PARAMETER DEMOGRAFI DAN PENGGUNAAN RUANG VERTIKAL
LUTUNG JAWA (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) DI RESORT
TAMANJAYA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
RIFQI RAHMAT HIDAYATULLAH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Vertikal Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
ABSTRAK
RIFQI RAHMAT HIDAYATULLAH. Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Vertikal Lutung Jawa (Trachipythecus auratusGeoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon. Dibimbing oleh YANTO SANTOSA.
Parameter demografi lutung jawa di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon belum diketahui. Parameter demografi merupakan komponen penting untuk mempelajari populasi. Tujuan penelitian ini yaitu menduga parameter demografi dan mengidentifikasi penggunaan ruang vertikal lutung jawa. Metode yang digunakan untuk parameter demografi adalah metode terkonsentrasi. Metode continious recording digunakan untuk analisis penggunaan ruang, dan metode petak digunakan dalam analisis vegetasi. Hasil menunjukan terdapat 17 individu lutung jawa yang berada pada 3 kelompok, dengan komposisi 5 anak, 4 muda, 3 jantan dewasa dan 5 betina dewasa. Sex ratio 3 kelompok adalah 1:1.6. Angka kelahiran yaitu 0.29. Kematian tertinggi terjadi pada kelas umur muda menuju dewasa yaitu 0.66 dari muda menuju dewasa. Lutung jawa di Resort Tamanjaya menggunakan strata B dan C.
Kata kunci: lutung jawa, parameter demografi, penggunaan ruang vertikal.
ABSTRACT
RIFQI RAHMAT HIDAYATULLAH. Demography Parameter and Use Spatial Vertical of Ebony Leaf Monkey (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) in Tamanjaya ResortUjung Kulon National Park. Supervised by YANTO SANTOSA.
Demography parameter of ebony leaf monkey at Tamanjaya Resort of Ujung Kulon National Park wasn’t knew. Demography parameter was important component to the studied of population. The purposed of this study was to estimated demography parameter and indentification of used spatial vertical. The method used of demography parameter was consentration count method. The continuous recording method used for the analysis of the used of space, and method used in the analysis vegetation was plot method. Result of the study showed there were 17 individual of 3 grups, with composision 5 childerns, 4 juvenliles, 3 adult males and 5 adult females. Sex ratio from 3 groups were 1:1.6. Birthrate were 0.29. The highest mortality occured from juvenile to adult was 0.66. Ebony leaf monkey in Tamanjaya Resort used B and C level.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2015
PARAMETER DEMOGRAFI DAN PENGGUNAAN RUANG VERTIKAL
LUTUNG (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) DI RESORT
TAMANJAYA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
Judul Skripsi : Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Lutung Vertikal Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon
Nama : Rifqi Rahmat Hidayatullah NIM : E34100090
Disetujui oleh
Diketahui oleh:
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Parameter Demografi dan Penggunaan Ruang Vertikal Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Resort Tamanjaya Taman Nasional Ujung Kulon berhasil dilaksanakan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan arahan selama penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang telah mengijinkan dan membantu penulis sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang telah
memberikan do’a dan biaya selama menempuh pendidikan. Tak lupa ucapan terima kasih kepada keluarga besar DKSHE, Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) ”Tarsius”, Nepenthes rafflesiana 47 (KSHE 47), Keluarga Mahasiswa Banten (KMB)-SeBogor, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Keluarga Besar Mahasiswa Banten-Indonesia. Seluruh sahabat-sahabat atas bantuan dan do’anya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Alat dan Bahan 2
Jenis Data 3
Metode Pengumpulan Data 3
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7
Parameter Demografi 7
Penggunaan Ruang Vertikal 9
Kondisi Biotik Habitat 12
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
DAFTAR TABEL
1 Populasi lutung jawa (Trachypithecus auratus) 7
2 Potensi pakan lutung jawa di Resort Tamanjaya 12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian 22 Pembagian ruang pada tajuk pohon 4
3 Bentuk dan ukuran petak ganda 5
4 Piramida umur lutung di Resort Tamanjaya 8
5 Frekuensi aktivitas makan berdasarkan ruang tajuk 10
6 Frekuensi aktivitas istirahat berdasarkan ruang tajuk 9
7 Frekuensi aktivitas sosial berdasarkan ruang tajuk 12
8 Frekuensi aktivitas berpindah berdasarkan ruang tajuk 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis vegetasi pada tingkat pancang 182 Hasil Analisis vegetasi pada tingkat tiang 20
3 Hasil Analisis vegetasi pada tingkat pohon 21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lutung jawa (Trachypithecus auratus) merupakan salah satu primata endemik di pulau jawa. Lutung jawa merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang mengalami kelangkaan. Malone (2003) mencatat adanya perdagangan lutung jawa di Pulau Jawa dan Bali. Pada bulan April 2008 sedikitnya 2500 individu lutung jawa setiap tahunnya diperdagangakan secara ilegal di Pulau Jawa, Bali dan Lombok (Gusti 2008). Lutung jawa tercatat dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.733/Kpts-II/1999, tentang penetapan lutung jawa sebagai satwa yang dilindungi. CITES memasukan lutung jawa dalam daftar Appendix II. IUCN menentapkan bahwa lutung jawa termasuk dalam status rentan (Vulnerable), karena diindikasikan populasinya menurun 30% sepanjang 30 tahun (3 generasi) dan beresiko punah jika tidak dilakukan penanganan (IUCN 2014).
