kerja yang
berkelanjutan diperlukan dukungan pertumbuhan ekonomi yang lebih
berorentasi pada kepentingan pekerja dan perluasan lapangan kerja dengan
didukung penyebaran informasi dan perencanaan tenaga kerja.
b. Penciptaan lapangan kerja langsung yang mewadahi kepentingan
masyarakat pekerja.
Dalam era pembangunan saat ini, manusia khususnya sebagai objek tenaga
kerja produktif yang semula dipandang objek pembangunan berkiprah
lebih luas menjadi pelaksana, pemanfaat dan penentu pembangunan.
Pandangan baru yang melihat tenaga kerja sebagai sumber daya manusia
yang memiliki integritas dan kemampuan merubah hubungan industrial
antara pemilik modal (pengusaha) dengan pekerja kearah kemitraan.
Dengan demikian, maka perkembangan suatu kegiatan ekonomi menjadi
tanggungjawab bersama antara pemilik modal dan pekerja.
c. Pembangunan sektoral
Krisis ekonomi memberikan dampak negatif bagi perluasan kesempatan
kerja pada sektor non pertanian namun keadaan ini tidak berlaku pada
sektor pertanian, dimana terdapat kecenderungan yang semula tenaga kerja
22
di sektor pertanian menurun jumlahnya, mengalami arus balik ketika krisis
ekonomi berlangsung.
d. Mempersiapkan tenaga kerja yang berkualitas.
Era persaingan yang semakin ketat, upaya untuk meningkatkan kualitas
dan produktifitas tenaga kerja sangat dibutuhkan. Kebijaksanaan tersebut
diupayakan melalui peningkatan efesiensi dan produktifitas disetiap sektor
ekonomi melalui penciptaan iklim usaha yang dinamis yang didukung
nasional maupun internasional.
e. Pemberian perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
Kebijakan perlindungan bagi pekerja perlu diberikan selaras dengan arah
pembangunan sistem hubungan industrial yang dapat diterima oleh seluruh
lapisan masyarakat khususnya masyarakat industri yang langsung terlibat
dalam proses produksi, perluasan jangkauan dan kemampuan berunding
agar menghasilkan syarat – syarat pekerja yang berkualitas.
Pekerjaan menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia, karena
pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pekerjaan sebagai wujud dari
aktualisasi diri kepada keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Kenyataannya,
hak tersebut tidak bisa dinikmati oleh setiap warga negara Indonesia, karena
terbatasnya kesempatan kerja. Lowongan kerja yang tersedia tidak mampu
menyerap jumlah tenaga kerja yang ada, karena ketidakseimbangan antara
pertumbuhan angkatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
kesempatan kerja.
Sehubungan hal tersebut, Pemerintah dan Pemda perlu menetapkan
dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja. Perlu dukungan semua
pihak dalam upaya menciptakan dan memperluas kesempatan kerja. Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja mengatur
mengenai kebijakan pemerintah dan pemda yang diarahkan kepada penciptaan
dan perluasan kesempatan kerja, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja
ditetapkan oleh Presiden RI di Jakarta pada tanggal 8 Mei 2013.
Kebijakan perluasan kesempatan kerja meliputi, kebijakan perluasan
kesempatan kerja di dalam hubungan kerja dan kebijakan perluasan kesempatan
kerja di luar hubungan kerja. Memberikan pengertian untuk menciptakan dan
mengembangkan perluasan kesempatan kerja, pemerintah dan pemerintah Daerah
dapat memberi kemudahan investasi. Dimaksud dengan “kemudahan investasi”
dalam ketentuan ini antara lain kemudahan dalam hal perpajakan, perbankan,
penyediaan infrastruktur, pelayanan, dan peraturan perundang-undangan. 23
Kebijakan perluasan kesempatan kerja di dalam hubungan kerja
dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan
swasta. Melaksanakan kebijakan di atas maka badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, dan swasta menetapkan program dan kegiatan perluasan
kesempatan kerja di dalam hubungan kerja. Kebijakan dilakukan yang harus dapat
menyerap tenaga kerja.
Kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja diarahkan
untuk menciptakan dan mengembangkan kesempatan kerja yang produktif dan
berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya
23
manusia, kelembagaan masyarakat, dan teknologi tepat guna. Kebijakan perluasan
kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilaksanakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, BUMN, BUMD, swasta, dan kelembagaan masyarakat.
Kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan bentuk
BAB III
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH UNTUK MEWUJUDKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI
KREATIF
A.Perkembangan Sektor Ekonomi Kreatif di Indonesia
Pergeseran dari Era Pertanian lalu Era Industrialisasi, disusul oleh
era informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di bidang
teknologi infokom serta globalisasi ekonomi, telah menggiring peradaban
manusia kedalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah
terbayangkan sebelumnya.24
Industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi dan pola
distribusi yang lebih murah dan lebih efisien. Penemuan baru di bidang
teknologi infokom seperti internet, email, SMS, Global System for Mobile
communications (GSM) telah menciptakan interkoneksi antar manusia yang
membuat manusia menjadi semakin produktif. Globalisasi di bidang media dan
hiburan juga telah mengubah karakter, gaya hidup dan perilaku masyarakat
menjadi lebih kritis dan lebih peka atas rasa serta pasar pun menjadi semakin
luas dan semakin global.25
Sisi lain yang muncul dari fenomena tersebut adalah kompetisi yang
semakin keras. Kondisi ini mengharuskan perusahaan mencari cara agar bisa
menekan biaya semurah mungkin dan se‐efisien mungkin. Konsentrasi
industri berpindah dari negara barat ke negara‐negara berkembang di Asia
karena tidak bisa lagi menyaingi biaya murah di Republik Rakyat Tiongkok
24
Op.Cit., Departemen Perdagangan Republik Indonesia, hlm. 21. 25
(RRT) dan efisiensi industri negara Jepang. Negara‐negara maju mulai
menyadari bahwa saat ini mereka tidak bisa mengandalkan supremasi dibidang
industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif,
sehingga kemudian pada tahun 1990‐ an dimulailah era ekonomi baru yang
mengintensifkan informasi dan kreativitas, yang populer disebut ekonomi
kreatif yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut industri kreatif.
Kita dapat mengetahui bahwa ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud
dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas,
yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang
berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan
kata lain, ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup
yang sangat penting bagi negara‐ negara maju dan juga menawarkan peluang
yang sama untuk negara‐negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan
ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya
terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas.
Negara‐negara membangun kompetensi ekonomi kreatif dengan caranya
masing‐masing sesuai dengan kemampuan yang ada pada negara tersebut. Ada
beberapa arah dari pengembangan industri kreatif ini, seperti pengembangan
yang lebih menitikberatkan pada industri berbasis:26
a. Lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry);
b. Lapangan usaha kreatif (creative industry)
c. Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta (copyright industry)
26
1. Industri kreatif
Definisi industri kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang
berkecimpung dalam industri kreatif, adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task
force 1998 : 27
“Creatives Industries as those industries which have their origin in
individual creativity, skill & talent, and which have a potential for
wealth and job creation through the generation and exploitation of
intellectual property and content”
“Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta
bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya
cipta individu tersebut“
Menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia dalam buku
Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi Kreatif 2025, ke 14
subsektor industri kreatif Indonesia adalah :
a. Periklanan ( Advertising )
Definisi periklanan menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut :
1) Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah
dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi,
produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: perencanaan
komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi,
kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar,
27
majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster
dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame
sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples, serta
penyewaan kolom untuk iklan.
2) Segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu
media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada
sebagian atau seluruh masyarakat.
3) Deskripsi atau presentasi dari produk, ide ataupun organisasi untuk
membujuk individu untuk membeli, mendukung atau sepakat atas suatu
hal.
b. Arsitektur.
Definisi jasa arsitektur sebagai pelaku usaha ekonomi kreatif menurut
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005 adalah jasa
konsultasi arsitek, yaitu mencakup usaha seperti: desain bangunan,
pengawasan konstruksi, perencanaan kota, dan sebagainya. Selain itu
sub-sektor arsitektur yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain
bangunan secara menyeluruh baik dari level makro (town planning, urban
design, landscape architecture) sampai level mikro. Misalnya arsitektur
taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi
bangunan warisan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi
kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika
dan elektrikal.
Yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang
asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui
lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, meliputi barang-barang
musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film. Pelaku usaha pada
sektor ini adalah pedagang barang-barang antik, pelukis, pencipta barang
unik, dll.
d. Kerajinan
Industri Kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan
oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses
penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat
dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu,
logam (emas, perak,tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain,
marmer, tanah liat, dan kapur.
