Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh : WINARTI NIM : 107052002383
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
SkriPsi
Diajukan - Kepada Fakultas llmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sariana Sosial Islam ( S'Sos't )
O l e h :
WINARTI
NIM: 107052002383
Pembimbing
/4
Noor Bekti Neeoro SE. STP. M.Si NIP. 19650301 1999031001
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN TSLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis,09 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.l) pada program studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
C i p u t a t , 0 9 J u n i 2 0 l I Sidang Munaqasyah,
Anggota,
Drs. Yus{a Kilun. M.Pd N I P . 1 9 5 7 0 6 0 5 1 9 9 1 0 3 I 0 0 4
Pembimbipg
1 1 l /
/L //""-,/ , "_r' / /
Noor BektiNegoro. SE. STP.M.Si N I P . l 9 6 5 0 3 0 l 1 9 9 9 0 3 I 0 0 1
NrP. 19700903 t99603 I 001 1 9 9 6 0 3 1 0 0 1
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memeperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Mei 2011
i
Pola asuh orang tua terhadap anak yaitu bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat. Pola asuh yang diberikan oleh orangtua pada anak bisa dalam bentuk perlakuan fisik maupun psikis yang tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku dan tindakan yang diberikan. Jenis dari pola asuh diantaranya yaitu, pola asuh demokratis, permisif, otoriter dan penelantar.
Pembentukkan akhlak adalah bahwa pembentukkan akhlak merupakan pendidikan budi pekerti serta akhlak, ke dalam jiwa setiap individu yang sama dengan tujuan pendidikan Islam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola asuh orang tua di RT.02 RW.06 Ketapang Tangerang, dan melihat bagaimana pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukkan akhlak anak di RT.02 RW.06 Ketapang Tangerang. Dalam mengukur pembentukkan akhlak anak, terdapat empat dimensi pola asuh orang tua diantaranya demokratis, permisif, otoriter, penelantar.
Metode penelitian ini, yaitu penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang analisisnya secara umum memakai analisis statistik. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengukuran data yang pokok. Sampel pada penelitian ini yaitu orang tua di RT.02 RW.06 Ketapang Tangerang sebanyak 33 responden. Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu metode yang berusaha mencari gambaran menyeluruh tentang data, fakta, peristiwa sebenarnya mengenai objek penelitian. Dan untuk analisis data penelitian ini menggunakan uji regresi linear sederhana, uji koefisien determinasi, dan uji-t.
ii
Alhamdulilah wa syukurillah, segala puji bagi Allah SWT tuhan semesta alam yang telah memberikan kita segala nikmat yang tak terhingga kepada
hambanya sampai detik ini, dan shalawat serta salam semoga selalu senantiasa
terlimpahkan kepada baginda Muhammad SAW sehingga penulis dapat melewati
perjalanan akademis dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukkan Akhlak Anak Usia 7-12 Tahun Di
Ketapang Tangerang”.
Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini atas
usaha dan upaya yang telah penulis lakukan serta bantuan yang sangat berharga
dari beberapa pihak. Di tengah kesibukannya, mereka menyempatkan waktu luang
untuk berbagai informasi dan motivasi agar penulis mampu mewujudkan skripsi
ini. Maka dengan niat suci dan ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada orang-orang atas segala bantuannya terutama kepada :
1. Teristimewa orang tua penulis, ayahanda tercinta Suwardi dan ibunda
tersayang Dwi Hastuti yang telah mengantarkan penulis hingga seperti
sekarang dengan penuh kasih sayang, doa, kesabaran, keikhlasan dan
perjuangan hidup demi kelangsungan pendidikan putra-putrinya, terima kasih
untuk semuanya.
2. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
iii
3. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. Terima kasih atas segala motivasi yang telah diberikan
hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam.
5. Ir. Noor Bekti Negoro SE, STP, M.Si selaku Pembimbing skripsi yang
dengan sabar telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
Terima kasih atas motivasinya bapak, sehingga bisa terselesaikannya skripsi
ini.
6. Drs. Wahidin Saputra, MA selaku ketua dalam sidang skripsi yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan masukan pada skripsi ini. Terima
kasih untuk ilmunya serta memberi support kepada penulis.
7. Drs. Yusra Kilun, M.Pd selaku penguji I yang telah melungkan waktunya dan
memberikan masukan pada skripsi ini. Terima kasih untuk ilmunya serta
memberi support kepada penulis.
8. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan dedikasinya, pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada
penulis selama perkuliahan.
9. Kakak-kakak ku tersayang, Mas Heri dan Mba Heptin, terima kasih atas doa
iv
waktunya dan dengan sabar membantu penulis mencari data
sebanyak-banyaknya. Terima kasih ya dek dan teruslah menjadi penyemangat bagi
penulis.
11. Bapak H. Anim Mahidi dan Bapak Syamsu selaku ketua RW. 06 dan ketua
RT.02 yang telah banyak memberikan informasi, pengalaman, dan
memberikan semangat sehingga terselesaikan skripsi ini.
12. Terima kasih untuk seluruh Staf Karyawan Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Dakwah untuk referensi buku-bukunya.
13. Terima kasih untuk Nurhasanuddin, Ita Rosdiana, Fina Hilmuniati, Huwaida,
Indah Chabibah, Ilah Fadilah, Rhaviqah, Rike Aryana, F4 (Ajo mania, Basith,
Ade Nur Zaman, Fadli), Syahid F, Wiwit F, dan semua teman-teman
seperjungan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga pertemanan
kita abadi selamanya. Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan
untuk penulis. .
14. Terima kasih untuk teman-teman seperjuanganku di Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, khususnya angkatan 2007, terima kasih atas
kebersamaannya, selama hampir 4 tahun lamanya kita berbagi satu sama lain,
semoga kita sukses selalu, dan tetaplah menjadi teman-teman terbaik bagi
penulis. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis
v
Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada khususnya.
