• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciujung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciujung"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN INFILTRASI TANAH LATOSOL PADA

BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIUJUNG

LAELA RAHMI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di Das Ciujung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LAELA RAHMI. Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciujung. Dibimbing oleh LATIEF M. RACHMAN dan YAYAT HIDAYAT.

Penggunaan lahan merupakan aspek penting dalam memelihara kelestarian ekosistem wilayah, salah satunya dalam ekosistem wilayah daerah aliran sungai (DAS). Penggunaan lahan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat-sifat tanah tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta perilaku peresapan air ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi merupakan bagian dari siklus hidrologi yang memiliki peranan penting bagi ketersediaan air tanah. Proses infiltrasi berperan penting dalam pendistribusian air hujan sehingga berpengaruh terhadap aliran permukaan, banjir, erosi dan simpanan air bawah tanah yang akhirnya menentukan ketersediaan air sungai di musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan di DAS Ciujung. Lokasi penelitian meliputi DAS Ciujung dengan penggunaan lahan yang telah dikelompokkan berupa hutan tanaman (HT), kebun campuran rapat (KCR), dan kebun campuran tidak rapat (KCTR). Pengamatan dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode Double Ring Infiltrometer, sedangkan analisis sifat fisik dan kimia lainnya dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Laju infiltrasi tertinggi dan paling stabil pada penggunaan lahan HT, disusul KCR dan KCTR. Laju infiltrasi konstan pada HT dan KCR tergolong dalam kelas cepat, sedangkan pada KCTR tergolong sedang sampai cepat. Besarnya laju infiltrasi konstan pada HT (23,4 cm jam-1) > KCR (13,2 cm jam-1) > KCTR (6,0 cm jam-1). Dengan tingginya laju infiltrasi tersebut maka tanah pada penggunaan lahan HT mampu menampung air sebanyak (6,45 dm3) > KCR (3,66 dm3) > KCTR (1,52 dm3). Laju infiltrasi lebih dipengaruhi oleh PDSC atau pori dengan ukuran besar sedangkan volume air terinfiltrasi lebih dipengaruhi oleh ruang pori total (RPT) tanah. Selain dipengaruhi oleh penggunaan lahan infiltrasi tanah di lokasi penelitian juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah berupa C- organik, bobot isi, ruang pori total (RPT), stabilitas agregat, pori makro, pori drainase sangat cepat (PDSC), dan tekstur tanah.

(5)

ABSTRACT

LAELA RAHMI. Infiltration Performance of Latosol Soil in Several Land Uses in Ciujung Watershed. Supervised by LATIEF M. RACHMAN and YAYAT HIDAYAT.

Land use is an important aspect in maintaining ecosystem sustainability, particularly in the watershed ecosystem. Land use determines to physical, chemical, and biological characteristics of soil. These soil characteristics influence to the growth of plants and the performances of water infiltration into soil. Infiltration is an essential part of the hydrological cycle that has an important role water availability in the soil. Infiltration process have an important role to the distribution of rainfall and control to runoff, flood, erosion and ground water storage and finally will determines the availability of river discharge in dry season. The aims of this research is to assess the performance of soil infiltration in various land use in Ciujung watershed. The study was conducted on three land use types that included plantative forest (HT), dense mixed garden (KCR), and less-dense mixed garden (KCTR). The field observation was done by using the Double Ring infiltrometer method, while the the analysis of the physical and chemical and other soil characteristics were done in the Laboratory of Soil and Water Conservation, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture. The results of this research showed that the infiltration rate is strongly influenced by land use. Infiltration rate is the highest and most stable on HT land use, followed by KCR and KCTR. Constant infiltration rate at HT and KCR is belonging to quickly class, while at KCTR is relatively moderate to fast. The magnitude of the rate constant infiltration in HT (23.4 cm h-1) is higher than KCR (13.2 cm h-1) and KCTR (6.0 cm h-1). The high rate infiltration of the soil on the land use of HT support it able to accommodate as much water (6.45 dm3) that higher than at KCR (3,66 dm3) and at KCTR (1.52 dm3). Infiltration rate is influenced by pores with large size (PDSC), while the volume of water infiltration is more influenced by the total porosity of the soil. Besides it is influenced by land use, soil infiltration in the study area is also determined by the physical and chemical characteristic of the soil organic matter, bulk density, total porosity, aggregate stability, macro pores, very fast drainage pore (PDSC), and soil texture.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

KERAGAAN INFILTRASI TANAH LATOSOL PADA

BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CIUJUNG

LAELA RAHMI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciujung

Nama : Laela Rahmi

NIM : A14100059

Disetujui oleh

Dr Ir Latief M. Rachman, MSc MBA Pembimbing I

Dr Ir Yayat Hidayat, MSi Pembimbing II Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc. Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas berkat dan rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciujung” dengan sangat baik. Skripsi ini merupakan syarat akhir dalam meraih gelar Sarjana Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Bapak Dr Ir Latief M. Rachman MSc, selaku dosen Pembimbing Skripsi I sekaligus pembimbing akademik sejak penulis memasuki Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang senantiasa memeberikan ilmu, motivasi, dan arahan selama penulis melaksakan penelitian hingga proses penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr Ir Yayat Hidayat MSi, selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan ilmu serta membantu proses penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr Ir Enni Dwi Wahjunie MSi, selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu serta membantu proses penulisan skripsi ini.

4. Dede Sulaiman SP (Om Nana) dan Asti Nurmilah (Milah) yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi.

5. Orang tua, kakak, adik tercinta yang selalu meberikan motivasi, perhatian, kasih sayang, dan doa.

6. Seluruh dosen departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan.

7. Seluruh staf dan karyawan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah membantu dan memfasilitasi selama menempuh pendidikan hingga lulus.

8. Teman – teman Tanah 47 (Soildior dan Soilermoon) yang selalu memberikan keceriaan dan kebahagiaan sehingga penulis dapat selalu merindukan kampus.

9. Teman terbaik (Abang siti, neng Nunik, adinda itong, Ade Ocah, Mahera amon, Masyitah, Bunda Fortun, Anju dan Soni) yang telah membantu dan memberikan semangat selama penelitian, dan untuk sudi serta nanda yang telah membantu berlangsungnya penelitian ini.

10.Seluruh keluarga besar Ilmu Tanah IPB dan UKM UKF (Uni Konservasi Fauna) IPB yang telah memberikan kenangan terindah selama di kampus Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Metode Penelitian 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 5

Deskripsi Penggunaan Lahan 6

Sifat Fisik Kimia Tanah 8

Keragaan Infiltrasi 10

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(13)

DAFTAR TABEL

1 Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah 3

2 Klasifikasi indeks stabilitas agregat 3

3 Klasifikasi laju infiltrasi konstan menurut Kohnke 4 4 Sifat fisik kimia tanah pada setiap penggunaan lahan 9 5 Nilai distribusi ruang pori pada setiap penggunaan lahan 9 6 Analisi statistika antara laju infiltrasi menit ke - 15 dan menit ke - 30

dengan sifat - sifat tanah 14

7 Laju infiltrasi konstan rata – rata pada berbagai penggunaan lahan 15 8 Analisis statistik antara laju infiltrasi konstan dan sifat - sifat tanah 16 9 Volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan 16 10 Analisis statistik antara volume infiltrasi dengan sifat - sifat tanah 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di DAS Ciujung 5

2 Penggunaan lahan hutan tanaman 6

3 Penggunaan lahan kebun campuran rapat 7

4 Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat 8 5 Laju infiltrasi pada setiap penggunaan lahan 11 6 Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan 13 7 Laju infiltrasi menit ke – 15 dan menit ke - 30 pada setiap

penggunaan lahan 14

8 Laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan 15 9 Volume air terinfiltrasi pada berbagai penggunaan lahan 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Langkah kerja pendugaan BI dan BJP menggunakan Three Phase

Meter 20

2 Keragaan infiltrasi pada setiap lokasi penelitian 20 3 Sifat fisik kimia tanah pada setiap lokasi penelitian 21 4 Data pengukuran infiltrasi di Desa Kaserangan 22 5 Data pengukuran infiltrasi di Desa Sukaratu 22 6 Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Jatimulya 23 7 Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Kadugenep 24 8 Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Lebakgedong 25 9 Data pengukuran laju infiltrasi di Desa Cileuksa 26 10 Analisis ANOVA keragaan infiltrasi pada setiap penggunaan lahan 27 11 Analisis ANOVA Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan 27 12 Analisis ANOVA laju infiltrasi menit ke - 15 pada berbagai

penggunaan lahan 28

13 Analisis ANOVA laju infiltrasi menit ke - 30 pada berbagai

penggunaan lahan 28

14 Analisis ANOVA laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan

lahan 28

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan lahan merupakan aspek penting dalam memelihara kelestarian ekosistem wilayah, salah satunya dalam ekosistem wilayah daerah aliran sungai (DAS). Penggunaan lahan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat-sifat tanah tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta perilaku peresapan air ke dalam tanah. Tingginya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan penggunaan lahan lainnya yang tidak sesuai dengan kemampuan tanah serta tidak disertai dengan penerapan kaidah konservasi tanah dan air, turut menyebabkan rendahnya peresapan air ke dalam tanah, sehingga terjadi penurunan laju infiltrasi.

