• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN HORMON SITOKININ (BAP)

PADA PERBEDAAN PERTUMBUHAN BATANG

Tetrastigma leucosthaphyllum

YUNI AMBAR YEKTI

DEPARTEMENKONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DANEKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

YUNI AMBAR YEKTI. Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan AGUS HIKMAT.

Tetrastigma merupakan liana yang menjadi inang tumbuhan holoparasit spesies Rafflesia. Oleh karena itu, kelangsungan hidup Rafflesia sangat tergantung kepada Tetrastigma.Salah satu cara untuk mempertahankan keberadaan Rafflesia yaitu dengan melakukan perbanyakan terhadap liana Tetrastigmamelalui pemberian hormon pada batang Tetrastigma tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh terhadap perbedaan pertumbuhan kalus dengan pemberian hormon sitokinin pada batang Tetrastigma leucosthaphyllum. Metode yang digunakan adalah dengan memberi perlakuan pada tanaman tersebut, yaitu dengan pemberian hormon sitokinin dengan masing-masing konsentrasi 0 (kontrol), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l pada tiga jenis liana. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian perlakuan konsetrasi hormon sitokinin 80 mg/l memberikan pengaruh tertinggi dalam menumbuhkan kalus dibandingkan perlakuan lainnya. Namun berdasarkan uji ragam tidak ada pengaruh nyata pada tiap-tiap pemberian perlakuan 0 (kontrol), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l. Kata kunci:hormon sitokinin, kalus,konsentrasi, Tetrastigmaleucosthaphyllum.

ABSTRACT

YUNI AMBAR YEKTI. The Influence of Giving Sitokinin Hormone on The Difference of Tetrastigmaleucosthaphyllumbud sterm growth. Supervised by EDHI SANDRA and AGUS HIKMAT.

Tetrastigmais a liana which became the host of holoparasit plant, Rafflesia. Therefore, the survival of Rafflesia depend on Tetrastigma. One way to maintain the existence of Rafflesia is by multiplying Tetrastigma through giving the hormone on the stem of Tetrastigma. The purpose of this research is to identify the influence of callus growth differences by giving sitokinin hormone on the stem of Tetrastigma leucosthaphyllum.The methods that used is to give treatment of those plants, namely by giving sitokinin hormone with each concentration 0 (control), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, and 80 mg/l on three kinds of lianas. Based on the research, the treatment by giving sitokinin hormone 80 mg/lgave the highest amount of influence in growing callus than other treatment. But based on the test there is no real influence in each concentration of giving treatment by 0 (control), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENGARUH PEMBERIAN HORMON SITOKININ (BAP)

PADA PERBEDAAN PERTUMBUHAN BATANG

Tetrastigma leucosthaphyllum

YUNI AMBAR YEKTI

DEPARTEMENKONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi :Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum Nama : Yuni Ambar Yekti

NIM : E34090066

Disetujui oleh

Ir Edhi Sandra, MSi Pembimbing I

DrIrAgus Hikmat, MScF Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Hormon Sitokinin (BAP) Pada Perbedaan Pertumbuhan Tunas Batang Tetrastigma leucosthaphyllum”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Edhi Sandra, MSi dan Dr Ir Agus Hikmat, MScF sebagai dosen pembimbing. Terima kasih kepada Ibu dan Bapak dan kakak-kakakku tersayang serta keluarga atas motivasi,kasih sayangdan doa yang tiada henti mengiringi langkah penulis selama menjalankan studinya. Terima kasih kepada teman-teman KPF yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah setia menemani dan membantu dalam penelitian ini. Terimakasih kepada sahabat-sahabat tersayang ‘Manis Manja Grup’ dan ‘Batagor Grup’ yang selalu menghibur dan menjadi motivator bagi penulis sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan studinya dan terima kasih kepadaKSHE Anggrek Hitam 46 atas kebersamaan dalam suka maupun duka.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Jenis Data 2

Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kalus 6

Jumlah Kalus 8

Tinggi Kalus 9

Panjang Kalus 12

Lebar Kalus 14

Pengaruh Pemberian Konsentrasi Hormon Sitokinin 17 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tetrastigma

leucosthaphyllum 17

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(11)

DAFTAR TABEL

1 Uji statistik pengaruh pemberian sitokinin pada tinggi kalus 11 2 Uji statistik pengaruh pemberian sitokinin pada panjang kalus 13 3 Uji statistik pengaruh pemberian sitokinin pada lebar kalus 16

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk Perlukaan Pada Batang Tetrastigma leucosthaphyllum 3

2 Struktur kimia BAP 5

3 Contoh perlukaan pada perlakuan 40 mg/l (a) terserang jamur dan (b)

luka mati 6

4 Tumbuh kalus pada berbagai konsentrasi hormon dengan hari tumbuh

kalus 7

5 Konsentrasi 40 mg/l yang mati 7

6 Hubungan konsentrasi hormon dengan jumlah kalus 8

7 Luka yang tumbuh kalus 9

8 Hubungan konsentrasi hormon dengan tinggi kalus 1 9 9 Hubungan konsentrasi hormon dengan tinggi kalus 2 10 10 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 1 11 11 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 2 12 12 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 3 13 13 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 1 14 14 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 2 15 15 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 3 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar saat penetesan hormon dan perlukaan pada batang Tetrastigma

leucosthaphyllum 20

2 Gambar batang Tetrastigma leucosthaphyllum yang telah diberi

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tetrastigma merupakan liana yang menjadi inang tumbuhan holoparasitdari spesies Rafflesia. Spesies Rafflesia merupakan tumbuhan langka yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, IUCN (International Union Conservation Nature) (1997) memasukkan Rafflesia sebagai tumbuhan yang berstatus genting (endangered).Oleh karena itu, kelangsungan hidup Rafflesia sangat tergantung terhadap keberadaan Tetrastigma. Salah satu spesies yang menjadi inang Rafflesia adalah Tetrastigma leucosthaphyllum(sinonim dari T. lanceolarium) (Zuhud et al. 1988) atau yang memiliki nama lokal (Sunda) yaitu kibalera (Mukmin 2008).Spesies tumbuhan T. leucosthaphyllum ini memiliki ciri yaitu batang bulat dengan warna kecoklatan dan memiliki gerigi pada tepi daunnya.

