• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Perkara Wali'Adal Di Pengadilan Agama Cibinong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Perkara Wali'Adal Di Pengadilan Agama Cibinong"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL

DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

ADE PUSPITA SARI NIM : 104044201456

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL

DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh:

Ade Puspita Sari Nim: 104044201456

Di bawah Bimbingan Pembimbing

Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. NIP. 150 299 479

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 21 Agustus 2008

(4)

KATA PENGANTAR

¯2Ù{´



­G¡‹+݉ƒo

¯2lµƒo

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tetap tercurahkan kepada baginda Nabi pembawa perubahan di dalam segala aspek kehidupan , yaitu Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan para sahabatnya dan juga orang-orang yang tetap istiqomah menegakan dinul Islam hingga akhir zaman.

Skripsi berjudul PENYELESAIAN PERKARA WALI ‘ADAL DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG ini ditulis untuk memenuhi dan sekaligus melengkapi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada fakultas Syari’ah dan Hukum Iniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5)

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM.

2. Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MH. Dan Sekertaris Jurusan Akhwal Al-Syakhshiyah, Kamarusdiana, S.Ag., M.Hum. yang selalu memberikan motivasi dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan studi di UIN Jakarta.

3. Dr. Syahrul A’dam, M.Ag., selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta petunjuk-petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ketua Pengadilan Agama Cibinong, serta Hakim dan Pegawai Pengadilan Agama Cibinong yang telah memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs.H. Ace Ma’mun, MH. dan Drs. H. Fajri Hidayat, MH., selaku Hakim Pengadilan Agama Cibinong yang telah sudi penulis ganggu untuk dimintai waktunya dalam wawancara dan diskusi.

5. Bapak Ibu Dosen UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengarahan kepada penulis selama menjalani studi di UIN jakarta.

(6)

7. Kepada keluarga besar Yayasan Al-Ittihad khususnya Ibu Vila, atas bantuannya baik secara materil dan inmateril selama ini kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliaan.

8. Semua teman-teman diskusi konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2004, terutama kepada Ibu Nursiah, Faridah, Puji, Hanna, Lilis, Tita, Diah, Iis, Mara, Rijal, Dede dan Kasih. ”Mudah-mudahan jalinan persahabatan ini tidak akan luntur dikekang waktu dan semoga persahabatan ini bisa terjalin sampai kapanpun dan dimanapun kita berada”. Amin.

9. Juga kepada semua yang telah mencurahkan ide, memberikan saran, bimbingan dan bantuan tulus dan ikhlas, maaf penulis tidak bisa menyebutkan satu persatu, tapi itu tidak mengurangi rasa hormat penulis.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, semoga Allah membalas semua kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda. Terakhir penulis berharap semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya. Oleh karen itu, kritik yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, 4 Rajab 1429 H 7 Juli 2008 M.

(7)

DAFTAR ISI

PERSEMBAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...vii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 4

C.Tujuan dan Manfaat... 5

D.Kajian Terdahulu ... 6

E. Metode Penelitian... 8

F. Sistimatika Penulisan... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG WALI A.Pengertian Wali Dan Dasar Hukum Wali Nikah... 12

B.Syarat-Syarat Wali... 17

C.Macam-Macam Wali Dalam Pernikahan ... 22

D.Wali

Adal ... 28

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A.Letak dan Sejarah Kelahiran ... 32

(8)

C.Susunan Pengadilan... 41

D.Data Perkara Yang Diterima Dan Diputus Tiga Tahun Terakhir... 44

BAB IV ANALISIS DAN PENGELOLAAN DATA A. Data Permohonan Penetapan Wali

Adal Tiga Tahun Terakhir ... 45

B. Prosedur Penetapan Permohonan Wali

Adal ... 45

C. Kasus Posisi... 54

D. Analisis Penyelesaian Perkara Wali

Adal... 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 75

(9)

ABSTRAK

Ade Puspita Sari : Penyelesaian Perkara Wali ‘Adal Di Pengadilan

Agama Cibinong, dibimbing oleh: Dr. Syahrul A’dam, M.Ag.

Perkawinan merupakan rahmat dan karunia Allah yang sangat besar. Allah menciptakan manusia di dunia ini berpasang-pasangan yaitu pria dan wanita dengan dilengkapi rasa cinta, kasih dan sayang di antara keduanya. Untuk menghalalkan hubungan kedua insan tersebut Allah memerintahkan keduanya untuk melangsungkan pernikahan agar dapat melestarikan keturunannya.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Suatu kenyataan dalam keberadaan makhluk hidup di bumi adalah terdiri dari dua jenis laki-laki dan perempuan. Kedua jenis makhluk hidup itu baik segi fisik maupun dari segi psikis mempunyai sifat-sifat berbeda. Namun secara biologis kedua jenis makhluk tersebut saling membutuhkan, sehingga mereka menjadi berpasang-pasangan atau berjodohan, yang secara harfiah di sebut perkawinan: “Perkawinan merupakan salah satu sunnah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan baik bagi manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1

Allah SWT tidak mau manusia seperti makhluk lain yang hidupnya bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anarki tanpa adanya suatu aturan. Tetapi demi menjaga martabat dan kehormatannya, Allah SWT adakan perinsip-perinsip dan hukum yang sesuai martabatnya sehingga hubungan pria dan wanita diatur secara terhormat didasarkan saling ridho-meridhoi dengan ucapan ijab kabul2 sebagai lambang dari adanya rasa

1

M. Tholib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, (Bandung : Irsyad Baitu Salam), 1995, h. 21.

2

(11)

meridhoi serta dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan bahwa sepasang pria dan wanita itu saling terikat.

Dengan pernikahan manusia akan berkembang biak sehingga kehidupan umat manusia dapat dilestarikan. Sebaliknya tanpa pernikahan regenerasi akan terhenti, kehidupan manusia akan terputus dan duniapun akan sepi dan tidak berarti.

Akan tetapi diketahui bahwa kedua belah pihak melangsungkan perkawinan terlebih dahulu harus ada persetujuan yang bebas dari kedua orang tua ataupun kedua belah pihak yang akan mengadakan perkawinan yang telah disepakati karena menurut syari’at Islam perkawinan merupakan ikatan persetujuan atas dasar keridhoan kedua belah pihak yang dilakukan oleh pihak wali perempuan maupun wakilnya.

Namun dalam pelaksanaannya perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya ketidaksetujuan dari pihak perempuan. Dalam hal ini ayah kandung dari wanita tersebut untuk menjadi wali nikah dengan berbagai alasan padahal pihak laki-laki telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dan tidak ada halangan hukum bagi mereka untuk menikah terlebih antara mereka berdua tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun. Hal ini murni dari keinginan mereka berdua karena adanya rasa cinta dan kasih sayang dari keduanya.

