• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nusantara Superior Teaks (Jati Unggul Nusantara) Growth through Agroforestry system on the Dry Land in Kupang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nusantara Superior Teaks (Jati Unggul Nusantara) Growth through Agroforestry system on the Dry Land in Kupang."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN TANAMAN JATI UNGGUL NUSANTARA

(

Tectona grandis

L.) DENGAN SISTEM AGROFORESTRI

PADA LAHAN KERING DI KUPANG

WILHELMINA SERAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan tanaman jati unggul nusantara (Tectona grandis L.) dengan sistem agroforestri pada lahan kering di Kupang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Wilhelmina Seran

(4)
(5)

RINGKASAN

WILHELMINA SERAN. Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona grandis L.) dengan Sistem Agroforestri pada Lahan Kering di Kupang. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO dan OMO RUSDIANA.

Pengembangan jati unggul nusantara (JUN) pada saat ini lebih banyak dilakukan dengan sistem agroforestri baik dengan tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Salah satu jenis tanaman semusim yang diharapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan ditanam secara agroforestri dengan JUN adalah sorgum. Pemilihan sorgum varietas Numbu merupakan pilihan alternatif dalam pengembangan sorgum di NTT.

Berdasarkan kondisi lahan di NTT, JUN dan sorgum varietas Numbu diharapkan dapat dikembangkan dengan sistem agroforestri. Kondisi lahan di NTT sesuai untuk penanaman JUN dan sorgum varietas Numbu dengan memperhatikan pemilihan jarak tanam dan teknik konservasi tanah dan air yang tepat. Salah satu teknik konservasi tanah dan air yaitu dengan pembuatan rorak. Pembuatan rorak merupakan langkah alternatif yang akan dilakukan dalam upaya menahan air hujan yang berlangsung singkat dan mencegah erosi.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji pertumbuhan JUN dan sorgum varietas Numbu yang ditanam di lahan kering dengan sistem agroforestri, menganalisis pengaruh jarak tanam terhadap produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu yang di tanam di lahan kering, menganalisis pengaruh rorak terhadap produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu, dan menganalisis pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu.

Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan dua faktor dalam rancangan acak kelompok lengkap dengan pola faktorial dengan ulangan sebagai kelompok sebanyak 3 kali. Keseluruhan kombinasi perlakuan : 3 x 4 sehingga seluruhnya terdapat 12 satuan percobaan. Hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan menggunakan program SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1.3 Service Pack 4 sehingga diperoleh analisis keragamannya. Apabila hasil analisis keragamannya tersebut berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji lanjut Duncan.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa hasil JUN dan sorgum varietas Numbu dapat tumbuh di lahan kering dengan sistem agroforestri; jarak tanam JUN-sorgum 100 cm berpengaruh terhadap diameter JUN dan pada produktivitas sorgum berpengaruh pada bobot 1000 butir, berat malai, diameter; rorak tidak memberikan pengaruh terhadap JUN dan sorgum varietas Numbu; jarak tanam 100 cm dan tanpa rorak lebih berpengaruh terhadap sistem perakaran.

Jarak tanam dengan rorak berpengaruh positif terhadap sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu yaitu jumlah akar, panjang akar, diameter akar, luas permukaan akar dan biomassa akar.

(6)

SUMMARY

WILHELMINA SERAN. Nusantara Superior Teaks (Jati Unggul Nusantara) Growth through Agroforestry system on the Dry Land in Kupang. Supervised by NURHENI WIJAYANTO and OMO RUSDIANA.

Recently, the cultivation of Nusantara Superior Teak (JUN) is mostly done by agroforestry system through seasonal or annual crops. Sorghum Numbu var. is an alternative variety for sorghum development in East Nusa Tenggara and also to meet the food requirements of this area.

Based on the land conditions in East Nusa Tenggara, JUN and sorghum Numbu var. are expected to develop through agroforestry systems considering the spacing, water and land conservation needs and technique. Rorak is an alternative method to conserve soil and water due to its capability in holding harvested rain water and also prevention of erosion.

This research aims to rewiewing growth and of JUN and sorghum Numbu var. in dry land through agroforesttry system, analyze the effect of rorak and spacing on the growth and productivity of sorghum Numbu var. in dry land through agroforestry system, analyze the effect of rorak and spacing on the rooting system of JUN and sorghum Numbu var. in dry land through agroforestry system.

A Two-Factor Experiment in a Randomized Complete Block Design was used with spacing and rorak as factors in 3 blocks. The treatment combinations were 3 x 4 (spacing of 50 cm and non-rorak, spacing of 50 cm and rorak, spacing of 100 cm and rorak, spacing of 100 cm and non-rorak), with a total of 12 experimental units. The data was analyzed using the Statistical Analysis System (SAS) program version 9.1.3 Service Pack 4 in order to obtain diversity analysis. Significant effect of the treatment with Duncan's Multiple Range test.

The result of planting distance showed significant effect on diameter and height of sorghum Numbu var. The result of 100 cm spacing showed significant effect on JUN stem diameter, sorghum Numbu var. productivity, weight of 1000 seeds, panicle weight, and sorghum stem diameter. Rorak shows no significant effect on growth and productivity of sorghum Numbu var. The study revealed that, JUN and sorghum Numbu var. can be grown in drylands through agroforestry system.

Rorak and spacing were significant with the roots system of teak and shorgum, it is number of roots, length of roots, diameter, broad-surface of roots, and biomass of roots.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

PERTUMBUHAN TANAMAN JATI UNGGUL NUSANTARA

(

Tectona grandis

L.) DENGAN SISTEM AGROFORESTRI

PADA LAHAN KERING DI KUPANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013-Juni 2013 ialah pertumbuhan tanaman jati unggul nusantara (Tectona grandis L.) dengan sistem agroforestri pada lahan kering di Kupang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, Ms dan Bapak Dr Ir Omo Rusdiana, MSc F Trop selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada beasiswa BPPS dari DIKTI. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada kepada bapak (alm) dan mama, suami dan anak-anak, seluruh keluarga dan teman-teman seperjuangan atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

2 METODE 3

Waktu dan Tempat penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 4

Pelaksanaan Penelitian 6

Data Pendukung 10

Pengumpulan Data Sekunder 10

Analisis Data 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Keadaan Lokasi 11

Pertumbuhan JUN dan Sorgum Varietas Numbu 12

Pengaruh Rorak dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan JUN

dan sorgum varietas Numbu 12

Pengaruh Rorak dan Jarak Tanam terhadap Sistem Perakaran

JUN dan Sorgum Varietas Numbu 18

4 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 37

(14)

DAFTAR TABEL

1 Pola percobaan dua faktor dalam rancangan acak kelompok lengkap 4

2 Hasil analisis sifat kimia tanah 11

3 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap

produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu 13

4 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap Diameter JUN 13 5 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap tinggi sorgum

varietas Numbu 14

6 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap diameter 15 7 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap berat malai 16 8 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap bobot 1000 butir 16 9 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap produksi sorgum 17 10 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap parameter

pertumbuhan akar JUN 18

11 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap parameter

pertumbuhan akar sorgum 25

DAFTAR GAMBAR

1 Prosedur kerja 5

2 Tata letak plot percobaan JUN dan sorgum 6

3 Rorak dan Ukuran 8

4 Sistem perakaran pada tanaman Leguminosae 10

5 Pertambahan diameter tanaman JUN 14

6 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap jumlah akar 19 7 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap panjang akar primer 20 8 Pengaruh jarak tanam terhadap panjang akar sekunder 20

9 Pengaruh rorak terhadap panjang akar tersier 21

10 Pengaruh jarak tanam terhadap panjang akar tersier 21 11 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap diameter 22 12 Pengaruh jarak tanam terhadap luas permukaan akar sekunder 23 13 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap biomassa 24

14 Pengaruh rorak terhadap jumlah akar primer 25

15 Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah akar primer 26

16 Pengaruh rorak terhadap jumlah akar sekunder 26

17 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap jumlah akar tersier 26

18 Pengaruh rorak terhadap panjang akar sekunder 27

19 Pengaruh jarak tanam terhadap panjang akar sekunder 28 20 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap diameter akar primer 29 21 Pengaruh jarak tanam terhadap diameter akar sekunder 29 22 Pengaruh rorak terhadap luas permukaan akar primer 30 23 Pengaruh jarak tanam terhadap luas permukaan akar primer 30 24 Pengaruh interaksi rorak dan jarak tanam terhadap luas permukaan

(15)

25 Pengaruh interaksi rorak dan jarak tanam terhadap luas berat kering

akar primer 31

26 Pengaruh rorak terhadap berat kering akar sekunder 32 27 Pengaruh rorak terhadap berat kering akar tersier 32 28 Pengaruh jarak tanam terhadap berat kering akar tersier 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah 37

2 Foto-foto pengolahan lahan 40

3 Foto agroforestri JUN dan sorgum varietas Numbu 41

4 Foto sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu 42

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan wilayah yang mempunyai lahan kering lebih luas dari lahan basah. Berdasarkan Peta Zona Agro Ekologi (ZAE) skala 1: 250.000, diketahui bahwa total luas lahan basah di NTT hanya 43.412 ha (0.9%) sedangkan luas lahan kering di NTT mencapai 4.691.588 ha atau dengan kata lain, luas lahan kering mencapai 99.1% dari total luas lahan di NTT (Basuki et al. 1997).