Infiltrasi sebagai salah satu faktor dalam siklus hidrologi memiliki peranan penting dalam kelestarian sumberdaya alam. Dalam siklus hidrologi, air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan mengalami penyerapan oleh tumbuhan, penyerapan oleh tanah (infiltrasi), pengaliran (aliran permukaan, aliran bawah tanah dan aliran sungai) serta penguapan kembali ke atmosfer melalui evapotranspirasi. Sedangkan penggunaan lahan dan pengelolaan tanah memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja sistem hidrologi dalam ekosistem DAS.

Laju infiltrasi yang rendah, menyebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh ke tanah akan menjadi aliran permukaan dan hanya sebagian kecil air yang dapat masuk ke dalam tanah sebagai simpanan air tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya banjir di musim hujan, meningkatnya erosi, dan kekeringan di musim kemarau. Akan tetapi, laju infiltrasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan produktivitas tanah akibat adanya pencucian unsur hara yang tinggi. Oleh karena itu, peresapan air ke dalam tanah melalui infiltrasi menjadi suatu komponen yang penting untuk dikaji. Dimana nilai laju infiltrasi ini dapat menjadi informasi yang penting sebagai acuan dalam pengelolaan air, manajemen tanah dan penggunaan lahan yang lebih sesuai.

Menurut Arsyad (2010) sifat fisik yang mempengaruhi infiltrasi tanah yaitu, tekstur, porositas tanah, kemantapan agregat tanah serta kandungan bahan organik dalam tanah, sehingga perlu dilakukan análisis sifat fisik dalam penentuan laju infiltrasi.

Tujuan Penelitian

(16)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Juli 2014, di DAS Ciujung, Banten, meliputi Kabupaten Serang, Lebak, Pandeglang, Kota serang dan Kabupaten Bogor. Analisis sifat fisik tanah dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Konservasi tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah Double Ring Infiltrometer, ring sampler, cutter, pisau lapang, balok kayu, cangkul, gunting, ember, gayung, GPS, palu, penggaris, kaleng/toples, ayakan kering, ayakan basah, erlenmeyer, gelas piala, labu ukur, cawan, oven, timbangan digital, pipet dan kalkulator.

Peta yang digunakan yaitu, peta DAS Ciujung, peta sebaran jenis tanah DAS Ciujung, peta lereng dan peta penggunaan lahan DAS Ciujung. Selain peta digunakan juga contoh tanah utuh, contoh tanah terganggu dan contoh tanah agregat utuh. Serta beberapa bahan kimia yang digunakan dalam analisis laboratorium diantaranya aquades, air AC, HCl, Natrium Pirophosphat, H2O2, FeSO4 1 N, K2Cr2O7 1 N, dan H2SO4.

Metode Penelitian

Lokasi Pengambilan Contoh Tanah

Lokasi pengambilan contoh tanah ditentukan berdasarkan peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, peta lereng dan peta batas DAS Ciujung. Untuk mendapatkan data yang representatif pengambilan contoh tanah dilakukan pada satu jenis tanah yang sama, dan dilakukan secara menyebar agar mewakili seluruh daerah penelitian.

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa penggunaan lahan, yaitu hutan tanaman (HT) yang berada di Desa Lebakgedong dan Cileuksa, Kebun campuran rapat (KCR) di Desa Jatimulya dan Kadugenep. Serta kebun campuran tidak rapat (KCTR) di Desa Kaserangan dan Sukaratu. Contoh tanah yang diambil meliputi contoh tanah utuh sebanyak 22 sampel dengan dua kali pengulangan, contoh tanah terganggu sebanyak satu kilogram setiap lokasi dan contoh tanah agregat utuh. Contoh tanah utuh digunakan untuk analisis bobot isi dan pori drainase, sedangkan contoh tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur dan C- organik. Contoh tanah agregat utuh digunakan untuk analisis Indeks Stabilitas Agregat.

Pengukuran Infiltrasi

(17)

kedalam ring hingga mengalami penurunan. Penurunan muka air dicatat setiap 1 menit, 3 menit dan 5 menit hingga penurunan muka air konstan. Penurunan muka air yang telah konstan ini digunakan untuk menentukan laju infiltrasi konstan. Analisis Sifat Fisik Kimia Tanah

Analisis sifat fisik tanah yang dilakukan yaitu, bobot isi, bobot jenis partikel, ruang pori total tanah, C-organik, tekstur tanah, dan indeks stabilitas agregat dengan distribusi ukuran ayakan kering yaitu 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; dan ukuran ayakan basah yaitu 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; 0,25 mm; 0,11 mm. Metode analisis yang dilakukan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1 Metode analisis sifat fisik dan C-organik tanah

No Analisis Tanah Metode Analisis

1 Bobot Isi Three Phase Meter dan Gravimetri

2 Bobot Jenis Partikel Three Phase Meter

3 Ruang Pori Total Gravimetri dan Kurfa pF

4 Indeks StabilitasAgregat Pengayakan kering dan basah

5 Tekstur Pipet

6 C-Organik Walkley and Black

Tabel 2 Klasifikasi indeks stabilitas agregat

Kelas Indeks stabilitas

Sangat stabil sekali > 200

Sangat stabil 80 - 200

Stabil 66 - 80

Agak stabil 50 - 66

Kurang stabil 40 - 50

Tidak stabil < 40

Analisis Data

(18)

f

t

= f

c

+ (f

- f

c

)e

-kt

Dimana :

ft : Laju Infiltrasi (cm jam-1) f0 : Laju Infiltrasi awal (cm jam-1) fc : Laju Infiltrasi konstan (cm jam-1)

k : Konstanta penurunan laju infiltrasi dari kurva t : Waktu (jam)

e : Bilangan alam (2,71828)

Pengolahan data infiltrasi Horton di perlakukan dengan menggunakan pendekatan regresi linier tersebut :

ft = fc + (f₀ - fc)e-kt ft - fc = (f₀ - fc)e-kt

ln (ft - fc) = ln (f₀ - fc) –kt y = a+bx

ln (f₀ - fc) = a (f₀ - fc) = ant ln a k = b

Perhitungan jumlah air yang terinfiltrasi dilakukan dengan menghitung jumlah penurunan air selama periode waktu pengukuran dikalikan dengan luas permukaan ring bagian dalam.

F(t) =

∑∆

h . A

Dimana :

F(t) : Jumlah air yang terinfiltrasi selama waktu t (dm3) ∆h : Penurunan muka air (cm)

A : Luas permukaan ring (cm2)

Sedangkan hasil analisis laju infiltrasi konstan kemudian di kasifikasikan menurut Konhke (1968).

Tabel 3 Klasifikasi laju infiltrasi konstan menurut Kohnke

Kelas Laju Infiltrasi Konstan

(cm jam-1)

Sangat lambat < 0,1

Lambat 0,1 - 0,5

Lambat - Sedang 0,5 – 2

Sedang 2 - 6,5

Sedang – Cepat 6,5 - 12,5

Cepat 12,5 – 25

Sangat Cepat > 25

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Daerah Aliran sungai (DAS) Ciujung terletak di provinsi Banten. Terbagi menjadi sub DAS Ciujung Hulu, Ciujung Tengah, dan Ciujung Hilir. Secara geografis DAS Ciujung berbatasan dengan dengan sub DAS Cisimeut di sebelah barat, DAS Cilaman di sebelah timur, sub DAS Ciujung tengah di sebelah utara dan DAS Cimandur disebelah selatan.

DAS Ciujung memiliki luas sekitar 1850 km2 dengan panjang sungai 142 kilometer . DAS Ciujung mengalir dari sumber mata air yang berada di Gunung Endut dan Gunung Karang ke Laut Jawa dengan melewati kabupaten Lebak dan kabupaten Serang. Sub DAS Ciujung Hulu mempunyai tiga anak sungai utama yaitu sungai Ciujung Hulu, sungai Ciberang, dan sungai Cisimeut dengan pertemuan di daerah Kota Rangkasbitung.

Lokasi penelitian meliputi semua bagian DAS Ciujung yang meliputi kabupaten Bogor, Serang, Lebak, Pandeglang, dan Kota Serang. Kabupaten Bogor meliputi kecamatan Jasinga (desa Cileuksa). Kabupaten Lebak meliputi (desa Jatimulya dan Lebakgedong). Kabupaten Pandeglang meliputi Kecamatan Pandeglang Desa Sukaratu. Kabupaten Serang meliputi Kecamatan Petir Desa Kadugenep. Kota Serang meliputi Kecamatan Ciruas Desa Kaserangan. Semua lokasi penelitian memiliki topografi yang cenderung datar.

(20)

Penggunaan lahan di lokasi penelitian meliputi hutan dan kebun campuran dengan vegetasi berupa tanaman tahunan seperti Jati, Jabon, Albasia, Afrika, Rambutan, Duren dan Kelapa. Jenis tanah di lokasi penelitian sebagian besar adalah latosol. Latosol Coklat Kemerahan Banten termasuk ke dalam order (ordo) Inceptisol, suborder Udepts, greatgroup Dystrudepts, subgrup Typic Dystrudepts menurut sistem klasifikasi USDA 2010. Tanah Latosol ini terbentuk dari bahan induk tuf volkan, pada topografi berombak hingga bergunung pada ketinggian 10 - 1000 m dpl dengan vegetasi utama hutan tropis. Menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1957) tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi terjadi di bawah pengaruh curah hujan dan suhu tinggi di daerah tropik dimana gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada daerah dengan curah hujan dan suhu sedang.

