• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN REMITAN BURUH MIGRAN INTERNASIONAL

BAGI RUMAH TANGGA DI PEDESAAN

ANGGI PRATAMA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

ANGGI PRATAMA. Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan. Di bawah bimbingan EKAWATI SRI WAHYUNI.

Remitan merupakan salah satu aspek terpenting dalam migrasi internasional. Remitan memiliki peran yang penting untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran remitan buruh migran internasional bagi rumah tangga di pedesaan. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat melalui pendekatan kuantitatif dengan dukungan data kualitatif. Penelitian dilakukan pada 40 rumah tangga yang salah satu anggotanya bekerja sebagai buruh migran dengan ketentuan telah bekerja selama dua kali kontrak masa kerja berurutan dalam empat tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remitan lebih banyak dimanfaatkan untuk keperluan yang bersifat konsumtif, seperti membeli sembako, pakaian, perabot rumah, perhiasan, peralatan elektronik, dan memperbaiki rumah. Remitan yang dimanfaatkan untuk keperluan investasi hanya digunakan untuk biaya pendidikan, kesehatan, membeli ternak dan lahan, serta disumbang dan ditabung. Remitan mampu meningkatkan kondisi ekonomi rumah tangga, meskipun belum terlalu difokuskan untuk keperluan investasi dan produksi.

Kata kunci: buruh migran, migrasi internasional, remitan ABSTRACT

ANGGI PRATAMA. The Role of Migrant Workers’ remittances for the Households in Rural Areas. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI.

Remittance is one of the most important aspects of international migration. Remittance has an important role for households economic survival and betterment. This research aims to examine the role of international migrant workers ' remittance for economic of households in rural areas. This research was carried out in the Gelogor Village, Kediri District, West Lombok Regency, West Nusa Tenggara through quantitative approach with qualitative data support. The research was carried out on 40 households that one of its members works as international migrant worker for at least four consecutively years. The research findings that households spend the most of remittance for consumption purposes, such as to buy food, clothing, furniture, electronic goods, and for house building and renovation, and some of it for investment in children education, livestock, agricultural land, and also for small business development and saving. Remittance is able to improve the economic conditions of the households, although it’s not too focused for investation and production purposes.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PERAN REMITAN BURUH MIGRAN INTERNASIONAL

BAGI RUMAH TANGGA DI PEDESAAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(5)

Judul Skripsi : Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan

Nama : Anggi Pratama

NIM : I34100003

Disetujui oleh

Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat, rahmat, dan karunia yang senantiasa tercurah sehingga skripsi yang berjudul Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak masukan serta saran yang sifatnya membangun selama proses pengerjaan skripsi; Bapak Martua Sihaloho, SP, Msi selaku dosen penguji utama; dan Bapak Ir Sutisna Riyanto, MS selaku dosen penguji akademik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis (Bapak Yusran dan Ibu Yuni Dafrita), adik penulis (Aldila Putri), dan seluruh keluarga besar penulis atas dukungan dan doa paling tulus yang senantiasa diberikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. H. Sahabuddin, MM selaku Kabid Litbang Kabupaten Lombok Barat; Ibu Salminah dan Ibu Saiyah; dan seluruh masyarakat Desa Gelogor atas partisipasi, kerjasama, serta kemurahan hati yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian di lapangan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan HIMASIERA, Majalah Komunitas, PSM IPB Agria Swara, Javanication, serta teman-teman satu kelompok Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang telah menjadi salah satu bagian penting dalam perjalanan hidup penulis selama masa studi di IPB. Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada rekan-rekan SKPM angkatan 47, keluarga besar Departemen SKPM IPB, semua teman-teman penulis, serta seluruh pihak – baik yang secara langsung maupun tidak langsung– telah membantu dan memberikan kontribusi dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Terima kasih dari hati yang paling dalam. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

(7)

DAFTAR ISI

KARAKTERISTIK MIGRAN, RUMAH TANGGA MIGRAN, DAN MIGRASI DI DESA GELOGOR

29

Karakteristik Migran 29

Karakteristik Rumah Tangga Migran Karakteristik Migrasi

Ikhtisar

31 40 42 ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MIGRAN DAN

KARAKTERISTIK MIGRASI DENGAN TINGKAT PENGIRIMAN REMITAN

45

Hubungan Karakteristik Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan

45 Hubungan Karakteristik Migrasi dengan Tingkat Pengiriman

(8)

SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 61

LAMPIRAN 65

(9)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah dan persentase penduduk pada masing-masing dusun di Desa Gelogor tahun 2012

24 2 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan penduduk Desa Gelogor

tahun 2012

24 3 Jumlah dan persentase mata pencaharian penduduk Desa Gelogor tahun

2012

25 4 Karakteristik migran asal Desa Gelogor tahun 2013 30 5 Pendapatan rumah tangga buruh migran berdasarkan jenis pekerjaan di

Desa Gelogor tahun 2013

32 6 Jumlah dan frekuensi pengiriman remitan berdasarkan jenis kelamin di

Desa Gelogor, Maret 2013-Maret 2014

33 7 Perbandingan pendapatan tanpa remitan dan nilai remitan terhadap

pendapatan dengan remitan rumah tangga Desa Gelogor tahun 2013

35 8 Pengeluaran rumah tangga buruh migran (sebelum dan setelah adanya

remitan) di Desa Gelogor tahun 2013

37 9 Tingkat pendapatan, pengeluaran, dan kekayaan rumah tangga

berdasarkan jenis kelamin di Desa Gelogor tahun 2013

39 10 Karakteristik migrasi di Desa Gelogor tahun 2013 40 11 Hubungan karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di

Desa Gelogor tahun 2013

46 12 Nilai analisis uji korelasi Rank Spearman/uji Chi-Square antara

karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013

50

13 Hubungan karakteristik migrasi dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013

51 14 Nilai analisis uji korelasi Rank Spearman/uji Chi-Square antara

karakteristik migrasi dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013

53

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian 65

2 Tabel jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2014 65

4 Dokumentasi penelitian 66

(11)

PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Sub bab latar belakang menguraikan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini yang kemudian diakhiri dengan General Research Question (GRQ). Sub bab masalah penelitian menguraikan permasalahan penelitian yang merupakan penjabaran dari General Research Question atau disebut Spesific Research Question (SRQ). Sub bab tujuan penelitian menjelaskan tujuan dari penelitian yang dilaksanakan. Sub bab kegunaan penelitian menjelaskan kegunaan dari penelitian bagi berbagai kalangan dan pihak terkait.

Latar Belakang

Ketentuan mengenai buruh migran di negara Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 39 tahun 2004. Buruh migran ataupun yang disebut dengan TKI (tenaga kerja Indonesia) didefinisikan sebagai setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Negara berkewajiban untuk menjamin dan melindungi setiap TKI yang bekerja di luar negeri, mulai dari sebelum keberangkatan hingga kepulangan ke tanah air sesuai dengan ketentuan yang tertera di dalam kebijakan tersebut.

(12)

Indonesia akibat adanya kebijakan moratorium begitu terasa mengingat besarnya jumlah TKI yang bekerja di dua negara yang menjadi target kebijakan moratorium, yakni negara Malaysia dan Arab Saudi.

Penempatan TKI atau buruh migran di luar negeri pada umumnya memiliki pengaruh yang positif terhadap berbagai aspek kehidupan. Selain dapat meminimalkan angka pengangguran akibat kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia, buruh migran asal Indonesia yang bekerja di luar negeri juga berperan dalam peningkatan devisa negara. Para buruh migran yang kerap disebut sebagai “pahlawan devisa” memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pemasukan/pendapatan negara, melalui uang kiriman hasil bekerja mereka yang disebut remitan (remittance). Data penerimaan remitan dari buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri ditunjukkan melalui data dari BNP2TKI (2012) yang mencatat bahwa pada tahun 2010 jumlah remitan yang diterima oleh negara adalah sebesar US$ 6.7 milyar. Seiring dengan menurunnya jumlah buruh migran Indonesia pada tahun 2011, jumlah remitan yang diterima juga mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar US$ 6.6 milyar, dan pada tahun 2012 sebesar US$ 6.3 milyar. Menurut laporan BNP2TKI (2013), jumlah penerimaan remitan di tahun 2013 (terhitung Januari-November) naik drastis menjadi US$ 7.3. Kenaikan remitan ini disebabkan oleh adanya kenaikan gaji atau upah bekerja buruh migran di berbagai negara tujuan, seperti Arab Saudi, Singapura, Hongkong, Taiwan. Selain itu, kenaikan remitan juga dipicu oleh adanya pergeseran penempatan buruh migran Indonesia dari sektor informal ke sektor-sektor formal serta kenaikan nilai tukar mata uang asing.