(12)

perkawinan, dalam pasal 14 disebutkan bahwa untuk melaksanakan perkawinan harus ada : calon suami, calon istri, wali nikah, dan dua orang saksi, dan ijab kabul.3

Tertarik terhadap masalah diatas maka Penulis akan mencoba mengangkat permasalahan dan menuangkannya dalam tulisan yang diberi judul

“PENYELESAIAN PERKARA WALI ADAL DI PENGADILAN AGAMA

CIBINONG”

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya kasus mengenai wali yang enggan menikahkan (wali‘adal) yang terjadi di masyarakat beberapa daerah dan atas pertimbangan terbatasnya waktu, biaya dan tenaga yang dimiliki, dengan ini penulis membatasi diri untuk meneliti dan mengkaji suatu kasus yang berhubungan dengan wali ‘adal yang terjadi di lingkungan Pengadilan Agama Cibinong.

Perumusan Masalah

Ketentuan wali dalam pelaksanaan suatu pernikahan adalah merupakan salah satu rukun sebuah pernikahan. Kenyataannya kadang terjadi pernikahan tanpa persetujuan wali dimana akhirnya pihak-pihak yang ingin menikah terpaksa mencari wali dalam koridor yang dibenarkan oleh hukum

3

(13)

Islam. Oleh karena itu penulis terpokus untuk mengetahui status perkawinan seorang wanita yang tidak mempunyai wali (wali ‘adal).

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa perumusan masalah yang dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana status pernikahan wanita bila walinya menolak menikahkan (‘adal) ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya wali yang menolak untuk menikahkan (‘adal ) ?

3. Bagaimana cara penyelesaian apabila terjadi wali yang menolak menikahkan (‘adal ) ?

Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian:

a. Untuk mengetahui status pernikahan wanita bila walinya menolak menikahkan anaknya.

b. Untuk memberikan gambaran dan uraian mengenai faktor yang menyebabkan timbulnya wali yang menolak untuk menikahkan.

c. Untuk memberikan gambaran atau uraian cara penyelesaian apabila terjadi wali yang enggan menikahkan.

2. Manfaatnya Penelitian:

(14)

b. Pengembangan dan pengaktualisasian dalam konteks Hukum Islam (Syariah) umumnya dan Hukum Perkawinan pada khususnya.

c. Sumbangsih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman tentang wali ‘adal.

Kajian Terdahulu

Wali merupakan salah satu rukun sebuah pernikahan sehingga wali menjadi salah satu hal yang sangat penting. Permasalahan-permasalahan tentang wali juga kadang kita temui di masyarakat. Dalam review terdahulu penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya dengan wali. Dalam khazanah penelitian hanya sedikit yang membahas wali diantaranya adalah:

1. Lukmanul Hakim (NIM. 0044219380). Pengangkatan Wali Hakim Bagi Anak Perempuan Yang Dilahirkan Diluar Nikah (Studi Kasus di KUA Kebayoran Baru). Skripsi ini membahas tentang pengangkatan wali hakim karena alasan bahwa pihak wanita tidak mempunyai wali karena merupakan anak luar nikah yang mengakibatkan terputusnya hubungan nasab antara wali (ayahnya). Sehingga wali hakimlah yang menikahkan. Bagi anak perempuan yang dilahirkan di luar nikah hanya memiliki hubungan dengan ibunya saja.

(15)

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, wali tidak termasuk salah satu syarat sahnya suatu pernikahan. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam wali merupakan rukun dari suatu perkawinan sehingga apabila dalam suatu pernikahan tidak ada wali dari pihak wanita maka secara otomatis pernikahan itu adalah tidak sah.

3. Neng Irma Purnamasari (NIM. 10204422512). Wali Angkat Dalam Pernikahan Presfetif Fiqih. Skripsi ini menerangkan tentang pernikahan yang dilakukan oleh wali angkat presfektif fiqih yang terjadi di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Bogor. Menjelaskan tentang hukum perkawinan yang diwakilkan oleh wali angkat dalam pernikahan anak angkatnya adalah dilarang atau tidak boleh, karena wali menyangkut dalam rukun nikah. Jika memang keluarga kandung si anak yang berhak menjadi wali tidak ada atau tidak diketahui keberadaannya dari urutan pertama sampai akhir maka hak perwalian diserahkan kepada wali hakim. Bapak angkat dapat menjadi wakil wali nasab bila bapak kandung si anak masih hidup tetapi tidak memenuhi syarat menjadi wali dengan ketentuan ada keikhlasan dari wali nasab.

(16)

Apabila saudaranya yang boleh menjadi wali tidak ada yang muslim maka bisa mengangkat wali hakim.

Di samping karya-karya yang disebutkan di atas yang membahas tentang wali, menurut pengamatan penulis bahwa belum dijumpai karya ilmiah yang membahas secara langsung tentang wali ‘adal secara detail. Skripsi ini akan memperdalam permasalahan wali ‘adal menyangkut status pernikahan wanita yang walinya menolak menikahkan dan proses penyelesaian yang harus ditempuh apabila terjadi permasalahan tersebut ditambah lagi menyangkut pemaparan beberapa kasus-kasus yang terjadi di masyarakat sehingga inilah yang membuat tulisan ini memiliki karakteristik dan nuansa tersendiri yang pada akhirnya membedakan tulisan ini dengan karya-karya sebelumnya.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode-metode yang umumnya berlaku dalam penelitian, yaitu :

1. Jenis Penelitian

Dalam skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) dan juga menggunakan penelitian kepustakaan (library research). 2. Pendekatan Penelitian

(17)

dengan metode deskriptif. Menurut Bodgan dan Taylor metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang.4

3. Jenis Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer yaitu data-data yang diperoleh langsung dari sumbernya, dalam hal ini data yang akan diperolah berasal dari para informan yang terdiri dari hakim yang berwenang menangani kasus wali ‘adal dan putusan penetapan kasus wali ‘adal .

b. Data Skunder yaitu data-data yang memberikan penjelasan mengenai data primer yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan wali ‘adal.

4. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Studi Dokumentasi (library Research)

Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara menelusuri buku-buku dan literature yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

4

(18)

b. Wawancara

Penulis mencoba melakukan penelitian melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait guna memperoleh informasi tentang wali yang menolak menikahkan. Pihak-pihak yang diwawancarai penulis adalah hakim yang berwenang terhadap permasalahan ini yaitu hakim Pengadilan Agama Cibinong.

5. Metode Pengelolaan

Pengelolaan data dilakukan dengan cara pertama mengedit data yaitu memeriksa data yang terkumpul, apakah jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam wawancara sesuai atau tidak dengan yang dibutuhkan. Kedua, mengklasifikasikan data berdasarkan masing-masing permasalahan yang dirumuskan.

Dari data yang diperoleh selanjutnya diolah dan di analisis secara kualitatif artinya menjabarkan dengan bahasa penulis sendiri sehingga menghasilkan kesimpulan dengan menggunakan uraian kalimat yang mudah dimengerti.

Sistematika Penulisan

(19)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistimatika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG WALI

Dalam bab ini berisi pengertian wali dan dasar hukum wali nikah, syarat-syarat wali, macam-macam wali dalam pernikahan, dan wali ‘adal.

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Dalam bab ini berisi tentang gambaran umum Pengadilan Agama Cibinong yang meliputi letak dan sejarah kelahiran, wilayah yuridiksi, susunan Pengadilan Agama Cibinong dan data perkara yang diterima dan diputus tiga tahun terakhir di Pengadilan Agama Cibinong.