Jakarta, Mei 2011
vi
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL.. ... .. x
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Tinjauan Pustaka ... 10
E. Kerangka Pemikiran ... 13
F. Hipotesis Penelitian ... 14
G. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II : LANDASAN TEORI A. Pola Asuh ... 17
1. Pengrtian Pola Asuh ... 17
2. Jenis - Jenis Pola Asuh ... 19
3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh ... 24
B. Akhlak ... 25
vii
2. Metode Pembentukkan Akhlak ... 29
3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukkan Akhlak .... 33
D. Anak ... 34
1. Pengertian Anak ... 34
2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7-12 Tahun ... 35
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Agama pada Anak ... 37
4. Metode Menanamkan Nilai Agama pada Anak ... 37
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 40
B. Ruang Lingkup Penelitian ... 41
1. Subjek dan Objek Penelitian ... 41
2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41
C. Populasi dan Sampel ... 42
1. Populasi ... 42
2. Sampel ... 42
D. Variabel Penelitian ... 42
E. Definisi Operasional dan Indikator Variabel Penelitian... 43
F. Teknik Pengumpulan Data ... 45
G. Uji Instrumen ... 46
viii
2. Uji Koefisien Determinasi ... 49
3. Uji Koefisien Regresi Sederhana (Uji - T) ... 50
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 52
1. Sejarah Terbentuknya RT.02 RW.06 Ketapang Tangerang ... 52
2. Letak Geografis ... 52
B. Pengolahan Uji Instrumen ... 55
C. Hasil Dan Pembahasan ... 55
1. Deskripsi Data Responden Penelitian ... 55
2. Deskripsi Kuesioner Penelitian ... 59
C. Analisis Data Penelitian ... 69
1. Uji Regresi Linear Sederhana ... 69
2. Uji Koefisien Determinasi ... 70
3. Uji Koefisien Regresi Sederhana (Uji - T) ... 72
BAB VI : PENUTUP A. Kesimpulan... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
ix
2. Respon Orang Tua Terhadap Variabel Demokrtis ... 59
3. Respon Orang Tua Terhadap Variabel Permisif ... 61
4. Respon Orang Tua Terhadap Variabel Otoriter ... 62
5. Respon Orang Tua Terhadap Variabel Penelantar ... 64
6. Rekapitulasi Rata-Rata Skor Variabel Pola Asuh Orang Tua... 65
7. Respon Orang Tua Terhadap Variabel Pembentukkan Akhlak ... 66
8. Koefisien Regresi Linear Sederhana ... 70
x
Gambar 2 Usia Responden ... 56
Gambar 3 Pendidikan Terakhir ... 57
Gambar 4 Pekerjaan Responden ... 58
[image:14.595.116.526.80.468.2]1 A. Latar Belakang
Keluarga adalah suatu wadah yang terbentuk karena ikatan perkawinan
antara sepasang suami-istri untuk hidup bersama, dalam membina rumah
tangga mencapai keluarga yang sakinah. Di dalamnya terdapat anggota
keluarga, yaitu ayah, ibu, juga ada anak yang menjadi tanggung jawab orang
tua.
Menurut Gunarsa dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua
individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan peran ibu.
Secara umum peran ibu adalah, memenuhi kebutuhan biologis dan fisik,
merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mendidik, mengatur, dan
membimbing anak, serta menjadi contoh dan teladan bagi anak. Secara umum
peran ayah adalah sebagai pencari nafkah, menjadi suami yang penuh
perhatian, memberi rasa aman, berpartisipasi dalam pendidikan anak, sebagai
pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, dan mengasihi keluarga,
karenanya orang tua berkewajiban mendidik, dan membimbing anak.1
Keluarga merupakan lingkungan hidup pertama dan utama bagi setiap
anak. Di dalam keluarga anak mendapat rangsangan, hambatan, dan pengaruh
yang pertama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik biologis
maupun psikologis. Di dalam keluarga, anak juga mempelajari norma atau
1
aturan dalam hidup bermasyarakat. Melalui kehidupan dalam keluarga, anak
dilatih tidak hanya mengenal norma tetapi juga menghargai dan mengikuti
norma-norma dan pedoman hidup dalam bermasyarakat. Seringkali anak
mengenal dan meniru model-model dari orang tua sebagai anggota
masyarakat.2
Imam Ghazali mengatakan bahwa anak itu merupakan amanat bagi
kedua orang tuanya, hatinya akan suci dan bersih jika terus menerus diajarkan
kebaikkan, dan anak akan tumbuh dengan kebiasaan yang baik.3
Setiap orang tua memiliki harapan dan keinginan yang baik terhadap
anak, sehingga segala cara diusahakan untuk mencapai hal tersebut. Taraf
pertumbuhan dan perkembangan telah menjadikan perubahan pada diri anak.
Perubahan perilaku tidak akan menjadi masalah bagi orang tua apabila anak
tidak menunjukkan tanda penyimpangan. Akan tetapi, apabila anak telah
menunjukkan tanda yang mengarah ke hal negatif akan membuat cemas orang
tua.
Menurut Prayitno, sumber-sumber permasalahan pada diri anak
banyak terletak di luar sekolah. Hal ini disebabkan anak lebih lama berada di
rumah daripada di sekolah. Karena anak lebih lama berada di rumah, maka
orang tualah yang bertugas mendidik dan mengasuh anak.4
2
Kartini Kartono, Peran Orang Tua dalam Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992) h. 27
3
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 148
4
Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Melalui
orang tua, anak beradaptasi dan mengenal dunia sekitarnya serta pola
pergaulan hidup yang berlaku di lingkungannya. Orang tua merupakan dasar
pertama bagi pembentukan pribadi anak, dan membentuk baik buruknya
perilaku anak.