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi daerah pengirim buruh migran terbesar keempat setelah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. BNP2TKI (2011) mencatat, pada tahun 2011 sebanyak 12 persen buruh migran (72.835 orang) dari jumlah total buruh migran di seluruh Indonesia yang melakukan keberangkatan ke luar negeri berasal dari daerah tersebut. Seiring dengan diberlakukannya kebijakan moratorium tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi, pada tahun 2012 jumlah buruh migran asal NTB mengalami penurunan menjadi sebanyak 42.121 orang atau sekitar sembilan persen dari total keseluruhan buruh migran Indonesia (BNP2TKI 2012). Jika dibandingkan dengan beberapa daerah lain di Indonesia yang persentase buruh migran perempuannya lebih banyak, maka di NTB persentase buruh migran laki-lakinya yang lebih banyak. Data BNP2TKI (2011) mencatat dari total keseluruhan buruh migran asal NTB pada tahun 2011, 75.32 persen (54.861 orang) di antaranya adalah laki-laki, sedangkan 24.68 persen (17.970 orang) adalah perempuan. BNP2TKI (2012) pada tahun 2012 mencatat, persentase buruh migran laki-laki asal NTB meningkat menjadi 82.82 persen (34.883 orang) dan sisanya 17.18 persen (7.238 orang) adalah perempuan. Besarnya persentase penduduk laki-laki yang menjadi buruh migran disebabkan oleh keterbatasan lapangan pekerjaan serta gaji atau upah yang kurang memadai di daerah asal. Maka dari itu, sebagai kepala keluarga yang ingin memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai buruh migran di luar negeri.

(13)

Timur dan Kabupaten Lombok Tengah sebagai daerah yang menjadi penyumbang buruh migran terbesar di provinsi NTB. Berdasarkan data dari BPS NTB (2013), pada tahun 2011 daerah Lombok Barat menyumbang 10 persen penduduk (7.694 orang) dari total keseluruhan buruh migran asal NTB. Tahun 2012, meskipun dari segi jumlah mengalami penurunan menjadi 5.230 orang, namun dari segi persentase sumbangan buruh migran meningkat menjadi sebanyak 12 persen dari total keseluruhan buruh migran asal NTB. Mayoritas penduduk asal Lombok Barat yang melakukan migrasi internasional merupakan penduduk yang tinggal di pedesaan. Mereka bermigrasi ke berbagai negara seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, Hongkong, Taiwan, Qatar, Bahrain dengan dilatarbelakangi oleh sulitnya akses pekerjaan di daerah asal serta tingginya upah bekerja di negara-negara tujuan tersebut.

Meskipun daerah Lombok Barat merupakan daerah pengirim buruh migran terbesar ketiga di NTB, namun dari segi penerimaan remitan data dari BPS NTB (2013) justru menunjukkan bahwa jumlah total remitan yang dikirimkan oleh buruh migran ke daerah asal jauh lebih tinggi dibandingkan dua daerah lainnya (Lombok Timur dan Lombok Tengah). Jumlah remitan asal Lombok Barat yang tercatat pada tahun 2010 adalah sebesar 284.817 juta, jumlah ini kemudian turun menjadi 263.683 juta pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 jumlah remitan kembali mengalami penurunan menjadi sebesar 250.249 juta. Jumlah remitan buruh migran asal Lombok Barat ini menempati urutan pertama sebagai remitan tertinggi di seluruh daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar remitan yang dihasilkan berasal dari buruh migran yang bekerja di negara-negara kawasa Timur Tengah (57.41 %), sedangkan sisanya (42.59 %) berasal dari negara Malaysia dan negara-negara lainnya. Jumlah total remitan buruh migran ini bahkan menyumbang sekitar 46.58 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi daerah tersebut dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pembangunan daerah.

Tingginya jumlah penerimaan remitan di daerah Lombok Barat pada kenyataannya kurang berimplikasi dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Data dari BPS Provinsi NTB (2012) menyimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat di Lombok Barat masih terbilang cukup rendah. Hal ini ditinjau dari indikator kesejahteraan rakyat berupa kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, kemiskinan dan pola konsumsi, serta perumahan dan lingkungan yang diperoleh dari sensus penduduk, survei sosial ekonomi nasional, survei angkatan kerja, dan sumber data lainnya.

(14)

Perumusan Masalah

Desa Gelogor merupakan sebuah desa yang secara geografis terletak di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Desa yang memiliki luas wilayah 168.162 ha ini dihuni oleh sekitar 2.420 jiwa dengan 1.970 kepala keluarga. Desa ini dikenal sebagai “kampung TKI”, karena merupakan salah satu daerah pemasok terbesar buruh migran internasional di Lombok Barat. Umumnya, migrasi internasional yang dilakukan oleh para penduduk desa bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka dari segi perekonomian. Sekitar 75 persen buruh migran internasional dari desa ini dapat dikatakan berhasil dan sukses setelah bekerja di luar negeri. Hal tersebut tercermin dari besarnya jumlah remitan yang didapatkan dan dikirimkan ke daerah ataupun keluarga asal mereka. Remitan hasil bekerja inilah yang mereka alokasikan untuk berbagai keperluan hidup sehari-hari (Suprapto 2011).

Jumlah remitan yang dikirimkan oleh setiap buruh migran yang bekerja di luar negeri pada umumnya berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan jumlah remitan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Irawaty dan Wahyuni (2011) menyebutkan bahwa karakteristik migrasi yang mencakup negara tujuan migrasi dan lama migrasi menjadi salah satu penentu tingkat remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional. Selain itu, karakteristik pelaku migrasi yang mencakup usia dan status pernikahan buruh migran juga berpengaruh. Khumairoh [tidak ada tahun] menambahkan bahwa selain usia dan status pernikahan, karakteristik pelaku migrasi yang mempengaruhi tingkat remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional dapat pula mencakup jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, serta jumlah tanggungan keluarga buruh migran. Effendi (2004), Herwanti (2011), Primawati (2011) dalam masing-masing studi menyebutkan bahwa karakteristik pelaku migrasi berupa sifat hubungan buruh migran dengan keluarganya di daerah asal turut mempengaruhi jumlah remitan yang dikirimkan. Berdasarkan pemaparan tersebut, perlu dikaji mengenai hubungan antara karakteristik migran dan migrasi dengan tingkat pengiriman remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat.

(15)

menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan remitan untuk keperluan konsumsi, investasi, dan produksi juga berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan pola pemanfaatan dan tingkat alokasi pemanfaatan remitan di berbagai daerah di Indonesia menjadi perlu untuk dikaji mengenai bentuk dan pola vcxpemanfaatan remitan buruh migran internasional pada rumah tangga di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat.

Cursor (1981) dalam Nugroho (2006) menyebutkan bahwa remitan yang dikirimkan ke daerah asal pada dasarnya bertujuan untuk membantu penghidupan keluarga buruh migran yang berada di daerah asal agar dapat mengalami peningkatan taraf hidup. Studi dari Abustam (1990) mengungkapkan bahwa remitan memiliki pengaruh yang positif terhadap kehidupan keluarga buruh migran. Remitan merupakan mekanisme perubahan sosial ekonomi di pedesaan serta meningkatkan status sosial dan mutu hidup rumah tangga buruh migran. Raharto et al. (1999) juga mengungkapkan bahwa pemanfaatan remitan hasil kiriman dari buruh migran internasional secara langsung berpengaruh terhadap perbaikan kondisi perekonomian keluarga asal. Oleh sebab itu, menjadi perlu untuk dikaji mengenai peran remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat terhadap kondisi ekonomi rumah tangga yang berada di daerah asal.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis peran remitan buruh migran internasional bagi rumah tangga di pedesaan dan secara khusus bertujuan untuk:

1. Mengkaji hubungan antara karakteristik migran dan migrasi dengan tingkat pengiriman remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat.

