SKRIPSI
Oleh :
IKA RATNAWATI 0513010310/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkah rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “Manfaat Analisis Dupont Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan (Studi Kasus Pada Indeks LQ45)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi (S-1) Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman. Oleh karena itu penulis sadar bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dorongan yang telah diberikan, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSI, sebagai Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Ibu Dra. Ec. Harymami, MM selaku Dosen Pembimbing yang selalu
6. Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Akuntansi yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan serta wawasan yang cukup sehingga penulis mampu menyelesaikan kegiatan akademik sampai dengan penyusunan skripsi sebagai tugas akhir studi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Bapak, Ibu dan adik-adikku tercinta serta seluruh keluarga besarku yang telah memberikan doanya pada penulis serta bantuan baik materiil maupun riil, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat menjadi pelajaran bagi penulis dan bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, Februari 2010
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar... ix
Daftar Lampiran ... x
Abstrak ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 9
2.2 Landasan Teori ... 15
2.2.1 Kesulitan Keuangan Perusahaan ... 15
2.2.1.1 Definisi Kesulitan Keuangan Perusahaan ... 15
2.2.1.2 Penyebab Kesulitan Keuangan Perusahaan ... 18
2.2.1.3 Manfaat Informasi Kebangkrutan ... 21
2.2.2 Laporan Keuangan ... 23
2.2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan ... 23
2.2.2.5 Jenis Laporan Keuangan ... 30
2.2.3 Analisa Laporan Keuangan... 32
2.2.3.1 Pengertian Analisa Laporan Keuangan... 32
2.2.3.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan... 34
2.2.3.3 Jenis dan Alat Analisis Laporan Keuangan ... 34
2.2.4 Analisis Rasio ... 36
2.2.4.1 Pengertian Analisis Rasio ... 36
2.2.4.2 Klasifikasi Rasio Keuangan ... 37
2.2.4.3 Keterbatasan Analisis Rasio... 38
2.2.5 Analisis Model DuPont ... 39
2.2.6 Discriminant Analysis... 41
2.3 Kerangka Pikir ... 43
2.4 Hipotesis ... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 44
3.2 Tipe Skala Data ... 45
3.3 Teknik Penentuan Sampel ... 46
3.3.1 Populasi... 46
3.3.2 Sampel ... 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 54
4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan Sampel ... 54
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 58
4.2.1 Variabel Net Profit Margin ... 59
4.2.2 Variabel Total Assets Turnover ... 60
4.2.3 Variabel Return On Assets ... 62
4.2.4 Variabel Financial Leverage Multiplier ... 64
4.2.1 Variabel Return On Equity ... 66
4.3 Analisis Data Dan Uji Hipotesis ... 68
4.3.1 Analisis Kelompok (Cluster) ... 68
4.3.2 Uji Asumsi Analisis Diskriminan ... 70
4.4 Analisis dan Uji Hipotesis... 75
4.4.1 Analisis Diskriminan ... 75
4.4.2 Uji Hipotesis ... 81
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 82
4.5.1 Implikasi Penelitian ... 82
4.5.2 Perbandingan Dengan Penelitian Terdahulu... 86
5.1 Kesimpulan ... 89 5.2 Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1.1 : Rasio-rasio yang diuji oleh Beaver ... 4
Tabel 2.1 : Perbedaan dan Persamaan dengan penelitian terdahulu ... 14
Tabel 4.1 : Data NPM Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 59
Tabel 4.2 : Data TAT Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 61
Tabel 4.3 : Data ROA Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 63
Tabel 4.4 : Data FLM Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 65
Tabel 4.5 : Data ROE Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 67
Tabel 4.6 : Pembentukan Kelompok ... 69
Tabel 4.7 : Jumlah Anggota Kelompok ... 69
Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas Variabel Bebas ... 70
Tabel 4.9 : Hasil Uji Outlier Pada Variabel Bebas ... 71
Tabel 4.10 : Uji Univariate Outlier Putaran 1 ... 72
Tabel 4.11 : Uji Univariate Outlier Putaran 2 ... 73
Tabel 4.12 : Hasil Pengujian Korelasi Antar Variabel Bebas ... 73
Tabel 4.16 : Canonical Discriminant Function Coefficient ... 78
Tabel 4.17 : Function At Group Centroids ... 79
Tabel 4.18 : Eigen Values ... 80
Tabel 4.19 : Standardized Canonical Discriminant Function Coefficient ... 80
Tabel 4.20 : Hasil Pengujian Hipotesis ... 81
Gambar 4.1 : Grafik Batang NPM Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 60 Gambar 4.1 : Grafik Batang TAT Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa
Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 62 Gambar 4.1 : Grafik Batang ROA Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa
Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 64 Gambar 4.4 : Grafik Batang FLM Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa
Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2008 ... 66 Gambar 4.5 : Grafik Batang ROE Perusahaan LQ 45 Yang Go Public di Bursa
Lampiran 1 : Du Pont Chart
Lampiran 2 : Perhitungan Variabel-variabel Penelitian Lampiran 3 : Descriptive Statistic
Lampiran 4 : Hasil Analisis Cluster
(STUDI KASUS PADA INDEKS LQ 45) Oleh :
Ika Ratnawati Abstrak
Kondisi perekonomian di Indonesia yang belum menentu mengakibatkan tingginya risiko suatu perusahaan untuk mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kepailitan. Para investor di Indonesia saat ini cenderung untuk menginvestasikan dananya pada kelompok saham yang masuk dalam penghitung indeks LQ 45, karena merupakan saham-saham di jajaran top 45 yang memiliki tingkat likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Untuk bertahan pada indeks LQ 45 tidaklah mudah, sehingga banyak perusahaan yang keluar pada suatu periode tetapi dapat masuk kembali di periode berikutnya. Adanya kondisi yang berubah-ubah ini membuat para investor melakukan analisis laporan keuangan perusahaan sehingga mereka dapat melihat perusahaan mana saja yang memiliki potensi kebangkrutan. Salah satu cara untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan tersebut adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan dengan melakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan. Dalam menganalisis kinerja sebuah perusahaan dikenal banyak sekali macam-macam rasio keuangan. Salah satu yang cukup dikenal adalah Analisis DuPont. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah metode DuPont dapat digunakan untuk membedakan pengelompokan dua kategori perusahaan yang berpotensi bangkrut dan perusahaan yang berpotensi tidak bangkrut dalam indeks LQ45.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder laporan keuangan dari 12 perusahaan go public non bank yang masuk dalam indeks LQ 45 selama periode tahun 2004-2008, yang terdiri dari net profit margin, total asset turnover, return on asset, financial leverage multiplier dan return on equity. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis diskriminan dengan menggunakan program SPSS.