Jati (Tectona grandis L.) merupakan jenis tanaman yang tahan kekeringan dan telah dikembangkan di NTT. Produksi jati lokal di NTT tahun 2011 (BPS 2012) antara lain jati persegi 11.724,98 m3 dan jati bulat 496,16 m3. Jumlah produksi tersebut belum memenuhi kebutuhan permintaan pasar. Rendahnya produktivitas jati di NTT disebabkan karena pemilihan jenis (jati lokal) menghasilkan tanaman yang lama dalam pertumbuhan dan tingkat keberhasilan berkecambah rendah. Salah satu cara meningkatkan produktivitas jati yaitu dengan menanam jenis jati yang unggul yang banyak dikembangkan saat ini diantaranya jati unggul nusantara (JUN).

JUN merupakan hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP) yang dikembangbiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon atau klon unggul dari Perum Perhutani. Bibit JUN dihasilkan dari proses pengembangan genetik dari bibit-bibit jati terbaik seluruh Indonesia (PT. Setyamitra Bhaktipersada 2008). Keunggulan JUN daripada jenis jati lokal antara lain perakaran tunjang majemuk sehingga dapat menahan longsor dan erosi, masa panen lebih pendek, rata-rata riap per tahun lebih besar daripada jati lokal .

Pengembangan JUN pada saat ini lebih banyak dilakukan dengan sistem agroforestri baik dengan tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Salah satu jenis tanaman semusim yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan ditanam secara agroforestri dengan JUN adalah sorgum.

Sorgum merupakan tanaman lokal NTT dengan produksi tahun 2008 sebesar 3.236 ton/thn masih rendah daripada tahun 2007 yang produksinya mencapai 4.663 ton/thn (BPS 2012). Sorgum yang dikembangkan merupakan sorgum varietas Rote yang pada umumnya digunakan untuk pakan ternak sehingga minat petani untuk menanam masih rendah. Oleh karena itu pemilihan sorgum varietas Numbu merupakan pilihan alternatif dalam pengembangan sorgum di NTT.

Syarat lahan yang cocok untuk penanaman JUN antara lain ketinggian maksimal 600 m dpl, drainase baik atau tidak tergenang, bukan daerah rawa, gambut atau padang pasir, dan pH 5.0-7.0. Lahan yang cocok untuk penanaman sorgum antara lain ketinggian atau topografi kurang lebih 800 m dpl, curah hujan 375-425 mm/th dan pH 5.0-7.5. Kondisi lahan di Kota Kupang menurut BPS (2012) antara lain 90% drainase baik atau tidak tergenang, pH 5.5-7.5 dan rentang ketinggian 100-500 m dpl.

(18)

2

sorgum antara lain ketinggiannya atau topografinya kurang lebih 800 m dpl, curah hujan 375-425 mm/th dan pH 5.0-7.5. Kondisi lahan di NTT menurut BPS (2012) antara lain 90% drainase baik/tidak tergenang, pH 5.5-7.5, rentang ketinggian 100-500 m dpl.

Berdasarkan kondisi lahan di NTT, JUN dan sorgum varietas Numbu diharapkan dapat dikembangkan dengan sistem agroforestri. Penilaian sistem agroforestri menurut Raintree (1990) terbagi atas tiga kriteria yaitu produktivitas, keberlanjutan dan adaptabilitas.

Perumusan Masalah

Penanaman JUN dan sorgum varietas Numbu dilakukan secara bersamaan. Untuk meningkatkan produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu dibutuhkan pemilihan jarak tanam sehingga menghindari terjadinya persaingan akan kebutuhan air, hara, cahaya dan pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang tepat. Salah satu teknik konservasi tanah dan air yaitu dengan pembuatan rorak. Pembuatan rorak merupakan langkah alternatif yang akan dilakukan dalam upaya menahan air hujan yang berlangsung singkat sehingga meningkatkan kadar air tanah dan mencegah erosi. NTT mempunyai musim hujan yang pendek (3-4 bulan/tahun) dan luas tanah yang tererosi banyak di jumpai pada tanah-tanah dengan jenis penggunaan untuk ladang, alang–alang atau semak belukar dan memiliki kemiringan lereng di atas 40 % .

Untuk menggali informasi tersebut muncul beberapa pertanyaan :

1. Apakah JUN dan sorgum varietas Numbu yang ditanam dengan sistem agroforestri dapat tumbuh dengan baik di lahan kering?

2. Apakah jarak tanam dan rorak berpengaruh terhadap produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu?

3. Bagaimana pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk:

1. Mengkaji pertumbuhan JUN dan sorgum varietas Numbu yang ditanam di lahan kering dengan sistem agroforestri

2. Menganalisis pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu yang di tanam di lahan kering

3. Menganalisis pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:

(19)

2. Jarak tanam dan rorak dapat berpengaruh terhadap produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu

3. Pemberian jarak tanam dan rorak berpengaruh terhadap sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2013 sampai dengan Juni 2013. Penelitian ini dilakukan pada tanah milik masyarakat dengan luas lahan 1000 m2, berlokasi di Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.

Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah,Fakultas Pertanian UNDANA Kupang. Pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian, UNDANA Kupang. Pengukuran sistem perakaran dilakukan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan, IPB.

Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bibit JUN dan sorgum varietas Numbu. Sorgum varietas Numbu diproduksi oleh Balitserelia-Kementerian pertanian di Maros, Sulawesi Selatan sebagai hasil pemuliaan konvensional dan dikembangkan oleh SEAMEO BIOTROP. Bibit JUN berumur 5 bulan diperoleh dari PT. Setyamitra Bhaktipersada Jakarta. Bahan-bahan lain yaitu pupuk kandang, pupuk organik cair, pupuk NPK, Urea, KCL, TSP, Furadan 3G dan dithane M45.

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kamera digital, pita meter, caliper digital, kompas, hygrometer, timbangan analitik, timbangan, oven, ring tanah, label, sample tanah, cangkul, linggis, parang, tugal, ajir, sprayer, penggaris, tali raffia, alat tulis menulis dan alat pengolah data.

Rancangan Percobaan

(20)

4

Tabel 1 Pola percobaan dua faktor dalam rancangan acak kelompok lengkap

Jarak tanam (Perlakuan II) Kelompok

Perlakuan I

Total Rorak Tanpa rorak

A B

Jarak tanam I (50 cm)

1 Y11 Y21 Y.1

2 Y12 Y22 Y.2

3 Y13 Y23 Y.3

Total perlakuan Y1. Y2. Y..

Jarak tanam II (100 cm)

1 Y11 Y21 Y.1

2 Y12 Y22 Y.2

3 Y13 Y23 Y.3

Total perlakuan Y1. Y2. Y..

Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga seluruhya terdapat 12 satuan percobaan.