Sebagai inang Rafflesia, perbanyakan Tetrastigma perlu dilakukan agar spesies langka tersebut tetap lestari. Upaya dan inovasi dalam teknik perbanyakan atau budidaya Tetrastigma salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian hormon sitokinin pada bagian batang Tetrastigmasehingga terbentuk kalus yang tumbuh menjadi akar atau tunas. Penggunaanhormon sitokinin dikarenakan hormon tersebut memiliki peran yang dapat menunjang pertumbuhan tunas (Sandra 2000).

Faktor penting yang menentukan keberhasilan dalam pemberian perlakuan hormon sitokinin tersebut adalah dengan mengetahui faktor eksternal (luar) dan faktor internal (dalam) dari Tetrastigma tersebut. Faktor luar yaitu berupa keadaan lingkungan pada tempat tumbuhan tersebut tumbuh seperti suhu, kelembapan, pH tanah dan lain-lain. Faktor dalam adalah faktor dari dalam tumbuhan tersebut, seperti hormon yang terdapat pada tumbuhan itu sendiri. Hal tersebut perlu diketahui dikarenakan faktor penunjang dalam pertumbuhan Tetrastigma agar tumbuh optimal, sedangkan faktor lainnya adalah mengetahui konsentrasi yang tepat dalam menumbuhkan kalus maupun tunas. Mengacu pada faktor-faktor tersebut maka diperlukan penelitian untuk mengetahui ketepatan konsentrasi dalam pemberian hormon sitokinin terhadap batang T. leucosthaphyllum.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh terhadap pertumbuhan kalus dengan pemberian hormon sitokinin pada batang T. leucosthaphyllum.

Manfaat

(13)

2

konsentrasi hormon yang tepat untuk pertumbuhan Tetrastigma guna mendapatkan hasil dengan kualitas yang baik sebagai tempat hidupRafflesia.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di areal koleksi Laboratorium Konservasi Tumbuhan BKKT (Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan Hutan Tropika) Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor yang memiliki koleksi T. leucosthaphyllum.Waktu pelaksanaanpenelitian pada bulanMei sampai dengan Juli 2013.

Alat dan Bahan

Pita ukur, kamera untuk mendokumentasikan tumbuhanT. leucosthaphyllum, papan jalan, alat tulis, tally sheet untuk mencatat data pertumbuhan, kertas label untuk sebagai tanda pada tumbuhan, tali rafia, ajir (bambu), gelas ukur untuk mengukur larutan hormon, alat penyiram tanaman, penggaris, pisau, gunting, kertas pH untuk mengukur pH tanah, hormon sitokinin serta liana T. leucosthaphyllum.

Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa pertumbuhan kalus, pertumbuhan lebar, pertumbuhan tinggi, keadaan cuaca, suhu dan kelembapan.

Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data untuk data primer dilakukan dengan metode pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan dengan mengamati pertumbuhan dan pengaruh langsung dari hormon yang diberikan terhadap perlukaan kulit batang T.leucosthaphyllum. Jenis perlukaan yang dilakukan yaitu dengan melukai kulit batang dengan pisau steril. Kemudian luka tersebut diberikan hormon perangsang pertumbuhan kalus dan tunas dengan komposisi yang berbeda. Tahap berikutnya yaitu mengamati perbedaan serta perbandingan pertumbuhan dengan ukuran komposisi hormon yang diberikan, yaitu pertumbuhankalusnya. Data sekunder lainnya adalah mengamati suhu, kelembapandan pH tanah di sekitar lokasi T. leucosthaphyllum tersebut.

Persiapan Larutan Hormon

(14)

3

Persiapan Pemberian Perlukaan

Batang yang akan diberi perlakuan perlukaan kulit batang, awal mula dipilih batang pada tiga bagian, yaitu batang yang berada di dekat akar, di bagian tengahdan bagian atas batang dengan diameter minimal 5 cm. Kemudian diberi perlukaan dengan menggunakan pisau steril dan diberi hormon sesuai komposisinya.Perlukaan dilakukan pada 3 liana dengan masing-masing liana diberi 5 perlakuan. Bentuk perlukaan pada batang T. leucosthaphyllum yaitu berbentuk ‘V terbalik’ (Gambar 1).

a. 1,5 cm 5 cm Keterangan:

a: daerah penetesan hormon sitokinin dan merupakan daerah yang diharapkan sebagai tempat tumbuhnya tunas maupun kalus

Gambar1 Bentuk perlukaan pada batang T.leucosthaphyllum

Pemilihan bentuk perlukaan ‘V terbalik’ pada Gambar (1), dimaksudkan pada bagian atas, bawah, dan sisi-sisi perlukaan tersebut merupakan daerah untuk menyerap maksimal hormon sitokinin agar hormon tersebut tidak menyebar ke daerah yang perlukaan batang yang lain. Dan pada bagian sisi-sisi tersebut merupakan tempat yang diharapkan sebagai tempat tumbuhnya tunas dan kalus.

Pemeliharaan

Pemeliharan batang T. leucosthaphyllumdilakukan dengan penyiraman yang dilakukan setiap hari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemeliharaan selanjutnya yaitu dengan melakukan penyiangan. Penyiangan merupakan kegiatan menghilangkan tanaman liar (pengganggu) yang berada di sekitar tanaman yang sedang diamati agar pertumbuhannya tidak terganggu. Selain itu kegiatan pemeliharaan lainnya yang dilakukan adalah pengendalian hama secara manual dengan mengamati dan mengambil daun atau bagian tanaman yang terserang hama untuk menghindari seranganlebih lanjut.