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa analisis rasio keuangan model DuPont yaitu rasio Net Profit Margin, Total Assets Turnover, Retun On Assets, Financial Leverage Multiplier, dan Return On Equity secara signifikan dapat digunakan untuk memprediksi potensi kegagalan pada perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ 45 periode 2004-2008, sehingga hipotesis yang diutarakan terbukti kebenarannya..
Key words: Model DuPont, Net Profit Margin, Total Assets Turnover, Retun On Assets, Financial Leverage Multiplier, Return On Equity
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi perekonomian di Indonesia yang masih belum menentu saat ini mengakibatkan tingginya risiko suatu perusahaan untuk mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kepailitan. Kesalahan prediksi terhadap kelangsungan operasi suatu perusahaan di masa yang akan datang dapat berakibat fatal yaitu kehilangan pendapatan atau investasi yang telah ditanamkan pada suatu perusahaan.
Para investor di Indonesia saat ini cenderung untuk menginvestasikan dananya pada kelompok saham yang masuk dalam penghitung indeks LQ 45 dibanding kelompok saham non LQ 45. Kecenderungan ini dikarenakan saham LQ 45 merupakan saham-saham yang ada di jajaran top 45 dari perusahaan-perusahaan yang besar dan terkenal atau saham-saham yang memiliki tingkat likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi.
Salah satu contohnya yaitu grup Bakrie, enam saham grup Bakrie tidak masuk kelompok saham elit LQ-45 pada periode 2 Februari sampai 31 Juli 2009 akan tetapi pada periode 3 Agustus 2009 hingga 29 Januari 2010 seluruh saham-saham Bakrie 7 kembali masuk dalam daftar LQ 45. Keputusan BEI mendepak hampir seluruh saham-saham Bakrie 7 dari LQ45 periode Februari-Juli 2009, terutama disebabkan ambruknya saham-saham Bakrie 7 akhir tahun lalu karena masalah gadai saham raksasa ala PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang mendorong kejatuhan level IHSG secara tajam. Namun seiring perbaikan pergerakan saham-saham Bakrie 7 di pasar sekunder beberapa bulan terakhir, BEI kembali memasukkan seluruh saham-saham Bakrie 7 ke dalam daftar saham terlikuid versi BEI alias LQ45.
Berdasarkan contoh grup Bakrie tersebut dapat dilihat begitu mudahya sebuah perusahaan untuk keluar dari indeks LQ45 pada suatu periode dan kembali masuk pada periode berikutnya. Kondisi yang berubah-ubah ini membuat para investor sebaiknya melakukan analisis laporan keuangan perusahaan sehingga mereka dapat melihat perusahaan mana saja yang memiliki potensi kebangkrutan.
Kesulitan keuangan sulit untuk didefinisikan dalam praktik maupun dalam penelitian empiris. Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek), yang merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke pernyataan kebangkrutan, yang merupakan kesulitan yang paling berat.
kebangkrutan tersebut, semakin baik pula bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkin yang buruk. Salah satu cara untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan tersebut adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan.
Rasio keuangan merupakan salah satu bentuk informasi akuntansi yang penting dalam proses penilaian kinerja perusahaan, sehingga dengan rasio keuangan tersebut dapat mengungkapkan kondisi keuangan suatu perusahaan maupun kinerja yang telah dicapai perusahaan untuk suatu periode tertentu.
Analisis rasio dalam banyak hal mampu memberikan indikator dan gejala-gejala yang muncul di sekitar kondisi yang melingkupinya. Apabila rasio-rasio yang dihitung diinterpretasikan secara tepat, maka akan mampu menunjukkan pada aspek-aspek mana evaluasi dan analisis lebih lanjut harus dilakukan. Oleh karena itu banyak penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kinerja sebuah perusahaan sehingga dapat diketahui pula kemungkinan adanya kondisi finansial distress pada suatu perusahaan.
Tabel 1.1
Rasio-rasio yang diuji oleh Beaver
GROUP I (CASH-FLOW RATIOS) 1. Cash flow to sales
2. Cash flow to total assets 3. Cash flow to net worth 4. Cash flow to total debt
GROUP II (NET-INCOME RATIOS) 1. Net Income to sales
2. Net Income to total assets 3. Net Income to net worth 4. Net Income to total debt
GROUP III (DEBT TO TOTAL-ASSETS RATIOS)
1. Current liabilities to total assets 2. Long-term liabilities to total assets 3. Current plus long-term liabilities
to total assets
4. Current plus long-term plus preferred stock to total assets
GROUP IV (LIQUID-ASSETS TO TOTAL-ASSET RATIOS)
1. Cash to total assets 2. Quick assets to total assets 3. Current assets to total assets 4. Working capital to total assets
GROUP V (LIQUID-ASSET TO CURRENT DEBT RATIOS)
1. Cash to current liabilities 2. Quick assets to current liabilities 3. Current ratio (current assets to
current liabilities)
GROUP VI (TURNOVER RATIOS) 1. Cash to sales
2. Accounts receivable to sales 3. Inventory to sales
4. Quick assets to sales 5. Current assets to sales 6. Working capital to sales 7. Net worth to sales 8. Total assets to sales
9. Cash interval (cash to fund expenditures for operations)
10. Defensive interval (defensive assets to fund expenditures for operations)
11. No-credit interval (defensive assets minus current liabilities to fund expenditures for operations)
Sumber: Beaver
Rasio-rasio tersebut diujikan pada 79 pasang perusahaan yang pailit dan tidak pailit. Memakai univariate discriminant anlysis sebagai alat uji statistik, Beaver menyimpulkan bahwa rasio working capital funds flow/total asset dan net income/total assets mampu membedakan perusahaan yang akan pailit dengan
yang tidak pailit secara tepat masing-masing sebesar 90% dan 88% dari sampel yang digunakan.
rasio keuangan yaitu rasio working capital to total assets, retained earnings to total assets, EBIT to total assets, market value equity to total liabilities, dan sales
to total assets. Dalam penelitiannya, Altman menggunakan sampel 33 pasang
perusahaan yang pailit dan tidak pailit dan model yang disusunnya secara tepat mampu mengidentifikasikan 90% kasus kebangkrutan pada satu tahun sebelum kebangkrutan terjadi.