Taman Nasional Ujung Kulon adalah kawasan konservasi yang merupakan habitat lutung jawa. Lutung jawa adalah salah satu dari 5 primata yang ada di TNUK. Lutung jawa di TNUK berada di wilayah Gunung Honje termasuk Resort Tamanjaya dan di Semenanjung Ujung Kulon. Status populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya belum diketahui. Menurut Santosa (1990) salah satu data dasar terpenting yang harus diteliti menyangkut populasi adalah data parameter demografi. Parameter demografi merupakan data dasar dan komponen penting dalam mempelajari perkembangan populasi (Santosa 1990). Parameter demografi terdiri dari ukuran populasi, angka kelahiran (natalitas), angka kematian (mortalitas), sex ratio dan struktur umur yang merupakan sifat khas dalam populasi (Odum 1971).
Selain itu parameter demografi adalah faktor yang berpengaruh terhadap dinamika populasi. Selanjutnya Santosa (1990) menyebutkan bahwa penggunaan ruang merupakan seluruh interaksi antara satwa dan habitatnya, sedangkan penggunaan ruang vertikal merupakan interaksi satwa dengan habitatnya berdasarkan ketinggian dan ruang tajuk. Pentingnya data parameter demografi dan penggunaan ruang vertikal dalam pengelolaan kawasan, maka penelitian menyangkut parameter demografi dan penggunaan ruang vertikal lutung jawa penting juga dilakukan di kawasan Resort Tamanjaya, Taman Nasional Ujung Kulon.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk:
1. Menduga parameter demografi lutung jawa yang terdiri atas ukuran populasi, struktur umur, sex ratio, angka kelahiran (natalitas) dan angka kematian (mortalitas).
2. Mengidentifikasi penggunaan ruang vertikal lutung jawa.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian menunjukan angka kelahiran sebesar 0.29, untuk menambah angka kelahiran perlu dipertimbangkan penambahan betina dewasa. Lutung jawa sering ditemukan di pohon kondang (Ficus variegata) bisa menjadi pertimbangan untuk program ekowisata.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian parameter demografi dan penggunaan ruang vertikal lutung jawa (Trachypitecus auratus) bertempat di Resort Tamanjaya, SPTN III, Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari, Maret dan Agustus 2014.
Gambar 1 peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
3
Jenis Data
Data primer yang diambil adalah parameter demografi yang terdiri dari ukuran populasi, natalitas, mortalitas, sex ratio dan struktur umur. Data penggunaan ruang vertikal adalah hubungan aktivitas lutung jawa berdasarkan kelas umur dengan ruang vertikal, sedangkan data sekunder berupa studi literatur yang dapat mendukung data primer.
Metode Pengambilan Data
Parameter demografi
Metode yang digunakan dalam penelitian paramater demografi adalah metode terkonsentrasi (consentration count). Lokasi-lokasi tersebut adalah blok cibiuk, blok cilimus dan blok ciburuluk. Lokasi pengamatan ditentukan berdasarkan hasil observasi lapang dan wawancara terhadap masyarakat mitra polhut.
a. Ukuran populasi
Pengambilan data ukuran populasi dilakukan pada 3 titik pengamatan.Pengamatan atau penghitungan ukuran populasi disatu titik dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pagi (06.00-10.00), siang (10.00-14.00) dan sore (14.00-18.00) dan sebanyak 3 kali ulangan.
b. Natalitas
Nilai natalitas yang diukur dilapangan adalah nilai natalitas kasar, di hitung dengan cara menghitung jumlah anak yang ditemukan dilokasi pengamatan. Pengambilan data natalitas bersamaan dengan pengambilan data ukuran populasi (Santosa 1990).
c. Mortalitas
Mortalitas dinyatakan dalam laju kematian kasar, yaitu perbandingan antara jumlah kematian dengan jumlah populasi (Santosa 1990).
d. Struktur umur
Perbedaan struktur umur yang digunakan dalam identifikasi lapang berdasarkan Napier dan Napier (1967), Grazimek (1972), Lekagul dan McNeely (1977), MacDonald (1984) diacu dalam Dewi (2005) yang terbagi atas:
Anak : berumur 0-4 tahun, ukuran badan kecil, masih dipelihara oleh induk sampai mencapai usia kematangan seksual dan sangat tergantung pada induk.
Muda : berumur 4-8 tahun, ukuran badan sedang, sudah mencapai kematangan sexsual sampai mencapai usia reproduksi optimum. Untuk jantan skrotum mulai terlihat dan sering memisahkan diri dari kelompok dan untuk betina kelenjar susu masih kecil, sering berada dalam kelompok.
dilakukan pada kelas umur dewasa, karena untuk kelas umur muda dan anak sulit dilakukan.
Pola penggunaan ruang vertikal
Aktivitas lutung jawa dibedakan menjadi aktivitas berpindah, makan, istirahat dan sosial (Rahmat 2013), berdasarkan struktur umur anak, muda, jantan dewasa dan betina dewasa.Penggunaan ruang lutung dibagi berdasarkan strata tajuk. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005) penggunaan strata tajuk pohon yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Strata A : yaitu pepohonan dengan ketinggian lebih dari 30 meter 2. Strata B : yaitu pepohonan dengan ketinggian 18-30 meter 3. Strata C : yaitu pepohonan dengan ketinggian 4-18 meter
4. Strata D : yaitu lapisan perdu san semak dengan tinggi 1-4 meter
5. Strata E : yaitu lapisan tumbuhan penutup tanah yang mempunyai tinggi 0-1 meter.
Menurut Putri (2009) ruang pada tajuk pohon dibagi atas ruang A1, AII, AIII,B1, BII, BIII, CI, CII dan CIII 2 (Gambar 2).
