• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Pulau Siberut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Pulau Siberut"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN

KAYU DI PERUSAHAAN PEMANFAATAN KAYU

PULAU SIBERUT

RENDHY PRASETYA GUMBIRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Pulau Siberut adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

RENDHY PRASETYA GUMBIRA. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Pulau Siberut. Dibimbing oleh JUANG RATA MATANGARAN.

Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥10 cm setelah penebangan dan penyaradan. Metode penelitian ini menghitung dan menganalisis tingkat kerusakan pohon setelah penebangan dan penyaradan pada 6 plot contoh masing-masing seluas 1 ha. Persentase dan tingkat kerusakan pohon dihitung dari banyaknya populasi pada setiap plot yaitu dengan membandingkan jumlah kerusakan pohon setelah pemanenan dengan jumlah pohon sebelum pemanenan.Hasil penelitian menunjukkan bentuk kerusakan antara lain rusak tajuk, rusak kulit dan batang, roboh dan patah batang. Persentase kerusakan pohon akibat penebangan rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat masing-masing 5.34%, 11.27% dan 83.38%. Persentase kerusakan pohon akibat penebangan sebesar 20.48% atau sebanyak 69.02 pohon/ha dan persentase kerusakan pohon akibat penyaradan sebesar 6.34% atau sebanyak 17.33 pohon/ha. Persentase kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan rata-rata sebesar 26.82%.

Kata kunci: kerusakan tegakan tinggal, penebangan dan penyaradan, Pulau Siberut

ABSTRACT

RENDHY PRASETYA GUMBIRA. Residual Stand Damagesof Timber Harvesting from Forest Company in Siberut Island. Supervised by JUANG RATA MATANGARAN.

The objectives of the study isto analyze the residual stand damage of trees with diameter ≥ 10 cm after felling and skidding operation. The method of the research is by counting and analyzing the damage level of trees after felling and skidding operation at 6 sample plot with 1 hectare in each plot. The percentage and rate of trees damage was calculated by comparing population number in each plot before and after harvesting. The result of the study showed that the type of damage was crown damage, bark and stem injury, fallen tree and broken stem. The percentage of the minor, medium and severe damage were 5.34%, 11.27% and 83.38% respectively. The percentage of stand damage caused by felling was 20.48% or 69.02 trees/ha and the percentage of stand damaged by skidding operation was 6.34% or 17.33 trees/ha. The average percentage of the damage was 26.82%.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN

KAYU DI PERUSAHAAN PEMANFAATAN KAYU

PULAU SIBERUT

RENDHY PRASETYA GUMBIRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Pulau Siberut

Nama : Rendhy Prasetya Gumbira NIM : E14090065

Disetujui oleh

Dr Ir Juang R. Matangaran, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman MSc. F Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah kerusakan tegakan tinggal, dengan judul Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu di Perusahaan Pemanfaatan Kayu Pulau Siberut.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Juang R. Matangaran, MS selaku dosen pembimbing atas ilmu, saran dan nasihat dalam membimbing penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. Di samping itu, terima kasih juga kepada karyawan PT. Salaki Summa Sejahtera dan rekan praktek kerja lapang yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE PENELITIAN 4

Waktu dan Lokasi Penelitian 4

Alat dan Bahan 4

Jenis Data 4

Pengolahan dan Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Plot Penelitian 6

Kerusakan Tegakan Tinggal 7

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi plot penelitian 7

2 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak akibat penebangan

pada plot penelitian 7

3 Distribusi diameter pohon sebelum ditebang 8

4 Distribusi pohon yang rusak akibat penebangan 9

5 Persentase kriteria kerusakan tegakan tinggal dari total pohon yang

rusak akibat penebangan 11

6 Kerusakan akibat penyaradan 12

7 Kerusakan setelah kegiatan penebangan dan penyaradan 13 8 Struktur dan komposisi permudaan di hutan primer 14

9 Kerusakan pada setiap tingkat vegetasi 15

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi sebelum dan sesudah kegiatan penebangan pada setiap plot. ( ) Kerapatan pohon sebelum penebangan, ( ) Pohon yang rusak/ha, ( ) jumlah pohon yang ditebang, ( ) Kerapatan pohon setelah

penebangan 9

2 Diagram kerusakan setiap kelas diameter. ( ) 10−19 cm, ( ) 20−29 cm, ( ) 30−39 cm, ( ) 40−49 cm, ( ) ≥ 50 cm 10 3 Grafik persentase kerusakan. ( ) Penebangan, ( ) Penyaradan 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Rencana Kerja Tahunan di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa

Sejahtera 18

2 Dokumentasi penelitian 19

3 Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan 21

4 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan 24

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cagar biosfer merupakan kawasan yang berisi ekosistem asli, ekosistem murni maupun ekosistem yang telah terdegradasi yang perlu dijaga dan dilestarikan guna untuk kepentingan pendidikan dan penelitian. Pada tahun 1981, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan Pulau Siberut sebagai salah satu dari 7 cagar biosfer di Indonesia. Di era reformasi dan otonomi daerah banyak hutan dijarah, penebangan liar banyak terjadi dan batas wilayah konservasi tidak diakui. Degradasi ekosistem ini terjadi tidak hanya lemahnya hukum namun juga akibat kurang dipahaminya maksud dan tujuan pembangunan jangka panjang dan fungsi dari cagar biosfer. Pada tahun 2004 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 143/Menhut-II/04 tentang pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan kayu (IUPHHK) bahwa telah disahkan berdirinya perusahaan pemanfaatan kayu yang bernama PT. Salaki Summa Sejahtera di areal yang berbatasan dengan Taman Nasional Siberut. PT. Salaki Summa Sejahtera mulai beroperasi memanfaatkan kayu dengan luas areal pemanfaatan 49 440 hektar yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Siberut dengan luas areal 20 000 hektar (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

Pemanenan hutan merupakan salah satu kegiatan pengelolaan hutan, pada dasarnya kegiatan ini tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomis saja, namun aspek ekologis, sosial dan budaya pun perlu diperhatikan. Kegiatan pemanenan kayu pasti akan menimbulkan kerusakan lingkungan hutan. Kerusakan didalam hutan disebabkan oleh perencanaan dalam kegiatan pemanenan hutan yang kurang baik. Keterbukaan lahan hutan disebabkan karena pembuatan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pemanenan hutan sedangkan kerusakan tegakan tinggal terjadi pada tiap-tiap lapisan struktur tegakan, yang ditunjukkan pada kerusakan vegetasi yang terdiri dari pancang, tiang, dan pohon (Elias et al. 1993). Tipe kerusakan yang paling umum yang disebabkan penebangan adalah rusak tajuk dan patah batang yang terjadi karena tertimpa pohon yang roboh. Sedangkan tipe kerusakan pohon yang paling umum yang disebabkan penyaradan adalah tipe pohon roboh, yang terjadi karena penyingkiran pohon untuk pembuatan jalan sarad (Elias et al.

1993).

PT. Salaki Summa Sejahtera terletak di Pulau Siberut yang berada pada kawasan cagar biosfer sehingga di dalam pemanfaatan kayu perlu menekan serendah mungkin kerusakan yang ditimbulkan akibat kegiatan pemanenan kayu. Thaib (1985) menjelaskan bahwa faktor yang berperan dalam persentase penurunan jumlah pohon yang ditebang per hektar, kondisi dan situasi lapangan dan faktor manajemen. Menurut Elias (1998) agar kerusakan akibat penebangan dan penyaradan dapat ditekan serendah mungkin maka diperlukan sinkronisasi antara jaringan jalan sarad, arah penyaradan dan arah rebah pohon.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini adalah menganalisis besarnya tingkat kerusakan dan menganalisis tipe kerusakan pohon berdiameter ≥ 10 cm akibat pemanenan kayu.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai dampak kerusakan akibat kegiatan pemanenan kayu sehingga didalam pemanenan kayu dilakukan secara baik dan lestari dengan meminimalkan kerusakan lingkungan hutan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Hutan

Holmes (2000) menyatakan bahwa hak pengusahaan hutan yang pada mulanya dimaksudkan untuk mempertahankan lahan hutan sebagai hutan produksi permanen, menjadi penyebab utama degradasi hutan. Dalam survei pada lahan hutan seluas 47 juta hektar yang berada di areal HPH aktif atau yang habis masa konsesinya, sekitar 30 % mengalami degradasi.

Pemanenan kayu merupakan suatu kegiatan produksi dimana hasilnya berupa kayu bulat. Pemanenan hasil hutan betapapun hati-hatinya dilaksanakan, namun kerusakan terhadap vegetasi dan tanah yang timbul tidak mungkin dapat dihindari sepehuhnya. Penebangan di hutan alam tropika di Asia dan Pasifik lebih tinggi dibanding di wilayah lain (Putz et al. 2000).