Pola asuh yang diberikan oleh orangtua pada anak bisa dalam bentuk
perlakuan fisik maupun psikis yang tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku
dan tindakan yang diberikan.5
Penanganan terhadap perilaku anak yang menyimpang bukanlah hal
yang mudah. Orang tua berhak memilih pola asuh yang dapat diterapkan
dalam kehidupan keluarga. Tetapi, apabila pola asuh yang diterapkan orang
tua keliru, maka yang akan terjadi bukan perilaku yang baik, sebaliknya akan
menambah buruk perilaku anak.
Orang tua diharapkan dapat memilih pola asuh yang tepat dan ideal
bagi anak, yang bertujuan mengoptimalkan perkembangan anak dan yang
paling utama pola asuh yang diterapkan bertujuan menanamkan nilai-nilai
agama pada anak, sehingga dapat mencegah dan menghindari segala bentuk
dan perilaku menyimpang pada anak dikemudian hari. Betapa besarnya
tanggungjawab orang tua dihadapan Allah SWT terhadap pendidikan anak.
Tentang perkara ini Allah berfirman:
5
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.(At-Tahrim: 6). 6
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari
kakeknya bahwa Rasulullah saw, bersabda: “Tidak ada suatu pemberian yang
diberikan oleh seseorang ayah (orang tua) kepada anaknya yang lebih utama
daripada pemberian budi pekerti yang baik”. Ibnu Majah juga meriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah saw, bersabda: “Muliakanlah anak
-anak kalian dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik”.7
Berdasarkan dari hadits-hadits pedagogis di atas dapat disimpulkan
bahwa para orang tua mempunyai tanggung jawab sangat besar dalam
membimbing anak-anak dengan kebaikkan dan dasar-dasar moral (akhlak).
Orang tua dalam mengasuh anak bukan hanya mampu
mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan
membantu menumbuhkembangkan akhlak anak.8 Mencegah dan menghindari
segala bentuk perilaku menyimpang pada anak harus dilakukan sedini
mungkin. Salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai agama pada anak.
6
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan Terjemahan (Jakarta, 1969) h.951
7
Abdullah Nahih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang:
Asy-Syi’fa,1981), h.179
8
Di era globalisasi saat ini, membentuk akhlak yang baik pada anak
dirasakan sangat penting, yaitu untuk membentengi diri anak dari perbuatan
yang menyimpang, seperti kasus narkoba, seks bebas, kebrutalan, maupun
tindak kriminal. Begitu banyak hal yang bisa membawa pada kemerosotan
iman, terlebih lagi jika akhlak tidak ditanamkan sejak dini pada anak.
Kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula
secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat
keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan
berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka.
Latihan-latihan verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis (praktik)
merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu ciri dari tingkat
perkembangan agama pada anak-anak. Sepintas kedua hal tersebut kurang ada
hubungannya dengan perkembangan agama pada anak di masa selanjutnya,
tetapi menurut penyelidikan hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan agama anak di usia dewasa. Bukti menunjukkan bahwa banyak
orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktik keagamaan yang
dilaksanakan pada masa kanak-kanak mereka. Sebaliknya belajar agama di
usia dewasa banyak sekali mengalami kesukaran.9
Menanamkan nilai agama pada anak-anak memang dirasakan sangat
perlu, karena ketika dewasa nanti nilai-nilai agama yang telah tertanam dalam
diri anak, dengan sendirinya akan membantunya dalam menghadapi semua hal
yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Sehingga anak ketika menginjak usia
9
remaja, dapat menekan seminim mungkin dari perbuatan-perbuatan
menyimpang.
Penelitian W.Starbuck terhadap mahasiswa Middle burg college, tersimpul bahwa dari remaja usia 11-22 tahun terdapat 53% dari 142
mahasiswa banyak yang tidak memahami ajaran agama mereka, dan cara
penerapannya. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95 mahasiswa, maka
75 % diantaranya mengalami kasus yang sama. Dan dari hasil penyelidikan
Ernest Harms terhadap 1.789 remaja Amerika antara usia 18-20 tahun
menunjukkan, bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan:
keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri, dan masalah
kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan masalah sosial 5,8% dan masalah
akhirat dan keagamaan hanya sekitar 3,6%.10
Orang tua bila terbiasa menanamkan semua hal yang baik kepada anak
yang berdasarkan nilai-nilai agama, maka kebiasaan berbuat baik akan terus
berlanjut hingga anak beranjak ke usia remaja, dewasa dan seterusnya.Dengan
keteladanan, kebaikan akan cepat diikuti dan memberikan pengaruh yang kuat
bagi anak. Seorang anak akan terbiasa melaksanakan ajaran Islam manakala ia
melihat dan mendapati kedua orangtuanya melazimkan dan memberikan
contoh-contoh yang baik kepada anak dari sejak kecil.
Pola asuh yang benar dan ajaran agama yang ditanamkan sejak kecil
kepada anak, akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadian, membentuk
akhlak al-karimah dan akan bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi
10
segala keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul yang tidak sesuai
dengan ajaran agama, karena keyakinan terhadap agama yang menjadi bagian
dari akhlak itu akan mengatur secara otomatis sikap dan tingkah laku dari
dalam diri.11
Pola asuh dapat diartikan juga suatu kegiatan pendidikan, sedangkan
pendidikan adalah bimbingan yang bertujuan membantu anak yang secara
sadar di lakukan oleh orang tua untuk mengoptimalkan perkembangan jasmani
dan rohani anak menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Suasana
emosional di dalam rumah, dapat sangat merangsang perkembangan otak anak
yang sedang tumbuh dan mengembangkan kemampuan mentalnya.
Berdasarkan fenomena dan berpijak pada latar belakang masalah di
atas, maka dilakukan penelitian terhadap masalah tersebut dan mendapatkan
deskripsi yang dituangkan dalam proposal ini dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dalam Pembentukan Akhlak Anak Usia 7-12 Tahun Di
Ketapang Tangerang”
B.Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak mengalami perluasan masalah, maka
masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:
1)Pola asuh orang tua dalam penelitian ini yaitu pola asuh yang diberikan
oleh orang tua kepada anak dalam bentuk perlakuan fisik maupun psikis
yang tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku, dan tindakan. Dalam
11
penelitian ini yang diukur pola asuh orang tua demokratis, permisif,
otoriter, dan penelantar.