Deskripsi Penggunaan Lahan

Hutan Tanaman

Hutan tanaman merupakan kawasan yang sengaja ditumbuhi oleh tanaman berkayu yang biasanya berumur lebih dari sepuluh tahun dan tanaman lainnya dengan penggunaan lahan yang tidak berubah. Lokasi penelitian dengan penggunaan lahan berupa hutan tanaman berada di lokasi Lebakgedong dan Cileuksa, yang didominasi oleh pohon Maesopsis eminii atau lebih dikenal dengan pohon Afrika dan pohon Albizia chinensis yang lebih dikenal dengan pohon Sengon dengan tutupan lantai hutan yang sangat rapat. Tanaman penutup tanah didominasi oleh semak dan rerumputan yang sangat rapat yang dapat menghasilkan bahan organik lebih tinggi dibandingkan lokasi lainnya. Hal ini menyebabkan aliran air mudah masuk ke dalam tanah dikarenakan pori yang terbentuk oleh perakaran serta aktivitas organisme tanah. Selain itu kapasitas tanah dalam menampung air akan meningkat sehingga kehilangan air akibat aliran permukaan dapat dikurangi.

(21)

Yanrilla (2001) mengemukakan bahwa laju infiltrasi hutan lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi pada penggunaan lahan semak dan lahan pertanian. Hal ini dikarenakan hutan tidak mengalami pengolahan tanah. Sehingga tidak terjadi pemadatan tanah, tanah hutan cenderung memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi, bobot isi yang lebih rendah dan struktur serta agregat tanah yang lebih stabil. Sofyan (2006) juga menyatakan bahwa laju infiltrasi tanah hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pada lahan tegalan dan lahan kebun campuran. Kandungan bahan organik dan jumlah pori makro yang tinggi menjadi faktor utama tingginya laju infiltrasi lahan hutan dibandingkan laju infiltrasi lahan tegalan maupun lahan agrofrestry.

Kebun Campuran Rapat

Kebun campuran adalah kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman dengan minimal satu jenis tanaman berkayu. Beberapa tanaman jenis lain, berupa tanaman tahunan dan atau tanaman setahun yang tumbuh sendiri maupun ditanam (Martini et al 2010). Kebun campuran rapat merupakan pengelompokkan dari dua lokasi kebun campuran dengan tingkat kerapatan pohon dan tanaman penutup tanah yang cukup rapat. Lokasi penggunaan lahan ini berada di desa Jatimulya dan Kadugenep. Adapun tanamannya terdiri dari pohon Jabon, Bambu, Kakao, Kecapi, Rambutan, Duren, dan Pisang dengan tanaman penutup tanah berupa rumput – rumputan dan tanaman Harendong. Umur tanaman pada penggunaan lahan kebun campuran rapat berkisar antara 2 – 8 tahun.

Pada kebun campuran rapat masih terjadi gangguan aktivitas manusia tetapi relatif lebih sedikit sehingga tanah tidak mengalami pemadatan yang signifikan. Dengan rapatnya tanaman menghasilkan serasah yang banyak yang mampu meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air.

Gambar 3 Penggunaan lahan kebun campuran rapat

(22)

memiliki laju infiltrasi yang berbeda pula. Dimana penggunan lahan sangat mempengaruhi besarnya laju infiltrasi.

Kebun Campuran Tidak Rapat

Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat merupakan pengelompokan dari dua kebun campuran yang tersebar di desa Kaserangan dan Sukaratu. Pengelompokkan berdasarkan pada kerapatan vegetasi dan kerapatan tanaman bawah. Tanaman yang ada di lokasi ini yaitu pohon Jati, Albasia, Kelapa, Kecapi dan Rambutan. Sedangkan tanaman penutup tanahnya berupa rerumputan dan tanaman semak seperti Harendong. Umur tanaman pada penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat berkisar antara 2 – 10 tahun.

Gambar 4 Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat

Banyaknya aktivitas manusia yang melewati kebun ini menyebabkan tanah mengalami pemadatan. Hal ini didukung dengan bahan organik yang sedikit akibat kurang rapatnya tanaman penutup tanah serta sedikitnya serasah yang dihasilkan, sehingga kemampuan tanah dalam meresapkan air sangat rendah.

Sifat Fisik Kimia Tanah

Penggunaan lahan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik sifat fisik dan kimia tanah yang berbeda pula. Penggunaan lahan berpengaruh terhadap jumlah bahan organik terkait dengan banyaknya sisa tanaman yang dapat disumbangkan melalui pelapukan batang, ranting, bunga dan daun yang jatuh ke permukaan tanah (Arsyad 2010). Bahan organik yang dihasilkan tersebut turut mempengaruhi pembentukan sifat fisik dan kimia tanah. Dari hasil análisis di laboratorium diperoleh data sifat fisik kimia tanah dilokasi penelitian dengan berbagai penggunaan lahan.

(23)

perbaikan struktur tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat mengakibatkan penurunan bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat serta ruang pori drainase lambat. Tanah dengan kandungan bahan organik yang lebih tinggi akan menghasilkan proses agregasi tanah yang lebih baik, dimana semakin baik agregasi tanah tersebut maka ruang pori total tanah juga akan semakin meningkat, sehingga air akan lebih mudah terinfiltrasi dan laju infiltrasi akan semakin tinggi (Tabel 4). Kandungan bahan organik yang tinggi juga mampu membentuk agregat - agregat tanah yang lebih stabil sehingga partikel tanah tidak mudah hancur oleh air. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4 Sifat fisik kimia tanah pada setiap penggunaan lahan

Penggunaan Lahan

Sifat - sifat tanah

C -organik (%) Kadar pasir (%) Kadar debu (%) Kadar

klei (%) ISA

Hutan Sekunder (HS) 3,9 8,9 16,3 74,9 1656,4

Kebun Campuran Rapat (KCR) 2,2 22,7 21,5 55,9 560,4

Kebun Campuran Tidak Rapat (KCTR)

1,1 24,3 42,3 33,4 262,3

Keterangan : KA : Kadar air, ISA : Indeks Stabilitas Agregat

Kelas stabilitas agregat tanah pada penggunaan lahan ketiganya tergolong sangat stabil sekali (Tabel 2). Pratiwi (2012) menyatakan bahwa semakin stabil agregat tanah semakin meningkatkan laju infiltrasi, hal ini karena tanah dengan agregat yang stabil tidak mudah hancur oleh air sehingga pori tanah tidak mudah tertutup oleh agregat tanah yang hancur, dengan begitu pori tanah tetap mudah dilewati oleh air. Agregat tanah juga memiliki peranan penting dalam menentukan jumlah dan distribusi ruang pori tanah, yang berkaitan dengan kerentanan agregat terhadap erosi angin dan air (Baver et al 1972).

Menurut Haridjadja (1980) tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir tersebut adalah pasir, debu dan klei. Gabungan dari ketiga fraksi tersebut dinyatakan dalam persen dan disebut sebagai kelas tekstur. Kelas tekstur tanah pada ketiga penggunaan lahan tersebut tergolong kedalam kelas tekstur klei. Menurut Herlina (2003) tanah dengan kandungan klei yang tinggi memiliki laju infiltrasi yang lebih lambat, terutama bila tidak memiliki agregasi yang baik. Data distribusi ruang pori dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai distribusi ruang pori pada setiap penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Distribusi ruang pori

RPT PDSC PDC PDL PPA PM

Hutan Sekunder (HS) 73,5 18,4 6,8 3,7 20,4 28,9

Kebun Campuran Rapat (KCR) 56,6 5,0 2,6 4,2 28,8 11,8

Kebun Campuran Tidak Rapat

(KCTR) 51,5 2,1 11,3 2,3 25,4 15,6

(24)

Ruang pori total (RPT) tanah merupakan bagian tanah yang ditempati oleh air dan udara (Soepardi, 1983). RPT tanah dihitung berdasarkan penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel tanah (Hiller 1971). RPT terdiri dari pori drainase (PD) atau pori makro (PM), pori air tersedia (PAT), dan pori pemegang air (PPA) atau disebut juga pori higroskopis. Pori drainase dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu (1) Pori Drainase Sangat Cepat (PDSC) adalah pori yang berukuran ≥ 300 μm dan akan kosong (tidak mengandung air) pada tekanan 10 cm (pF 1), (2) Pori Drainase Cepat (PDC) adalah pori yang berukuran antara 300-30 μm dan akan kosong antara tekanan 10 cm (pF 1) dan tekanan 100 cm (pF 2), dan (3) Pori Drainase Lambat (PDL) adalah pori yang berukuran antara 30-9 μm dan akan kosong pada tekanan 100 cm (pF 2) dan tekanan sekitar 1/3 atmosfer atau 330 cm (pF 2.54) (Sitorus et al 1981). Sedangkan Menurut Hardjowigeno (2003) pori tanah terbagi menjadi dua yaitu pori makro dan pori mikro. Dimana pori makro berisi udara atau air gravitasi, sedangkan pori mikro berisi udara serta air kapiler dan air higroskopis.