BAB IV ANALISIS DAN PENGELOLAAN DATA

(20)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dari semua uraian yang telah penulis buat, selanjutnya penulis juga akan memberikan sumbang saran sesuai dengan kemampuan ilmu yang penulis miliki untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

(21)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

Kedua Orang Tua (Alm) Ayahanda M Romli dan Ibunda Zaenab; untuk

segala doa, cinta, kasih sayang, didikan, kepercayaan dan pengorbanan.

Kepada Keluarga besarku: Ibu Indah (Almh), Abang, Teh Sri, Teh

Anduy, Bang Nanang, Teh Iyam, Mas Toto, Teh Dadah, Om Rudi, Teh

Ine, Om Heru, Elly, dan adiku Fitri; untuk segala doa dan semangat

yang selalu mengalir untukku

Kepada keponakan-keponakanku: Indah, Nova, Bagus, Ijal, Dede Fajar,

Cha-Cha, Faruq, Dzaki; untuk senyum yang selalu kalian suguhkan.

(22)

BAB III

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Letak dan Sejarah Pengadilan Agama5

Pengadilan Agama Cibinong berkedudukan di Jalan Bersih Komplek Pemda Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor, Tlp. (021) 87907651, Fax. (021) 87907651. Gedung PA Cibinong dibangun diatas tanah seluas 1650 m dengan luas bangunan tanah 419,70 m. terdiri dari 2 lantai yang dibangun pada tahun 2002 dengan keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume pekerjaan

5

(23)

yang cukup padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 39 orang di tambah dengan pegawai honorer 4 orang maka kantor itu cukup memadai.

Sejarah kelahiran PA Cibinong erat kaitannya dengan sejarah pembentukan PA pada umumnya di seluruh Indonesia khususnya di daerah Bogor Jawa Barat. Dasar hukum pembentukan Pengadilan Agama Cibinong adalah berdasarkan Kepres No. 85 Tahun 1996 tentang pembentukan 9 (sembilan) Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama Cibinong terbentuk sejalan dengan perjalanan singkat Kabopaten Bogor pada tahun 1075, dimana pemerintahan pusat mengintruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki pusat pemerintahan wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari pusat pemerintahan Kota Madya Bogor. Atas dasar tersebut, Pemerintah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian di beberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan sebagai calon Ibu Kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya adalah Ciawi (Rancamayu) Leuwiliang, Parung, dan Kecamatan Cibinong (desa Tengah), maka dari hasil penelitian tersebut sidang Pleno DPRD Kabupaten daerah Tingkat I Bogor pada tahun 1980 ditetapkan bahwa calon Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong.

(24)

Tingkat II Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor. Atas dasar tersebut Pengadilan Agama Cibinong dibentuk berdasarkan Kepres No. 85 Tahun 1996 tanggal 1 November 1996 dimana pengoprasiannya diresmikan oleh Bapak Direktur DIRBIN BAPERA ISLAM pada tanggal 25 Juni 1997.

Adapun dasar hukum pembentukan daerah tingkat II di wilayah Pengadilan Agama Cibinong Kabupaten Bogor adalah :6

1. Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1995 tentang perubahan batas wilayah Kota Madya dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor

2. Keputusan Mentri Dalam Negeri No. 49 tahun 1989 tentang Pedoman perubahan Batas Wilayah Kota Madya daerah Tingkat II Bogor.

3. Keputusan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor No. 650/03/KPTS/DPRD/1986 tanggal 3 Juli 1986 tentang Persetujuan Prinsip Terhadap Rencana Perluasan Wilayah Kota Madya Daerah Tingkat II Bogor. 4. Surat Keputusan Pimpinan DPR tanggal 12 Oktober Kabupaten Daerah

Tingkat II Bogor No. 650/SK.Pem.21/DPRD/1990 tanggal 12 Oktober 1990 tentang Persetujuan Pengembangan Bogor Raya.

5. Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II Bogor dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

Visi dan Misi Pengadilan Agama Cibinong 7

6

Ibid., h. 6

7

(25)

1. Visi Pengadilan Agama Cibinong adalah mewujudkan citra dan wibawa serta kemandirian Pengailan Agama Cibinong dalam melaksanakan tugas pokok dan kewenangannya sebagai Peradilan negara yang sejajar dengan peradilan lainnya, bermartabat dan dihormati demi tegaknya hukum dan keadilan, ketertiban dan kepastianh hukum di tengan masyarakat Kabupatn Bogor yang religius menuju terlaksananya syariat Islam yang evektif.

2. Misi Pengadilan Agama Cibinong adalah

a. Pemberdayaan peran, kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama sebagai Peradilan Negara dan sebagai lembaga penegak hukum agar lebih mampu dalam memberikan pelayanan hukum dan kedilan terhadap masyarakat melalui putusan yang berkwalitas.

b. Pembinaan moralitas dan pengangkatan profesionalisme sumber daya aparatur Peradilan Agama, sarana dan prasarana penegakan hukum.

c. Pengembangan budaya dan kepastian hukum sehingga mampu menberikan kontribusi positif dalam membangum masyarakat yang religius berdasarkan syari’at Islam.

B. Wilayah Yuridiksi

(26)

Adapun pembahasan kopetensi ini terbagi pada dua aspek, yaitu:

1. Kopetensi absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan Pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan perkara atau tingkatan Pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis Pengadilan atau Pengadilan lainnya8. Pada UU No. 3 Tahun 2006 jo UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disebutkan BAB III mengenai Kekuasaan Pengadilan pasal 29 yang berbunyi : “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infaq; h. Shadaqoh;

i. Ekonomi syariah;

Semua kompetensi yang disebutkan di atas diatur berdasarkan Undang-undang Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan yang berlaku, yaitu berdasarkan

8

(27)

Undang-undang Perkawinan, Peraturan Pemerintah dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Adapun pelaksanaan tugas-tugas pokok-pokok ini pembinaannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

(28)

a. izin beristri lebih dari seorang;

b. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;

c. dispensasi perkawinan; d. pencegahan perkawinan;

e. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; f. pembatalan perkawinan;

g. gugatan kelalain atas kewajuban suami dan istri; h. perceraian karena talak;

i. gugatan percerain;

j. penyelesaian harta bersama; k. penguasaan anak-anak;

l. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;

m. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri.

n. putusan tentang sah tidaknya seorang anak; o. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; p. pencabutan kekuasaan wali;

(29)

r. penunjukan seorang wali dalam hal belum cukup umur (delapan belas)tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;

s. pembentukan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;

t. penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;

u. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;

v. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum undan-undang No. 7 tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan lain

3. Kompetensi relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak-pihak pencari keadilan. Hal demikian tersebut terdapat pada ketentuan sebagai berikut :

a. HIR pasal 118 ayat (1 s/d 4) / 142 R.B.g dan

(30)