Mattjik dan Jaya (2006) yang digunakan sebagai berikut: Yijk = µ + αi + ßj+ (αß)ij + ρk + €ijk

Keterangan:

Yij Nilai Pengamatan pada faktor A taraf ke i, faktor B taraf ke j dan kelompok ke k

αi Pengaruh rorak dan tanpa rorak ßj Pengaruh jarak tanam pada taraf ke j

αß)ij Komponen interaksi antara faktor A taraf ke i dengan faktor B taraf ke j Ρk Pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi

dengan perlakuaan (bersifat aditif)

Prosedur Penelitian

(21)

Gambar1 Prosedur kerja Rancangan

Percobaan

Pembagian blok tanaman sesuai tahapan rancangan Data lokasi percobaan :

iklim, sifat tanah Data JUN :

tinggi,diamater,sistem perakaran, % pertumbuhan

Data sorgum: tinggi,diameter, sistem perakaran, produksi benih,berat dan panjang

malai, biomassa, % pertumbuhan Analisis data dan penulisan

(22)

6

Tahap persiapan penelitian meliputi orientasi lapangan, pengadaan bibit JUN dan sorgum varietas Numbu, persiapan pupuk dan insektisida, pembuatan rorak, pembersihan lahan, analisis tanah awal, penerapan rancangan percobaan dan pemasangan ajir tanaman, pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam JUN dan sorgum varietas Numbu, penanaman JUN dan sorgum varietas Numbu, pemeliharaan dan pemanenan sorgum varietas Numbu.

a. Orientasi lapangan

Orientasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan lahan yang memenuhi persyaratan untuk penelitian antara lain: luasan yang mencukupi, dekat dengan sumber air, akses, ketersediaan tenaga kerja. Hasil orientasi lapangan antara lain: berupa data luas dan letak lahan, vegetasi awal, dan jenis tanah. b. Pengadaan bibit JUN

Pengadaan bibit dilakukan untuk memperoleh bibit berkualitas, jumlah memadai dan tepat waktu. Bibit berkualitas harus memenuhi persyaratan genetik (jelas asal-usulnya), fisik (sehat, seragam, kekar) dan fisiologis (daya tumbuh tinggi, dan adaptif terhadap lingkungan baru). Pengambilan bibit dari PT Setyamitra Bhaktipersada dan pengurusan surat-surat tanaman Balai Karantina Pertanian Jakarta. Jumlah bibit tanaman JUN yang dipersiapkan sebanyak 200 pohon.

c. Pengadaan benih sorgum varietas Numbu

Pengadaan benih sorgum dilakukan untuk mendapatkan benih sorgum yang berkualitas dengan jumlah yang memadai. Benih sorgum varietas

(23)

Numbu dari SEAMEO BOTROP. Benih sorgum harus memenuhi persyaratan genetik, fisik dan fisiologis.

d. Persiapan pupuk dan insektisida

Persiapan pupuk dan insektisida dilakukan untuk memperoleh pupuk yang digunakan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara dan insektisida untuk mengendalikan atau membunuh hama. Hasil persiapan pupuk dan insektisida antara lain: kebutuhan hara dan benih sorgum terbebas dari hama penyakit.

e. Pembersihan lahan

Tujuan pembersihan lahan adalah memperoleh lahan yang terbebas dari gulma dan tanaman pengganggu lainnya. Pembersihan lahan dilakukan pada lahan seluas ± 1000 m2 dilakukan pembabatan menggunakan parang diikuti dengan pencangkulan. Hasil akhir dari kegiatan pembersihan lahan adalah diperoleh lahan yang memenuhi persyaratan.

f. Analisis tanah awal

Analisis tanah awal dan akhir dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah sebelum penanaman dan setelah penanaman. Pengambilan sampel tanah menggunakan ring tanah. Contoh diambil secara acak pada kedalaman 0-20 cm. Analisis sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah FAPERTA UNDANA Kupang.

g. Pengolahan lahan

Pengolahan lahan dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan lahan tanam yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman sesuai rancangan percobaan. Pekerjaan pengolahan meliputi penggemburan tanah dan penataan layout penanaman sehingga diperoleh lahan yang siap untuk ditanami JUN dan sorgum varietas Numbu. Ukuran setiap plot pengamatan adalah 36 m2. Penataan sesuai layout penanaman, jarak tanam antar JUN-sorgum 2 x 2 m, jarak antara JUN-JUN-sorgum 100 cm dan 50 cm.

h. Pembuatan lubang tanam dan pemupukan awal

Tujuan pembuatan lubang tanam dan pemupukan awal adalah mendapatkan lubang tanam yang sesuai untuk penanaman dan pupuk yang cukup, berkualitas untuk JUN dan sorgum varietas Numbu. Lubang tanam untuk JUN berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm, dibuat dengan jarak tanam 2x2 m sebanyak 9 lubang perplot. Setiap lubang tanam diberi pupuk kandang yang telah diolah dengan baik sebanyak 4 kg dan pupuk NPK sebanyak 200 g. Pembuatan lubang tanam menggunakan tugal dengan jarak antar lubang JUN dan sorgum 50 cm dan 100 cm. Pemupukan awal pada sorgum menggunakan pupuk kandang

i. Pembuatan rorak

(24)

8

Gambar 3 Rorak dan ukuran j. Penanaman JUN dan sorgum varietas Numbu

Tujuan penanaman JUN dan sorgum varietas Numbu adalah mendapatkan tanaman yang secara optimal. Penanaman tanaman JUN sebanyak 1 bibit/lubang tanam. Bibit JUN ditanam tegak lurus dan ditimbun dengan tanah galian yang sudah diremahkan. Penanaman benih sorgum sebanyak 3 butir/lubang tanam. Pemberian label pada tanaman sorgum sebagai tanda sampling untuk pengukuran pertumbuhan tanaman. Hasil yang akan dicapai yaitu tanaman dapat tumbuh dengan seragam.

k. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan antara lain penyiraman, pemupukan dan pengendalian OPT.

Pemeliharaan JUN:

Penyiraman dilakukan pada awal pertumbuhan disesuaikan dengan keadaan cuaca. Penyemprotan insektisida dilakukan bila perlu untuk membunuh hama dan penyakit. Penyemprotan pupuk cair dilaksanakan 2 (dua) minggu setelah penanaman tanaman.

Pemeliharaan sorgum varietas Numbu:

Penyiraman dilakukan pada awal pertumbuhan setiap 2 hari sekali/disesuaikan dengan keadaan cuaca. Setelah semua tanaman sorgum tumbuh dilakukan penyulaman pada lubang tanam yang tidak tumbuh atau mati. Setelah dipastikan tanaman disetiap lubang tanam tumbuh, tanaman sorgum dijarangi, sehingga hanya ada 1 individu per lubang tanam. Pemupukan pertama dilakukan pada umur 3 minggu setelah penanaman dengan pupuk campuran urea: TSP : KCL (4:3:2, g/g/g) sebanyak 270kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 5 minggu setelah penanaman dengan campuran urea, TSP, KCL (3:6:2, g/g/g) sebanyak 270 kg/ha. Pemupukan ketiga dilakukan pada umur dua bulan setelah penanaman dengan campuran urea : TSP : KCL (4:3:2, g/g/g) sebanyak 270 kg/ha. Prosedur pemupukan mengacu pada penelitian sorgum di SEAMEO-BIOTROP (Suprianto 2011 a).

Pelaksanaan Penelitian a. JUN

Pengukuran JUN meliputi tinggi, diameter, % pertumbuhan sebagai berikut:

(25)

pada tanda tersebut secara konstan. Pengambilan data dilakukan setiap bulan, pengukuran diameter menggunakan kaliper. Pertumbuhan tinggi tanaman JUN diukur dari pangkal batang yang diberi tanda sampai pucuk atau titik tertinggi dengan menggunakan meteran. Persentase pertumbuhan JUN dihitung dengan membandingkan jumlah tanaman hidup/jumlah total x 100% dalam plot pengamatan.

b. Sorgum varietas Numbu

Pengukuran sorgum dilakukan untuk memperoleh tinggi, diameter, hasil produksi, biomassa, berat dan panjang malai, bobot 1000 biji, % pertumbuhan. Tinggi dan diameter diukur pada saat dipanen. Diameter diukur menggunakan kaliper di tengah batang sorgum dan tinggi diukur menggunakan meteran dari pangkal sampai daun bendera. Hasil produksi biji/plot diperoleh dari total jumlah produksi biji yang dihasilkan oleh semua tanaman sorgum dalam 1 plot. Panjang malai diukur menggunakan penggaris. Berat malai ditimbang dengan timbangan analitik. Bobot 1000 biji diperoleh dengan memilih acak 1000 butir biji/plot kemudian ditimbang. Persentase pertumbuhan sorgum = jumlah yang berkecambah/jumlah total x 100%. c. Pengukuran Perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu

Pengukuran panjang dan diameter akar dilakukan dalam keadaan segar dan bersih dari kotoran tanah. Pengukuran tidak dilakukan pada rambut akar. - Panjang akar

Pengukuran panjang akar dilakukan menurut struktur akar dalam sistem perakaran menurut klasifikasi Rao dan Ito (1998).

- Diameter akar

Pengukuran diameter akar dilakukan pada setiap tipe percabangan menurut Rao dan Ito (1998), dengan menggunakan kaliper.

- Jumlah akar

Perhitungan jumlah akar dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau cater. Jumlah akar dihitung berdasarkan kedudukan akar pada sistem perakaran (tingkat percabangan) menurut klasifikasi Rao dan Ito (1998) (Gambar 4) yang terdiri dari akar utama (tap root), akar primer (primary root), akar sekunder (secondary root) dan akar tersier (tertiary root).

(26)

10

- Berat kering akar

Untuk menghitung berat kering akar, terlebih dahulu akar dioven pada suhu 105°C selama 20 jam (Schuurman dan Goedewaagen 1971). Akar yang telah kering kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering akar.