Gambar 2 Pembagian ruang pada tajuk pohon
Data Vegetasi
5
(a) (b)
Gambar 3 (a) Bentuk dan ukuran petak ganda untuk pengamatan vegetasi pada tiap lokasi habitat Lutung; (b) petak ukur untuk pancang (A), tiang (B), dan pohon (C).
Analisis Data
Parameter demografi
Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus berikut :
1. Ukuran populasi
Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi mengenai jumlah total individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu (Santosa 1993). Ukuran populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya TNUK ditentukan dari hasil pengamatan.
2. Seks rasio
Sex ratio adalah suatu perbandingan antara jumlah jantan potensial reproduksi terhadap banyaknya betina yang potensial reproduksi (Santosa 1993). Seks rasio dihitung dengan persamaan:
Keterangan:
S = Seks rasio global
J = Jumlah jantan dalam populasi B = Jumlah betina dalam populasi
3. Natalitas
Natalitas atau angka kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah total kelahiran dan jumlah total induk (potensial untuk reproduksi) yang terlihat pada akhir periode kelahiran (Santosa 1993).Natalitas dihitung dengan persamaan:
4. Mortalitas
Nilai mortalitas diperoleh dengan pendekatan peluang hidup (Hidayat 2013). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui nilai peluang hidup dan mortalitas adalah sebagai berikut:
Peluan hidup setiap kelas umur (ax)
Data vegetasi di dihitung, sehingga dapat diperoleh gambaran, jumlah jenis, tingkat kerapatan, komposisi dan dominansisuatu jenis vegetasi pada suatu komunitas. Persamaan yang digunakan adalah menurut (Soerianegara et al.1998) adalah:
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) secara administratif berada di Kecamatan Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. TNUK memiliki luas 122.956 ha. Secara geografis TNUK terletak pada
102º02’32”-105º37’37” BT dan 06º30’43”-06º52’17” LS. TNUK ditetapkan oleh pemerintah sebagai taman nasional memalui SK. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 pada tanggal 26 Februari 1992. Pada tanggal 1 Februari UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) menetapkan TNUK sebagai situs wariasan dunia (world heritage site) dalam surat keputusan nomor: SC/Eco/5867/.2.409. Berdasarkan SK Dirjen PHKA nomor: SK.100/IV/-SET/2001, TNUK memiliki 8 zonasi kawasan yang terdiri dari zona zona inti darat dan laut, zona rimba, zona bahari, zona pemanfaatan darat dan laut, zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi dan zona khusus. Kawasan TNUK meliputi Semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Kepulauan Handeuleum (Yulian et al. 2015).
Parameter Demografi
Ukuran populasi
Total individu lutung jawa di Resort Tamanjaya berjumlah 17 ekor yang terdiri atas tiga kelompok. Komposisi kelas umur lutung jawa di Resort Tamanjaya terdiri dari 5 ekor anak, 4 ekor muda, 3 ekor jantan dewasa dan 5 ekor betina dewasa (Tabel 1).
Tabel 1 Populasi lutung jawa (T. auratus) di Resort Tamanjaya Kelas umur Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Total
Anak 2 2 1 5
Muda 2 2 0 4
Jantan dewasa 1 1 1 3
Betina dewasa 2 1 2 5
Total 7 6 4 17
1999). Ukuran kelompok lutung jawa di Resort Tamanjaya terdiri dari 4-7 ekor dalam satu kelompok. Menurut Sugardijo et al .(1997) diacu dalam Tobing (1999) di TNGHS lutung jawa berkelompok berkisar 2-10 ekor.Menurut Maryanto et al.(2008) lutung jawa hidup berkelompok satu atau dua ekor, akan tetapi ditemukan pula yang berkelompok hingga 5 ekor. Menurut Medway (1970) individu anggota koloni lutung jawa antara 6 – 23 ekor. Menurut Jolly (1985); Napier dan Napier (1985) diacu dalam Tobing (1999) bahwa jumlah individu pada setiap kelompok dipengaruhi oleh kelimpahan pakan dan keberadaan predator.
Struktur umur
Populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya dikategorikan baik, karena jumlah individu anak lebih banyak dari muda dan dewasa (1.25:1:0.66) (Gambar 4).
Gambar 4 Piramida umur lutung di Resort Tamanjaya
Hal ini menyebabkan populasi mengalami peningkatan (progresif population). Hal sama ditemukan di TNGP, menurut Ikbal (2001) lutung jawa di TNGP dalam keadaan baik karena berstatus progresif population. Hal berbeda ditemukan di beberapa tempat, menurut Febryanti (2008) di blok ireng-ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru struktur umurnya mengalami penurunan. Hal berbeda ditemukan di TWA Gunung Pancar bahwa struktur umur lutung jawa di area tersebut tidak beraturan (Sulistyadi 2013). Hal ini terjadi karena perbedaan jumlah individu pada setiap kelas umur.
Sex ratio
9 JRSCA. Menurut Sotaradu et al.(2013) nilai dugaan natalitas lutung jawa di area JRSCA adalah 0.26. Nilai dugaan lutung jawa di area JRSCA lebih kecil dari pada nilai dugaan natalitas di Resort Tamanjaya. Hal ini disebabkan karena populasi di area JRSCA dalam keadaan terganggu (Sotaradu et al.2013). Nilai dugaan natalitas lutung jawa di TWA Gunung Pancar lebih kecil dari nilai dugaan di Resort Tamanjaya dan di area JRSCA yaitu 0.15. Penyebabnya adalah kerusakan habitat (Sulistyadi 2013).