Kelurahan. Wilayah kecamatan terdiri dari desa dan kelurahan sebagai berikut:9

1) Kecamatan Ciawi 13 Desa 2) Kecamatan Cisarua 9 Desa 3) Kecamatan Caringin 11 Desa 4) Kecamatan Cijeruk 12 Desa 5) Kecamatan Taman Sari 18 Desa 6) Kecamatan Ciomas 11 Desa 7) Kecamatan Cibinong 12 Desa 8) Kecamatan Dramaga 10 Desa 9) Kecamatan Gunung Putri 10 Desa 10)Kecamatan Citeureup 12 Desa 11)Kecamatan Babakan Madang 3 Desa

12)Kecamatan Sukaraja 13 Desa 13)Kecamatan Mega Mendung 10 Desa 14)Kecamatan Suka Makmur 14 Desa 15)Kecamatan Jonggol 12 Desa 16)Kecamatan Cileungsi 9 Desa

17)Kecamatan Kelapa Nunggal 20 Desa 18)Kecamatan Cariu 9 Desa 19)Kecamatan Parung 10 Desa

9

(31)
(32)

C. Susunan Pengadilan Agama CIbinong

Adapun susunan Pengadilan Agama Cibinong adalah sebagai berikut:10

1. Pegawai Teknis a. Daftar Nama Hakim di Pengadilan Agama Cibinong

No. Nama Jabatan

1 Drs. H. Arief Saefuddin, S H Hakim / Ketua

2 Drs. Chazim Maksalina, MH Hakim / Wakil 3 Drs. Ahmad Dimyati, AR Hakim 4 Drs. Ismet Ilyas, SH Hakim

5 Drs. Yusran Hakim

6 Drs. Abdul Hamid Mayeli, SH Hakim

7 Drs. Ace Ma’mun Hakim

8 Drs. Ace Ma’mun Hakim

9 Dra. Hj. Nuroniah, SH Hakim 10 Dra. Luluk Arifah Hakim 11 Drs. H. Fajri Hidayat Hakim 12 Dra. Ida Nursaadah, SH Hakim

13 Dra. Fauziah Hakim

14 Drs. Muslikin, MH Hakim

10

(33)

b. Daftar Nama Tenaga Kepaniteraan Pengadilan Agama Cibinong11

No Nama Jabatan

1 Nanang Patoni, SH Panitera 2 Aswadi, S.Ag Wakil Panitera 3 Sumaryati, SH Wakil Sekertaris 4 Nuryani, S. Ag PanMud Hukum 5 Nani Nuuraeni PanMud Permohonan 6 A. Saepurrahman, BA PanMud Gugatan 7 Dra. Barkah Salim Panitera Pengganti 8 Rahmat Fiemansyah Panitera Pengganti 9 Drs. Nanang Juanda Panitera Pengganti 10 Dra. Siti Mariam Adam Panitera Pengganti 11 Suryadi, S.ag Panitera Pengganti 12 Hidayah, S.Ag Panitera Pengganti

2. Daftar Nama Tenaga Kejurusitaan Pengadilan Agama Cibinong

No Nama Jabatan

1 Aceng Nasrudin, SHI Juru sita 2 Holid, SH Juru sita 3 Iskandar Fuadi Juru sita

11

(34)

4 Firmansyah Maruyuana Juru sita 5 Emon Kusman, SH Juru sita

3. Pegawai Administrasi12

Daftar Nama Pegawai Tenaga Administrasi PA Cibinong

No Nama Jabatan

1 Sumaryati, SH Wakil Sekertaris

2 Supartini, SH Kasubag. Kepegawaian

3 Holid, SH Kasubag Keuangan

4 Emon Kusmon, SH Kasubag. Umum

5 Firmansyah Mariyuana Bendahara

6 Hilda Fitriyanti, SH Pengadministrasian Keuangan

7 Iskandar Fuadi

Pengadministrasian Perkara Gugatan

8 Dicky Mulyawarman, Amd

Pengadministrasian Perkara Permohonan

12

(35)

Struktur Organisasi PA Cibinong

D. Perkara Yang Diterima Dan Diputus Oleh Pengadilan Agama Cibinong

Sejak Tiga Tahun Terakhir (2005, 2006, 2007)

(36)

Tabel I

Perkara yang Diterima dan Diputus PA Cibinong Tiga Tahun Terakhir

No. Tahun

Jumlah Perkara

Yang Masuk

Jumlah Perkara

Yang di Putus

1 2007 1.005 952

2 2006 775 778

3 2005 743 734

Jumlah 2.523 2.464

Sumber : Laporan Tahunan PA Cibinong Tahun 2005-2007

(37)

sehari-hari, dibandingkan permasalahan lainnya. Perkawinan merupakan persoalan yang sangat sensitif karena menyangkut kebutuhan lahiriah dan batiniah.13.

Pada perkara-perkara lain yang diajukan di Pengadilan Agama Cibinong selama tiga tahun terakhir tidak didapati jumlah yang cukup banyak selain perkara perceraian . Perkara selanjutnya yang jumlahnya berada dibawah perkara perceraian adalah perkara isbat nikah yaitu sebanyak 267 perkara yang diterima dan 264 perkara yang diputus. Sedangkan untuk keseluruhan perkara-perkara selain perceraian dan isbat nikah yang diterima dan diputus di Pengadilan Agama Cibinong sebanyak 82 perkara, dimana 43 perkara yang diterima dan 39 perkara yang diputus. Perkara- perkara itu meliputi perkara izin poligami, pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, harta bersama, penguasaan anak, pengesahan anak, perwalian, hadhonah, pembatalan perwalian anak, pencabutan kekuasaan wali, isbat nikah, izin kawin, wali

adal, kewarisan, hibah dan wakaf..

13

(38)

BAB IV

ANALISIS MASALAH PENYELESAIAN PERKARA WALI ADAL

DI PENGADILAN AGAMA CIBINONG

A. Data Permohonan Penetapan Wali ‘Adal Tiga Tahun Terakhir

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Cibinong maka perkara wali ‘adal yang diterima oleh Pengadilan Agama Cibinong selama kurun waktu tiga tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai 2007 sebanyak 7 kasus.

Tabel II.

No. Tahun No. Perkara Pemohon

Faktor

Penyebab

1 2007 114/Pdt.P/2007/PA.Cbn. Dwi Ria Wulandari Ekonomi 2 2006 02/ Pdt.P/2006/PA.Cbn. Mira Kusmiranti Sosial 3

4 5 6 7

2005 01/ Pdt.P/2005/PA.Cbn. 04/ Pdt.P/2005/PA.Cbn. Susi Shorayasari Z

Mirawati Sumber : Laporan Perkara Permohonan PA Cibinong

(39)

Data di atas menjelaskan bahwa faktor yang dominan menjadi alasan seorang wali atau orang tua menolak menikahkan anaknya (‘adal) adalah faktor ekonomi, setelah itu adalah faktor sosial dan yang selanjutnya adalah faktor dendam. Faktor ekonomi disini melingkupi kekhawatiran seorang wali dimana apabila anaknya menikah dengan orang yang ekonominya kurang mampu atau miskin disebabkan pekerjaannya yang dirasa oleh wali belum sukses atau mapan sehingga apabila pernikahan itu tetap dilakukan maka akan membuat keturunannya sengsara.. Padahal untuk mengukur ke suksesan seseorang atau kemapanan seseorang adalah bersifat relatif. Faktor sosial, biasanya dilatarbelakangi oleh status sosial di masyarakat misalnya saja seorang perwira TNI tidak mau anaknya menikah selain dengan perwira TNI juga, karena dirasa perwira TNI lebih mempunyai kelas tersendiri., masalah pendidikan seorang wali menolak menikahkan karena calon menantunya didapati berpendididikan formal di bawah pendidikan anaknya misalnya saja calon menantunya berpendidikan hanya sampai tingkat SMA, sedangkan calon pengantin wanita (anaknya) berpendidikan sarjana. Faktor Dendam biasanya dilatarbelakangi oleh permusuhan yang terjadi antara wali dengan keluarga calon mempelai laki-laki atau permusuhan yang tejadi antara wali dengan calon pengantin wanita (anaknya) dengan sebab-sebab tertentu.