Pemberian perlakuan, pengamatan, dan pengambilan data

(15)

4

Analisis Data

Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tunas dan kalus yang hidup serta data mengenai suhu lingkungan, kelembapan, dan pH tanah pada lokasi tersebut.

Jumlah perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 perlakuan dengan 5 kali jumlah ulangan pada setiap perlakuannya. Untuk 5 perlakuan diberi konsentrasi yang berbeda-beda, yaitu (0, 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL).

Model umum rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Yij = µ + �� + ��� : i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1, 2, 3, ... ,5

Yij = Hasil pengamatan terhadap T. Leucosthaphyllumpada konsentasi hormon ke-i dan ulangan ke-j.

� = Nilai tengah umum

�� = Pengaruh konsentrasi hormon ke-i Faktor perlakuan konsentrasi hormon ke-i A : 0 (Kontrol)

B : 20 mg/l C : 40 mg/l D : 60 mg/l E : 80 mg/l

Eij :Pengaruh galat percobaan pada kulit batang ke-j yang memperoleh perlakuan konsentrasi hormon ke-i.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS) 9.1. Serta untuk mengetahui pengaruh perlakuan, maka dilakukan uji F tabel:

Hipotesis:

H0= Pemberian hormon sitokinin tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan T. leucosthaphyllum.

H1= Pemberian hormon sitokinin berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan T. leucosthaphyllum.

H0 ≠ H1

Apabila hasil sidik ragam tidak berpengaruh nyata, maka terima H0dan tolak H1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(16)

5

BAP (Benzylaminopurin) merupakan zat pengatur tumbuh yang tergolong ke dalam sitokinin sintetik yang penggunaannya dipengaruhi oleh ZPT lainnya. Menurut Wattimenadiacu dalam Windujati (2011), sitokinin mempengaruhi berbgaia proses fisiologi di dalam tanaman. Aktivitas utama sitokinin adalah pembelahan sel. Aktivitas ini yang menjadi kriteria utama untuk menggolongkan suatu zat pengatur tumbuh ke dalam sitokinin. Struktur kimia BAP sitokinin dapat tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia BAP

Sitokinin merupakan senyawa yang berfungsi untuk meningkatkan pembelahan sel dan pengaturan pertumbuhan.Sitokinin banyak ditemukan dalam tumbuhan, paling banyak diteukan pada daerah meristem dan daerah dengan potensi tumbuh berkesinambungan termasuk akar, daun muda, buah yang berkembang, dan biji. Perannya dalam tumbuhan antara lain adalah untuk mengatur pembelahan sel, pembentukan organ, pembesaran sel dan organ, pencegahan kerusakan klorofil, pembentukan kloroplas, pembukaan dan penutupan stomata, dan perkembangan mata tunas dan pucuk (Harjadi 2009).Sedangkan menurut Sandra (2000), hormon sitokinin menunjang pertumbuhan tunas tapi menghambat pertumbuhan akar dan menghambat pembungaan dan pembuahan.

Pengaruh pemberian hormon selama 12 minggu di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, hasil perlakuan pada pemberian hormon sitokinin (BAP) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tunas Tetrastigma.Menurut Sandra (2000), waktu 12 minggu merupakan waktu yang cukup dalam merangsang pertumbuhan tunas oleh tambahan zat pengatur tumbuh seperti hormon. Namun, pada penelitian ini konsentrasi hormon tersebut yang sudah dapat dikatakan sangat tinggi dalam merangsang pertumbuhan tunas, ternyata masih belum efektif dalam merangsang pertumbuhan tunas. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah lingkungan tempat tumbuhnya T. Leucosthaphyllum yang tidak sesuai dengan tempat hidup alami nya dan konsentrasi maupun jenis hormon belum tepat untuk merangsang pertumbuhan tunas. Faktor lainnya adalah faktor dari tumbuhan itu sendiri (internal) pada batang liana tersebut sudah cukup tua sehingga dinding sel pada tumbuhan tersebut sulit untuk menumbuhkan tunas yang baru. Namun, pada penelitian ini kalus pada batang T. Leucosthaphyllum tumbuh dengan baik.

(17)

6

kalus yang hidup.Serta data yang diolah adalah tinggi dan lebar kalus yang hidup jumlah total dari 12 minggu yang didapat selama penelitian.Dan pada tanaman tersebut kalus dapat tumbuh dengan baik.Meskipun pada saat memasuki hari pengamatan pertama, pada liana 2 perlakuan konsentrasi hormon 40 mg/l luka tersebut mengalami kematian yang disebabkan oleh terserangnya luka oleh jamur dan kurangnya cahaya.Hal ini dikarenakan pada tempat perlukaan 40 mg/l tersebut berada di tempat yang lembap dan kurang cahaya matahari. Menurut Damson et al. (2011), kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan (Gambar 2).

(a) (b)

Gambar 3 Contoh perlukaan pada perlakuan 40 mg/l (a) terserang jamur; (b) luka mati

Menurut Sandra (2010), hormon dalam satu hormon yang sama, dengan konsentrasi yang sama, akan mempunyai pengaruh yang berbeda pada bagian tanaman yang berbeda.Hal ini ditunjukkan dengan pada bagian konsentrasi hormon 40 mg/l pada perlukaan tersebut mati. Sedangkan pada konsentrasi lain perlukaan tersebut tetap tumbuh. Serta hormon dalam kelompok hormon yang berbeda akan bersifat saling melemahkan atau saling meniadakan (Sandra 2010). Hal ini menunjukkan bahwa di dalam membuat ramuan hormon, maka acuannya adalah bukan sebanyak-banyaknya kandungan hormon, tapi lebih kepada ketepatan komposisi dan konsentrasinya.