Mortalitas
aktivitas. Namun pada umumnya penggunaan ketinggian sering pada ketinggian sedang.
Aktivitas makan
Lutung jawa di Resort Tamanjaya menggunakan ruang BI, BII, BIII, CI, CII dan CIII dalam melakukan aktivitas makan, ruang tersebut pada umumnya berada pada ujung cabang, hal ini sesuai dengan pernyataan Kurland (1973) diacu dalam Sugiharto (1992) bahwa primata banyak melakukan aktivitas makan pada ujung cabang.Frekuensi terbanyak berada pada ruang BII dan CII yang digunakan oleh semua individu dan yang terbanyak untuk ruang BII digunakan oleh jantan dewasa sedangkan untuk CII yang terbanyak digunakan oleh individu anak. (Gambar 5).
Gambar 5 Frekuensi aktivitas makan berdasarkan ruang tajuk
Kelas umur anak makan sebanyak empat kali, muda tiga kali, betina dewasa empat kali dan jantan dewasa sebanyak enam kali. Menurut Ikbal (2001) tingginya frekuensi makan jantan dewasa dikarenakan ukuran tubuhnya yang relatif besar dan untuk mengimbangi energi yang dikeluarkan untuk memimpin pergerakan kelompok. Sedangkan menurut Santosa (1993) individu dengan status sosial lebih tinggi akan lebih bebas mendapatkan pakan.
Aktivitas istirahat
Pada aktivitas istirahat ruang yang digunakan oleh semua kelas umur adalah ruang BII dan BIII. Aktivitas istirahat kelas umur anak menggunakan ruang BI dengan frekuensi satu kali, BII dengan frekuensi dua kali dan BIII dengan frekuensi tiga kali. Individu muda dalam melakukan aktivitas istirahat menempati ruang AI, AIII, BI dan BIII dengan frekuensi masing-masing satu kali, ruang AII dan BII dengan frekuensi dua kali. Aktivitas istirahat betina dewasa menggunakan ruang AI dan BIII dengan frekuensi dua kali, ruang BII, CII dan CIII masing-masing satu kali. Sedangkan jantan dewasa menggunakan ruang AII dan CII dengan frekuensi masing-masing dua kali, ruang BII sebanyak empat kali dan CII satu kali (Gambar 5).
0 1 2
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
11
Gambar 6 Frekuensi aktivitas istirahat berdasarkan ruang tajuk
Aktivitas istirahat yang digunakan oleh kelas umur anak berada pada ruang B baik BI, BII dan BIII, karena pada ruang ini dahan pohon banyak yang lurus horizontal. Individu muda cenderung menjauhi kelompok dan berinstirahat pada ruang A dan B baik AI, AII, AIII, BI, BIII dan BIII. Aktivitas istirahat kelas umur jantan dewasa lebih banyak dibandingkan pada kelas umur lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa (1993) dan Seth and seth (1984) diacu dalam Shofa (2010) bahwa jantan dewasa akan lebih banyak beristirahat dibandingkan individu anak, muda, dan betina dewasa. Hal ini terjadi karena perbedaan status sosial.
Aktivitas sosial
Aktivitas sosial anak menggunakan ruang BIII dengan frekuensi dua kali dan CII tiga kali. Kelas umur muda menggunakan ruang AI sebanyak dua kali. Betina dewasa menggunakan ruang AII dan BI masing–masing satu kali dan jantan dewasa menggunakan ruang AI, BII dan CI masing-masing satu kali (Gambar 6).
Gambar 7 Frekuensi aktivitas sosial berdasarkan ruang tajuk
Aktivitas sosial pada kelas umur anak menggunakan ruang BIII dan CII. Aktivitas individu anak yang paling banyak terlihat adalah aktivitas sosial, hal ini sesuai dengan pernyataan Devore dan Eimnl (1984) dalam Dewi (2005) bahwa kelas umur anak banyak menghabiskan waktu untuk bermain, karena aktivitas
0 1 2 3 4
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
Anak Muda Betina dewasa Jantan dewasa
0 1 2 3
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
bermain adalah aktivitas terpenting untuk anak. Ruang BIII terkait dengan aktivitas bermain sedangkan ruang CII terkait dengan aktivitas makan.Aktivitas sosial kelas umur muda paling sedikit menggunakan ruang AI, karena menurut Santosa (1993) individu muda lebih cenderung melakukan aktivitas berpindah dan makan.
Aktivitas berpindah
Lutung jawa dalam melakukan aktivitas berpindah terlihat disemua ruang. Aktivitas berpindah kelas umur anak terlihat pada ruang BII dan CIII dengan frekuensi satu kali, BIII tiga kali, CII dua kali. Aktivitas berpindah kelas umur muda terlihat menggunakan ruang AI, BII dan BIII dengan frekuensi dua kali, AII tiga kali, sedangkan AII, BI, BIII dan CII satu kali. Aktivitas berpindah betina dewasa terlihat menggunakan ruang AII, BIII, CII dan CIII sebanyak dua kali dan BIII sebanyak satu kali. Aktivitas berpindah jantan dewasa terlihat menggunakan ruang AII sebanyak empat kali, BII, CII dan CIII sebanyak tiga kali dan BIII dua kali (Gambar 8).