2. Mengidentifikasi bentuk dan pola pemanfaatan remitan buruh migran internasional pada rumah tangga di Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat.

3. Mengkaji peran remitan buruh migran internasional asal Desa Gelogor, Kecamatan Kediri, Lombok Barat terhadap kondisi ekonomi rumah tangga yang berada di daerah asal.

Kegunaan Penelitian

(16)
(17)

PENDEKATAN TEORITIS

Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas tinjauan pustaka yang menjelaskan mengenai teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian. Sub bab berikutnya adalah kerangka pemikiran dan dilanjutkan dengan sub bab hipotesis, dan sub bab definisi operasional.

Tinjauan Pustaka

Konsep Migrasi

Secara sederhana, migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lainnya. Lee (1984) mengemukakan konsep migrasi sebagai sebuah perpindahan dan perubahan tempat tinggal yang terjadi secara permanen dengan tidak memperhatikan jarak tempuh dalam perpindahan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya berbagai studi mengenai migrasi, Mantra (1994) menyebut bahwa migrasi sebagai sebuah perpindahan yang dilakukan oleh penduduk yang tidak hanya terjadi secara permanen namun dapat pula terjadi secara tidak permanen (untuk jangka waktu tertentu) dengan menempuh jarak minimal tertentu, atau mengalami perpindahan dari suatu unit geografis ke unit geografis lainnya. Sejalan dengan definisi tersebut, Rusli (2012) juga menyebut migrasi sebagai suatu gerak penduduk geografis, spasial atau teritorial antara unit-unit geografis yang melibatkan perubahan tempat tinggal dari tempat asal ke tempat tujuan, baik secara permanen maupun tidak permanen.

Jika dikaitkan dengan aspek spasial (space), migrasi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni migrasi internal dan migrasi internasional. Dalam migrasi internal, perpindahan penduduk terjadi di antara unit-unit geografis dalam suatu wilayah negara, misalnya antar provinsi, antar kota ataupun kesatuan administrasi lainnya, sedangkan dalam migrasi internasional perpindahan penduduk terjadi dari suatu negara ke negara lain (Raharto et al. 1999).

Migrasi sebagai Strategi Nafkah

(18)

nafkah (pada petani) setidaknya menjadi tiga golongan, yakni rekayasa sumber nafkah pertanian, pola nafkah ganda, dan rekayasa spasial. Rekayasa spasial merupakan salah satu strategi penghidupan yang dilakukan oleh penduduk dengan dengan cara mobilisasi/perpindahan penduduk baik (migrasi).

Migrasi merupakan salah satu fenomena sosial yang ditempuh oleh banyak penduduk terutama yang berasal dari desa dan memiliki kondisi perekonomian yang rendah demi kelangsungan kehidupan mereka. Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari kian sulitnya akses pekerjaan dan berbagai hal yang menyangkut aspek perekonomian penduduk. Effendi (2004) melihat bahwa mobilitas pekerja tersebut dapat dipandang sebagai salah satu strategi mempertahankan kelangsungan hidup rumah tangga perdesaan untuk merespon perubahan-perubahan cara produksi sebagai akibat perluasan sistem pasar dan tidak meratanya akses untuk menguasai faktor-faktor produksi. Melalui migrasi, penduduk dapat menghasilkan remitan yang akan dikirimkan kepada keluarga yang berada di daerah asal. Kontribusi remitan tersebut lah yang menjadi pemasukan dalam keluarga dan dapat digunakan untuk kelangsungan hidup sehari-hari.

Konsep Buruh Migran Internasional

Buruh migran internasional merujuk pada tenaga kerja yang bekerja dalam cakupan internasional dan berbeda dengan konsep tenaga kerja pada umumnya. Buruh migran merupakan salah satu pelaku dari migrasi internasional yang digolongkan ke dalam jenis migrasi tenaga kerja kontrak sementara atau yang disebut dengan international contract workers. Buruh migran internasional umumnya tinggal di negara tujuan migrasi dalam jangka waktu tertentu, yakni minimal dua tahun (Pratiwi 2007).

Pigay (2005) dalam bukunya yang berjudul “Migrasi Tenaga Kerja Internasional” mendefinisikan istilah buruh migran sebagai orang yang bermigrasi secara internasional akibat adanya globalisasi pada sumber daya manusia. Definisi ini mengesampingkan kelompok wisatawan dan komunitas diplomatik yang tidak berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi produksi. Lebih lanjut, buruh migran internasional didefinisikan (Koser 2007 dalam Zid 2012) sebagai seseorang yang tinggal di luar negara asal selama periode tertentu.

Ketentuan mengenai buruh migran di negara Indonesia sendiri diatur dalam Undang-undang No. 39 tahun 2004. Buruh migran atau yang disebut TKI (tenaga kerja Indonesia) didefinisikan sebagai setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

(19)

Konsep Remitan

Istilah remitan pada awalnya didefinisikan sebagai uang atau barang yang dikirim oleh migran ke daerah asal. Connell et al. (1976) dalam buku yang berjudul Migration from Rural Areas: the Evidence from Village Studies berpendapat bahwa remitan adalah pengiriman uang atau barang antara migran dan anggota keluarga di desa. Migration Information Source 2003 dalam Wulan (2010) juga menjelaskan konsep remitan sebagai pengiriman uang dalam bentuk tunai atau berwujud yang lain dari para migran kepada rumah tangga atau keluarga di negara asalnya. Lebih lanjutnya, IMF mendefinisikan remitan sebagai transfer dalam bentuk cash atau sejenisnya dari pekerja asing kepada keluarganya di kampung halaman (Warsito et al. 2010).

Definisi mengenai remitan kemudian mengalami perluasan, yang mana tidak hanya sebatas uang atau barang namun keterampilan dan ide juga dapat dikarakteristikkan sebagai remitan. Definisi mengenai remitan yang dikemukakan (Mantra 1988 dalam Murdiyanto 2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa selain berupa uang dan barang, remitan dapat juga berupa gagasan atau ide-ide, pengetahuan, dan pengalaman baru yang diperoleh selama bekerja di luar negeri. Wulan (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa konsep remitan tidak hanya sebatas persoalan material (uang ataupun barang), namun juga aspek-aspek lain seperti ide-ide, perilaku, identitas, dan kapital sosial. Lebih lanjut, Hani (2011) mengemukakan konsep remitan sebagai segala sesuatu (uang, barang, inovasi) yang diterima oleh rumah tangga dari orang yang bermigrasi, yang mana remitan dalam bentuk uang ataupun barang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan remitan dalam bentuk inovasi digunakan untuk merubah pola pikir anggota rumah tangga agar berpikir lebih maju.

(20)

dari migrasi memungkinkan rumah tangga untuk berinvestasi dalam kegiatan produktif dan meningkatkan mata pencaharian mereka (de Haas 2007).