- Luas permukaan akar

Luas permukaan akar berhubungan dengan luas bidang kontak akar dengan partikel-partikel tanah dan kemampuan untuk mengabsorpsi air dan hara. Dengan asumsi bahwa akar berbentuk silindris, maka luas permukaan akar dapat dihitung dengan rumus 1/3 rl, dimana r adalah diameter akar dan l adalah panjang akar (Rao dan Ito 1998).

- Bentuk Perakaran

Untuk mengetahui bentuk dari sistem perakaran, maka pada akhir pengamatan dilakukan pemotretan akar tanaman

Data Pendukung

Data pendukung yag digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Sifat fisik dan kimia tanah sebelum dan sesudah penelitian 2. Iklim

Data iklim diperoleh dari BMKG Kupang dan mengukur kelembaban tanah dan rorak selama penelitian.

Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang mendukung penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, baik hasil-hasil penelitian terdahulu maupun tulisan-tulisan lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Data-data tersebut diperoleh dari PT. Setyamitra Bhaktipersada, SEAMEO BIOTROP, BMKG, Dinas Pertanian NTT, Dinas Kehutanan NTT, BPS NTT.

Analisis Data

(27)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Lokasi

Letak geografis dan wilayah administrasi

Secara geografis Kota Kupang terletak diantara 10˚ 36΄ 14”-10˚ 39΄ 58” Lintang Selatan dan 123o32’23”- 123o37’01”BT. Kota Kupang terletak di Pulau Timor dan merupakan ibukota provinsi NTT dengan luas 180,27 km² atau 18.027 ha. Secara administrasi Kota Kupang terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 50 kelurahan.

Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember-Maret arus angin yang datang dari benua Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan Mei-Juni dan November-Desember (Bapedda 2012).

Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran atau pertemuan arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan selama Januari-April 2013 berkisar antara 37 mm-672 mm dengan kelembaban relatif berkisar 56%-91% dan temperatur mingguan 23.600-28.900C. Daerah tertinggi di atas permukaan laut di bagian selatan: 100-350 meter. Daerah terendah di atas permukaan laut di bagian utara: 0-50 meter. Tingkat kemiringannya: 15% (Bapedda 2012).

Sifat kimia tanah

Dari hasil pengujian sifat kimia tanah sebelum penelitian (Tabel 2) di Laboratorium fisika dan kimia tanah FAPERTA UNDANA Kupang diketahui pH tanah berkisar 6.40-7.50 dengan kategori netral. C organik dan N total termasuk dalam kriteria rendah. Rasio C/N adalah rendah. Kandungan P tersedia adalah sangat tinggi. Kandungan Ca yaitu sangat tinggi, K masuk dalam kategori tinggi. Tabel 2 Hasil analisis kimia tanah

Parameter Satuan Nilai *Kategori

pH 6.40 - 7.50 Netral

(28)

12

Pertumbuhan JUN dan Sorgum Varietas Numbu

Pertumbuhan JUN di lokasi penanaman 98% tanaman hidup dan bisa beradaptasi dengan baik 4 bulan setelah tanam (BST). Hal ini disebabkan karena kondisi lahan awalnya merupakan lahan yang ditanami jati lokal dan syarat tumbuh JUN hampir sama dengan syarat tumbuh jati lokal. Tanah lokasi penanaman pH (Tabel 2) kategori netral sehingga tidak diperlukan pengapuran. Menurut Adjie et al. (2008) jika pada kondisi tanah asam atau pH <6, maka perlu ditambahkan kapur pertanian.

Beberapa faktor pembatas yang ditemukan di lokasi penanaman antara lain curah hujan tinggi pada awal penanaman sehingga beberapa tanaman JUN patah. Faktor pembatas berikutnya yaitu JUN bukan tanaman lokal NTT sehingga rentan terserang hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman JUN yaitu hama ulat jati (Hyblaea puera Cr.). Salah satu cara untuk mengendalikan hama

Hyblaea puera Cr. pada tanaman jati (Nathan dan Sehoon 2005) yaitu dengan ekstrak biji metanol pohon mindi (Melia azedarach L.) dosis rendah. Sedangkan Menurut Adjie et al. (2008) yaitu intensifikasi pengendalian hama dan penyakit pada waktu tanaman berumur 3 bulan s/d 1 tahun.

Adapun hama ulat jati lain yaitu Agrius sp (Lepidoptera: Sphingidae). Serangga ini sering disebut sebagai ulat tanduk pada fase larva dan ngengat elang pada fase imagonya. Serangga ini perlu diwaspadai keberadaannya karena daun-daun jati habis dimakan yang tersisa pangkal tulang daun-daun utama. Serangan hama ini tidak sampai menyerang semua bagian daun pada tanaman tersebut sehingga masih bisa dikatakan bahwa hama ini tidak membahayakan.

Pertumbuhan sorgum varietas Numbu di lokasi penanaman 100% tanaman hidup dan bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Faktor pembatas yang ditemukan di lokasi penanaman antara lain serangan penyakit busuk malai/biji (Grain mold) pada saat tanaman mengalami fase berbunga dan pengisian biji yang terjadi pada musim hujan. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa jenis jamur dan dari isolasi, jamur Fusarium (F. Moniliforme dan F. Semitectum) dan Curvularia lunata yang sering ditemukan.

Hama yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu ulat penggerek malai (Cristoblabes gnidiela). Cara pengendaliannya dengan menyemprotkan Carbaryl

10%, Endosulfan 4% atau Malathion 5% (Jat et al. 2005).

Pengaruh Rorak dan Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan JUN dan Sorgum Varietas Numbu

(29)

Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap produktivitas JUN dan sorgum varietas Numbu

No Parameter Rorak Jarak Tanam Interaksi

1 Sorgum

Produksi benih 1.000 tn 0.5365tn 0.0041n

Bobot 1000 butir 0.5761tn 0.0495n 0.5376tn

Berat malai 0.7330tn 0.0254n 0.8761tn

Panjang malai 0.9798tn 0.4170tn 0.4728tn Diameter sorgum 0.5173tn 0.0009n 0.7708tn

Tinggi 0.5305tn 0.0206n 0.4333tn

Biomassa 0.8100tn 0.0940tn 0.4070tn

2 JUN

Tinggi 0.2982tn 0.1157tn 0.9146tn

Diameter 0.1720tn 0.0152n 0.4485tn

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf n menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % JUN dipengaruhi oleh jarak tanam.

Tabel 4 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap Diameter radiasi matahari yang tersedia berada pada taraf yang cukup untuk setiap tanaman. JUN dan sorgum varietas Numbu ditanam secara serempak dengan jarak tanam antar tanaman pokok (2 x 2 m). Jarak tanam antar tanaman pokok dan tanaman sela yaitu 100 cm dan 50 cm. Pemilihan jarak tanam didasarkan pada interaksi antara komponen penyusun agroforestri agar diperoleh pertumbuhan yang baik.

(30)

14

Gambar 5 Pertambahan diameter tanaman JUN

Menurut Setyaningsih dan Marteen (2011) rata-rata diameter JUN (1.18 cm) umur empat bulan yang ditanam secara agroforestri dengan jagung pada jarak tanam antar JUN (5 x 2 m). Dengan demikian diameter JUN tergolong baik. Hal ini disebabkan karena selain penggunaan rorak dan jarak tanam, pemilihan jenis tanaman yang ditanam secara agroforestri dengan JUN perlu diperhatikan terkait kebutuhan unsur hara (pemupukan) dan memperhatikan syarat tumbuh jadi jenis-jenis tanaman tersebut.

Tinggi sorgum varietas Numbu

Pengukuran tinggi sorgum varietas Numbu dilakukan sebelum melakukan pemanenan. Tabel 5 menunjukkan tinggi sorgum varietas Numbu pada jarak tanam 50 cm berbeda nyata dengan jarak tanam 100 cm dengan nilai tertinggi pada jarak tanam 50 cm (218.3 cm) dan terendah pada jarak tanam 100 cm (191.04 cm).

Tabel 5 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap tinggi sorgum varietas Numbu

Perlakuan Tinggi sorgum (cm)

Jarak 50 cm 218.27a

Jarak 100 cm 191.04b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

Tinggi sorgum dipengaruhi oleh jarak tanam. Sorgum akan berkompetisi untuk mendapatkan cahaya pada jarak tanam yang rapat sehingga tanaman semakin tinggi. Sorgum merupakan tanaman C-4 yang membutuhkan cahaya untuk berfotosintesis sehingga membutuhkan penyinaran yang besar dan suhu panas (Salisbury dan Ross 1995).