B. Prosedur Permohonan Penetapan Wali ‘Adal

(40)

perkaranya. Dalam bahasa hukumnya disebut dengan kekuasaan absolut (kompetensi absolut) dalam hal perkawinan yang diajukan oleh orang Islam yang berhak mengadili adalah Pengadilan Agama.

Selanjutnya dalam hal pembagian kekuasaan berdasarkan wilayah hukum disebut (kompetensi relatif). Hal ini secara umum dalam pasal 112 HIR/142 RBG dan secara khusus diatur dalam berbagai peraturan Perundang-undangan. Pada dasarnya gugatan diajukan ke Pengadilan Agama tempat tinggal Tergugat oleh pihak yang berkepentingan dan mempunyai ikatan hukum. Sedangkan permohonan diajukan di Pengadilan agama di tempat tinggal Pemohon, kecuali Undang-undang menentukan lain.14

Dari peraturan di atas cukup jelas bahwa seseorang harus mengerti tata cara pengajuan perkara dengan memperhatikan dan memahami istilah tersebut di atas yaitu kompetensi absolut dan relatif yang bertujuan agar gugatan dapat diterima dan terhindar dari eksepsi.15

Secara garis besar perkara yang masuk ke Pengadilan Agama ada dua macam, yaitu:

1. Perkara yang sifatnya permohonan yang didalamnya tidak terdapat sengketa disebut juga dengan Voluenteir. Perkara Voluenteir yang diajukan ke Pengadilan Agama diantaranya :

14

A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), Cet ke-4, h. 45.

15

(41)

a. Penetapan pengangkatan anak b. Penetapan pengangkatan wali

c. Penetapan pengesahan nikah (Isbat Nikah) d. Penetapan dispensasi nikah.16

2. Perkara yang sifatnya gugatan (Contentiosa), yaitu perkara yang didalamnya tedapat sengketa antara pihak-pihak contohnya saja pada perkara cerai gugat, cerai talak, permohonan poligami, sengketa waris, dan sebagainya.

Dalam kasus pengajuan wali adhal ini berarti bentuk pengajuannya adalah berupa permohonan (voluenteir). Surat pemohonan adalah suatu permohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.17

Dalam prosedur berperkara dalam mengajukan permohonan wali ‘adal, penulis akan membagi 2 bagian, yaitu proses penerimaan perkara dan proses pemeriksaan sampai putusan perkara yang rincinya adalah sebagai berikut:

1. Proses Penerimaan Perkara

16

Nani Nura’eni, Panitera Muda Permohonan Pengadialan Agama Cibinong, Wawancara Pribadi, Cibinong 18 Juni 2008.

17

(42)

Sebelum mengajukan permohonan penetapan wali adhal maka seorang pemohon harus membuat surat permohonan yang isinya:18

a. Identitas para pihak ( Pemohon ), mencakup: 1). Nama (beserta binti dan aliasnya); 2). Umur;

3). Agama; 4). Pekerjaan; 5). Tempat tinggal;

6). Kewarganegaraan (jika diperlukan).

b. Posita, yaitu penjelasan tentang keadaan / peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasar / alasan. Posita memuat: 1). Alasan yang berdasarkan fakta / peristiwa hukum;

2). Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan merupakan keharusan. Hakimlah yang harus melengkapinya dalam putusan nanti.

c. Petitum, yaitu isi tuntutan yang ingin diminta untuk dikabulkan oleh hakim19

d. Memasuki kawasan proses penerimaan perkara pada pengadilan Agama, pertama-tama si penggugat atau pemohon membawa surat gugatan atau

18

H. A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h. 40-41

19

(43)

permohonan, ditunjukan langsung ke Pengadilan Agama, kemudian menghadap pada ruang kasir untuk membayar Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan dilanjutkan datang menghadap pada ruang kepanitraan untuk mendaftarkan perkaranya. Namun untuk lebih khususnya lagi tentang proses penerimaan perkara adalah sebagai berikut : 1). Pengajuan perkara di kepanitraan (Meja I)

Untuk mengajukan suatu perkara, baik perkara permohonan maupun perkara gugatan, si penggugat atau pemohon harus membawa surat gugatan atau permohonan yang telah dibubuhi tanda tangan penggugat atau pemohon, dan langsung dibawa pada bagian kepanitraan. Masing-masing surat tersebut diberikan pada sub. gugatan jika bentuknya contentiosa dan sub. permohonan jika bentuk suratnya permohonan. Setelah itu menghadap pada kasir untuk membayar panjar biaya perkara.

2). Pembayaran panjar biaya perkara (Kasir)

(44)

memberi nomor perkara dengan. Tanda lunas pada SKUM tersebut dan dilanjutkan untuk didaftarkan pada bagian pendaftaran perkara.

3). Pendaftaran Perkara (Meja II) Untuk mendaftarkan perkara hendaknya penggugat atau pemohon harus menandatangani Panitera Muda Gugatan, jika bentuk contentiosa dan Panitera Muda Permohonan, apabila bentuknya voluenteir. Setelah itu masing-masing Panitera Muda tersebut akan memberi nomor pada surat gugatan atau permohonan, dan membubuhi tanda tangan sebagai bukti.

4). Penetapan Majelis Hakim (PMH)

Dalam jeda waktu minimal 7 (tujuh) hari Ketua Pengadilan Agama menunjuk majelis hakim untuk melakukan pemeriksaan dan mengadili perkara dalam sebuah “Penetapan” majelis hakim (Pasal 121 HIR jo pasal 93 UU PA), kemudian ketua memberikan tugas kepada majelis hakim untuk menyelesaikan surat-surat yang berhubungan dengan perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama.20

Kemudian setelah itu Ketua Pengadilan Agama menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, akan tetapi jika ada perkara yang menyangkut kepentingan umum, maka perkara itu harus

20

(45)

didahulukan seiring dengan pasal 94 Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan agama, penetapan majelis hakim dibuat dalam bentuk penetapan dan ditandatangani oleh ketua Pengadilan Agama dan dicatat dalam Buku Register Perkara yang bersangkutan.21

5). Penunjukan Panitera Sidang (PPS)

Agar persidangan dapat berjalan dengan lancar dan evektif maka dalam hal ini ditunjuklah seorang panitera, wakil panitera, panitera pengganti untuk membantu hskim dalam menghadiri guna memcatat jalannya persidangan, membuat berita persidangan dan melaksanakan semua perintah hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.