Pada tahun 1977, Altman, Haldeman dan Narayanan (1977) membuat model generasi kedua dengan beberapa beberapa perbaikan pada pendekatan Z-score awal. Dalam penelitian ini Altman juga menyatukan perbaikan manfaat teknik diskriminan. Model terbaru yang disebut ZETA® ini efektif untuk mengklasifikasikan perusahaan-perusahaan yang bangkrut lima tahun sebelum kebangkrutan dengan tingkat kesuksesan mengidentifikasikan sebesar 93% kasus kepailitan pada satu tahun sebelum kebangkrutan terjadi dan 70% kasus kepailitan pada lima tahun sebelum kebangkrutan terjadi. Dalam penelitiannya ini, Altman menggunakan tujuh model variabel yang terdiri dari return on assets, stability of earnings, debt service, cumulative profitability, liquidity, capitalization, size.
Deakin pada tahun 1972 juga telah melakukan penelitian dengan topik financial distress. Deakin mereplikasi penelitian Beaver dengan menggunakan
rasio cash flow to total debt, net income to total assets, total debt to total assets, current assets to total assets, quick assets to total assets, working capital to total
assets, cash to total assets, current assets to current liabilities, quick assets to
current liabilities, cash to current liabilities, current assets to sales, quick assets
oleh Beaver, namun dalam penelitiannya ini Deakin menggunakan Multivariate Discriminant Analysis. Hasil penelitian Deakin adalah analisis diskriminan dapat
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan data akuntansi sejauh tiga tahun ke depan dengan tingkat keakuratan yang tinggi.
Penelitian dengan topik financial distress perusahaan terus dilakukan oleh para peneliti. Sehingga walaupun penelitian financial distress telah banyak dilakukan, namun tampaknya penelitian mengenai hal ini akan terus berlanjut sebagai akibat perkembangan dunia usaha yang begitu cepat.
Banyak sekali macam-macam rasio keuangan yang dikenal dalam menganalisis kinerja sebuah perusahaan. Salah satu yang cukup dikenal adalah Analisis DuPont. Analisis Dupont adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalis profitabilitas perusahaan dan tingkat pengembalian ekuitas (Keown, 2008:88).
Du Pont analysis memperlihatkan bagaimana hutang, perputaran aktiva dan profit margin dikombinasikan untuk menentukan Return On Equity (ROE). Du Pont System memecah Return on Equity dan Return on Assets menjadi berbagai rasio lainnya. Sistem yang dikembangkan oleh Du Pont, perusahaan bahan kimia, ini sangat bermanfaat memberikan gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan (Atmaja, 2008:419).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:
- apakah Analisis DuPont dapat digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
- untuk menganalisis apakah model DuPont dapat digunakan untuk membedakan pengelompokan dua kategori perusahaan yang berpotensi gagal dan perusahaan yang berpotensi tidak gagal dalam indeks LQ45.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai tambahan pengetahuan dalam bidang yang dikaji.
2. Bagi Investor atau Calon Investor
3. Bagi Manajemen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat digunakan
sebagai bahan pengkajian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. William H. Beaver (1966) dalam jurnal yang berjudul “Financial Ratio as
Predictors of Failure”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat
rasio-rasio keuangan dalam memprediksi peristiwa penting perusahaan
yang salah satunya adalah kebangkrutan suatu perusahaan. Beaver
menggunakan 30 jenis rasio keuangan, yang terdiri dari rasio cash flow to
sales; cash flow to total assets; cash flow to net worth; cash flow to total
debt; net income to sales; net income to total assets; net income to net
worth; net income to total debt; current liabilities to total assets;
long-term liabilities to total assets; current plus long-long-term liabilities to total
assets; current plus long-term plus preferred stock to total assets; cash to
total assets; quick assets to total assets; current assets to total assets;
working capital to total assets; cash to current liabilities; quick assets to
current liabilities; current ratio (current assets to current liabilities); cash
to sales; accounts receivable to sales; inventory to sales; quick assets to
total assets to sales; cash interval (cash to fund expenditures for
operations); defensive interval (defensive assets to fund expenditures for
operations); no-credit interval (defensive assets minus current liabilities to
fund expenditures for operations), yang digunakan pada 79 pasang
perusahaan yang pailit dan tidak pailit. Memakai univariate discriminant
anlysis sebagai alat uji statistik, Beaver menyimpulkan bahwa rasio
working capital funds flow/total asset dan net income/total assets mampu
membedakan perusahaan yang akan pailit dengan yang tidak pailit secara
tepat masing-masing sebesar 90% dan 88% dari sampel yang digunakan.
2. Edward I. Altman (1968) dalam jurnalnya yang berjudul “ Financial
ratios, Discriminant Analysis and the Prediction of Corporate
Bankruptcy”. Tujuan Altman melakukan penelitian ini adalah untuk
mencoba menaksir kualitas analisis rasio sebagai teknik analisis.
Kumpulan rasio keuangan akan diteliti pada konteks prediksi
kebangkrutan dengan menggunakan metodologi statistik multiple
discriminant. Altman menggunakan teknik multivariate discriminant
analysis dan menghasilkan model Z-score dengan 5 rasio keuangan yaitu
rasio working capital to total assets, retained earnings to total assets,
EBIT to total assets, market value equity to total liabilities, dan sales to
total assets. Dalam penelitiannya, Altman menggunakan sampel 33 pasang
perusahaan yang pailit dan tidak pailit dan model yang disusunnya secara
tepat mampu mengidentifikasikan 90% kasus kepailitan pada satu tahun
3. Edward I. Altman, R. Haldeman, dan P. Narayanan (1977) dalam jurnal
yang berjudul “Zeta Analysis: A New Model to Identify Bankruptcy Risk of
Corporations”. Altman membuat model generasi kedua dengan beberapa
beberapa perbaikan pada pendekatan Z-score awal. Dalam penelitian ini
Altman juga menyatukan perbaikan manfaat teknik diskriminan. Dalam
penelitiannya ini, Altman menggunakan tujuh model variabel yang terdiri
dari return on assets, stability of earnings, debt service, cumulative
profitability, liquidity, capitalization, size. Model terbaru yang disebut
ZETA Analysis ini efektif untuk mengklasifikasikan
perusahaan-perusahaan yang bangkrut lima tahun sebelum kebangkrutan dengan
tingkat kesuksesan mengidentifikasikan sebesar 93% kasus kepailitan pada
satu tahun sebelum kebangkrutan terjadi dan 70% kasus kepailitan pada
lima tahun sebelum kebangkrutan terjadi.