Pemanenan kayu berwawasan lingkungan ini dilaksanakan dengan perencanaan pemanenan kayu yang baik, pelaksanaan pemanenan yang terkendali dan pengawasan yang ketat selama kegiatan pemanenan kayu. Indikator pengelolaan yang lestari adalah dampak kerusakan yang ditimbulkan selama kegiatan pemanenan kayu yang rendah. Pemanenan kayu yang ramah lingkungan (Reduced Impact Logging/RIL) yang menjadi indiator yang paling penting dalam pengelolaan hutan yang lestari adalah kerusakan tegakan tinggal yang rendah berupa tersedianya tegakan tinggal berjenis komersial yang cukup dan sehat (Elias 1999). Putz et al. (2008) menyatakan bahwa RIL sebagian besar berpedoman pada komponen rencana hutan di dalam pengelolaannya dimulai dari rekomendasi yang berkaitan dengan penunjukan unit pengelolaan hutan dan melalui isu-isu berkaitan yang mengalami kemajuan pesat dengan penugasan tahunan sebelum mempertimbangkan lebih rinci masalah yang berkaitan dengan jalan, log perencanaan pendaratan, tata letak, dan konstruksi.

(15)

3

Kerusakan Tegakan Tinggal

Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan akibat pemanenan kayu pada tegakan tinggal. Kerusakan tersebut dapat berupa luka-luka pada pohon berdiri, tumbang atau roboh, patah batang atau tajuk dan diperkirakan pohon tersebut tidak dapat lagi tumbuh dengan normal, kerusakan tanah dan lingkungan. Tingkat kerusakan tegakan tinggal yang terjadi ditetapkan berdasarkan perbandingan antara jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan kayu dengan jumlah pohon yang terdapat di dalam areal tersebut sebelum pemanenan dikurangi jumlah pohon yang dipanen. Berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dapat dikelompokkan sebagai berikut (Elias 1998):

1. Kerusakan berat, yaitu pohon-pohon berdiameter ≥ 10 cm yang rusak akibat pemanenan dengan persentase >50%.

2. Kerusakan sedang, yaitu pohon-pohon berdiameter ≥ 10 cm yang rusak akibat pemanenan dengan persentase 25−50%.

3. Kerusakan ringan, yaitu pohon-pohon berdiameter ≥ 10 cm yang rusak akibat pemanenan dengan persentase <25%.

Tegakan tinggal yang baik setelah penebangan adalah jika lebih dari 50%, tegakan mempunyai tajuk dan batang tidak rusak sehingga dapat dipelihara untuk siklus tebang selanjutnya. Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan mempengaruhi rata-rata pertumbuhan per ha per tahun, dimana kerusakan tegakan tinggal terkait dengan tingkat penebangan/persentase pohon ditebang per ha (Miller 1981).

Kriteria penilaian tegakan tinggal menurut Siapno (1970) dalam Sukanda (1995), dikatakan baik apabila di dalam tegakan tinggal terdapat pohon sehat antara 60–65%, cukup baik apabila terdapat pohon sehat antara 41–59%, dan kurang baik apabila terdapat pohon sehat antara 35–40%. Kerusakan tegakan tinggal dapat ditentukan dengan dua metode yaitu berdasar populasi pohon dalam petak dan berdasar tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal dengan menggunakan kriteria kerusakan yang telah ditentukan berdasarkan tipe kerusakan yang terjadi pada individu pohon. Berdasar pada populasi pohon dalam petak tingkat kerusakan tegakan tinggal dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: tingkat kerusakan ringan <25%, tingkat kerusakan sedang 25–50%, tingkat kerusakan berat >50%.

(16)

4

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2013 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat.

Alat dan Bahan

Alat digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, pita meter, clynometer,

Global Positioning System (GPS), tali tambang, tali rafia, label, cat, kamera, alat tulis dan tally sheet serta Microsoft Excel untuk mengolah data. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tegakan sebelum dan sesudah kegiatan pemanenan hutan.

Jenis Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung di lapangan. Data di lapangan meliputi nomer pohon, jenis pohon, kerapatan pohon diameter ≥10 cm, kelerengan lahan, intensitas tebang dan jumlah kerusakan berdasarkan tipe dan tingkat kerusakan. Data sekunder yang digunakan yaitu berupa data Laporan Hasil

Cruising (LHC) petak 320 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2013 dan peta pohon.

Prosedur Penelitian Petak dan plot pengamatan

Petak tebang yang diamati dan dilakukan penebangan dipilih secara

purposive. Petak penelitian yang terpilih yaitu petak 320 RKT PT. Salaki Summa Sejahtera tahun 2013, Plot pengamatan berbentuk persegi yang berukuran 100m x 100m (1 ha) berjumlah 6 plot yang mewakili beberapa Tempat Pengumpulan Kayu (TPn).

Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)

(17)

5

Penebangan

Kegiatan penebangan yang dilakukan yaitu mencatat nomor, jenis dan diameter pohon, memperkirakan arah rebah, menghitung jumlah pohon yang rusak pada setiap plot akibat kegiatan penebangan, menghitung bentuk kerusakan pohon antara lain rusak tajuk, pecah batang, patah batang, roboh, condong/miring dan luka batang serta menghitung persentase kerusakan dan mengategorikan kerusakan pohon yaitu rusak berat, sedang atau ringan.

Penyaradan

Kegiatan penyaradan yang dilakukan yaitu mengukur panjang dan lebar jalan sarad dengan menggunakan pita meter dan GPS serta menghitung jumlah pohon yang tergusur akibat kegiatan penyaradan.

Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT)

Inventarisasi tegakan tinggal dilakukan terhadap pohon yang rusak akibat pemanenan kayu baik itu penebangan maupun penyaradan. Selain itu, dilakukan pengamatan terhadap jenis/tipe kerusakan antara lain kerusakan tajuk, pecah batang, patah batang, roboh, condong/miring dan kulit/luka batang.

Pengolahan dan Analisis Data Kerusakan tegakan tinggal

Untuk menentukan persentase kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan kayu digunakan rumus (Sukanda 1995) :

K =

x 100 Keterangan:

K = tingkat kerusakan tegakan tinggal (%)

R = jumlah pohon berdiameter ≥10 cm yang mengalami kerusakan dalam plot pengamatan (pohon/ha)

P = jumlah pohon berdiameter ≥10 cm sebelum penebangan pada plot pengamatan (pohon/ha)

Q = jumlah pohon ditebang berdiameter ≥ 50 pada plot pengamatan (pohon/ha)

Tingkat kerusakan tegakan tinggal

Menurut Elias (1993) kerusakan tegakan tinggal ditetapkan dengan dua cara, yaitu :

1. Berdasarkan populasi dalam petak, yaitu pembagian antara jumlah pohon yang rusak setelah kegiatan pemanenan kayu dengan jumlah pohon sebelum penebangan dikurangi dengan jumlah pohon yang ditebang. 2. Berdasarkan tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal dengan

menggunakan kriteria yang terjadi pada individu pohon.

(18)

6

Persentase dilihat dari kerapatan awal tegakan sebelum pemanenan dengan banyaknya pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan.

Tingkat kerusakan tegakan tinggal berdasarkan besarnya luka tiap individu pohon yang rusak menurut Elias (2008), sebagai berikut :

1. Tingkat kerusakan berat, bila : a. Batang pohon patah. b. Pecah batang.

c. Roboh/tumbang atau miring dengan sudut <45˚ dari permukaan tanah. d. Rusak tajuk >50%

e. Luka batang (rusak kulit) >0.5keliling batang.

f. Rusak banir >0.5 banir rusak atau perakaran rusak (terpotong). 2. Tingkat kerusakan sedang, bila ;

a. Rusak tajuk sebesar 30% sampai 50% tajuk yang rusak.

b. Luka batang (rusak kulit) sebesar 0.25 sampai 0.5 keliling batang. c. Rusak banir sebesar 0.25 sampai 0.5 banir rusak atau terpotong. d. Batang pohon condong/miring >45˚ dari permukaan tanah. 3. Tingkat kerusakan ringan, bila :

a. Rusak tajuk < 30%

b. Rusak batang/kulit <0.25 keliling batang, panjang luka < 1.5 m. c. Rusak banir (<0.25 banir atau akar rusak).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Plot Penelitian

Plot penelitian terletak pada petak 320 RKT 2013 PT. Salaki Summa Sejahtera. Petak dibuat dengan ukuran 100m x 100m (1 ha) sebanyak 6 plot yang mewakili beberapa Tpn. Kegiatan pemanenan kayu di PT. Salaki Summa Sejahtera menggunakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan termasuk ke dalam sistem pemanenan mekanis. Kegiatan pemanenan dilakukan oleh regu tebang sehingga keberhasilan atau produktivitas pemanenan ditentukan oleh keterampilan regu chainsawman tersebut. Bertault et al. (1997) menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan RIL tergantung pada pengetahuan teknis pekerja di lapang, semua operasi penebangan kayu (penebang, operator bulldozer, perencanaan dan personil pengawas). Kegiatan penebangan menggunakan

(19)

7 Tabel 1 Kondisi plot penelitian

No

Pohon layak tebang Intensitas pemanenan

Hasil pengamatan pada plot penelitian menunjukkan bahwa kelerengan pada setiap plot berbeda-beda. Kelerengan rata-rata pada plot penelitian sebesar 32.67%. Kerapatan rata-rata pohon berdiameter ≥10 cm yaitu 288.16 pohon/ha. Untuk potensi rata-rata pohon yang layak tebang sebanyak 18 pohon/ha atau 140 m³/ha. Intensitas tebang rata-rata per hektar sebanyak 9 pohon. Dari 108 pohon layak tebang hanya 54 pohon yang ditebang.