Secara umum, remitan yang dikirimkan oleh buruh migran kepada keluarga yang berada di daerah asalnya memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat remitan yang dikirimkan oleh para buruh migran ini disebabkan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian Irawaty dan Wahyuni (2011) mengemukakan bahwa negara tujuan migrasi bekerja para buruh migran akan menentukan tingkat remitan yang dikirimkan, karena pada umumnya masing-masing negara memiliki tingkat upah atau gaji bekerja yang berbeda-beda. Penelitian ini menjelaskan bahwa tingkat upah di negara-negara kawasan Asia Timur, seperti Malaysia, Hongkong, Taiwan lebih besar dibandingkan negara-negara kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi. Perbedaan tingkat upah dari negara-negara tujuan ini pada akhirnya berpengaruh pada tingkat atau jumlah remitan dikirimkan oleh para buruh migran yang bekerja di negara-negara tersebut ke daerah asal. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa lama waktu migrasi dari buruh migran juga turut menentukan tingkat remitan yang mereka kirimkan, semakin lama waktu seorang buruh migran melakukan migrasi maka akan semakin tinggi pula tingkat remitan yang dikirimkan ke keluarga asal. Selain itu, karakteristik dari buruh migran juga turut menentukan tingkat remitan yang mereka kirimkan kepada keluarga dan daerah asalnya. Buruh migran yang mulai bekerja pada usia di bawah 21 tahun cenderung mengirimkan remitan dengan tingkat yang rendah, sedangkan buruh migran yang berusia di atas 21 tahun cenderung mengirimkan remitan dengan tingkat yang tinggi. Berdasarkan status pernikahan, buruh migran yang sudah menikah cenderung mengirimkan remitan lebih banyak dibandingkan yang belum menikah ataupun janda. Berdasarkan tingkat pendidikan, buruh migran yang tingkat pendidikannya tinggi (tamat SMP dan SMA cenderung mengirimkan remitan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tingkat pendidikannya sedang (tamat SD) ataupun rendah (tidak tamat SD).

(21)

tanggungan keluarga, semakin banyak anggota keluarga di daerah asal maka remitan yang dikirimkan akan jauh lebih besar. Berdasarkan jenis kelamin, dijelaskan bahwa buruh migran laki-laki akan lebih sering mengirimkan remitan dalam jumlah besar dibandingkan buruh migran perempuan. Hal ini dikarenakan laki-laki yang bekerja di luar negeri pada umumnya merupakan tulang punggung dan memiliki tanggung jawab utama atas keluarganya di daerah asal. Berdasarkan jarak layanan pengiriman, semakin dekat jarak pengiriman maka akan semakin sering remitan dikirimkan ke daerah asal. Namun, berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak layanan pengiriman pada dasarnya tidak memberi pengaruh yang besar terhadap pengiriman remitan, karena para buruh migran tetap akan mengirimkan remitan yang mereka terima tanpa terlalu mempertimbangkan jarak layanan pengiriman dari tempat tinggal mereka.

Hasil penelitian Primawati (2011) mengungkapkan bahwa besar kecilnya remitan ditentukan oleh berbagai karakteristik migrasi (sifat mobilitas migrasi dan lama migrasi) dan karakteristik pelaku migrasi (tingkat pendidikan buruh migran, penghasilan buruh migran, dan sifat hubungan buruh migran dengan keluarga yang ditinggalkan di daerah asal). Sejalan dengan hal tersebut, Effendi (2004) mengemukakan bahwa besar kecilnya remitan yang dikirimkan oleh buruh migran dipengaruhi oleh sifat mobilitas migrasi dan sifat hubungan buruh migran dengan keluarga serta kebutuhan-kebutuhan keluarga buruh migran di daerah asal. Lebih lanjutnya, Herwanti (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan tiga faktor yang mempengaruhi tingkat pengiriman remitan, yakni faktor penghasilan atau pendapatan yang diterima, faktor lama bekerja, dan faktor status hubungan keluarga. Secara umum, ketiga penelitian tersebut menunjukkan hasil yang sama dan tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya. Akan tetapi, ketiga penelitian ini melihat atau memasukkan status hubungan dengan keluarga sebagai salah satu variabel yang memengaruhi tingkat pengiriman remitan yang tidak dijelaskan oleh berbagai penelitian lainnya. Status hubungan dengan famili atau keluarga dijelaskan sebagai sebuah bentuk hubungan antara pelaku migrasi dengan keluarga yang berada di daerah asalnya. Apabila keluarga yang ditinggalkan oleh buruh migran di daerah asal merupakan keluarga intinya (bapak, ibu, suami, saudara kandung, anak), maka remitan yang dikirimkan akan jauh lebih besar. Namun, apabila keluarga yang ditinggalkan oleh buruh migran bukan merupakan keluarga inti maka jumlah remitan yang dikirimkan tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kedekatan (ikatan batin) dan rasa tanggung jawab dari buruh migran terhadap kondisi perekonomian keluarga intinya, sehingga jumlah remitan yang dikirimkan lebih besar dibandingkan dengan bukan keluarga inti.

Pemanfaatan Remitan

(22)

Hasil studi Warsito et al. (2010) mengungkapkan bahwa di daerah Sragen dan Kendal, Jawa Tengah remitan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, pendidikan, serta keperluan renovasi rumah dan tabungan. Penelitian Irawaty dan Wahyuni (2011) di Desa Pusakajaya, Subang, Jawa Barat mengungkapkan bahwa alokasi pemanfaatan remitan di daerah tersebut lebih terfokus pada pemenuhan kebutuhan konsumsi, investasi pendidikan, investasi ekonomi, dan produksi. Masyarakat akan memanfaatkan remitan untuk memenuhi kebutuhan utama mereka (berupa kebutuhan konsumsi) terlebih dahulu. Setelah kebutuhan utama tersebut terpenuhi, barulah remitan yang ada mereka manfaatkan untuk keperluan lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khumairoh [tidak ada tahun] di Desa Dalegan, Gresik, Jawa Timur yang mengungkapkan bahwa sebagian besar remitan dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup keluarga sehari-hari (konsumsi). Tidak hanya itu, remitan yang diterima oleh masyarakat di daerah penelitian juga dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti membuat atau merenovasi rumah, menabung, membuka usaha, dan membeli tanah atau lahan. Penelitian lainnya dari Primawati (2011) mengungkapkan bahwa remitan pada masyarakat di daerah Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah dimanfaatkan untuk empat jenis kebutuhan yang paling utama, yakni mulai dari membeli tanah/sawah, menyimpan di bank, merenovasi rumah, hingga untuk kebutuhan konsumsi pokok sehari-hari. Dari segi alokasi, remitan buruh migran internasional juga dialokasikan oleh keluarga buruh migran dengan tingkatan yang berbeda-beda dan merujuk pada suatu pola pemanfaatan tertentu yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga pola pemanfaatan, yakni pertama, pemanfaatan remitan untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif; kedua, pemanfaatan remitan untuk kebutuhan investasi; dan ketiga, pemanfaatan remitan untuk kebutuhan produksi.

Kerangka Pemikiran

(23)

Remitan yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan rumah tangga buruh migran pada akhirnya berdampak pada terjadinya perubahan kondisi ekonomi keluarga buruh migran tersebut.

1. Usia migran, jenis kelamin migran, tingkat pendidikan migran, status pernikahan migran, jumlah tanggungan migran, posisi migran dalam keluarga, negara tujuan migrasi, dan lama migrasi berhubungan dengan remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional.

2. Remitan dimanfaatkan oleh rumah tangga buruh migran internasional untuk keperluan konsumsi, investasi, dan produksi.

(24)

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

1. Buruh migran internasional merupakan salah satu pelaku migrasi internasional yang bertempat tinggal dan melakukan suatu pekerjaan di suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Buruh migran melakukan perpindahan secara tidak permanen, artinya terikat suatu kontrak kerja khusus dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Buruh migran internasional dalam penelitian ini dibatasi dengan syarat pernah bekerja minimal dua kali masa kontrak kerja dalam empat tahun terakhir.