4. Mohamad Iwan (2005) dalam jurnal yang berjudul “Bankruptcy prediction
model with ZETA optimal cut-off score to correct type I error”.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah a) perbedaan antara
perusahaan-perusahaan yang bangkrut dan non-bangkrut, dan b) berapa banyak
kesalahan tipe I lebih merugikan disbanding kesalahan tipe II.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. H1 : Rasio Keuangan CAR dapat membedakan secara signifikan
antara bank yang bangkrut dan bank yang tidak bangkrut
2. H2 : Rasio Keuangan dapat digunakan untuk memprediksi
3. H3 : persentase prediksi perusahaan-perusahaan yang bangkrut
akan semakin besar dengan memberikan beban yang lebih besar
pada kesalahan tipe I daripada kesalahan tipe II dibandingkan
dengan persentase prediksi perusahaan-perusahaan yang bangkrut
dengan memberikan beban yang sama pada kesalahan tipe I
maupun kesalahan tipe II.
4. H4 : prediksi kebangkrutan dengan cut-off score yang
menggabungkan kemungkinan kebangkrutan dan non-bangkrut.
Rasio-rasio keuangan yang dipakai adalah rasio-rasio yang pernah dipakai
oleh Ou dan Penman (1989), Machfoedz (1994), dan Avianti (2000).
Rasio-rasio itu adalah: cash to current liabilities, quick assets to current
liabilities, current assets to current liabilities, current assets to total
liabilities, earning before taxes to sales, gross profit to sales, net income
to sales, current assets to total assets, working capital to total asstes, total
liabilities to current assets, operating income to total liabilities, current
liabilities to total assets, working capital to total assets, quick assets to
total assets, net worth to total assets, total liabilities to total assets, net
income to fixed assets, earning before income taxes to total assets, net
income to total assets, sales to current liabilities, net income to total
liabilities, net worth to total liabilities.
Simpulan yang dihasilkan adalah:
- rasio finansial memang dapat digunakan untuk membedakan antara
- Dari 22 rasio finansial yang diteliti terdapat dua rasio finansial yang
dapat membedakan antara perusahaan yang bangkrut dan perusahaan
yang non-bangkrut. Dua rasio ini adalah rasio leverage dan equity
group yaitu rasio net worth to total assets dan rasio net worth to total
liabilities. Rasio-rasio ini dapat digunakan untuk memprediksi setahun
sebelum kebangkrutan terjadi.
5. Luciana Spica Almilia dan Emanuel Kristijadi (2003) dalam jurnal yang
berjudul “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial
Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah rasio keuangan yang
diperoleh dari laporan keuangan perusahaan yang diterbitkan oleh
perusahaan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress.
Hipotesis yang diuji adalah rasio keuangan dapat digunakan untuk
memprediksi financial distress perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia. Rasio keuangan yang dipakai berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Platt dan Platt (2002) yaitu, net income to sales, current
assets to current liabilities, working capital to total assets, current assets
to total assets, net fixed assets to total assets, sales to total assets, sales to
current assets, sales to working capital, net income to total assets, net
income to equity, total liabilities to total assets, current liabilities to total
assets, notes payable to total assets, notes payable to total liabilities,
equity to total assets, cash to current liabilities, cash to total assets,
dengan regresi logit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa
rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress
suatu perusahaan. Menurut hasil penelitian ini, rasio keuangan yang paling
dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah net
income to sales, current liabilities to total assets, current assets to current
liabilities, growth net income to total assets.
Tabel 2.1. Perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Objek Penelitian
Variabel Alat Uji
1. William H. assets, EBIT to total assets, market value jenis rasio finansial
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Objek Penelitian
Variabel Alat Uji
6 Ika Ratnawati
Berdasarkan perbedaan dan persamaan di atas, maka dapat dikatakan
bahwa penelitian yang akan dilakukan merupakan pengembangan dari penelitian
terdahulu dan tidak plagiat.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Kesulitan Keuangan Perusahaan
2.2.1.1. Definisi Kesulitan Keuangan Perusahaan
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi
jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya (Brigham
dan Daves dalam Fachrudin, 2008). Ada beberapa definisi kesulitan keuangan,
sesuai tipenya, yaitu economic failure, business failure, technical insolvency,
insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy (Brigham dan Gapenski dalam
Fachrudin, 2008). Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Economic failure
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost
of capitalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang
tingkat pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak
ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan
dapat juga menjadi sehat secara ekonomi.
2. Business failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan
operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.
3. Technical insolvency
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika
tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo.
Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan
kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu,
perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Di sisi
lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi,
ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan
(financial disaster).
4. Insolvency in bankruptcy
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvent in bankruptcy
jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius
daripada technical insolvency karena, umumnya, ini adalah tanda
economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis.
Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu
5. Legal bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan
tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
Kepailitan (failure) di Indonesia diatur dalam UU. No.1 tahun 1998,
disebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak dapat
membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas
permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.
Permohonan ini dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
Definisi kesulitan keuangan dalam riset-riset awal disinonimkan dengan
kegagalan bisnis (misalnya Altman, 1968; Altman et al., 1977; Ball and Foster,
1982; Moses dan Liao, 1987 dalam Turetsky dan McEwen, 2001). Tetapi
perkembangan selanjutnya mengatakan bahwa kesulitan keuangan mempunyai
beberapa karakteristik sehubungan dengan peristiwa antara kesehatan perusahaan
dan kebangkrutan (Lau, 1987; Gilbert et al., 1990; Anyane-Ntow, 1991; dan
Johnsen and Melicher, 1994 dalam Turetsky dan McEwen, 2001). Turetsky dan
McEwen (2001) menggambarkan kesulitan keuangan sebagai rangkaian peristiwa
keuangan yang merefleksikan berbagai macam tingkatan corporate adversity
(Fachrudin, 2008: 6).
Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami
penurunan dalam pertumbuhan, kemampulabaan, dan aset tetap, serta peningkatan
dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat (Kahya dan
melemahnya kondisi keuangan, kreditur yang mulai mengambil tindakan,
pemasok yang mungkin tak mengirim bahan baku secara kredit, investasi modal
yang menguntungkan mungkin harus dilepas, dan pembayaran dividen yang
terganggu (Keown et al., 1997).
2.2.1.2. Penyebab Kesulitan Keuangan Perusahaan
Menurut Lizal (2002: 4), Perusahaan-perusahaan yang dalam kondisi
financial distress sangatlah membahayakan. Data peringkat perusahaan Republik
Czech dari periode 1993-1999 digunakan untuk menaksir faktor-fakor utama yang
mempengaruhi kemungkinan kebangkrutan. Tiga model utama yang
menyebabkan kondisi financial distress adalah sebagai berikut:
1. Neoclassical model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat.
Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran
aset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan
laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas),
dan liabilities/assets.
2. Financial model
Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity
constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus
bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang
kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini
kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi. Model ini
mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja
seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin,
stock turnover, receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio,
cash flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity,
short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per
employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity per share,
EPS ratio, dan sebagainya.