Karakter tinggi sorgum varietas Numbu (Balitsereal 2013) yang ditanam secara monokultur sebesar ± 187 cm. Menurut Wibowo (2012) tinggi sorgum varietas Numbu yang ditanam secara agroforestri sebesar 234.71 cm. Kategori total tinggi tanaman sorgum (PPV and FRA 2007) sangat pendek <76 cm, pendek

(31)

76-150 cm, sedang 151-225 cm, panjang 226-300 cm dan sangat panjang >300 cm. Dengan demikian tinggi sorgum varietas Numbu termasuk kategori sedang.

Diameter sorgum varietas Numbu

Perlakuan Diameter sorgum (cm)

Jarak 100 cm 1.96a

Jarak 50 cm 1.55b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

Menurut Wibowo (2012) diameter sorgum varietas Numbu yang ditanam secara agroforestri sebesar 1.443 cm. Ini membuktikan bahwa pemilihan jarak tanam sangat penting, karena dalam luasan lahan tersebut akan mempengaruhi diameter sorgum varietas Numbu. Pertumbuhan dua populasi tanaman yang berdekatan (jarak tanam rapat) akan menimbulkan kompetisi akan kandungan air tanah, status hara dan cahaya. Jika salah satu faktor tersebut berada di bawah tingkat atau level yang cukup, maka pada saat itu mulai terjadi kompetisi.

Salah satu syarat terjadinya kompetisi adalah keterbatasan faktor pertumbuhan (air, hara dan cahaya). Pertumbuhan tanaman mengalami kemunduran jika terjadi penurunan ketersediaan satu atau lebih faktor. Kekurangan hara di suatu lahan mungkin terjadi karena kesuburan alami yang memang rendah atau karena besarnya proses kehilanagan hara pada lahan tersebut, misalnya karena penguapan dan pencucian. Kekurangan air dapat terjadi karena daya menyimpan air rendah, distribusi curah hujan yang tidak merata atau proses kehilangan air (aliran permukaan) yang cukup besar. Pengetahuan akan tersediaan faktor pertumbuhan (air dan hara) dan pengetahuan akan kebutuhan tanaman sangat diperlukan dalam pelaksanaan agroforestri (Hairiah et al. 2000).

Menurut PPV and FRA (2007) klasifikasi kategori diameter sorgum <2 cm kecil, 2-4 sedang, dan >4 cm besar. Dengan demikian diameter sorgum varietas Numbu masih termasuk kategori kecil.

Berat malai

Berat malai sorgum (Tabel 7) menunjukkan bahwa jarak tanam 100 cm (D) berbeda nyata dengan jarak tanam 50 cm (A). Jarak tanam 100 cm berpengaruh terhadap berat malai sorgum varietas Numbu dengan nilai tertinggi pada jarak tanam 100 cm (149.27 g) dan terendah pada perlakuan A (97.15 g).

(32)

16

Tabel 7 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap berat malai sorgum vaietas Numbu

Perlakuan Berat malai (g)

Jarak 100 cm 149.27a

Jarak 50 cm 97.15b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

Berat malai sorgum sangat bervariasi antar varietas. Deskripsi berat malai sorgum varietas Numbu (Balitsereal 2013) sebesar 100-110 g. Menurut Nalatwadmath et al. (2002) berat malai sorgum yang ditanam secara tumpang sari berkisar antara 25.3-62.89 g. Ini membuktikan berat malai sorgum varietas Numbu tergolong tinggi. Pada jarak tanam 100 cm berat malai sorgum varietas Numbu lebih tinggi daripada jarak tanam 50 cm. Hal ini disebabkan karena pada jarak tanam 100 cm tanaman lebih optimal untuk menyerap kandungan K dengan jumlah tanaman sedikit.

Kandungan K menurut Bergman (1983) dapat memacu protein, gula, lemak, pati dan selulosa. Kandungan K sangat dibutuhkan oleh spesies tanaman penghasil karbohidrat. Defisisensi K (Wilkinson 1994) dapat menyebabkan kerusakan kloroplas dan mitokondria sel tanaman, sehingga tanaman tidak mampu menghasilkan fotosintesis secara optimal. Kekurangan K dapat menyebabkan perkembangan malai sorgum tidak optimal.

Bobot 1000 butir penyemprotan Boron 1 kg/ha pada saat pembungaan.

Tabel 8 Uji Lanjut Duncan pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap bobot 1000 butir

Perlakuan Bobot 1000 butir (g)

Jarak 100 cm Jarak 50 cm

46.1900a 42.6300b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

Menurut Wibowo (2012) bobot 1000 butir sorgum varietas Numbu di percobaan agroforestri sebanyak 34.47 g. Dengan demikian bobot 1000 butir sorgum varietas Numbu tergolong tinggi pada jarak tanam 100 cm. Hal ini disebabkan karena pada jarak tanam 100 cm jumlah tanaman sedikit sehingga kebutuhan untuk mendapatkan kandungan Fosfor (P) sangat tersedia.

(33)

Kandungan P (Wijaya 2008) dapat memacu pembentukkan bunga dan biji serta menentukan kemampuan berkecambah biji yang akan dijadikan benih. Menurut Wilkinson (1994) P berperan dalam pembentukkan bunga, defisiensi P dapat menekan jumlah bunga dan menunda inisiasi pembungaan. Tanaman yang akan ditanam untuk untuk pembenihan harus mendapatkan suplai P yang cukup, sehingga benih yang dihasilkan akan memiliki kemampuan germinasi yang baik.

Produksi Sorgum

Interaksi Produksi (g)/36 m2

Jarak tanam 50 cm dengan rorak 2050.0a

Jarak tanam 100 cm dengan rorak 1933.3a

Jarak tanam 50 cm tanpa rorak 1250.0b

Jarak tanam 100 cm tanpa rorak 1133.3b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada parameter yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

Hasil produksi tertinggi pada interaksi jarak tanam 50 cm dengan rorak (2.050 g/36 m2). Hasil produksi terendah pada jarak tanam 100 cm tanpa rorak (1.133,3 g/36 m2). Hasil produksi sorgum dipengaruhi oleh interaksi rorak dan jarak tanam. Pada interaksi jarak tanam 50 cm dengan rorak, jarak tanam lebih rapat sehingga jumlah sorgum lebih banyak dan pemanfaatan rorak yang berguna untuk ketersediaan air tanah yang mempengaruhi hasil produksi. Penggunaan Rorak (Firman 2006) dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Menurut Kassa et al. (2010) hasil produksi sorgum yang ditanam secara agroforestri sebesar 172.80 g/m2. Adapun tanaman yang ditanam dengan sorgum antara lain Balanitas aegypticae dengan jarak tanam (0.5x0.5 m). Menurut Wibowo (2012) hasil produksi sorgum varietas Numbu pada percobaan agroforestri sebesar 27.6 kg/100 m2.

(34)

18

Pengaruh rorak dan jarak tanam terhadap sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu

Sistem perakaran JUN

Pengukuran sistem perakaran JUN dilakukan pada jumlah akar, panjang akar, diameter akar, luas permukaan akar dan biomassa. Pengukuran dilakukan setelah selesai pengamatan di lapangan. Akar pertama kali berkembang dari benih adalah akar primer. Akar primer menghasilkan banyak cabang yang disebut akar sekunder. Akar sekunder menghasilkan cabang-cabang sendiri.

Sekunder 0.0012n <.0001n 0.0280n Tersier <.0001n <.0001n 0.0009n Panjang Akar Primer 0.0002n 0.6050tn 0.0436n Sekunder 0.7388tn 0.0333n 0.8630tn Tersier 0.0064n 0.0010n 0.8006tn Diameter Akar Primer 0.0629tn 0.1356tn 0.7786tn Sekunder 0.5758tn 0.3508tn 0.0191n Tersier 0.4976tn 0.1224tn 0.7661tn Luas Permukaan

Akar

Primer 0.3185tn 0.0524tn 0.8265tn Sekunder 0.5167tn 0.0130n 0.2894tn Tersier 0.8526tn 0.2167tn 0.6190tn Berat kering Primer 0.4038tn 0,0011n 0.0004n Sekunder <.0001n <.0001n <.0001n Tersier <.0001n <.0001n <.0001n Ket : Angka yang diikuti oleh huruf n menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 %

(35)

Jumlah Akar

Gambar 6 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap jumlah akar JUN Gambar 6 menunjukkan jumlah akar dipengaruhi jarak tanam dan rorak. Jumlah akar primer tertinggi pada interaksi jarak tanam 100 cm tanpa rorak(7), jumlah akar sekunder tertinggi pada jarak tanam 100 cm dengan rorak (15) dan jumlah akar tersier tertinggi pada interaksi jarak tanam 100 cm tanpa rorak (37).