Tanah pada penggunaan lahan HT memiliki jumlah pori drainase sangat cepat (PDSC) dan pori makro (PM) yang paling tinggi dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Menurut Arsyad (2010) pori yang berukuran besar adalah pori yang paling berpengaruh untuk infiltrasi tanah. Meskipun pada HT memiliki kadar pasir dan debu yang paling sedikit namun HT memiliki agregasi tanah yang baik yang mampu mempentuk pori lebih tinggi dan lebih beragam. Foth (1984) menyatakan bahwa keadaan pori dan kandungan air merupakan faktor terpenting yang menentukan infiltrasi dan jumlah aliran permukaan. Sedangkan menurut Arsyad (2010) Asdak (2002) Mashall and Holmes (1988) tanah yang memiliki kontinuitas pori tanah yang baik akan memiliki laju infiltrasi yang cepat.

Keragaan Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses masuknya air kedalam tanah yang biasanya melalui permukaan tanah (Arsyad 2010). Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air ke dalam tanah sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum gerakan air masuk ke dalam tanah (Seyhan 1990). Laju infiltrasi bervariasi sesuai dengan penggunaan lahan. Laju infiltrasi awal tertinggi pada penggunaan lahan HT kemudian KCR dan KCTR. Begitupun laju infiltrasi pada menit ke – 15, menit ke – 30, dan laju infiltrasi konstan.

(25)

Keterangan : LG : Lebakgedong, CS : Cileuksa, KG : Kadugenep, JM : Jatimulya, KS : Kaserangan, SR : Sukaratu, Lapang : Laju infiltrasi lapang, Horton : laju infiltrasi hasil persamaan Horton.

Gambar 5 Laju infiltrasi pada setiap penggunaan lahan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

Laj u In fi ltr asi (c m jam -1) Waktu (jam)

Hutan Tanaman

LG Lapang CS Lapang LG Horton CS Horton

f = 16,8 + (44,84)e-1,520t

R2= 0,88

f = 30 + (54,66)e-3,473t

R2= 0,78

0 10 20 30 40 50 60 70

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

Laj u In fi ltr asi (c m jam -1) Waktu (jam)

Kebun Campuran Rapat

KG Lapang JM Lapang KG Horton JM Horton

f = 14,4 + (21,20)e-1,389t

R2= 0,67

f = 12 + (15,565)e-1,210t

R2= 0,74

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60

Laj u In fi ltr asi (c m jam -1) Waktu (jam)

Kebun Campuran Tidak Rapat

SR Lapang KS Lapang SR Horton KS Horton

f= 9,6 + (16,41)e-3,252t

R2 = 0,50

f = 2,4 + (3,86)e-1,270t

(26)

Pada penggunaan lahan KCR dan KCTR memiliki laju infiltrasi lebih rendah karena kerapatan tanaman penutup tanah yang semakin berkurang, hal ini menyebabkan air hujan lebih cepat bahkan langsung mengenai permukaan tanah, sehingga menyebabkan pemadatan tanah dan aliran permukaan yang lebih besar. Hal ini terjadi karena tertutupnya pori – pori pada agregat tanah oleh butir primer tanah yang terdispersi karena pukulan butir hujan. Oleh karena itu agar tanah tetap memiliki laju infiltrasi yang baik maka sebaiknya tanah tetap dalam kondisi tertutup vegetasi sehingga air mudah meresap kedalam tanah dan mampu meningkatkan cadangan air bawah tanah, serta turut mencegah banjir pada musim hujan dan kekeringan dimusim kemarau.

Kurva infiltrasi di atas dibuat dari penggabungan antara kurva infiltrasi lapang dan kurva hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan Horton. Dari gambar kurva tersebut terlihat bahwa laju infiltrasi hasil analisis dengan model Horton memiliki korelasi yang positif dengan laju infiltrasi lapang. Hal ini terlihat dari nilai R2 yang bervariasi dan lebih besar atau sama dengan 0,5. Oleh karena itu model Horton sesuai digunakan untuk memprediksi laju infiltrasi tanah pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT), kebun campuran rapat (KCR) dan kebun campuran tidak rapat (KCTR) di DAS Ciujung. Dari kurva hasil perhitungan Horton yang diperoleh menunjukkan bahwa laju infiltrasi Horton tidak jauh berbeda dengan laju infiltrasi di lapangan.

Namun pada penggunaan lahan KCTR memiliki nilai R2 yang paling rendah dibandingkan dengan HT dan KCR khususnya di desa Sukaratu. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan lahan KCTR memiliki nilai indeks stabilitas agregat paling rendah sehingga partikel tanah mudah hancur ketika terkena air, hancuran tanah tersebut menyebabkan terjadinya penyumbatan pori tanah sehingga laju infiltrasi di lapangan lebih berfluktuatif dan tidak stabil.

Menurut klasifikasi Kohnke (1968) laju infiltrasi konstan pada HT dan KCR termasuk kedalam kelas cepat. Pada KCTR laju infiltrasi konstan termasuk kelas sedang hingga cepat. Dari ketiga penggunaan lahan tersebut terlihat bahwa HT memiliki laju infiltrasi yang paling tinggi dari awal (75 cm jam-1) hingga konstan (23,4 cm jam-1) dan paling stabil dibandingkan dengan KCR dan KCTR.

Pada penggunaan lahan KCR terlihat laju infiltrasi konstan lebih tinggi daripada KCTR. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks stabilitas agregat (ISA), dimana pada KCR memiliki nilai ISA yang lebih tinggi (560,4) dibandingkan pada KCTR (262,3). Semakin stabil agregat tanah akan menghasilkan kontinyuitas pori yang stabil pula dimana pori tanah tidak mudah hancur dan tertutup oleh tanah sehingga kapasitas infiltrasi tanah menjadi lebih besar.

Laju Infiltrasi Awal

Laju infiltrasi awal (t = 0.016 jam) tertinggi pada penggunaan lahan HT. Meskipun memiliki kadar air awal yang lebih tinggi (67,3%) dibandingkan penggunaan lahan lainnya tetapi HT memiliki porositas (73,5%) serta pori makro (24,3%) yang lebih tinggi sehingga mempermudah air masuk kedalam tanah. Arsyad (2010) mengemukakan bahwa selain dipengaruhi oleh kelembaban tanah laju infiltrasi juga turut dipengaruhi oleh ukuran pori tanah, dimana semakin besar ukuran pori maka air akan mudah masuk kedalam tanah.

(27)

pada KCR dan KCTR yaitu kadar air tanah awal. KCR memiliki kadar air tanah awal yang lebih rendah (43,05%) dibandingkan dengan KCTR (47,85%). Kadar air tanah awal yang rendah dapat menyebabkan hisapan matriks yang menyebabkan air akan masuk ke dalam tanah lebih cepat atau lebih banyak, sehingga tanah – tanah yang lebih kering memiliki kemampuan menarik dan memasukkan air lebih besar (Arstad 2010). Sedangkan PDSC mampu mempercepat laju infiltrasi karena memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga lebih mudah dilalui air. Grafik laju infiltrasi awal dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan

Berdasarkan hasil análisis ANOVA menunjukkan bahwa laju infiltrasi awal tidak berbeda nyata pada penggunaan lahan HT dan KCR, sedangkan HT dengan KCTR memiliki nilai yang berbeda nyata , begitupun dengan KCR dan KCTR memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada taraf (p<0,05).

Laju Infiltrasi Menit Ke – 15 dan Menit Ke - 30

Berdasarkan data laju infiltrasi pada menit ke – 15 pada penggunaan lahan HT memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya, disusul oleh KCR kemudian KCTR. Hal ini karena laju infiltrasi pada menit ke – 15 masih dipengaruhi oleh jumlah pori makro yang belum seluruhnya terisi air sehingga laju infiltrasi masih sangat cepat. Laju infiltrasi pada menit ke – 15 nyata dipengaruhi jumlah pori makro khususnya pori drainase sangat cepat (PDSC). Hal ini karena pori drainase sangat cepat (PDSC) memiliki ukuran pori besar yang mempermudah air masuk kedalam tanah. Serta sangat nyata dipengaruhi oleh laju infiltrasi awal, dimana semakin tinggi laju infiltrasi awal maka laju infiltrasi pada menit ke 15 juga akan tinggi.

Demikian juga laju infiltrasi pada menit ke – 30 dimana penggunaan lahan HT memiliki laju infiltrasi yang paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Hal ini karena HT memiliki ruang pori total (RPT) dan pori drainase sangat cepat (PDSC) yang lebih tinggi daripada KCR dan KCTR sehingga tanah pada HT mampu meresapkan air lebih banyak dibandingkan dengan KCR dan KCTR. Hal ini sesuai dengan analisis statistik dimana laju infiltrasi pada menit ke – 30 juga sangat nyata dipengaruhi oleh pori drainase sangat cepat (PDSC). Grafik laju infiltrasi pada menit ke – 15 dan menit ke – 30 dapat di lihat pada Gambar 7.