3. Corporate governance model
Kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang
benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong
perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah
dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Model ini
mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan. Kepemilikan
berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill
perusahaan.
Menurut R. Agus Sartono (1994), ada tiga jenis kegagalan perusahaan
yaitu:
1. Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak
dapat memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo tetapi asset
2. Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai asset perusahaan
lebih rendah daripada nilai hutang perusahaan.
3. Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan yaitu jika tidak dapat
membayar hutangnya dan oleh pengadilan dinyatakan pailit.
Sebab utama kegagalan sebuah perusahaan adalah manajemen perusahaan
yang kurang kompeten (Weston dan Brigham, 1993: 474). Sedangkan menurut
Bambang Riyanto (2001: 315) faktor-faktor yang merupakan penyebab kegagalan
suatu perusahaan pada prinsipnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Sebab intern adalah sebab-sebab yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri, yang meliputi sebab finansiil maupun non finansiil.
a. Sebab-sebab yang menyangkut bidang finansiil meliputi:
1)Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban tetap
yang berat bagi perusahaan.
2)Adanya “current liabilities” yang terlalu besar diatas “current
assets”.
3)Lambatnya pengumpulan piutang atau banyaknya “Bad-Debts”
(piutang tak tertagih).
4)Kesalahan dalam “dividend-policy”.
5)Tidak cukupnya dana-dana penyusutan.
b. Sebab-sebab yang menyangkut bidang non finansiil meliputi:
1)Adanya kesalahan pada para pendiri perusahaan, yaitu antara lain:
a) Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan.
c) Kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan.
2)Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan.
3)Kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan.
4)Adanya “managerial incompetence”.
a) Kesalahan dalam policy pembelian.
b) Kesalahan dalam policy produksi.
c) Kesalahan dalam policy marketing.
d) Adanya ekspansi yang berlebih-lebihan.
2. Sebab ekstern adalah sebab-sebab yang timbul atau berasal dari luar
perusahaan dan yang berada diluar kekuasaan atau kontrol dari pimpinan
perusahaan atau badan usaha, yaitu antara lain:
a. Adanya persaingan yang hebat.
b. Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkannya.
c. Turunnya harga-harga, dan lain sebagainya.
2.2.1.3. Manfaat Informasi Kebangkrutan
Informasi kebangkrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak seperti
berikut ini:
1. Pemberi Pinjaman
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa
yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan
2. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan
tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan
bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.
Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model
prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal
mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3. Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung
jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah juga
mempunyai badan-badan usaha yang harus selalu diawasi. Lembaga
pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda
kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa
dilakukan lebih awal.
4. Akuntan
Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu
usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu
perusahaan.
5. Manajemen
Apabila manajemen bisa mendeteksi kebangkrutan lebih awal, maka
tindakan-tindakan penghematan bisa dilakukan yang berkaitan dengan
restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.
(Hanafi dan Halim, 2000: 261).
2.2.2. Laporan Keuangan
2.2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan
Laporan Keuangan disusun dan disajikan sekurang-kurangnya setahun
sekali untuk memenuhi kebutuhan sejumlah besar pengguna (IAI, 2009).
Laporan keuangan merupakan bagian dari proses keuangan. Laporan
keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya,
sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta
materi penjelasan yang merupakan bagian internal dari laporan keuangan. Di
samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan
laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis
serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (IAI, 2009).
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan
demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap
pengguna. Berhubung para investor merupakan penanam modal berisiko ke
perusahaan, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka
juga akan memenuhi sebagian besar kebutuhan pengguna lain (IAI, 2009).
Manajemen perusahaan memikul tanggung jawab utama dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan. Manajemen juga
meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan tambahan
yang membantu dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian,
dan pengambilan keputusan. Manajemen memiliki kemampuan untuk menentukan
bentuk dan isi informasi tambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. Namun demikian, pelaporan informasi semacam itu berada di luar ruang
lingkup kerangka dasar ini. Bagaimanapun juga, laporan keuangan yang
diterbitkan didasarkan pada informasi yang digunakan manajemen tentang posisi
keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan (IAI, 2009).
2.2.2.2. Pengguna Laporan Keuangan
Pengguna laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor
potensial, karyawan, pemberi jaminan, pemasok, dan kreditur usaha lainnya,
pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka
menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi
yang berbeda. Beberapa kebutuhan ini meliputi:
a) Investor. Penanaman modal berisiko dan penasihat mereka berkepetingan
dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari hasil investasi
yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu
menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut.
Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka
untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
b) Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka
Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca
kerja, dan kesempatan kerja.
c) Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan
yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta
bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
d) Pemasok dan kreditor usaha lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan
apakah jumlah yang terutang dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha
berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek
daripada pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama
bergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.
e) Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup perusahaan, terutama karena mereka terlibat dalam
perjanjian jangka panjang, dengan, atau bergantung pada perusahaan.
f) Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah
kekuasannya berkeptingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu
berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan
informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak,
dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik
lainnya.
g) Masyarakat. Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai
perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan
perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat
membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (tren)
dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian
aktivitasnya (IAI, 2009).
2.2.2.3. Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun dan dibuat dengan maksud untuk memberikan
gambaran mengenai kondisi perusahaan dan laporan kemajuan (progress report)
secara periodik yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Laporan keuangan
bersifat historis dan menyeluruh sebagai suatu progress report dari laporan
keuangan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2009), sifat dan keterbatasan
laporan keuangan adalah sebagai berikut:
- Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas
kejadian yang telah lewat. Oleh karenanya, laporan keuangan tidak
dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dalam proses
pengambilan keputusan ekonomi.
- Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua pemakai dan
bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja.
- Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan
- Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula
halnya dengan penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau
pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini dianggap tidak
material atau tidak menimbulkan pengaruh yang material terhadap
kelayakan laporan keuangan.
- Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi
ketidakpastian, bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang
tidak pasrti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih
alternatif yang paling menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang
paling kecil.
- Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu
peristiwa atau transaksi daripada bentuk hukumnya (substance form).
- Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis
dan pemakai laporan keuangan diasumsikan dapat memahami bahasa
teknis akuntansi dan sifat dari informasi tersebut.
- Adanya berbagai alternative metode akuntansi yang dapat digunakan
untuk menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber
ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.
- Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dikuantitifkan
2.2.2.4. Tujuan dan Karakteristik Laporan Keuangan
Menurut SAK (IAI, 2009) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang manyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pengguna. Namun demikian, laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh
keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan
informasi non-keuangan (IAI, 2009).