Gambar 8 Frekuensi aktivitas berpindah berdasarkan ruang tajuk
Aktivitas berpindah sering dilakukan karena kewaspadaan terhadap gerakan yang masih tinggi, hal ini terjadi karena lutung jawa di Resort Tamanjaya jarang melakukan kontak dengan manusia. Hal yang samapun terjadi di CA Pananjung Pangandaran, menurut Puji (2013) aktivitas yang sering dijumpai pada lutung jawa di CA Pananjung Pangandaran adalah berpindah. Terlihat pada gambar bahwa lutung jawa lebih banyak menggunakan ruang tajuk B. Penggunaan ruang B karena ruang tersebut cenderung tertutup dan banyak percabangan untuk menghindari predator serta memudahkan pergerakan (Dewi 2005).
Kondisi Biotik Habitat Lutung Jawa di Resort Tamanjaya
Pohon yang mendominasi dari hasil analisis adalah kodang (Ficus variegata) dengan INP 46.88 %, kihiyang (Albizzia procera) dengan INP 42.68% dan laban (Vitex pubescens) dengan INP 15.93%. Tingkat tiang yang
AI AII AIII BI BII BIII CI CII CIII
13
argyratus) dengan INP 13.86%, heucit (Baccaurea javanica) dengan INP 12.65% dan teureup (Artocarpus elastica) dengan INP 11.86%
Resort Tamanjaya memiliki 18 jenis potensi pakan. 5 jenis yaitu kondang, gadog, ceuri, dahu dan kedongdong hutan terlihat dimakan pada saat pengamatan. Selain yang terlihat ternyata menurut Puji (2004) lutung jawa di Pananjung Pangandaran memakan jenis salam, laban huni dan cayur. Menurut Sulistiyadi (2013) lutung jawa di Pangandaran memakan jenis carelang, kodang, salam, ceuri, cangcaratan, beunying, darowak, dahu, jati, sulangkar, laban, katapang, huni dan cayur. Menurut Sulistyadi (2013) lutung jawa di Taman Wisata Alam Gunung Pancar memakan jenis gadong, kondang, dan cayur. Menurut Shofa (2014) lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul, Jawa Barat memakan jenis leungsir, dan menurut Ikbal (2001) lutung jawa di Pos Selabintana, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat memakan jenis kondang (Tabel 2).
Tabel 2 Potensi pakan lutung jawa di Resort Tamanjaya
a
1. Populasi lutung jawa di Resort Tamanjaya diperkirakan akan lestari, karena struktur populasinya bersifat progressive population.
2. Strata B dan strata C adalah strata yang digunakan lutung jawa di Resort Tamanjaya. Aktivitas makan lutung jawa banyak menggunakan ruang B dan
No Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang
dimakan 1 Cayurbcd Pterospermum javanicum Daun
2 Hunibd Antidesma bunius Daun dan buah
3 Katapangd Terminalia catappa Daun
4 Labanbd Vitex pubescens Daun dan bunga
5 Sulangkard Leea indica Buah
6 Kedongdong Hutana Spondias pinnnata Daun dan buah
7 Jatid Tectona grandis Daun
8 Dahuad Dracontomelon dao Daun dan bunga
9 Darowakd Microcos tomentosa Buah
10 Beunyingd Ficus fistulosa Buah
11 Cangcaratand Neonauchea calycina Bunga 12 Burahold Stelochocarpus burahol Bunga
13 Ceuriad Garcinia dioica Buah dan bunga
14 Salambd Syzygium polyanthum Daun
15 Gadogac Bischofia javanica Daun
16 Leungsire Pometia pinnata Daun
C karena pada ruang ini terdapat pakan lutung jawa. Aktivitas istirahat menggunakan ruang A, B dan C kecuali CI. Aktivitas sosial menggunakan ruang A kecuali ruang AIII, ruang B kecuali BI dan ruang C kecuali ruang CIII. Aktivitas berpindah menggunakan semua ruang.
Saran
Perlu dilakukan survey monitoring kondisi parameter demografi supaya diketahui model pertumbuhan populasinya. Selain itu diperlukan studi interaksi antara lutung jawa dengan predator, hal ini terkait dengan angka kematian lutung jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Cannon. 2009. Trachypitecus auratus Javan Langur. [internet]. [diunduh 2014 April 4]. Tersedia pada http://animaldiversity.ummz.edu.
Dewi SJT. 2005. Pendugaan Parameter Demografi dan Penyebaran Populasi Lutung Hitam (Trachypithecus auratus Reichenbach, 1862) di Kawasan Uncal Geothermal of Indonesia, LTD. Gunung Salak-Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Febriyanti MS. 2008. Studi Karakteristik Cover Lutung Jawa (Trachypithecus auratusGeoffroy 1812) di Blok Ireng-Ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gusti. 2008. 2500 Ekor Lutung diperdagangkan Secara Ilegal. Universitas Gajah Mada. [internet]. [diunduh 2014 Oktober 4]. Tersedia pada http://ugm.ac.id. Hendratmoko. 2009. Studi Kohabitasi Monyet Ekor Panjang dengan Lutung Jawa
di Cagar Alam Pangandaran Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayat R. 2013. Pendugaan Paramenter Demografi dan Pola Penggunaan Ruang Surili (Presbytis comata) di Taman Nasional Gunung Ciremai. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ikbal NW. 2001. Aktivitas Harian Lutung Jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Post Selabintana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.
IUCN.2014. The IUCN Red List of Threated Species: Trachypithecus auratus.[internet].[diunduh pada 4 Desember 2014] tersedia pada http://www.iucnredlist.org
Yulian LS, Surahman Dwi WM, Rahmat RH, Fauzi A. 2015. Laporan Praktikum Kerja Lapang Profesi (PKLP) Mahasiswa Program Sarjana di Taman Nasional Ujung Kulon. Bogor (ID). Institut Pertaninan Bogor.