6). Penetapan Hari Sidang Oleh Ketua Majlis (PHS)

Setelah ketua majelis menerima berkas perkara tersebut bersama hakim anggotanya, maka kemudian ditetapkanlah hari dan tanggal serta jam kapan perkara tersebut dapat disidangkan juga memerinahkan agar para pihak dipanggil untuk datang pada hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan.

7). Pemanggilan pihak-pihak

Langkah selanjutnya dalam proses penerimaan perkara di Pengadilan Agama, adalah pemanggilan pihak-pihak yang dilaksanakan

21

(46)

oleh jurusita atau jurusita pengganti, sebagaimana tugas dan wewenang jurusita atau jurusita pengganti adalah menyampaikan Relaas (panggilan) kepada pihak yang berperkara.

2. Proses Pemeriksaan Perkara Dalam Persidangan

Adanya proses pemeriksaan dalam persidangan tentunya harus melewati tahap-tahap proses penerimaan perkara pada Pengadilan Agama. Kemudian barulah sampai pada proses pemeriksaan akan berlangsungnya, untuk itu penulis akan mencoba untuk menjelaskan mengenai langkah-langkah proses pemeriksaan perkara dalam persidangan antara lain yaitu : a. Pedamaian

Pertama-tama setiap awal persidangan majelis hakim selalu membacakan surat gugatan atau permohonan wajib mengadakan upaya perdamaian diantara kedua belah pihak, dimaksudkan agar kedua belah pihak kiranya terjadi perdamaian (islah).

b. Pembacaan Permohonan.

c. Apabila pihak wali sebagai saksi utama telah dipanggil secara resmi dan patut namun tetap tidak hadir sehingga tidak dapat didengar keterangannya, maka hal ini dapat memperkuat ‘adalnya wali.22

22

(47)

d. Apabila pihak wali telah hadir dan memberikan keterangannya maka harus dipertimbangkan oleh hakim dengan mengutamakan kepentingan pemohon.

e. Untuk memperkuat adhalnya maka perlu didengar keterangan saksi-saksi. (pembuktian). Pada tahap ini, pihak yang berperkara diberikan kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti, sebagaimana dalam pasal 164 HIR.

f. Apabila wali yang enggan menikahkan tersebut mempunyai alasan-alasan yang kuat menurut hukum perkawinan dan sekiranya perkawinan tetap dilangsungkan justru akan merugikan Pemohon atau terjadinya pelanggaran terhadap larangan perkawinan, maka permohonan Pemohon akan ditolak.

g. Kesimpulan Para pihak

(48)

Sesudah majelis hakim memeriksa isi gugatan atau permohonan yang diajukan dan berkesimpulan bahwa alasan yang diajukan cukup beralasan dan dapat diterima terbukti serta tidak dimungkinkan lagi tercapainya perdamaina antara keduanya, maka pengadilan agama dapat memutuskan dengan putusan dalam bentuk penetapan.

i. Terhadap penetapan tersebut dapat dimintakan upaya hukum kasasi. j. Memberitahukan kepada Meja II dan Kasir yang bertalian dengan tugas

mereka. k. Meja III

1). Menerima berkas yang telah di minutasi dari Majelis hakim.

2). Memberitahukan isi putusan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 3). Memberitahukan kepada Meja II dan Kasir yang bertalian dengan

tugas mereka.

4). Menetapkan Kekuatan Hukum.

5). Menyerahkan salinan kepada Penggugat dan Tergugat / Pemohon dan Instansi terkait.

6). Menyerahkan berkas yang telah diminutasi kepada Panitera Muda Hukum.

(49)

C. Kasus Posisi

1. Putusan Pengadilan Agama Cibinong No : 114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong. Pengadilan Agama Cibinong yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan sebagaimana tersebut di bawah ini :

Pada tanggal 13 Agustus 2007, DWI RIA WULANDARI BINTI TOMI, umur 20 tahun, agama Islam, bertempat tinggal di Kampung Cibanteng, Rt 02/01, Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, melayangkan surat permohonan penetapan wali ‘adal ke Pengadilan Agama Cibinong yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cibinong. Nomor: 114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong. Surat permohonan itu berbunyi sebagai berikut:23

1. Bahwa Pemohon bermaksud melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki yang bernama MUHAMAD YUSRIL BIN SUMINTA, umur 24 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung Cibanteng Rt.02/01, Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor;

23

(50)

2. Bahwa Pemohon telah menjalankan hubungan dengan calon suami (MUHAMAD YUSRIL BIN SUMINTA) dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang dan sulit untuk dipisahkan;

3. Bahwa Pemohon telah menyampaikan dan mengutarakan niat untuk melangsungkan pernikahan Pemohon dengan calon suami (MUHAMAD YUSRIL BIN SUMINTA) kepada orang tua Pemohon dengan harapan maksud tersebut dapat diterima, akan tetapi orang tua Pemohon tidak merestui dan tidak mau menjadi wali pernikahan Pemohon dengan calon suami;

4. Bahwa alasan orang tua Pemohon tidak bersedia menjadi wali bagi pernikahan Pemohon dengan calon suami karena faktor ekonomi calon suami dan juga orang tua Pemohon terlalu banyak menuntut dari diri calon suami diluar kemampuan calon suami Pemohon;

5. Bahwa Pemohon dengan calon suami Pemohon tetap akan melanjutkan hubungan dan akan melanjutkan perkawinan;

6. Bahwa meskipun sikap orang tua Pemohon sebagaimana tersebut di atas, akan tetapi Pemohon dan calon Pemohon akan tetap menjaga hubungan baik;

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka mohon kiranya Pengadilan Agama Cibinong menjatuhkan penetapan:24

1. Mengabulkan permohonan Pemohonan;

24

(51)

2. Menetapkan adhalnya wali TOMI BIN SUJOKO atas pernikahan Pemohon dengan laki-laki yang bernama MUHAMMAD YUSRIL BIN SUMITA;

3. Menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim;

4. Menetapkan biaya perkara menurut hakim;

Maka dengan alasan dan dasar tersebut Pengadilan Agama Cibinong dengan memeriksa bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi yang ada mengabulkan permohonan Pemohon.