2)Pembentukan akhlak dalam penelitian ini yaitu semua hal yang
dilakukan orang tua dalam memberikan keteladanan dan pembiasaan
kepada anak berdasarkan al-Qur’an dan sunnah, yang berlangsung secara terus menerus dan melahirkan suatu perbuatan pada diri anak, apabila
perbuatan tersebut melahirkan tindakkan yang terpuji menurut ketentuan
akal dan norma agama, maka tindakan tersebut dinamakan akhlak yang
baik.
3)Subyek dalam penelitian ini adalah orang tua, yang memiliki kriteria:
a) Beragama Islam
b) Memiliki anak yang berusia 7-12 tahun
c) Bertempat tinggal di Rt.02 Rw.06 Ketapang Tangerang
4)Tempat yang menjadi penelitian ini beralokasi di kelurahan Ketapang,
kecamatan Cipondoh, kota Tangerang. Tempat yang dijadikan penelitian
ini dibatasi hanya di Rw.06 yaitu Rt.02.
Dengan adanya batasan masalah dalam penelitian ini, diharapkan
dapat mempermudah dan menghindari salah pengertian serta mempertegas
ruang lingkup pembahasan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis dapat
“bagaimana pengaruh pola asuh orang tua dalam pembentukkan akhlak
anak usia 7-12 tahun di RT.02 RW.06 Ketapang Tangerang?”.
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pola
asuh dalam pembentukkan akhlak anak usia 7-12 tahun di RT.02 RW.06
Ketapang Tangerang.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa segi,
yaitu:
a. Ilmu pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan baru pada mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan
Islam, Ilmu Dakwah, Akhlak Tasawuf, dan Psikologi Perkembangan.
b. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan tentang pola asuh orang
tua dalam pembentukan akhlak anak usia 7-12 tahun bagi universitas
dan khususnya jurusan BPI
c. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat, khususnya para orang tua mengenai pola pola asuh
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini diadakan tinjauan pustaka
terhadap beberapa skripsi yang memiliki kemiripan judul untuk
menghindari bentuk plagiat, diantaranya :
1. “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukkan Kepribadian Anak Taman Kanak-Kanak”
(Disusun oleh: Nuraeni, NIM: 1403204044, Jurusan: Pendidikan Guru
Taman Kanak-Kanak, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan
mendeskripsikan tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap
pembentukkan kepribadian anak usia TK. Hasil dalam penelitian ini
banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukkan kepribadian
seorang anak, namun pola asuh orang tua tetap memegang peranan
yang amat dominan. Kepribadian anak memang tidak akan jauh beda
dengan apa yang dimiliki oleh orang tua mereka karena adanya sifat
genetika. Akan tetapi sepanjang waktu akan terus berubah, maka seiring
dengan itu pendidikan moral atau kepribadian anak akan berubah
seiring dengan pola asuh lingkungan keluarga anak tersebut.
2. “Pola Asuh Orang Tua Dalam Pembentukan Akhlak Anak Usia 6-11
Tahun Di Komplek Sekretariat Negara RI”
(Disusun oleh: Dinno Irensa, NIM: 105052001740, Jurusan: Bimbingan
dan Penyuluhan Islam. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi).
asuh orang tua pada anak-anak usia pertengahan, dan penelitian
dilakukan di komplek. Hasil dalam penelitian ini bahwa pola asuh
orang tua demokratis cenderung lebih membentuk akhlak anak usia
6-11 tahun, meski hanya beberapa orang tua di kompleks sekretariat
negara yang menerapkan pola asuh demokratis, tapi sebagian besar
mereka mengetahui akan pentingnya pola asuh yang tepat agar
membentuk akhlak pada diri anak.
3. “Metode Bimbingan Agama Bagi Anak Usia 7-12 tahun pada Keluarga
Di Perumahan Villa Indah Permai Bekasi Utara”
(Disusun oleh: Nonik Muzayanah, NIM: 104052001990, Jurusan:
Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Membahas
tentang metode bimbingan agama bagi anak usia pertengahan, dan
penelitiannya dilakukan di perumahan. Hasil dalam penelitian ini yaitu
bimbingan agama bagi anak berupa pendampingan dan keteladanan dari
orang tua dalam proses penanaman nilai-nilai Islam di dalam keluarga.
Dengan bimbingan dan keteladanan yang berdasarkan al-Qur’an dan sunnah, kebaikan akan cepat diikuti dan memberikan pengaruh yang
kuat bagi anak. Anak akan terbiasa menyelesaikan permasalahannya
dengan menggunakan ajaran-ajaran Islam manakala anak dibiasakan
melihat dan mendapati kedua orangtuanya melazimkan dan
Ketaladanan orangtua akan memberikan suasana kondusif dan menjadi
lahan subur bagi proses pendidikan anak.
4. “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Anak pada
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan”
(Disusun oleh: Prayekti Kusumasari, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Semarang). Jenis penelitian yang digunakan adalah
dengan menggunakan jenis penelitian korelasional. Jenis penelitian ini
digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel satu yaitu pola asuh
orang tua dengan variabel lainnya yaitu prestasi belajar anak pada mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) di sekolah. Hasil dalam
penelitian ini terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pola
asuh orang yang diterapkan oleh orang tua kepada anak yaitu terlihat
dari hasil yang didapat anak pada mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan (PKN).
5. “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukkan Akhlak Siswa di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro.
(Disusun oleh: Yusrina, NIM: 202011000992, Jurusan Pendidikan
Agama Isalm, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskritif analisis.