2. Remitan merupakan hasil bekerja buruh migran internasional baik berupa remitan ekonomi (uang dan/ataupun barang), maupun remitan sosial (pengalaman, ide-ide, inovasi, pengetahuan, pengalaman). Remitan yang diidentifikasi adalah remitan dalam bentuk ekonomi yang dikirimkan. 3. Rumah tangga merupakan seseorang atau sekelompok orang yang tinggal

bersama dalam suatu bangunan yang pengelolaan makanannya dari satu dapur. Rumah tangga dalam penelitian ini adalah rumah tangga keluarga. 4. Karakteristik migran berkenaan dengan hal-hal yang melekat pada diri

orang yang melakukan kegiatan migrasi internasional yang dapat menunjukkan identitasnya. Karakteristik pelaku migrasi meliputi:

c. Tingkat pendidikan menunjukkan jenjang pendidikan formal terakhir pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : Rendah (tidak sekolah, tidak tamat, SD) - Kategori 2 : Sedang (SMP/sederajat)

- Kategori 3 : Tinggi (SMA/sederajat)

d. Status pernikahan menunjukkan status yang dimiliki oleh pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : Belum menikah - Kategori 2 : Menikah

- Kategori 3 : Pernah menikah

e. Jumlah tanggungan menunjukkan banyaknya jumlah anggota rumah tangga yang berada dalam satu rumah dan secara ekonomis masih menjadi tanggungan pelaku migrasi. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

(25)

f. Posisi dalam keluarga menunjukkan posisi pelaku migrasi dalam

5. Karakteristik migrasi berkenaan dengan kegiatan migrasi yang dilakukan oleh buruh migran. Karakteristik migrasi meliputi:

a. Negara tujuan migrasi menunjukkan daerah tujuan migrasi yang merupakan tempat bekerja para buruh migran. Variabel ini dikategorikan menjadi dua, yakni:

- Kategori 1 : Malaysia - Kategori 2 : Timur Tengah

b. Lama migrasi menunjukkan rentang waktu atau lama bekerja buruh migran di negara tujuan. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : < 5 tahun - Kategori 2 : 5-7 tahun - Kategori 3 : > 7 tahun

6. Tingkat pengiriman remitan merujuk pada jumlah pengiriman remitan yang menunjukkan banyaknya remitan yang dikirimkan oleh buruh migran internasional ke keluarga dalam satuan Rupiah.Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : Rendah (< Rp15.890.516,-)

- Kategori 2 : Sedang (Rp15.890.516,- - Rp24.399.484,-) - Kategori 3 : Tinggi (> Rp24.399.484,-)

7. Karakteristik Rumah Tangga berkenaan dengan hal-hal yang melekat pada rumah tangga buruh migran internasional yang dapat menunjukkan identitasnya. Karakteristik rumah tangga buruh migran meliputi:

a. Pendapatan rumah tangga merujuk pada pemasukan dalam rumah tangga sebagai hasil dari suatu pekerjaan yang dilakukan dalam satuan Rupiah. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : Rendah (< Rp25.991.973,-)

- Kategori 2 : Sedang (Rp25.991.973,- - Rp37.053.027,-) - Kategori 3 : Tinggi (> Rp37.053.027,-)

b. Pengeluaran rumah tangga merujuk pada banyaknya uang yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk berbagai keperluan dalam satuan Rupiah. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : Rendah (< Rp15.593.293,-)

- Kategori 2 : Sedang (Rp15.593.293,- - Rp25.149.207,-) - Kategori 3 : Tinggi (> Rp25.149.207,-)

c. Kekayaan merujuk pada aset-aset bernilai yang dimiliki oleh rumah tangga. Variabel ini diukur melalui indikator nilai kepemilikan barang elektronik, alat transportasi, dan perhiasan/simpanan. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : Rendah (< Rp7.241.403,-)

(26)

d. Jumlah tanggungan keluarga menunjukkan banyaknya jumlah anggota rumah tangga yang berada dalam satu rumah dan secara ekonomis masih menjadi tanggungan dalam keluarga. Variabel ini dikategorikan menjadi tiga, yakni:

- Kategori 1 : Rendah (< 2 orang) - Kategori 2 : Sedang (2-3 orang) - Kategori 3 : Tinggi (> 3 orang)

8. Pemanfaatan remitan menunjukkan bentuk dan pola alokasi remitan yang dilakukan oleh anggota rumah tangga. Pola alokasi remitan dibagi menjadi tiga macam, yakni:

a. Konsumsi menunjukkan pengalokasian remitan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan hidup berupa konsumsi primer (sandang, pangan, papan), konsumsi sekunder (kebutuhan nonpangan, seperti membayar hutang, biaya pernikahan, biaya hajatan, dan biaya-biaya lainnya), dan konsumsi tersier (barang-barang mewah).

b. Investasi menunjukkan pengalokasian remitan dalam bentuk tabungan/simpanan, investasi pendidikan, investasi kesehatan, investasi ekonomi, dan investasi sosial.

(27)

PENDEKATAN LAPANGAN

Bab ini terdiri atas beberapa sub bab. Sub bab pertama memaparkan metode yang digunakan dalam penelitian. Sub bab berikutnya adalah lokasi dan waktu penelitian, teknik penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan dan analisis data.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode penelitian survai. Penelitian survai merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun 1987). Penelitian survai yang dilakukan adalah penelitian penjelasan (explanatory research) yang bermaksud untuk menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif berupa karakteristik migran, rumah tangga migran, migrasi, tingkat pengiriman remitan, tingkat pemanfaatan remitan, serta kondisi ekonomi rumah tangga yang berada di lokasi penelitian. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen utama berupa kuesioner yang telah disusun sebelumnya. Pengumpulan data kualitatif sebagai informasi tambahan agar data dapat menjadi lebih kaya dan fenomena sosial yang diteliti dapat lebih dipahami, dilakukan melalui observasi serta wawancara mendalam dengan para responden dan informan.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif diperoleh melalui hasil wawancara melalui instrumen kuesioner, observasi, dan wawancara mendalam yang dilakukan selama proses penelitian di lapangan. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui berbagai sumber rujukan/literatur berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan topik penelitian, profil dan data monografi lokasi penelitian, serta data dari beberapa badan atau pihak.

Lokasi dan Waktu

(28)

Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak desa, mayoritas penduduk Desa Gelogor bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Sekitar 22 persen dari total penduduk desa adalah buruh migran internasional. Selain itu, dipilihnya Desa Gelogor sebagai lokasi penelitian juga berdasarkan pertimbangan proporsi antara jumlah buruh migran laki-laki dan perempuan di desa tersebut yang cenderung seimbang dibandingkan dengan daerah-daerah pengirim buruh migran internasional lainnya di Indonesia. Keseimbangan proporsi inilah yang menjadikan daerah tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian, karena pada dasarnya penelitian yang dilakukan ini tidak hanya berfokus pada buruh migran laki-laki atau buruh migran perempuan saja, namun keduanya. Penelitian ini berlangsung selama empat bulan, mulai dari Februari hingga Juni 2014.

Teknik Penentuan Informan dan Responden

Populasi dalam penelitian adalah seluruh rumah tangga di Desa Gelogor. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya sedang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran dengan ketentuan telah bekerja selama dua kali kontrak masa kerja berurutan dalam empat tahun terakhir. Rumah tangga dalam konteks penelitian ini adalah rumah tangga keluarga yang tinggal bersama sebagai satu keluarga dan memiliki hubungan atau ikatan kekerabatan.

Proses pembuatan kerangka sampling dimulai dengan mendatangi kantor Desa Gelogor dengan tujuan untuk mendapatkan data populasi rumah tangga yang sesuai dengan karakteristik yang ditetapkan serta data lengkap mengenai anggota rumah tangga yang merupakan buruh migran internasional. Data rumah tangga desa (populasi) tercatat dengan lengkap di kantor desa, akan tetapi untuk data mengenai buruh migran internasional hanya terdapat data jumlah buruh migran internasional, sedangkan daftar lengkap yang memuat nama-nama buruh migran tidak tercatat. Proses kemudian berlanjut dengan mendatangi agen-agen PJTKI (Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia) untuk mendapatkan data lengkap mengenai buruh migran internasional asal desa. Terdapat lebih dari 15 agen PJTKI di Desa Gelogor yang mengurus dan menyalurkan secara resmi penduduk desa yang ingin menjadi buruh migran di berbagai negara di luar negeri. Setelah mendatangi beberapa agen PJTKI, tidak ada satu pun agen yang bersedia memberikan daftar lengkap mengenai buruh migran internasional.

(29)

Kerangka sampling dibuat berdasarkan data populasi dan data buruh migran internasional yang telah didapatkan. Pembuatan kerangka sampling dilakukan dengan mengelompokkan seluruh anggota rumah tangga yang berada di Dusun Gelogor Tengah ke dalam dua kelompok, yakni kelompok pertama (kelompok rumah tangga yang salah satu anggotanya ada yang menjadi buruh migran internasional) dan kelompok kedua (kelompok rumah tangga yang tidak ada salah satu anggotanya menjadi buruh migran internasional). Kelompok yang akan dijadikan kerangka sampling adalah kelompok pertama, sedangkan kelompok kedua diabaikan karena tidak dapat dijadikan responden penelitian. Seluruh daftar rumah tangga di kelompok pertama dipilih yang memenuhi kriteria kerangka sampling yang diinginkan, yakni rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya sedang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran dengan ketentuan telah bekerja selama dua kali kontrak masa kerja berurutan dalam empat tahun terakhir. Hingga akhirnya, didapatkan sebanyak 86 rumah tangga yang dibuat sebagai kerangka sampling dalam penelitian ini.