Kalus

Menurut Primawati (2006), kalus merupakan suatu kumpulan sel yang tidak beraturan dan tidak terspesialisasi yang terjadi dari sel-sel yang membelah diri secara terus-menerus. Kalus tersebut terbentuk umumnya dimulai pada bekas-bekas luka akibat pemberian perlakuan. Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkim yang memiliki ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Sedangkan ciri-ciri kalus pada penelitian ini adalah timbulnya gelembung pada kulit batang setelah pemberian perlukaan. Tumbuhnya kalus merupakan indikator bahwa tunas tersebut akan tumbuh. Namun, pada penelitian kali ini tunas tersebut belum tumbuh hingga akhir waktu penelitian.

Hari Tumbuh Kalus

(18)

7

Gambar 4 Tumbuh kalus pada berbagai konsentrasi hormon denganharitumbuh kalus

Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa pemberian hormon dengan konsentrasi 80 mg/lmemberikan pengaruh pertumbuhan kalus yang tercepat dibandingkan liana lainnya.Pada pemberian konsentrasi 80 mg/l tersebut yaitu kalus tumbuh pada hari ke-2.Sedangkan pada pemberian konsentrasi 40 mg/l pada liana 2, kalus tersebut tidak tumbuh.Hal ini dapat disebabkan oleh faktor tempat perlukaan tersebut dilakukan.Karena pada perlukaan konsentrsi 40 mg/l tidak mendapat sinar matahari yang cukup, sehingga mudah terserang oleh jamur dan menyebabkan mati pada perlukaan. (Gambar 5).

Gambar 5 Konsentrasi 40 mg/l yang mati

Audus (1963) menyatakan bahwa pemberian zat pengatur tumbuh pada berbagai konsentrasi dapat berbeda-beda untuk setiap jenis tumbuhan, bahkan berbeda pula antara varietas dalam satu jenis. Faktor lain yaitu kemampuan tumbuhan untuk mengubah zat pengatur tumbuh pada saat yang tidak tepat dapat membuat tumbuhan tidak memberikan respon terhadap zat pengatur tumbuh yang diberikan. Weaver (1972) juga menyatakan respon tanaman terhadap penggunaan zat pengatur tumbuh dapat bersifat menguntungkan ataupun merugikan, tergantung pada konsentrasi, keadaan lingkungan dan keadaan tanaman.

(19)

8

Jumlah Kalus

Hasil pengamatan menujukkan bahwa jumlah kalus yang tumbuh pada tiap masing-masing perlakuan pemberian konsentrasi hormon berbeda-beda.Begitu pun hal nya dengan jumlah kalus yang tumbuh pada tiap masing-masing liana pun berbeda, seperti tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6 Hubungan konsentrasi hormon dengan jumlah kalus

Berdasarkan Gambar 6 tersebut, dapat menunjukkan bahwa jumlah kalus terbanyak adalah pada liana 1 pada konsentrasi 80 mg/ldengan jumlah kalus yang tumbuh adalah 3 kalus.Sedangkan pada pada konsentrasi 60 mg/l dan 40 mg/lberjumlah 2 kalus, sedangkan pada konsentrasi 20 mg/l dan 0 (kontrol) hanya berjumlah 1 kalus. Pada liana 2, jumlah kalus yang tumbuh pada konsentrasi 80 mg/l dan 60 mg/l berjumlah sama yaitu 2 kalus. Pada konsentrasi 40 mg/l jumlah kalus tersebut adalah 0 atau dapat dikatakan tidak ada kalus yang tumbuh. Hal ini samaseperti hal sebelumnya yaitu tempat atau lokasi pada perlukaan 40 mg/l merupakan tempat yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung. Hal ini menyebabkan timbulnya kelembapan sehingga luka mudah terjangkiti dan terserang oleh jamur. Suparno (1997) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan energi dalam proses fotosintesisnya spesies T. Leucothaphyllum ini memerlukan intensitas cahaya matahari yang tinggi sehingga harus emmanjat pohon lain. Sedangkan menurut Damson et al.(2011), cahaya merupakan faktor utama sebagai energi dalam fotosintesis, untuk menghasilkan energi. Kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan.

Pada konsentrasi 20 mg/l dan kontrol (0) jumlah kalus yang tumbuh adalah 1 kalus. Selanjutnya pada liana 3, jumlah kalus yang tumbuh adalah berjumlah sama pada semua konsentrasi yaitu berjumlah 1 kalus yang tumbuh. Menurut Bhojwani dan Razwan (1983), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi sitokinin maka jumlah yang tumbuh semakin banyak tetapi pertumbuhan masing-masing tanaman terhambat.Sehingga dapat dilihat dari gambar diatas bahwa konsentrasi yang cukup maksimal untuk merangsang tumbuhnya kalus dan menunjukkan jumlah kalus terbanyak adalah pada konsentrasi 80 mg/l (Gambar 7).

(20)

9

Gambar 7 Luka yang tumbuh kalus

Hal ini dikarenakan pada konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi hormon yang maksimal untuk merangsang pertumbuhan pada sel-sel tanaman.Gati dan Mariska (1992) menyatakan bahwa hormon sitokinin merupakan ZPT yang paling sering digunakan pada kultur kalus karena aktivitasnya yang kuat untuk memacu proses diferensiasi sel dan menjaga pertumbuhan kalus.