Jumlah akar primer dan tersier dipengaruhi oleh interaksi jarak tanam 100 cm dan tanpa rorak. Jumlah akar sekunder dipengaruhi oleh interaksi jarak tanam 100 cm dan rorak. Jumlah akar primer dan tersier akan semakin banyak apabila jarak tanam lebar dan kadar air tanah rendah. Proporsi jumlah akar tersier lebih tinggi dari akar sekunder dan akar primer.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995) semakin banyak akar semakin tinggi hasil tanaman karena bidang penyerapan dan unsur-unsur mineral dari dalam tanah semakin besar sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter karena nutrisi yang dibutuhkan tercukupi. Pada Gambar 6 dapat diduga bahwa akar primer dan tersier sebelum umur 9 bulan memiliki peranan penting dalam mengabsorbsi air,hara dan cahaya. Pembentukan akar tunjang majemuk dan pertumbuhan perakaran yang kuat setelah tanaman JUN berumur 9 bulan (PT Setyamitra Bhaktipersada 2008).

Panjang Akar

Gambar 7 menunjukkan bahwa panjang akar primer dipengaruhi interaksi jarak tanam dan rorak. Panjang akar primer tertinggi pada interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak (8.4 cm). Gambar 8 menunjukkan panjang akar sekunder dipengaruhi jarak tanam. Panjang akar sekunder tertinggi pada jarak tanam 100 cm (15.3cm). Sedangkan (Gambar 9 dan 10) panjang akar tersier dipengaruhi rorak dan jarak tanam. Panjang akar tersier tertinggi pada perlakuan tanpa rorak (20,0 cm) dan jarak tanam 100 cm (21.3 cm).

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm

(36)

20

Gambar 7 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap panjang akar primer JUN

Gambar 8 Pengaruh jarak tanam terhadap panjang akar sekunder JUN

0

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm

C : tidak ada rorak, jarak tanam 50cm D : tidak ada rorak, jarak tanam 100cm

0

(37)

Gambar 9 Pengaruh rorak terhadap panjang akar tersier JUN

Gambar 10 Pengaruh jarak tanam terhadap panjang akar tersier JUN Akar primer akan semakin panjang apabila terjadi interaksi antara jarak tanam lebar dan kadar air tanah rendah. Akar sekunder semakin panjang apabila jarak tanam lebar. Sedangkan akar tersier semakin panjang apabila kadar air tanah rendah dan jarak tanam lebar.

Hal ini disebabkan karena tanaman JUN merupakan tanaman yang tahan kekeringan sehingga dapat beradaptasi pada kadar air tanah rendah. JUN (PT Setyamitra Bhaktipersada) mempunyai akar tunjang majemuk pada akar primer sehingga mempunyai daya jangkauan luas dalam mengabsorbsi air dan hara. Penambahan panjang akar, kehalusan akar dan kerapatan (Gardner et al. 1991) tanaman membutuhkan unsur Fosfor (P).

Kandungan fosfor (P) dan Kalsium (Ca) (Tabel 2) di lokasi penanaman kategori sangat tinggi sehingga mempengaruhi permanjangan akar tanaman. Menurut Marschner (1990) kandungan P dapat mempengaruhi panjang akar lateral sampai 15 kali. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan P untuk tanaman adalah pH tanah (Hardjowigeno 2003). Kandungan P paling mudah diserap oleh

0

(38)

22

tanaman pada pH netral. Kategori pH tanah di lokasi penanaman (Tabel 2) netral sehingga mudah diserap akar tanaman.

Menurut Marschner dan Richter (1974) kandungan kalsium (Ca) berperan dalam pertumbuhan akar. Pada media yang cukup mengandung unsur Ca pemanjangan akar akan berjalan normal. Terhambatnya pertumbuhan akar merupakan akibat dari terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel.

Diameter akar

Gambar 11 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap diameter akar sekunder JUN

Gambar 11 menunjukkan diameter akar sekunder dipengaruhi interaksi jarak tanam dan rorak. Diamater akar terbesar pada interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak (0.36 cm) dan terkecil pada interaski jarak tanam 50 cm dengan rorak (0.23 cm). Interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak, interaksi jarak tanam 50 cm tanpa rorak dan interaksi jarak tanam 100 cm tanpa rorak berbeda nyata dengan interaksi jarak tanam 50 cm dengan rorak.

Interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak mempunyai diameter akar lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada kondisi tanah yang jenuh air, akar tidak dapat melangsungkan metabolismenya secara normal (aerobik). Perkembangan sistem perakaran akan lebih lebih terangsang pada tempat-tempat dimana air dan unsur hara tersedia (Lakitan 1993)

Rata-rata ukuran diameter akar sekunder relatif besar sehingga tidak mengalami gangguan atau mudah rusak. Apabila akar mengalami kerusakan dan kurang berfungsi, maka pertumbuhan pucuk juga akan kurang berfungsi (Gardner et al. 1991).

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm

(39)

Luas Permukaan Akar

Gambar 12 menunjukkan bahwa luas permukaan akar sekunder dipengaruhi jarak tanam. Luas permukaan akar terbesar pada jarak tanam 100 cm (1.7 cm) dan terkecil pada jarak 50 cm (0.9 cm).

Gambar 12 Pengaruh jarak tanam terhadap luas permukaan akar sekunder JUN Akar sekunder mempunyai luas permukaan besar pada jarak tanam lebar. Hal ini diduga karena akar sekunder membutuhkan daya jangkauan luas untuk mengabsorbsi air dan hara. Pada (Lampiran 1) kadar air tanah yang tersedia pada jarak tanam 50 cm lebih besar dibandigkan jarak tanam 100 cm. Luas permukaan akar semakin besar apabila jarak tanam lebar yang akan mempengaruhi tingkat kelembaban tanah.

Faktor-faktor yang menyebabkan pola penyebaran akar antara lain penghalang mekanis, kelembaban tanah, aerasi, ketersediaan air dan unsur hara yang mempengaruhi luas permukan akar (Lakitan 1993). Penghalang mekanis yang sering ditemukan yaitu kondisi tempat tumbuh yang tidak optimal.

Permukaan akar akan berhubungan dengan luas bidang kontak akar dengan partikel-partikel tanah. Menurut Lakitan (1993) wilayah eksplorasi yang lebih luas dari akar akan meningkatkan kemungkinan kontak antara permukaan akar dengan air dan unsur hara, terutama pada kondisi relatif kering. Pada kondisi ini pergerakkan larutan tanah menuju permukaan akar sangat lambat.

Berat kering akar

Gambar 13 menunjukkan bahwa berat kering akar dipengaruhi oleh interaksi jarak tanam dan rorak. Berat kering akar primer mempunyai nilai tertinggi pada interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak (21.7600 g). Berat kering akar sekunder memperoleh berat tertinggi pada interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak pada interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak (9.3300 g) Sedangkan berat kering akar tersier memperoleh berat tertinggi pada pada interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak (2.0833 g).

Interaksi jarak tanam 100 cm dan penggunaan rorak dapat menghindari persaingan persaingan akan kebutuhan unsur hara dan jumlah air yang tersedia tercukupi yaitu dengan penggunaan rorak. Berat kering akar tanaman menggambarkan bahwa akar tanaman memiliki luasan yang besar sehingga diharapkan mampu menyerap unsur hara dan air dengan baik. Berat kering akar

(40)

24

tanaman dipengaruhi oleh kandungan Fosfor (P) dalam tanah. Unsur P (Tabel 1) yang tersedia pada lokasi penanaman sangat tinggi. Menurut Marschner (1990) unsur Fosfor (P) dapat meningkatkan berat akar 10 kali lipat. Kandungan P dibutuhkan oleh tanaman dalam bentuk orthophosphate teroksidasi yang berfungsi sebagai penyusun utama struktur asam nukleat dan sebagai komponen membran phospolipid. Kandungan P juga berperan dalam konservasi dan transfer energi di dalam sel tumbuhan.

Gambar 13 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap berat kering akar JUN

Sistem perakaran sorgum varietas Numbu

Pengukuran akar sorgum dilakukan setelah pengamatan di lapangan. Parameter yang diukur antara lain jumlah akar, panjang akar, diameter akar, luas permukaan akar dan biomassa akar. Rekapitulasi hasil sidik ragam dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 11.