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan
manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber
daya yang dipercayakan kepadanya. Pengguna yang ingin menilai apa yang telah
dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka
dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin mencakup, misalnya,
keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau
keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen (IAI, 2009).
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi
dalam laporan keuangan dapat berguna bagi pemakai. Adapun karakteristik
kualitatif dari laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (IAI,
Relevan
Agar bermanfaat, informasi yang disajikan harus relevan untuk memenuhi
kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Relevan berarti
dapat membantu mereka dalam melakukan evaluasi peristiwa masa lalu,
masa kini atau masa depan sampai keputusan ekonomi yang diambil.
Dapat dipahami
Kualitas penting dari informasi yang terdapat dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat diambil dan digunakan oleh
pemakainya. Untuk kepentingan ini pemakai diasumsikan memiliki
pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi, bisnis dan
akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan
yang wajar.
Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal. Informasi memiliki kualitas
andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan
dapat diandalkan oleh pemakainya sebagai penyajian yang tulus / jujur
dengan yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat
disajikan.
Dapat dibandingkan
Informasi akan lebih berguna apabila dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan periode sebelumnya dan juga membandingkan laporan antar
perusahaan yang sejenis untuk mengevaluai posisi keuangan dan
2.2.2.5. Jenis Laporan Keuangan
Analisis kinerja keuangan sangat bergantung pada informasi yang
diberikan oleh laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahaan
merupakan salah satu sumber informasi yang penting di samping informasi lain.
Menurut Munawir (2000: 26), ada tiga macam laporan keuangan pokok yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan yaitu:
1. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang disusun secara sistematis untuk
menyajikan posisi keuangan perusahaan pada suatu saat atau tanggal
tertentu. Neraca disebut juga laporan posisi keuangan. Ada tiga elemen
pokok dalam neraca yaitu aktiva yang menggambarkan keputusan
penggunaan dana atau keputusan investasi dimasa lalu, sedang hutang
dan modal (pasiva) menunjukkan asal sumber dana untuk kepentingan
pendanaan dimasa lalu tersebut. Pos-pos pada neraca disusun mulai
dari yang paling likuid, mudah dicairkan menjadi uang tunai sampai
yang paling tidak likuid.
2. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi merupakan ikhtisar yang disusun secara sistematis
tentang penghasilan, biaya rugi laba yang diperoleh oleh suatu
perusahaan selama periode tertentu. Prinsip-prinsip yang umum
b. Bagian pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari
usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau
memberikan service) diikuti dengan harga pokok dari barang
atau service yang dijual sehingga diperoleh laba kotor.
c. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang
terdiri dari biaya penjualan dan biaya umum atau administrasi
(operating expenses).
d. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh dari luar
organisasi pokok perusahaan yang diikuti dengan biaya-biaya
yang terjadi diluar usaha pokok perusahaan (non operating atau
financial income dan expenses).
e. Bagian keempat menunjukkan laba atau rugi yang insidentil
(extra ordinary) diperoleh laba bersih sebelum pajak
pendapatan.
Laporan keuangan ini memperlihatkan laporan hasil kegiatan atau
operasional perusahaan selama suatu periode tertentu. Ikhtisar
perubahan posisi keuangan memperlihatkan keefektifan manajemen
dalam menyerap dana dan menyalurkannya. Jenis dana yang diserap
dan jenis penyaluran dana juga mencerminkan profesionalisme dari
manajemen yang ada.
3. Laporan Aliran Kas
Laporan aliran kas berguna untuk meringkas kegiatan yang dilakukan
usaha perusahaan dalam tahun buku yang bersangkutan, dan
melengkapi penjelasan tentang perubahan-perubahan dalam posisi
keuangan selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan aliran kas
menggambarkan aliran kas yang masuk dan yang keluar pada suatu
periode tertentu yang merupakan hasil atau efek dari kegiatan
perusahaan yaitu operasi, investasi dan pendanaan.
Laporan aliran kas mempunyai peran penting dalam memberikan
informasi mengenai berapa besar dan kemana saja dana digunakan
serta dari mana sumber dana itu diambil. Informasi yang diperoleh
dari laporan ini dapat menunjukkan apakah perusahaan sedang maju
atau akan mengalami kesulitan keuangan.
Laporan keuangan menjadi sangat penting karena memberikan input
yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan
akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing
aliran kas, yang kesemuanya akan memberikan pengaruh harapan
pihak-pihak yang berkepentingan. Harapan tersebut pada gilirannya
akan mempengaruhi nilai perusahaan.
2.2.3. Analisa Laporan Keuangan
2.2.3.1. Pengertian Analisa Laporan Keuangan
Analisa Laporan Keuangan terdiri dari dua kata, yaitu analisa dan laporan
keuangan. Untuk menjelaskan pengertian kata ini maka kita dapat menjelaskannya
sesuatu unit terkecil. Sedangkan laporan keuangan adalah Neraca, Laba / Rugi,
dan Arus Kas (Dana). Kalau dua pengertian ini digabungkan maka analisis
laporan keuangan berarti:
“Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang
lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau
mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data
kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui
kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses
menghasilkan keputusan yang tepat”. (Harahap, 2002:189-190)
Sedangkan Foster (1986:58) mengemukakan pengertian analisa laporan
keuangan sebagai berikut:
“Mempelajari hubungan-hubungan di dalam suatu set laporan keuangan
pada suatu saat tertentu dengan kecenderungan-kecenderungan dari hubungan ini
sepanjang waktu”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa analisa
laporan keuangan adalah pengkajian laporan keuangan dengan mempelajari
angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan dan mencari hubungan sebab
akibatnya sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan bagi pihak
2.2.3.2. Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, data-data
keuangan tersebut diperbandingkan untuk dua periode atau lebih dan dianalisa
lebih lanjut guna mendukung dengan selalu megadakan analisa laporan keuangan
yang mempunyai tujuan agar apabila terdapat kekurangan-kekurangan dalam
menajemennya dapat segera dicari sebab-sebab akibatnya untuk kemudian
diperbaiki di masa yang akan datang (Gilman, 2000:124).
2.2.3.3. Jenis dan Alat Analisis Laporan Keuangan
Dalam melakukan analisa terhadap sebuah laporan keuangan, pada
dasarnya ada beberapa jenis analisa yang dapat dilakukan yaitu:
1. Analisa Internal
Analisa internal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihak manajemen
dalam rangka mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan perubahan yang
terjadi dalam kondisi keuangan perusahaan. Selain menghasilkan laporan
yang biasa diumumkan pada pihak di luar perusahaan, analisa ini juga
menghasilkan laporan yang tidak untuk diumumkan atau dipublikasikan
tetapi hanya dipakai untuk maksud-maksud internal saja.