Setelah kerangka sampling dibuat secara lengkap, dilakukan pembagian daftar kerangka sampling menjadi dua kelompok, yakni kelompok pertama (rumah tangga yang anggota keluarganya merupakan buruh migran laki-laki) dan kelompok kedua (rumah tangga yang anggota keluarganya merupakan buruh migran perempuan). Berdasarkan pengelompokkan yang dibuat, pada kelompok pertama teridentifikasi sebanyak 43 rumah tangga dan pada kelompok kedua juga sebanyak 43 rumah tangga. Kemudian, responden penelitian pun akhirnya ditentukan dengan melakukan teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling) dengan mengambil 20 responden dari kelompok pertama (rumah tangga yang buruh migrannya adalah laki-laki) dan 20 responden dari kelompok kedua (rumah tangga yang buruh migrannya adalah perempuan). Sebanyak 40 rumah tangga tersebut pada akhirnya terpilih dan diambil sebagai responden dalam penelitian ini.

Selain responden, penelitian ini juga melibatkan beberapa informan yang memberikan informasi ataupun keterangan tambahan yang berkaitan dengan penelitian. Informan dalam penelitian ini ditentukan secara langsung, yang mana berasal dari pihak pemerintah desa, agen-agen PJTKI, pihak Disnakertrans, kepala dusun, mantan buruh migran internasional yang telah kembali ke daerah asal, serta beberapa masyarakat desa yang memiliki pengetahuan dan informasi mengenai migrasi internasional di desa.

Teknik Pengumpulan Data

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian adalah berupa kuesioner. Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data-data kuantitatif yang di dalamnya didalamnya terdapat enam poin utama yang berisikan daftar pertanyaan-pertanyaan, yakni (a) karakteristik responden; (b) karakteristik pelaku migrasi/migran; (c) karakteristik migrasi; (d) tingkat pengiriman remitan; (e) bentuk pemanfaatan remitan; serta (f) kondisi ekonomi rumah tangga.

(30)

tinggal di dusun lain yakni Dusun Gelogor Selatan yang memiliki karakteristik sama dengan responden. Uji coba kuesioner dilakukan untuk mengevaluasi seluruh isi kuesioner yang telah disusun dan mencoba menerapkannya di lapangan. Uji coba kuesioner diterapkan pada lima rumah tangga di Dusun Gelogor Selatan dan dilakukan selama satu hari penuh. Berdasarkan hasil uji coba kuesioner yang dilakukan, terdapat beberapa pertanyaan dalam kuesioner yang urutannya masih belum sistematis dan memiliki maksud yang sama namun ditanyakan dengan poin pertanyaan yang berbeda. Selain itu, beberapa istilah yang terdapat dalam kuesioner kurang dipahami oleh para responden yang dikenai uji coba. Para responden uji coba juga mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang berhubungan dengan nilai pengeluaran dan kekayaan yang mereka miliki. Proses wawancara pada uji kuesioner yang dilakukan juga berlangsung agak lama dan kurang efektif. Selebihnya, pertanyaan-pertanyaan lainnya yang dicantumkan dalam kuesioner mampu dijawab dengan baik oleh kelima responden yang dikenai uji coba. Berdasarkan hasil evaluasi kuesioner penelitian, dilakukan beberapa perbaikan pertanyaan kuesioner serta pembenahan dalam teknik mewawancarai responden.

Pengumpulan data berlanjut pada hari berikutnya. Berdasarkan daftar nama-nama responden yang telah disusun secara lengkap, 40 responden dalam penelitian ini didatangi satu per satu dalam kurun waktu sekitar 12 hari. Responden yang diwawancarai adalah salah satu anggota rumah tangga migran yang berada di rumah, yakni pasangan, orang tua, saudara kandung, serta anak dari buruh migran. Didapatkan data dari tiga sampai empat responden dalam satu hari. Masing-masing dari responden tinggal saling berdekatan, sehingga proses pengumpulan data menjadi lebih mudah dan cepat. Hampir semua responden pada umumnya tidak memiliki pekerjaan di luar rumah, sehingga dapat ditemui mulai dari pagi hingga sore hari.

Data primer berupa data kuantitatif yang diperoleh melalui hasil wawancara pada responden melalui instrumen kuesioner dicatat dalam lembaran kuesioner, sedangkan data primer berupa data kualitatif yang berfungsi sebagai informasi pelengkap dicatat secara rinci di dalam catatan harian dan lembaran kertas kecil yang telah disiapkan. Hasil wawancara pada responden juga direkam dalam bentuk rekaman audio dengan menggunakan telepon seluler. Data sekunder berupa data pendukung diperoleh melalui informasi tertulis dari berbagai sumber rujukan.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(31)

didapatkan dari seluruh responden untuk dikelompokkan ke dalam kategori jawaban. Setelah itu, semua data dikodekan dengan memberi simbol-simbol berupa angka sesuai kategori jawaban yang telah ditentukan atau dikelompokkan. Tahap berikutnya dilakukan pengolahan data dengan menghitung jumlah dan persentase jawaban responden dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Beberapa data juga diolah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (data ordinal) dan Chi-square (data nominal) melalui program SPSS for Windows versi 20. Terakhir, dilakukan analisis data secara kualitatif sebagai pendukung hasil data kuantitatif dengan mereduksi hasil wawancara mendalam dengan para responden dan informan.

(32)
(33)

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan pemaparan mengenai profil lengkap lokasi penelitian yang dibagi ke dalam beberapa sub bab. Sub bab kondisi geografis desa memaparkan gambaran dan kondisi lokasi penelitian secara geografis. Sub bab kondisi demografi desa memaparkan gambaran kondisi kependudukan di lokasi penelitian. Sub bab potensi desa memaparkan potensi sumber daya alam, kelembagaan, dan kondisi sarana dan prasarana di lokasi penelitian. Sub bab mobilitas penduduk desa memaparkan gambaran umum perpindahan penduduk desa ke luar negeri.

Kondisi Geografis Desa

Desa Gelogor merupakan salah satu dari sepuluh desa yang terletak di Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa ini terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun Gelogor Pusat, Dusun Gelogor Selatan, Dusun Gelogor Tengah, Dusun Gelogor Timur, Dusun Gelogor Utara, Dusun Gersik Selatan, dan Dusun Gersik Utara. Desa yang memiliki luas wilayah sebesar 168.162 ha ini merupakan desa hasil pemekaran dari Desa Induk Rumak pada tahun 1998 dan 2007. Desa ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Desa Bagik Olak

 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kediri

 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ombe Baru

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Rumak

Desa ini berjarak sekitar dua km ke ibukota kecamatan, sekitar delapan km ke ibukota kabupaten, dan sekitar 13 km ke ibukota provinsi. Desa ini memiliki bentang wilayah yang datar dengan ketinggian 5-50 mdl, rata-rata suhu 310 C, dan memiliki curah hujan sekitar 1.602 mm per tahun. Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya, desa ini memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musik penghujan.