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pengaruh pendidikan agama
Islam terhadap akhlak anak didik di SMP YPI Cempaka Putih Bintaro.
positif dan signifikan terhadap akhlak anak didik di SMP YPI Cempaka
Putih Bintaro.
E. Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran yang digunakan penulis dalam
[image:27.595.139.536.89.518.2]merumuskan masalah ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1
Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan Akhlak Anak
Usia 7-12 Tahun di Rt.02 Rw.06 Ketapang Tangerang
Demokratis
Permisif
Otoriter
Penelantar
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak
dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat
dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif.12 Pola asuh diartikan
sebagai bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan
kegiatan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk untuk mencapai kedewasaan
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan
12
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 26
Pola Asuh Orang Tua
(Variabel X)
Pembentukan Akhlak
masyarakat.13 Orang tua dapat memilih pola asuh yang tepat dan ideal bagi
anaknya. Orang tua yang tepat memilih pola asuh untuk anaknya akan
membentuk akhlak yang baik pada diri anak, namun sebaliknya apabila
orang tua salah menerapkan pola asuh akan membawa akibat buruk bagi
perkembangan jiwa anak. Tentu saja penerapan orang tua diharapkan
dapat menerapkan pola asuh yang bijaksana atau menerapkan pola asuh
yang tidak membawa kehancuran akhlak atau merusak jiwa dan watak
seorang anak.
F. Hipotesis Penelitian
Untuk melakukan uji hipotesis, ada beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan yaitu merumuskan hipotesis nol (Ho) dan harus disertai pula
dengan hipotesis alternative (Ha).14 Adapun hipotesis penelitian penelitian
ini adalah :
Ho : βo = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh
orang tua dengan pembentukkan akhlak anak usia 7-12
tahun.
Ha : βo ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang
tua dengan pembentukkan akhlak anak usia 7-12 tahun.
13
Harris Clemes, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak, (Jakarta: Mitra Utama, 1996) h. 28
14
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah maka penulis membagi atas lima bab secara
rinci, sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, Hipotesis
Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini berisi tentang pengertian pola asuh, jenis-jenis
pola asuh, pengertian akhlak, macam-macam akhlak,
proses pembentukkan akhlak, pengertian anak, tugas
perkembangan anak usia 7-12 tahun, pertumbuhan dan
perkembangan agama pada anak, dan metode penanaman
agama pada anak.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan
dan jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi
dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dan
indikator variabel penelitian, teknik pengumpulan data, uji
instrumen, uji validitas, uji reliabilitas, metode analisis
Bab IV : Penemuan dan Pembahasan
Bab ini memuat gambaran umum RT.02 RW.06 Ketapang
Tangerang, pengolahan uji instrumen, hasil dan
pembahasan, deskripsi data responden penelitian, deskripsi
kuesioner penelitian, analisis data penelitian, uji regresi
linear sederhana, uji koefisien determinasi, uji t-test
(parsial).
Bab V : Penutup
Bab ini membahas secara singkat mengenai kesimpulan
berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian, dan saran-saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pola Asuh
1. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh” yang berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tepat.15 Sedangkan
kata “asuh” dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil,
membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya), dan memimpin
(mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.16 Lebih
jelasnya kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan
pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap
berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.17
Menurut Ahmad Tafsir, pola asuh berarti pendidikan, sedangkan
pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.18
Gunarso mengatakan pola asuh merupakan cara orang tua bertindak,
berinteraksi, mendidik, dan membimbing anak sebagai suatu aktivitas yang
15
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) h. 54
16
TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h.692
17
Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh, dan Keutamaan Wanita, (Yogyakarta: Kanisius , 1990), Cet. Ke-1, h.5
18
melibatkan banyak perilaku tertentu secara individual maupun
bersama-sama sebagai serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anak.19
Pengertian lain tentang pola asuh orang tua terhadap anak yaitu
bentuk interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan
pengasuhan yang berarti orang tua mendidik, membimbing, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak untuk untuk mencapai kedewasaan
sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan
masyarakat.20
Pola asuh yang diberikan oleh orangtua pada anak bisa dalam bentuk
perlakuan fisik maupun psikis yang tercermin dalam tutur kata, sikap,
perilaku dan tindakan yang diberikan. 21
Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara
orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya
dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang
dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan
berkembang secara sehat dan optimal.
Semua sikap dan perilaku anak dalam keluarga dipengaruhi oleh pola
asuh orang tua. Dengan kata lain, pola asuh orang tua akan mempengaruhi
perkembangan jiwa anak, sehingga sudah sepatutnya orang tua memilih
pola asuh yang ideal untuk anak, namun dalam pelaksanaannya banyak
19
Yulia Singgih D Gunarsa, Psikologi Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002) h. 37
20
Harris Clemes, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak, (Jakarta: Mitra Utama, 1996) h. 28
21
orangtua masih kaku dan terbatas dalam menerapkan satu pola asuh saja
dan tidak disesuaikan dengan konteks kebutuhan dan kemampuan yang
dimiliki oleh anak.
2. Jenis - Jenis Pola Asuh
Jenis-jenis pola asuh, secara garis besar menurut Baumrind, yang
dikutip oleh Kartini Kartono terdapat 4 macam pola asuh orang tua, yaitu:
1. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang
tua dengan pola asuh seperti ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakkannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini
juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang
berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga
memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu
tindakkan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:
1) Menentukan peraturan dan disiplin denga memperhatikan dan
mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima dan dipahami
dan dimengerti oleh anak
2) Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang harus
dipertahankan oleh anak dan yang tidak baik agar ditinggalkan
3) Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian
5) Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua, anak dan
sesama keluarga.22
2. Pola asuh otoriter
Dalam kamus Bahasa Indesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dan
sewenang-wenang.23 Menurut Singgih D Gunarsa dan Ny.Y. singgih D.