2. Analisa Eksternal
Analisa eksternal merupakan analisa yang dilakukan oleh pihak-pihak di
luar manajemen perusahaan misalnya bank, calon pemegang saham, dan
calon kreditur lain yang mana dalam melakukan analisa mereka tidak bisa
diterbitkan untuk umum. Analisa ini juga ditujukan guna menilai kinerja
perusahaan yang bersangkutan, sebelum pihak eksternal melakukan
kerjasama finansial dengan perusahaan tersebut.
3. Analisa Horizontal (Analisa Dinamis)
Analisa horizontal merupakan analisa perkembangan data keuangan dan
data operasi perusahaan dari tahun ke tahun atau dengan kata lain
mengadakan pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode
waktu tertentu dengan menetapkan salah satu periode sebagai periode
dasar pembanding. Dari analisa ini akan dapat terlihat perkembangan
maupun penurunan operasional perusahaan.
4. Analisa Vertikal (Analisa Statis)
Analisa vertikal merupakan analisa laporan keuangan yang terbatas pada
satu periode akuntansi saja, sehingga hanya membandingkan antara pos
yang satu dengan pos yang lainnya dalam laporan keuangan tersebut untuk
mengetahui keadaan keuangan atau hasil usaha pada periode itu saja.
(Supardi dan Mastuti, 2003: 78).
Menurut Wild et al (2005: 30), alat analisis keuangan ada lima, yaitu:
1. Analisis laporan keuangan komparatif
Analisis laporan keuangan komparatif dilakukan dengan cara menelaah
neraca, laporan laba rugi, atau laporan arus kas yang berurutan dari satu
2. Analisis laporan keuangan common-size
Analisis laporan keuangan common-size berguna dalam memahami
pembentuk internal laporan keuangan.
3. Analisis rasio
Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar
perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk
dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk
rasio.
4. Analisis arus kas
Analisis arus kas terutama digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi
sumber dan penggunaan dana. Analisis arus kas menyediakan pandangan
tentang bagaimana perusahaan memperoleh pendanaanya dan
menggunakan sumber dayanya.
5. Penilaian
Penilaian biasanya mengacu pada estimasi nilai intrinsik perusahaan atau
sahamnya.
2.2.4. Analisis Rasio
2.2.4.1. Pengertian analisis rasio
Menurut Keown et al (2008: 74), secara matematis, rasio keuangan tak
lebih dari rasio dimana pembilang dan penyebut diambil dari data keuangan.
Rasio keuangan membantu kita untuk mengidentifikasikan beberapa kelemahan
bagaimana membuat perbandingan dan data keuangan perusahaan yang berarti:
(1) kita dapat meneliti rasio antar-waktu (katakanlah untuk 5 tahun terakhir) untuk
meneliti arah pergerakannya; dan (2) kita dapat membandingkan rasio perusahaan
dengan rasio perusahaan lainnya. Tujuan dari penggunaan suatu rasio saat
menganalisis rasio yang akan dianalisis agar rasio dari dua perusahaan yang
berbeda dapat dibandingkan atau juga suatu perusahaan dengan batas waktu yang
berbeda.
2.2.4.2. Klasifikasi Rasio Keuangan
Brigham dan Weston (1991: 115), mengklasifikasikan rasio-rasio dalam 6
jenis pokok:
1. Rasio likuiditas (liquidity ratios), yaitu mengukur kemampuan perusahaan
untuk membayar hutang jangka pendek yang jatuh tempo.
2. Rasio leverage (leverage ratios), yaitu mengukur besarnya perusahaan
tersebut telah dibiayai dengan hutang.
3. Rasio aktivitas (activity ratios), yaitu mengukur efektivitas perusahaan
dalam mempergunakan sumber-sumber (resources).
4. Rasio profitabilitas (profitability ratios), yaitu mengukur keberhasilan
manajemen sebagaimana ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan oleh
penjualan dan investasi.
5. Rasio pertumbuhan (growth ratio), yaitu mengukur kamampuan
perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonominya dalam
6. Rasio penilaian (valuation ratio), adalah sebagai ukuran kemajuan
perusahaan yang paling lengkap karena menganalisis rasio risiko (dua
yang pertama) dan rasio hasil (tiga berikutnya). Rasio penilaian adalah
sangat penting, karena langsung berhubungan dengan tujuan maksimisasi
nilai kekayaan perusahaan dan harta pemegang saham.
2.2.4.3. Keterbatasan Analisis Rasio
Walaupun rasio-rasio merupakan alat yang sangat berguna, namun
mempunyai beberapa pembatasan dan harus digunakan dengan hati-hati.
Rasio-rasio tersebut dibentuk dari data akuntansi dan data ini dipengaruhi oleh cara
penafsirannya dan bahkan bisa dimanipulasi (Brigham dan Weston, 1991: 137).
Keown et al (2008: 91), mengemukakan daftar beberapa kelemahan
penting yang mungkin ditemui dalam menghitung dan menginetpretasikan rasio
keuangan, yaitu:
1. Kadang-kadang sulit untuk mengidentifikasikan kategori industri, jika
perusahaan berusaha dalam beberapa bidang usaha.
2. Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan saja
dan hanya memberikan petunjuk umum karena bukan merupakan hasil
penelitian dari seluruh perusahaan dalam industri ataupun bahkan sekedar
sampel yang mewakili dalam industri.
3. Perbedaan praktik akuntansi antar-perusahaan dapat menghasilkan
4. Suatu industri kebanyakan tidak menyediakan suatu target atau nilai rasio
yang diinginkan.
5. Banyak perusahaan mengalami perubahan-perubahan dalam operasi
mereka.
2.2.5. Analisis Model DuPont
Sistem analisis DuPont telah dikenal luas dalam industri di Amerika, dan
hal itu memang beralasan. Analisis tersebut mencakup seluruh rasio aktivitas dan
marjin keuntungan atas penjualan untuk menunjukkan bagaimana rasio-rasio ini
saling mempengaruhi untuk menentukan profitabilitas aktiva. (Weston &
Brigham, 1991 : 128-131)
Analisis Dupont adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalis
profitabilitas perusahaan dan tingkat pengembalian ekuitas (Keown, 2008:88).
DuPont analysis memperlihatkan bagaimana hutang, perputaran aktiva dan profit
margin dikombinasikan untuk menentukan Return On Equity (ROE). Du Pont
System memecah ROE dan ROA menjadi berbagai rasio lainnya. Sistem yang
dikembangkan oleh Du Pont, perusahaan bahan kimia, ini sangat bermanfaat
memberikan gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan. (Atmaja,
2008:419).
Manfaat menggunakan model DuPont adalah manajemen dapat mencari
ROA dan ROE untuk menyediakan gambaran yang jelas dari efektivitas
Margin laba dikalikan dengan perputaran total aktiva disebut dengan
persamaan DuPont, dan merupakan tingkat pengembalian atas aktiva (rate of
return on assets – ROA)
Jika perusahaan hanya didanai oleh ekuitas saham biasa, maka tingkat
pengembalian atas aktiva (ROA) dan tingkat pengembalian atas ekuitas (ROE)
akan sama karena total aktivanya sama dengan total ekuitas saham biasa:
Kesamaan ini akan tetap terjadi jika dan hanya jika Total Aktiva = Ekuitas
Saham Biasa, yaitu jika perusahaan tidak menggunakan utang.
Lebih spesifik lagi, tingkat pengembalian atas aktiva (ROA) dapat
dikalikan dengan pengganda ekuitas (equity multiplier) atau kadang disebut
Financial Leverage Multiplier, yang merupakan rasio dari total aktiva terhadap
ekuitas saham biasa:
Perusahaan-perusahaan yang banyak menggunakan pendanaan melalui
utang dalam jumlah besar (leverage yang lebih besar) tentunya akan memiliki
pengganda ekuitas yang lebih tinggi – semakin besar utang, semakin kecil ekuitas,
Persamaan DuPont yang diperluas menunjukkan bagaimana margin laba,
rasio perputaran total aktiva, dan pengganda ekuitas bersama-sama bergabung
untuk menentukan ROE:
Dimana:
1. Profit Margin memperlihatkan pengawasan terhadap biaya
2. Total Assets Turnover memperlihatkan efektivitas penggunaan aktiva
3. Equity Multiplier memperlihatkan efektivitas penggunaan utang.
(Brigham & Houston, 2006: 114-116)
Model persamaan DuPont ini dilihat dalam lampiran 1.
2.2.6. Discriminant Analysis
Analisis diskriminan adalah suatu analisis yang menghasilkan suatu indeks
yang memungkinkan penggolongan suatu observasi ke dalam salah satu kelompok
yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Misalnya seorang analisis keuangan
memiliki beberapa rasio keuangan dari sebuah perusahaan dan ingin
menggunakan rasio tersebut untuk menggolongkan perusahaan itu masuk kategori
berpotensi gagal atau tidak berpotensi gagal.
Discriminant Analysis atau analisis pembeda ganda merupakan suatu
metodologi formal yang digunakan untuk memperkecil rasio dan untuk
mempertinggi kerepresentatifan rasio keuangan yang dipilih sebagai variabel.
1. Memprediksi kebangkrutan perusahaan.
2. Mengevaluasi atas prospek perusahaan secara individual.
3. Menilai kelayakan dan kewajaran suatu rencana organisasi dalam
memutuskan alternatif-alternatifnya.
Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu
perusahaan dengan menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan dua sampai
dengan lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut.
Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan
dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan
kesulitan keuangan. Analisis diskriminan bermanfaat bagi perusahaan untuk
memperoleh peringatan awal kebangkrutan dan keberlanjutan usahanya. Semakin
awal suatu perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi
pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan
dan dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa
depan perusahaan tersebut.
Formula dari fungsi analisis diskriminan adalah sebagai berikut:
Dimana,
Zjk = indeks diskriminan
a = intercept
Wn = parameter
Xnk = variabel bebas
Berdasarkan analisis diskriminan ini bisa ditentukan rasio keuangan yang
secara statistis signifikan dijadikan faktor pembeda antar kelompok pailit dan
tidak pailit sehingga akan diperoleh skor pembeda (Z-score).
2.3. Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang mendasari dilakukannya penelitian ini dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan landasan teori yang
telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
“Diduga model DuPont dapat digunakan untuk membedakan pengelompokan dua
kategori perusahaan yang gagal dan perusahaan yang tidak gagal dalam indeks
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Teknik Pengukuran Variabel
Definisi operasional merupakan suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel dengan cara memberikan arti. Variabel-variabel yang terdapat dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Y = Kondisi / kriteria perusahaan (Z) adalah variabel dependen yang
berupa data kategorikal/data nominal. Dalam data tersebut terdapat
dua jenis kode yaitu kode nol (1) untuk mengidentifikasikan
kelompok perusahaan yang berpotensi tidak gagal dan kode satu (2)
untuk mengidentifikasikan kelompok perusahaan yang berpotensi
gagal. Untuk mengkategorikan dua kelompok ini dipakai analisis
cluster.
- X1 = Net Profit Margin adalah rasio keuangan yang digunakan untuk
mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Rasio ini
dihitung dengan menggunakan rumus:
- X2 = Total Asset Turnover adalah rasio keuangan yang digunakan untuk
mengukur kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva
berputar dalam suatu periode tertentu atau kemampuan modal yang
diinvestasikan untuk menghasilkan pendapatan. Rasio ini dihitung
- X3 = ROA (Return On Assets) adalah rasio keuangan yang digunakan
untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam
keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Rasio ini
dihitung dengan menggunakan rumus:
- X4 = Financial Leverage Multiplier adalah rasio keuangan yang digunakan
untuk menguji bagaimana perusahaan menggunakan utang untuk
membiayai aktivanya. Rasio ini dihitung dengan menggunakan
rumus:
- X5 = ROE (Return On Equity) adalah rasio ini memperlihatkan sejauh
manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif,
mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan
pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. Rasio ini
dihitung dengan menggunakan rumus:
3.2. Tipe Skala Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang
mempergunakan skala rasio (NPM, TAT, ROI, FLM, dan ROE) dan skala
variabel-variabel independen/bebas yang diukur. Sedangkan skala nominal
menjelaskan kelompok dari variabel dependen/terikat yang digunakan, yaitu suatu
perusahaan yang berpotensi gagal atau tidak berpotensi gagal (yang dinyatakan
dalam kode angka).
3.3. Teknik Penentuan Sampel 3.3.1. Populasi
Menurut Sugiyono (2001:72), Populasi adalah wilayah generalisiasi yang
terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang masuk dalam indeks LQ 45
dari tahun 2004-2008.
3.3.2 Sampel
Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Teknik sampling ini dilakukan untuk mendapatkan
sampel yang dapat mewakili kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria yang
ditentukan dalam pengambilan sampel penelitian adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan go publik di Indonesia yang terdaftar di BEI yang masuk
dalam indeks LQ 45 selama periode 2004-2008
2. Perusahaan dalam indeks yang terpilih memiliki kelengkapan laporan
keuangan selama periode 2004-2008