75 a 45 ab 24 b 0 10 20 30 40 50 60 70 80

(28)

Gambar 7 Laju infiltrasi menit ke – 15 dan menit ke - 30 pada setiap penggunaan lahan

Laju infiltrasi pada menit ke-15 dan menit ke – 30 juga nyata dipengaruhi oleh sifat fisik kimia tanah lainnya yaitu, kadar C-organik, ruang pori total (RPT), dan indeks stabilitas agregat (ISA). Semakin tinggi C-organik tanah maka aktivitas perakaran serta organisme tanah akan semakin meningkat. Aktivitas tersebut mampu meningkatkan pori tanah sehingga daya jerap tanah dan kemampuan tanah dalam melalukan air akan lebih cepat. Sedangkan nilai indeks stabilitas agregat (ISA) yang tinggi menandakan bahwa tanah memiliki agregat yang stabil yang menyebabkan tanah tidak mudah hancur ketika terkena air, sehingga tidak terjadi penyumbatan pori akibat hancurnya agregat tanah. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Analisi statistika antara laju infiltrasi menit ke - 15 dan menit ke - 30 dengan sifat - sifat tanah

Variabel terikat Variabel bebas R R2 P y

Laju Infiltrasi menit ke - 15

(cm jam-1)

RPT 0,63 0,40 0,0378 y = -72.27 + 1.58*x

C – Organik (%) 0,77 0,59 0,0056 y = -11.94 + 14.91*x

ISA 0,68 0,47 0,0204 y = -1.69 + 0.03*x

PDSC 0,82 0,68 0,0018 y = 4.67 + 2.62*x

Pori makro 0,66 0,43 0,0278 y = -12.46 + 2.04*x

Laju Infiltrasi menit ke – 30 (cm jam-1)

RPT 0,60 0,36 0,053 y = -43.84 + 1.01*x

C – Organik (%) 0,74 0,55 0,0094 y = -5.62 + 9.67*x

ISA 0,64 0,41 0,0342 y = 1.39 + 0.02*x

PDSC 0,76 0,58 0,0065 y = 5.55 + 1.63*x Keterangan : RPT : Ruang pori total, ISA : Indeks stabilitas agregat, PDSC : Pori drainase sangat cepat.

Dari hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada menit ke – 15 dan menit ke - 30 pada penggunaan HT tidak berbeda nyata dengan KCR namun berbeda nyata dengan KCTR. Tabel pada Lampiran.

51 a 23 ab 14 b 34 a 21 ab 7,2 b 0 10 20 30 40 50 60

Hutan Tanaman Kebun Campuran Rapat Kebun Campuran Tidak Rapat Laj u In fi ltr asi (c m jam -1)

(29)

Laju Infiltrasi Konstan

Laju infiltrasi konstan disebut juga kapasitas infiltrasi yaitu laju maksimum infiltrasi pada suatu tanah (Arsyad 2010). Hasil análisis laju infiltrasi konstan pada penggunaan lahan HT memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada KCR dan KCTR, diikuti oleh KCR dan KCTR. Menurut klasifikasi Kohnke (1968) pada HT dan KCR memiliki laju infiltrasi konstan yang tergolong cepat sedangkan pada KCTR tergolong sedang sampai cepat. Adapun data laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Laju infiltrasi konstan rata – rata pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan Lahan Laju Infiltrasi

Konstan (cm jam-1) Kelas Infiltrasi

Hutan Tanaman (HT) 23,4 a Cepat

Kebun Campuran Rapat (KCR) 13,2 a Cepat

Kebun Campuran Tidak Rapat (KCTR) 6,0 a Sedang – cepat Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada (p<0,05).

Tanah kering akan memiliki daya hisap air yang lebih tinggi dibandingkan tanah yang lembab (Arsyad 2010). Pada saat laju infiltrasi telah konstan kondisi tanah sudah sangat lembab sehingga laju infiltrasi lebih dipengaruhi oleh ruang pori tanah dan indeks stabilitas agregat (ISA). Adapun grafik laju infiltrasi konstan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan

Sifat fisik kimia yang nyata mempengaruhi laju infiltrasi konstan adalah kadar C-organik, indeks stabilitas agregat (ISA), ruang pori tanah, kadar pasir dan debu, serta kadar klei. Laju infiltrasi konstan dengan C – organik, indeks stabilitas agregat (ISA), ruang pori total (RPT) dan kadar klei memiliki korelasi yang positif, semakin tinggi C-organik akan meningkatkan agregasi oleh aktivitas perakaran dan organisme tanah yang akhirnya akan menghasilkan ruang pori tanah yang semakin tinggi sehingga mempermudah masuknya air ke dalam tanah. Pengaruh klei pada laju infiltrasi konstan terjadi karena pada saat laju infiltrasi telah konstan pori berukuran besar telah jenuh air sehingga air yang masuk kedalam tanah akan mengisi pori yang berukuran mikro yang terdapat diantara

23,4 a 13,2 a 6,0 a 0 5 10 15 20 25

(30)
[image:30.595.82.489.141.285.2]

partikel klei. Laju infiltrasi konstan pada setiap penggunaan lahan tidak memiliki nilai yang berbeda nyata. Hasil analisis regresi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Analisis statistik antara laju infiltrasi konstan dan sifat - sifat tanah

Variabel terikat Variabel bebas R R2 P y

Laju Infiltrasi konstan (cm jam-1)

RPT 0,72 0,51 0,0131 y = -34.11 + 0.75*x

C – Organik (%) 0,66 0,44 0,0262 y = -1.88 + 5.31*x

Kadar Pasir Debu (%) -0,80 0,63 0,0033 y = 31.11 - 0.45*x

Kadar Klei (%) 0,80 0,63 0,0033 y = -13.51 + 0.45*x

PDSC 0,84 0,70 0,0014 y = 2.99 + 1.10*x

PDSC + PDC 0,61 0,37 0,0462 y = -0.49 + 0.77*x

Pori makro 0,73 0,54 0,01 y = 1.61 + 0.53*x Keterangan : RPT : Ruang pori total PDSC : Pori drainase sangat cepat, PDC : Pori drainase cepat

Volume Air Infiltrasi setelah Satu Jam

Volume air yang dapat masuk kedalam tanah sangat ditentukan oleh kapasitas infiltrasi tanahnya. Semakin tinggi kapasitas infiltrasi tanah maka volume air yang masuk kedalam tanah akan lebih banyak sehingga mengurangi terjadinya aliran permukaan (Seyhan 1990). Keragaan volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan Lahan

Volume Infiltrasi setelah

Satu Jam (dm3)

Laju Infiltrasi Konstan (cm jam-1)

Hutan Tanaman (HT) 6,8 a 23,4 a

Kebun Campuran Rapat (KCR) 3,66 b 13,2 a

Kebun Campuran Tidak Rapat (KCTR) 2,48 b 6,0 a

Keterangan : Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada (p<0,05).

Volume air yang terinfiltrasi setelah satu jam pada penggunaan lahan HT paling tinggi dibandingkan KCR dan KCTR. Hal ini menunjukkan HT selain memiliki ruang pori total (RPT) dan pori makro (PM) paling tinggi juga memiliki indeks stabilitas agregat (ISA) yang paling stabil, dimana semakin stabil agregat tanah maka tanah tidak akan mudah hancur oleh air dan hancuran partikel tanah tersebut tidak menyumbat pori yang dilalui oleh air, sehingga air akan lebih mudah dan lebih banyak yang masuk kedalam tanah.

(31)
[image:31.595.142.451.131.269.2]

tanah. Adapun grafik perbedaan volume infiltrasi pada setiap penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Volume air terinfiltrasi pada berbagai penggunaan lahan Hasil analisis statistik dapat di lihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Analisis statistik antara volume infiltrasi dengan sifat - sifat tanah Variabel

terikat Variabel bebas R R2 P y

Volume Infiltrasi (dm3)

RPT 0,64 0,41 0,0345 y = -11787.56+ 265.59*x % C - Organik 0,73 0,54 0,0101 y = -1377.30 + 2345.29*x % Pasir Debu -0,61 0,37 0,0467 y = 10285.72 - 135.87*x % Klei 0,61 0,37 0,0467 y = -3301.04 + 135.87*x ISA 0,64 0,41 0,0351 y = 316.16 + 4.05*x PDSC + PDC 0,77 0,59 0,0057 y = 1292.50 + 404.06*x Laju Infl. Konstan 0,86 0,73 0,0008 y = 454.32 + 340.58*x

Keterangan : RPT : Ruang pori total, ISA : Indeks stabilitas agregat, PDSC : Pori drainase sangat cepat, PDC : Pori drainase cepat.

Sedangkan hubungan kadar klei dengan volume air yang terinfiltrasi adalah klei memiliki ukuran yang sangat kecil, maka semakin banyak klei luas permukaan akan semakin besar sehingga daya menahan air menjadi lebih besar, berbeda dengan kadar pasir dan debu yang memiliki korelasi negatif dengan volume infiltrasi. Hasil tersebut didukung oleh Hardjowigeno (1995), tanah-tanah bertekstur pasir mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus karena tanah yang bertekstur pasir butir-butirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil. Tanah-tanah bertekstur klei karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air tinggi. Menurut Rachman et al (2013) tanah – tanah bertekstur halus (klei) memiliki kandungan air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar (pasir, debu). Hal ini berhubungan dengan luas permukaan dan kemampuan klei dalam menjerap serta mengikat air yang lebih besar dibandingkan partikel debu dan pasir.