Kerusakan Tegakan Tinggal

Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penebangan

Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan yang diamati adalah jenis rusak tajuk, pecah batang, patah batang, roboh, condong/miring dan luka batang. Pengamatan dilakukan pada setiap tingkat kerusakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat kerusakan yang ditimbulkan aknibat penebangan. Besarnya kerusakan tegakan tinggal dari tiap bentuk kerusakan setiap plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak akibat penebangan pada plot penelitian.

Bentuk kerusakan

Jumlah pohon yang rusak pada plot ke-

(20)

8

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah pohon yang rusak terbanyak akibat penebangan terjadi pada plot 1 dengan total kerusakan 86 pohon/plot sedangkan jumlah pohon yang rusak paling sedikit terjadi pada plot 5 dengan total kerusakan 30 pohon/plot. Total keseluruhan jumlah pohon rusak akibat penebangan sebanyak 337 pohon. Dilihat dari jumlah pohon rusak pada setiap bentuk kerusakan maka rusak tertinggi terjadi pada bentuk rusak batang dan rusak tajuk masing-masing 198 pohon dan 106 pohon dengan persentase bentuk kerusakan patah batang 58.75% sedangkan bentuk kerusakan tajuk adalah 31.45%. Hal ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Elias (1993) yang menyatakan bahwa tipe kerusakan yang paling umum akibat penebangan adalah rusak tajuk dan patah batang yang terjadi karena tertimpa pohon yang roboh. Sedangkan penelitian. Matangaran (2003) kerusakan terbesar terjadi pada bentuk kerusakan pecah batang 42.15% dan pohon roboh 28.47%. untuk jenis kerusakan tajuk hanya 14.05%, rusak kulit 9.09% dan rusak banir 4.55%. Hal ini berbeda karena kerapatan awal tegakan pada masing-masing kondisi plot penelitian yang berbeda. Tabel 3 Distribusi diameter pohon sebelum ditebang

No plot Intensitas tebang (pohon/ha)

Distribusi kerapatan pohon sebelum ditebang (pohon/ha)

Keterangan: Pohon yang ditebang (pohon/ha) termasuk dalam jumlah pohon berdiameter ≥50 cm

(21)

9 Tabel 4 Distribusi diameter pohon yang rusak akibat penebangan

No plot

Intensitas tebang (pohon/ha)

Jumlah pohon rusak berdasarkan kelas diameter (cm)

R : Pohon berdiameter ≥10 cm yang rusak akibat penebangan P : Kerapatan pohon setiap plot sebelum ditebang

Q : Intensitas tebang setiap plot

Tabel 4 menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal terbesar terjadi pada plot 1 dan 6 masing-masing sebesar 32.09% dan 24.33%. Hasil ini diperoleh dari perbandingan kerapatan pohon sesudah ditebang dengan kerapatan pohon sebelum ditebang dikali 100%. Rata-rata kerusakan akibat penebangan sebesar 20.48% atau sebanyak 69.02 pohon.

(22)

10

Gambar 1 menunjukkan bahwa kerusakan akibat penebangan pada masing-masing plot/ha menyebabkan distribusi pohon pada setiap kelas diameter setiap plotnya mengalami perubahan. Plot yang mengalami rusak tertinggi yaitu terjadi pada plot 1. Kegiatan penebangan pasti menimbulkan dampak kerusakan pada tegakan tinggal sehingga struktur tegakan dan kerapatan pohon akan mengalami penurunan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Kerapatan awal tegakan sebelum dan sesudah terjadi kegiatan penebangan mengalami penurunan, hal ini dikarenakan pohon-pohon disekitar pohon tebangan mengalami kerusakan akibat tertimpa pohon yang roboh.

Gambar 2 Diagram kerusakan setiap kelas diameter. ( ) 10−19 cm, ( ) 20−29 cm, ( ) 30−39 cm, ( ) 40−49 cm,

( ) ≥50 cm.

Gambar 2 menunjukkan persentase kerusakan pohon pada masing-masing kelas diameter. Berdasarkan tabel 4 kelas diameter terdiri dari pohon 10−19 cm, 20−29 cm, 30−39 cm, 40−49 cm dan ≥50 cm. Jumlah pohon yang rusak setiap kelas diameter masing-masing sebanyak 270 pohon, 45 pohon, 14 pohon, 6 pohon dan 2 pohon. Persentase kerusakan pohon pada setiap kelas diameter diperoleh dari jumlah pohon yang rusak pada setiap kelas diameter dibagi dengan total pohon yang rusak dikali 100%. Persentase kerusakan pohon pada setiap kelas diameter masing-masing sebesar 80.13 %, 13.35%, 4.15%, 1.78% dan 0.59%. Kerusakan yang banyak terjadi dialami pada kelas diameter pohon 10−19 cm dengan persentase sebesar 80.13 %. Hal ini dikarenakan kerapatan pohon/ha pada masing-masing plot didominasi oleh tegakan berdiameter 10−19 cm sehingga pohon tumbang dan menimpa pohon-pohon disekitar areal tersebut.

Kriteria Kerusakan Pohon Akibat Penebangan

(23)

11 Tabel 5 Persentase kriteria kerusakan tegakan tinggal dari total pohon yang rusak akibat penebangan

No Tipe kerusakan Jumlah kerusakan (pohon)

No Tipe kerusakan Jumlah kerusakan (pohon)

No Tipe kerusakan Jumlah kerusakan (pohon)

*jumlah kerusakan dan persentase total = a+b+c **d = diameter (cm)

(24)

12

Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Penyaradan

Penyaradan merupakan kegiatan memindahkan kayu dari petak tebang ke Tpn. Kegiatan ini dilakukan secara mekanis dengan menggunakan bulldozer caterpillar D7G yang dilengkapi dengan pisau/blade pada bagian depan yang berfungsi untuk membuka jalan sarad dan sling pada bagian belakang yang berfungsi untuk mengikat dan menarik kayu. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kerusakan akibat penyaradan No plot Kerapatan

(25)

13 menyatakan tentang artikel mengenai RIL dan CL di hutan tropis menunjukkan kelebihan RIL bahwa RIL mampu menurunkan kerusakan terhadap tegakan tinggal sebesar 41% dan kerusakan seperti pemadatan tanah dan keterbukaan tanah 50% dibandingkan dengan yang terjadi pada Conventional Logging (CL).

Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan

Kerusakan total yang ditimbulkan akibat kegiatan penebangan dan penyaradan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kerusakan setelah kegiatan penebangan dan penyaradan No

*A: penebangan *B: penyaradan **Total : A+B

(26)

14

Gambar 3 Grafik persentase kerusakan. ( ) Penebangan, ( ) Penyaradan.

Kerusakan pada setiap tingkat vegetasi

Tabel 8 Struktur dan komposisi permudaan di hutan primer

No Jenis permudaan Jumlah batang per ha Jumlah Dipterocarpaceae Non

Sumber:(PT. Salaki Summa Sejahtera 2009)

Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Tabel diatas menunjukkan jumlah semai, pancang dan tiang per hektar. Tegakan yang mendominasi adalah jenis non

(27)

15 Tabel 9 Kerusakan pada setiap tingkat vegetasi

Plot

*Kerusakan = % total keterbukaan x jumlah (semai, pancang dan tiang/ha)

Kerusakan tegakan tinggal tidak hanya terjadi pada tingkatan pohon saja, namun pada dasarnya tumbuhan atau vegetasi disekitar areal pemanenan ikut terkena dampak dari kegiatan tersebut. Kegiatan penarikan dan pengangkutan kayu juga menyebabkan rusaknya vegetasi tegakan tinggal. Tumbuhan pada tingkat pancang, tiang dan pohon, terutama yang ada di sekitar lintasan jalan hutan menjadi rusak dan mati (Ernayati & Nina 2004). Persentase rata-rata keterbukaan akibat penebangan dan penyaradan sebesar 24.39%. Kerusakan pada setiap tingkat vegetasi diperoleh dari jumlah kerapatan semai, pancang dan tiang per hektar dikalikan dengan persen keterbukaan. Rata-rata semai yang rusak akibat kegiatan pemanenan sebanyak 2129.45 batang/ha, pancang 345.31 batang/ha, tiang 60.98 batang/ha dan pohon 28.78 batang/ha.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi akibat pemanenan kayu di Pulau Siberut termasuk kriteria sedang dengan persentase kerusakan sebesar 26.82 %. Jumlah pohon yang rusak/ha diameter ≥10 cm akibat pemanenan adalah 441 pohon/ha. Rata-rata semai yang rusak/ha adalah 2129.45 batang/ha, pancang 345.31 batang/ha, tiang 60.98 batang/ha dan pohon 28.78 batang/ha. Keparahan kerusakan tegakan tinggal terjadi pada tipe rusak batang dan rusak tajuk.