Kondisi Demografi Desa

Jumlah Penduduk

(34)

Tabel 1 Jumlah dan persentase penduduk pada masing-masing dusun di Desa Gelogor tahun 2012

No Dusun

Jumlah (jiwa/KK)

L % P % KK %

1. Gelogor Pusat 212 8.76 355 9.66 174 8.97 2. Gelogor Selatan 422 17.44 590 16.05 308 15.88 3. Gelogor Tengah 321 13.26 515 14.01 286 14.74 4. Gelogor Utara 292 12.07 409 11.12 225 11.60 5. Gelogor Timur 432 17.85 602 16.37 319 16.44 6. Gersik Selatan 407 16.82 676 18.39 332 17.11 7. Gersik Utara 334 13.80 531 14.44 296 15.26

Total 2420 100 3677 100 1940 100

Tingkat Pendidikan

Mayoritas penduduk Desa Gelogor merupakan tamatan SMP/sederajat, SD, dan SMA/sederajat. Hal ini terlihat dari tingginya persentase (21-30 %) penduduk berada pada tingkat pendidikan tersebut. Akan tetapi, persentase penduduk usia produktif yang tidak menempuh pendidikan dan/atau tidak tamat sekolah juga terbilang tinggi. Penduduk yang tidak sekolah dan/atau tidak tamat sekolah pada umumnya berasal dari keluarga yang memiliki keterbatasan dari segi ekonomi. Mahalnya biaya pendidikan yang harus dibayar membuat orang tua atau keluarga memutuskan untuk tidak menyekolahkan ataupun memberhentikan pendidikan anak-anak mereka. Berdasarkan informasi yang diperoleh, selain karena faktor ekonomi masih rendahnya kesadaran keluarga di desa akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak menjadi penyebab lain dari tingginya angka tidak sekolah dan/atau putus sekolah pada penduduk usia produktif di desa ini. Selain itu, penduduk yang menempuh pendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana) di desa ini juga terbilang rendah. Selain karena faktor biaya dan letak perguruan tinggi yang berada jauh di luar desa, mayoritas penduduk yang tamat SMA lebih memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya, namun lebih memilih untuk berangkat dan bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Selain itu, beberapa dari tamatan SMA juga banyak yang menjadi pengangguran karena minimnya lapangan pekerjaan yang memadai.

Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Gelogor berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2012

No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) %

1. Usia produktif (15-45 tahun) tidak sekolah 253 4.75

2. Tidak tamat SD 179 3.35

3. Tamat SD 1.648 30.93

4. Tamat SMP/sederajat 1.790 33.59

5. Tamat SMA/sederajat 1.144 21.47

6. Tamat Diploma 105 1.97

7. Tamat S1/S2/S3 210 3.94

(35)

Mata Pencaharian

Informasi dan data mengenai profil desa menunjukkan mayoritas penduduk di Desa Gelogor bekerja di luar negeri sebagai buruh migran (TKI/TKW). Sebesar 22.02 persen dari total penduduk desa yang bekerja adalah buruh migran. Selain itu, penduduk di desa ini juga banyak yang bekerja sebagai buruh lepas, petani, pengemudi (ojek dan cidomo), buruh tani, dan pedagang. Pada umumnya, penduduk yang bekerja di bidang pertanian sawah merupakan petani penggarap yang menggarap sawah milik orang lain, sedangkan di bidang pertanian sayuran penduduk di desa ini memiliki lahan yang ditanami sayuran berupa kangkung untuk keperluan keluarga dan juga untuk dijual di pasar.

Angka pengangguran di desa ini terbilang sangat tinggi. Berdasarkan data desa, sebesar 36.25 persen penduduk desa ini tidak memiliki pekerjaan atau menganggur. Mayoritas dari para pengangguran merupakan penduduk usia produktif, terutama para pemuda yang baru menyelesaikan pendidikan formal.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Gelogor berdasarkan mata pencaharian tahun 2012

No Mata pencaharian pokok Jumlah (orang) %

1. Petani 389 10.00

2. Pedagang 357 9.18

3. Buruh tani 368 9.47

4. Buruh lepas 568 14.61

5. Tukang 223 5.74

6. Peternak 83 2.14

7. PNS/ TNI/Polri 117 3.01

8. Karyawan swasta 346 8.90

9. Karyawan BUMN 36 0.93

10. Pembantu rumah tangga 59 1.52

11. TKI/TKW luar negeri 856 22.02

12. Pengemudi 459 11.81

13. Pengrajin 26 0.67

Total 3887 100

Mobilitas Penduduk

Mobilitas penduduk Desa Gelogor ke luar negeri telah berlangsung sejak lama. Diperkirakan pada pertengahan tahun 1980-an penduduk desa sudah melakukan migrasi internasional untuk bekerja sebagai buruh migran. Saat itu, jumlah penduduk yang berangkat ke luar negeri masih terbilang sedikit. Awalnya, penduduk yang melakukan migrasi internasional berangkat secara pribadi/mandiri ke luar negeri. Keberangkatan ke luar negeri tersebut didasari oleh lemahnya kondisi perekonomian keluarga dan sulitnya akses pekerjaan di desa.

(36)

membawa banyak uang dan kondisi perekonomian keluarganya mengalami perubahan yang cukup drastis. Sejak saat itu, migrasi internasional dijadikan sebagai alternatif pilihan penduduk desa untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka dalam berbagai aspek.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi internasional, agen-agen penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) pun kian bermunculan di Desa Gelogor. Agen-agen PJTKI menaungi dan mewadahi para penduduk yang ingin berangkat ke luar negeri dan bekerja sebagai buruh migran. Agen-agen tersebut tersebar di seluruh desa dan melayani penduduk yang ingin berangkat ke berbagai negara di luar negeri. Sejak munculnya agen-agen PJTKI, hampir seluruh penduduk desa yang berangkat ke luar negeri melalui jasa mereka. Jumlah penduduk Desa Gelogor yang melakukan migrasi internasional dari tahun ke tahun kian meningkat pesat. Mayoritas penduduk laki-laki pada umumnya bermigrasi ke negara Malaysia, sedangkan penduduk perempuan ke negara-negara di kawasan Timur Tengah. Selain ke kedua daerah tersebut, beberapa penduduk desa juga melakukan migrasi ke negara-negara lain seperti Jepang, Taiwan, Hongkong, Singapura, Brunei Darussalam. Akan tetapi jumlahnya sangat sedikit dan kian menurun hingga sekarang, karena mahalnya biaya administrasi yang harus dibayarkan serta memiliki sistem atau pola kerja yang berbeda dengan negara Malaysia dan negara-negara kawasan Timur Tengah. Kebijakan pembatasan pengiriman buruh migran (moratorium) ke negara Arab Saudi dan Malaysia yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia sekitar tahun 2010 berdampak pada menurunnya jumlah buruh migran asal Desa Gelogor. Selain itu, banyak agen-agen PJTKI yang tutup terutama agen yang mengurus buruh migran ke Arab Saudi, karena sepinya jumlah penduduk yang bermigrasi. Akan tetapi, meskipun mengalami penurunan dari segi jumlah buruh migran, Desa Gelogor ini tetap dikenal sebagai salah satu daerah penyumbang buruh migran terbesar di Lombok Barat bahkan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan kerap disebut sebagai “Kampung TKI”.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, dari 286 rumah tangga di Dusun Gelogor Tengah 86 rumah tangga (30.07 %) adalah rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya melakukan migrasi internasional lebih dari empat tahun, 139 rumah tangga (48.60 %) memiliki anggota keluarga yang baru melakukan migrasi atau kurang dari empat tahun, 54 rumah tangga (18.88 %) pernah melakukan migrasi dan sudah tidak bermigrasi lagi, serta 7 rumah tangga (2.45 %) tidak pernah sama sekali melakukan migrasi karena merupakan pendatang dari luar daerah dan tergolong kalangan berada.

Agama

Mayoritas penduduk yang tinggal di Desa Gelogor (99.92 %) beragama Islam, sedangkan sisanya (0.08 %) beragama Hindu. Penduduk yang beragama Hindu merupakan warga pendatang yang berasal dari Provinsi Bali yang menetap di daerah ini untuk bekerja.

Etnis

(37)

Bali (0.08 persen), etnis Sumbawa (0.26 %), dan etnis lainnya (0.30 %). Penduduk yang berasal dari selain etnis Sasak yang tinggal di desa ini merupakan penduduk pendatang yang berasal dari luar daerah Lombok.