Gunarsa, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola yang menuntut
anak agarpatuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang
dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau
mengemukakan pendapatnya sendiri.24
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus
dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini
cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau
melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua itu tidak
segan-segan untuk menghukum anak. Orang tua seperti ini juga tidak
mengenal kompromi dan dalam komunikasi bersifat satu arah. Orang tua
seperti ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti
dan memahami anaknya.
Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:
1) Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah
22
Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan ( Jakarta : Gramedia Widiasarana, 1992), Cet. Ke-2, h.88
23
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : bulan Bintang,1996), Cet Ke-15, h. 692
24
2) Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan
kemudian menghukumnya
3) Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak
4) Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka
anak dianggap pembangkang
5) Orang tua cenderung memaksakan disiplin
6) Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan
anak hamya sebagai pelaksana
7) Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.25
Pola asuh otoriter memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh Syaiful
Bahri Djamarah:26
1) Orang tua mendahulukan kepentingan pribadi daripada
kepentingan anak
2) Orang tua kurang memberi kepercayaan kepada anak untuk
melakukan sesuatu
Orang tua kurang memberikan hak anak untuk mengeluarkan
pendapat untuk mengutarakan perasaannya
25
Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, ( Jakarta : Gramedia Widiasarana,1992), Cet. Ke-2, h.88
26
3. Pola asuh permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar.
Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau
memperingatkan apabila anak sedang dalam masalah atau bahaya. Dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua
tipe ini biasanya hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
Adapun yang termasuk pola asuh permisif adalah sebagai berikut:
1) Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan
membimbingnya.
2) Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
3) Mengutamakan kebutuhan material saja.
4) Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan
kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan
dan norma-norma yang digariskan orang tua).
5) Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam
keluarga.27
Sutari Imam Badabid menyatakan orang tua yang permisif yaitu:28
1) Kurang tegas dalam menerapkan peraturan yang ada
27
Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, ( Jakarta : Gramedia Widiasarana,1992), Cet. Ke-2, h.89-90
28
2) Anak diberi kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan
memenuhi keinginannya.
Pola asuhan permisif ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa
batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri.
Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak
tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak mengerti apakah perilakunya
benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau
menyalahkan anak, akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma
masyarakat atau tidak.29
4. Pola asuh penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya
yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu banyak digunakan untuk
keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, memberikan biaya yang cukup
minim untuk kebutuhan anak. Sehingga selain kurangnya perhatian dan
bimbingan kepada anak juga tidak diberikan oleh orang tua.30
Pola asuh penelantar memiliki ciri-ciri yang dikemukakan oleh
Syaiful Bahri Djamarah:31
29
Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika (Jakarta : Arcan, 1991) Cet. Ke-1, h.97
30
Kartini Kartono, Peran Orang Tua dalam Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992) h. 39
31
1) Orang tua menghabiskan banyak waktu diluar rumah
2) Orang tua kurang memperhatikan perkembangan anak
3) Orang tua membiarkan anak bergaul terlalu bebas di luar rumah
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak,
antara lain:
a. Jenis Kelamin
Orang tua cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibanding
terhadap anak laki-laki.
b. Kebudayaan
Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan
anak. Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran antara wanita dan
laki-laki didalam suatu kebudayaan masyarakat.
c. Status Sosial
Orang tua yang berlatar belakang pendidikan rendah, tingkat ekonomi
kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan kurang
toleransi dibanding mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih
konsisten.32
32
B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Dari segi bahasa istilah “akhlaq” adalah bentuk jama dari “khuluq”
yang artinya tingkah laku, tabiat, watak, perangai, atau budi pekerti.33
Pengertian akhlak secara terminologi, sebagai berikut:
a. Menurut Ibnu Maskawaih, mengatakan bahwa kata “akhlaqun” adalah
suatu kondisi jiwa yang memberikan dorongan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang tanpa memerlukan pemikiran.34
b. Abdullah Salim mengemukakan bahwa akhlak adalah merupakan sifat
yang tumbuh dan menyatu didalam diri seseorang. Dari sifat yang ada
itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang. Seperti sifat
sabar, kasih sayang, atau sebaliknya pemarah, benci, dendam, iri, dan
dengki sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.35
c. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa akhlak adalah kelakuan yang timbul
dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan
kebiasaan yang menyatu membentuk satu kesatuan tindakan akhlak yang
ditaati dalam kenyataan hidup sehingga dapat membedakan mana yang
baik dan yang buruk.36
33
Subarsono. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Bina Aksara, 1989) Cet. ke-1, h.129
34
Ibid, h. 83
35
Wahyudin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), Cet. ke-3 h.4
36
d. Imam Al-Ghazaly mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.37
e. Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa, yang darinya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.38
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu
sifat yang tertanam dalam jiwa setiap manusia, kemudian melahirkan suatu
perbuatan yang mudah untuk dilakukan tanpa harus melalui pemikiran yang
lebih lama. Maka apabila sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang
terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, tindakan tersebut
dinamakan akhlak yang baik. Tetapi apabila sifat tersebut melahirkan suatu
tindakan yang tercela, maka dinamakan akhlak yang buruk.
2. Macam-macam Akhlak
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para
nabi dan orang-orang shiddiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat
syaithan dan orang-orang tercela. Maka pada dasarnya akhlak dibagi menjadi
dua macam, antara lain:
a. Akhlak baik atau terpuji, dibedakan menjadi dua, antara lain:
1) Akhlak terhadap Tuhan, dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Akhlak terhadap Tuhan yang meliputi bertaubat, bersabar,
bersyukur, bertawakal, ikhlas, raja’, dan takut.
37
Imam Al-Ghazaly, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), h.56
38
b) Akhlak buruk terhadap Tuhan yang meliputi takabbur, musyrik,
murtad, munafiq, riya’, boros atau berfoya-foya, dan rakus atau
tamak.
2) Akhlak terhadap manusia, dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Akhlak baik terhadap sesama manusia, yang meliputi belas kasihan
atau sayang, rasa persaudaraan, memberi nasehat, suka menolong,
menahan amarah, sopan santun, dan suka memaafkan.
b) Akhlak buruk terhadap sesama manusia, yang meliputi mudah
marah, iri hati atau dengki, mengadu-adu, mengumpat, bersikap
congkak, bersikap kikir, dan berbuat aniaya.39
C. Pembentukan Akhlak
1. Definisi Pembentukan Akhlak
Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa pembentukkan
akhlak merupakan pendidikan budi pekerti serta akhlak, ke dalam jiwa
setiap individu yang sama dengan tujuan pendidikan Islam.40
Demikian pula Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama
pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu
utuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percay adan menyerahkan diri
kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.41
39
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999) h. 9-32
40
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), cet. II, h.15
41
Imam Al-Ghazaly mengatakan, bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaan, serta perjuangan keras dan
sungguh-sungguh, seandainya akhlak itu tidak bisa menerima perubahan, maka
batalah fungsi wasiat, nasihat, dan pendidikan, dan tidak ada pula fungsinya
hadits nabi yang mengatakan “perbaikilah akhlak kamu sekalian”.42
Proses membentuk akhlak ini sangat diperlukan terutama pada saat
ini, yaitu semakin banyaknya tantangan dan godaan sebagai dampak dari
kemajuan dibidang iptek. saat ini misalnya, semua orang merasa mudah
untuk berkomunikasi, jarak tak lagi menjadi hambatan, dengan adanya alat
komunikasi seperti telpon genggam, internet, dan lain-lain, terlepas itu
semua berdampak positif atau negatif. Begitu juga dengan peristiwa yang
baik dan buruk, saat ini juga sangat mudah dilihat melalui pesawat televisi,
internet, majalah, dan seterusnya. Maraknya produk obat-obat terlarang,
minuman keras dan pola hidup materialistik serta hedonisme semakin
mengejala. Semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.43
Dengan demikian pembentukkan akhlak dapat diartikan sebagai
usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, yang dimulai dari
keluarga, khususnya orang tua yang memiliki tanggungjawab untuk
membentuk akhlak anak. Pembentukkan akhlak ini berdasarkan asumsi
bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan
sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk
42
Imam Al-Ghazaly, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), h.54
43
didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani
dan intuisi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.
2. Metode Pembentukan Akhlak
Dalam pembentukan akhlak, ditemukan metode yang berbeda,
diantaranya:
a. Metode yang berasal dari hasil analisis Muhammad al-Ghazali
terhadap lima rukun Islam, yaitu rukun Islam telah menunjukkan
dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam itu terkandung konsep
pembentukkan akhlak. Rukun Islam yang pertama adalah mengucap
dua kalimat syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah,
dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini
mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya
tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan
patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan
menjadi orang baik. Selanjutnya rukun Islam yang kedua adalah
mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang dikerjakan akan
membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan mungkar,
seperti firman Allah:44
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
44
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.45
Rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan
untuk membentuk akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya
dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri
dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin
dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat
zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat
manusia ke jenjang yang lebih mulia.46
Rukun Islam yang keempat mengajarkan ibadah puasa, bukan
hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang
terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari
keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Selanjutnya rukun
Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai
pembentukkan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai
pembentukkan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam
lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji dalam Islam bersifat
komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu
disamping harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada
kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus
45
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan Terjemahan (Jakarta, 1969) h.951
46
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan tanah
air, harta kekayaan dan lainnya.47
Berdasarkan analisis yang didukung oleh dalil-dalil al-Qur’an diatas, kita dapat mengatakan Islam sangat memberi perhatian yang
besar terhadap pembentukkan atau pembinaan akhlak, termasuk
cara-caranya. Hubungan antara rukun Islam terhadap pembentukkan akhlak
sebagaimana digambarkan diatas, menunjukkan bahwa pembentukkan
akhlak yang ditempuh Islam menggunakan cara atau sistem yang
integrated yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan kepada
pembentukkan akhlak.
b. Metode pembentukan akhlak lainnya yaitu dengan cara senantiasa
menganggap diri ini lebih banyak kekurangannya daripada
kelebihannya. Dalam hubungan ini Ibn Sina mengatakan jika
seseorang menghendaki dirinya berakhlak mulia, hendaknya ia lebih
dahulu mengetahui kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya, dan
membatasi sejauh mungkin untuk tidak berbuat kesalahan, sehingga
kecacatannya itu tidak terwujud dalam kenyataannya.48
c. Pembentukan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan
memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut
hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda
menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak, mereka lebih
47
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996) h. 162
48
menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk
itu ajaran akhlak dapat disajikan dalam bentuk permainan.49
d. Pembentukan akhlak juga bisa ditempuh dengan pembiasaan yang
dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus-menerus. Imam
al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya
dapat menerima segala usaha pembentukkan melalui pembiasaan. Jika
manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang
jahat. Untuk itu al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu
dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang
mulia. Jika seseorang menghendaki agar menjadi pemurah, maka ia
harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah,
hingga murah hati dan murah tangan menjadi tabi’atnya yang
mendarah daging.50
e. Pembentukan akhlak melalui keteladanan juga dapat dilakukan.
Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,
instruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan
itu tidak cukup hanya orang tua dan guru mengatakan kerjakan ini dan
jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan-santun memerlukan
pendidikan yang panjang, harus ada pendekatan yang terus menerus,
dan orang tua juga harus memilih pola asuh yang ideal untuk anaknya.
49
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996) h. 166
50
Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan
pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.51
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Terdapat 3 aliran yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukkan akhlak, yaitu:
1. Aliran nativisme, menurut aliran ini, faktor yang paling
berpengaruh terhadap pembentukkan akhlak seseorang adalah
faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa
kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain.
2. Aliran Empirisme, menurut aliran ini, faktor yang paling
berpengaruh terhadap pembentukkan akhlak adalah faktor dari
luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan
yang diberikan.