Hasil análisis ANOVA menunjukkan bahwa penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap volume infiltrasi pada taraf (p<0.05). Volume infiltrasi pada

6,8 a 3,66 b 2,48 b 0 1 2 3 4 5 6 7 8

[image:31.595.108.514.343.489.2]
(32)

penggunaan lahan HT berbeda nyata dengan KCR pada taraf (p<0,05%). Sedangkan KCR dan KCTR memiliki nilai volume infiltrasi yang tidak berbeda nyata pada taraf (p<0,05).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Laju infiltrasi sangat nyata dipengaruhi oleh penggunaan lahan.

 Laju infiltrasi tertinggi pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT) dan terendah pada kebun campuran tidak rapat (KCTR).

 Laju infiltrasi konstan tergolong cepat pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT) dan kebun campuran rapat (KCR) dan tergolong sedang hingga cepat pada kebun campuran tidak rapat (KCTR).

 Volume air terinfiltrasi setelah satu jam tertinggi pada penggunaan lahan hutan tanaman (HT) (6,80 dm3) dan terendah pada kebun campuran tidak rapat (KCTR) (2,48 dm3).

2 Laju infiltrasi juga dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan sifat lainnya seperti kandungan bahan organik, indeks stabilitas agregat, ruang pori tanah, tekstur, dan pori makro.

3. Laju infiltrasi Horton dapat digunakan untuk memprediksi laju infiltrasi tanah pada penggunaan lahan hutan tanaman, kebun campuran rapat dan kebun campuran tidak rapat di DAS Ciujung.

Saran

Perlu dilakukan upaya pengelolaan tanah dengan kaidah konservasi seperti menjaga agar tanah tetap tertutup oleh vegetasi baik tanaman tahunan seperti pada hutan tanaman dan kebun campuran rapat, rumput maupun semak khususnya pada kebun campuran tidak rapat. Selain itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan sisa – sisa tanaman yang ada sebagai sumber bahan organik. Hal tersebut guna meningkatkan laju infiltrasi tanah serta meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air, sehingga mampu meningkatkan cadangan air tanah dan mencegah terjadinya kekeringan pada musim hujan dan banjir dalam musim hujan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): IPB Press.

Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.

Baver LD, WH Gardner, and WR Gardner. 1972. Soil Physics. London (GB) Sidney (AU) and Toronto (US): John Willey and Sons Inc.

(33)

Foth H. 1984. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Volume ke – 6. Soegiman, penerjemah. Jakarta (ID): PT Bhatara Karya Aksara. Terjemahan dari : Fundamentals of Soil Science.

Haridjaja O, K Murtilaksono, Sudarmo, dan LM Rachman. 1990. Hidrologi Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press.

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademikan Presindo.

Herlina SE.2003. Hubungan antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan pF dan Permeabilitas Pada Tanah Latosol Dramaga Bogor [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Hiller D. Soil and Water. 1971. Physical Prinsiples and Process. New York (US) – London (GB): Academic Press.

Kohnke, H. and A. R. Bertrand. 1959. Soil Conservation. New York (US): McGraw-Hill Book Co Inc.

Rachman LM, Enni DW, Kamir RB, Wahyu P,Kukuh M. 2013. Fisika Tanah Dasar. Bogor (ID): DITSL, IPB.

Lee R. 1980. Forest Hydrology. S. Subagio, penerjemah. S. Prawirohatmojo, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Marshall and Holmes. 1988. Soil Physics 2nd ed. xii + 374 pp. Cambrige. New York (US). Port Chester. Melbourne. Sydney (AU) : Cambridge University Press.

Martini EH, L Tata, E Mulyautami, J Tarigan, S Subekti. 2010. Membangun Kebun Campuran. Bogor (ID): World Agroforestry Centre.

Pratiwi H. 2012. Kajian Pengelolaan Aliran Permukaan di Arboretum Tol Jagorawi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Seyhan E. 1990. Dasar – Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Sitorus SRP, Haridjaja O, dan Brata KR. 1981. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Faperta IPB.

Soepardi G.1983. sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press. Sofyan M. 2006. Pengaruh berbagai penggunaan lahan terhadap laju infiltrasi

tanah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(34)

Lampiran 1 Langkah kerja pendugaan BI dan BJP menggunakan Three Phase Meter

1. Timbang contoh tanah beserta ring.

2. Masukkan beban 30 cm3, 50 cm3, atau keduanya kedalam ring kemudian masukkan ke dalam Three Phase Meter lalu tutup.

3. Mulai melakukan kalibrasi dengan menggeser tombol “on” pada pressure gauge.

4. Putar katup ke arah “open” lalu diamkan selama 5 detik, kemudian “close”. 5. kemudian putar volume hingga sesuai dengan volume beban yang

dimasukan ke dalam Three Phase Mater.

6. Lihat nilai tekanan yang diperoleh pada pressure gauge.

7. Lakukan beberapa kali hingga nilai tekanan yang diperoleh sama. 8. Masukkan contoh tanah utuh + ring kedalam Three Phase Mater. 9. Tekan tombol “on” pada pressure gauge.

10.Putar katup ke arah “open” lalu diamkan selama 5 detik, kemudian “close” kembali.

11.Putar volume searah jarum jam hingga angka pada pressure gauge menentukan tekanan yang telah di tentukan pada saat kalibrasi.

12.Lakukan beberapa kali hingga diperoleh beberapa nilai volume, lebih baik apabila nilai volume yang diperoleh konstan atau tetap pada angka yang sama, apabila berbeda maka nilai volume harus di rata – ratakan.

13.Setelah selesai oven tanah beserta ring selama 4x24 jam hingga kering mutlak.

Contoh perhitungan bobot isi (BI) dan bobot jenis partikel (BJP) : Volume total hasil dari Three Phase Mater = 84,5 cm3

BKU : 151,5 gram Bobot air: BKU – BKM = 151,5 – 103,2 = 48,3 BKM : 103,2 gram

Volume air : Bobot air x bobot jenis air = 48,3 x 1 = 48,3

Volume padatan : Volume total – Volume air = 84,5 – 48,3 = 36,2 BI = BKM/Volume total tanah BJP = BKM/Volume padatan

= 103,2/84,5 = 103,2/36,2

= 1,22 g cm-3 = 2,85

Lampiran 2 Keragaan infiltrasi pada setiap lokasi penelitian

Penggunaan

Lahan Lokasi

Laju Infiltrasi

awal (cm jam-1)

Laju infiltrasi menit ke -

15 (cm jam-1)

Laju infiltrasi menit ke -

30 (cm jam-1)

Laju infiltrasi

konstan (cm jam-1)

Volume infiltrasi (dm3)

Hutan Tanaman (HT)

Lebak

gedong 72 44 34 16,8 6,10

Cileuksa 78 58 34 30 6,80

Kebun Campuran Rapat (KCR)

Jatimulya 60 24 24 14,4 4,02

Kadugenep 30 22 18 12 3,30

Kebun Campuran Tidak Rapat (KCTR)

Sukalaksana 90 24 8 6 3,20

(35)

Lampiran 3 Sifat fisik kimia tanah pada setiap lokasi penelitian

Penggunaan

Lahan Lokasi

Sifat – sifat tanah KA

awal (% v/v)

RPT C-organik (%)

Kadar pasir

(%)

Kadar klei (%)

Kadar debu

(%)

ISA PDC PDSC PDL PPA PM PAT

Hutan Tanaman (HT)

Lebakgedong 75,9 72,7 4,1 13,9 65,7 20,3 1938,7 6,9 16,8 2,8 19,0 26,5 27,3

Cileuksa 58,8 74,2 3,7 3,8 84,0 12,2 1374,2 6,7 20,0 4,7 21,8 31,3 21,0

Rataan 67,3 73,5 3,9 8,9 74,9 16,3 1656,4 6,8 18,4 3,7 20,4 28,9 24,2

Kebun Campuran Rapat (KCR)

Jatimulya 46,4 53,6 1,3 24,3 59,9 15,8 285,0 2,1 2,0 6,6 38,2 10,7 4,8

Kadugenep 39,7 59,6 3,1 21,0 51,8 27,1 835,8 3,1 7,9 1,8 19,5 12,8 27,3

Rataan 43,1 56,6 2,2 22,7 55,9 21,5 560,4 2,6 5,0 4,2 28,8 11,8 16,0

Kebun Campuran Tidak Rapat

(KCTR)

Sukaratu 59,2 55,9 1,2 13,5 55,5 31,0 296,8 11,5 3,5 2,8 35,3 17,8 2,8

Kaserangan 36,5 47,2 1,0 35,1 29,2 35,8 227,8 11,1 0,6 1,7 15,6 13,4 18,1

Rataan 47,9 51,5 1,1 24,3 42,3 33,4 262,3 11,3 2,1 2,3 25,4 15,6 10,5

(36)