Potensi Desa

Secara umum, sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Gelogor terbilang cukup baik. Desa ini memiliki beberapa jalan yang menjadi prasarana transportasi, yakni jalan dusun sepanjang 1.5 km; jalan desa sepanjang satu km; jalan kabupaten sepanjang 1.5 km; dan jalan provinsi sepanjang 2.2 km. Kondisi jalan di desa ini pun terbilang baik dan lancar, sehingga akses masuk dan keluar desa menjadi lebih mudah. Akses masuk ke desa ini dapat ditempuh dengan menggunakan beberapa alat transportasi umum yang beroperasi, yakni berupa ojek dan cidomo (delman). Akan tetapi, pada umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan alat transportasi pribadi berupa sepeda motor, karena mayoritas masyarakat di desa ini memilikinya di setiap rumah. Desa ini sudah dilengkapi dengan fasilitas penerangan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), jaringan telepon rumah dan telepon selular, serta fasilitas internet.

Desa Gelogor memiliki beberapa lembaga pendidikan yang tersebar di tujuh dusun. Jumlah TK/PAUD di desa ini adalah sebanyak enam buah, jumlah SD sebanyak empat buah, jumlah SMP/sederajat sebanyak dua buah, jumlah SMA/sederajat sebanyak tiga buah, serta satu buah pondok pesantren. Secara umum, kondisi lembaga pendidikan di desa ini terbilang baik dan beberapa di antaranya merupakan sekolah-sekolah unggulan yang cukup dikenal.

Selain itu, untuk prasarana pemerintahan desa ini memiliki satu gedung kantor desa dengan kondisi yang baik dan dilengkapi dengan gedung aula, ruang BPD, rumah jaga, komputer, mesin tik, meja dan kursi kerja, meja dan kursi rapat, kursi pojok, lemari arsip, rak buku, brangkas, sepeda motor dinas, kipas angin, podium, wireless, dan televisi. Desa ini juga memiliki lembaga keamanan berupa pos kamling sebanyak sepuluh unit dengan jumlah hansip sebanyak satu orang.

Banyaknya jumlah buruh migran asal Desa Gelogor yang bekerja di luar negeri secara tidak langsung berdampak terhadap kondisi desa. Pekerjaan sebagai buruh migran yang menjadi alternatif pekerjaan masyarakat desa dapat meminimalkan angka pengangguran dan juga kemiskinan di desa tersebut, karena memang pada dasarnya daerah ini belum tersedia lapangan dan akses pekerjaan yang cukup memadai bagi masyarakat setempat. Oleh sebab itu, migrasi internasional menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga mereka.

(38)
(39)

KARAKTERISTIK MIGRAN, RUMAH TANGGA MIGRAN,

DAN MIGRASI DI DESA GELOGOR

Karakteristik Migran

Usia

Usia minimal seseorang untuk dapat menjadi buruh migran internasional adalah 18 tahun. Ketentuan ini mengacu pada pasal 9a dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia yang menyatakan bahwa calon TKI/buruh migran internasional harus berusia sekurang-kurangnya 18 tahun, kecuali bagi TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya 21 tahun (Permen 19 tahun 2006).

Semua buruh migran dalam penelitian ini memiliki rentang usia mulai dari 25 tahun hingga 50 tahun yang artinya memenuhi kriteria usia ketentuan minimal yang ditetapkan. Secara keseluruhan, mayoritas buruh migran asal Desa Gelogor baik laki-laki maupun perempuan berada pada usia di antara 25 hingga 40 tahun. Banyaknya jumlah buruh migran pada usia 25 hingga 40 tahun dikarenakan pada usia tersebut buruh migran masih tergolong baru sebagai buruh migran dan masih cukup produktif untuk bekerja, sedangkan pada usia di atas 40 tahun jumlahnya lebih sedikit karena pada umumnya buruh migran pada usia tersebut memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali ke daerah asal. Selain karena faktor usia yang tidak terlalu produktif lagi untuk bekerja, kembalinya buruh migran ke daerah asal pada usia-usia di atas 40 tahun juga disebabkan oleh adanya kejenuhan dan kerinduan akan kampung halaman yang dirasakan.

Jenis Kelamin

Jumlah buruh migran yang diidentifikasi dalam penelitian adalah sebanyak 20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Informasi yang diperoleh dari beberapa responden dan informan menyebutkan bahwa secara umum jumlah buruh migran internasional yang berasal dari Desa Gelogor adalah cenderung seimbang antara laki-laki dan perempuan. Keinginan untuk menjadi buruh migran di desa ini memang tidak terbatas pada satu jenis kelamin tertentu. Penduduk baik laki-laki dan perempuan memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk menjadi buruh migran. Banyaknya agen penyalur tenaga kerja (PJTKI) resmi yang berada di daerah penelitian membantu para penduduk yang ingin menjadi buruh migran. Agen-agen PJTKI yang menawarkan jasa penyaluran tenaga kerja ke berbagai negara mempermudah penduduk laki-laki dan perempuan untuk bermigrasi sesuai dengan daerah tujuan yang diinginkan dan/atau sesuai permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan dari negara tujuan.

Tingkat Pendidikan

(40)

Penduduk yang pendidikan terakhirnya SMA ke bawah pada umumnya sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai di daerah asal. Lapangan pekerjaan yang tersedia di daerah asal memiliki tingkat penghasilan yang terbilang kecil. Maka dari itu, banyak penduduk yang tingkat pendidikannya rendah memilih untuk melakukan migrasi internasional dan bekerja sebagai buruh migran informal di luar negeri. Hal ini dikarenakan bekerja sebagai buruh migran di luar negeri tidak terlalu mengutamakan atau mementingkan tingkat pendidikan, sehingga mereka dapat lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang terbilang cukup besar.

“Rata-rata TKI di desa sekolahnya SMA ke bawah. Di sini susah kerja kalau sekolah cuma sampai SMA, ya ujung-ujungnya jadi TKI. Kalau tamatan kuliah ya gak mau jadi TKI”. (N, 30 tahun) Tabel 4 Karakteristik migran asal Desa Gelogor tahun 2013

No Variabel

Laki-laki Perempuan

n % n %

1. Usia

25-32 tahun 7 35 7 35

33-40 tahun 6 30 10 50

41-50 tahun 7 35 3 15

2. Tingkat pendidikan

Rendah 7 35 7 35

Sedang 6 30 8 40

Tinggi 7 35 5 25

3. Status pernikahan

Belum menikah 3 15 6 30

Menikah 17 85 8 40

Pernah menikah 0 0 6 30

4. Jumlah tanggungan

< 2 orang 15 75 0 0

2-3 orang 5 25 14 70

> 3 orang 0 0 6 30

5. Posisi

Suami 13 65 0 0

Istri 0 0 6 30

Anak 7 35 14 70

TOTAL 20 100 20 100

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Tabel 6 Jumlah dan frekuensi pengiriman remitan berdasarkan jenis kelamin
Tabel 7 Perbandingan pendapatan tanpa remitan dan nilai remitan terhadap
Tabel 8 Pengeluaran rumah tangga buruh migran (sebelum dan setelah
+5

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, Bagaimana bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi buruh migran perempuan di

Dalam Negeri: saat buruh migran bermasalah dengan PPPILN (Pelaksana Penempatan Pekerja Indonesia di Luar Negeri) saat masih berada di wilayah Negara Indonesia,

Membagi pekerjaan pada setiap anggota keluarga yang sudah mampu untuk melakukan pekerjaan rumah tangga itu sangat diperlukan, karena seorang ibu yang menjadi buruh pabrik tidak

Dari kesimpulan di atas dan data-data yang diperoleh, dapat dibuatkan rekomendasi agar pemanfaatan remitan buruh migran berpengaruh lebih baik lagi pada pertumbuhan ekonomi wilayah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Karakteristik buruh tani perempuan, 2) Curahan waktu kerja buruh tani perempuan dalam sektor domestik dan non

Karakteristik responden ibu rumah tangga pra sejahtera di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan masing-masing berdasarkan usia responden masih berkisar pada usia produktif,

Buruh migran, termasuk pekerja rumah tangga migran Indonesia, dilindungi dengan ayat 18 dan 19 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menetapkan bahwa “sebuah kontrak jasa

Hasil analisis memperlihatkan bahwa variabel yang mempengaruhi karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Pacitan ialah jenis kelamin kepala keluarga, usia kepala