3. Aliran konvergensi, menurut aliran ini, pembentukkan akhlak
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan anak, dan faktor
dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara
khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan
kecenderungan ke arah yang baik yang ada didalam diri manusia
dibina secara intensif melalui berbagai metode.52
Pemikiran aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan ajaran
Islam, hal ini dapat dipahami dari ayat di bawah ini:
51
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta:Rajawali Pers, 1992), Cet.I, h.45
52
Artinya:“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.53
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki
potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan hati
sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya
dengan ajaran dan pendidikan.
D. Anak
1. Pengertian Anak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang
masih kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri, daerah,
dan sebagainya, atau manusia yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa,
bisa juga dikatakan keturunan adam.54
Anak juga dapat dikatakan sebagai manusia muda yang batasan
usianya tidak selalu sama diberbagai negara. Di Indonesia, sering dipakai
batasan usia anak dari 0-12 tahun. Maka dengan demikian, dalam kelompok
anak di Indonesia akan termasuk bayi, anak balita, dan anak usia sekolah.55
53
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan Terjemahan (Jakarta, 1969) h. 227
54
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet I, h. 30-31
55
Dapat disimpulkan bahwa anak adalah manusia yang masih kecil,
dan belum dapat dikatakan dewasa. Batasan anak di Indonesia adalah usia
0-12 tahun.
2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7-12 Tahun
Usia 7 sampai 12 tahun, adalah tahapan perpindahan dari berpikir
pra operasional menjadi operasional konkret. Dengan berpikir operasional
konkret, anak belajar membentuk sistem logika, kemampuan kognitifnya
meningkat beriringan dengan situasi-situasi konkret yang terjadi
disekitarnya.56
Tugas perkembangan anak usia 7-12 (masa kanak-kanak akhir)
menurut Havighurst, antara lain:
1. Membangun sikap dan perilaku yang sehat mengenai diri sendiri, sebagai
mahluk yang sedang tumbuh
2. Mengembangkan hati nurani, memahami moral (akhlak), tata tertib dan
tingkatan nilai
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya
4. Mencapai kebebasan pribadi
5. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari.
6. Mulai mengembangkan peran sosial wanita atau pria yang tepat.57
56
Abu Bakar Braja, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya, (Jakarta: Studi Press, 2005), cet ke-1, h.43
57
Pada periode anak-anak akhir ada tiga proses perkembangan yaitu:
a. Perkembangan kognitif
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu berfikir operasional. Anak sudah
mulai mampu menggunakan konsep matematis, mampu mengklasifikasi,
dapat berfikir reversible (berpikir matang).
Pada periode ini anak juga mampu menyatakan hubungan keterkaitan
antara satu hal dengan hal lain, mampu melihat hubungan serial
berdasarkan beberapa fakta. Hal yang paling utama pada masa periode
anak-anak akhir yaitu mereka masih terpaku pada hal-hal yang bersifat
konkrit.
b. Perkembangan psikososial
Konflik psikososial pada tahap ini dalam rentang kehidupan adalah
perkembangan produktifitas vs inferioritas. Konflik yang muncul pada
masa periode ini adalah antara keaktifan anak menghasilkan sesuatu
dengan perasaan rendah diri yang diakibatkan dari ketidak mampuan
mereka menghasilkan sebuah karya berdasarkan keinginan dan kebutuhan
mereka.
c. Perkembangan Moral
Pada periode ini perkembangan moral individu berada pada sub tahap dua,
yaitu tahap yang berorientasi pada individualisem dan tujuan. Pada tahap
ini pemikiran moral anak didasarkan pada reward dan minat pribadi.58
58
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Agama pada Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak
itu melalui beberapa fase (tingkatan), yaitu diantaranya:
1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep
keTuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya.
Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi,
hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep
fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga ke usia
(masa usia) adolesense. Pada masa ini, ide keTuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan
(realitas). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan
pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Segala bentuk tindakan
(amal) keagamaan mereka ikuti dan pelajari dengan penuh minat.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling
tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.59
4. Metode Menanamkan Nilai Agama pada Anak
Metode yang diterapkan dalam menanamkan nilai-nilai agama pada
anak usia dini yang utama adalah pengkondisian lingkungan yang
59
mendukung terwujudnya nilai-nilai agama pada diri anak, di antaranya
melalui:
1. Peneladanan atau suri tauladan orang tua dan orang di sekitarnya. Ini
merupakan kunci utama dalam menanamkan sikap keberagamaan pada
anak-anak, mengingat perilaku keagamaan yang dilakukan anak pada
dasarnya adalah imitatif (meniru), baik berupa pembiasaan maupun
pengajaran yang intensif. Tindakan shalat misalnya, mereka peroleh dari
lingkungan yang sering mereka lihat. Anak cenderung melakukan apa
yang dia lihat dan dia dengar. Selain itu peneladanan sikap saling
menghormati dan menyayangi sesama juga perlu dilakukan.
2. Otoritas atau doktrin sesuai dengan perkembangan rasa ingin tahu yang
tinggi. Maka proses pembelajaran tentang doktrin-doktrin / dasar-dasar
agama sudah harus mulai ditanamkan untuk mengisi kekosongan
pengetahuan agama, sekaligus sebagai benteng sebelum terisi oleh
pengetahuan-pengetahuan lain yang justru akan merusak aqidah dan
akhlak. Anak sudah bisa diajarkan dua kalimah syahadat, rukun iman,
rukun Islam, serta belajar membaca dan menulis Al Quran. Metode
cerita juga menarik bagi usia dini, baik dengan lisan maupun dengan
media buku, atau CD tentang Nabi-Nabi atau tokoh-tokoh. Metode
tersebut dapat dilakukan menjelang tidur atau pada waktu-waktu
senggang.
3. Sugesti / hadiah dan hukuman. Anak cenderung mengulangi perkataan
mendapatkan hadiah atau pujian dari orang