Lampiran 4 Data pengukuran infiltrasi di Desa Kaserangan

t dh f

(cm/jam)

t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

1 0,2 12 0,02 2,4 9,6 2,262 1,351 3,861 6,180

1 0,1 6 0,03 2,4 3,6 1,281 6,101

1 0,1 6 0,05 2,4 3,6 1,281 6,024

1 0,1 6 0,08 2,4 3,6 1,281 5,874

1 0,1 6 0,10 2,4 3,6 1,281 5,801

3 0,2 4 0,15 2,4 1,6 0,470 5,592

3 0,2 4 0,40 2,4 1,6 0,470 4,723

5 0,3 3,6 0,70 2,4 1,2 0,182 3,987

5 0,2 2,4 0,78 2,4 0 3,828

5 0,2 2,4 0,87 2,4 0 3,684

5 0,2 2,4 1,03 2,4 0 3,439

5 0,2 2,4 1,12 2,4 0 3,335

5 0,3 3,6 1,20 2,4 1,2 0,182 3,241

5 0,2 2,4 1,28 2,4 0 3,157

5 0,2 2,4 1,37 2,4 0 3,081

Lampiran 5 Data pengukuran infiltrasi di Desa Sukaratu

t dh f

(cm/jam) t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

1.0 0.6 36.0 0.02 9.6 26.4 3.273 2.798 16.412 25.146

1.0 0.5 30.0 0.03 9.6 20.4 3.016 24.326

1.0 0.8 48.0 0.05 9.6 38.4 3.648 23.549

1.0 0.5 30.0 0.07 9.6 20.4 3.016 22.813

1.0 0.3 18.0 0.08 9.6 8.4 2.128 22.116

1.0 0.2 12.0 0.10 9.6 2.4 0.875 21.456

1.0 0.3 18.0 0.12 9.6 8.4 2.128 20.830

1.0 0.3 18.0 0.13 9.6 8.4 2.128 20.238

1.0 0.3 18.0 0.15 9.6 8.4 2.128 19.676

1.0 0.5 30.0 0.17 9.6 20.4 3.016 19.145

1.0 0.4 24.0 0.18 9.6 14.4 2.667 18.641

1.0 0.2 12.0 0.20 9.6 2.4 0.875 18.164

1.0 0.7 42.0 0.22 9.6 32.4 3.478 17.712

1.0 0.4 24.0 0.23 9.6 14.4 2.667 17.284

1.0 0.4 24.0 0.27 9.6 14.4 2.667 16.495

1.0 0.2 12.0 0.28 9.6 2.4 0.875 16.131

1.0 0.2 12.0 0.30 9.6 2.4 0.875 15.787

1.0 0.2 12.0 0.32 9.6 2.4 0.875 15.460

(37)

t dh f (cm/jam)

t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

1.0 0.2 12.0 0.35 9.6 2.4 0.875 2.798 16.412 14.858

3.0 1.3 26.0 0.40 9.6 16.4 2.797 14.069

3.0 0.9 18.0 0.45 9.6 8.4 2.128 13.398

3.0 0.6 12.0 0.50 9.6 2.4 0.875 12.828

3.0 0.6 12.0 0.55 9.6 2.4 0.875 12.344

3.0 0.6 12.0 0.60 9.6 2.4 0.875 11.932

3.0 0.6 12.0 0.65 9.6 2.4 0.875 11.582

3.0 0.6 12.0 0.70 9.6 2.4 0.875 11.285

5.0 0.9 10.8 0.78 9.6 1.2 0.182 10.885

5.0 0.8 9.6 0.87 9.6 0.0 10.580

5.0 0.8 9.6 1.03 9.6 0.0 10.170

5.0 0.8 9.6 1.12 9.6 0.0 10.035

5.0 0.8 9.6 1.20 9.6 0.0 9.931

5.0 0.8 9.6 1.28 9.6 0.0 9.853

5.0 0.8 9.6 1.37 9.6 0.0 9.793

Lampiran 6 Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Jatimulya

t dh f

(cm/jam) t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

1 1 60 0.02 14.4 45.6 3.820 3.054 21.20 35.115

1 0.8 48 0.03 14.4 33.6 3.515 34.641

1 0.7 42 0.05 14.4 27.6 3.318 34.178

1 0.7 42 0.07 14.4 27.6 3.318 33.725

1 0.6 36 0.08 14.4 21.6 3.073 33.283

1 0.5 30 0.10 14.4 15.6 2.747 32.851

1 0.7 42 0.12 14.4 27.6 3.318 32.428

1 0.7 42 0.13 14.4 27.6 3.318 32.016

1 0.5 30 0.15 14.4 15.6 2.747 31.613

1 0.6 36 0.17 14.4 21.6 3.073 31.219

1 0.6 36 0.18 14.4 21.6 3.073 30.834

1 0.6 36 0.20 14.4 21.6 3.073 30.458

1 0.3 18 0.22 14.4 3.6 1.281 30.090

1 0.4 24 0.23 14.4 9.6 2.262 29.731

1 0.4 24 0.25 14.4 9.6 2.262 29.380

1 0.4 24 0.27 14.4 9.6 2.262 29.038

1 0.4 24 0.28 14.4 9.6 2.262 28.703

1 0.7 42 0.30 14.4 27.6 3.318 28.375

1 0.4 24 0.32 14.4 9.6 2.262 28.056

(38)

t dh f (cm/jam)

t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

3 1.5 30 0.38 14.4 15.6 2.747 3.054 21.200 26.848

3 1.1 22 0.43 14.4 7.6 2.028 26.013

3 1.4 28 0.48 14.4 13.6 2.610 25.234

3 1.1 22 0.58 14.4 7.6 2.028 23.829

3 0.9 18 0.63 14.4 3.6 1.281 23.196

3 1.2 24 0.68 14.4 9.6 2.262 22.606

3 1.2 24 0.73 14.4 9.6 2.262 22.055

3 1 20 0.78 14.4 5.6 1.723 21.542

3 0.9 18 0.83 14.4 3.6 1.281 21.063

3 1 20 0.88 14.4 5.6 1.723 20.616

3 1 20 0.93 14.4 5.6 1.723 20.198

3 1.2 24 0.98 14.4 9.6 2.262 19.809

3 1 20 1.03 14.4 5.6 1.723 19.447

3 1 20 1.08 14.4 5.6 1.723 19.108

5 1.4 16.8 1.17 14.4 2.4 0.875 18.593

5 1.8 21.6 1.33 14.4 7.2 1.974 17.727

5 1.7 20.4 1.42 14.4 6 1.792 17.363

5 1.3 15.6 1.50 14.4 1.2 0.182 17.039

5 1.5 18 1.58 14.4 3.6 1.281 16.751

5 1.2 14.4 1.67 14.4 0 16.494

5 1.2 14.4 1.75 14.4 0 16.265

5 1.2 14.4 1.83 14.4 0 16.061

5 1.2 14.4 1.92 14.4 0 15.880

Lampiran 7 Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Kadugenep

t dh f

(cm/jam) t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc

ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

1 0.5 30 0.02 12 18 2.890 2.745 15.565 27.254

1 0.5 30 0.03 12 18 2.890 26.949

1 0.4 24 0.05 12 12 2.485 26.651

1 0.4 24 0.07 12 12 2.485 26.358

1 0.4 24 0.08 12 12 2.485 26.072

1 0.5 30 0.10 12 18 2.890 25.791

1 0.5 30 0.12 12 18 2.890 25.515

1 0.5 30 0.13 12 18 2.890 25.246

1 0.4 24 0.15 12 12 2.485 24.981

1 0.4 24 0.17 12 12 2.485 24.722

1 0.4 24 0.18 12 12 2.485 24.468

1 0.4 24 0.20 12 12 2.485 24.219

(39)

t dh f (cm/jam)

t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc

ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

3 1 20 0.32 12 8 2.079 2.745 15.565 22.610

3 1.5 30 0.37 12 18 2.890 21.987

3 0.9 18 0.42 12 6 1.792 21.401

3 0.9 18 0.52 12 6 1.792 20.330

3 0.9 18 0.57 12 6 1.792 19.841

3 1 20 0.62 12 8 2.079 19.380

3 0.9 18 0.67 12 6 1.792 18.947

5 1.6 19.2 0.75 12 7.2 1.974 18.281

5 2.1 25.2 0.83 12 13.2 2.580 17.678

5 1.5 18 0.92 12 6 1.792 17.134

5 1.5 18 1.00 12 6 1.792 16.641

5 1.2 14.4 1.08 12 2.4 0.875 16.196

5 1 12 1.17 12 0 15.794

5 1 12 1.25 12 0 15.430

5 1 12 1.33 12 0 15.101

5 1 12 1.42 12 0 14.803

5 1 12 1.50 12 0 14.535

Lampiran 8 Data pengukuran laju infiltrasi lapang di Desa Lebakgedong

t dh f

(cm/jam) t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

1 1.2 72 0.02 16.8 55.2 4.011 3.803 44.835 60.514

1 1.4 84 0.03 16.8 67.2 4.208 59.420

1 1 60 0.05 16.8 43.2 3.766 58.354

1 1.1 66 0.07 16.8 49.2 3.896 57.315

1 1.1 66 0.08 16.8 49.2 3.896 56.301

1 1 60 0.10 16.8 43.2 3.766 55.313

1 1 60 0.12 16.8 43.2 3.766 54.350

1 0.9 54 0.13 16.8 37.2 3.616 53.410

1 1 60 0.15 16.8 43.2 3.766 52.495

1 0.9 54 0.17 16.8 37.2 3.616 51.602

3 2.4 48 0.22 16.8 31.2 3.440 49.055

3 2.2 44 0.27 16.8 27.2 3.303 46.694

3 2 40 0.32 16.8 23.2 3.144 44.506

3 1.7 34 0.37 16.8 17.2 2.845 42.479

3 1.4 28 0.42 16.8 11.2 2.416 40.599

3 1.4 28 0.47 16.8 11.2 2.416 38.858

3 1.7 34 0.52 16.8 17.2 2.845 37.243

3 1.5 30 0.57 16.8 13.2 2.580 35.747

3 1.5 30 0.62 16.8 13.2 2.580 34.361

(40)