Berdasarkan bahan baku (raw material), produk kerajinan dikategorikan
menjadi:
1) Ceramic (seperti tanah liat, erathen ware, pottery, stoneware, porcelain)
2) Logam (seperti emas, perak, perunggu, besi, tembaga)
3) Natural fiber, serat alam (bambu, akar-akaran, rotan)
4) Batu-batuan (seperti batu mulia, semi precious stone, jade)
5) Tekstil (seperti cotton, sutra, linen)
6) Kayu (termasuk kertas dan lacquer ware)
Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki,
dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan
aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
f. Fesyen (fashion)
Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki,
dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan
aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk
fesyen.dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan
aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.
g. Video, Film dan Fotografi
Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa
fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya
penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.
h. Permainan Interaktif
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi
permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan
edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan
semata‐mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.
Menurut beberapa sumber, industri permainan interaktif didefinisikan
sebagai permainan yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Berbasis elektronik baik berupa aplikasi software pada komputer (online
maupun stand alone), console(Playstation, XBOX, Nitendo dll), mobile
2) Bersifat menyenangkan (fun) dan memiliki unsur kompetisi
(competition)
3) Memberikan feedback/interaksi kepada pemain, baik antar pemain atau
pemain dengan alat (device)
4) Memiliki tujuan atau dapat membawa satu atau lebih konten atau
muatan. Pesan yang disampaikan bervariasi misalnya unsur edukasi,
entertainment, promosi produk (advertisement) sampai kepada pesan
yang destruktif.
i. Musik
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan,
reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara. Seiring dengan perkembangan
industri musik ini yang tumbuh sedemikian pesatnya, maka Klasifikasi Baku
Lapangan Indonesia 2005 (KBLI) perlu dikaji ulang, yaitu terkait dengan
pemisahan lapangan usaha distribusi reproduksi media rekaman, manajemen
representasi-promosi (agensi) musik, jasa komposer, jasa pencipta lagu dan
jasa penyanyi menjadi suatu kelompok lapangan usaha sendiri.
j. Seni pertunjukan
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten,
produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian
kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur
musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan
tata pencahayaan.
Kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi
informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan
database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis
sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan
piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya.
l. Penerbitan dan Percetakan
Industri kreatif subsektor penerbitan dan percetakan meliputi kegiatan kreatif
yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran,
majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita.
m. Televisi dan Radio
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan
pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment,
dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio,
termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi.
n. Riset dan Pengembangan
K egiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan
penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut
untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material
baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi
kebutuhan pasar termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti
penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni; serta jasa konsultansi
bisnis dan manajemen.
Industri kreatif subsektor riset dan pengembangan meliputi kegiatan kreatif
teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan
produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode
baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Akan tetapi,
definisi riset dan pengembangan tersebut menurut masukan dari beberapa
sumber dipandang belum cukup merefleksikan aktivitas riset dan
pengembangan yang sesungguhnya. Definisi dari komoditi riset dan
pengembangan mempunyai landasan regulasi sendiri yaitu Undang – Undang
Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Penelitian adalah kegiatan
yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk
memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan
pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi
dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik
kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah
terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.
2. Pilar utama model pengembangan ekonomi kreatif
Model pengembangan ekonomi kreatif terdapat 5 pilar yang perlu terus
dan misi ekonomi kreatif Indonesia. Kelima pilar ekonomi kreatif tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut :28
a. Industri
Industri merupakan bagian dari kegiatan masyarakat yang terkait
dengan produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi produk atau
jasa dari sebuah negara atau area tertentu. Industri yang menjadi
perhatian dalam pilar ini khususnya adalah industri kreatif yang akan
dianalisis berdasarkan model Porter 5‐forces. 29
Pilar Industri ini dimasukkan ke dalam model pengembangan ekonomi
kreatif, berdasarkan kepada pendekatan dari Howkins (2001) yang
mengatakan kreativitas saja tidak bisa dihitung. Yang bisa dihitung
adalah produk kreatif. Produk kreatif adalah hasil suatu kreativitas
dikalikan dengan transaksi. Ini mengindikasikan adanya faktor kreasi dan
originalisasi yang memiliki potensi kapital dan/atau yang diproduksi
sedemikian rupa untuk dikomersialisasikan.
Analisis dengan Porter
5‐forces sebagai framework ini dilakukan untuk mengupayakan
terbentuknya struktur pasar industri kreatif dengan persaingan sempurna
yang mempermudah pelaku industri kreatif untuk melakukan bisnis dalam
sektor tersebut.
b. Teknologi.
28
Ibid., hlm. 61 29
Teknologi dapat didefinisikan sebagai suatu entitas baik material dan
non material, yang merupakan aplikasi penciptaan dari proses mental atau
fisik untuk mencapai nilai tertentu. Dengan kata lain, teknologi bukan
hanya mesin ataupun alat bantu yang sifatnya berwujud, tetapi
teknologi ini termasuk kumpulan teknik atau metode‐metode, atau
aktivitas yang membentuk dan mengubah budaya.30
Richard Florida mengatakan ada tiga modul utama membangun ekonomi
berbasis kreativitas yaitu:
Teknologi ini akan
merupakan enabler untuk mewujudkan kreativitas individu dalam karya
nyata.
1) Talenta sumber daya insani,
2) Teknologi, dan;
3) Toleransi sosial.
Teknologi dimasukkan kedalam pilar karena fungsinya sebagai
kendaraan dan perangkat (tools) bagi pengembangan landasan
ilmu pengetahuan. Teknologi bisa dipakai dalam berkreasi,
memproduksi, berkolaborasi, mencari informasi, distribusi dan sarana
bersosialisasi.
c. Resources.
Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah input yang dibutuhkan
dalam proses penciptaan nilai tambah, selain ide atau kreativitas yang
dimiliki oleh sumber daya insani yang merupakan landasan dari industri
30
kreatif ini. Sumber daya meliputi sumber daya alam maupun ketersediaan
lahan yang menjadi input penunjang dalam industri kreatif.
Era ekonomi kreatif juga mendapatkan warisan dampak buruk dari era
industrialisasi. Pemanasan global di seluruh dunia membangkitkan
kesadaran kolektif dari warga dunia dan menghasilkan konsensus politis
mengenai penyelamatan bumi, yang diwujudkan dalam bentuk
perdagangan karbon (carbon market). Sehingga, dalam membangun
industri kreatif berbasis produk fisikal, harus juga disertai dengan pola
pikir ramah lingkungan. Pertumbuhan perdagangan karbon ini sangat
pesat dan peranan negara‐negara Asia sebagai produsen sangat
strategis. Selayaknya peluang ini dimanfaatkan juga oleh
industri‐industri kreatif.
d. Institution.
Institution dalam pilar pengembangan industri kreatif dapat didefinisikan
sebagai tatanan sosial dimana termasuk di dalamnya adalah kebiasaan,
norma, adat, aturan, serta hukum yang berlaku. Tatanan sosial ini bisa
yang bersifat informal –seperti sistem nilai, adat istiadat, atu norma ‐
maupun formal dalam bentuk peraturan perundang‐undangan.
Industri kreatif memajukan ide‐ide yang dapat dieksploitasi menjadi
potensi ekonomi. Dengan demikian peranan hukum dalam memproteksi
ide‐ide sangat penting. Proteksi ide‐ide dijalankan dengan mekanisme
HKI. Namun, harus ditekankan bahwa HKI bukan poin utama dari
industri kreatif, yang lebih penting adalah bagaimana insan Indonesia
keilmuan, industri maupun komersial. Oleh karena itu, pendaftaran HKI
pada produk ada proporsi‐proporsi tertentu. Regim HKI yang sekarang
populer masih bernuansa kebarat‐ baratan yang sangat individualis.
Sebisa mungkin industri kreatif di Indonesia juga mampu membangun
landasan HKI yang bersifat ketimuran yang kuat, karena HKI didunia
timur banyak berupa nilai‐nilai kearifan budaya lokal yang bersifat
kebersamaan (togetherness) dan berbagi (sharing).
e. Financial Intermediary.
Lembaga intermediasi keuangan adalah lembaga yang beperan
menyalurkan pendanaan kepada pelaku industri yang membutuhkan,
baik dalam bentuk modal/ekuitas mapun pinjaman/kredit. Lembaga
intermediasi keuangan merupakan salah satu elemen p