15
Malone MN, Fuentes A, Purnama AR, Putra IMWA. 2003. Displaced hylobatids: biological, cultural, and economic aspects of the primate trade in Jawa and Bali, Indonesia. Trop Biodiv.8(1): 41- 49.
Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. WH Freeman and Co. San Francisco (US). 574 p. Tropics with special emphasis on South East Asia School.
Priyono A. 1998. Penentuan ukuran populasi optimal monyet ekor panjang (Macaca fascicularis Raffles) dalam penangkaran dengan sistem pemeliharaan di alam bebas: Studi kasus di PT. Musi Hutan Persada. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Puji LN. 2014. Studi Populasi dan Habitat Lutung (Trachypitecus auratus sondaica) di Cagar Alam Pananjung Pangadaran Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putri AS. 2009. Pola Penggunaan Ruang Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) berdasarkan Perilaku Bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primate. Charlestown, Rhode
Island (US): Pogonias Press.
Santosa Y. 1990. Perilaku Satwaliar.Bogor (ID): Laboratorium Ekologi Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Santosa Y. 1993. Strategi Kuantitatif untuk Pendugaan Beberapa Parameter Demografi dan Kuota Pemanenan Populasi Satwa Liar berdasarkan Pendekatan Ekologi Perilaku: Studi Kasus terhadap Populasi Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Siahaan AD. 2002. Pendugaan Parameter Demografi Populasi Surili (Presbytis aygula Linnaeus 1758) di Kawasan Unocal Geothermal Indonesia Gunung Salak.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sugiharto G. 1992. Studi Perilaku Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Tinjil. [Skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor. Shofa I. 2014. Potensi Pakan dan Perilaku Makan Lutung Budeng
(Trachypithecus auratus) di Cagar Alam Dungus Iwul Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sulistyadi E. 2013. Perilaku Lutung (Trachypithecus auratu Geoffroy 1812) pada Fragmen Habitat Terisolasi di TWA Gunung Pancar. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Surya RA. 2010. Penentuan Ukuran Populasi Minimal Lestari MEV berdasarkan Parameter Demografi.[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sotaradu C, Eka P, Haristyaningrum D, Ekanasti I, Irvan, Desiawati D. 2013. Laporan Praktikum Kerja Lapang Profesi (PKLP) Mahasiswa Program Sarjana di Taman Nasional Ujung Kulon. Bogor (ID). Institut Pertaninan Bogor.
Soerianegara I, Indrawan A. 1998.Ekologi Hutan Indonesia.Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tobing IS. 1999. Pengaruh Perbedaan Kualitas Habitat Terhadap Perilaku dan Populasi Primata di Kawasan Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat.[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Utami MIR. 2010. Studi Tipologi Wilayah Jelajah Kelompok Lutung (Trachypithecus auratus, Geoffrey 1812) di Taman Nasioanl Bromo Tengger Semeru. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
17
Lampiran 1 Vegetasi pada tingkat pancang
No Nama lokal Nama latin Famili K(ind/ha) KR (%) F FR(%) INP(%)
1 Huni Antidesma bunius Phyllanthaceae 6,67 2,53 0,01 1,31 3,85
2 Laban Vitex pubescens Verbenaceae 9,33 3,55 0,02 2,63 6,20
3 Ceuri Garcinia dioica Gluciaceae 9,33 3,55 0,02 2,63 6,20
4 Kalak Saccopetalum horsfieldii Annonaceae 14,67 5,59 0,33 4,40 9,98
5 Gadog Bischofia javanica Rubiaceae 14,67 5,59 0,33 4,40 9,98
6 Darowak Microcos tomentosa Malvaceae 5,33 2,03 0,17 2,20 4,22
7 Kijahe Croton argyratus Euphorbiaceae 13,33 5,08 0,67 8,80 13,87
8 Peuris Aporosa aurita Euphorbiaceae 16 6,10 0,33 4,40 10,49
9 Leungsir Pometia pinnata Sapindaceae 4 1,52 0,33 4,40 5,91
10 Kanyere Bridelia minutiflora Euphorbiaceae 2,67 1,01 0,17 2,20 3,21
11 Cayur Pterospermum javanicum Sterculiaceae 6,67 2,53 0,67 8,80 11,32
12 Carelang Pterospermum difersifolia Stercullaceae 2,67 1,01 0,03 0,43 1,45 13 Kokoleceran Vatica bantemensis Dipterocarpaceae 1,33 0,50 0,03 0,43 0,94
14 Dahu Dracontomelondao Annacardiaceae 12 4,57 0,13 1,75 6,32
15 Bungur Lagerstroemina speciosa Lythraceae 2,67 1,01 0,07 0,88 1,90
16 Beunying Ficus fistulosa Moraceae 2,67 1,01 0,03 0,43 1,45
17 Kedongdong hutan Spondias pinnata Anacardiaceae 2,67 1,01 0,03 0,43 1,45
18 Cangcaratan Neonauchea calycina Kuliacea 9,33 3,55 0,01 1,31 4,88
19 Teureup Artocarpus elastica Moraceae 5,33 2,03 0,75 9,90 11,92
20 Cangkudu Morinda citrifolia Rubiaceae 5,33 2,03 0,01 1,31 3,34