2. Putusan Pengadilan Agama Cibinong No : 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong. Pengadilan Agama Cibinong yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan sebagaimana tersebut di bawah ini :

Pada tanggal 04 Januari 2006, MIRA KUSMIRANTI BINTI KUSMIADI, umur 24 tahun, agama Islam, pekerjaan tidak bekerja, bertempat tinggal di Kampung Sentul, Rt. 02/02, Desa Sukairna, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, melayangkan surat permohonan penetapan wali ‘adal ke Pengadilan Agama Cibinong yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cibinong. Nomor : 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong. Surat permohonan itu berbunyi sebagai berikut :25

25

(52)

1. Bahwa Pemohon bermaksud melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki yang bernama ZAENAL MUSLIM BIN H. MA’MUR, umur 29 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta, bertempat tinggal di Kampung Menan, Rt.03/02, Desa Sukamaju, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor; 2. Bahwa Pemohon telah menjalankan hubungan dengan calon suami

(ZAENAL MUSLIM BIN H. MA’MUR) dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang dan sulit untuk dipisahkan;

3. Bahwa Pemohon telah menyampaikan dan mengutarakan niat untuk melangsungkan pernikahan Pemohon dengan calon suami kepada orang tua Pemohon dengan harapan maksud tersebut dapat diterima, akan tetapi orang tua Pemohon tidak merestui dan tidak mau menjadi wali pernikahan Pemohon dengan calon suami;

4. Bahwa alasan orang tua Pemohon tidak bersedia menjadi wali bagi pernikahan Pemohon dengan calon suami karena status pekerjaan calon suami tidak sesuai dengan keinginan orang tua Pemohon yang menghendaki calon suami Pemohon dari angkatan seperti orang tua Pemohon;

5. Bahwa Pemohon dengan calon suami Pemohon tetap akan melanjutkan hubungan dan akan melanjutkan perkawinan;

(53)

Berdasarkan alasan alasan tersebut di atas, maka mohon kiranya Pengadilan Agama Cibinong menjatuhkan penetapan:26

1. Mengabulkan permohonan Pemohonan;

2. Menetapkan adhalnya wali KUSMIADI BIN USUP atas pernikahan Pemohon dengan laki-laki yang bernama ZAENAL MUSLIM BIN H. MA’MUR;

3. Menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim;

4. Menetapkan biaya perkara menurut hakim;

Maka dengan alasan dan dasar tersebut Pengadilan Agama Cibinong dengan memeriksa bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi yang ada mengabulkan permohonan Pemohon.

3. Putusan Pengadilan Agama Cibinong No : 16/Pdt.P/2005/PA.Cibinong. Pengadilan Agama Cibinong yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan penetapan sebagaimana tersebut di bawah ini :

SUSI SHORAYASARI Z BINTI ZUHRON AMALI, umur 26 tahun, agama Islam, pekerjaan karyawati swasta, bertempat tinggal di Kampung Pabuaran Kulon No. 1, Rt. 02/05, Desa Cibanteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, melayangkan surat permohonan penetapan wali ‘adal l ke

26

(54)

Pengadilan Agama Cibinong yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Cibinong. Nomor : 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong. Surat permohonan itu berbunyi sebagai berikut :27

1. Bahwa Pemohon bermaksud melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki yang bernama HERI IRAWAN BIN UDIN, umur 31 tahun, agama Islam, pekerjaan PNS, bertempat tinggal di Jalan Rawa Buntu Rt. 03/12 Kecamatan Serpong, Tanggerang;

2. Bahwa Pemohon telah menjalankan hubungan dengan calon suami (HERI IRAWAN BIN UDIN) dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang dan sulit untuk dipisahkan;

3. Bahwa Pemohon telah menyampaikan dan mengutarakan niat untuk melangsungkan pernikahan Pemohon dengan calon suami kepada orang tua Pemohon dengan harapan maksud tersebut dapat diterima, akan tetapi orang tua Pemohon tidak merestui dan tidak mau menjadi wali pernikahan Pemohon dengan calon suami;

4. Bahwa alasan orang tua Pemohon tidak bersedia menjadi wali bagi pernikahan Pemohon dengan calon suami karena adanya dendam antara Ayah Pemohon dengan Ibu Pemohon – yang telah bercerai- mengingat juga pemohon selalu membela dan berpihak kepada Ibunya. Ayah Pemohon mau menjadi wali dengan syarat yaitu Ibu Pemohon harus meninta maaf secara langsung dengan disaksikan oleh orang-orang

27

(55)

sekampung san aparat Desa, dan syarat inilah yang tidak mungkin untuk dipenuhi oleh Pemohon;

5. Bahwa Pemohon dengan calon suami Pemohon tetap akan melanjutkan hubungan dan akan melanjutkan perkawinan;

6. Bahwa meskipun sikap orang tua Pemohon sebagaimana tersebut di atas, akan tetapi Pemohon dan calon Pemohon akan tetap menjaga hubungan baik;

Berdasarkan alasan alasan tersebut di atas, maka mohon kiranya Pengadilan Agama Cibinong menjatuhkan penetapan:28

1. Mengabulkan permohonan Pemohonan;

2. Menetapkan adhalnya wali ZUHRON AMALI BIN ASRORI atas pernikahan Pemohon dengan laki-laki yang bernama HERI IRAWAN BIN UDIN ;

3. Menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim;

4. Menetapkan biaya perkara menurut hakum;

Maka dengan alasan dan dasar tersebut Pengadilan Agama Cibinong dengan memeriksa bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi yang ada mengabulkan permohonan Pemohon.

28

(56)

D. Analisis Penyelesaian Wali ‘dal di Pengadilan Agama Cibinong

Dalam analisis penyelesaian kasus wali ‘adal, pada dasarnya apabila ada permasalah dimana wali menolak untuk menikahkan anak perempuannya, cara penyelesaian yang pertama adalah melakukan pendekatan kekeluargaan antara calon mempelai wanita dan mempelai laki-laki dengan pihak wali, dan apabila tidak dapat dilakukan secara kekeluargaan maka perkara tersebut akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku untuk menemukan jalan keluar yang terbaik melalui penetapan atau keputusan hakim yang dikeluarkan Pengadilan Agama.

Terhadap penetapan Pengadilan Agama Cibinong atas perkara No. 114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong dengan pemohon Dwi Ria Wulandari Binti Tomi, dimana penetapannya mengabulkan segala permohonan Pemohon untuk, menetapkan adhalnya wali Kusmiadi Bin Usup (ayahnya) atas pernikahan Pemohon dengan laki-laki yang bernama Zaenal Muslim Bin H. Ma’mur, menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim dan menetapkan biaya perkara menurut hukum. Adapun faktor yang menyebabkan adhalnya wali yaitu dimana orang tua pemohon (ayah) tidak bersedia menjadi wali bagi pernikahan Pemohon dengan calon suami karena faktor ekonomi calon suami dan juga orang tua Pemohon terlalu banyak menuntut dari diri calon suami diluar kemampuan calon suami. Sehingga alasan orang tua pemohon ‘adal tidak dapat dapat dibenarkan.

(57)

penetapannya mengabulkan segala permohonan Pemohon untuk menetapkan ‘dal nya wali Kusmiadi Bin Usup (ayahnya) atas pernikahan Pemohon dengan laki-laki yang bernama Zaenal Muslim Bin H. Ma’mur, menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor untuk bersedia sebagai wali hakim dan menetapkan biaya perkara menurut hukum. Adapun faktor yang menyebabkan adhalnya wali yaitu karena status pekerjaan calon suami tidak sesuai dengan keinginan orang tua Pemohon yang menghendaki calon suami Pemohon dari angkatan seperti orang tua Pemohon. Sehingga alasan orang tua pemohon ‘adal tidak dapat dapat dibenarkan.

(58)

tidak mungkin untuk dipenuhi oleh Pemohon. Sehingga alasan orang tua pemohon ‘adal tidak dapat dapat dibenarkan.

Menurut pengamatan penulis dari ketiga Pemohon yang melayangkan permohonan penetapan wali ‘adal layak mendapatkan penetapan karena alasan-alasan yang dikemukakan oleh orang tua Pemohon yang adhal tidak dapat dibenarkan oleh hukum yang berlaku. ‘adalnya wali baru dapat dibenarkan Apabila wali yang enggan menikahkan tersebut mempunyai alasan-alasan yang kuat menurut hukum perkawinan dan sekiranya perkawinan tetap dilangsungkan justru akan merugikan Pemohon atau terjadinya pelanggaran terhadap larangan perkawinan, seperti alasan-alasan calon suami didapati beda agama, calon suami pemohon mempunyai penyakit yang membahayakan pemohon dan calon suami pemohon mempunyai akhlak yang rusak seperti penjudi, pengkonsumsi narkoba dan pemabuk maka permohonan Pemohon akan ditolak dengan catatan apa yang dijadikan alasan enggannya wali itu dapat dibuktikan di dalam persidangan.

(59)

selama pemohon ikhlas menjalani pernikahan tersebut karena alasan-alasan tersebut masih bersifat relatif dan masih bisa dicari jalan keluar yang lebih baik.

(60)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Status pernikahan wanita yang walinya menolak menikahkan (wali ‘adal) adalah sah. Hal ini disebabkan karena adanya penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama tentang ‘adal nya seorang wali. Sehingga dengan adanya penetapan itu maka pihak calon pengantin wanita dapat melangsungkan pernikahan dengan menggunakan wali hakim.

2. Sebab-sebab orang tua atau wali ‘adal (enggan, menghalang-halangi) menikahkan anaknya adalah karena calon yang akan menjadi menantunya adalah beda agama, akhlaknya kurang baik, status sosialnya tidak sederajat baik pendidikan, keturunan, maupun ekonominya. Dan alasan yang tidak dibenarkan seorang wali menolak menikahkan anaknya dengan calon suaminya adalah masalah status sosial, pendidikan, keturunan, dan ekonomi. 3. Penyelesaian perkara wali adhal langkah pertama yang harus dilakukan adalah

(61)

permasalah tersebut belum dapat diselesaikan, maka sebaiknya permasalahan tersebut diselesaikan melalui Pengadilan Agama melalui proses persidangan .

B. SARAN

1. Sebelum melangsungkan perkawinan hendaknya dilakukan proses pengenalan keluarga yaitu keluarga dari pihak wanita dan dari pihak laki-laki. Hal ini dimaksudkan untuk mengenal lebih jauh pribadi dan asal usul masing-masing keluarga agar tidak terjadi kesalah pahaman .

2. Bagi para orang tua, untuk jangan khawatir menikahkan anaknya walaupun dia belum pekerjaan tetap. Para orang tua hendaknya jangan menjadi penghalang bagi anaknya untuk menikah kalau memang anaknya sudah sangat ingin menikah dan takut terjatuh ke dalam perbuatan dosa. Terlebih lagi karena alasan-alasan yang tidak di benarkan oleh agama.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 1990. Al-Asy’ats As-Sajastani. Imam Abu Daud Sulaiman. Sunah Abi Daud, Beirut: Dar

al-Fikr, 1994, juz II.

Al-Imam Taqiyuddin, Abi Bakr ibn Muhammad Al-Husaini. Khifayatul Akhyar (Terj.), (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1997), Cet. Pertama

Ahmad Sukardja, dan Bakri A. Rahman. Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-Undang Perkawinan Dan Hukum Perdata. Jakarta: Hidakarya Agung,1981.

Aminuddin dan Abidin, Slamet. Fiqih Munakahat I. Bandung : Pustaka Setia, 1999, Cet. Ke- I.

Arto, Mukto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003., Cet ke-4.

Ayyub, Syaikh Hasan. Fiqih Keluarga. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1996, Cet. Ke-1.

Daly, Peonoh. Hukum Perkawinan Islam (Studi Perbandingan Dalam kalangan Ahlus-Sunnah dan Negara-Negara Islam). Jakarta : Bulan Bintang, 1998.

Departemen Agama R.I, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Depag R.I, 2004.

Departemen Agama RI, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. Jakarta: Proyek Pembinaan sarana Keagamaan Islam,1985/1986

Ghazali, Abd. Rahman. Fiqih Munakahat. Jakarta : Kencana, 2003, Cet. Ke- I.

(63)

Husen, Ibrahim. Fiqih Perbandingan dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rujuk dan Kewarisan Jakarta : Yayasan Ihya Ulumiddin, 1971.

Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid, (terj), Semarang ; CV. Asy-syifa, 1990, Cet. Ke-1.

Ma’luf, Louis. al-Munjid. Beirut : Darul Masyriq, 1975.

Manan, Abdul dan Fauzan. M. Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2002.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Ce Ke-18,

Muhammad Al Syaukaniy, Muhammad bin Ali. Nail al-Authar, (Mesir), Juz 6

Muhtar, Kamal. Azaz-azaz Dalam Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta:Bulan Bintang, 1987, Cet ke II.

Mujieb, M. Abdul, dkk. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta ; Pustaka Firdaus, 1994, Cet ke-3.

Nura’eni, Nani. Panitera Muda Permohonan Pengadialan Agama Cibinong, Wawancara Pribadi.

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2000, Cet ke-4.

Romulyo, Moh. Idris. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta:Sinar Grafika, 2006.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Alih bahasa : Mohammad Thalib. Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1997, Cet ke-13, Jilid-7.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta : Prenada Media, 2006

(64)

Tholib, M. 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami. Bandung : Irsyad Baitus Salam, 1995.

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1974, Cet ke-1 Umar, Abdurahman. Kedudukan Saksi Dalam Peradilan Menurut Hukum Islam,

Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986.

Putusan Perkara No. 114/Pdt.P/2007/PA.Cibinong. Putusan Perkara No. 02/Pdt.P/2006/PA.Cibinong. Putusan Perkara No. 16/Pdt.P/2005/PA.Cibinong.

(65)

Gambar

Tabel I
Tabel II. Faktor

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa dari penelitian yang dilakukan telah dapat menjawab segala pertanyaan yang ada, yang pertama adalah pada proses penyelesaian perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak

Dari rumusan masalah yang ada, setelah peneliti melakukan penelitian di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa pandangan hakim terhadap perkara permohonan wali ‘adal

Sebelum diajukan ke pengadilan agama, biasanya perkara perceraian telah mele- wati serangkaian proses penyelesaian ter- lebih dahulu, baik oleh para pihak secara langsung

Pada sidang pertama jika kedua belah pihak hadir maka pengadilan berusaha mendamaikan mereka, jika berhasil perkara.. diakhiri dengan perdamaian yang dituangkan dalam akta perdamaian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dalam prosedur penyelesaian kasus perceraian di Pengadilan Agama Arga Makmur dan melalui pengadilan wilayah di

Pada dasarnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan tidak berpihak

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa: Pertama, penggunaan mediator lebih diutamakan daripada penggunaan h}akam dalam penyelesaian perkara cerai dengan alasan

Hasil dan Pembahasan Efektivitas penyelesaian perkara melalui e-court dari proses awal pendaftaran sampai putusan di Pengadilan Agama Tanjung, dapat dijabarkan sebagai berikut :10