Tinggi Kalus

Salah satu parameter dari pertumbuhantanaman adalah dengan mengukur tinggi dari tanaman tersebut.Pertumbuhan merupakan proses kehidupan tanaman yang mengakibatkan penambahan ukuran tanaman semakin besar dan juga menentukan hasil penambahan ukuran tanaman secara keseluruhan yang dikendalikan oleh sifat alami tanaman (genetik) di bawah pengaruh faktor lingkungan(Sitompul danGuritno 1995).

Tinggi Kalus 1

Hasil pengukuran pada pertumbuhan tinggi pada kalus T. leucosthaphyllum, tinggi kalus yang tumbuh pada tanaman tersebut berbeda-beda.Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Hubungan konsentrasi hormon dengankalus 1

(21)

10

Gambar 8 menunjukkan bahwa pada liana 3 tinggi kalus adalah 0 (cm) pada tiap perlakuan. Pada liana 2, tinggi kalus pada perlakuan kontrol (0), 20 mg/l, dan 40 mg/l adalah 0 cm. Pada konsentrasi 60 mg/l liana 2, tinggi kalus adalah 0,2 cm dan pada konsentrasi 80 mg/l adalah 0,3 cm. Pada liana 1, tinggi kalus perlakuan kontrol (0) dan konsentrasi 20 mg/l adalah 0 cm. Sedangkan pada konsentrasi 40 mg/l tinggi kalus adalah 0,3 cm, pada konsentrasi 60 mg/l adalah 0,1 cm dan pada konsentrasi 80 mg/l adalah 0,1 cm. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa pada konsentrasi 40 mg/l dan 80 mg/l merupakan konsentrasi yang terbaik dalam merangsang pertumbuhan sel kalus dibandingkan konsentrasi lainnya. Hal ini dikarenakan konsentrasi tersebut konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan yang lainnya dan lebih tepat komposisi atau kombinasinya dibandingkan yang konsentrasi lainnya. Serta pemilihan bagian perlukaan pada batang merupakan salah satu faktor yang menentukan, hal ini disebabkan sebagai penentuan mendapatkan asupan sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhan kalus maupun tunas.

Tinggi Kalus 2

Pada kalus yang tumbuh lebih banyak pada konsentrasi 80 mg/l, tinggi kalus pun menyebabkan tumbuh beragam. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Hubungan konsentrasi hormon dengankalus 2

Berdasarkan gambar diatas, menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi, yaitu hormon 80 mg/l pada liana 1 merupakan konsentasi hormon yang cukup untuk merangsang pertumbuhan kalus. Hal ini disebabkan konsentrasi tersebut merupakan komposisi yang tinggi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan kalus.

Uji Statistik Pada Tinggi Kalus

Pengaruh pemberian hormon Sitokinin dengan konsentrasi yang berbeda-beda terhadap tinggi kalus dapat diketahui dengan analisis sidik ragam.Hasil uji statistik tinggi kalus dapat dilihat pada Tabel 1.

(22)

11

Hipotesis:

H0 : faktor perlakuan tidak berpegaruh terhadap respon H1 : faktor perlakuanberpengaruh terhadap respon Uji Statistik

Terima H0jika nilai p-value >0.05 (α)

Hasil uji statistik pada tabel di atas menunjukkan bahwa perlakuan menghasilkan p value sebesar 0,356>0.05, yang menunjukkan bahwa faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi kalus.

Panjang Kalus

Panjang merupakan salah satu indikator bahwa tumbuhan tersebut mengalami pertumbuhan.Panjang kalus pada penelitian ini berbeda-beda berdasarkan jumlah kalus yang tumbuh pada pelakuan tersebut.

Panjang Kalus 1

Panjang kalus pada penelitian ini beragam. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya atau sinar matahari. Sebab cahaya matahari merupakan faktor yang sangat berpegaruh pada pertumbuhan tanaman termasuk T. Leucosthaphyllum itu tersendiri. Hasil pengamatan panjang kalus dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Hubungan konsentrasi hormon denganpanjang kalus 1

0

Tabel 1 Uji statistik pengaruh pemberian Sitokinin pada tinggi kalus Sumber

(23)

12

Pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa liana 1 dan liana 2 memiliki kesamaan yaitu masing-masing kalus memiliki panjang yang sama yaitu 5 cm pada setiap konsentrasi, kecuali pada konsentrasi 40 mg/l pada liana 2 yaitu 0 cm. Sedangkan pada liana 3, perlakuan konsentrasi memiliki panjang yang sama yaitu 0,5 cm kecuali pada konsentrasi 40 mg/l panjang kalus tersebut adalah 0 cm.

Panjang Kalus 2

Hasil pada tiap-tiap pelakuan terhadap pemberian hormon terdapat perbedaan, salah satunya terhadap panjang kalus. Perbedaan panjang kalus pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 2 Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa panjang kalus pada liana 3 adalah 0 cm, pada semua perlakuan. Sedangkan pada liana 1 dan 2, terdapat panjang kalus pada perlakuan konsentrasi 60 mg/l dan 80 mg/l. Pada liana 1, perlakuan hormon 60 mg/l memiliki panjang kalus 1 cm dan pada perlakuan 80 mg/l adalah 2 cm. Sedangkan pada liana 2, perlakuan konsentrasi 60 mg/l adalah 2 cm dan pada konsnetrasi 80 mg/l adalah 3 cm. Secara keseluruhan, dari perlakuan pemberian konsentrasi pada kedua liana yang tumbuh kalus tersebut, panjang maksimal tumbuh kalus adalah pada perlakuan konsentrasi 80 mg/l.

Panjang Kalus 3

Hasil perlakuan pada pemberian hormon 80 mg/l merupakan hormon yang paling menumbuhkan jumlah kalus sehingga mengakibatkan jumlah kalus tersebut pun lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan pada liana 1, konsentrasi hormon 80 mg/l panjang kalus adalah 1 cm. Sedangkan pada liana lainnya adalah 0 cm. Hal ini merupakan indikator bahwa perlakuan pemberian konsentrasi hormon 80 mg/lmerupakan konsentrasi maksimal untuk merangsang pertumbuhan kalus.

Perbedaan panjang kalus berikutnyatercantum pada Gambar 12.

(24)

13

Gambar 12 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 3

Uji Satistik Pada Panjang Kalus

Pengaruh pemberian hormon sitokinin dengan konsentrasi yang berbeda-beda terhadap panjang kalus dapat diketahui dengan analisis sidik ragam.Hasil uji statistik tinggi kalus dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Uji statistik pengaruh pemberian Sitokinin pada panjang kalus Sumber

a. R Squared = 0.196 (Adjusted R Squared = -0.125) Hipotesis:

H0 : faktor perlakuan tidak berpegaruh terhadap respon H1 : faktor perlakuan berpengaruh terhadap respon Uji Statistik

Terima H0jika nilai p-value>0.05 (α)

Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi hormon sitokinin yang berbeda-beda pada tanaman tersebut menghasilkan pvalue sebesar 0.665>0.05.Hal ini menunjukkan bahwa faktor perlakuan tidak berpengaruh nyataterhadap panjang kalus.

0

20 mg/l40 mg/l60 mg/l80 mg/l

(25)

14

Lebar Kalus

Seperti hal nya pada jumlah dan panjang kalus yang berbeda-beda, lebar kalus pun berbeda-beda baik pada perlakuan pemberian konsentrasi hormon maupun pada masing-masing liana.

Lebar Kalus 1

Hasil pengamatan pada liana 1, memiliki jumlah kalus yang lebih banyak dibandingkan dengan liana lainnya, sehingga memiliki perbedaan jumlah lebar yang berbeda pula dengan liana yang lainnya.Pada lebar kalus 1, dapat dilihat perbedaannya pada Gambar 13.

Gambar 13 Hubungan konsentrasi hormon denganlebar kalus 1

Gambar13 di atas menunjukkan bahwa pada liana 2 dan 3 pada perlakuan 40 mg/l adalah 0 cm. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut luka tersebut telah mati terserang oleh jamur. Pada liana 3, perlakuan 0 (kontrol), 20 mg/l, dan 60 mg/l memiliki lebar kalus 0,1 cm. Sedangkan pada perlakuan 80 mg/l memiliki lebar kalus 0,2 cm. Pada liana 2, perlakuan konsentrasi 0 (kontrol) dan 20 mg/l sebesar 0,2 cm dan 0,4 cm. Sedangkan pada perlakuan 60 mg/l dan 80 mg/l memiliki lebar yang sama yaitu 0,5 cm. Pada liana 1, perlakuan 0 (kontrol), 20 mg/l, dan 40 mg/l memiliki lebar yang sama yaitu 0,5 cm. Sedangkan pada perlakuaan konsentrasi hormon 60 mg/l dan 80 mg/l memiliki lebar yang sama yaitu 0,6 cm. Berdasarkan pemberian perlakuan hormon diatas, konsentrasi hormon yang maksimal adalah pada konsentrasi 80 mg/l. Dapat dilihat bahwa konsentrasi 80 mg/l pada ketiga liana tersebut adalah liana yang maksimal pada lebar kalus tersebut, yaitu 0,6 cm, 0,5 cm, dan 0,2 cm. Seperti hal nya pada sebelumnya, konsentrasi 80 mg/l merupakan konsentrasi yang sudah tinggi dalam merangsang pertumbuhan kalus sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan konsentrasi lainnya.

Lebar Kalus 2

Perlakuan dalam tiap-tiap pemberian hormon pada batang Tetrastigma berbeda-beda baik dalam tinggi, panjang maupun lebar kalus tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 14).

(26)

15

Gambar 14 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 2 Gambar 14 di atas menunjukkan bahwa pada liana 1 dan 2, perlakuan 0 (kontrol) dan 20 mg/l memiliki lebar kalus 0 cm. Dan pada liana1 perlakuan 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l masing-masing lebar kalus adalah 1 cm, 0,8 cm, dan 0,5 cm. Sedangkan pada liana 2 perlakuan 40 mg/l adalah 0 cm dan pada perlakuan konsentrasi hormon 60 mg/l dan 80 mg/l memiliki lebar kalus masing-masing adalah 1,5 cm dan 1 cm. Dari perlakuan diatas, dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan pengaruh konsentrasi hormon yang maksimal pada lebar kalus yang maksimal adalah pada perlakuan konsentrasi 60 mg/l yaitu 1,5 cm. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor tumbuhan itu sendiri yang mana tumbuhan itu lebih cepat menyerap hormon yang telah diberikan.

Menurut pernyataan Tjitrosomo (1984) menjelaskan bahwa hormon tumbuh pada umumnya mendorong pertumbuhan, tetapi pada keadaan tertentu dapat menghambat perkembangan.

Lebar Kalus 3

Seperti hal nya pada tinggi dan pannjang kalus, pemberian hormon 80 mg/l memiliki jumlah kalus paling banyak sehingga mengakibatkan perbedaan yang beragam termasuk pada lebar kalus itu sendiri. Perbedaan lebar kalus tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 3

Gambar di atas menunjukkan bahwa hanya pada liana 1 yang memiliki lebar kalus karena pada liana 1 memiliki jumlah kalus terbanyak sehingga

(27)

16

menyebabkan lebar kalus pun beragam. Pada gambar diatas, perlakuan konsentrasi hormon 80 mg/l merupakan konsentrasi yang tumbuh kalus.Hal ini dikarenakan konsentrasi 80 merupakan konsentrasi yang tepat karena kandungannya lebih tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya.

Uji Satistik Pada Lebar Kalus

Pengaruh pemberian hormon sitokinin dengan konsentrasi yang berbeda-beda terhadap panjang kalus dapat diketahui dengan analisis sidik ragam.Hasil uji statistik tinggi kalus dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Uji statistik pengaruh pemberian Sitokinin pada lebar kalus Sumber

a. R Squared = 0.199 (Adjusted R Squared = -0.121) Hipotesis:

H0 : faktor perlakuan tidak berpegaruh terhadap respon H1 : faktor perlakuan berpengaruh terhadap respon Uji Statistik

Terima H0jika nilai p-value>0.05 (α)

Hasil uji statistik diatas menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi hormon Sitokinin yang berbeda-beda pada tanaman tersebut menghasilkan pvalue sebesar 0.657>0.05.Hal ini menunjukkan bahwa faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang kalus.

Pengaruh Pemberian Konsentrasi Hormon Sitokinin

(28)

17

lingkungan atau tempat hidup yang tidak sesuai dengan tempat hidup alami nya di alam sehingga perlakuan tidak berpengaruh nyata seperti suhu dan kelembapan.

Berdasarkan uji ragam, pada perlakuan konsentrasi 0 (kontrol), 20 mg/l, 40 mg/l, 60 mg/l, dan 80 mg/l pada liana 1, 2 dan 3 tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kalus. Hal ini disebabkan pertumbuhan kalus yang tumbuh merupakan faktor alami tumbuhan untuk tetap tumbuh meskipun tanpa diberi hormon. Hal ini dapat ditunjukkan pada perlakuan 0 (kontrol) kalus tetap tumbuh dibandingkan perlakuan konsentrasi 40 mg/l dimana pada perlakuan tersebut terdapat luka yang mati. Seperti diketahui, hormon konsentrasi 40 mg/l merupakan hormon yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan 0 (kontrol). Sehingga pemberian hormon untuk mendorong pertumbuhan harus sesuai dengan konsentrasi yang optimal karena hal tersebut memberikan pengaruh yang terbesar dan apabila konsnetrasi ditambahkan dapat menghambat pertumbuhan dan pemberian hormon yang kuat dalam pertumbuhan suatu organ dapat menghambat organ lain (Sandra 2000).

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tetrastigmaleucosthaphyllum

Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk tumbuh. Pertumbuhan suatu tanaman yang diproduksi akan selalu dipengaruhi oleh faktor dalam (eksternal) maupun faktor luar (internal) dari tanaman itu sendiri. Faktor dalam dari tanaman itu adalah genetika dari tanaman tersebut yang dilihat melalui pertumbuhan sehingga diperoleh hasil, sedangkan faktor luarnya adalah faktor biotik maupun abiotik yang meliputi unsur – unsur yang menjadi pengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi alam, antara lain iklim, curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, kesuburan dan pHtanah, serta ada tidaknya hama dan penyakit. Oleh sebab itu, mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tentunya menjadi sangat bermanfaat.

Komponen yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur yang ada di sekitar lingkungan seperti suhu, kelembapan, pHtanah, angin dan curah hujan (Indriyanto 2006).

Suhu

Hasil pengamatan terhadap suhu lingkungan, suhu tertinggi pada penelitian ini adalah suhu terendah adalah 24oC dansuhu tertinggi 32oC, sedangkan suhu yang cocok atau optimum untuk pertumbuhan T.leucosthaphyllumadalah kisaran suhu 16,4°C hingga 20,4 °C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tjasyono (2004), bahwa suhu udara mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman. Setiap jenis tanaman memiliki batas batas suhu minimum, optimum dan maksimum untuk setiap tingkat pertumbuhannya.Suhu yang ekstrim dapat merusak tanaman, suhu terlalu dingin dan suhu terlalu tinggi dapat mematikan tanaman. Kerusakan akibat suhu tinggi dapat dihubungkan dengan kekeringan ( desikasi ).

(29)

18

proses tersebut mulai dihambat, baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi).Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tumbuhan T. leucosthaphyllum akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah. Peranan suhu kaitannya dengan kehilangan lengas tanah melewati mekanisme transpirasi dan evaporasi.

Kelembapan

Kelembapan udara merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya curah hujan, terdapatnya air tegenang dan suhu merupakan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelembapan terhadap lingkungan sekitar tempat tumbuh T. Leucosthaphyllum, kelembapan terendah adalah 58% dan suhu tertinggi 92%. Sedangkan kelembapan yang cocok dan optimum untuk T. leucosthaphyllumadalah 83,3 % hingga 91,1 %. Hal ini disebabkan semakin rendah suhu udara maka semakin tinggi kelembapan udara.

Menurut Damson et al. (2011), kelembapan ada kaitannya dengan laju transpirasi melalui daun karena transpirasi akan terkait dengan laju pengangkutan air dan unsur hara terlarut. Bila kondisi lembap dapat dipertahankan maka banyak air yang diserap tumbuhan dan lebih sedikit yang diuapkan.Kondisi ini mendukung aktivitas pemanjangan sel sehingga sel-sel lebih cepat mencapai ukuran maksimum dan tumbuh bertambah besar.Pada kondisi ini, faktor kehilangan air sangat kecil karena transpirasi yang kurang.Adapun untuk mengatasi kelebihan air, tumbuhan beradaptasi dengan memiliki permukaan helaian daun yang lebar. Untuk pemecahan senyawa bermolekul besar (saat respirasi) agar menghasilkan energi yang diperlukan pada proses pertumbuhan dan perkembangannya.

pH Tanah

Tanah merupakan sumber utama zat hara untuk tanaman dan tempat sejumlah perubahan penting dalam siklus pangan.Kaitan hubungan tekstur dan struktur tanah terhadap pertumbuhan tanaman sangat erat, ada hubungan timbal balik antara komponen satu dengan komponen yang lainnya.Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah.Berdasarkan hasil pengamatan pH tanah pada lokasi pengamatan ini adalah 7 (netral).Hal ini cukup memungkinkan untuk tanaman agar tetap tumbuh optimum, karena apabila pH tanah kurang dari 7 atau pH suatu tanah semakin tinggi keasamannya maka semakin sulit tanaman untuk menyerap hara.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(30)

19

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi dan kombinasi hormon yang tepat untuk merangsang pertumbuhan kalus hingga munculnya tunas.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis dan konsentrasi yang tinggi dan tepat agar dapat menumbuhkan tunas pada T. leucosthaphyllumtersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Audus LJ. 1963. Plant Growth Subtances. Intersci Publ., Inc. New York.

Bhojwani SS, Razdan MK. 1983.Plant Tissue Culture (Theory andPractise). Elsevier Science Publisher. Amsterdam,

Damson R, Susanti P, Lestari, Khoirul, Pujiono. 2011.Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian. Agroekoteknologi. Universitas Negeri Jambi.

Gati E dan Mariska I. 1992. Pengaruh Auksin dan Sitokinin Terhadap Pembentukan Kalus Mentha piperita Linn. Buletin Littri 3 : 1-4.

Harjadi.2009. Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Mukmin H. 2008. Kajian Populasi dan Habitatt Rafflesia patma Blume di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Primawati E. 2006. Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.) Secara Kultur In-Vitro Dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin (BAP dan Kinetin. [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sandra E. 2000. Kultur Jaringan Hormon dan Pertumbuhan Tanaman.http://eshaflora.com [23 September 2013].

Sitompul SM danGuritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Suparno T. 1997. Hubungan antara Parasit Rafflesi arnoldi, R.Br. dan Tanaman Inangnya Sebagai Dasar Dalam Usaha Pelestariannya, Di dalam: Seminar Nasional Puspa Langka Rafflesia arnoldii, R.Br. Prosiding Seminar Nasional Puspa Langka Rafflesia; Bengkulu, 17 Juni 1997. Bengkulu: Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu dan KEHATI. Hlm 93—99. Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung: (ID). Institut Teknologi Bandung. Tjitrosomo S.S. 1984. Botani Umum Jilid I dnan II.Angkasa. Bandung.

Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Weaver JR. 1972.Plant Growth Substances in Agriculture.University of California, Darvis. W. H. Freeman and Co., San Fransisco.

Windujati A. 2011. Kajian Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh BAP dan TDZ dalam Kultur Jaringan Daun Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.). [skripsi]. Bogor: (ID): Institut Pertanian Bogor. Zuhud EAM, Hikmat A, Jamil N. 1998. Rafflesia Indonesia: Keanekaragaman,

(31)

20

(32)

21

Lampiran 1 Gambar saat penetesan hormon dan perlukaan pada batang Tetrastigma leucosthaphyllum

Menyiapkan larutan hormon Mengukur larutan dengan pipet

Penetesan hormon Penetesan hormon

Penggunaan pipet untuk Bentuk luka pada 0

(33)

22

Lampiran 2 Gambar batang Tetrastigma leucosthaphyllum yang telah diberi perlakuan

Bentuk luka pada 20 mg/l Bentuk luka pada 40 mg/l

(34)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 4 Juni 1991 dari ayah bernama Nuryono dan ibu bernama Sudiyem. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, kakak pertama bernama Priyo Handoko, SHut dan kakak kedua bernama Merdekawati Nur Rahayu. Penulis menempuh pendidikan di TK Adi Sanggoro, dilanjutkan ke SDN Babakan Dramaga 2 Bogor. Penulis kemudian melanjutkan jenjang pendidikan ke SMPN 1 Dramaga lalu ke SMA Kornita Bogor. Melalui Undangan Seleksi masuk IPB (USMI), penulis berhasil masuk ke IPB Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di DKSHE, penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVA) Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE).Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Sancang Barat dan Taman Wisata Alam Kamojang pada tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti kegiatan Rafflesia di Cagar Alam Sukawayana-Sukabumi pada tahun 2012dan mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 2012 serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri, Jember pada tahun 2013.Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Konservasi dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE) pada tahun 2012 dan 2013.

Gambar

Gambar 4 Tumbuh kalus pada berbagai konsentrasi hormon denganharitumbuh kalus
Gambar 8 Hubungan konsentrasi hormon dengankalus 1
Gambar 12 Hubungan konsentrasi hormon dengan panjang kalus 3
Gambar 15 Hubungan konsentrasi hormon dengan lebar kalus 3

Referensi

Dokumen terkait

Polulasi dari penelitian ini adalah mahasiswa angkatan tahun 2009/2010 Jurusan teknik Elektro Politeknik negeri samarinda, yang terdiri dari Empat kelas; dua kelas

Kepala lepas ini terdiri dari dua bagian yaitu alas dan badan, yang diikat dengan 2 baut pengikat (A) yang terpasang pada kedua sisi alas.Kepala lepas sekaligus berfungsi untuk

Peneliti bernama Aldilla Adelia, adalah seorang mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Untuk variabel dengan tingkat pemanfaatan tertinggi yaitu variabel keberagaman aktivitas pengguna, sedangkan yang paling rendah adalah variabel durasi lama aktivitas pada

Pada penelitian Elly Mariatin penyebab dibatalkannya putusan adalah karena putusan Pengadilan Agama Semarang tentang cerai talak dianggap cacat formal, dan pada

Tidak berpengaruhnya Net Profit Margin terhadap manajemen laba dikarenakan nilai laba bersih perusahaan yang tinggi menunjukkan kinerja yang baik, sehingga para

Dari uji coba small group ini, peneliti mengkuantitasi nilai kepraktisan modul yang dikembangkan dan diperoleh rata-rata untuk kepraktisan modul pembelajaran kimia