Saran

(28)

16

DAFTAR PUSTAKA

Bertault JG, Sist P. 1997. An experimental comparison of different harvesting intensities with reduced-impact and conventional logging in East Kalimantan Indonesia (ID): Forest Ecology and Management 94: 209–218. Dulsalam, Sukanda, Ishak S. 1989. Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan

dengan traktor pada berbagai tingkat kerapatan tegakan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6(6): 349−352.

Elias. 1993. Kerusakan tegakan tinggal pada hutan tropika basah akibat pemanenan kayu dengan sistem TPTI. Rimba Indonesia 29(3−4): 5−9. Elias, Manan S, Rosalina U. 1993. Studi penerapan pedoman Tebang Pilih

Indonesia (TPI) dan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di areal HPH (PT. Kiani Lestari dan PT. Narkata Rimba), Kalimantan Timur (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Elias. 1999. Reduced Impact Timber Harvesting in The Indonesian Selective Cutting and Planting System. Bogor (ID): IPB Press.

Elias. 2002. Reduce Impact Logging. Bogor(ID): IPB Press. Elias. 2008. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): IPB Press.

Ernayati, Nina J. 2004. Keragaman jenis tingkat pancang pada kawasan bekas pembalakan dengan sistem konvensional dan RIL (Reduce Impact Logging) di PT. Inhutani I Labanan. Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam 1(3): 251−271.

Hendrison. 1990. Demage controlled logging in managed rain forest in Suriname. Netherland (NL): Agricultural University Wagenigen.

Holmes. 2000. Potret keadaan hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia dan Washington D C Global Forest Watch.

Indriyati IN. 2010. Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan hutan di PT. Salaki Summa Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Killman W, Bull G, Schwab O, Pulkki RE. 2000. Reduced Impact Logging: Does It Cost or Does It Pay?. Proceeding Applying Reduced Impact Logging to Advance Sustainable Forest Management. Thailand (TH): Asia-Pacific Forestry Commission, FAO.

Matangaran JR. 2003. Natural regeneration and stand demage after logging operation. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 16(2): 63−69.

Miller TB. 1981. Growth and yield of logged over mixed dipterocarp forest in East Kalimantan. Singapore Library 44(2−3).

Muhdi. 2001. Studi kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dengan teknik pemanenan kayu berdampak rendah dan konvensional di hutan alam (studi kasus di HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

[PT. SSS] PT. Salaki Summa Sejahtera. 2008. Rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi periode tahun 2008 s/d 2017. Indonesia (ID): Mentawai.

(29)

17 Pamungkas AM. 2014. Keterbukaan areal hutan akibat kegiatan pemanenan kayu di Pulau Siberut Kepulauan Mentawai Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pinard MA, Putz FE. 1996. Retaining forest biomass by reducing logging damage.

Biotropica 28(3): 278−295.

Putz FE, Pinard MK, Tay J. 2000. Lessons learned from implementation of reduced impact logging in Hilly Terrain in Sabah, Malaysia. International Forestry Review 2(1): 33−10.

Putz FE, Sist P, Fredericksen T, Dykstra D. 2008. Reduced impact logging: challenges and opportunities. Forest Ecology and Management 256: 1427−1433.

Sukanda. 1995. Penentuan faktor eksploitasi, limbah kayu dan kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dengan sistem TPTI studi kasus di areal kerja HPH PT. Narkata Rimba Kalimantan Timur [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sularso H. 1996. Analisis kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu terkendali dan konvensional pada sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suparto RS. 1979. Pemilihan tipe rantai pada gergaji rantai untuk pembagian batang beberapa jenis kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

(30)

18

Lampiran 1 Peta Rencana Kerja Tahunan di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera

(31)

19 Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian

Tegakan sebelum pemanenan

Tegakan setelah pemanenan

(32)

20

Patah batang Luka batang

(33)

Lampiran 3 Rekapitulasi kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan

No plot Pohon tebangan Bentuk kerusakan (pohon) Jumlah

(34)

2

Rata-rata 6.2

3 1365 Keruing 100 4 5 1 1 11

1366 Keruing 71 2 3 5

1309 Keruing 55 3 2 5

1133 Keruing 95 5 5 10

1086 Keruing 70 1 3 1 1 6

1137 Keruing 78 4 5 2 11

Sub total 48

Rata-rata 8

4 3703 Keruing 100 3 6 9

3615 Keruing 55 1 4 5

3609 Keruing 96 2 3 2 7

3704 Keruing 50 1 3 4

3708 Keruing 108 1 5 6

3707 Keruing 75 2 2 4

3841 Keruing 81 1 3 4

3842 Keruing 50 2 2 4

3843 Keruing 78 1 2 3

3846 Keruing 50 1 1

Sub total 47

Rata-rata 4.7

5 4069 Keruing 60 1 3 1 5

4068 Keruing 100 6 6

4072 Keruing 100 2 4 6

3928 Keruing 80

4067 Keruing 100 4 5 9

4065 Keruing 70 1 3 4

Sub total 30

(35)

3

Rata-rata 5

6 2969 Keruing 91 1 3 4

3108 Keruing 90 1 4 5

3107 Keruing 110 2 6 8

3109 Keruing 50 1 2 3

3110 Keruing 50 3 3

3696 Keruing 58 1 4 5

3111 Keruing 50 3 3

3373 Keruing 105 3 5 1 9

3463 Keruing 95 4 4 8

3618 Keruing 100 3 3 1 7

3619 Keruing 55 1 4 5

3697 Keruing 50 1 2 1 4

Sub total 64

Rata-rata 5.3

(36)

4

Lampiran 4 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan No plot Kemiringan

(%)

Kerapatan (pohon/ha)

Intensitas tebang (pohon/ha)

Jumlah pohon rusak/ha Kerusakan (%) Penyaradan

(pohon/ha)

1 46 278 10 18 6.72

2 37 281 10 24 8.86

3 25 303 6 12 4.04

4 26 274 10 14 5.30

5 22 318 6 9 2.88

6 40 275 12 27 10.26

Jumlah 1729 54 104

Rata-rata 32.67 288.16 9 17.33 6.4

(37)

5

Lampiran 5 Rekapitulasi kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan No plot Kelerengan

(%)

Kerapatan (pohon/ha)

Intensitas tebang (pohon/ha)

Pohon rusak/ha Kerusakan

(%)

Penebangan Penyaradan Total Penebangan Penyaradan Total (pohon/ha) (pohon/ha) (pohon/ha)

1 46 278 10 86 18 104 32.09 6.72 38.81

2 37 281 10 62 24 86 22.88 8.86 31.74

3 25 303 6 48 12 60 16.16 4.04 20.2

4 26 274 10 47 14 61 17.80 5.30 23.1

5 22 318 6 30 9 39 9.61 2.88 12.49

6 40 275 12 64 27 91 24.33 10.26 34.59

Jumlah 1729 54 337 104 441

Rata-rata 32.67 288.16 9 56.17 17.33 71.83 20.48 6.34 26.82

(38)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor (Jawa Barat) pada 3 Oktober 1991 dari almarhum ayah Ahmad Hidayat Hamim dan ibu Devi Aryani. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gn. Tangkuban Parahu dan Cikeong Jawa Barat, penulis juga mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Tahun 2013 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di PT. Salaki Summa Sejahtera Sumatera Barat. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi Forest Management Students Club (FMSC) menjadi Kepala divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan Ketua Masa Perkenalan Departemen Manajemen Hutan (Temu Manajer 2011).

Gambar

Tabel 1 Kondisi plot penelitian
Tabel 4 Distribusi diameter pohon yang rusak akibat penebangan
Tabel 5 Persentase kriteria kerusakan tegakan tinggal dari total pohon yang rusak akibat penebangan
Gambar 3 Grafik persentase kerusakan. (      ) Penebangan,

Referensi

Dokumen terkait

pertangungjawaban tepat waktu adalah sejauh mana manfaat dana ZIS yang diberikan donatur dan muzakky bagi kaum dhuafa. Donatur dan muzakky perlu mengerti penggunaan dana

Peserta lomba “Pemburu Harta Karun” harus melewati tepat satu kali semua lintasan sesuai dengan arah panah seperti pada gambar di bawah. Peserta yang melewati setiap pos (K, L, M, N

pemotivasian tidak terjadi kegundahan dari pihak karyawan. b) Momen yang tidak tepat. Momen yang tidak tepat artinya seorang atasan dalam memberikan motivasi terhadap karyawannya

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penulis/penerbit yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional

The results of this research are teaching reading comprehension by using reciprocal teaching technique can improve students reading comprehension, increase their vocabulary,

Islamic religion. Teaching Arabic in an early time of Muslims in the Philippines has no formal. grades called for today non-formal education. madaris)

[r]

Keuntungan maksimum perusahaan tercapai ketika banyaknya pekerja … orang.. Agar luas persegi panjang maksimum, ukuran panjang