21 Lame Alstonia angustiloba Apocynaceae 2,67 1,01 0,03 0,43 1,45
Lampiran 2 Vegetasi pada tingkat pancang (lanjutan)
23 Sempur Dillenia obovata Dilleniaceae 2,67 1,01 0,07 0,88 1,90
24 Jengkol Pithecolobium lobatum Leguminosae 5,33 2,03 0,07 0,88 2,90
25 Gombong Gigantochloa verticillata Poaceae 2,67 1,01 0,07 0,88 1,90
26 Kopi Lachnastoma denciflora Rubiaceae 10,67 4,07 0,27 3,51 7,58
27 Sulangkar Leea indica Vitaceae 1,33 0,50 0,03 0,43 0,94
28 Kilayu Erioglobosum rubiginosum Appindaceae 13,33 5,08 0,17 2,20 7,28
29 Kicantung Goniothalamus macrophyllus Annonaceae 1,33 0,50 0,03 0,43 0,94
30 Kacembang Embelia ribes Moraceae 6,67 2,53 0,01 1,31 3,85
31 Padali Radermachera gigantea Bignoniaceae 2,67 1,01 0,03 0,43 1,45
32 Tangkil Gnetum gnemon Gnetaceae 1,33 0,51 0,03 0,43 0,94
33 Kondang Ficus variegata Moraceae 4 1,52 0,03 0,43 1,97
34 Kembang Michelia velutina Magnoliaceae 2,67 1,02 0,03 0,43 1,45
35 Mareme Glochidion arborescens Fagaceae 2,67 1,02 0,03 0,43 1,45
36 Ki teja Machilus rimosa Lauraceae 1,33 0,51 0,03 0,43 0,94
37 Ki pura Ficus infectoria Moraceae 4 1,52 0,17 2,20 1,97
38 Katapang Terminalia catappa Combretaceae 2,67 1,0 0,17 2,20 3,21
39 Salam Syzygium polyanthum Myrtaceae 14,67 5,59 0,33 4,40 9,98
40 Kikacang Diospyros macrophylla Ebenaceae 1,33 0,50 0,17 2,20 2,70
41 Huru Actininodaphn procea Lauraceae 2,67 1,0 0,17 2,20 3,21
42 Burahol Stelochocarpus burahol Annonaceae 2,67 1,01 0,17 2,20 3,21
43 Carulang Spatholobius ferrugineus Fabaaceae 1,33 0,50 0,17 2,20 2,70
44 Kirengas Giuta rengas Anacardiaceae 1,33 0,50 0,17 2,20 2,70
19
Lampiran 3 Vegetasi pada tingkat Tiang
No Nama lokal Nama latin Famili K(ind/ha) KR (%) F FR(%) D(m2/ha) DR(%) INP(%)
1 Dahu Dracontomelondao Annacardiaceae 0,67 6,25 0,07 6,25 3,15 0,92 13,42
2 Gadog Bischofia javanica Rubiaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,40 0,41 6,67
3 Ceuri Garcinia dioica Gluciaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,28 0,38 6,62
4 Salam Syzygium polyanthum Myrtaceae 0,67 6,25 0,07 6,25 2,24 0,65 13,15
5 Kondang Ficus variegata Moraceae 1 9,38 0,07 6,25 289,45 84,78 100,40
6 Laban Vitex pubescens Verbenaceae 0,67 6,25 0,07 6,25 2,81 0,82 13,32
7 Bungur Lagerstroema speciosa Lythraceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,28 0,38 6,62
8 Kokoleceran Vatica bantemensis Dipeterocarpaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,28 0,38 6,62
9 Dahu Dracontomelon dao Anacardiaceae 0,67 6,25 0,13 12,5 10,78 3,15 21,90
10 Tereup Artocarpus elatica Moraceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,99 0,59 6,83
11 Purut Parartocarpus venenosa Moraceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,61 0,48 6,72
12 Peuris Aporosa aurita Euphorbiaceae 0,67 6,25 0,07 6,25 2,37 0,70 13,20
13 Jawar Actinorhytis calapparia Arecaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 0,91 0,27 6,51
Lampiran 4 Vegetasi pada tingkat Tiang (lanjutan)
15 Rengas Gluta renghas Anacardiaceae 0,67 6,25 0,03 3,12 2,13 0,62 10,00
16 Haringhin Cassia timoriensis Fabaceae 0,67 6,25 0,06 6,25 4,85 1,42 13,92
17 Cangcaratan Neonauchea calycina Kuliacea 0,33 3,12 0,03 3,12 2,31 0,38 6,62 18 Marenga Macaranga triloba Euphorbiaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,28 0,38 6,62
19 Jengkol Pithecolobium lobatum Leguminosae 0,33 3,12 0,0 3,12 2,87 0,84 7,09
20 Tangkil Gnetum gnemon Gnetaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,40 0,41 6,67
21 Kijahe Croton argyratus Euphorbiaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 1,28 0,38 6,62
22 Heucit Baccaurea javanica Euphorbiaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 0,87 0,25 6,50
23 Gompong Gigantochloa verticillata Poaceae 0,33 3,12 0,03 3,12 2,87 0,83 7,09
10,67 100 1,07 100 341,42 100 300
Lampiran 5 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon
No Nama lokal Nama latin Famili K (ind/ha) KR (%) F FR (%) D (m2/ha) DR (%) INP (%)
1 Kondang Ficus variegata Moraceae 2,17 5,34 0,4 13,33 164,12 28,20 46,89
2 Bihbul Vitex glabrata Verbenaceae 0,09 0,20 0,03 1,11 2,59 0,44 1,77
21
Lampiran 6 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon (lanjutan)
4 Teureup Artocarpus elastica Moraceae 0,08 0,20 0,03 1,11 17,91 3,08 4,40
5 Leuleus Calamus asperrimus Arecaceae 2,17 5,34 0,03 1,11 2,40 0,41 6,88
6 Cangcaratan Neonauchea calycina Kuliacea 0,08 0,20 0,07 2,22 2,63 0,45 2,89 7 Sempur Dillenia obovata Dilleniaceae 2,17 5,34 0,01 3,33 11,22 1,92 10,61