0

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm

(41)

Tabel 11 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jarak tanam dan rorak terhadap

Jumlah Akar Primer 0.0157n 0.0003n 0.4626tn Sekunder 0.0098n 0.6935tn 0.8651tn Tersier 0.0016n <.0001n 0.0312n Panjang Akar Primer 0.2981tn 0.1384tn 1.000tn

Sekunder 0.0025n 0.0032n 0.1679tn Tersier 0.7707tn 0.0767tn 0.1781tn Diameter Akar Primer 0.0027n <.0001n 0.0006n

Sekunder 0.8826tn 0.0002n 0.0808tn Tersier 0.2921tn 0.2921tn 0.2921tn Luas

Permukaan

Primer 0.0256n <.0001n 0.9170tn Sekunder <.0001n <.0001n 0.0045n Tersier 0.3661tn 0.1423tn 0.4544tn Biomassa Primer <.0001n <.0001n <.0001n

Sekunder 0.0321n 0.2730tn 0.3119tn Tersier 0.0011n 0.0007n 0.1125tn Ket : Angka yang diikuti oleh huruf n menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 %

Jumlah akar

Jumlah akar primer (Gambar 14 dan 15) dipengaruhi oleh rorak dan jarak tanam. Jumlah akar tertinggi pada rorak (34) dan jarak tanam 100 cm (38). Jumlah akar sekunder (Gambar 16) dipengaruhi oleh rorak. Jumlah akar sekunder tertinggi pada tanpa rorak (23) daripada dengan rorak (12). Sedangkan jumlah akar tersier (Gambar 17) dipengaruhi interaksi jarak tanam dan rorak. Jumlah akar tersier tertinggi pada interaksi jarak tanam 100 cm tanpa rorak (54) dan terendah pada interaksi jarak tanam 50 cm dengan rorak (24)

Gambar 14 Pengaruh rorak terhadap jumlah akar primer sorgum varietas Numbu

(42)

26

Gambar 15 Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah akar primer sorgum varietas Numbu

Gambar 16 Pengaruh rorak terhadap jumlah akar sekunder sorgum varietas Numbu

Gambar 17 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap jumlah akar tersier sorgum varietas Numbu

Jarak 50 cm Jarak 100 cm

0

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm

(43)

Jumlah akar tersier sorgum varietas Numbu semakin banyak pada jarak tanam lebar dan kadar air tanah rendah. Jumlah akar yang banyak menunjukkan kemampuan akar untuk menyerap unsur hara. Jumlah akar tersier lebih banyak dari akar primer maupun akar sekunder. Akar tersier pada sorgum varietas Numbu berbentuk halus dan terletak agak di bawah tanah. Pada akar tersier tumbuh bulu-bulu yang paling efektif untuk menyerap air, udara dan unsur hara tanah sehingga tanaman dapat tahan terhadap kekeringan.

Menurut Dwijoseputro (1980) pertumbuhan dan distribusi akar dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor lingkungan maupun faktor genetik. Faktor lingkungan antara lain tanah, kelembaban, temperatur maupun kandungan nutrisi tanah.

Berdasarkan (Lampiran 1) kandungan kadar air tanah pada jarak tanam lebar cukup tersedia karena penelitian dilakukan pada musim hujan. Kadar air tanah mempengaruhi kelembaban tanah. Kandungan fosfor (Tabel 1) kategori sangat tinggi. Menurut Fageria (1992) kandungan P yang cukup dapat meningkatkan jumlah akar lateral tersier.

Panjang akar

Panjang akar sekunder (Gambar 18 dan 19) dipengaruhi rorak dan jarak tanam. Panjang akar sekunder tertinggi pada tanpa rorak (23.8 cm) daripada dengan rorak (17.2). Sedangkan panjang akar sekunder tertinggi pada jarak tanam 100 cm (23.7 cm) daripada jarak tanam 50 cm (17.3 cm).

(44)

28 panjang akar kemampuan untuk menyerap unsur hara dan air semakin besar yang sangat mempengaruhi produktivitas dari sorgum varietas Numbu.

Berdasarkan (Tabel 1) kandungan fosfor (P) dan kandungan kalium (K) kategori sangat tinggi dan tinggi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan akar dari pendek menjadi lebih panjang. Menurut Fageria (1992) defisiensi kandungan P dapat menekan panjang total akar. Sedangkan defisiensi unsur K dapat menghambat panjang akar primer dan menghambat pembentukkan akar sekunder. Unsur hara yang berhasil kontak dengan akar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain volume media tanam, morfologi akar dan konsentrasi unsur hara.

Menurut Gardner et al. (1991), akar adalah yang pertama mencapai air, nirogen (N), dan faktor-faktor lainnya, sedangkan pucuk adalah yang pertama mencapai cahaya, CO2, atau faktor-faktor iklim.

Diameter akar

Diameter akar primer (Gambar 20) dipengaruhi interaksi jarak tanam dan rorak. Diameter akar primer terbesar pada interaksi jarak tanam 100 cm tanpa rorak (0.56 cm) dan berbeda nyata dengan interaksi lain. Gambar 21 menunjukkan diameter akar sekunder dipengaruhi jarak tanam. Diameter akar sekunder terbesar pada jarak tanam 50 cm (0.33 cm) dan terkecil pada jarak tanam 100 cm (0.20 cm.

0

(45)

Gambar 20 Pengaruh interaksi jarak tanam dan rorak terhadap diameter akar primer

Gambar 21 Pengaruh jarak tanam terhadap diameter akar sekunder sorgum varietas Numbu

Diameter akar primer semakin besar apabila jarak tanam lebar dan kadar air tanah rendah. Sedangkan diameter akar sekunder akan semakin besar apabila jarak tanam lebih sempit. Berdasarkan (Tabel 1) kandungan nitrogen (N) pada lokasi penanaman tergolong rendah. Pada jarak tanam lebar diameter akar primer semakin besar karena kebutuhan akan kandungan N tercukupi karena jumlah tanaman sedikit. Defisiensi N akan menghambat pembesaran sel pada akar tanaman (Fageria 1992)

Diameter akar dipengaruhi oleh pengambilan nutrisi (Barber dan Behrens 1989) dan jumlah karbohidrat yang didapat untuk pertumbuhan akar (Fitter dan

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm C : tidak ada rorak, jarak tanam 50cm D : tidak ada rorak, jarak tanam 100cm

0

(46)

30

Luas permukaan akar

Gambar 22 dan 23 menunjukkan luas permukaan akar primer dipengaruhi oleh rorak dan jarak tanam. Luas permukaan akar terbesar pada tanpa rorak (4.5 cm) dan jarak tanam 100 cm (5.4 cm). Gambar 24 menunjukkan luas permukaan akar sekunder dipengaruhi interaksi jarak tanam dan rorak. Luas permukaan akar sekunder terbesar pada jarak tanam 100 cm tanpa rorak (3.1 cm) dan berbeda nyata dengan interaksi lain.

Gambar 22 Pengaruh rorak terhadap luas permukaan akar primer sorgum varietas Numbu

Gambar 23 Pengaruh jarak tanam terhadap luas permukaan akar primer sorgum varietas Numbu

(47)

Gambar 24 Pengaruh interaksi rorak dan jarak tanam terhadap luas permukaan akar sekunder

Berdasarkan (Lampiran 1) kadar air tanah pada jarak tanam 50 cm dan 100 cm belum berpengaruh positif karena penanaman dilakukan pada saat musim hujan. Jarak tanam lebar dan tanpa rorak mempengaruhi luas permukaan akar primer dan sekunder. Akar-akar tanaman akan terus memanjang menuju tempat-tempat yang lebih jauh di dalam tanah untuk menemukan air, udara dan unsur hara dalam tanah untuk mendekati akar tanaman melalui aliran massa ataupu difusi.

Menurut Hardjowigeno (2003) memanjangnya akar-akar tanaman berarti memperpendek jarak yang harus ditempuh untuk mendekati akar-akar tanaman. Unsur-unsur hara yang telah tersedia di sekitar perakaran tanaman tersebut selanjutnya diserap oleh akar tanaman.

Berat kering akar

Gambar 25 menunjukkan berat kering akar primer dipengaruhi interaksi rorak dan jarak tanam. Berat kering akar primer tertinggi pada interaksi jarak tanam 100 cm dengan rorak (70.1470 g) dan terendah pada interaksi jarak tanam 50 cm tanpa rorak (25.8870 g). Berat kering akar sekunder (Gambar 26) dipengaruhi oleh rorak. Berat kering akar sekunder tertinggi pada tanpa rorak (14.3300 g) daripada dengan rorak (6.3831 g). Sedangkan berat kering akar tersier (Gambar 27) dipengaruhi rorak dan jarak tanam. Berat kering akar tersier tertinggi pada tanpa rorak (2.2033 g) dan jarak tanam 100 cm (2.1900 g).

Pada jarak tanam lebar dan penggunaan rorak berat akar primer dan tersier semakin tinggi. Kandungan fosfor (Tabel 1) tergolong sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan fosfor (P) dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman karena jumlah tanaman sedikit dan kebutuhan air tercukupi.

Kandungan P (Garnerd et al. 1991) sangat berpengaruh terhadap berat

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm

(48)

32

tanaman memiliki luasan yang besar sehingga diharapkan penyerapan unsur hara akan berjalan lebih baik.

Gambar 25 Pengaruh interaksi rorak dan jarak tanam terhadap luas berat kering akar primer sorgum varietas Numbu

Gambar 26 Pengaruh rorak terhadap berat kering akar sekunder sorgum varietas Numbu

A : ada rorak, jarak tanam 50cm B : ada rorak, jarak tanam 100cm

C : tidak ada rorak, jarak tanam 50cm D : tidak ada rorak, jarak tanam 100cm

(49)

Gambar 27 Pengaruh rorak terhadap berat kering akar tersier sorgum varietas Numbu

Gambar 28 Pengaruh jarak tanam terhadap luas berat kering akar tersier sorgum varietas Numbu

Jarak 100 cm Jarak 50 cm

(50)

34

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Jati unggul nusantara (JUN) dan sorgum varietas Numbu dapat tumbuh di lahan kering dengan sistem agroforestri.

2. Jarak tanam 50 cm dengan rorak berpengaruh terhadap hasil produksi sorgum varietas Numbu. Jarak tanam 100 berpengaruh terhadap diameter JUN, diameter, berat malai dan bobot 1000 butir sorgum varietas Numbu dan jarak tanam 50 cm berpengaruh terhadap tinggi sorgum varietas Numbu

3. Jarak tanam dengan rorak berpengaruh positif terhadap sistem perakaran JUN dan sorgum varietas Numbu yaitu jumlah akar, panjang akar, diameter akar, luas permukaan akar dan biomassa akar.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang peran rorak terhadap erosi yang mempengaruhi pertumbuhan jati unggul nusantara dan produktivitas sorgum varietas Numbu di lahan kering

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Rakhmad, Soeroso H, Poedjowadi D. 2008. Usaha Tani Jati Unggul Pola Bagi Hasil, Lima Tahun Panen. Penerbit Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). Jakarta

[Balitsereal] 2013. Balai Penelitian Tanaman Serealia. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id [21 Maret 2013]

[Bappeda] 2012. Profil Kota Kupang.

http://nttprov.go.id/2012/index.php/en/profilkab-kota/kotakupang. [15 Maret 2012].

Basuki T, da-Silva H, Wirdahayati RB, Bamualim A, Subandi, 1997. Karakterisasi Zona Agroekologi (AEZ) di Nusa Tenggara Timur. Proyek PPSUNT/BPTP Naibonat, Kupang.

Barber BJ dan Behrens PJ. (1985). Effects of elevated temperature on seasonal insitu leaf productivity of Thalassia testudinum Banks ex Konig and Syring odium filiforme Kiitzing. Aquat. Bot. 22: 61-69

Bergman EN. 1983. The Pools of Tissue Constituents and Products: Carbohydrates in Dynamic Biochemistry of Animal Production. Elsevier. New York.

[BPS] 2012. NTT dalam Angka. Badan Pusat Statistik Indonesia

Dwijoseputro 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta. 200 Hal

(51)

Firman C. 2006. Teknik Peningkatan Produksi Jambu Mete (Anacardium ocidentale L.) melalui Teknologi Rorak. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2. Sukabumi.

Fitter AH dan Hay RKM. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Diterjemahkan oleh S. Andani dan E.D Purbayanti. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Gardner FP, Pearce RB, dan Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya

(Terjemahan : H. Susilo). Universitas Indonesia Press. Jakarta. Terjemahan dari Physiology of Crop Plants.

Hairiah K, et al. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologis: Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. ISBN. 979-95537-7-6. Bogor. ICRAF. 187 p.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo

Jat KM, Rolania K, Jat LB. 2005. Insect Pests of Sorghum and Its Management. [online]. Available at:http://www.krishisewa.com/cms/articles/crop-protection/65-sorghum_pests.html

Kassa H, Gebrehiwet K, Yamoah C. 2010. Balanites aegyptiaca, a Potential Tree for Park Land Agroforestry Systems with Sorghum in Northern Ethiopia. Journal of Soil Science and Environmental Management Vol. 1(6), pp. 107-114.

Lakitan B. 2010. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. Marschner H. 1990. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press. London. Marschner H dan C. Richter. 1974. Calcium-transport in Wurzeln von Meis und

Bohnenkeimpflanzen. Plant Soil 40, 193-210.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press.

Nalatwadmath SK, Patil SL, Mohan RMS, Adhikari RN. (2002) Crop Residue Management to Conserve Soil, Water and Nutrients for Sustainable Production in the Vertisols of Semi-Arid Tropics of South India. Central Soil & Water Conservation Research & Training Institute, Research Centre, Bellary – 583 104 India

Nathan S dan Sehoon K. 2005. Effects of Meliaazedarach L. Extract on the Teak Defoliator Hyblaea puera Cramer (Lepidoptera: Hyblaeidae). Crop Protection 25 (2006) 287-291

[Protection of Plant Varieties and Farmers' Rights Authority] 2007. Guidelines for the Conduct of Test for Distinctiveness, Uniformity and Stability on Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench). Plant Variety Journal of India. Vol. 1(1)

[Pusat Penelitian Tanah] 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survey dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Pusat Penelitian Tanah. Bogor

[PT. Setyamitra Bhaktipersada] 2008. Info Perusahaan PT. Setyamitra Bhaktipersada http://setyamitra.indonetwork.co.id/profile/pt-setyamitrabhaktipersada.htm [diakses 30 Maret 2012]

(52)

36

Rao TP dan Ito O, 1998. Differences in Root System Morphology and Root Respiration in Relation to Nitrogen Uptake among Six Crop Species. Japan Agriculture Research Quartery 32:97-103.

Salisbury FB. dan CW. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB Bandung

Schuurman JJ dan Goedewaagen MAJ. 1971. Methods for the Examination of Root Systems and Roots. Centre for Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen

Setiaji B. 2009 Teknik Pengeloaan Kebun Pangkas untuk Sumber Benih JUN. PT Setyamitra Bhaktipersada. Jakarta

Setyaningsih L, Marteen F. 2011. Pertumbuhan JUN dengan Pola Tumpang Sari di Kebun Percobaan Cogreg. Lokakarya hasil-hasil Penelitian Universitas Nusa Bangsa. LPPM UNB. Bogor

Sitompul S dan Guritno 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Supriyanto, Wibowo ARP, Suryani A. 2011a. Penerapan Biocharcoal untuk Pertumbuhan Beberapa Sorgum Mutan Dalam Sistem Agroforestri yang Berkelanjutan. Penelitian DIPA BIOTROP Tahun 2010. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Studi Regional Penelitian Biologi Tropis (SEAMEO BIOTROP), Bogor. Tidak dipublikasikan.

Sulandjari, Suwidjijo P, Sukardi W. 2005. Hubungan Mikroklimat dengan Kandungan Reserpina Pule Pandak. Majalah Obat tradisional. 10(33)34-38 Wibowo A. 2012. Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan Sorgum

(Shorgum bicolor L. Moench). Thesis. IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Wijaya KA. 2008. Nutrisi Tanaman sebagai Penentu Kualitas Hasil dan

Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka. Jakarta.

(53)
(54)
(55)
(56)

40

Lampiran 2 Foto kondisi lokasi penelitian sebelum penanaman

Kondisi awal lokasi sebelum pengolahan Vegetasi awal sebelum pengolahan

Pembersihan lahan dari gulma Pembuatan rorak

Gambar

Tabel 1  Pola percobaan dua faktor dalam rancangan acak kelompok lengkap
Gambar 1   Prosedur kerja
Gambar 3  Rorak dan ukuran
Gambar 4  Sistem perakaran pada tanaman Leguminosae (Rao dan Ito
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, orang tua akan menilai bahwa pertimbangan tersebut dinilai tepat sebagai cara untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan atas nilai agama dan

Dari hasil analisis dan kajian panjang yang dilakukan penulis ditemukan ide menjadikan kampong- kampung di Indonesia sebagai kampong kreatif dengan landasan judul

Secara singkat dari penjabaran diatas, penelitian ini dilatarbelakangi peristiwa hukum yang bermula dari perubahan sistem Kontrak Karya menjadi Sistem Izin Usaha

Dia menunjukkan bahwa ketika tingkat pertumbuhan perusahaan tinggi, atau dengan kata lain perusahaan memerlukan dana untuk kebutuhan investasi, maka perusahaan

Ketika tidak memenuhi syarat, tekanan darah biasanaya mengacu pada tekanan pembuluh arteri yang ada di tangan, yaitu dalam pembuluh darah utama pada lengan kiri atau

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran kualitas layanan terhadap behavioral intention Fakultas Ekonomi UPN ”Veteran” Jawa Timur, untuk mengetahui peran

In this paper, we study the complementarity problem from a modeling perspective with emphasis on economic examples, show how to model such problems within the GAMS modeling