t dh f (cm/jam)

t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

3 1.5 30 0.77 16.8 13.2 2.580 3.803 44.835 30.781

5 2.6 31.2 0.85 16.8 14.4 2.667 29.117

5 2.8 33.6 1.02 16.8 16.8 2.821 26.361

5 2.2 26.4 1.10 16.8 9.6 2.262 25.223

5 2.3 27.6 1.18 16.8 10.8 2.380 24.221

5 2 24 1.27 16.8 7.2 1.974 23.338

5 1.8 21.6 1.35 16.8 4.8 1.569 22.560

5 1.8 21.6 1.43 16.8 4.8 1.569 21.875

5 1.7 20.4 1.52 16.8 3.6 1.281 21.271

5 1.4 16.8 1.60 16.8 0 20.739

5 1.4 16.8 1.68 16.8 0 20.271

5 1.4 16.8 1.77 16.8 0 19.858

5 1.4 16.8 1.93 16.8 0 19.173

5 1.4 16.8 2.02 16.8 0 18.891

Lampiran 9 Data pengukuran laju infiltrasi di Desa Cileuksa

t dh f

(cm/jam) t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

1 1.3 78 0.02 30 48 3.871 4.001 54.653 81.579

1 1.3 78 0.03 30 48 3.871 78.678

1 1.5 90 0.05 30 60 4.094 75.941

1 1 60 0.07 30 30 3.401 73.357

1 1.2 72 0.08 30 42 3.738 70.918

1 1.2 72 0.10 30 42 3.738 68.617

1 0.5 30 0.12 30 0 66.445

1 1 60 0.13 30 30 3.401 64.396

1 1 60 0.15 30 30 3.401 62.461

1 1 60 0.17 30 30 3.401 60.636

1 1 60 0.18 30 30 3.401 58.913

1 1 60 0.20 30 30 3.401 57.287

3 2.9 58 0.25 30 28 3.332 52.937

3 2.8 56 0.30 30 26 3.258 49.281

3 2.2 44 0.35 30 14 2.639 46.207

3 2.5 50 0.40 30 20 2.996 43.624

3 2.2 44 0.45 30 14 2.639 41.452

3 1.8 36 0.55 30 6 1.792 38.092

3 1.7 34 0.50 30 4 1.386 39.626

3 1.9 38 0.60 30 8 2.079 36.802

3 1.8 36 0.65 30 6 1.792 35.718

3 1.8 36 0.70 30 6 1.792 34.806

(41)

t dh f (cm/jam)

t (jam)

fc

(cm/jam) f - fc ln(f-fc) k fo - fc

f model (cm/jam)

5 2.5 30 1.03 30 0 4.001 54.653 31.510

5 2.5 30 1.20 30 0 30.847

5 2.5 30 1.28 30 0 30.634

Lampiran 10 Analisis ANOVA keragaan infiltrasi pada setiap penggunaan lahan

Parameter Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F Nilai P

Laju Infl. Awal

Antara Grup 2628.000 2 1314.000 5.214 .106

Dalam Grup 756.000 3 252.000

Total 3384.000 5

Laju Infl. Menit - 15

Antara Grup 1489.333 2 744.667 7.447 .069

Dalam Grup 300.000 3 100.000

Total 1789.333 5

Laju Infl. Menit - 30

Antara Grup 718.453 2 359.227 16.818 .023

Dalam Grup 64.080 3 21.360

Total 782.533 5

Laju Infl. Konstan

Antara Grup 305.760 2 152.880 3.957 .144

Dalam Grup 115.920 3 38.640

Total 421.680 5

Volume infl. Antara Grup 24.446 2 12.223 15.621 .026

Dalam Grup 2.347 3 .782

Total 26.793 5

Lampiran 11 Analisis ANOVA Laju infiltrasi awal pada setiap penggunaan lahan

Penggunaan Lahan n Subset for alpha = 0.05

1 2

Kebun Campuran Tidak Rapat 2 24

Kebun Campuran Rapat 2 45 45

Hutan Tanaman 2 75

(42)

Lampiran 12 Analisis ANOVA laju infiltrasi menit ke - 15 pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan Lahan n Subset for alpha = 0.05

1 2

Kebun Campuran Tidak Rapat 2 14

Kebun Campuran Rapat 2 23 23

Hutan Tanaman 2 51

sig. 0,434 0,068

Lampiran 13 Analisis ANOVA laju infiltrasi menit ke - 30 pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan Lahan n Subset for alpha = 0.05

1 2

Kebun Campuran Tidak Rapat 2 7,2

Kebun Campuran Rapat 2 21 21

Hutan Tanaman 2 34

sig. 0,058 0,067

Lampiran 14 Analisis ANOVA laju infiltrasi konstan pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan Lahan n Subset for alpha = 0.05

1

Kebun Campuran Tidak Rapat 2 6

Kebun Campuran Rapat 2 13,2

Hutan Tanaman 2 23,4

sig. 0,068

Lampiran 15 Analisis ANOVA volume infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan

Penggunaan Lahan n Subset for alpha = 0.05

1 2

Kebun Campuran Tidak Rapat 2 1,52

Kebun Campuran Rapat 2 3,66 3,66

Hutan Tanaman 2 5,45

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang, Jawa Barat pada tanggal 24 Mei 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Enang Suryana S.Pd. dan Ibu Juju Julaeha.

Penulis memulai studinya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Karanganyar Kabupaten Subang sampai tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Pusakanagara. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Subang sampai tahun 2010, dan pada tahun yang sama penulis di terima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

ABSTRAK

LAELA RAHMI. Keragaan Infiltrasi Tanah Latosol pada Beberapa Penggunaan Lahan di DAS Ciujung. Dibimbing oleh LATIEF M. RACHMAN dan YAYAT HIDAYAT.

Penggunaan lahan merupakan aspek penting dalam memelihara kelestarian ekosistem wilayah, salah satunya dalam ekosistem wilayah daerah aliran sungai (DAS). Penggunaan lahan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat-sifat tanah tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta perilaku peresapan air ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi merupakan bagian dari siklus hidrologi yang memiliki peranan penting bagi ketersediaan air tanah. Proses infiltrasi berperan penting dalam pendistribusian air hujan sehingga berpengaruh terhadap aliran permukaan, banjir, erosi dan simpanan air bawah tanah yang akhirnya menentukan ketersediaan air sungai di musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaan infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan di DAS Ciujung. Lokasi penelitian meliputi DAS Ciujung dengan penggunaan lahan yang telah dikelompokkan berupa hutan tanaman (HT), kebun campuran rapat (KCR), dan kebun campuran tidak rapat (KCTR). Pengamatan dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode Double Ring Infiltrometer, sedangkan analisis sifat fisik dan kimia lainnya dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi sangat dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Laju infiltrasi tertinggi dan

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian di DAS Ciujung
Gambar 2  Penggunaan lahan hutan tanaman
Gambar 3  Penggunaan lahan kebun campuran rapat
Gambar 4  Penggunaan lahan kebun campuran tidak rapat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan lahan jagung yang memiliki bahan organik yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan kelapa sawit, dimana peranan bahan organik tanah secara fisik adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dan sebaran vertikal infiltrasi pada penggunaan lahan semak belukar, kebun campuran, dan kebun jati serta

Laju infiltrasi lebih kecil pada waktu hujan (t) yang lebih lama. Beberapa alasan rasional : 1) Pada awal hujan kelembaban tanah di sekitar. zone perakaran masih di

Hasil evaluasi model infiltrasi menunjukkan bahwa MAE dan RMSE model Horton paling rendah sehingga model ini paling tepat untuk prediksi laju infiltrasi baik

Kajian Laju Infiltrasi Dan Permeabilitas Tanah Pada Beberapa Model Tanaman ( Studi Kasus Sub DAS Keduang, Wonogiri).. Neraca Air Di Hutan Alam Dan

mempunyai laju infiltrasi lebih besar dari pada permukaan tanah yang terbuka. Hal ini disebabkan oleh perakaran tanaman yang menyebabkan porositas

Evaluasi Laju Infiltrasi pada Beberapa Penggunaan Lahan Menggunakan Metode Infiltrasi Horton di Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.. Jurnal

3.3 Analisis Laju Infiltrasi Metode Aktual Pada metode aktual, pengolahan data dilakukan dengan mengukur tinggi penurunan air pada ring dalam dan ring luar setiap 5 – 30 menit hingga