8 Ceuri Garcinia dioica Gluciaceae 0,09 0,20 0,03 1,11 2,87 0,50 1,80
9 Salam Syzygium polyanthum Myrtaceae 2,17 5,34 0,07 2,22 21,87 3,75 11,32
10 Lame Alstonia angustiloba Apocynaceae 0,09 0,20 0,03 1,11 1,69 0,29 1,60
11 Katulampa Elaeocarpus glabra Elaeagnaceae 2,17 5,34 0,033 1,11 10,52 1,80 8,27
12 Darowak Microcos tomentosa Malvaceae 0,09 0,20 0,03 1,11 2,20 0,38 1,70
13 Kihiyang Albizzia procera Leguminosae 0,09 0,20 0,63 21,11 124,33 21,37 42,69 14 Bungur Lagerstroemia speciosa Lythraceae 2,17 5,34 0,13 4,44 13,27 2,28 12,08
16 Pangsar Ficus callosa Moraceae 2,17 5,34 0,03 1,11 3,62 0,62 7,09
17 Jati Tectona grandis Lamiaceae 0,09 0,20 0,03 1,11 2,40 0,41 1,73
18 Kisereh Cinnamomum partthenoxylon Lauraceae 2,17 5,34 0,03 1,11 0,98 0,17 6,62 19 Jengkol Pithecolobium lobatum Leguminisae 0,09 0,20 0,03 1,11 1,61 0,28 1,60 20 Huru Actinodaphn sphaerocarpa Lauraceae 2,17 5,34 0,03 1,11 2,40 0,41 6,88
Lampiran 7 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon (lanjutan)
22 Huni Antidesma bunius Phyllanthaceae 2,17 5,34 0,03 1,11 7,97 1,37 7,82
23 Teureup Artocarpus elastica Moraceae 0,09 0,20 0,03 1,11 1,99 0,34 1,65
24 Kadu Durio zibethinus Bombacaceae 2,17 5,34 0,03 1,11 1,99 0,34 6,80
25 Peuteuy Parkia speciosa Fabaceae 0,09 0,20 0,07 2,22 4,51 0,78 3,20
26 Mahoni Sweitenia macrophylla Meliaceae 2,17 5,34 0,03 1,11 1,40 0,24 6,70
27 Rangdu Cieba petandara Bombacaceae 0,09 0,20 0,07 2,22 42,92 7,38 9,80
28 Nangka Artocarpus integra Moraceae 2,17 5,34 0,03 1,11 1,33 0,22 6,70
29 Asahan Terracera Indica Fabaceae 0,09 0,20 0,03 1,11 1,99 0,34 1,65
30 Kanyere Bridelia mononica Euphoriaceae 2,17 5,34 0,03 1,11 5,10 0,88 7,33
31 Haremeng Cratoxylon clandestinum Dipeterocarpaceae 2,17 5,34 0,03 1,11 10,64 1,82 8,30 32 Dahu DracontomelonDao Annacardiaceae 0,09 0,20 0,01 3,33 5,55 0,95 4,50
33 Gadog Bischofia javanica Rubiaceae 2,17 5,34 0,01 3,33 24,54 4,21 12,90
34 Tongtolok Sterculia campanulata Trerculiaceae 0,09 0,20 0,1 3,33 10,41 1,79 5,32
35 Kedongdong hutan Spondias pinnnata Anacardiaceae 2,17 5,34 0,03 1,11 6,54 1,12 7,59
23
Lampiran 8 Analisis Vegetasi pada tingkat Pohon (lanjutan)
37 Laban Vitex pubescens Verbenaceae 0,09 0,20 0,03 10 33,34 5,73 15,93
40,05 100 3 100 581,93 100 300
Lampiran 9 kordinat kelompok lutung jawa
Kordinat
Kelompok S E
I 06o47’06,5 105o31’24,3
II 06o46’46.2 105o31’ 34,2
III 06o45’21.7 105o31’17,2
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 22 April 1992 dari ayah Supyani dan ibu Isun Sunti’ah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1998 di SD Negeri Tamanjaya 1 dan lulus pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 2 Sumur. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Pandeglang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 22 April 1992 dari ayah
Supyani dan ibu Isun Sunti’ah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1998 di SD Negeri Tamanjaya 1 dan lulus pada tahun 2004, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 2 Sumur. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Pandeglang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di organisasi intra kampus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM). Pada tahun 2012 penulis ikut kegiatan Rafflesia di Cagar Alam Tangkuban Perahu. Pada tahun yang sama Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di hutan lindung Sancang Barat – Kamojang Jawa Barat. Pada tahun 2013 penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) pada bulan Februari-Maret 2014 di Balai Taman Nasional Ujung Kulon.
Penulis juga aktif di beberapa organisasi extra kampus seperti Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) se-IPB periode 2011-2012 sebagai Wakil Ketua Komisariat IPB. Pada tahun yang sama penulis menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Kecamatan Sumur periode 2012-2013. Pada tahun 2013 penulis dipercaya untuk menjadi Ketua Umum Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Se-Bogor periode 2013-2014. Penulis juga merupakan anggota Fron Revolusi Selamatkan Banten dan anggota Majelis Mahasiswa Banten pada tahun 2014. Pada tahun yang sama penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor Komisariat Fakultas Kehutanan sebagai Ketua Umum periode 2014-2015. Pada bulan September 2014 penulis resmi menjadi kader bela negara Tentara Nasional Indonesia.
Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan